Anda di halaman 1dari 30

11

BAB II
METODOLOGI PENGHAFALAN AL-QUR’AN

A. Penghafalan Al-Qur’an

1. Pengertian Penghafalan Al-Qur’an

Penghafalan berasal dari kata “hafal” yang artinya “telah masuk dalam
ingatan, dapat mengucapkan di luar kepala”.1 Dalam bentuk kata kerja berupa
menghafal, dan menghafal itu sendiri dalam bahasa Arab, yaitu: ‫ﺣﻔﻆ – ﻳﺤﻔﻆ‬

‫– ﺣﻘﻈﺎ‬yang berarti memelihara, menjaga, menghafal.2


Dalam teori psikologi belajar, James Deese dan Stewart H Hulse
menyatakan; ”Retention refers to extent to which material originaly learned is
still retained, and forgetting refers to the portion lost”.3 Jadi hafalan adalah
bahan pelajaran yang masih diingat. Sementara lupa adalah suatu bahan
pelajaran yang telah hilang dari ingatan.
Sedangkan pengertian Al-Qur’an dapat diungkapkan beberapa
pendapat, antara lain:
a. Dalam Ensiklopedi Islam
Al-Qur’an adalah Kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan
pada Nabi Muhammad SAW, melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan
maknanya. Al-Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai
sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai

1
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jkaarta:
Balai Pustaka, 1995), hlm. 333.
2
Ahamd Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, (Surabaya:
Penerbit Pustaka Progressif, 2002), hlm. 279.
3
James Deese, Stewart H. Hulse, The Psychology of Learning, (New York; Mc Graw-Hill
Company, 1967) hlm. 371
12

petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan


dunia dan akherat. 4
b. Menurut Dr. Subhi Sholeh
Menurut Dr. Subhi Sholeh, sebagaimana juga dikutip oleh
Muhammad Nor Ichwan, definisi al-Qur’an yang disepakati oleh kalangan
ahli bahasa, ahli kalam, ahli fiqh, ushul fiqh adalah sebagai berikut:

‫ﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴـﻪ ﻭﺳـﻠﻢ‬‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬ ‫ ﹸﻝ‬‫ﻨﺰ‬‫ﻤ‬ ‫ ﺍﹾﻟ‬‫ﺠﺰ‬ ِ ‫ﻌ‬ ‫ ﺍﹾﻟﻤ‬‫ﻼﻡ‬


‫ﻮﺍﻟ ﹶﻜ ﹶ‬‫ﺍ ﹸﻥ ﻫ‬‫ﹶﺍﹾﻟ ﹸﻘﺮ‬
5
.‫ﻭِﺗ ِﻪ‬ ‫ﻼ‬
‫ ِﺑِﺘ ﹶ‬‫ﺪ‬‫ﻌﺒ‬ ‫ ِﺮ ﹶﺍﹾﻟﻤ‬‫ﺍﺗ‬‫ﺘﻮ‬‫ ﺑِﺎﻟ‬‫ﻨﻪ‬‫ﻋ‬ ‫ﻮﻝﹸ‬ ‫ﻨﻘﹸ‬‫ﻒ ﹶﺍ ﹶﳌ‬
ِ ‫ﺎ ِﺣ‬‫ﻤﺼ‬ ‫ﺏ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ‬  ‫ﻮ‬ ‫ﺘ‬‫ﻤ ﹾﻜ‬ ‫ﹶﺍﹾﻟ‬
“Al-Qur’an adalah Firman Allah yang berfungsi sebagai mu’jizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditulis dalam
mushaf-mushaf yang diriwayatkan secara mutawatir, dan
membacanya merupakan ibadah”.

Jadi penghafalan al-Qur’an adalah ”proses meresapkan lafal-lafal


Al-Qur’an ke dalam pikiran sehingga selalu teringat dan dapat
mengucapkan kembali dengan tanpa melihat mushaf dengan berlandaskan
kaidah tilawah dan asas tajwid yang benar. Apabila seseorang telah
benar-benar hafal ayat-ayat Al-Qur’an secara lengkap 30 juz maka ia
disebut “Al-Hafidz”. Istilah ini yang dipergunakan di Indonesia dan istilah
ini di mungkinkan berpijak pada segi bahasanya Al-Hafidz yang berarti
hafal.
Menurut Ahmad Von Denffer :

Memorisation (hifz, tahfiz) of the Qur’an was the earliest form of


transmission of the text and has been practiced by Muslims since
the revelation began. The Qur’an is perhaps the only book in
human history that has such an outstanding tradition of oral
transmission which can be traced back to the Propet Muhammad
him self. Although many Muslims known as hafiz ( pl. huffaz)

4
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam IV, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Houve, 1993), Cet. 1, hlm. 132.
5
M. Ali As-Shabuni, Attarbiyah Fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Irsyad, tt) hlm. 10
13

have memorised the complete Qur’an, it is an obligation for each


Muslim to memorise as much of it as he capable of doing.6

2. Hukum Menghafal Al-Qur’an


Jaminan kemurnian Al-Qur’an telah difirmankan oleh Allah dalam Al-
Qur’an. Dan Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang dijamin keasliannya
oleh Allah, sejak diturunkan kepada Nabi Muhammad hingga sekarang
bahkan hari kemudian sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an dalam
firmanNya:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan


Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.7
‫ﺎ ﹶﻟﻪ‬‫ﻭِﺇﻧ‬ ) ‫ﺮ( اﻟﻘﺮأن‬ ‫ﺎ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛ‬‫ﺰﹾﻟﻨ‬ ‫ﻧ‬َ)‫ﻦ ( ﺗﺄآﻴﺪﻹﺳﻢ إن أوﻓﺼﻞ‬ ‫ﺤ‬
 ‫ﻧ‬ ‫ﻧﹶﺎ‬‫) ِﺇ‬
8
.‫ﻮ ﹶﻥ( ﻣﻦ اﻟﺘﺒﺪﻳﻞ واﻟﺘﺤﺮﻳﻒ واﻟﺰﻳﺎدة واﻟﻨﻘﺺ‬ ‫ﺎِﻓﻈﹸ‬‫ﹶﻟﺤ‬
Dalam ayat ini As-Suyuti menafsirkan bahwa Allah akan menjaga al-
Qur’an dari penggantian, perubahan, penambahan, dan pengurangan.

