Anda di halaman 1dari 5

Cecidochares connexa, Lalat Argentina Pengendali Gulma Siam

Roosmarrani Setiawati, SP.


POPT Ahli Muda

Pernahkan Anda menjumpai gulma seperti tampak pada gambar di bawah ini? Ya, gulma
ini seringkali tumbuh di lahan pertanian, perkebunan, bahkan peternakan. Keberadaannya
sangat mengganggu. Adakah teknik pengendalian gulma ini yang ramah lingkungan?

Gulma Siam
Gulma Siam atau nama ilmiahnya Chromolaena odorata (L.) King&Robinson (dulu
Eupatorium odorataL.) termasuk tanaman Asteraceae yang tumbuh sebagai perdu dengan
tinggi 1,5-2 m. Gulma Siam merupakan tumbuhan asli Amerika Selatan yang diintroduksikan
ke India sebagai tanaman hias pada tahun 1840-an, yang kemudian menyebar ke Myanmar,
Assam, Benggala, dan Srilanka pada tahun 1920. Setelah itu, gulma Siam menyebar luas ke
Asia Tenggara.
Gulma Siam dikenal sebagai gulma yang sangat mengganggu sekaligus berbahaya
dalam sistem pertanian khususnya perkebunan seperti perkebunan kelapa, karet, kakao,
lada, dan lainnya. Selain pertumbuhannya sangat cepat, gulma Siam juga berkompetisi
dengan tanaman dalam memperoleh unsur hara.
Hasil penelitian membuktikan bahwa di Philipina,gulma Siam mampu menyebabkan
ternak sapi mengalami diare karena tingginya kandungan nitrat pada daun.

© en.wikipedia.org
Gambar 1. Gulma Siam (C. odorata)

Menurut Tjitrosoemitro (2006) gulma Siam cukup mengganggu produktivitas


rerumputan yang menjadi pakan banteng dan rusa di Taman Nasional, Baluran, Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur.
Lalat Argentina
Lalat Argentina, Cecidochares connexaMacquart merupakan salah satu musuh alami
gulma Siam yang berpotensi untuk dikembangkan. C. connexa termasuk dalam golongan
Diptera, famili Tephritidae. Lalat ini dikenal dengan nama lalat Argentina yang
diintroduksikan dari Columbia melalui Balai Penelitian Kelapa Sawit (BPKS) Marihat,
Sumatera Utara pada tahun 1993 untuk mengatasi permasalahan gulma Siam. Namun baru
tahun 1995, lalat C. connexa ini dilepas di Jawa Barat dan sekitar tahun 1996-1997 di DI
Yogyakarta dan Jawa Timur.
Menurut Muniappan dan Bamba (2002), terdapat 13 spesies dari genus
Cecidochares dan kesemuanya berasal dari daerah tropis di Amerika. Ketigabelas spesies
tersebut diketahui membentuk puru (gall) batang atau puru bunga atau memakan bunga
pada tanaman yang tergolong Asteraceae. Masa pembentukan puru dapat mencapai 50
hari. Sebagian besar spesies pembentuk puru adalah sangat spesifik inang. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa lalat C. connexa mampu menyelesaikan silkus hidupnya pada gulma
Siam dibandingkan pada babandotan (Ageratumconyzoides), daun tanah (Austroeupatorium
inulifolium) dan babanjaran (Clibadium surinamense). Oleh karena itu lalat ini sangat
berpotensi dikembangkan sebagai agens pengendali hayati (APH) gulma Siam.
©http://www.nbaii.res..htm.

A B

C D
Gambar 2. A. Puru dengan jendela purunyaB. Pupa di dalam
puru C. Lalat C. connexabetina D. Lalat C.
connexa jantan

Biologi dan Ekologi


Telur diletakkan pada permukaan pucuk yang daunnya masih kuncup, baik terminal
maupun lateral. Telur berbentuk lonjong, berwarna putih dengan panjang 0,7 mm dan
diameter 0,2 mm. Ujung telur meruncing. Telur menetas setelah 4-7 hari dan larva yang
masih baru langsung masuk ke dalam jaringan batang. Gejala terbentuknya puru akan
tampak setelah kurang lebih dua minggu sejak terjadinya oviposisi. Puru akan membesar
sampai ukuran larva yang berada di dalamnya mencapai maksimal. Selanjutnya larva instar
terakhir akan membuat saluran keluar yang disebut jendela puru. Umumnya terdapat 2-4
larva per puru. Hasil penelitian Orapa & Bofeng (2003) juga menyebutkan bahwa dalam satu
puru dapat muncul rata-rata 1,7 ekor lalat C. connexa, sehingga menyebabkan
terhambatnya produksi bunga gulma Siam.
Pupa terbentuk di dalam puru selama 15-25 hari. Lalat dewasa berwarna hitam,
sayapnya transparan dengan pola strip hitam berselang-seling. Bagianposterior tiap
tergitnya terdapat pola strip hitam berselang-seling. Siklus hidup lalat C. connexamencapai
47-73 hari dengan rata-rata 60 hari.

