Anda di halaman 1dari 26

FENOMENA KEPUASAN KERJA DAN JOB DESIGN DENGAN KOMITMEN KERJA

PARA KARYAWAN DI UD NEW TWEETY MAGETAN

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
UD New Tweety merupakan industry yang bergerak di bidang produksi kue kering yang
sudah beroperasi lebih dari lima tahun. Kelangsungan industry ini tidak lain ditunjang dari
SDM yang berkualitas dan memiliki loyalitas yang tinggi. Hal ini Nampak pada fenomena
kedisiplinan para karyawan dalam bekerja dan rendahnya absen para karyawan. Industri
pada sebuah perusahaan sangat dipengaruhi oleh bagaimana karyawan bekerja di perusahaan
tersebut. Produktivitas yang baik merupakan harapan setiap perusahaan yang diberikan oleh
para karyawannya, produktifitas sendiri dipengaruhi oleh komitmen kerja yang dimiliki oleh
karyawan. Komitmen kerja dipengaruhi oleh beberapa factor seperti dari segi kepuasan kerja
para karyawan, kepuasaan kerja adalah perasaan subjektif individu yang merasa cukup dan
puas atas apa yang mereka dapat setelah melakukan sesuatu pekerjaan yang menjadi tugas
individu tersebut. Factor lain yang memengaruhi dari komitmen kerja itu sendiri adalah
desain pekerjaan atau job design, job design diartikan sebagai suatu penataan tugas atau
pekerjaan menjadi mudah dan jelas untuk dilakukan hal ini dilakukan oleh manajemen suatu
organisasi atau perusahaan.
Di Indonesia sendiri job design dan juga kepuasan kerja karyawan merupakan hal yang
perlu ditingkatkan, setiap organisasi atau perusahaan perlu memperhatikan hal tersebut untuk
menunjang dan meningkatkan produktifitas karyawan. Desain pekerjaan adalah fungsi
penetapan kegiatan kerja seorang individu atau kelompok karyawan secara organisasional.
Desain pekerjaan bertujuan untuk mengatur penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan
organisasi, teknologi, dan keperilakuan. Apabila desain pekerjaan yang diberikan kurang
jelas akan berakibat karyawan kurang mengetahui tugas dan tanggung jawabnya serta akan
berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan, hal ini mengakibatkan pekerjaan tidak
tercapai dengan baik. Desain pekerjaan mutlak diperlukan oleh setiap organisasi karena
dalam desain pekerjaan, yang dilakukan adalah merakit sejumlah tugas menjadi sebuah
pekerjaan atau sekelompok pekerjaan agar perkerjaan yang dilakukan menjadi terarah jelas
dan pekerjaan dapat dilakukan secara efisien dan efektif. Di era industry 4.0 ini sudah
semestinya kita lebih aware terhadap upaya-upaya meningkatkan kemampuan dan kualitas
SDM, perusahaan yang sukses perlu ditunjang oleh SDM yang baik, oleh karena itu sebagian
perusahaan rela memberikan pelatihan bagi para karyawannya untuk mengembangkan diri
dengan tujuan produktifitas mereka dapat meningkat. Pelatihan yang diberikan untuk
meningkatkan kinerja karyawan dapat dijadikan sebuah strategi dan kekuatan yang dimiliki
oleh perusahaan. Banyak manfaat yang akan diperoleh perusahaan dengan kondisi SDM
yang berkualitas.
Perencanaan sumber daya manusia dapat dijadikan strategi yang mendukung terciptanya
peningkatan kinerja karyawan dari tenaga kerja yang dimiliki perusahaan. Hal ini dapat
diwujudkan dengan adanya penyesuaian, seperti misalnya pengarahan job design yang baik
dalam pekerjaan, akan memberikan dampak kepada para karyawan dalam menghasilkan
suatu hal yang memiliki hubungan dengan kepentingan organisasi (Putra, 2020).
Suatu komitmen perlu dibentuk sedini mungkin dengan berbagai upaya, komitmen kerja
memengaruhi terhadap kinerja karyawan, pada penelitian ini peneliti ingin membahas
fenomena antara kepuasan kerja, job design dengan komitmen kerja. Seperti yang kita
ketahui bersama bahwa komitmen kerja dibentuk dari beberapa indicator dan dapat dilihat
apakah komitmen kerja itu baik atau tidak dari indicator tersebut, beberapa indicator yang
dimaksud adalah bagaimana tingkat absensi dan bolos dari para karyawan, kedisiplinan
karyawan dan lain sebaginya. Karyawan yang puas terhadap pekerjaannya karena adanya
desain pekerjaan yang jelas dan terarah akan memberikan sebuah komitmen dalam bekerja,
karena karyawan sudah merasa puas dengan apa yang mereka dapatkan saat ini, hal ini akan
memberikan pengaruh yang positif terhadap komitmen kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya
merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Semakin tinggi penilaian
terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi
kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi
yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau
tidak puas dalam bekerja. (Rivai, 2012) Kepuasan kerja merupakan unsur yang diinginkan
oleh karyawan dalam menjalankan pekerjaannya, apabila karyawan merasa puas, maka hal
ini akan memberi manfaat bagi karyawan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Karyawan
sebagai pelaksana, kepuasan yang dirasakan merupakan motivasi untuk bekerja lebih giat,
oleh karena itu kepuasan kerja merupakan unsur yang harus ada didalam organisasi.
Munculnya masalah ketidakpuasan kerja dalam suatu organisasi perusahaan menjadi titik
rawan yang dapat menyulut perselisihan antar karyawan dengan suatu organisasi. Sesuai
dengan pendapat Elviera (2015), pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek
pekerjaan dan individunya saling menunjang sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja
berkenaan dengan perasaan seseorang tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan
karyawan. Komponen lain yang mempengaruhi kepuasan kerja biasanya terdiri dari
penghargaan yang diberikan kepada karyawan, komunikasi, hubungan dengan atasan dan
teman kerja, kondisi pekerjaan, keamanan dan lain lain. Kepuasan kerja bersifat dinamis,
yang berarti berkembang terus tergantung harapan yang ada di lingkungan kerja. Komitmen
adalah suatu keyakinan yang dipegang teguh untuk dilakukan atau tidak dilakukan dengan
berlandaskan suatu alas an logis yang dinyakini oleh individu.
Menurut (Nur et al., 2020) menyatakan semakin baik desain kerja dan budaya organisasi,
akan berpengaruh pada komitmen antar karyawan. Komitmen dibangun oleh perusahaan
untuk menggapai tujuannya. Rasa komitmen yang besar, membuat karyawan bekerja dengan
rasa senang dan bertanggung jawab secara maksimal. Harapan perusahaan yaitu dapat
meningkatkan komitmen semua karyawan melalui aktivitas-aktivitas yang membangun
keharmonisan antar karyawan. Oleh karena itu mereka akan memaksimalkan pekerjaannya
untuk mencapai tujuan perusahaan. Pada dasarnya desain pekerjaan, budaya organisasi, dan
komitmen organisasi merupakan bentuk tanggung jawab karyawan untuk memberikan
kinerja yang terbaik untuk perusahaan. Melihat begitu berpengaruhnya antara kepuasan kerja
dan desain pekerjaan terhadap komitmen kerja karyawan, peneliti tertarik untuk meneliti
lebih lanjut mengenai bagaimana fenomena kepuasan kerja para karyawan di UD New
Tweety terhadap komitmen kerja yang terbentuk, selain itu peneliti juga tertarik untuk
meneliti mengenai fenomena desain pekerjaan yang dikelola oleh pihak manajemen UD New
Tweety yang memengaruhi komitmen kerja para karyawan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana fenomena kepuasan kerja dengan komitmen kerja para karyawan UD New
Tweety
1.2.2 Bagaimana fenomena desain pekerjaan (job design) dengan komitmen kerja para
karyawan UD New Tweety

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui fenomena antara kepuasan kerja, job design dengan komitmen kerja
para karyawan UD New Tweety.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Menganalisis fenomena kepuasan kerja dengan komitmen kerja para karyawan UD
New Tweety.
2) Menganalisis fenomena job design dengan komitmen kerja para karyawan UD
New Tweety.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
1) Dapat digunakan sebagai input bagi UD New Tweety dalam mengembangkan
perusahaan dengan meningkatkan komitmen kerja para karyawan.
2) Dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian mengenai komitmen kerja
suatu perusahaan yang bergerak pada industry makanan
3) Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi perusahaan industry makanan yang
ingin meningkatkan SDM dan kinerja para pegawai