‫( اﻧ ﺎ ﻧﺤ ﻦ‬Sesungguhnya Kamilah) lafal nahnu mentaukidkan atau


mengukuhkan makna yang terdapat didalam isimya inna atau sebagai
fashl, ‫( ﻧﺰﻟﻨﺎ ااﻟﺬ آﺮ‬yang menemukan ad-Dzikro) Al-Qur’an. ‫واﻧ ﺎ ﻟ ﻪ ﻟﺤﺎﻓ ﺬون‬
(dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya ) dari
penggantian, perubahan, penambahan dan pengurangan.9

6
Ahmad Von Denffer, Ulumul Qur’an: an introduction to the sciences of the Qur’an,
(Malaysia: A.S. Noordeen, 1991) hlm. 176
7
Soenarjo, SH., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1971), hlm.
391.
8
Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain,( Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, tt), juz
1, hlm. 212
9
Imam Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Tafsir Jalalain Berikut
Asbabun Nuzul , Terj. Bahrun Abu Bakar, (Bandung : Sinar Baru, 1990), Cet, 1, hlm. 1045
14

Firman Allah pada ayat 9 surat Al-Hijr di atas bersifat aplikatif,


artinya bahwa jaminan pemeliharaan terhadap kemurnian Al-Qur’an itu
adalah Allah yang memberikannya, tetapi tugas operasional secara riil untuk
memeliharanya harus dilakukan oleh umat yang memilikinya. Ayat ini
merupakan peringatan agar umat Islam senantiasa waspada terhadap usaha
pemalsuan Al-Qur’an telah muncul sejak masa hidup Rasulullah saw.10
Namun berkat adanya orang-orang penghafal Al-Qur’an dari masa ke masa
maka usaha-usaha pemalsuan itu senantiasa dapat diantisipasi dan dapat
digagalkan oleh para hafidz pada masanya
Oleh karenanya walaupun telah ada jaminan akan kemurnian Al-
Qur’an, bukan berarti umat Islam terlepas dari tanggung jawab dan kewajiban
untuk memelihara kemurniannya dari tangan-tangan jahil dan musuh-musuh
Islam. Ummat Islam pada dasarnya tetap berkewajiban untuk secara riil dan
konsekuen berusaha memeliharanya. Salah satu usaha nyata dalam proses
pemeliharaan kemurnian al-Qur’an tersebut adalah dengan menghafalkannya.
Ahsin W. Al-Hafidz mengutarakan beberapa alasan mengapa al-
Qur’an penting untuk dihafalkan, yaitu :
1. Al-Qur’an diturunkan secara hafalan.
2. Hikmah Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan isyarat
dan dorongan ke arah tumbuhnya hikmah untuk menghafal dan Rasulullah
merupakan figur seorang Nabi yang dipersiapkan untuk menguasai wahyu
secara hafalan, agar ia menjadi teladan bagi umatnya
3. Firman Allah pada ayat 9 surat al-Hijr di atas bersifat aplikatif, artinya
bahwa jaminan pemeliharaan terhadap kemurnian al-Qur’an itu adalah
Allah yang memberikannya, tetapi tugas operasional secara riil untuk
memeliharanya harus dilakukan oleh umat yang memilikinya.

10
Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hlm.23
15

4. Menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardlu kifayah. 11


Al-Qur’an adalah kitab suci bagi pemeluk agama Islam, sebagai
pedoman hidup dan sumber hukum. Tidak ada kitab suci yang dihafalkan
kecuali kitab suci al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan sebagai dasar hukum dan
pedoman hidup umat Islam. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, melalui malaikat Jibril dengan hafalan berangsur-angsur sesuai dengan
kebutuhan umat di masa itu dan di masa yang akan datang.
Hal ini telah disebutkan dalam al-Qur’an :

Kami akan membacakan (Al-Qur’an ) kepadamu (Muhammad) maka


kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Alloh menghendaki…(Q.S. Al
A’la : 6-7)12

Menurut Imam Jalaluddin Al–Mahalliy dan Imam Jalaluddin As-


Syuyuthi, kalmia ‫( ﺳﻨﻘﺮﺋﻚ‬Kami akan membacakan kepadamu) Al-
Qur’an ‫( ﻓﻼ ﺗﻨﺴﻰ‬maka kamu tidak akan lupa) apa yang kamu baca itu.
‫( إﻻ ﻣﺎ ﺷﺎءاﷲ‬kecuali kalau Allah menghendaki) kamu melupakan karena
bacaan dan hukumnya telah dimansukh. Sesungguhnya Nabi
Muhammad saw selalu mengeraskan suara bacaannya mengikuti
bacaan Malaikat Jibril karena takut lupa. Seolah-olah dikatakan
kepadanya, janganlah kamu tergesa-gesa membacanya, karena
sesungguhnya kamu tidak akan lupa, karena itu janganlah kamu
merepotkan dirimu dengan mengeraskan suaramu sewaktu kamu
membacakannya. ‫( إﻧﻪ‬Sesungguhnya Dia) yakni Allah,‫ﻳﻌﻠﻢ اﻟﺠﻬﺮ‬
(mengetahui yang terang) maksudnya perkataan dan perbuatan yang
terang-terangan ‫( وﻣﺎ ﻳﺨﻔﻰ‬dan tersembunyi) dari keduanya.13

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah akan menurunkan Al-Qur’an


kepada Nabi Muhammad saw untuk dibacanya dan Ia akan
membukakan hati Nabi-Nya dan menguatkan ingatannya, sehingga

11
Ahsin W, Op Cit, hlm. 22-24
12
Soenarjo, SH., Op. Cit, hlm. 592
13
Imam Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Op. Cit, hlm. 2706
16

setelah didengarnya satu kali maka ia tidak akan melupakan apa-apa


yang telah didengarnya.14

Asbabunnuzul ayat di atas adalah bahwa apabila datang Malaikat jibril


membawa wahyu kepada Nabi, Beliau mengulang kembali wahyu itu
sebelum malaikat Jibril selesai menyampaikannya karena takut lupa
lagi. Maka Allah menurunkan ayat ini (surat Al A’la : 6-7), sebagai
jaminan bahwa Rosulullah tidak akan lupa pada wahyu yang telah di
turunkan.15

Hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur merupakan


isyarat dan dorongan ke arah tumbuhnya hikmah untuk menghafal dan
Rasulullah merupakan figur seorang Nabi yang dipersiapkan untuk menguasai
wahyu secara hafalan, agar ia menjadi teladan bagi umatnya. Begitulah yang
dilakukan oleh Rasulullah, beliau menerima secara hafalan, mengajarkan
secara hafalan dan mendorong para sahabat untuk menghafalkannya.
Maha suci Allah yang telah memudahkan Al-Qur’an untuk dihafal
sebagaimana firmanNya;

‫ﺪﻛِﺮ‬ ‫ﻬ ﹾﻞ ﻣِﻦ ﱡﻣ‬ ‫ﺁ ﹶﻥ ﻟِﻠ ﱢﺬ ﹾﻛ ِﺮ ﹶﻓ‬‫ﺎ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﺮ‬‫ﺮﻧ‬ ‫ﺴ‬


 ‫ﻳ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﻭﹶﻟ ﹶﻘ‬
Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an (bagi manusia) untuk
jadi pengajaran. Adakah orang yang mengambil pengajaran
(daripadanya) (QS. Al-Qomar/ 54 : 17).16

‫( وﻟﻘﺪﻳﺴ ﺮﻧﺎ اﻟﻘ ﺮان ﻟﻠ ﺬآﺮ‬dan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-
Qur’an untuk dipelajari) kami telah memudahkannya untuk dihafal
dan kami telah mempersiapkannya untuk dihafal dan kami telah
mempersiapkannya untuk mudah diingat ‫( ﻓﻬ ﻞ ﻣ ﻦ‬maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?) yang mau mengambilnya sebagai
pelajaran dan menghafalnya. Istifham disini mengandung makna
perintah, yakni hafalkanlah Al-Qur’an sekalian dan ambillah sebagai
nasehat buat diri kalian. Sebab tidak ada orang yang lebih hafal

14
Sonhadji, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, (Yogyakarta : UII, 1991), hlm. 672-
673
15
Qomaruddin Sholeh, dkk., Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-
Qur’an, ( Bandung : Diponegoro, 1989), Cet. 11, hlm. 367
16
Soenarjo, SH., Op. Cit, hlm. 530
17

tentang al-Qur’an selain daripada orang yang mengambilnya sebagai


nasehat buat dirinya.17

Menghafal al-Qur’an bukan merupakan kewajiban bagi setiap umat.


