BAB II
METODOLOGI PENGHAFALAN AL-QUR’AN
A. Penghafalan Al-Qur’an
Penghafalan berasal dari kata “hafal” yang artinya “telah masuk dalam
ingatan, dapat mengucapkan di luar kepala”.1 Dalam bentuk kata kerja berupa
menghafal, dan menghafal itu sendiri dalam bahasa Arab, yaitu: ﺣﻔﻆ – ﻳﺤﻔﻆ
1
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jkaarta:
Balai Pustaka, 1995), hlm. 333.
2
Ahamd Warson Munawir, Kamus Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, (Surabaya:
Penerbit Pustaka Progressif, 2002), hlm. 279.
3
James Deese, Stewart H. Hulse, The Psychology of Learning, (New York; Mc Graw-Hill
Company, 1967) hlm. 371
12
4
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam IV, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Houve, 1993), Cet. 1, hlm. 132.
5
M. Ali As-Shabuni, Attarbiyah Fi Ulumil Qur’an, (Beirut: Darul Irsyad, tt) hlm. 10
13
6
Ahmad Von Denffer, Ulumul Qur’an: an introduction to the sciences of the Qur’an,
(Malaysia: A.S. Noordeen, 1991) hlm. 176
7
Soenarjo, SH., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1971), hlm.
391.
8
Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain,( Indonesia: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, tt), juz
1, hlm. 212
9
Imam Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Tafsir Jalalain Berikut
Asbabun Nuzul , Terj. Bahrun Abu Bakar, (Bandung : Sinar Baru, 1990), Cet, 1, hlm. 1045
14
10
Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), hlm.23
15
11
Ahsin W, Op Cit, hlm. 22-24
12
Soenarjo, SH., Op. Cit, hlm. 592
13
Imam Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Op. Cit, hlm. 2706
16
( وﻟﻘﺪﻳﺴ ﺮﻧﺎ اﻟﻘ ﺮان ﻟﻠ ﺬآﺮdan sesungguhnya telah kami mudahkan Al-
Qur’an untuk dipelajari) kami telah memudahkannya untuk dihafal
dan kami telah mempersiapkannya untuk dihafal dan kami telah
mempersiapkannya untuk mudah diingat ( ﻓﻬ ﻞ ﻣ ﻦmaka adakah orang
yang mengambil pelajaran?) yang mau mengambilnya sebagai
pelajaran dan menghafalnya. Istifham disini mengandung makna
perintah, yakni hafalkanlah Al-Qur’an sekalian dan ambillah sebagai
nasehat buat diri kalian. Sebab tidak ada orang yang lebih hafal
14
Sonhadji, dkk., Al-Qur’an dan Tafsirnya, Depag RI, (Yogyakarta : UII, 1991), hlm. 672-
673
15
Qomaruddin Sholeh, dkk., Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-
Qur’an, ( Bandung : Diponegoro, 1989), Cet. 11, hlm. 367
16
Soenarjo, SH., Op. Cit, hlm. 530
17
c. Orang yang hafal al-Qur’an selalu diliputi dengan rahmat Allah, selalu
mengagungkan Kalam Allah dan mendapatkan cahaya Allah Ta’ala. 20
19
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukari, Al-Bukhari, Juz III, (Darul Ihya’ Kutub
Al-Arabiyah, tt.), hlm. 232.
20
Ilham Agus Sugianto, Kiat Praktik Menghafal Al-Qur’an, (Bandung: Mujahid Press,
2004), hlm. 37.
19
21
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm. 41.
20
☺ ☺
22
Departemen Agama, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung ; Penerbit J-ART, 2005), hlm.
235
23
Jalaluddin Al –Mahalliy, Imam Jalaluddin As-Syuyuthi, Op. Cit, hlm. 937
22
24
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm. 55
25
25
Abdul Aziz Abdul Rouf, Kiat Succes Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung: Syaamil
Cipta Media, 2004), hlm. 55-62
27
26
Ahsin W, Op Cit, hlm. 56-62
28
semangat dan keinginan yang kuat, maka mustahil akan berhasil dalam
menghafal al-Qur’an.
