Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN POLITIK ISLAM DI ERA UTSMAN BIN AFFAN DAN

ALI BIN ABI THALIB

Makalah diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat pada Mata Kuliah

Sejerah Pendidikan Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam

Program Pasca Sarjana IAIN Bone Tahun 2021

Oleh :

FITRIANI
NIM: 86108202021
QISTIANI
NIM: 86108202020

NURMUHAMMADMAULANA HAZNUR
NIM: 86108202023

PASCA SARJANA

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)BONE

2021
KATA PENGANTAR

ِ ‫ِبس ِْم هللاِ الرَّحْ َم ِن الر‬


‫َّحيْم‬

‫ف االَ ْنبِيَا ِء َو ْال ُمرْ َسلِين َسيّ ِدنَ محمد َو َعلَى‬ َّ ‫ْال َح ْم ُد هلل رّبِّ ْال َعلَ ِميْن َوال‬
ِ ‫صالَةُ َوال َّسالَ ُم َعلَى اَ ْش َر‬
‫اَلِ ِه َوصْ َحبِ ِه أَجْ َم ِعيْن‬.

Segala puji bagi Allah swt. yang maha pencipta, menghidupkan dan
mematikan, serta yang telah menciptakan manusia dengan berbagai potensi.
Alhamdulillah, segala syukur kami panjatkan kepada Allah swt. yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendidikan Politik Islam di Era Ustman
Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib.”
Shalawat senantiasa kita kirimkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai
sosok pembawa perubahan yang luar biasa dari zaman jahiliah ke zaman penuh
ilmu ini. Sosok pemimpin yang mengangkat derajat seorang perempuan dan
seorang pemimpin yang menjadi sosok teladan bagi seluruh umat.
Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam. Dalam penyusunan makalah ini penulis mengalami
banyak hambatan. Namun, berkat bimbingan dan dorongan semangat dari
berbagai pihak sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya,
selain itu penulis juga menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Makalah ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena
itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga.

Watampone, 26 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN 3

A. Biografi Ustman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

B. Proses Pengangkatan Ustman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

C. Kebijakan-kebijakan Ustman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

BAB III PENUTUP 21

A. Simpulan 21

B. Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Utsman bin Affan adalah seorang sahabat yang sangat menyayangi Allah

swt. dan rasulullah. Hal ini terlihat dari ketaatannya menjalankan perintah Allah

swt. Ia menggunakan malam hari untuk membaca al-Quran, berdzikir, dan shalat

malam. Tidak hanya dalam beribadah, Utsman juga banyak melakukan amal

saleh untuk kemaslahatan umat. Utsman berasal dari keluarga yang kaya raya

silsilah Bani Umayyah. Utsman dikenal sebagai orang yang berakhlak mulia dan

berpendidikan tinggi. Kelebihan-kelebihan pada diri Utsman tidak membuatnya

sombong dan bersikap merendahkan orang lain. Setelah menginjak dewasa,

Utsman menjadi saudagar yang sukses. Dengan usahanya tersebut, Utsman

memiliki harta yang banyak. Sekalipun demikian, Utsman bukan seorang

saudagar yang menumpuk harta tanpa memberikan sedekah. Ia banyak

menyedekahkan harta untuk fakir miskin. Ia juga hidup sederhana. Utsman

pernah menjamu banyak orang dengan hidangan yang lezat dan terlihat mewah,

padahal dirumahnya ia hanya makan roti dengan minyak.

Utsman bin Affan adalah khalifah ketiga, ia dilahirkan empat tahun lebih

muda dari Nabi saw. Ia berasal dari marga Umayyah yang tak lain adalah

keluarga besar Quraisy, ia masuk islam atas seruan Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Sebelum menjadi khalifah ia dikenal sebagai saudagar yang kaya dan

berkepribadian pemurah kepada sesama. Selain itu, kekayaan yang dimilikinya

tidaklah membuat ia lupa akan siapa dirinya sehingga tak jarang ia menafkahkan

kekayaannya untuk kemajuan agama islam, karena itulah oleh Nabi saw. ia
dikagumi akan kesederhanaan, kesalehan dan kedermawanannya.1

Semasa pemerintahan Abu Bakar dan Umar hingga separuh masa

pemerintahan Utsman, stabilitas umat mampu dikendalikan secara baik.

Kemunculan Nabi palsu, orang-orang murtad dan ingkar zakat di awal kewafatan

Nabi mampu diatasi hingga Islam tersiar ke Persia dan Mesir. Akan tetapi, ketika

pemerintahan Utsman memasuki enam tahun kedua inilah ada tanda-tanda yang

jelas terjadinya perpecahan.

Pengaruh keluarga mulai mendominasi keputusan yang di ambilnya.

Ketetapan yang diberlakukan sering bertentangan dengan hal-hal yang

seharusnya dilaksanakan dalam pengendalian pemerintahan. Diantaranya

pemberhentian hampir semua gubernur yang diangkat khalifah Umar bin Khattab,

yang kemudian digantikan oleh para pejabat baru yang masih terhitung

kerabatnya. Akibat dari tindakan ini adalah munculnya kekecewaan,

ketidakpuasan dan kegelisahan di kalangan sebagian besar masyarakat. Keadaan

ini semakin memuncak, setelah para gubrenur baru berlaku sewenang-wenang,

seperti Abd Allah Ibn Sarah di Mesir. Kekisruhan ini mulai dimanfaatkan oleh

orang-orang atau kelompok tertentu yang tidak menyukai kepemimpinan Utsman

Ibn Affan.2

Terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan membuka lembaran hitam dalam

sejarah perpolitikan umat Islam. Sejak saat itu, benih-benih permusuhan di dalam

tubuh umat Islam terus tumbuh, persoalan yang sudah lama terkubur, muncul

kembali, terutama persoalan Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Peristiwa

pembunuhan Utsman tersebut juga membuat cacat perjalanan sejarah umat Islam,

karena konflik dan perselisihan terusberlangsung.