Tetapi dilihat dari segi-segi positif dan kepentingan umat islam, maka sangat
diperlukan adanya para penghafal al-Qur’an di setiap zaman atau masa,
karena mereka sebagai penjaga keaslian pegangan hidup bagii umat islam,
maka menghafal al-Qur’an jangan sampai terputus jumlah bilangannya.
Sehingga tidak dimungkinkan untuk pergantian dan pengubahan. Apabila di
antara umat islam ada yang melaksanakannya maka bebaslah beban yang
lainnya, tapi bila tidak ada sama sekali, maka berdosalah semuanya.
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang menjadi
dasar bagi orang yang menghafal al-Qur’an, adalah :
a. Al-Qur'an memang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara
hafalan
b. Mengikuti Sunnah Nabi Muhammad saw.
c. Melaksanakan anjuran Nabi Muhammad saw.
Atas dasar inilah, para ulama’ mengambil kesepakatan hukum bahwa
menghafal Al-Qur’an hukumnya adalah fardlu kifayah. sebagaimana Imam
Badrudin Muhammad bin Abdulloh Az-Zarkasyi dalam Alburhan fi Ulumil
Qur'an :
18
‫ﺗﻌﻠﻴﻢ اﻟﻘﺮان ﻓﺮض آﻔﺎﻳﺔ وآﺬﻟﻚ ﺣﻔﻈﻪ واﺟﺐ ﻋﻠﻰ اﻻﻣﺔ‬
Mengajar al-Qur’an hukumnya fardlu kifayah begitu pula
memeliharanya wajib bagi bagi setiap umat.

Menghafal al-Qur’an hukumnya adalah fardlu kifayah. Ini berarti


bahwa orang yang menghafal al-Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah
17
Imam Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Op. Cit, hlm. 2323
18
Imam Badrudin Muhammad bin Abdulloh Az Zarkasyi, dalam Alburhan fil Ulum Al-
Qur’an, Juz I, ( Bairut : Dar al-Kutub Ulumiyah, tt), hlm. 539
18

mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan


pengubahan terhadap ayat-ayat suci al-Qur’an. Jika kewajiban ini telah
terpenuhi oleh sejumlah orang (yang mencapai tingkat mutawatir) maka
gugurlah kewajiban tersebut dari yang lainnya.
3. Keutamaan dan Faedah Menghafal Al-Qur’an
Beberapa keutamaan dalam menghafal al-Qur’an antara lain:
a. Allah memberikan kedudukan yang tinggi dan terhormat diantara manusia
lain. Namun hal ini jangan sekali-kali dijadikan tujuan utama dalam
menghafalkan al-Qur’an dan tujuan utama kita adalah mengaharpkan ridha
Allah semata-mata.
b. Termasuk sebaik-baiknya umat. Sebagaimana sabda Nabi:

‫ َﺧﲑﻛﻢ‬:‫ﻋﻦ ﻋﺜﻤﺎﻥ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ‬


19
.‫ﻣﻦ ﺗﻌﻠﻢ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﻋﻠﻤﻪ‬
Diriwayatkan oleh Utsman ra. Nabi pernah bersabda: muslim yang
terbaik diantara kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur’an dan
mengajarkannya

c. Orang yang hafal al-Qur’an selalu diliputi dengan rahmat Allah, selalu
mengagungkan Kalam Allah dan mendapatkan cahaya Allah Ta’ala. 20

Adapun beberapa faedah dalam menghafal al-Qur’an, antara lain:


a. Al-Qur’an memuat sekitar 77.439 kalimat, kalau penghafal al-Qur’an
memahami seluruh isi kalimat tersebut, berarti sudah menghafal kosa kata
(vocabulary) bahasa Arab banyak sekali. Jadi seakan-akan ia mengahafal
kamus bahasa Arab.

19
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukari, Al-Bukhari, Juz III, (Darul Ihya’ Kutub
Al-Arabiyah, tt.), hlm. 232.
20
Ilham Agus Sugianto, Kiat Praktik Menghafal Al-Qur’an, (Bandung: Mujahid Press,
2004), hlm. 37.
19

b. Di dalam al-Qur’an banyak sekali terdapat kata-kata hikmah yang sangat


berharga bagi kehidupan. Menghafal al-Qur’an berarti menghafal banyak
kata-kata hikmah.
c. Hafalan al-Qur’an dapat membantu seseorang berbicara fasih dan dapat
mengeluarkan dalil-dalil dengan ayat-ayat al-Qur’an dengan cepat ketika
menjelaskan/ membuktikan suatu permasalahan.
d. Menguatkan daya nalar dan ingatan, dengan terlatihnya dalam hafalan
menjadikan ia mudah dalam menghafal hal-hal yang lain. Dan kenyataan
yang terjadi, dengan izin Allah banyak anak-anak yang menghafal al-
Qur’an memiliki tingkat kemajuan dalam pelajaran dibanding teman-
temannya yang lain yang tidak hafal al-Qur’an. 21

4 Syarat-Syarat Menghafalkan Al-Qur’an


Sebelum memulai menghafal al-Qur’an, seorang penghafal hendaknya
memenuhi syarat-syarat yang berhubungan dengan naluri insaniyah. Adapun
syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Niat yang ikhlas
Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan menghantarkan kepada
seseorang kepada tujuan yang diinginkan, dan akan membentengi dari
kendala-kendala yang datang merintangi. Tanpa adanya niat yang kuat
maka perjalanan menuju seorang yang hafidz mudah sekali terganggu oleh
kendala yang setiap saat melemahkannya. Niat yang berorientasi ibadah
dari calon penghafal al-Qur’an akan memacu tumbuhnya ketenangan
dalam menghafal al-Qur’an. Penghafal yang dipaksa oleh orang lain, atau
dalam keadaan terpaksa, banyak yang tidak berhasil, karena tidak ada
kasadaran dan rasa tanggungjawab. Apabila yang memaksa sudah jenuh,
maka dia akan merasa jenuh dalam menghafal al-Qur’an. Oleh karenanya,

21
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm. 41.
20

niat yang ikhlas menempati peringkat pertama dalam memulai suatu


pekerjaan agar dapat mencapai hasil yang maksimal.

