Anda di halaman 1dari 6

ULASAN KASUS KERACUNAN KADMIUM

(ITAI-ITAI DISEASE) DI JEPANG

Disusun Oleh :

Gabriel Dandy S.W 10119073


Himmatut Thoyyibah 10119080
Indah Permatasari 10119083
Intan Rahmadhani 10119087
Lenny Novianti Anggraini 10119097
Maulana Wildan 10119108
Mellinnia Lailla Sari 10119112
Nimas Siska Dianita 10119133

PRODI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI / 2021
ORIENTASI

Itai-itai disease yang terjadi di Jepang pertama kali ditemui pada area yang sangat
tercemar di lembah sungai Jinzu, terletak di Prefektur Toyama, Jepang. Penyakit ini sendiri
menunjukkan gejala nephropathy dan osteomalacia. Kedua penyakit ini merupakan penyakit
yang timbul akibat adanya kandungan kadmium dalam tubuh. Dinas kesehatan setempat atau
Public Welfare Office of Toyama (Dinas Kesejahteraan Masyarakat Toyama)
mengidentifikasi area yang terpolusi Cd bahwa sejak tahun 1967, 97% dari 132 penduduk
yang meninggal dunia adalah korban itai-itai disease (Kawano et al, 1984).

Kasus keracunan kadmium ini terjadi di saat Jepang sedang gencar memproduksi
senjata untuk kebutuhan militer. Penambangan yang dilakukan Mitsui Mining and Smelting
Co., Ltd secara tidak langsung membuat penderitaan penduduk di sungai Jinzu menjadi efek
yang berkepanjangan. Karena efek yang akut, para pasien itai-itai disease merasakan rasa
sakit luar biasa akibat keracunan kadmium selama akhir sisa umurnya.
PENGKAJIAN KASUS

Penyakit aneh yang muncul di hilir Sungai Jinzu sekitar tahun 1912 disebut oleh
penduduk setempat “itai-itai byo” (“itai” adalah apa yang orang Jepang katakan ketika
berafiliasi dengan rasa sakit dan “byo” secara harfiah berarti penyakit). Nama ini muncul
karena cara para korban berteriak “itai-itai” di bawah rasa sakit yang luar biasa yang mereka
alami. Namun, karena penyakit ini pertama kali dianggap sebagai penyakit endemik, baru
pada tahun 1950-an penelitian langsung dimulai.

Pada tahun 1956, Noboru Hagino mengumumkan pendapatnya bahwa “Penyakit itai-
itai adalah suatu bentuk kerapuhan tulang (osteomalacia) yang berasal dari kekurangan gizi”.
Namun kemudian, fakta bahwa wabah itu terkonsentrasi di daerah terbatas di sepanjang hilir
sungai Jinzu, membuatnya mengumumkan penjelasannya bahwa “Penyakit itai-itai adalah
keracunan kadmium kronis yang disebabkan oleh logam berat seperti seng dan timbal yang
terkandung dalam air sungai, tepatnya sungai Jinzu”. Laporan tersebut menyusul bahwa
kadmium tidak lain berasal dari pembuangan hulu ke Sungai Jinzu oleh kegiatan komersial
penambangan yang dilakukan oleh Mitsui Mining and Smelting Co., Ltd dimana Jepang pada
saat itu sedang gencar memproduksi senjata untuk kebutuhan militer.

Kadmium memang ditemukan dalam jumlah yang relatif sedikit namun tingkat
toksisitas yang sangat tinggi karena masuk dalam logam berat. Seluruh logam berat muncul
secara alami di lingkungan yang dihasilkan dari buangan industri dengan jumlah yang makin
hari makin meningkat.Hal ini sesuai dengan pendapat dari Kovacs (1992) dimana sumber
dari logam berat timbal, kadmium, dan merkuri dalam air, baik yang berupa larutan atau pun
padatan sering ditemukan di balik batu, ditemukan dalam bentuk sulfida yang berasal dari
limbah/buangan industri yang terkontaminasi, lindi dari secure landfill yang tidak terkendali,
kegiatan pertambangan yang buruk, dan kebocoran pada kolam penampungan limbah.