1
Murodi, Rekonsiliasi Politik Umat Islam: Tujuan Historis Peristiwa ‘Am Al-Jama’ah
(Jakarta: kencana, 2012), h. 22.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), hlm. 40.
2
Sepeninggal khalifah Utsman bin Affan, masyarakat tidak mempunyai

pemimpin selama beberapa hari, dan selama beberapa hari itu semua persoalan

dikendalikan oleh seseorang dari salah satu pemberontak. Dalam keadaan seperti

itu sahabat Thalhah dan Zubair mendatangi Ali, mereka meminta agar Ali

menjadi khalifah.

Ali bin Abi Thalib kemudian di baiat. Pembaiatan ini menuai protes dari

Muawiyah bin Abi Sufyan yang tidak mau menyatakan baiat sebelum Ali bin Abi

Thalib menuntaskan kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan. Protes ini

juga datang dari Thalhah, Zubair dan Aisyah yang berujung pada Perang Jamal.

Peristiwa itulah yang diperkenalkan sebagai perang saudara yang turun temurun

dalam tubuhIslam.

Penolakan Muawiyah untuk mengakui kekhalifahan Ali berbuntut pada

peristiwa tahkim yang menyebabkan terpecahnya kekuatan umat Islam menjadi

beberapa kelompok, seperti al-Khawarij, Syi’atu Ali, pendukungMuawiyah, dan

sebagainya.3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

2. Bagaimana proses pengangkatan Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

3. Bagaiamana kebijakan-kebijakan Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan biografi Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib

2. Mendeskripsikan proses pengangkatan Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi

Thalib

3. Mendeskripsikan kebijakan-kebijakan Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi

Thalib

3
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam (Surabaya: IAIN SA,
2011), h. 25.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Khalifah Utsman Bin Affan

A. Biografi Utsman Bin Affan

Nama lengkap Utsman bin Affan adalah Utsman bin Affan bin Abi Al-

Ash bin Umayah bin Abdu Syam bin Abdu Manaf bin Qusay bin Malik bin

Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin

Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Ia juga biasa dipanggil dengan sebutan Abu Amr

dan Abu Abdullah, Al-Quraisy Al-Umawi dan Amirul Mukminin. 4 Usman

dilahirkan pada tahun 574 M empat tahun setelah tahun gajah (tahun kelahiran

Nabi Muhammad), beliau berasal dari keluarga suku Quraisy pada kabila Bani

Umayyah. Moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada kakek

Nabi yang keempat sekaligus kakek Utsman yang kelima. Sebelum memeluk

Islam ia dipanggil dengan nama “Abu Amar”.

Beliau memeluk Islam pada usia 34 tahun karena ajakan Abu Bakar dan

menjadi salah seorang sahabat dekat Nabi saw. Ia bergelar dzu al-nurain,

karena ia menikahi dua puteri Nabi. Ayahnya bernama Affan merupakan

seorang saudagar yang kaya raya dan ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin

Rabi’ah bin Hubaib bin Abdi Syams. Ia adalah sahabat Nabi yang pandai

membaca dan menulis, semenjak kecil dikenal sebagai orang yang cerdas serta

jujur dia dikenal sangat kaya tetapi berlaku sederhana dan sebagian besar

kekayaannya digunakan untuk kepentingan Islam.5

4
Abu Ihsan Al-Atsari, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung (Darul Haq,
2010), h. 415.
5
Ali K. Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh Pramodern)
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.), h. 177.
Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah menjelang usia 70 tahun.

Pemerintahan Usman ibn Affan berlangsung dalam dua periode. Enam tahun

pertama pemerintahan yang gemilang dan enam tahun kedua pemerintahan

yang kacau. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya persoalan-persoalan

sosial politik yang pada akhirnya pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan

mengalami kekacauan, baik di lingkungan keluarga maupun dilingkungan

masyarakat. Masalah tersebut memicu terjadinya pemberontakan di berbagai

kalangan masyarakat, akibat dari pemberontakan tersebut Khalifah Usman

terbunuh.

Utsman bin Affan terbunuh saat sedang membaca al-Quran di tangan

pemberontak pada Shubuh hari Jum’at bulan Zulhijjah tahun 35 Hijriyah atau

bertepatan pada bulan Juni tahun 656 Masehi. Perbuatan kezaliman kaum

pemberotak bukan saja berpengaruh terhadap diri Usman, tetapi juga

memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan kaum muslimin

berikutnya.6

B. Proses Pengangkatan Utsman Bin Affan

Beberapa hari sebelum kematian Khalifah Umar bin Khattab setelah

ditikam oleh Abu Lu’lu’ah. Beliau menunjuk enam orang calon untuk bakal

menjadi kepala negara yang diajukan kepada majelis Syura. Enam calon

tersebut adalah: 1. Utsman bin Affan 2. Ali bin Abi Thalib 3. Thalahah bin

Ubaidillah 4. Zubair bin Awwam 5. Sa‟ad bin Abi Waqqash 6. Abdur Rahman

bin Auf 7. Dan Abdullah bin Umar bin Khattab anak umar sendiri.7

Menurut Umar bin khattab, sebagai dasar pertimbangan mengapa dia

memilih enam orang tersebut yang semuanya dari kelompok Muhajirin atau

6
Erfinawati, Zuriatin, Rosdiana, “Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur
Rasyidin (11-41 H/632-661 M) Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 9, No. 1, Januari-Juni 2019”, h. 37.
7
Nizar Abazhah, Sahabat Muhammad (Jakarta: Zaman, 2014), h. 81.
Quraisy, karena mereka dinyatakan oleh Nabi Muhammad Saw sebagai calon-