b. Memiliki keteguhan dan kesabaran


Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat
penting, bagi orang yang sedang dalam proses menghafal al-Qur’an. Hal
ini disebabkan, karena dalam proses menghafal al-Qur’an akan banyak
ditemui berbagai kendala, misalnya jenuh, gangguan batin, menghadapi
ayat-ayat yang dirasakan sulit untuk dihafalkan.
Oleh karena itu, untuk senantiasa dapat melestarikan hafalannya
perlu keteguhan dan kesabaran. Karena kunci keberhasilan menghafal
adalah ketekunan menghafal dan mengulang ayat-ayat yang telah
dihafalnya. Itulah sebabnya maka Rasulullah saw selalu menekankan agar
para penghafal al-Qur’an bersungguh-sungguh dalam menjaga hafalannya.
c. Istiqomah dalam menghafal Al-Qur’an
Kata istiqomah, sering diartikan dengan konsisten. Yaitu
menjaga keajegan dalam proses menghafal al-Qur’an. Dengan kata lain,
seorang penghafal yang konsisten akan sangat menghargai waktu, kapan
saja dan dimana saja ada waktu luang, intuisinya segera mendorong untuk
menghafal al-Qur’an.
Menghafal al-Qur’an memang harus istiqomah. Dalam arti
memiliki kedisiplinan, baik disiplin waktu, tempat maupun disiplin
terhadap materi hafalan. Sang penghafal hendaknya tak merasa bosan-
bosan dalam menghafalnya berulang-ulang, kapan dan dimanapun. Dan
juga sebagai dzikir, selain dari waktu yang ditentukan.
Sang penghafal dianjurkan memiliki waktu-waktu khusus, baik
untuk menghafal materi baru maupun untuk mengulang (muroja’ah) yang
waktu tersebut tidak boleh diganggu. Misalnya jika penghafal
menggunakan waktu pagi 05.00-07.00 untuk menghafal materi dengan
21

kemampuan 5 halaman, maka seterusnya waktu tersebut harus digunakan


setiap hari dengan jumlah materi yang sama, tidak boleh kurang dari
materi yang ditentukan.
Dengan disiplin waktu ini diharapkan seseorang penghafal Al-
Qur’an menjadi orang yang jujur, konsekwen dan bertanggungjawab.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman tentang anjuran untuk istiqomah :
☺⌧

☺ ☺

Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana


diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang Telah Taubat
beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS.
Hud : 112)22

‫( ﻓﺎ ﺳﺘﻘﻢ‬Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar) yakni


mengamalkan perintah Robbmu dan menyembah kepadaNya. ‫آﻤﺎ‬
‫( أﻣﺮت‬sebagaimana diperintahkan kepadamu dan) juga tetaplah
pada jalan yang benar‫( وﻣﻦ ﺗﺎ ب‬orang-orang yang telah bertaubat
) yakni, orang yang telah beriman. ‫( ﻣﻌﻚ وﻻ ﺗﻄﻐﻮا‬beserta kamu
dan janganlah kalian melampaui batas) melanggar batasan-
batasan Allah. ‫( اﻧﻪ ﺑﻤﺎ ﺗﻌﻤﻠﻮن ﺑﺼﻴﺮ‬sesungguhnya Dia maha melihat
apa yang kalian kerjakan) oleh karena itu, Dia membalas
kalian.23

d. Sanggup memelihara Hafalan


Sebagaimana yang telah penulis ungkapkan pada bagian awal
bab ini, bahwa al-Qur’an boleh jadi dikatakan mudah dihafalkan, tapi juga
sangat mudah hilang, jika tanpa adanya pemeliharaan. Oleh karena itu

22
Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung ; Penerbit J-ART, 2005), hlm.
235
23
Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Op. Cit, hlm. 937
22

perlu adanya pemeliharaan hafalan. Bilamana tidak, maka akan sia-sia


dalam usaha untuk menghafal al-Qur’an. Jadi kunci keberhasilan dalam
menghafal al-Qur’an adalah sanggup memelihara hafalan yang telah
diperoleh dengan cara selalu mengulang-ulang, atau disebut dengan
metode takrar.
e. Mampu membaca al-Qur’an dengan benar dan baik
Dalam menghafal al-Qur’an, diutamakan memiliki kemampuan
baca yang benar dan baik. Suatu bacaan dianggap benar, bilamana telah
menerapkan ilmu tajwid. Dan dianggap baik bilamana bacaan itu rata dan
diutamakan berlagu (berirama). Disamping bacaan yang benar dan baik,
juga menghafalkan suatu hafalan dengan benar dan baik.
Untuk melaksanakan penghafalan, terlebih dahulu harus
meluruskan dan melancarkan bacaan al-Qur’annya. Sebagiab besar para
Kiai tidak mengijinkan santri yang diampunya, untuk menghafalkan al-
Qur’an sebelum terlebih dahulu menghatamkan al-Qur’an secara bin-
nadlor (dengan melihat mushaf). Hal ini dimaksudkan agar calon
penghafal benar-benar lurus dan lancar dalam melafalkan al-Qur’an.
Dapat disimpulkan, sebelum melaksanakan penghafalan al-
Qur’an seseorang terlebih dahulu harus, pertama meluruskan bacaan al-
Qur’an sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid, kedua memperlancar
bacaan al-Qur’annya, ketiga membiasakan lisan dengan fonetik arab,dan
keempat memahami tata bahasa arab. Masalah-masalah ini mempunyai
fungsional penting dalam menunjang tercapainya menghafalkan al-
Qur’an.
f. Mendapat izin dari orang tua, wali dan suami bagi wanita yang telah
menikah.
Walaupun ijin untuk menghafalkan al-Qur’an tidak merupakan
suatu keharusan, namun hal ini ikut mendukung dalam keberhasilan sang
penghafal al-Qur’an. Dengan izin mereka, maka sang penghafal akan
23

dapat dengan leluasa memanfaatkan waktunya untuk menghafal al-


Qur’an. Selain itu juga akan memimbulkan saling pengertian dari berbagai
pihak. Adanya ijin ini memberikan pengertian bahwa :
1) Orang tua telah merelakan waktu kapada penghafal untuk
menghafalkan al-Qur’an
2) Merupakan dorongan moral yang sangat besar bagi tercapainya tujuan
menghafalkan al-Qur’an, karena orang tua akan membawa pengaruh
kuat bagi batin para penghafal al-Qur’an.
3) Penghafalan al-Qur’an mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu
sehingga ia bebas dati tekanan. Dengan adanya ijin diharapkan proses
menghafalkan al-Qur’an menjadi lancar.
g. Memiliki Mushaf sendiri
Dalam proses menghafal al-Qur’an usahakan memiliki mushaf
sendiri, tidak ganti-ganti mulai awal menghafal hingga khatam. Agar
bilamana ada kesalahan dalam menghafal atau ada keasamaan ayat, dapat
digarisbawahi sebagai tanda. Hal ini sering dianggap remeh, padahal
memiliki peranan yang sangat penting dalam proses menghafal al-Qur’an
Adapun al-Qur’an yang sering digunakan oleh penghafal adalah
Al-Qur’an Bahriyah atau yang sering disebut dengan Al-Qur’an Sudut
(Al-Qur’an Pojok). Yakni al-Qur’an yang memiliki ciri-ciri khas
tersendiri. Adapun ciri tersebut diantaranya: awal halaman adalah awal
ayat, akhir halaman adalah akhir ayat, setiap juz terdiri dari 20 halaman
dan setiap halaman terdiri dari 15 baris. Al-Qur’an tersebut biasanya
diterbitkan di negara Timur Tengah. Di Indonesia yang sudah
menerbitkannya diantaranya adalah terbitan “Menara Kudus”. Al-Qur’an
semacam ini sangat diperlukan dalam rangka proses menghafal, karena
biasanya sang penghafal mengingat-ingat letak maupun posisi ayat yang
24