6) Lupa
Secerdas apapun seseorang, pasti tidak akan luput dari masalah
lupa. Hal inilah yang menuntut adanya pengulangan-pengulangan
dalam rangka selalu memelihara hafalan al-Qur’an, agar tidak hilang
karena lupa.27
b. Problematika eksternal
1) Tidak mampu membaca dengan baik
Penghafal yang belum mampu membaca dengan baik, akan
mempunyai dua beban, yaitu membaca dan menghafal. Oleh
karenanya haruslah ditekankan kelancaran dalam membaca al-Qur’an,
sebelum memulai proses menghafalnya.
2) Tidak mampu mengatur waktu
Bagi yang tidak mampu mengatur waktu akan selalu merasa
tidak punya banyak waktu, termasuk untuk mempelajari hafalannya.
Maka seorang yang menghafal al-Qur’an harus pandai-pandai
mengatur waktu demi memelihara hafalannya.
3) Ayat-ayat yang mirip dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mirip serupa, oleh
karenanya perlu perhatian yang khusus terhadap ayat-ayat ayng
hampir sama tersebut.
4) Pengulangan yang sedikit
Untuk mendapatkan hasil hafalan yang maksimal
membutuhkan pengulangan berkali-kali. Maka yang pengulangan
sedikit akan menyebabkan hafalan yang telah diperoleh menjadi hilang
atau terlupakan lagi.
27
Ibid, hlm 30
30
28
Ahsin W. Al-Hafidz, Op. Cit., hlm. 63-66
29
Ibid, hlm. 32-34
31
Metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu Metha dan Hodos. Metha
berarti melalui atau melewati, sedangakn hodos berarti jalan atau cara yang harus
dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.30 Jadi metode adalah cara atau jalan yang
harus dilewati atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini adalah
untuk menghafal Al-Qur’an.
Penggunaan metode dalam penghafalan haruslah sesuai dengan situasi
dan kondisi. Artinya setiap penghafal haruslah menyesuaikan dengan
kemampuannya dalam memilih metode yang dipakai dalam menghafal. Begitu
juga dalam menghafalkan al-Qur’an. Sebelum mulai menghafalkan al-Qur'an,
hendaknya memperbaiki bacaan terlebih dahulu, dan memakai metode yang
paling tepat dengan kemampuannya.
Metode menghafal secara umum dibagi tiga macam :
1. Menghafal terutama dengan melalui pandangan mata saja. Bahan pelajaran itu
dipandang atau dibaca didalam batin dengan perhatian sambil otak bekerja
untuk mengingatnya.
2. Menghafal terutama dengan pendengaran kuping. Dalam hal ini, bahwa
pelajaran itu dibaca dengan suara yang keras kemudian didengarkan dengan
telinga ,kemudian otak mengolahnya untuk dimasukkan dalam kepala.
3. Menghafal dengan melalui gerak-gerik tangan, yaitu dengan jalan menulis
diatas kertas dengan alat tulis atau dengan menggerakkan ujung jari diatas
meja sambil berusaha menanamkan bahan pelajaran itu dalam kepala.31
Dalam proses penghafalan Al-Qur’an, metode akan turut menentukan
berhasil tidaknya tujuan menghafal Al-Qur’an, makin tepat metode, makin efektif
pula dalam mencapai hasil hafalan.
30
Zuhairi, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993), hlm. 66.
31
The Liang Gie, Cara Belajar yang Efisien, (Yogyakarta: Pusat Kemajuan Studi, 1985) hlm.
135
32
Adapun metode penghafalan penulis kutipkan dari para ahli tahfidz Al-
Qur’an, adalah:
1. Menurut Ahsin W Al-Hafidz
Ada beberapa metode yang dikembangkan dalam rangka mencari
alternatif terbaik untuk menghafal Al-Qur’an, dan bisa memberikan bantuan
kepada para penghafal dalam mengarungi kepayahan dalam menghafal.
Metode-metode di bawah ini bisa dipilih yang sesuai atau dipakai semua
sebagai variasi untuk menghilangkan kejenuhan. Metode-metode tersebut
antara lain
a) Metode (Thoriqoh) Wahdah
Yang dimaksud dengan metode wahdah adalah menghafal satu
persatu ayat-ayat yang hendak dihafalkan. Untuk mencapai hafalan awal,
setiap ayat bisa dibaca sebanyak 10 kali atau 20 kali atau lebih, sehingga
mampu membentuk pola bayangan dalam fikiran. Dengan demikian
penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya
bukan hanya dalam bayangannya, tetapi hingga benar-benar membentuk
gerak refleks pada bibirnya. Setelah benar-benar hafal, barulah dilanjutkan
ke ayat berikutnya, dengan cara yang sama hingga mencapai satu
halaman.