calon penghuni surga (‘asyratul mubasyirin) dan bukan karena masing-masing

dari mereka mewakili kelompok atau suku tertentu.8

Kemudian Umar memberikan isyarat bahwa Abdullah bin Umar hanya

punya hak memilih bukan menjadi kandidat Khalifah. Khalifah Umar berusaha

menjauhkan pemimpin negara Islam ini dari anak beliau sendiri agar jangan

dijadikan warisan kerajaan turun-temurun. Selain itu, Umar berpesan bahwa

imam masjid hendaknya diserahkan pada Suhaib al-Rumi, selama tiga hari dan

pada hari keempat maka terpilihlah seorang Khalifah yang ketiga.9

Ketika Umar bin Khattab telah wafat, para majelis Syura berkumpul di

rumah Al-Musawwir bin Mukhrimah kecuali Thallahah. Ini sesuai pesan Umar

bin Khattab. Ternyata ketika itu muncul persaingan dan perdebatan diantara

mereka, tapi hal ini dapat diredam oleh Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman

bin Auf berkata: “siapakah diantara kalian yang mundur dari pencalonan

jabatan khalifah dan rela menyerahkan kepada yang lebih utama dari kalian?”

Ketika itu tidak ada seorang pun yang berani menjawab. Kemudian berkatalah

Abdurrahman bin Auf: “aku sendiri melepaskan diri dari pencalonan

kekhalifahan.” Peserta rapat pun lalu menyetujui pernyataan Abdurrahman.

Menurut Ibnu Katsir menerangkan bahwa hasil pertemuan di rumah al-

Musawwir menjadi tiga kandidat, dimana tiga orang ini menyerahkan hak pilih

kepada tiga orang lainnya.

Pada waktu subuh masyarakat telah berkumpul di masjid baik dari

kalangan Muhajirin maupun kelompok Anshar. Abdurrahman bin Auf

memanggil kedua calon Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Utsman bin Affan

dengan memberikan perkataan yang sama sebagai berikut:

Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh al-Islam (Kairo: Dar al-Fikr, 1985), h. 254.
8

Akmal, Sejarah Kebudayaan Islam 2 (Pekanbaru: I Media, 2014), h. 75-76.


9
Pertama, Abdurrahman bin Auf memanggil Ali bin Abi Thalib dan lalu

berkata kepadanya, “engkau Ali harus bersumpah atas nama Allah dan berjanji

kepadanya,bahwa engkau sungguh akan bertindak berdasarkan al-Qur’an dan

Sunnah Rasulullah saw., serta berdasarkan langkah yang telah ditempuh oleh

kedua Khalifah sebelumnya.” Ali menjawab: “saya berharap bahwa aku akan

berlaku sesuai dengan pengetahuan dan kekuatan diriku.”

Kedua, Abdurrahman memanggil Utsman bin Affan dan memberikan

pertanyaan yang sama kepada Utsman. Utsman menjawab: “Ya.” Lalu

Abdurrahman membaiat Utsman bin Affan. Dengan demikian Utsman bin

Affan terpilih menjadi Khalifah ke tiga.10 Ia dipilih pada bulan Dzhulhidjah

tahun 23 H atau bertepatan dengan 644 masehi dan menjalankan jabatan

Khalifah mulai pada bulan Muharram 24 H. Namun berdasarkan hasil

musyawarah Dewan Syura bersepakat memilih Utsman pada tanggal 3

Muharram 24 H dan dibait setelah shalat zhuhur dan Utsman menjadi imam

pertama adalah Shalat Ashar.

C. Kebijakan kebijakan Utsman Bin Affan saat menjadi khalifah

Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan tidak

jauh berbeda dengan masa sebelumnya ditinjau dari segi lembaga dan

materinya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, dan

hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Namun

terdapat beberapa perbedaan yang fundamental dari sisi kebijakan dan metode.

Perubahan kebijakan yang dilakukan khalifah Utsman yang terkait dengan

pendidikan adalah yaitu:

1. Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Khalifah Utsman bin

Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak

10
Akmal, Sejarah Kebudayaan Islam 2 (Pekanbaru: I Media, 2014), h. 77-80.
mengangkat guru-guru. Dengan demikian, para pendidik melaksanakan

tugasnya sendiri dan hanya mengharapkan keridhaan Allāh.

2. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak

diperbolehkan meninggalkan kota Madinah dimasa khalifah Umar,

mereka diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-

daerah yang mereka sukai.11

Dari kebijakan ini memberikan pengaruh yang besar dalam

perkembangan pendidikan Islam. Para sahabat bisa memilih tempat yang

mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat sehingga

pusat pendidikan mulai tersebar ke daerah-daerah lain dan mobilisasi penuntut

ilmu tidak hanya terfokus ke Madinah. Proses penyelenggaraan kegiatan

pendidikan yang dibina oleh sahabat senior menjadi lebih merata dan lebih

mudah dijangkau oleh oleh para penuntut ilmu.