Pada tahun 1961, Prefektur Toyama membentuk dewan khusus untuk menangani
penyakit ini dan bertanggung jawab untuk menentukan penyebab dan tindakan
pencegahannya. Pada tahun 1963, Dinas kesehatan setempat atau Public Welfare Office of
Toyama (Dinas Kesejahteraan Masyarakat Toyama) membentuk dewan penelitian medis dan
tim penelitian medis, menandai dimulainya penyelidikan dan penelitian yang diarahkan
pemerintah mengenai penyebabnya.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, Dinas kesehatan setempat atau Public Welfare
Office of Toyama (Dinas Kesejahteraan Masyarakat Toyama) mengidentifikasi kandungan
kadmium, seng, dan tembaga dari 34 area irigasi yang menggunakan sistem pengairan sungai
Jinzu dan 16 area irigasi yang menggunakan sistem pengairan lainnya. Area pengairan sungai
Jinzu dengan kandungan logam berat yang paling parah. 34 area persawahan padi di sekitar
sungai Jinzu ditemukan 4,04 ppm kandungan logam berat dalam air yang memasuki area
tersebut, 2,42 ppm kandungan logam berat di tengah area persawahan, dan 2,24 ppm di area
outlet irigasi. Sedangkan logam kadmium sendiri berkisar kurang dari 1,0 ppm di seluruh
wilayah persawahan. Hasil hipotesis adalah masuknya kadmium dalam tubuh manusia diduga
karena padi yang dihasilkan kawasan tersebut tercemar kadmium. Keseluruhan padi yang
diteliti konsentrasi Cd beragam mulai dari 1,0 ppm hingga yang tertinggi mencapai 6,88 ppm.
Penelitian tersebut menjadi titik terang bagaimana warga setempat teracuni logam berat
kadmium, pada umumnya mereka mengkonsumsi padi hasil pertanian setempat. Hal ini juga
menjadi simpulan dari artikel terdahulu bahwa keracunan kadmium memang dari oral (mulut)
yang berlanjut ke pencernaan.

Adapun korelasi antara konsentrasi kadmium dalam air sungai dan dasar sungai dari
sistem air Sungai Jinzu yaitu sebagai berikut

1) Logam berat yang dibuang dari Tambang Kamioka ke Sungai Jinzu diendapkan di
dasar sungai, dan terakumulasi terutama di dasar Bendungan Sungai Jinzu di hilir
tambang. Sebuah korelasi yang signifikan ditemukan antara konsentrasi kadmium
dalam air sistem sungai dan di dasar sungai. Kadmium di dasar sungai larut dalam air
sungai dan mencemari air pertanian yang digunakan di Osawano-cho dan Fucyu-
machi di mana penyakit itu muncul

2) Kadmium yang dilarutkan dalam air pertanian diserap oleh tanah di dalam tepung
beras, sehingga mencemarinya.

3) Dari logam berat yang mencemari tanah, kadmium diserap oleh beras sekitar 3 kali
lebih banyak daripada seng, timbal dan tembaga, dan terkonsentrasi di dalam beras
yang tidak dipoles.

4) Kadmium dimasukkan ke dalam tubuh manusia dengan makan nasi dengan


konsentrasi kadmium tinggi. Kadmium mengganggu penyerapan di saluran kemih
ginjal, Semakin banyak sel terpapar kadmium, semakin banyak fosfat dan kalsium
(konstituen pembentuk tulang yang ditemukan dalam darah) yang dikeluarkan dari
tubuh bersama urin, yang menyebabkan osteomalasia
Inilah sebabnya mengapa penyakit ini lebih menonjol pada wanita dengan tulang
rapuh daripada pria dengan tulang yang lebih besar. Wanita kebanyakan menderita rasa sakit
di seluruh tubuh mereka dan kasus yang lebih parah menderita patah tulang ketika mencoba
bergerak sendiri. Sakit pinggang di punggung, bahu atau sendi lutut bisa menjadi gejala
paling awal dari penyakit ita-itai Gejala-gejala ini dapat menyerupai rematik, neuralgia atau
neuritis. Seiring perkembangan penyakit, itu melemahkan tulang, yang menjadi lunak karena
kehilangan mineral seperti kalsium. Stres sekecil apa pun dapat menghasilkan patah tulang
yang menyakitkan. Tinggi korban mungkin dipersingkat Seringkali, ia harus terhuyung-
huyung, atau tetap di tempat tidur. Kerusakan ginjal dapat terjadi.
KESIMPULAN

Kasus keracunan Kadmium (Cd) di Jepang menyebabkan penduduk Jepang


mengalami penyakit itai-itai disease. Karena efek yang akut, para pasien itai-itai disease
merasakan rasa sakit luar biasa akibat keracunan kadmium, banyak pula kasus meninggalnya
pasien yang terkena penyakit ini setelah mengkonsumsi air sungai Jinzu serta memakan beras
yang diirigasi oleh sungai. Masuknya kadmium dalam tubuh manusia dikarenakan padi yang
dihasilkan kawasan tersebut tercemar kadmium. Hal ini menjadi simpulan bahwa keracunan
kadmium memang dari oral (mulut) yang berlanjut ke dalam pencernaan. Peraturan dan
perundang-undangan telah banyak mengatur mengenai pencegahan hingga penanganan
logam berat oleh industri, yakni PP no. 18 tahun 1999 juncto PP no. 85 tahun 1999 tentang
Limbah B3, serta PP No. 74 tahun 2001 tentang bahan berabahaya dan beracun turut
mengatur limbah yang dapat merusak lingkungan tersebut. Kasus pencemaran Kadmium (Cd)
di Jepang bila mengacu kepada perundang-undangan di Indonesia termasuk dalam kategori
pencemaran berat. Dan sesuai baku mutu, kadar kadmium yang diijinkan yakni 0,05 mg/l
untuk arsen dan 0,05 mg/l.

Anda mungkin juga menyukai