1.4.2 Manfaat Teoritis


1) Dapat digunakan sebagai bahan referensi mata kuliah ekonomi dan bisnis
mengenai komitmen kerja
2) Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai kepuasaan kerja, desain kerja dengan
komitmen kerja suatu organisasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Definisi Kepuasan Kerja
Menurut (Putra, 2021) kepuasan kerja atau job satisfaction adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Istilah“kepuasan” merujuk pada sikap umum seorang individu
terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukan
sikap yang positif terhadap kerja. Menurut (Wibowo, 2014, p. 413) kepuasan kerja
adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan
antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini
seharusnya mereka terima. Menurut (Kaswan, 2012, p. 173) kepuasan kerja adalah
sikap atau perasaan puas atau tidak puas karyawan terhadap hasil peniaian pekerjaan
yang telah dilakukan. Menurut (Wibowo, 2014)menyatakan kepuasan kerja sebagai
pemikiran, perasaan, dan kecenderungan tindakan seseorang, yang merupakan sikap
seseorang terhadap pekerjaan.
Sedangkan menurut (T. Hani. Handoko, 2014) mengemukakan kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang menyenangkan ataau tidak menyenangkan bagi para
karyawan memandang pekerjaan mereka. Menurut (Gibson, James L., Donnelly Jr,
James H., Ivancevich, John M. & Robert, n.d.) yang menyatakan kepuasan kerja
adalah sikap yang di miliki pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal tersebut merupakan
hasil dari persepsi mereka tentang pekerjaan . Kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan
memandang pekerjaannya. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya.Kepuasan kerja ini nampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerajaan dan segala sesauatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
(Handoko, 2011).Sedangkan Martoyo (2012) menyebutkan bahwa kepuasan kerja
merupakan keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu
antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat
nilai balas jasa yang memang diinginkan untuk karyawan yang bersangkutan.
Menurut Bavendam, (2013) menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan
bangunan undimensional, dimana seseorang memiliki kepuasan umum atau
ketidakpuasan dengan pekerjaannya. Secara sederhana, job satisfaction dapat diartikan
sebagai apa yang membuat orang-orang menginginkan dan menyenangi pekerjaan.
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang adil dan sesuai
dengan harapan karyawan. Pemberian upah yang baik didasarkan pada tuntutan
pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. tidak semua orang mengejar uang.
Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam
lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang dilakukan dan jam-jam
kerja.Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak
yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.Serupa pula karyawan
berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang lebih banyak, dan status
sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan
bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and just) kemungkinan
besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan karyawan.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2012) kepuasan kerja adalah suatu efektifitas atau
respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Menurut Hasibuan (2012)
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi
kerja.Kepuasan kerja merupakan sebuah cara untuk mengaktualisasikan diri, sehingga
akan tercapai sebuah kematangan psikologis pada diri karyawan. Jika kepuasan tidak
tercapai, maka dapat terjadi kemungkinan karyawan akan frustasi (Handoko, 2011).
Banyak teori dan konsep yang sudah dibahas para ahli mengenai definisi variable
kepuasan kerja. (E A Locke, 1976) dalam pernyataannya yang menjadi rujukan secara
umum dalam penelitian menyatakan kepuasan kerja adalah hal yang menyenangkan
atau emosi positif yang timbul karena pekerjaan atau pengalaman kerja dari seseorang
memberikan penilaian yang memuaskan bagi pihak yang menerima dampak dari
pekerjaan tersebut.
Dari perspektif yang berbeda, (Smith, Kendall, & Hulin, 1969) memfokuskan
objek kepuasan kerja bukan hanya dinilai dari aspek psikologis seseorang terhadap
pekerjaan itu saja tetapi juga dinilai dari orientasi atau sikap yang mendukung baik
secara keseluruhan ataupun aspek tertentu di dalam pekerjaan. (Koesmono, 2005)
menegaskan lebih lanjut bahwa kepuasan kerja adalah perasaan dimana sesuatu yang
diterima sesuai dengan harapannya atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan.
Kepuasan kerja juga dinilai dari bagaimana perasaan karyawan tentang pekerjaan dan
aspek-aspek yang berbeda dari pekerjaan yang dilakukannya selama ini. (Rowden &
Conine, 2005). Menurut (Fu, 2014) dari teori yang diadopsi dari (Cellucci & DeVries,
1978) , lima dimensi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah pembayaran
gaji atau upah, atasan, teman sekerja, promosi jabatan dan aspek pekerjaan itu sendiri.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh (Luthans, 2012) mengenai dimensi kepuasan
kerja yaitu pekerjaan itu sendiri, upah, promosi, teman kerja, promosi dan supervisi
ditambah satu dimensi tambahan yaitu kondisi lingkungan kerja yang mendukung
pekerjaan itu.

2.1.2 Faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja


Banyak factor yang memengaruhi kepuasan kerja dari karyawan suatu industry, seperti
yang telah disampaikan oleh (Sutrisno, 2009) factor tersebut diantaranya adalah:
1. Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan
peningkatan kemampuan selama kerja
2. Keamanan kerja
Factor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan
3. Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan
kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperoleh.
4. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasu
dan kondisi kerja yang stabil
5. Pengawasan
Pengawasan sekaligus atasannya, supervise yang buruk dapat berakibat absensi
dan turn over
6. Factor intrinsic dari pekerjaan
Sukar dan mudahnya serta kebanggan akan tugas dapat meningkatkan atau
mengurangi kepuasan
7. Kondisi kerja
8. Aspek social dalam pekerjaan
Merupakan salah satu sikap digambarkan tetapi dipandang sebagai factor yang
menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja
9. Komunikasi
Komunikasi yang lancer antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai
alas an untuk menyukai jabatannya
10. Fasilitas

2.1.3 Teori Kepuasan Kerja


Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapan apa yang membuat sebagian orang
lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Menurut (Wibowo,
2014) teori kepuasan kerja terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Two-Faktor Theory
Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa
satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari
kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.
2. Value Factor
Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil
pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima
hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang
puas. Value theory memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa
memperhatikan siapa mereka.

2.1.4 Penyebab Kepuasan Kerja


Menurut (Wibowo, 2014, p. 414) Kreitner dan terdapat lima faktor yang dapat
mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja yaitu:
1. Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Menurut teori ini kepuasan ditentukan oleh tingkatan tingkatan karakteristik
pekerjaan memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebuuhannnya.
2. Discrepancies (perbedaan)
Menurut teori ini kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan
harapan mencermikan perbedaan antara apa yang diharapkan dan diperoleh
individu dari pekerjaan.
3. Value attainment (pencapaian nilai)
Gagasan Value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi
pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
4. Equity (keadillan)
Dalam model ini kepuasan dimaksudkan bahwa kepuasan merupkan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan ditempat kerja.
5. Dispositional/genetic components (kompoen genetik)
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan
fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.

2.1.5 Mengukur Kepuasan Kerja


Terdapat tiga macam pendekatan yang secara luas dipergunakan untuk melakukan
pengukuran kepuasan kerja. Menurut (Wibowo, 2014, p. 420) yaitu sebagai berikut:
1. Rating scales dan kuisioner
Merupakan pendekatan pengukuran kepuasan kerja yang paling umum dipakai
dengan menggunakan kuisioner dimana rating scales secara khusus disiapkan.
2. Critical insidents
Disini individu mejelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan mereka yang
mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan.
3. Interviews
Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan melakukan
wawancara tatap muka dengan pekerja.