Pengelompokkan ini merupakan awal mula adanya klasifikasi dalam

obyek pendidikan Islam, peserta didik pada masa ini terdiri dari:

a. Pengelompokan ini merupakan awal mula adanya klasifikasi dalam

obyek Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk Islam,

metode pendidikan yang dilakukan pada kelompok ini adalah

ceramah, hafalan, latihan, dan contoh-contoh.

b. Kelompok kedua adalah anak-anak yang orang tuanya telah lama

masuk Islam atau yang baru menganut Islam. Kelompok ini diajarkan

dengan menggunakan metode hafalan dan latihan.

c. Kelompok ketiga adalah orang tua yang telah lama menganut Islam.

Metode pendidikan yang digunakan dalam mengajarkan kelompok ini

adalah ceramah, diskusi, tanya jawab, dan hafalan.

11
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2009),
h. 48.
d. Kelompok keempat adalah orang yang mengkhususkan dirinya

menuntut ilmu secara luas dan mendalam. Kelompok ini diajarkan

dengan metode ceramah, hafalan, tanya jawab, dan diskusi.12

Pada masa Khalifah Utsman, terjadi perbedaan dan perselisihan umat

Islam dalam membaca al-Qur’an, Hudzaifah bin Yaman yang pertama kali

menginformasikan fakta ini kepada Khalifah Utsman dengan memberikan

gambaran kepada Khalifah Utsman mengenai keadaan umat-umat terdahulu

yang memiliki perbedaan dalam kitab-kitab suci mereka dan berharap agar hal

ini tidak terjadi pada umat Islam.

Mendapatkan informasi tersebut, khalifah Utsman membuat kebijakan

untuk melakukan Kodifikasi Mushaf al-Qur'an pada tahun 25 H (646 M)

dengan melanjutkan usaha yang telah dilakukan di masa khalifah Abu Bakar.

Selanjutnya Ustman mengirim surat pada Hafsah yang isinya kirimkanlah pada

kami lembaran-lembaran yang bertuliskan al-Qur’an, kami akan menyalinnya

dalam bentuk mushaf dan setelah selesai akan kami kembalikan kepada anda.

Kemudian Hafsah mengirimkannya kepada Ustman. Khalifah Utsman

membentuk tim Kodifikasi Mushaf al-Qur'an, yang terdiri dari Zaid bin Tsabit

sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash, dan Abdurrahman bin Harits

Khalifah Utsman juga memberikan arahan bahwa mereka harus menjadikan

bahasa Quraisy sebagai dasar apabila terjadi perselisihan dalam bacaan dan

pengucapan al-Qur’an, karena al-Qur’an turun dengan bahasa Quraisy.

Panitia yang dipimpin Zaid bin Tsabit berhasil menyusun dan menyalin

ulang ayat-ayat al-Qur'an dalam sebuah buku yang disebut Mushaf, yang

selanjutnya dikenal dengan istilah Mushaf Al-Imam atau Mushaf Utsmani.

Kemudian panitia tersebut memperbanyak salinan Mushaf Utsmani sebanyak

12
Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Angkasa, 1983), h. 60
empat salinan sehingga menjadi lima mushaf. Satu mushaf untuk di Madinah

dan empat lainnya dikirimkan ke Mekah, Suriah, Basrah, dan Kufah. Sejak saat

itu, hanya ada satu jenis Mushaf di kalangan umat Islam yang memiliki satu

ejaan tulisan standar dan susunan surat-surat yang sama.

Kebijakan ini selain menyatukan kaum muslimin, semakin

memudahkan umat Islam dalam mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an.

Sehingga Fokus pembelajaran al-Qur’an adalah mengembangkan cara

membaca dengan baik dan benar, menggunakan ilmu qiraat yang disebut

dengan qira’at sabaah, memberikan tanda baca, dan memberikan penafsiran

terhadap maksud dan tujuan al-Qur’an.13

Kebijakan politik Utsman bin Affan yaitu:

a. pengangkatan beberapa orang pejabat, mereka itu adalah: 1) Muawiyah,

dia merupakan saudara sepupu dari Utsman yang dikukuhkan sebagai

seorang Gubernur di Syria (Damaskus). 2) Abdullah bin Saad bin Abi

Sarh, dia sebagai saudara angkat yang menjadi seorang Gubernur di Mesir

untuk menggantikan Amr bin Ash (27 th). Said bin Ash, dia adalah sepupu

Utsman yang menjadi Gubernur di Kufah sebagai pengganti dari Walid bin

Uqbah dan dinilai tidak layak untuk menduduki sebuah jabatan tersebut

pada tahun 30 H. 4) Marwan bin Hakam, dia ialah sepupu dari Utsman

yang menjadi sekretaris negara dan penasehat seorang khalifah. 5)

Abdullah bin Amir, dia merupakan saudara sepupu dari Utsman yang

dikukuhkan sebagai seorang Gubernur Bashrah menggantikan Abu Musa

al-Asyari.

13
Zebua Ihsan & Nurjannah, ”PerkembanganPendidikan Islam Periode Khulafāur
Rāsyidīn, Jurnal Pendidikan Islam Indonesia Vol. 5, No. 1, Oktober 2020” h. 122.
b. Utsman membebaskan para shahabat, baik Muhajirin maupun Anshar untuk

pindah ke daerah taklukan.14

c. Baitul mal (keuangan) adalah tempat yang mengatur masalah keuangan.