Setelah ayat-ayat dalam satu halaman telah dihafalkan, maka
gilirannya menghafal urut-urutan ayat dalam satu halaman. Untuk
menghafal yang demikian, maka langkah selanjutnya ialah membaca dan
mengulang-ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan mampu
memproduksi ayat-ayat dalam satu halaman tersebut secara alami atau
refleks. Demikian selanjutnya, sehingga semakin banyak diulang maka
kualitas hafalan akan semakin representatif.
b) Metode (Thoriqoh) Kitabah
Kitabah berarti menulis. Pada metode ini memberikan alternative
lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penghafal terlebih
33
dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang
telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat tersebut dibacanya hingga
lancar dan benar-benar bacanya, lalu dihafalkannya. Menghafalnya bisa
dengan metode wahdah atau dengan berkali-kali menulisnya, sambil
memperhatikan dan menghafalkannya dalam hati.
Tentang berapa banyak jumlah ayat yang ditulis, tergantung pada
kondisi ayat-ayat itu sendiri. Mungkin cukup sati ayat saja, bila ternyata
giliran ayat yang harus dihafalkan termasuk kelompok ayat panjang, atau
bisa juga lima atau sampai sepuluh ayat, bila ternyata giliran ayat-ayat
yang akan dihafalkan termasuk kelompok ayat-ayat pendek.
Pada dasarnya metode ini cukup praktis dan baik, karena di
samping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan sangat
membantu alam memperkuat terbentuknya pola hafalan dalam
bayangannya.
c) Metode (Thoriqoh) Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini
ialah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode akan
sangat efektif terutama bagi penghafal yang mempunyai daya ingat ekstra,
terutama bagi penghafal tuna netra atau anak-anak yang masih dibawah
umur yang belum mengenal baca tulis Al-Qur’an.
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Mendengarkan langsung dari guru yang membimbingnya dan
mengajarnya, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak.
Dalam hal ini pembimbing dituntut lebih berperan aktif, sabar dan
teliti dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus
membacakan satu persatu ayat untuk dihafalnya.
2. Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke dalam
pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Kemudian
kaset diputar dan didengar dengan seksama, sambil mengikuti
34
32
Ahsin W, Op Cit, hlm. 63-66
35
33
Abdul Aziz Abdul Rouf, Kiat Succes Menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung: Syaamil
Cipta Media, 2004), hlm. 50-54.
36
34
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm. 78-80
38
1. Persiapan Al-Qur’an
Dalam menghafal al-Qur’an ada al-Qur’an yang khusus, untuk proses
penghafalan yang dikenal dengan “Al-Qur’an Pojok” atau “Al-Qur’an Sudut”.
Yakni al-Qur’an yang setiap halaman diakhiri dengan akhir ayat al-Qur’an.
“Al-Qur’an Pojok” ini mempunyai ciri khas mempunyai 15 baris dalam setiap
halamannya dan setiap juznya berisi 20 halaman.
2. Tentukan target hafalan
Materi atau ayat yang akan dihafal setiap harinya harus ditargetkan
oleh penghafal untuk mendapat hasil yang memuaskan dan dapat khatam tepat
waktu. Adapun mengenai target hafalan ini tergantung kemampuan atau
kecerdasan penghafal
3. Penghafalan satu halaman
Proses penghafalan dimulai dari ayat pertama pada awal halaman,
kemudian dihafal dan diulang-ulang sampai lancar. Kemudian dilanjutkan
dengan ayat selanjutnya. Dan dimulai dengan melancarkan dimulai dari ayat
pertama yang dihafal tadi, begitu seterusnya hingga hafal satu halaman sampai
khatam 30 juz.35
35
Ilham Agus Sugianto, Op. Cit., hlm 55
39
36
Prof. Dr. S. Nasution,MA, Didaktik Asas Megajar, (Jakarta: Buni Aksara, 1995) hlm. 113
40