2.1.6 Pengaruh Kepuasan Kerja


1. Kepuasan dan Produktivitas
Pekerja yaang bahaagia tidak berarti menjadi pekerja yang produktif. Pada tingkat
individual, kenyataan mengajurkan sebaliknya untuk lebiih akurat, produktivitas
mungkin mengarah pada kepuasan.
2. Kepuasan dan Kemangkiran
Hubungan antara kepuasan dan kemangkiran bersifat positif, tetapi korelasinya
moderat. Keadaan tersebut masuk akal bahwa pekerja yang tidak puas pada
umumnya kehilangan pekerjaannya.
3. Kepuasan dan Pergantian
Kepuasan juga berhubungan secara negattif dengan pergantian, tetapi korelasinya
lebih kuat daripada yang ditemukan untuk kemangkiran.
4. Temuan Peneltian
Sebagian besar orang pada umumnya merasakan kepuasan terhadap pekerjaannya,
walaaupun terdapat perbedaan kepuasan diantara mereka.
5. Respos terhadap Ketidakpuasan Kerja
Sebagian besar dalam suatu orgaanisasi pekerjanya memperoleh kepuasan kerja,
tidak menutup kemungkinan sebagian kecil diantaranya merasakan ketidakpuasan.

6. Pedoman Meningkatkan Kepuasan Kerja


Adapun indikator Kepuasan Kerja menurut As’ad (dalam) adalah:
1) Psikologis
2) Sosial
3) Fisik
4) Finansial
Berdasarkan pengertian dari beberapa pendapat diatas, kepuasan kerja merupakan
perasaan yang dirasakan individu baik itu berupa perasaan puas terhadap pekerjaan
maupun tidak puas terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menjadi masalah yang
cukup menarik dan penting, karena terbukti besar manfaatnya bagi kepentingan
individu, industri dan masyarakat

2.2 Job Design


2.2.1 Definisi job design
Desain pekerjaan merupakan faktor penting dalam manajemen terutama
manajemen operasi karena selain berhubungan dengan produktifitas juga menyangkut
tenaga kerja yang akan melaksanakan kegiatan operasi perusahaan. Desain pekerjaan
adalah suatu alat untuk memotivasi dan memberi tantangan pada karyawan. Oleh karena
itu, perusahaan perlu memiliki suatu sistem kerja yang dapat menunjang tercapainya
tujuan perusahaan secara efektif dan efisien yang dapat merangsang karyawan untuk
bekerja secara produktif, mengurangi timbulnya rasa bosan dan dapat meningkatkan
kepuasan kerja, desain pekerjaan terkadang digunakan untuk menghadapi stress kerja
yang dihadapi karyawan (Sulipan, 2000 ).
Desain pekerjaan atau job design merupakan faktor penting dalam manajemen
terutama manajemen operasi karena selain berhubungan dengan produktifitas juga
menyangkut tenaga kerja yang akan melaksanakan kegiatan operasi perusahaan. Job
design adalah suatu alat untuk memotivasi dan memberi tantangan pada karyawan. Oleh
karena itu perusahaan perlu memiliki suatu sistem kerja yang dapat menunjang
tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisienyang dapat merangsang karyawan
untuk bekerja secara produktif, mengurangi timbulnya rasa bosan dan dapat
meningkatkan kepuasan kerja, desain pekerjaan terkadang digunakan untuk menghadapi
stress kerja yang dihadapi karyawan.
Menurut Herjanto (2001) menjelaskan bahwa desain pekerjaan adalah rincian
tugas dan cara pelaksanaan tugas atau kegiatan yang mencakup siapa yang mengerjakan
tugas, bagaimana tugas itu dilaksanakan, dimana tugas dikerjakan dan hasil apa yang
diharapkan. Menurut Sulipan (2000) menambahkan desain pekerjaan adalah fungsi
penetapan kegiatan kerja seorang atau sekelompok karyawan secara organisasional.
Tujuannya untuk mengatur penugasan kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan
organisasi. Definisi diatas menjelaskan bahwa desain pekerjaan dibuat oleh perusahaan
untuk mengatur tugas-tugas yang tepat sasaran, memberikan tugas kepada orang dengan
kemampuan dan keterampilan yang harus dimiliki untuk mengerjakan tugas tersebut
demi mencapai sasaran dari perusahaan.
Menurut Noor (2013), desain pekerjaan (job design) adalah proses penentuan
tugas-tugas yang akan dilaksanakan, metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas-
tugas ini dan bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam
organisasi. Menurut Handoko (2011), menjelaskan bahwa desain pekerjaan adalah fungsi
penetapan kegiatan-kegiatan kerja seorang individu atau kelompok karyawan secara
organisasional. Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang
memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, tekhnologi dan keprilakuan. Sejalan dengan
Rivai (2012) rancang pekerjaan adalah proses penentuan tugas-tugas yang akan
dilaksanakan, metode-metode yang digunakan untuk melaksanakan tugas ini, dan
bagaimana pekerjaan tersebut berkaitan dengan pekerjaan lainnya di dalam perusahaan.

2.2.2 Tujuan Desain Pekerjaan


Menurut Fajar & Heru (2010) tujuan desain pekerjaan secara keseluruhan adalah untuk
menghasilkan penugasan-penugasan kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi,
kebutuhan teknologi, dan yang memuaskan kebutuhan pribadi pelaksana pekerjaan
(jobholder). Kunci sukses desain pekerjaan adalah menghasilkan keseimbangan antara
kebutuhan organisasi dan kebutuhan pelaksana pekerjaan.

2.2.3 Indikator Desain Pekerjaan


Sunarto (2005:81) mengemukakan bahwa desain pekekerjaan dapat diukur melalui
indikator signifikan tugas, pengembangan kemampuan dan keterampilan dan
keberagaman tugas. Lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:
1. Signifikansi tugas
Signifikansi tugas merupakan karyawan akan bekerja dengan lebih baik apabila
mereka meyakini bahwa pekerjaan yang diberikan oleh atasan adalah pekerjaan yang
cukup penting, berikan kepastian bahwa setiap pekerjaan yang mereka kerjakan akan
membuat perusahaan semakin kuat.
2. Pengembangan kemampuan dan keterampilan
Pengembangan kemampuan merupakan desain pekerjaan yang dibuat harus dapat
menggambarkan pengembangan kemampuan dari karyawan tersebut dan bagiamana
kemampuan mereka yang telah ada sebelumnya dapat berkembang secara berkala
sesuai dengan minat dan bakat karyawan sehingga karyawan tidak cepat bosan
dengan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang begitu-begitu saja.
3. Keberagaman tugas
Keberagaman tugas merupakan karyawan yang akan bekerja lebih baik dan bertahan
pada pekerjaannya lebih lama apabila mereka diberikan pekerjaan beragam.
Walaupun terkadang pekerjaan yang terlalu bermacam-macam akan mengarahkan
pada ketidak efesienan da stress pada karyawan.
2.2.4 Unsur Desain Pekerjaan
Desain kerja disusun oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Muatan pekerjaan (job contain) yaitu keanekaragaman tugas yang dilaksanakan,
otoritas pemangku jabatan, rutinitas tugas yang dilaksanakan, kesulitan-kesulitan
tugas, identitas pemangku jabatan dan kadar terhadap keseluruhan pekerjaan yang
dilakukan oleh orang yang terlibat.
2. Fungsi-fungsi pekerjaan (job function) yaitu metode-metode kerja yang digunakan,
koordinasi pekerjaan, tanggung jawab, arus informasi dan otoritas pekerjaan.
3. Hubungan pekerjaan (job relationship) yaitu aktivitas-aktivitas kerja
yang dimiliki bersama antara pemangku jabatan dan orang-orang lainnya dalam
organisasi. Menurut Mathis dan Jackson (2006), desain pekerjaan berkaitan dengan
mengatur pekerjaan, tugas dan tanggung jawab dalam suatu unit kerja yang produktif
yang melibatkan isi dari pekerjaan dan pengaruhnya terhadap tenaga kerja. Desain
pekerjaan perlu mendapatkan perhatian lebih karena alasan-alasan berikut:
1. Desain pekerjaan dapat mempengaruhi kinerja untuk pekerjaan tertentu khususnya
untuk motivasi tenaga kerja yang dapat membuat perbedaan besar pada kinerjanya.
2. Desain pekerjaan dapat mempengaruhi kepuasan kerja karena seorang tenaga kerja
yang puas dengan konfigurasi pekerjaan tertentu belum tentu memuaskan bagi yang
tenaga kerja lainnya.
3. Desain pekerjaan dapat mempengaruhi kesehatan fisik maupun mental.