Bentuk peran baitul mal mengurusi semua masalah keuangan negara.

d. Militer, Utsman bin Affan memilih tokoh-tokoh yang mampu memimpin

kekuatan Islam seperti Al-Walid, Abu Musa Al-Asy’ari, dan Said bin Al-

Ash. Kemajuan militer pada waktu itu membawa pemerintahan Islam

dibawah kepemimpinan Utsman bin Affan kepuncak kejayaan.

e. Majelis syuro adalah orang-orang yang mewakili kaum muslimin dalam

menyampaikan pendapat sebagai bahan pertimbangan khalifah.

Adapun beberapa keberhasilan/kemajuan-kemajuan yang diperoleh

semasa khalifah Utsman di antaranya, yaitu

1. Pelebaran Masjid Nabawi

Setelah Utsman bin Affan menjabat sebagai Khalifah, ia melakukan

perluasaan dan membangun masjid dengan model baru. Tembok masjid

dibuat dari batu berukir dan perak, tiangnya juga sama. Untuk atapnya

terbuat dari kayu jati. Hanya saja, pintunya tetap sama seperti masa Umar,

tidak ada penambahan, yaitu tetap enam pintu.15

2. Perluasan wilayah

Enam tahun pertama pemerintahan Ustman bin Affan ditandai

dengan perluasan kekuasaan Islam. Perluasan dan perkembangan Islam pada

masa pemerintahannya telah meliputi Asia Tenggara dan Afrika Utara serta

seluruh daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia selanjutnya

meluas pada Asia kecil dan negeri Cyprus, serta Rhodes dan Trasoxania.
14
Kadenu, “Proses Peralihan Kekuasaan dan Kebijaksanaan dalam Pemerintahan
Khulafaurrasyidin Jurnal Studi Islam dan Humaniora”, Vol. 1 No. 2, 2021, h. 15.
15
Ahmad Abdul Aal ath-Thahthawi, the Great Leaders Kisah Khulafaur Rasyidin
(Jakarta: Gema Insani, 2009), h. 300.
Atas perlindungan pasukan Islam, masyarakat Asia kecil dan Cyprus dan

lainnya bersedia menyerahkan upeti sebagaimana yang mereka lakukan

sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi atas wilayah tersebut.16

3. Pembangunan angkatan laut

Pembangunan angkatan laut bermula dari adanya rencana Khalifah

Ustman untuk mengirim pasukan ke Afrika, Mesir, Cyprus dan

Konstatinopel Cyprus. Untuk sampai ke daerah tersebut harus melalui

lautan. Oleh karena itu atas dasar usul Gubernur di daerah, Ustman pun

menyetujui pembentukan armada laut yang dilengkapi dengan personil dan

sarana yang memadai.17

4. Membangun sebuah bendungan

Membangun sebuah bendungan yang besar untuk melindungi kota

Madinah dari bahaya banjir dan mengatur persediaan air yang ada di kota

tersebut. Dia juga membangun beberapa jalan raya, jembatan, mesjid, dan

wisma tamu di beberapa wilayah kekhalifahannya.

2. Khalifah Ali Bin Abi Thalib

A. Biografi Ali Bin Abi Thalib

Nama lengkapnya ialah Ali bin Abi Thalib bin Abd. Al-Mutthalib bin

Hasyim bin Abd. Al-Mabaf al-Hasyimi al-Quraisyiy. Dilahirkan sepuluh tahun

sebelum Nabi menjadi Rasul. Ia lahir di Mekah tempatnya di ka’bah Masjidil

Haram, di kota kelahiran Bani Hasyim, jumat 13 Rajab pada tahun 600 M.

Beliau merupakan khalifah keempat (terakhir) dari khulafa ar- rasyidin (empat

khalifah besar); beliaulah yang pertama masuk Islam dari kalangan anak- anak,

16
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1 (Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1995), Cet.
Ke-2, h. 80.
17
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, h. 83 84.
disamping itu, ia adalah sepupu dari Nabi saw. yang kemudian menjadi

menantunya.

Ayahnya, Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abd.

Manaf, adalah kakak kandung ayah Nabi saw. Abdullah bin Abd. Mutthalib.

Ibunya bernama Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abd. Manaf. Sewaktu

lahir ia diberi nama Haidarah oleh ibunya. Nama itu kemudian diganti ayahnya

dengan Ali. Para sejarawan berpendapat bahwa kulit beliau berwarna hitam

manis, berjenggot tebal, lelaki kekar, berbadan besar, berwajah tampan, dan

kunniyahnya adalah Abu Al-Hasan atau Abu Turob.18

Seperti diketahui Ali adalah keturunan Bani Hasyim dari Suku Quraisy.

Dalam sejarah, suku ini memiliki bahasa yang fasih dan cakap menjelaskan

sesuatu secara gamblang. Selain itu mereka juga berakhlak mulia, memiliki

sifat keberanian yang luar biasa dan masyarakat sudah mengenal sifat-sifat itu.

Pada masa jahiliah mereka berbeda masyarakat lain, hidup rukun dan banyak

berpegang teguh kepada syari’at Nabi Ibrahim.19 Mereka tidak sebagaimana

orang-orang Arab lainnya ketika itu yang tidak dibimbing dan muliakan oleh

agama, serta tidak dihiasi dengan akhlak.

Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi saw.,

sebagaimana Nabi pernah diasuh oleh ayahnya. Pada waktu Muhammad saw.