Mekanisme Pembentukan Puru


Puru yang dibentuk di bagian batang gulma Siam adalah bentuk penyimpangan pola
pertumbuhan yang ditunjukkan tanaman akibat keberadaan atau aktivitas lalat C. connexa.
Terbentuknya puru awalnya disebabkan adanya respon gulma Siam terhadap cairan yang
dikeluarkan lalat dewasa saat meletakkan telur atau adanya larva lalat yang mengeluarkan
saliva pada jaringan batang tanaman. Puru akan berkembang membesar sejalan dengan
perkembangan larva di dalamnya. Perkembangan puru akan terhenti ketika larva mencapai
instar terakhir dan menjadi pupa. Umumnya puru berbentuk bola, membengkak, atau
melengkung.

Penyebaran
LalatC. connexa telah banyak digunakan sebagai agens pengendali hayati gulma
Siam. Setelah Indonesia dan Philipina, lalat ini diintroduksikan ke Papua Nugini dan Palau
(1996) serta Guam (1998). Saat ini lalat C. connexa telah mapan di Palau, Papua Nugini,
Guam, dan Thailand.
Tahun 1995 Lalat C. connexa telah dilepas di daerah Hutan Tanaman Industri
Parungpanjang, Bogor, Jawa Barat dan beberapa daerah lain seperti Sukabumi dan Ciamis.
Sampai saat ini, lalat C. connexa telah dinyatakan mapan dan menyebar secara alami di
daerah Bogor. Bahkan hasil penelitian menyatakan bahwa lalat C. connexa yang telah
dilepas di beberapa propinsi di Indonesia untuk mengendalikan gulma Siam setelah lima
tahun pelepasan telah mapan. Beberapa propinsi tersebut yaitu di Aceh, Sumatera Utara,
Riau, Jambi, Sumatera Barat, dan Lampung.
Hasil kajian yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur menyebutkan bila lalat C.
connexayang dilepas setelah tujuh tahun mampu menyebar sejauh lebih dari 40 km,
sedangkan di Sulawesi dapat menyebar sejauh 13 km setelah dua tahun pelepasan.
Penyebaran lalat tersebut ditunjukkan dengan adanya gejala puru pada pucuk gulma Siam
akibat terparasit lalat C. connexa.
Di Jawa Tengah, lalat ini telah mapan dengan berbagai tingkat serangan, yaitu di
sekitar kabupaten Magelang, Kendal, Semarang, Demak, Pati, Salatiga, Sragen dan Solo.
Pelepasan lalat C. connexa di propinsi DI Yogyakarta, tepatnya di daerah Hutan
Wanagama, setelah sepuluh tahun ternyata telah mampu menyebar sejauh 230 km!
Jauh sekali bukan? Lalat C. connexa ini menyebar ke arah timur yang meliputi Kabupaten
Gunung Kidul, Wonogiri, Pacitan, Ponorogo, Ngawi, dan Madiun. Rata-rata tingkat
serangan lalat ini mencapai 45%.
Melihat potensi di atas, tak ayal lagi kiranya jika lalat C. connexasangat diharapkan
perannya sebagai agens pengendali hayati gulma Siam, sehingga permasalahan gulma
tersebut dapat teratasi. (Rs)
Pustaka
De Chenon, R.D., Sipayung, A. & P. Sudharto. 2002. A Decade of Biological Control Against
Chromolaena odorata at the Indonesian Oil Palm Research Institute in Marihat. In C.
Zachariades, R. Muniappan, and L.W. Sthratie (eds.)Proceeding of the 5th
International Workshop on Biological Control and Management of
Chromolaena odorata.Durban ARC-PPRI, Pretoria. South Africa.

Harjaka, T. & S. Mangoendihardjo. 2010. Evaluasi Lanjut Penyebaran Lalat C. connexa


sebagai Pengendali Gulma Siam. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 16 (1):
42-46.

Indarwatmi, M. 2006. Biologi dan Kisaran Inang Lalat Puru Cecidochares connexa
(Macquart) (Diptera: Tephritidae) sebagai Agens Hayati Gulma Kirinyuh. Sekolah
Pasca Sarjana. IPB. Tesis. (tidak dipublikasikan).

McFayden, R.C. 2003. Chromolaena in Southeast Asia and the Pasific. ACIAR Proceedings
113: 130-134.

Muniappan, R. and J. Bamba. 2002. Host-Specificity Testing of Cecidochares connexa, a


Biological Control Agent forChromolaena odorata. In C. Zachariades, R. Muniappan,
and L.W. Sthratie (eds.)Proceeding of the 5thInternational Workshop on Biological
Control and Management of Chromolaena odorata.Durban ARC-PPRI, Pretoria.
South Africa.

Tjitrosoemitro, S. 2006. Introduction of Procecidochares connexa (Diptera: Tephritidae) to


Java Island to Control Chromolaena odorata. Seventh International Workshop on
Biological Control and Management of Chromolaena odorata. Pingtung, Taiwan,
Republik of China.

Orapa, W. And I. Bofeng. 2003. Mass Production, Establisment and Impact of Cecidochares
connexaon Chromolaena odorata in the Asia Pasific Region. Proceeding of the 6th
International Workshop on Biological Control and Management of Chromolaena
odorata.Australian Centre for International Agricultural Research. Australia.

Anda mungkin juga menyukai