2.2.5 Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat Desain Kerja


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain sebuah pekerjaan
(Cushway dan Lodge, 2002) yaitu bahwa pekerjaan harus:
1. Memberikan keragaman dalam hal jenis pekerjaan yang dilaksanakan,langkah, lokasi
dan sebagainya.
2. Memungkinkan orang mendapatkan umpan balik langsung dari hasilnya.
3. Menyediakan ruang lingkup bagi perkembangan dengan memberi
kemungkinan pekerjaan menjadi lebih besar saatkaryawan yang
menanganinya menjadi lebih ahli dan berpengetahuan.
4. Mempunyai tujuan dan output yang jelas.
5. Mempunyai alur-alur pekerjaan yang jelas.
6. Memberi kemungkinan mengawasi output pekerjaan dan tahap
penyelesaiannya.
7. Memberi peluang untuk mengemukakan pendapat dan menyarankan
perubahan-perubahan pada proses pekerjaan.
8. Didukung oleh tingkat sumber daya dan proses yang efektif.

2.3 Komitmen Kerja


2.3.1 Definisi Komitmen Kerja
Komitmen kerja merupakan tingkat identifikasi dan keterlibatan individu dalam
pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut.
Komitmen kerja dapat diukur melalui indikator rasa kepemilikan atas pekerjaan,
tingkat keterlibatan kerja, kepercayaan diri serta absensi. Jewell dan Siegall
mendefinisikan komitmen kerja sebagai derajat persepsi individu dalam memandang
dirinya sendiri dengan pekerjaannya dalam suatu unit kerja atau organisasi kerja
tertentu. Menurut batasan ini, komitmen kerja merupakan sikap evaluatif seseorang
tertentu apa yang diharapkan atau dipersepsikan mengenai kerja atau pekerjaan.
Artinya jika seseorang mempersepsikan bahwa kerja adalah sesuatu yang sangat
bermakna bagi dirinya, makna besar kemungkinan ia akan memiliki komitmen tinggi
atas pekerjaannya (Jewell, 2008:518).
Blanchard (2006:24) mengatakan bahwa komitmen kerja dapat pula diartikan
sebagai kombinasi antara motivasi dan kepercayaan diri untuk melaksanakan
pekerjaan. Motivasi dalam pengertian ini dapat berupa minat dan antusiasme,
perhatian, usaha dan berbagai ekspresi lainnya yang dapat mencerminkan suatu
keinginan kuat untuk menyatu dengan pekerjaan atau organisasinya.

2.3.2 Indikator Komitmen Kerja


Pilbeam dan Marjorie (2007) menjelaskan bahwa komitmen kerja dapat diamati
melalui indicator berikut:
1. Memiliki rasa kepemilikan atas pekerjaannya, karena ia sadar bahwa pekerjaannya
memiliki makna baik bagi dirinya maupun bagi organisasinya
2. Memiliki tingkat keterlibatan tinggi, baik terhadap pekerjaannya maupun terhadap
pekerjaan keseluruhan dalam organisasinya.
3. Memiliki kepercayaan diri yang kuat atas kemampuannya dalam menyelesaikan
dan bertanggung jawab atas pekerjaannya
4. Memiliki tingkat absensi dan bolos kerja atau keterlambatan masuk kerja yang
disengaja yang rendah

2.3.3 Dimensi Komitmen Kerja


Menurut (Mowdeay, streers & Potter, 1979) dalam pernyataannya menyebutkan
komitmen organisasi dapat dilakukan karena nilai-nilai yang diyakini di dalam
organisasi memiliki kesamaan dengan nilai yang dianut individu. (Meyer & Allen,
1991) juga memberikan definisi komitmen organisasi yang muncul bukan hanya
karena kesamaan nilai antara individu dan organisasi akan tetapi komitmen
organisasi sebagai psychological expression yaitu kewajiban, keinginan dan
kebutuhan karyawan terhadap organisasinya di mana karyawan merasa memiliki
peran dari organisasi dan berkaitan dengan keputusan untuk keluar atau bertahan di
dalam organisasi. Para peneliti juga mengartikan komitmen organisasi sebagai
keterlibatan dan motivasi (Scholl, 1981), dan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku
di organisasi (Angle & Perry, 1981) dan loyalitas (O’Reilly & Caldwell, 1980).
(Allen & Meyer, 1993) merumuskan dimensi dari komitmen organisasi yang lebih
luas dari teori sebelumnya. Dimensi dari komitmen organisasi yang disusun oleh
(Allen & Meyer, 1993; Fu & Deshpande, 2014) mencakup tiga hal yang terdiri dari
komitmen afektif (affective commitment) yaitu perasaaan mencintai pada organisasi,
keterikatan secara emosional dan terlibat secara mendalam sehingga dapat berperan
aktif di organisasinya. Hal ini diadopsi dari teori yang dirumuskan oleh (Mowday et
al., 1979) mengenai affective attachment. Selanjutnya adalah apa yang disebut
sebagai komitmen kontinu (continuance commitment) yang diadopsi dari teori side
bets (Becker, 1960) yaitu adanya perasaan yang berat dalam meninggalkan
organisasi karena kebutuhan finansial dan benefit yang didapatkan di dalam
organisasi.
Dimensi ketiga adalah komitmen normatif (normative commitment) yang berasal
dari penyempurnaan teori (Wiener, 1982) tentang pandangan normatif tentang
komitmen dan deskripsi lifetime commitment berdasarkan dengan apa yang
dikemukakan oleh (Marsh & Mannari, 1977). Komitmen normatif ini memiliki
definisi sebagai perasaan untuk bertahan dalam organisasi karena adanya tanggung
jawab bertanggung jawab untuk tinggal dan membesarkan organisasi. Hal ini
didasari atas pertimbangan nilai-nilai yang dianut karyawan yang sesuai dengan
nilai-nilai yang hidup di dalam organisasi.

2.3.4 Faktor yang mempengaruhi Komitmen Kerja


Sedangkan Yusuf dan Syarif (2018) menerangkan bahwa ada beberapa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi komitmen kerja diantaranya adalah:
1. Usia dan masa kerja, usia dan masa kerja berhubungan dengan komitmen
organisasi.
2. Tingkat pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula
harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi atau
sebuah intansi.
3. Jenis kelamin, wanita pada umumnya menghadapi tantangan yang lebih
besar dalam pencapaian karirnya sehingga komitmennya lebih tinggi.
4. Status perkawinan, seseorang yagn menikah merasa lebih terikat dengan
organisasi atau tempatnya bekerja dibanding seseorang yang belum
menikah.
5. Keterlibatan kerja (job involvement). Tingkat keterlibatan kerja seseorang
berhubungan secara positif dengan komitmen kerja.
Sementara itu, Mowday, Porter, dan Steers (dalam Yusuf dan Syarif,
2018) menyebutkan ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi komitmen
kerja pegawai, yaitu:
1. Faktor pribadi; kecendrungan pegawai untuk mengembangkan keterikatan
yang stabil untuk organisasi.
2. Faktor organisasi; karakteristik organisasi seperti kepedulian terhadap
kepentingan pegawai atau kepemilikan pegawai.
3. Faktor non organizational; ketersediaan alternative setelah pilihan awal
untuk bergabung dengan organisasi. Komitmen akan terjadi apabila pegawai
memiliki justifikasi eksternal, pandangan pilihan (individu percaya bahwa
individu tersebut tidak memiliki kesempatan berikutnya yang akan
menjamin individu tersebut mengubah pikirannya).
Kusumaputri (2015) mengungkapkan tujuh faktor yang dapat
mempengaruhi komitmen kerja karyawan, yaitu:
1. Faktor-faktor terkait pekerjaan (job related factors).
Merupakan hasil keluaran yang terkait faktor-faktor pekerjaan yang cukup
penting ditingkat individu, peran dalam pekerjaan, hal lain yang kurang jelas pun
akan mempengaruhi komitmen organisasi, seperti kesempatan promosi dan lain-
lain. Faktor yang berdampak pada komitmen adalah tanggung jawab dan tugas
yang diberikan pada anggota.
2. Kesempatan para anggota (employee oportunities)
Kesempatan anggota akan berpengaruh pada komitmen organisasi,
karyawan yang masih memiliki peluang tinggi bekerja di tempat lain, akan
mengurangi komitmen kerja karyawan, begitu pun sebaliknya. Hal ini sangat
bergantung pada loyalitas karyawan terhadap perusahaan tempatnya bekerja,
karyawan akan selalu memperhitungkan keinginan untuk keluar atau tetap
bertahan.
3. Karakteristik individu
Karakteristik individu yang berpengaruh seperti usia, masa kerja, tingkat
pendidikan, kepribadian, dan hal-hal yang menyangkut individu tersebut
(karakter). Dijelaskan pula, bahwa semakin lama masa kerja maka makin tinggi
juga komitmen kerja yang dimilikinya.
4. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja dapat mempengaruhi komitmen kerja, satu dari kondisi
lingkungan kerja yang berdampak positif bagi komitmen organisasi adalah rasa
memiliki organisasi. Hal ini dimaksudkan bahwa karyawan yang memiliki rasa
keterlibatan menganggap dirinya dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau
kebijakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor lain dalam
lingkungan kerja yang berpengaruh adalah sistem seleksi, penilaian, serta
promosi, gaya manajemen, dll.
5. Hubungan positif
Hubungan positif memiliki arti hubungan antar anggota baik hubungan
dengan atasan, rekan kerja, maupun bawahan, dan rasa saling menghargai, akan
menimbulkan komitmen kerja yang tinggi.
6. Struktur organisasi
Struktur organisasi yang fleksibel lebih mungkin berkontribusi pada
peningkatan komitmen anggotanya, manajemen dapat meningkatkan komitmen
anggotanya dengan memberikan anggota arahan dan pengaruh yang lebih baik.
Sedangkan sistem birokratis akan cenderung berdampak negatif bagi organisasi.
7. Gaya manajemen
Gaya manajemen yang tidak sesuai dengan konteks aspirasi anggota
anggotanya akan menurunkan tingkat komitmen organisasi. Sedangkan gaya
manajemen yang membangkitkan keterlibatan hasrat anggota untuk
pemberdayaan dan tuntutan komitmen untuk tujuan-tujuan organisasi akan
meningkatkan komitmen kerja. Semakin fleksibel organisasi yang menekankan
pada partisipasi angota dapat meningkatkan komitmen organisasi secara positif
serta cukup kuat. Dari faktor yang telah diungkapkan Kusumaputri tersebut,
karakteristik individu menjadi faktor yang tidak kalah penting dengan faktor-
faktor yang lainnya, karakter individu sendiri merupakan hal yang melekat dalam
individu.