Diangkat menjadi rasul, Ali baru menginjak usia 8 tahun. Ia adalah orang

kedua yang menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti Khuwailid, istri

Nabi saw. Sejak itu ia selalu bersama Rasulullah saw. Taat kepadanya, dan

banyak menyaksikan  Rasulullah  saw. menerima wahyu. Sebagai anak asuh

18
Hafidz Anzhari, dkk, Eksiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), h.
111.
19
Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Ali Bin Abi Thalib, (Jakarta : Pustaka Al
Kautsar, 2012), h. 17.
Rasulullah saw, ia banyak menimba ilmu mengenai rahasia ketuhanan maupun

segala persoalan keagamaan secara teoritis dan praktis.20

Ali  terkenal sebagai panglima perang yang gagah perkasa.

Keberaniannya menggetarkan hati lawan- lawannya. Ia mempunyai sebilah

pedang (warisan dari Nabi saw.) bernama “Zul Faqar”. Ia turut serta pada

hampir semua peperangan yang terjadi di masa Nabi saw. Dan selalu menjadi

andalan pada barisan terdepan. Ia juga dikenal cerdas dan menguasai banyak

masalah keagamaan secara mendalam, sebagaimana tergambar dari sabda Nabi

saw. “ Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya” karena itu,

nasihat dan fatwanya selalu di dengar para khalifah sebelumnya. Ia selalu

ditempatkan pada jabatan qadi atau muftih.21

Sepanjang masa kenabian Muhammad saw. Ali selalu terlibat dalam

setiap permasalahan pribadi dan sosial Rasulullah saw. Selama itu pula

keselamatannya selalu terancam. Tapi, imannya tidak pernah goyah, apalagi

merosot meski sekejap mata. Salah satu keistimewaanya, Ali memiliki

pemahaman multi dimensional yang luas dan mendetail.

Setelah Ali bin Abi thalib menjadi khalifah kurang lebih selama enam

tahun, beliau meninggal karena pembunuhan oleh Abdurrahman bin Muljam,

seseorang yang berasal dari golongan khawarij (pembangkang) saat

mengimami shalat subuh di masjid kuffah beliau terluka oleh pedang yang

diracuni oleh Abdurrahman bin Muljam, pada tanggal 19 ramadhan tahun 40

hijriah atau 27 Januari 661 masehi. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf.

B. Pengangkatan Ali Bin Abi Thalib

20
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h.
39.
21
Hafidz Anzhari, dkk, Eksiklopedi Islam, h. 115.
Pengangkatan Ali menjadi khalifah keempat dari khulafa’ ar-rasyidin

terjadi pada tahun 35 H/656 M, berawal dengan wafatnya khalifah ketiga

Utsman bin Affan, yang terbunuh oleh sekelompok pemberontak dari Mesir

yang bertepatan dengan 17 Juni 656 M, yang mana mereka tidak puas terhadap

terhadap kebijakan pemerintahan Utsman bin Affan. Setelah Utsman wafat,

pemilihan khalifah yang keempat jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib. Namun

orang-orang Bani Umayyah, terutama pemimpin-pemimpin pemimpinnya yang

telah merasakan lezatnya kekuasaan dan kekayaan semasa pemerintahan

Utsman meraka khawatir jika pemerintahan dipegang oleh Ali akan kembali

disiplin seperti masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar. Oleh karena itu

mereka tidak menghendaki Ali menjadi Khalifah. Pemilihan khalifah waktu itu

lebih sulit dari pada sebelumnya.22

Penduduk Madinah dengan didukung sekelompok pasukan dari Mesir,

Bashrah dan Kufah mencari siapa yang mau menjadi khalifah. Mereka

meminta Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah,

Sa’ad bin Abi Waqash, dan Abdullah bin Umar bin Khaththab agar bersedia

menjadi khalifah, namun mereka menolak. Setelah mereka berunding, akhirnya

mereka mendatangi penduduk Madinah agar mereka mengambil keputusan,

karena merekalah yang dianggap ahli syura, yang berhak memutuskan

pengangkatan khalifah, kreadibilitas mereka diakui umat. Kelompok-kelompok

ini mengancam kalau tidak ada salah satu dari mereka yang mau dipilih

menjadi khalifah, mereka akan membunuh Ali, Thalhah, Zubair, dan

masyarakat lainnya.

Akhirnya dengan geram mereka menoleh kepada Ali. Pada awalnya Ali

pun tidak bersedia. Karena pengangkatannya tidak didukung oleh kesepakatan

22
A. Syalabi, Sejarah Kebuayaan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2007), h. 243.
penduduk Madinah dan veteran perang Badar. Menurut Ali, orang yang

didukung oleh komunitas inilah yang lebih berhak menjadi khalifah. Dengan

berbagai argumen yang diajukan oleh berbagai kelompok tersebut, demi Islam

dan menghindari fitnah, akhirnya Ali bersedia di bai’at.23

Pada hari Jum’at di Mesjid Nabawi, mereka melakukan bai’at dan

keesokan harinya oleh sahabat-sahabat besar seperti Thalhah, dan Zubair,

walaupun sebenarnya mereka membai’at secara terpaksa dan keduanya

mengajukan syarat dalam bai’at tersebut supaya Ali menegakkan keadilan

terhadap pembunuh Utsman. Namun Ali tidak langsung menjawab

kesanggupannya, karena situasi pada waktu itu belum memungkinkan untuk

mengambil tindakan dan para pembunuh Utsman tidak diketahui satu

persatunya.