dihafalkannya, apakah terletak di bagian kanan atau kiri mushaf, pada


pojok atas atau bawah halaman mushaf.24
h. Memiliki sifat Mahmudah (terpuji)
Sifat mahmudah yakni melaksanakan perintah Allah SWT dan
menjauhi segala apa yang menjadi laranganNya, termasuk berbagai sifat
madzmumah (tercela). Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap orang-
orang yang menghafal al-Qur’an, karena al-Qur’an adalah kitab suci bagi
ummat Islam yang tidak boleh dinodai oleh siapapun.
5. Faktor-faktor Pendukung Menghafal Al-Qur’an
Menghafal al-Qur’an berbeda dengan menghafal buku atau kamus.
Karena itu perlu mengetahui hal-hal yang dapat membantu atau menunjang
dalam proses penghafalan al-Qur’an, yaitu anyatara lain :
a. Bergaul dengan orang yang sedang atau sudah hafal Al-Qur’an
Betapapun semangatnya seorang penghafal al-Qur’an dalam
menghafal, suatu futur atau kelesuan ketika menghafal akan datang.
Faktor-faktor penyebab futur, dapat hadir dari dalam atau dari luar diri.
Disinilah fungsi bergaul dengan orang-orang yang sedang atau sudah hafal
al-Qur’an, akan membantu konsisten dalam menghafal al-Qur’an. Mereka
juga berfungsi sebagai pemberi motivasi saat kelesuan menghafal datang
menghampiri.
b. Mendengarkan bacaan hafidz Al-Qur’an
Mendengarkan bacaan yang sudah hafal al-Qur’an sangat
berpengaruh pada penghafal al-Qur’an untuk semangat dalam menghafal
al-Qur’an. Halaman ini dapat dilakukan dengan mendengarkan bacaan
hafidz al-Qur’an secara langsung atau kaset rekaman seorang hafidz.
Agar proses mendengarkan bacaan hafidz al-Qur’an ini
bermanfaat, maka ada beberapa hal yang patut dicermati : Pertama,

24
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm. 55
25

perhatikan bacaan sang hafidz, sejauhmana ia menerapkan hukum-hukum


tilawah atau tajwidnya. Kedua, perhatikan irama bacaan sang hafidz yang
di kumandangkan. Ketiga, perhatikan pula kekhusyukan sang hafidz
dalam membaca al-Qur’an. Perhatian yang besar dapat memotivasi
seorang penghafal al-Qur’an dalam proses menghafal.

c. Mengulang hafalan bersama orang lain


Dalam menghafalkan al-Qur’an melakukan pengulangan hafalan
dengan orang lain merupakan halaman yang paling pokok untuk mencapai
kesuksesan. Teknis pelaksanaannya dapat diadakan perjanjian terlebih
dahulu, waktu tempat dan berapa juz yang akan dibaca secara bergantian.
Dengan melakukan kegiatan ini secara teratur hafal al-Qur’an
akan lebih cepat matang dan tertanam, dalam otak. Manfaat lain adalah
ketika anda tidak lancar dalam membaca hafalan sedangkan teman anda
lancar anda akan segera mengetahui kualitas bacaan anda dan akan
semangat memperbaikinya.
d. Musabaqoh Hifdzul Qur'an
Mengikuti musabaqoh atau perlombana hifdzul al-Qur’an akan
sangat bermanfaat bagi anda yang sedang menghafal al-Qur’an. Karena
dalam suasana musabaqoh, suasana yang akan hadapi angat serius.
Suasana ini dapat dimanfaatkan untuk mempersiapkan hafalan sebaik
mungkin. Untuk itu harus diingat bahwa musabaqoh hanyalah sebuah
sarana untuk menjadi hafdiz al-Qur’an. Dan juga hafalan anda sudah
melekat sarana itu tidak bermanfaat lagi.
e. Selalu membacanya dalam sholat
Membaca al-Qur’an pada waktu sholat suasananya lebih menuntut
keseriusan dan konsentrasi penuh terutama pada waktu anda menjadi
imam dalam sholat jamaah. Oleh karena itu bagi penghafal al-Qur’an
26

kegiatan ini cukup besar manfaatnya dalam rangka mempercepat proses


hafalan al-Qur’an.25
Adapun yang berkaitan dengan diri sang penghafalan al-Qur’an, hal-hal
yang dapat menjadi faktor pendukung dalam penghafalan al-Qur’an adalah :
1) Usia yang ideal
Sebenarnya tidak ada batasan usia tertentu untuk menghafal al-
Qur’an tetapi tidak dapat dipungkiri tingkat usia seseorang
memperngaruhi terhadap keberhasilan menghafal. Seorang penghafal al-
Qur’an yang berusia relatif muda akan lebih potensial daya serap terhadap
materi yang dihafal dibanding usia yang lebih lanjut. Kendati hal ini tidak
berarti mutlak.
2) Manajemen waktu
Dalam proses menghafal ada yang secara khusus menghafal al-
Qur’an saja. Namun ada pula yang melakukan kegiatan-kegiatan lain
seperti sekolah, kuliah dan lain sebagainya. Bagi mereka yang menempuh
program khusus menghafal al-Qur’an saja dapat memaksimalkna seluruh
waktunya. Sehingga dapat menyelesaikannya lebih cepat karena tidak
terhambat oleh kegiatan yang lain.
Sebaliknya bagi mereka yang menghafal serta mempunyai
kegiatan lain maka ia harus pandai-pandai memanfaatkan waktu yang ada,
oleh karena itu diperlukan manajemen waktu yang baik. Para penghafal
harus mampu memilih waktu yang sesuai dan tepat untuk menghafal al-
Qur’an.
Alokasi waktu yang ideal untuk menghafal al-Qur’an dengan
target harian satu halaman, adalah 4 jam dengan rincian: 2 jam untuk
menghafal ayat-ayat baru dan 2 jam untuk muroda’ah atau mengulang
ayat-ayat yang telah dihafal terdahulu untuk penggunanaannya dapat

25
Abdul Aziz Abdul Rouf, Kiat Succes Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung: Syaamil
Cipta Media, 2004), hlm. 55-62
27

disesuaikan dengan manajemen yang diperlukan oleh masing-masing


penghafal.
Adapun waktu yang dianggap baik dan sesuai untuk menghafal
dapat diklasifikasikan menjadi:
1) waktu sebelum terbit fajar
2) waktu setelah fajar hingga terbit matahari
3) setelah bangun dari tidur siang
4) setelah habis sholat
5) antara maghrib dan isya
3) Tempat menghafal26
Situasi dan kondisi ikut mendukung tercapainya kesuksesan
mengafal al-Qur’an. Suasana yang bising, kondisi lingkungan yang tidak
sedap dipandang penerangan yang tidak sempurna dan polusi yang tidak
nyaman akan menghambat terciptanya konsentrasi. Oleh karena itu untuk
mengafal diperlukan tempat yang ideal utunk tercapainya konsentrasi.
Dapat disimpulkan bahwa tempat yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Jauh dari kebisingan
2. Bersih dari kotoran dan najis
3. Cukup ventilasi untuk terjaminnya pergantian udara
4. Tidak terlalu sempit
5. Cukup penerangan
6. Mempunyai temperature yang sesuai dengan kebutuhan
7. Tidak mmemungkinkan timbulnya ganggaun-ganggaun, jauh dari
telepon atau ruang tamu atau tempat itu tidak biasa untuk mengobrol.