2.3.5 Aspek Komitmen Kerja


Robbins dan Judge (2014) mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek yang
mencirikan komitmen kerja, antara lain:
1. Komitmen afektif (affective commitment)
Komitmen afektif tercermin dalam perilaku anggota terhadap organisasinya,
seperti kesamaan nilai dan tujuan pribadi dengan nilai dan tujuan organisasi,
penerimaan terhadap kebijakan organisasi, serta anggota memiliki kebanggaan
menjadi bagian dari suatu organisasi.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)
Merupakan nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi
bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan
kemungkinan berkomitmen kepada seorang pemberi kerja karena individu dibayar
atau diberi gaji tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari kantor dan instansi
akan menghancurkan keluarganya. c. Komitmen normatif (normative commitment)
Komitmen normative adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi
untuk alasan-alasan moral atau etis. Seseorang akan bertahan dengan seseorang
yang memberi kerja karena individu merasa meninggalkan seseorang dalam
keadaan sulit bila individu pergi.
Menurut Mowday, Porter, dan Steers (dalam Prihantoro, 2015),
mengutarakan ada beberapa aspek komitmen kerja pada pegawai di dalam suatu
organisasi, yaitu;
1. Identifikasi dengan organisasi
Yaitu penerimaan organisasi dimana ini merupakan dasar komitmen
organisasi. Identifikasi pegawai nampak melalui sikap menyetujui kebijakan
organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, serta rasa kebanggaan
menjadi bahagian organisasi.
2. Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab
Pegawai agar memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua
tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya.
3. Kehangatan
Afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap
komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterkaitan antara organisasi
dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen yang tinggi merasakan adanya
loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
2.3.6 Tahap Aspek Komitmen Kerja
Selain itu Kusumaputri (2015) menguraikan aspek-aspek komitmen kerja
dalam beberapa tahap, yaitu:
1. Tahap kerelaan
Yang disebut tahap kerelaan berpusat pada kesediaan anggota menerima
pengaruh dari yang lainnya untuk mendapatkan keuntungan dari seseorang
melalui sistem pengupahan atau promosi. Pada tahap ini sikap dan prilaku
diadopsi bukan karena keyakinan yang berusaha disosialisasikan, tetapi hanya
untuk mendapatkan imbalan terntentu.
2. Tahap identifikasi
Tahap identifikasi terjadi ketika anggota menerima pengaruh dari yang lain
dalam rangka mempertahankan hungan yang memuaskan diri dengan organisasi.
Anggota merasa bangga menjadi bagian organisasi, individu menghargai peran
yang dimiliki dalam organisasi sebagai bagian dari identitas diri.
3. Tahap internalisasi
Tahap internalisasi berperan ketika anggota menemukan nilai-nilai
organisasi yang secara intrinsik menguatkan dan kongruen dengan nilai-nilai
personal individu. Komitmen organisasi ditahap ini didasarkan pada dimensi
afektif.

2.4 Literature Review


Berikut disajikan table mengenai beberapa literature review yang digunakan dalam penelitian
ini sebagai berikut:
No Penulis Judul Hasil Penelitian Sumber
1. Yoyok Sandi PENGARUH Hasil penelitian ini Jurnal Riset
Putra, DESAIN KERJA, menunjukkan bahwa: Manajemen
Muhammad KEPUASAN KERJA 1) Desain kerja Prodi
Mansur, Afi DAN berpengaruh signifikan Manajemen
Rachmat Slamet LINGKUNGAN terhadap kinerja Fakultas
(2020) KERJA TERHADAP karyawan PT. Ekonomi dan
KINERJA Megadepo Indonesia Bisnis Unisma
KARYAWAN Malang, 2) Lingkungan (2020)
kerja berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan PT.
Megadepo Indonesia
Malang, 3) Kepuasan
kerja berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan pada
PT. Megadepo
Indonesia Malang, 4)
Desain kerja,
lingkungan kerja dan
kepuasan kerja secara
simultan berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan PT.
Megadepo Indonesia
Malang.
2. Muhammad Pengaruh Desain Berdasarkan hasil Jurnal Riset
Ilham Kerja dan Budaya analisis jalur dan hasil Manajemen
Bachraesy, Siti Organisasi Terhadap penelitian diketahui Prodi
Asiyah, Komitmen Organisasi bahwa desain pekerjaan Manajemen
Fahrurrozi Dalam Meningkatkan berpengaruh positif dan Fakultas
Rahman (2021) Kinerja Karyawan signifikan terhadap Ekonomi dan
Pada PT komitmen organisasi Bisnis Unisma
Ongkowidjojo dan budaya organisasi (2021)
Malang berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
komitmen organisasi.
Desain pekerjaan
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan,
budaya organisasi
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan, dan
komitmen organisasi
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Komitmen organisasi
dapat memediasi
pengaruh desain
pekerjaan dan budaya
organisasi terhadap
kinerja karyawan.
3. Gerry Analisis Pengaruh Hasil penelitian Jurnal
Suryosukmono, Kepuasan Kerja dan menunjukkan adanya Manajemen
Slamet Widodo Iklim Etika Terhadap pengaruh langsung dan Bisnis
(2020) Komitmen Organisasi yang signifikan yang Sriwijaya Vol
dan Kinerja muncul 1.18 (1), 2020
Karyawan (Studi baik dari pengaruh
Kasus Pada kepuasan kerja dan
Kantor Pusat PT iklim etika terhadap
Bank Rakyat komitmen organisasi
Indonesia Tbk) dan pengaruh
kepuasan kerja dan
iklim etika secara
langsung terhadap
kinerja karyawan.
Selain itu komitmen
organisasi terbukti
dapat memediasi baik
hubungan kepuasan
kerja terhadap kinerja
karyawan dan
hubungan iklim etika
terhadap kinerja
karyawan.
4. Rio Andhika DETERMINASI Hasil artikel literature Jurnal Ilmu
Putra (2021) KINERJA review ini adalah: 1) Manajemen
KARYAWAN: Terdapat pengaruh Terapan
KOMPENSASI, Kompensasi terhadap Volume 2,
MOTIVASI, DAN Kinerja Karyawan; 2) Issue 4 (2021)
KEPUASAN KERJA Terdapat pengaruh
(SUATU KAJIAN antara Motivasi
STUDI LITERATUR terhadap kinerja
MANAJEMEN karyawan3) Terdapat
SUMBER DAYA Pengaruh antara
MANUSIA) Kepuasan Kerja
terhadap Kinerja
Karyawan.
5. Muh Nur, THE INFLUENCE Berdasarkan hasil SEIKO:
Mahmudin A. OF penelitian yang Journal of
Sabilalo, Ummy ORGANIZATIONAL dilakukan dapat Management
Kalsum, Andi CULTURE AND disimpulkan bahwa (1) & Business
Runis Makkulau JOB DESIGN ON Budaya organisasi Vol 3 No 2
(2020) WORK berpengaruh positif dan (2020)
COMMITMENT signifikan terhadap
AND EMPLOYEE komitmen kerja Perum
PERFORMANCE Bulog Divisi Regional
AT PERUM BULOG Sultra; (2) Desain
SULTRA pekerjaan berpengaruh
REGIONAL positif dan signifikan
DIVISION terhadap komitmen
kerja Perum Bulog
Divisi Regional Sultra;
(3) Budaya Organisasi
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan
Perum Bulog Divisi
Regional Sultra; (4)
Desain pekerjaan
berpengaruh positif
namun tidak signifikan
terhadap kinerja
karyawan Perum Bulog
Divisi Regional Sultra;
(5) Komitmen kerja
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
kinerja karyawan
Perum Bulog Divisi
Regional Sultra; (6)
Komitmen kerja
memediasi pengaruh
budaya organisasi
terhadap kinerja
karyawan Perum Bulog
Divisi Regional Sultra;
dan (7) Komitmen kerja
memediasi pengaruh
desain pekerjaan
terhadap kinerja
karyawan Perum Bulog
Divisi Regional Sultra.

