Latar:
Seorang pasien datang ke apotek dengan membawa resep seperti berikut:
a. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi : kelainan Patologis, terdapat tanda kelainan ginjal termasuk
kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan
(imaging tests).
b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan
ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau tidak lebih dari 60 ml/menit/1,73m2
, tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.
C. Gejala dan Tanda
Manifestasi klinis GGK tidak spesifik dari biasanya ditemukan pada tahap akhir
penyakit. Pada stadium awal, GGK biasanya asimtomatik. Tanda dan gejala GGK
melibatkan berbagai system organ, diantaranya (Tanto, 2014):
F. Etiologi
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologic terbanyak sebagai berikut
glomerunefritis (28%), diabetes militus (26%), Hipertensi (23%) (Fiena,2018).
1. Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit ginjal yang disebabkan oleh proses
inflamasi pada struktur glomerular sehingga sel darah merah dan protein keluar ke
dalam urin. Salah satu penyebab glomerulonefritis akut (GNA) primer tersering adalah
glomerulonefritis akut pasca infeksi. Glomerulonefritis akut pasca infeksi dapat
disebabkan oleh agen bakteri, virus, jamur, parasit dan berbagai proses imunologis
lainnya, namun pada anak-anak penyebab paling sering dari glomerulonefritis akut
yakni GNA pasca infeksi streptococcus βhaemolyticus grup A tipe nefritogenik (GNAPS)
(Fiena,2018).
2. Menurut WHO, Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya
kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat dari insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau
disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Fiena,2018).
Faktor metabolik Diabetes Militus diawali dengan hiperglikemia, glukosa dapat
bereaksi secara proses non enzimatik dengan asam amino bebas menghasilkan AGE’s
(advance glycosilation end-products). Peningkatan AGE’s akan menimbulkan
kerusakan pada glomerulus ginjal. Terjadi juga akselerasi jalur poliol, dan aktivasi
protein kinase C. Pada alur poliol (polyol pathway) terjadi peningkatan sorbitol dalam
jaringan akibat meningkatnya reduksi glukosa oleh aktivitas enzim aldose reduktase.
Peningkatan sorbitol akan mengakibatkan berkurangnya kadar inositol yang
menyebabkan gangguan osmolaritas membran basal ginjal (Fiena,2018).
3. Hipertensi terjadi apabila keadaan seseorang mempunyai tekanan sistolik sama
dengan atau lebih tinggi dari 160 mmHg dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih
tinggi dari 90 mmHg secara konsisten dalam beberapa waktu. Menurut JNC-7
hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi ketika tekanan darah
meningkat 140/90 mmHg atau lebih (WHO) (Fiena,2018).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) yang berlangsung lama dapat merusak
pembuluh darah. Hal ini dapat mengurangi suplai darah ke organorgan penting seperti
ginjal. Hipertensi juga merusak unit penyaring kecil di ginjal. Hasilnya, ginjal dapat
berhenti membuang limbah dan cairan ekstra dari darah. Hipertensi juga merupakan
komplikasi dari penyakit ginjal kronik. Ginjal yang merupakan organ penting dalam
mengatur tekanan darah dalam batas normal, jika ginjal mengalami kerusakan maka
kemampuan untuk menjaga tekanan darah akan berkurang, hasilnya tekanan darah
dapat naik (Fiena,2018).
4. Gaya Hidup Gaya hidup atau yang sering di sebut lifestyals merupakan bagian dari
kebutuhan skunder manusia yang berubah tergantung zaman atau keinginan seorang
untuk mengubah gaya hidupnya. Gaya hidup juga diartikan sebagai kebiasaan dalam
sehari-hari. Berkembangnya zaman, kebiasaan hidup sehat menjadi hal yang tidak
penting, hal ini sering dianggap sebagai gaya hidup yang tidak baik. Salah satu contoh
gaya hidup yang tidak baik adalah minum alcohol, perokok, begadang, makan
makanan junkfood yang dapat merusak organ organ vital, salah satunya adanya
gangguan ginjal (Fiena,2018).
G. Patofisiologi
Patofisiologi GGK (Gagal Ginjal Kronik) pada awalnya tergantung dari penyakit
yang mendasarinya. Namun, setelah itu proses yang terjadi adalah sama. Pada diabetes
melitus, terjadi hambatan aliran pembuluh darah sehingga terjadi nefropati diabetik, dimana
terjadi peningkatan tekanan glomerular sehingga terjadi ekspansi mesangial, hipertrofi
glomerular. Semua itu akan menyebabkan berkurangnya area filtrasi yang mengarah pada
glomerulosklerosis (Sudoyo, 2014).
Tingginya tekanan darah juga menyebabkan terjadi GGK. Tekanan darah yang
tinggi menyebabkan perlukaan pada arteriol aferen ginjal sehingga dapat terjadi penurunan
filtrasi. Pada pasien GGK, terjadi peningkatan kadar air dan natrium dalam tubuh. Hal ini
disebabkan karena gangguan ginjal dapat mengganggu keseimbangan glomerulotubular
sehingga terjadi peningkatan intake natrium yang akan menyebabkan retensi natrium dan
meningkatkan volume cairan ekstrasel. Reabsorbsi natrium akan menstimulasi osmosis air
dari lumen tubulus menuju kapiler peritubular 12 sehingga dapat terjadi hipertensi
.Hipertensi akan menyebabkan kerja jantung meningkat dan merusak pembuluh darah
ginjal. Rusaknya pembuluh darah ginjal mengakibatkan gangguan filtrasi dan
meningkatkan keparahan dari hipertensi (Rahman, 2013).