26
Ahsin W, Op Cit, hlm. 56-62
28

6. Problematika Menghafal Al-Qur’an


Setiap perjalanan pastilah akan menemui rintangan, begitu pula dengan
penghafalan al-Qur’an. Dalam prosesnya seringkali berhadapan dengan
problem yang bermacam-macam. Problematika dalam menghafal al-Qur’an
ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Problematika internal
1) Cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya
Orang yang terlalu sibuk dengan dunia, pastilah tidak siap
meluangkan waktu untuk menghafalkan al-Qur’an. Karena orang yang
cinta dunia pastilah berorientasi sukses di dunia. Sementara penghafal
al-Qur’an harus hidup bersama al-Qur’an yang berorientasi succes
menuju kehidupan akhirat.
2) Tidak dapat merasakan nikmatnya al-Qur’an
Mu’jizat al-Qur’an telah mampu memberi sejuta kenikmatan
kepada para pembacanya yang beriman kepada Allah. Namun bagi
yang tidak beriman justru akan merasa bosan dan tidak dapat
merasakan kenikmatan mu’jizat Allah yang terbesar tersebut.
3) Hati yang kotor dan banyak maksiat
Al-Qur’an adalah kitab suxi diturunkan kepada Nabi yang suci,
di tanah suci. Maka tidak mungkin akan dititipkan kepada orang yang
hatinya kotor dan banyak maksiatnya.
4) Tidak sabar, malas dan berputus asa
Menghafal al-Qur’an diperlukan kerja keras dan kesabaran
yang terus menerus. Ini sesungguhnya telah menjadi karakteristik Al-
Qur’an itu sendiri. Kalau anda perhatikan dengan baik, maka isinya
mengajak anda untuk menjadi orang yang aktif dalam hidup di dunia.
5) Semangat dan keinginan yang lemah
Semangat adalah faktor utama keberhasilan dalam berbuat
sesuatu. Begitu juga dalam menghafal al-Qur’an. Tanpa dilandasi
29

semangat dan keinginan yang kuat, maka mustahil akan berhasil dalam
menghafal al-Qur’an.
6) Lupa
Secerdas apapun seseorang, pasti tidak akan luput dari masalah
lupa. Hal inilah yang menuntut adanya pengulangan-pengulangan
dalam rangka selalu memelihara hafalan al-Qur’an, agar tidak hilang
karena lupa.27
b. Problematika eksternal
1) Tidak mampu membaca dengan baik
Penghafal yang belum mampu membaca dengan baik, akan
mempunyai dua beban, yaitu membaca dan menghafal. Oleh
karenanya haruslah ditekankan kelancaran dalam membaca al-Qur’an,
sebelum memulai proses menghafalnya.
2) Tidak mampu mengatur waktu
Bagi yang tidak mampu mengatur waktu akan selalu merasa
tidak punya banyak waktu, termasuk untuk mempelajari hafalannya.
Maka seorang yang menghafal al-Qur’an harus pandai-pandai
mengatur waktu demi memelihara hafalannya.
3) Ayat-ayat yang mirip dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mirip serupa, oleh
karenanya perlu perhatian yang khusus terhadap ayat-ayat ayng
hampir sama tersebut.
4) Pengulangan yang sedikit
Untuk mendapatkan hasil hafalan yang maksimal
membutuhkan pengulangan berkali-kali. Maka yang pengulangan
sedikit akan menyebabkan hafalan yang telah diperoleh menjadi hilang
atau terlupakan lagi.

27
Ibid, hlm 30
30

Problematika yang dihadapi oleh para penghafal al-Qur’an secara


garus besar dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Menghafal itu susah
2. Ayat-ayat yang sudah dihafal lupa lagi
3. Banyaknya ayat-ayat yang serupa
4. Gangguan-gangguan kejiwaan gangguan-gangguan lingkungan
5. Banyaknya kesibukan.28
7. Adab Membaca Al-Qur’an untuk menghormati Al-Qur’an
Dianjurkan bagi orang yang membaca al-Qur’an memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Membaca al-Qur’an sesudah berwudlu karena ia termasuk zikrullah yang
paling utama.
2. Membacanya di tempat yang suci dan bersih. Ini dimaksudkan untuk
menjaga keagungan al-Qur’an. Sebagai seorang muslim harus insyaf
bahwa al-Qur’an merupakan suatu kitab yang di dalamnya berisi firman
Allah maka sudah selayaknya membacanya pun harus di tempat yang
bersih dan suci.
3. Membacanya dengan khusyu, tenang dan penuh hikmat.
4. Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
5. Membaca ta’awudz sebelum membaca ayat al-Qur’an.
6. Membaca basmalah pada setiap permulaan surah, kecuali permulaan surat
At-taubah.
7. Membacanya dengan tartil.
8. Tadabur /memikir terhadap ayat-ayat yang dibacanya.
9. Membacanya dengan jahr.
10. Membaguskan bacaanya dengan lagu yang merdu.29

28
Ahsin W. Al-Hafidz, Op. Cit., hlm. 63-66
29
Ibid, hlm. 32-34
31

B. Metode Penghafalan Al-Qur’an

Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu Metha dan Hodos. Metha
berarti melalui atau melewati, sedangakn hodos berarti jalan atau cara yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.30 Jadi metode adalah cara atau jalan yang
harus dilewati atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini adalah
untuk menghafal Al-Qur’an.
Penggunaan metode dalam penghafalan haruslah sesuai dengan situasi
dan kondisi. Artinya setiap penghafal haruslah menyesuaikan dengan
kemampuannya dalam memilih metode yang dipakai dalam menghafal. Begitu
juga dalam menghafalkan al-Qur’an. Sebelum mulai menghafalkan al-Qur'an,
hendaknya memperbaiki bacaan terlebih dahulu, dan memakai metode yang
paling tepat dengan kemampuannya.
Metode menghafal secara umum dibagi tiga macam :
1. Menghafal terutama dengan melalui pandangan mata saja. Bahan pelajaran itu
dipandang atau dibaca didalam batin dengan perhatian sambil otak bekerja
untuk mengingatnya.
2. Menghafal terutama dengan pendengaran kuping. Dalam hal ini, bahwa
pelajaran itu dibaca dengan suara yang keras kemudian didengarkan dengan
telinga ,kemudian otak mengolahnya untuk dimasukkan dalam kepala.
3. Menghafal dengan melalui gerak-gerik tangan, yaitu dengan jalan menulis
diatas kertas dengan alat tulis atau dengan menggerakkan ujung jari diatas
meja sambil berusaha menanamkan bahan pelajaran itu dalam kepala.31
Dalam proses penghafalan Al-Qur’an, metode akan turut menentukan
berhasil tidaknya tujuan menghafal Al-Qur’an, makin tepat metode, makin efektif
pula dalam mencapai hasil hafalan.