Setelah Ali terpilih, beliau mengucapkan pidato dan minta semua rakyat

mentaati peraturannya. Yang pidatonya sebagai berikut:

“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menurunkan sebuah kitab yang dapat

memberi petunjuk yang menerangkan mana yang baik dan mana yang buruk,

karena itu kerjakanlah segala yang baik dan tinggalkanlah segala yang buruk.

Sesungguhnya Allah telah mengharamkan sesuatu dan lebih mengutamakan

pengharaman darah seorang muslim diatas segala yang diharamkannya. Hak

kaum muslimin diikat dengan ikhlas dan tauhid.

Seorang muslim adalah seorang yang dapat menjauhkan kaum

muslimin dari kejahatan lisan dan tangannya, kecuali dengan hak. Tidak

dihalalkan bagi seorang muslim untuk menyakiti seorang muslim, kecuali

dengan apa yang telah ditetapkan oleh syariat. Kerjakanlah secepat-cepatnya

segala urusan yang umum dan yang khusus. Sesungguhnya manusia ada

23
Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008), h. 20.
dihadapan kamu, sesungguhnya kalian selalu berpacu dengan masa, karena itu

pergunakanlah sebaik mungkin waktumu agar kamu beruntung, sebab setiap

generasi akan diteruskan oleh generasi yang lain.

Takutlah kepada Allah didalam segala urusan hamba-hamba-Nya dan

negeri-negeri-Nya, sebab kalian akan dimintai pertanggungan jawab dalam

segala hal, sampai tentang tempat-tempat dan binatang-binatang ternak. Dan

taatilah Allah dan janganlah kamu langgar sedikit pun ketetapan-Nya. Jika

kamu melihat suatu kebaikan, maka kerjakanlah jika kamu melihat yang buruk

maka tinggalkanlah. “Dan ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih

berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi (Mekkah) kamu takut orang-

orang (Mekkah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat

menetap (Madinah). Dan jadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan

diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur”.24

B. Kebijakan-kebijakan Khalifah Ali bin AbiThalib

Setelah pengangkatan sebagai khalifah pasca terbunuhnya Utsman, Ali

bin Abi Thalib berusaha keras memulihkan keamanan yang tidak kondusif.

pengangkatan Ali berada dalam kondisi yang amat sulit. Stabilitas yang tidak

terjamin menyebabkan Ali mengalami berbagai kesulitan yang tidak sedikit.

Beratnya tugas pemerintahan, Ali harus mengambil berbagai kebijakan,

walaupun kadang-kadang kebijakan itu tidak populer, atau bertentangan

dengan kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat.25

Setelah di bai’at, Ali mengambil langkah- langkah politik, yaitu:

1. Memecat para pejabat yang diangkat Utsman, termasuk didalamnya

24
Yunus Ali Al-Muhdhor, Kehidupan Nabi Muhammad saw dan Amirul Mukminin Ali
Bin Abi Thalib R.A (Semarang: As-Syifa, 1992), h. 299.
25
H. A. Dzajuli, Fiqh Siyasah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), h. 21.
beberapa gubernur, dan menunjuk penggantinya.

2. Mengambil tanah yang telah dibagikan Usman kepada keluarga dan

kaum kerabatnya tanpa alasan yang benar.

3. Memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang diambil dari baitul

mal, seperti yang pernah dilakukan Abu Bakar, pemberian dilakukan

secara merata tanpa membedakan sahabat yang lebih dahulu masuk Islam

dan yang msuk belakangan

4. Mengatur tatalaksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan

umat, dan

5. Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan Kufah sebagai pusat

pemerintahan.26

Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib ibu kota pemerintahan dipindah

ke Kufah. Pada masa itu khalifah Ali bin Abi Thalib mengurus masalah politik

dan pemerintahan, sedangkan Abdullah bin Mas’ud mengurus masalah

pendidikan agama Islam. Selama masa pemerintahannya yang berlangsung,

khalifah Ali disibukkan oleh banyaknya peperangan yang dilancarkan oleh

kelompok Bani Umayyah yang mendesaknya untuk mengusut kasus

pembunuhan Utsman.

Gejolak politik yang terjadi pada masa itu, mempengaruhi

perkembangan pendidikan. Ciri khas pendidikan Islam pada masa ini

ditunjukkan dengan:

a. Menonjolkan unsur Arab pada pendidikan Islam, yang bertujuan

menegakkan prinsip agama Islam. Pendidikan Islam berkembang dengan

metode dakwah.

b. Bergantung penuh pada ilmu-ilmu al-Qur’an dan al-Hadits (naqliyah).

26
Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 87.
Pada masa ini muncul berbagai ilmu agama seperti tafsir, hadits, tajwid,

fiqih. Demikian juga dengan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu-ilmu

bahasa, nahwu, sastra, balaghah dan lain-lain.

c. Mementingkan penulisan sebagai alat penghubung antara sanad dengan

kaum muslimin. Sanad adalah guru dari kalangan sahabat.

d. Membuka pintu lebar-lebar untuk mempelajari bahasa asing. Ini didorong

oleh keperluan bertambahnya kawasan Islam yang mendorong orang

Islam menguasai bahasa asing.