H. Tatalaksana Terapi
Tujuan terapi adalah menunda perkembangan CKD, sehingga meminimalkan
perkembangan atau tingkat keparahan komplikasi terkait termasuk penyakit kardiovaskular.
Intervensi nonfarmakologis dan farmakologis tersedia untuk memperlambat laju
perkembangan CKD dan juga dapat menurunkan kejadian dan prevalensi ESRD (Suwitra,
2009).
Biasanya pasien dengan CKD akan melakukan diet protein sebagai terapi non-
farmakologi serta mendapatkan terapi farmakologis. Tujuan utama terapi farmakologi
adalah untuk mengendalikan kondisi yang mendasari, seperti diabetes melitus dan
hipertensi, yang telah memicu kerusakan ginjal sehingga mencegah penurunan fungsi lebih
lanjut. Pasien umumnya memerlukan pendekatan pengobatan multimodal terlepas dari
penyebab penyakit ginjal mereka. Terapi dengan ACEI dan atau ARB adalah komponen
terapeutik kunci untuk hampir semua pasien (Suwitra, 2009).
Pedoman untuk penanganan CKD biasanya mengenali perbedaan patogenesis dan
jalannya CKD diabetes dan nondiabetes. Akibatnya, intervensi farmakologis dibahas secara
terpisah untuk kondisi ini dalam bab ini. Fokus utama bab ini adalah dampak terapi ACEI
dan ARB pada CKD progresif (Suwitra, 2009).
Tabel 3. Rencana Tatalaksana CKD Sesuai Dengan Stadium
Stadium GFR (mL/menit/1,73m2) Rencana Tatalaksana
1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah
2 60 – 89 Observasi, kontrol tekanan darah dan
faktor risiko
3a 45-59 Observasi, kontrol tekanan darah dan
3b 30-44 faktor risiko
4 15-29 Persiapan untuk RRT (Renal
Replacement Therapy)
5 < 15 RRT (Renal Replacement Therapy)
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum
terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu
juga dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan
mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan
mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi
farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap
penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada
CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan
terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal
(Suwitra, 2009).
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan derajatnya,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini (Faradilla, 2009):
Tabel 4. Tabel Rencana Penatalaksaan CKD
Rencana Penatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya
Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana Tatalaksana
1 > 90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid, evaluasi pemburukan
(progession)
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan
(progession) fungsi ginjal.
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi.
1. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi dari gangguan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Suyono,
2015):
a. Berhenti merokok
Seharusnya didukung berhenti merokok untuk mengurangi risiko terjadinya
gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal, dan untuk mengurangi
risiko penyakit kardiovaskular (derajat D).
b. Mengurangi berat badan
Orang obesitas (IMT >30kg/m2 ) dan berat badan berlebihan (IMT 25.0-
29.9 kg/m2 ) seharusnya didukung untuk mengurangi IMT mereka untuk
mengurangi risiko terjadinya gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit
ginjal.
c. Kontrol protein diet
Diet terkontrol protein (0.8- 1.0 g/kg/ hari) direkomendasi untuk orang
dewasa dengan gagal ginjal kronik. Restriksi protein diet ≤ 0.7g/kg/ hari
seharusnya termasuk pemantauan penanda klinis dan biokimia dari defisiensi
nutrisi.
d. Asupan alkohol
Untuk mengurangi tekanan darah, konsumsi alkohol pada orang normotensi
dan hipertensi seharusnya sejalan dengan pedoman Canadian untuk risiko
rendah. Orang dewasa sehat seharusnya membatasi konsumsi alkohol untuk 2
minimuan atau kurang per hari, dan konsumsi seharusnya tidak melebihi 14
minuman standar per minggu untuk laki-laki dan 9 minuman standar per minggu
untuk wanita.
e. Olahraga
Orang tanpa hipertensi (untuk mengurangi kesempatan menjadi hipertensi)
atau tanpa dengan hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah mereka)
seharusnya didukung untuk mengakumulasi 30-60 menit olahraga dinamik
intensitas sedang (berjalan, berlari, bersepeda, atau berenang) 4-7 hari per
minggu (derajat D). Intensitas olahraga lebih tinggi tidak lebih efektif.
f. Terapi pengganti ginjal (transplantasi)
Transplantasi ginjal dari donor hidup seharusnya didukung sebagai pilihan
pertama bagi pasien yang memenuhi syarat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal. Tujuan bagian pedoman ini adalah untuk menggambarkan aspek edukasi,
perawatan dan proses yang perlu untuk mengoptimalisasi persiapan pasien ini
untuk terapi pengganti ginjal.Dokter dan pemberi perawatan kesehatan harus
waspada dengan perlunya persiapan dan diperlukan waktu untuk melaksanakan
rencana perawatan ini.
I. Algoritme Penyakit
J. Daftar Pustaka