30
Zuhairi, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 66.
31
The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, (Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi, 1985) hlm.
135
32

Adapun metode penghafalan penulis kutipkan dari para ahli tahfidz Al-
Qur’an, adalah:
1. Menurut Ahsin W Al-Hafidz
Ada beberapa metode yang dikembangkan dalam rangka mencari
alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur’an, dan bisa memberikan bantuan
kepada para penghafal dalam mengarungi kepayahan dalam menghafal.
Metode-metode di bawah ini bisa dipilih yang sesuai atau dipakai semua
sebagai variasi untuk menghilangkan kejenuhan. Metode-metode tersebut
antara lain
a) Metode (Thoriqoh) Wahdah
Yang dimaksud dengan metode wahdah adalah menghafal satu
persatu ayat-ayat yang hendak dihafalkan. Untuk mencapai hafalan awal,
setiap ayat bisa dibaca sebanyak 10 kali atau 20 kali atau lebih, sehingga
mampu membentuk pola bayangan dalam fikiran. Dengan demikian
penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya
bukan hanya dalam bayangannya, tetapi hingga benar-benar membentuk
gerak refleks pada bibirnya. Setelah benar-benar hafal, barulah dilanjutkan
ke ayat berikutnya, dengan cara yang sama hingga mencapai satu
halaman.
Setelah ayat-ayat dalam satu halaman telah dihafalkan, maka
gilirannya menghafal urut-urutan ayat dalam satu halaman. Untuk
menghafal yang demikian, maka langkah selanjutnya ialah membaca dan
mengulang-ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan mampu
memproduksi ayat-ayat dalam satu halaman tersebut secara alami atau
refleks. Demikian selanjutnya, sehingga semakin banyak diulang maka
kualitas hafalan akan semakin representatif.
b) Metode (Thoriqoh) Kitabah
Kitabah berarti menulis. Pada metode ini memberikan alternative
lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penghafal terlebih
33

dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang
telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya hingga
lancar dan benar-benar bacanya, lalu dihafalkannya. Menghafalnya bisa
dengan metode wahdah atau dengan berkali-kali menulisnya, sambil
memperhatikan dan menghafalkannya dalam hati.
Tentang berapa banyak jumlah ayat yang ditulis, tergantung pada
kondisi ayat-ayat itu sendiri. Mungkin cukup sati ayat saja, bila ternyata
giliran ayat yang harus dihafalkan termasuk kelompok ayat panjang, atau
bisa juga lima atau sampai sepuluh ayat, bila ternyata giliran ayat-ayat
yang akan dihafalkan termasuk kelompok ayat-ayat pendek.
Pada dasarnya metode ini cukup praktis dan baik, karena di
samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat
membantu alam memperkuat terbentuknya pola hafalan dalam
bayangannya.
c) Metode (Thoriqoh) Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini
ialah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode akan
sangat efektif terutama bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra,
terutama bagi penghafal tuna netra atau anak-anak yang masih dibawah
umur yang belum mengenal baca tulis Al-Qur’an.
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Mendengarkan langsung dari guru yang membimbingnya dan
mengajarnya, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak.
Dalam hal ini pembimbing dituntut lebih berperan aktif, sabar dan
teliti dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus
membacakan satu persatu ayat untuk dihafalnya.
2. Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam
pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian
kaset diputar dan didengar dengan seksama, sambil mengikuti
34

perlahan-lahan, lalu dihafalkannya. Kemudian diulang lagi sampai


hafalan benar-benar melekat dalan pikiran. Metode ini juga efektif
untuk takrir (mengulang kembali) ayat-ayat yang sudah dihafalnya.
Untuk metode ini penghafal harus menyediakan media, berupa tape
recorder, kaset, dam lain-lain.

d) Metode (Thoriqoh) gabungan


Metode ini merupakan gabungan dari metode pertama dan kedua,
yaitu metode wahdah dan metode kitabah. Namun fungsi kitabah
(menulis) disini hanya sebagai uji coba terhadap ayat yang dihafalkannya.
Dalam hal ini penghafal menghafalkan dahulu ayat-ayat tertentu,
kemudian ia menulisnya pada kertas dengan hafalan pula.
Kelebihan metode ini adalah adanya fungsi ganda, yaitu berfungsi
untuk menghafal dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalan.
Pemantapan hafalan dengan cara inipun baik sekali karena dengan
menyulis akan memberikan kesan visual yang mantap.
e) Metode (Thoriqoh) Jama’
Yang dimaksud dengan metode jama’ adalah menghafal yang
dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca bersama-
sama dipimpin oleh seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan
satu ayat atau beberapa ayat, dan siswa menirukannya secara bersama-
sama. Siswa menirukan bacaan instruktur berulang-ulang, lalu mulai
dihafalkan hingga masuk dalam bayangan.
Metode ini baik digunakan untuk menghilangkan kejenuhan di
saping akan banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-
ayat yang dihafalkannya.32

32
Ahsin W, Op Cit, hlm. 63-66
35

2. Menurut Abdul Aziz Abdul Rous, Lc


a) Memahami ayat-ayat yang akan dihafalkan
Metode ini dilakukan dengan cara memahami ayat-ayat yang akan
dihafalkan terlebih dahulu. Bisa dengan menggunakan terjemahan Al-
Qur’an keluaran Departemen Agama, atau lebih ideal bila difahami
melalui kitab tafsir, hingga terasakan makna tiap ayatnya. Lalu dibaca
berkali-kali sampai dapat mengingatnya, dan jangan lupa ketika
mengulang-ulang otakpun ikut mengingat maksud tiap ayat yang dibaca.
Begitu seterusnya, hingga 30 juz.
b) Mengulang-ulang sebelum menghafal
Metode ini dimulai dengan membaca berulang-ulang ayat-ayat
yang akan dihafal. Jumlahnya sesuai dengan kemampuan, sebagian
penghafal melakukan 35 kali pengulangan, setelah itu baru dihafal. Cara
ini akan memerlukan kesabaran dan butuh waktu yang banyak.
Cara ini sesuai untuk orang yang daya pikirnya lemah. Namun
untuk melaksanakannya, perlu kondisi fiik yang prima. Cocok juga untuk
anak-anak, karena anak belum mampu mengingat sendiri, jadi andalah
yang harus membacakan padanya sampai hafal.
c) Mendengarkan sebelum menghafal
Cara ini dilakukan dengan cara terlebih dahulu menperdengarkan
ayat-ayat yang akan dihafal berulang-ulang, sampai muncul dalam
bayangannya ayat-ayat yang akan dihafal. Cara ini diulang-ulang hingga
mencapai hafalan yang maksimal.
d) Menulis sebelum menghafal
Cara ini dimulai dengan menulis terlebih dahulu berulang-ulang,
lalu memulai untuk menghafalkannya, begitu seterusnya hingga khatam33.