e. Bergantung penuh pada surau (kuttab) dan mesjid sebagai pusat-pusat

pendidikan, atau sekarang disebut institusi pendidikan.27

BAB III

PENUTUP

27
Nurul Fajriah, "Gambaran Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Sahabat"Jurnal
Serambi Ilmu, Volume 20, Nomor 1, Edisi Maret 2019 h. 127.
A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Khalifah Utsman bin Affan

a. Biografi Utsman bin Affan adalah Utsman memiliki nama lengkap

Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayah bin Abdu Syam bin Abdu

Manaf bin Qusay bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin

Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Ia juga

biasa dipanggil dengan sebutan Abu Amr dan Abu Abdullah, Al-Quraisy

Al-Umawi dan Amirul Mukminin. Utsman dilahirkan pada tahun 574 M

empat tahun setelah tahun gajah (tahun kelahiran Nabi Muhammad),

utsman meninggal pada Shubuh hari Jum’at bulan Zulhijjah tahun 35

Hijriyah atau bertepatan pada bulan Juni tahun 656 Masehi.

b. Proses pengangkatan Utsman Bin Affan menjadi khalifah yaitu dengan

Umar Bin Affan menunjuk enam orang calon untuk bakal menjadi

sebagai kepala negara yang diajukan kepada majelis Syura. Kemudian

dilakukan beberapa kali musyawarah hingga membaiat Utsman Bin

Affan sebagai khalifah.

c. Kebijakan-kebijakan utsman bin affan saat menjadi khalifah adalah

Pelebaran Masjid Nabawi, perluasan wilayah, pembangunan angkatan

laut membangun, sebuah bendungan, membuat kodifikasi al-Quran.

2. Ali bin Abi Thalib


a. Biografi Ali bin Abi Thalib adalah Ali memiliki nama lengkapnya Ali

bin Abi Thalib bin Abd. Al-Mutthalib bin Hasyim bin Abd. Al-Mabaf al-

Hasyimi al-Quraisyiy. Dilahirkan sepuluh tahun sebelum Nabi menjadi

Rasul. Ia lahir di Mekah tempatnya di ka’bah Masjidil Haram, di kota

kelahiran Bani Hasyim, jumat 13 Rajab pada tahun 600 M. Ali

meninggal pada tanggal 19 ramadhan tahun 40 hijriah atau 27 Januari

661 masehi. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf.

b. Proses pengangkatan Ali bin Abi Thalib ditandai dengan pergolakan

yang lama karena ada beberapa pihak yang setuju dengan pengangkatan

Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dan adapula yang menolak. Dengan

berbagai argumen yang diajukan oleh berbagai kelompok tersebut, demi

Islam dan menghindari fitnah, akhirnya Ali bersedia di bai’at.

c. Kebijakan-kebijakan Ali bin Abi Thalib saat menjadi khalifah

diantaranya: Memecat para pejabat yang diangkat Utsman, mengambil tanah

yang telah dibagikan, memberikan kepada kaum muslimin tunjangan yang

diambil dari baitul mal, mengatur tatalaksana pemerintahan untuk

mengembalikan kepentingan umat, dan meninggalkan kota Madinah dan

menjadikan Kufah sebagai pusat pemerintahan.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan

tentunya banyak kekurangan dalam makalah ini. Hal ini disebabkan karena masih

terbatasnya kemampuan penulis. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun.

DAFTAR PUSTAKA
Abazhah, Nizar. Sahabat Muhammad. Jakarta: Zaman, 2014.

Abdul, Ahmad Aal ath-Thahthawi. the Great Leaders Kisah Khulafaur Rasyidin.
Jakarta: Gema Insani, 2009.

Abu Ihsan Al-Atsari, Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung,
(Darul Haq, 2010.
Akmal. Sejarah Kebudayaan Islam 2. Pekanbaru: I Media, 2014.

Al-Atsari, Abu Ihsan. Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung.
Darul Haq, 2010.

Ali, K. Sejarah Islam dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Utsmani (Tarikh
Pramodern). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Al-Muhdhor, Yunus Ali. Kehidupan Nabi Muhammad saw dan Amirul Mukminin
Ali Bin Abi Thalib R.A. Semarang: As-Syifa, 1992.

Anzhari, Hafidz. dkk. Eksiklopedi Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1993.

Ash-Shalabi, Ali Muhammad. Biografi Ali Bin Abi Thalib. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 2012.
Dzajuli, H. A. Fiqh Siyasah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.

Erfinawati, Zuriatin Rosdiana. “Sejarah Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur


Rasyidin (11-41 H/632-661 M) Jurnal Pendidikan IPS”. Vol. 9, No. 1,
Januari-Juni 2019.

Fajriah, Nurul. "Gambaran Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Sahabat"Jurnal


Serambi Ilmu”, Volume 20, Nomor 1, Edisi Maret 2019.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Kairo: Dar al-Fikr, 1985.

Kadenu. “Proses Peralihan Kekuasaan dan Kebijaksanaan dalam Pemerintahan


Khulafaurrasyidin Jurnal Studi Islam dan Humaniora”, Vol. 1 No. 2, 2021.
Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta: Teras, 2012.

Murodi, Rekonsiliasi Politik Umat Islam: Tujuan Historis Peristiwa ‘Am Al-
Jama’ah. Jakarta: kencana, 2012.
Mursi, Muhammad Sa’id. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008.
Samsul, Nizar. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2009.
Soekarno. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 1983.

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Cet. 2. Jakarta: PT. Al-Husna


Zikra, 1995.
Syalabi, A. Sejarah Kebuayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2007.

Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam. Surabaya: IAIN
SA, 2011.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1994.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo, 2003.

Zebua Ihsan & Nurjannah. ”PerkembanganPendidikan Islam Periode Khulafāur


Rāsyidīn, Jurnal Pendidikan Islam Indonesia”, Vol. 5, No. 1, Oktober
2020.

Anda mungkin juga menyukai