2.5 Kerangka Pemikiran


Penyusunan kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat mempermudah penelitian dalam
menguraikan secara sistematis pokok permasalahan yang dibahas. Kerangka berfikir dalam
penelitian ini dapat digambarkan seoerti gambar 2.1 sebagai berikut:

H
Kepuasan 1 Komitmen Kerja
Kerja

Job design
H
2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Kepuasan Kerja dan Job Design
dengan komitmen kerja para karyawan di UD New Tweety
Keterangan :
: Diteliti
Hipotesis merupakan estimasi awal dimana terdapat hubungan antara variable
independent dengan variable dependen ditentukan sebelum penelitian ini dilakukan dan harus
diperjelas oleh penelitian. Adapun hipotesis yang dibentuk adalah sebagai berikut:
H1 : Terdapat hubungan antara fenomena kepuasan kerja dengan komitmen kerja para karyawan
di UD NEW TWEETY
H2 : terdapat hubungan antara fenomena job design dengan komitmen kerja para karyawan di
UD NEW TWEETY
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif
fenomenologi, yaitu suatu jenis penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang
dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain- lain
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan cara
yang alamiah (Moleong, 2013). Metode ini memudahkan peneliti dalam menggali lebih dalam
tentang pengalaman yang berfokus pada sesuatu hal yang dialami sehingga dalam mengkaji
tidak ada batasan dalam memahami suatu fenomena tersebut (Creswell, 2013).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di UD New Tweety Magetan, Jawa Timur di dua tempat produksi
milik UD New Tweety. Penelitian ini direncanakan akan dilakukan sekitar bulan Juli-Agustus
2021.

3.3 Pelaku/Subjek Penelitian


Subjek penelitian pada penelitian kualitatif dinamakan partisipan, narasumber atau informan.
Partisipan di tentukan berdasarkan kesesuaian dengan topik penelitian dan lokasinya yang
mudah dijangkau oleh peneliti (Yusuf., et.al, 2017). Partisipan diperoleh berdasarkan
informasi yang diperoleh dari partisipan yang memenuhi kriteria penelitian. Jumlah partisipan
yang diambil tidak ditentukan dan berhenti jika data yang sudah dikumpulkan dianggap sudah
jenuh. Data jenuh artinya kapan dan dimana pun pertanyaan diajukan, dan pada siapa pun
pertanyaan diajukan, hasil jawaban tetap konsisten sama. Teknik penelitian menggunakan
purposive random sampling yaitu menentukan sampel sesuai dengan keinginan peneliti
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan pada pengumpulan data adalah peneliti sendiri dengan
menggunakan panduan wawancara, voice recorder atau alat perekam, alat tulis dan catatan
lapangan (field note). Peneliti disini memiliki fungsi dalam menetapkan fokus penelitian,
memilih partisipan, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisa data, dan
membuat kesimpulan atas temuan yang didapat. Pengumpulan data yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini menggunakan in-depth interview dengan system wawancara mendalam
menggunakan teks untuk mengetahui gambaran pengalaman remaja selama mengonsumsi
alkohol di Kelurahan Simomulyo Kecamatan Sukomanunggal Surabaya (Yusuf., et.al, 2017).
Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti melakukan uji coba yaitu dengan melakukan
wawancara kepada 2 partisipan tentang pengalamannya selama mengonsumsi alkohol. Uji
coba dilakukan untuk melatih kemampuan peneliti dalam mengambil data dan menguji
kesesuaian pertanyaan yang akan diberikan oleh peneliti sehingga mudah diterima dan
dipahami oleh partisipan.
3.5 Pengumpulan Data
3.5.1 Tahap Periapan
Tahap persiapan dimulai dengan peneliti meminta surat pengantar permintaan ijin
penelitian dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Ponorogo
yang ditujukan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (BAKESBANGPOL) kota
Magetan. Setelah mendapatkan surat rekomensai, surat akan ditujukan kepada
kecamatan Magetan, kemudia Kecamatan Magetan akan memberikan surat balasan
yang ditujukan kepada UD New Tweety. Setelah mendapatkan izin dari pihak
Kecamatan dan Kelurahan peneliti melakukan penelitian kepada partisipan.

3.5.2 Tahap Pelaksanaan


Dalam tahap pelaksanaan pengambilan data peneliti mendapat bantuan dari assisten
peneliti yang bertugas untuk mencari calon partisipan yang memenuhi kriteria
penelitian, membantu peneliti untuk menanyakan ketersediaan calon partisipan,
membantu menentukan waktu dan tempat untuk melakukan wawancara, dan
membantu peneliti untuk memberikan cidera mata untuk partisipan. Selain itu peneliti
mendapatkan kendala dalam penelitian berupa ketidaksediaan 3 partisipan untuk
diwawancara. Pada tahap pelaksanaan peneliti melakukan wawancara yang terbagi
menjadi tiga fase yaitu:

3.5.3 Pengumpulan data


1. Alat pengumpulan data
Alat yang digunakan peneliti pada pengumpulan data adalah panduan wawancara,
instrumen penelitian, voice recorder atau alat perekam, alat tulis dan catatan
lapangan (field note). Pengambilan data dilakukan peneliti yaitu dengan
mengabaikan semuaa asumsi pribadi terkait fenomena yang diteliti,
mengesampingkan pengetahuan dan pemahaman pribadinya, serta berusaha
sepenuhnya untuk memposisikan diri sebagai partisipan dan memandang segala
sesuatu dari perspektif partisipan. Konsep ini disebut dengan epoche atau
bracketing (Creswell, 2013).
2. Prosedur pengumpulan data
1) Fase Orientasi
Fase orientasi dimulai dengan melakukan perjanjian atau kontrak untuk
bertemu dengan cara mendatangi partisipan, atau menghubungi partisipan
melalui pesan elektronik atau telepon, kemudian saat peneliti dan partisipan
bertemu peneliti meminta kesediaan partisipan untuk melakukan wawancara
dengan menandatangani surat pernyataan kesediaan menjadi partisipan
(informed consent) dan surat pernyataan untuk direkam dengan voice recorder.
Setelah itu peneliti menciptakan suasana lingkungan yang nyaman dengan
duduk berhadapan dan mencoba untuk menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian yang akan dilakukan serta meyakinkan partisipan untuk tidak
khawatir dengan kerahasiaan. Setelah itu peneliti menyiapkan voice recorder
yang digunakan untuk merekam percakapan selama wawancara dan
menyiapkan alat tulis untuk mengidentifikasi bahasa non verbal partisipan
selama wawancara. Peneliti juga mengidentifikasi posisi voice recorder yang
tepat agar dapat merekam semua percakapan selama wawancara dengan jelas.
Peneliti melakukan wawancara pada partisipan dengan posisi berhadapan
dengan jarak yang cukup dekat (kurang lebih 50 – 100 cm), dengan
pertimbangan voice recorder dapat merekam pembicaraan dengan jelas. Voice
recorder diletakkan ditempat terbuka dengan jarak kurang lebih 30-50 cm dari
partisipan.
2) Fase Kerja
Dalam wawancara dilakukan peneliti menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti dan dipahami oleh partisipan serta volume suara yang cukup keras.
Peneliti memulai wawancara mendalam kepada dengan mengajukan
pertanyaan yang ada dalam daftar pertanyaan. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan panduan wawancara yang berisi pertanyaan terbuka untuk
menguraikan pertanyaan inti tersebut. Panduan wawancara tersebut berisi
pertanyaan-pertanyaan khusus yang menjawab dari tujuan penelitian. Peneliti
memberikan gambaran secara umum terkait dengan pertanyaan inti tersebut,
pada saat partisipan tidak dapat memahami pertanyaan peneliti, maka peneliti
menguraikan pertanyaan inti tersebut dalam beberapa pertanyaan sesuai
dengan panduan wawancara. Peneliti berusaha tidak memberikan penilaian
berdasarkan pemahaman atau pengalaman yang dimiliki oleh peneliti terhadap
jawaban yang diberikan oleh partisipan. Proses wawancara pada penelitian
berlangsung selama 10-30 menit untuk setiap partisipan, dan diakhiri pada saat
informasi yang dibutuhkan telah diperoleh sesuai tujuan penelitian.
3) Fase Terminasi
Terminasi dilakukan apabila semua pertanyaan yang ingin ditanyakan sudah
selesai dijawab oleh partisipan. Peneliti menutup wawancara dengan
mengucapkan terima kasih atas partisipasi partisipan. Selanjutnya peneliti
melakukan validasi data yang telah didapatkan dan memberikan souvenir
kepada partisipan

3.6 Proses Analisa Data


Analisa data digunakan untuk merubah data didapatkan dari partisipan melalui interview dan
catatan lapangan menjadi bentuk deskriptif atau narasi sehingga akan menghasilkan pemahaman
terhadap individu ataupun situasi yang ada. Tujuan utama dalam penelitian kualitatif adalah
melalui isi yang disampaikan dari proses wawancara hingga proses Analisa data, sehingga
setelah data disusun dan dianalisa akan didapatkan intisari ataupun makna dari hasil penelitian.
Yusuf., et.al, (2017) menyatakan terdapat 3 tahapan proses analisa data:
1. Menerjemahkan data kualitatif (transkripsi)
Fokus utama yang dilakukan dalam tahap ini adalah saat melakukan wawancara untuk
mencari data yaitu terhadap kasus yang ada, topik atau pertanyaan yang disampaikan kepada
partisipan dan respon yang disampaikan oleh partisipan baik berupa jawaban atau ekspresi
non verbal, selain itu juga pada lamanya waktu pelaksanaan dan hal yang terjadi ketika di
lokasi penelitian.
2. Mengembangkan skema kategori
Proses mengembangkan skema, peneliti harus mampu memilih kata atau kalimat penting
yang disampaikan oleh partisipan dan di terjemahkan dalam bentuk deskriptif, dibaca
berulang hingga menemukan tema dan kemudian diberi kode atau tanda kemudian
dikelompokkan dalam masing-masing kategori berdasarkan jawaban.
3. Coding data kualitatif
Setelah melakukan pengembangan skema kategori berdasarkan jawaban partisipan, peneliti
mengidentifikasi hasil kerangka skema yang telah didapat, kemudian melakukan indeks
tema atau kategori tersebut menjadi bagian yang lebih kecil untuk dikelompokkan
berdasarkan perbedaan dan persamaan jawaban. kemudian mencari adanya hubungan atau
keterkaiatan di dalam kategori-kategori yang ada untuk di interpretasikan menjadi sebuah
kerangka atau mapping.

3.6.1 Model Analisa data menurut Colaizzi


Peneliti menggunakan model analisa data menurut Colaizzi, karena model yang
disampaikan memiliki kelebihan yaitu adanya klarifikasi balik terhadap partisipan yang
berhubungan dengan hasil analisa data, juga memungkinkan untuk melakukan perubahan hasil
analisa melalui klarifikasi terhadap partisipan (Creswell, 2013). Terdapat Sembilan tahapan
analisa data menurut Colaizzi :
1. Mendeskripsikan fenomena yang di teliti, yaitu peneliti dapat mencari gambaran terkait
fenomena yang akan diteliti melalui situasi dan kondisi partisipan atau melalui literature
berupa jurnal atau data yang telah ada dan sesuai. Untuk mendapatkan gambaran dari
partisipan peneliti harus melakukan pendekatan dan melakukan bina hubungan saling
percaya sehingga partisipan akan lebih mudah untuk mengungkapkan perasaannya. Bina
hubungan saling percaya dilakukan dengan melakukan interaksi terlebih dahulu dan
mengenal lingkungan sekitar partisipan.
2. Mengungkapkan deskripsi fenomena melalui pendapat partisipan, yaitu dengan melakukan
wawancara kepada partisipan kemudian hasil wawancara di susun dalam bentuk narasi
untuk mengetahui pengalaman partisipan saat mengonsumsi alcohol
3. Membaca keseluruhan deskripsi fenomena yang disampaikan oleh partisipan. Deskripsi
fenomena dibuat dalam bentuk naskah atau narasi berdasarkan hasil wawancara melalui
hasil rekaman saat melakukan penelitian, sehingga dalam naskah yang telah dibuat disusun
berdasarkan jawaban dan ekspresi partisipan. Kemudian dibaca kembali keseluruhan dari
naskah yang telah dibuat untuk mendapatkan pemahaman terkait fenomena yang dialami
oleh partisipan.
4. Membaca kembali hasil wawancara dan membedakan pernyataan-pernyataan bermakna.
Dalam tahap ini peneliti membaca kembali memberikan tanda terhadap pernyataan-
pernyataan yang mengandung inti atau makna signifikan dari hasil wawancara, kemudian di
identifikasi dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel analisa data untuk dibedakan antara
pernyataan yang mengandung makna dan tidak mengandung makna.
5. Menjabarkan makna dari pertanyaan-pertanyaan signifikan, yaitu menginterpretasikan
seluruh makna dari pertanyaan-pertanyaan yang telah di identifikasi untuk menemukan
esensi dari pertanyaan tersebut, kemudian menyusun kategori untuk menganalisa data
6. Mengkategorikan setiap makna yang telah dibuat menjadi kelompok tema. Peneliti
mengumpulkan hasil pertanyaan yang memiliki persamaan makna, kemudian dianalisa dan
dikelompokkan berdasarkan kategori kategori yang ada sesuai dengan persamaan makna
yang ada kemudian dimasukkan kedalam sub tema.
7. Menyusun deskripsi yang lengkap. Setelah mengumpulkan pertanyaan yang bermakna,
dianalisa dan dikategorikan menjadi kelompok tema, selanjutnya adalah menyusun hasil dari
tema yang ada menjadi bentuk paragraf atau deskripsi sesuai dengan pengalaman partisipan.
8. Melakukan validasi hasil analisa kepada partisipan. Setelah melakukan analisa data, hasil
yang telah ada diberikan kepada partisipan untuk dibaca kembali dan menyesuaikan hasil
analisa dengan pengalaman dari partisipan, apabila terdapat ketidaksesuaian partisipan
diperbolehkan untuk mengganti hasil analisa sesuai dengan pengalaman partisipan. Hal ini
dilakukan untuk validasi agar hasil penelitian menjadi jelas dan akurat.
9. Menyatukan hasil validasi ke dalam deskripsi hasil analisa. Setelah melakukan validasi
kepada partisipan dan ditemukan adanya perubahan perubahan, peneliti melakukan analisa
kembali terhadap data yang didapatkan, kemudian dijabarkan dan di tambahkan kedalam
deskripsi akhir dari penelitian.