33
Abdul Aziz Abdul Rouf, Kiat Succes Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung: Syaamil
Cipta Media, 2004), hlm. 50-54.
36

3. Menurut Ilham Agus Sugianto, Al Hafidz


Dalam bukunya yang berjudul Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an
dijelaskan bagaimana menghafal Al-Qur’an secara praktis, yaitu :
a. Metode menghafal dengan pengulangan penuh.
1) Siapkan materi hafalan yang akan dihafal, sesuai dengan kemampuan,
bias I halaman, ½ halaman, 1/3 halaman atau ¼ halaman.
2) Materi hafalan tersebut dibaca berkali-kali sampai lancer dan jelas.
Hal ini dilakukan dengan membaca (melihat) mushaf kurang lebih
sebanyak 40 kali.
3) Materi tersebut diulangi kembali dengan sesekali melihat mushaf dan
sesekali tidak. Hal ini dilakukan berulang-ulang sebanyak kurang-
lebih 40 kali hingga hafal dengan sendirinya.
4) Setelah hafal, lakukan pengulangan dengan tanpa melihat mushaf
sebanyak kurang lebih sebanyak 40 kali.
b. Metode menghafal dengan tulisan
1) Siapkan materi hafalan yang akan dihafal, sesuai dengan kemampuan,
bias I halaman, ½ halaman, 1/3 halaman atau ¼ halaman
2) Materi tersebut ditulis pada buku atau lembaran.
3) Materi hafalan yang telah ditulis itu dibacakan di hadapan guru hingga
dinyatakan baik, benar dan lancar.
4) Materi tersebut dihafalkan ayat per ayat dengan dibaca berulang-ulang
hingga hafal dan lancar.
c. Metode menghafal dengan memahami makna
1) Siapkan materi hafalan yang akan dihafal, sesuai dengan kemampuan,
bias I halaman, ½ halaman, 1/3 halaman atau ¼ halaman
2) Materi tersebut dipahami arti kalimat per kalimatnya terlebih dahulu.
3) Setelah paham arti kalimat per kalimatnya, kemudian dihafal ayat per
ayat dengan dibaca berulang-ulang hingga hafal dan lancar. Adapun
cara penyambungannya antara ayat satu dengan yang lainnya yaitu
37

dengan relevansi (hubungan) ayat sesuai dengan kepahaman makna


ayat.
d. Metode menghafal dengan bimbingan guru
1) Siapkan materi hafalan yang akan dihafal, sesuai dengan kemampuan,
bias I halaman, ½ halaman, 1/3 halaman atau ¼ halaman
2) Materi hafalan tersebut dibacakan oleh sang guru dan ditirukan oleh
(penghafal) atau murid secara berulang-ulang.
3) Materi hafalan tersebut dihafalkan ayat per ayat yaitu dengan
dibacakan oleh sang guru dan ditirukan murid secara berulang-ulang
hingga hafal. Demikian seterusnya hingga hatam 30 juz.
Metode ini sering digunakan oleh tunanetra.
e. Metode menghafal dengan bantuan tape recorder (kaset)
Selain dengan bimbingan guru, para tunanetra juga bisa mengunakan
bantuan kaset, terutama ketika mengulang hafalan (muroja’ah/takrar).
Adapun teori menghafal dengan kaset ini sama halnya dengan bumbingan
guru, namun fungsiguru digantikan oleh kaset. 34

Demikianlah beberapa teori tentang metode yang bisa digunakan dalam


menghafal al-Qur’an. Dari ketiga teori yang penulis ambil, hampir semuanya
sama. Hanya penggunaan istilah saja yang berbeda-beda.

C. Petunjuk Teknis Penghafalan Al-Qur’an

Proses penghafalan al-Qur’an, harus dilakukan oleh sang penghafal al-


Qur’an dari ayat-ayat, halaman perhalaman, juz per juz hingga khatam 30 juz.
Adapun proses pembelajaran hafalan, dapat dilakukan dengan mempraktikkan
petunjuk sebagai berikut :

34
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm. 78-80
38

1. Persiapan Al-Qur’an
Dalam menghafal al-Qur’an ada al-Qur’an yang khusus, untuk proses
penghafalan yang dikenal dengan “Al-Qur’an Pojok” atau “Al-Qur’an Sudut”.
Yakni al-Qur’an yang setiap halaman diakhiri dengan akhir ayat al-Qur’an.
“Al-Qur’an Pojok” ini mempunyai ciri khas mempunyai 15 baris dalam setiap
halamannya dan setiap juznya berisi 20 halaman.
2. Tentukan target hafalan
Materi atau ayat yang akan dihafal setiap harinya harus ditargetkan
oleh penghafal untuk mendapat hasil yang memuaskan dan dapat khatam tepat
waktu. Adapun mengenai target hafalan ini tergantung kemampuan atau
kecerdasan penghafal
3. Penghafalan satu halaman
Proses penghafalan dimulai dari ayat pertama pada awal halaman,
kemudian dihafal dan diulang-ulang sampai lancar. Kemudian dilanjutkan
dengan ayat selanjutnya. Dan dimulai dengan melancarkan dimulai dari ayat
pertama yang dihafal tadi, begitu seterusnya hingga hafal satu halaman sampai
khatam 30 juz.35

D. Evaluasi dalam Penghafalan Al-Qur’an


Evaluasi atau penilaian dalam proses belajar mengajar merupakan hal yang
sangat penting. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan yang telah dicapai dalam proses belajar mengajar. Prof.Dr.S.
Nasution,MA mengemukakan manfaat yang dapat diperolrh dengan adanya
evaluasi, sebagai berikut :
1 Mengetahui kesanggupan anak dalam belajar, sehingga si anak dapat dibantu
dalam menentukan pilihan jurusan/jabatan yang sesuai dengan bakatnya.

35
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm 55
39

2 Untuk mengetahui sampai manakah peserta didik berhasil mencapai tujuan


yang ingin dicapai dalam prosese belajar mengajar.
3 Untuk menunujukkan kelemahan metode mengajar yang digunakan oleh guru
4 Menunjukkan kekurangan dan kelebihan murid
5 Memberi petunjuk yang lebih jelas tentang tujuan pelajaran yang hendak
dicapai
6 Memberi dorongan kepada murid untuk belajar lebih giat36
Dalam pengajaran al-Qur’an, dalam hal ini proses penghafalan al-
Qur’an juga perlu diadakan evaluasi atau penilaian untuk mengetahui
keberhasilan santri dalam mengikuti pelajaran al-Qur’an, terutama dalam
penghafalanya. Penilaian penghafalan al-Qur’an bersifat kualitatif. Oleh karena
itu belajar membaca dan menghafal al-Qur’an tidakl dinilai dengan anfka (nilai),
tetapi lebih ditekankan pada ketrampilan dan kemahiran santri dalam menguasai
bacaan ayat-ayat al-Qur’an.
Secara garis besar, aspek aspek yang dinilai dalam penghafalan al-
Qur’an adalah sebagai berikut ;
1 Kemampuan dan kecakapan santri dalam membaca ayat-ayat al-Qur’an
2 Kemahiran dalam melanjutkan ayat-ayat dan surat al-Qur’an yang
disampaikan oleh guru
3 Kefasihan membaca dan ketepatan menerapkan kaidah kaidah ilmu tajwid
dalam membaca al-Qur’an
4 Kemampuan dalam membedakan ayat-ayat yang hamper sama pada surat
yang berbeda dalam al-Qur’an
5 Kemampuan mendemonstrasikan hafalan keseluruhan ayat-ayat al-Qur’an di
depan umum.

36
Prof. Dr. S. Nasution,MA, Didaktik Asas Megajar, (Jakarta: Buni Aksara, 1995) hlm. 113
40

Anda mungkin juga menyukai