3.7 Keabsahan Data


Teknik dalam pemeriksaan keabsahan data berupa Metode Triangulasi. Metode
triangaluasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang
dihasilkan (Moleong, 2010). Metode triangulasi dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode dalam pengumpulan data terhadap fenomena yang dianggap sama. Kelebihan dari
metode triangulasi adalah hasil informasi yang didapat akan bermacam macam sehingga dapat
menjadi penjelasan terhadap berbagai macam permasalahan namun kekuranganya adalah dari
segi biaya yang mahal dan kesulitan dalam menggabungkan data yang beraneka ragam
(Yusuf., et.al, 2017). Keabsahan data dijamin dengan menerapkan tiga kriteria keabsahan
data, yaitu, credibility. confirmability, dan transferability (Moleong, 2006).
1. Credibility (Validitas internal)
2. Validitas dalam penelitian kualitatif adalah semua keadaan harus menerapkan suatu
kebenaran, menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan dan mendapatkah hasil yang
konsisten sehingga dapat disesuaikan hasil penelitian dengan kenyataan (Moleong, 2010).
Peneliti melakukan validasi dengan mengonfirmasi kembali jawaban yang diberikan
partisipan apakah sesuai dengan yang dimaksudkan, sehingga apabila terdapat
ketidaksamaan dengan maksud partisipan dapat ditanyakan kembali secara jelas.
3. Confirmability (Objektivitas) Confirmability mengacu pada objektivitas dan kenetralan
data. Dalam mencari dan mendapatkan informasi dilihat secara sobjektif bukan hanya
melalui sudut pandang peneliti, sehingga hasil penelitian yang di dapat bukan hasil dari
keinginan peneliti, tetapi harus sesuai dengan informasi yang berasal dari pengalaman
partisipan. Peneliti tidak mendominasi pembicaraan ketika pengambilan data, melainkan
membiarkan partisipan menyampaikan pendapatnya. Pertanyaan yang diutarakan
ditanyakan sesuai dengan jawaban dari partisipan, sehingga peneliti tidak mengharuskan
untuk mengarahkan jawaban partisipan sesuai dengan keinginan peneliti.
4. Transferability (Validitas Eksternal) Pengaplikasian hasil temuan atau teori yang didapat
peneliti apakah bisa diterapkan dalam kondisi yang lain sehingga setting pengambilan
data harus disampaikan secara rinci, dapat mudah difahami, serta mencantumkan
permasalahan atau hambatan yang dihadapi dalam melakukan penelitian sehingga dapat
memudahkan apabila orang lain ingin meneliti hal yang serupa.

3.8 Etika Penelitian


Penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan secara personal dalam menggali
pengalaman individu sehingga sangat penting sebagai pertimbangan dalam permasalahan etik
yang terjadi selama proses penelitian. Prinsip-prinsip etika penelitian harus diterapkan agar
tidak menimbulkan dampak negatif. Etika penelitian yang harus dilakukan peneliti, yaitu :
1. Kerahasiaan (Confidentiality)
Peneliti harus mampu menjaga kerahasiaan terhadap informasi yang disampaikan oleh
partisipan karena penelitian kualitatif merupakan bentuk penelitian dengan cara menggali
lebih dalam terkait informasi pribadi sehingga membutuhkan hubungan saling percaya
antara peneliti dengan partisipan. Penelitian ini, segala bentuk informasi dari hasil
wawancara dan rekaman yang akan dituliskan dan diterjemahkan oleh peneliti harus
mendapat persetujuan dari partisipan karena bersifat rahasia dan saling menghargai. Saat
menuliskan hasil wawancara yang akan dipublikasikan ditulis dengan menggunakan kode
atau inisial sehingga hanya penulis dan partisipan yang mengetahui. Hasil wawancara
akan disimpan oleh peneliti dalam jangka waktu 3 tahun dan kemudian akan dimusnahkan
dengan menghapus data rekaman.
2. Otonomi (Autonomy)
Peneliti menghormati dan menghargai hak dari partisipan. Partisipan berwewenang untuk
menolak jika memang tidak menginginkan dan peneliti tidak boleh memaksa karena untuk
menjadi partisipan bersifat suka rela dan bersedia dengan sepenuh hati saat menjadi
subjek dalam penelitian. Informed consent diberikan peneliti kepada partisipan sebagai
bahan evaluasi terhadap kesediaan partisipan dalam penelitian dan peneliti memberikan
informasi kepada partisipan apabila saat proses penelitian ingin mengundurkan diri
diperbolehkan tanpa adanya sanksi apapun, partisipan memiliki kebebasan untuk ikut serta
dalam penelitian (Streubert & carpenter, 2003 dalam Yusuf., et.al, 2017).
3. Beneficence dan Maleficence
Menghindari rasa tidak nyaman dari partisipan dan menjaga kerahasiaan informasi atau
data yang disampaikan oleh partisipan (Streubert & carpenter, 2003 dalam Yusuf., et.al,
2017)..
4. Keadilan (Justice)
Bersikap adil antara partisipan yang satu dengan yang lain, tanpa membedakan dari segi
apapun. Peneliti harus memperlakukan partisipan dengan layak, sopan, wajar dan
menghargai hak setiap partisipan tanpa mendiskriminasi atau mendominasi ketika
menentukan calon partisipan atau saat wawancara. Peneliti harus bersikap objektif dan
rasional.

DAFTAR PUSTAKA
Bachraesy, M. I., Asiyah, S., & Rahman, F. (2021). Pengaruh Desain Kerja dan Budaya
Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan Pada
PT Ongkowidjojo Malang. Jurnal Ilmiah Riset Manajemen, 10(13).
Busro, M. (2018). Teori-teori manajemen sumber daya manusia. Prenada Media.
Mansur, M. (2020). PENGARUH DESAIN KERJA, KEPUASAN KERJA DAN
LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN. Jurnal Ilmiah Riset
Manajemen, 9(21).
Mardiyanti, R. (2019). Workload Analysis Fungsional Dan Mental Untuk Job Design. Jurnal
Psikologi: Media Ilmiah Psikologi, 17(1), 26-34.
Nur, M., Sabilalo, M. A., Kalsum, U., & Makkulau, A. R. (2021). PENGARUH BUDAYA
ORGANISASI DAN DESAIN PEKERJAAN TERHADAP KOMITMEN KERJA DAN
KINERJA KARYAWAN PERUM BULOG DIVISI REGIONAL SULTRA. SEIKO:
Journal of Management & Business, 3(2), 134-150.
Putra, R. A. (2021). DETERMINASI KINERJA KARYAWAN: KOMPENSASI, MOTIVASI,
DAN KEPUASAN KERJA (SUATU KAJIAN STUDI LITERATUR MANAJEMEN
SUMBERDAYA MANUSIA). Jurnal Ilmu Manajemen Terapan, 2(4), 562-576.
Purwanti, R. R. N., Firdaus, M. A., & Rachmatullaily, R. (2018). Job Design Dan Job
Spesification Terhadap Produktivitas Organisasi Pegawai. Inovator, 7(2), 144-160.
Santoso, Y., & Setyadi, I. (2013). Organization Design & Job Analysis. Elex Media
Komputindo.
Susilo, C. L. THE EFFECT OF CHARACTERISTIC OF EMPLOYER, JOB DESIGN,
CAREER OPPORTUNITY, REWARD AND RELATION BETWEEN EMPLOYEE TO
JOB SATISFACTION OF AN EMPLOYEE. In Welcome to the 3 rd International
Conference on Entrepreneurship (p. 229).
Suryosukmono, G., & Widodo, S. (2020). “ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA
DAN IKLIM ETIKA TERHADAP KOMITMEN ORGANISASI DAN KINERJA
KARYAWAN”(Studi Kasus pada Kantor Pusat PT Bank Rakyat Indonesia Tbk). JURNAL
MANAJEMEN DAN BISNIS SRIWIJAYA, 18(1), 41-56.
Tentama, F. (2019). Hak Kekayaan Intelektual (HKI)-Hak Cipta Buku Komitmen Kerja.
Wahyu, W., & Salam, R. (2020). KOMITMEN ORGANISASI (Kajian: Manajemen Sumber
Daya Manusia).
Yusuf, R. M., & Syarif, D. (2018). Komitmen Organisasi. Nas Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai