Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

MASA KHILAFAH UTSMAN BIN AFFAN


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Islam Ulil Albab
Pengampu Bapak Junaidi Safitri., SEI., MEI

Disusun Oleh:
Iman Alfian (20521203)
Tanfidz Amrullah (20521181)
Devy Damayanti (20521182)
Heppy Murti Nityas (20521190)

Fakultas Teknologi Industri


Jurusan Teknik Kimia
Universitas Islam Indonesia
2021
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah- Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah dan Peradaban
Islam Masa Khilafah Usman Bin Affan ” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam Ulil Albab.
Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sejarah dan
Peradaban Islam khususnya pada masa Khilafah Usman Bin Affan bagi para pembaca
maupun penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Junaidi Safitri, SEI., MEI, selaku
dosen pembimbing mata kuliah Islam Ulil Albab yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni. Tidak Lupa kami berterimakasih kepada Bapak Prof. Fathul Wahid yang
telah menginisiasi tamplate ini beserta Bapak Zainuddin, ST, M.IT ynag telah
menyempurnakannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini. Terimakasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 14 Juni 2021

(Penulis)
Daftar Isi
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Daftar Gambar iv
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Pembahasan 1
2 BAB 2 PEMBAHASAN 2
2.1 Sejarah Tumbuh dan Perkembangan Ustman Bin Affan 2
2.1.1 Biografi dan Perjalanan Hidup 2
2.1.2 Proses pengangkatan Ustman Bin Affan 2
2.1.3 Karakter dan Gaya Pemimpinan Ustman Bin Affan 3
2.2 Peradaban Islam Pada Masa Ustman Bin Affan 4
2.2.1 Ekspansi Daerah Kekuasaan 4
2.2.2 Pembukuan Al-Qur’an 5
2.2.3 Politik dan Pemerintahan 6
2.2.4 Militer 7
2.2.5 Perekonomian 8
2.2.6 Sosial, Budaya, dan Pendidikan 8
2.3 Masa Kejayaan dan Pencapaian Yang Terjadi Pada Masa Ustman Bin Affan 9
2.4 Masa Keruntuhan dan Pergantian Khalifah Ustman Bin Affan 10
2.4.1 Terbunuhnya Ustman Bin Affan 10
2.4.2 Pergantian Khalifah Ustman Bin Affan 11
3 BAB 3 PENUTUP 12
3.1 Kesimpulan 12
Daftar Gambar
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting saat kita akan membangun masa
depan. Sekaitan dengan itu kita bisa tahu apa dan bagaimana perkembangan Islam pada masa
lampau namun kadang kita sebagai umat Islam msalas untuk melihat sejarah sehingga kita
cenderung berjalan tanpa tujuan dan mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada di
masa lalu. Disinilah sejarah berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam terjadi sebuah
kisah yang patut kita pelajari untuk merancang serta merencanakan matang-matang untuk
masa depan yang lebih cemerlang tanpa tergoyahkan dengan kekuatan apapun.
Perkembangan Islam pada zaman nabi Muhammad SAW dan parasahabat adalah merupakan
agama Islam pada zaman keemasan dan hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian Islam itu
sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW Kemudian pada
zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat dan terkhusus pada zaman khalifah empat atau
yang lebih dikenal dengan sebutan khulafaurrasyidin, Islam berkembang dengan pesat. Hal
itu tentunya tidak terlepas dari paea pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan
juga dalam menyebarkan Islam segabaimana agama Tauhid yang diridhai Allah.
Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah y
ang lebih maju. Maka tak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Nabi
Muhammad dan Khulafaurrasyidin Islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang menjadi
pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekrang ini seolah kita melupakannya. Akan tetapi
perjalanan Islam tidak akan terlepas dari figure Muhammad SAW dan para penerusnya yakni
Al-Khulufa Ar-Rasyidin,tabi’in dan para pemikir ekonomi, baik mas pemerintah Abu Bakar,
Umar Bin Khatab, Ustman Bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah tumbuh dan perkembangan Ustman Bin Affan?
2. Bagaimana Peradaban Islam pada masa Ustman Bin Affan?
3. Bagaimana masa kejayaan dan pencapaian yang terjadi pada masa Ustman Bin Affan?
4. Bagaimana Masa keruntuhan dan pergantian kekhalifahan Ustman Bin Affan?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Mengetahui sejarah tumbuh dan perkembangan Ustman Bin Affan
2. Mengetahui peradaban Islam pada masa Ustman Bin Affan
3. Mengetahui masa kejayaan dan pencapaian yang terjadi pada masa Ustman Bin Affan
4. Mengetahui masa keruntuhan dan pergantian Khalifah Ustman Bin Affan
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Tumbuh dan Perkembangan Ustman Bin Affan
2.1.1 Biografi dan Perjalanan Hidup
Utsman dilahirkan pada tahun ke enam dari tahun gajah. Nama aslinya adalah Utsman
bin Affan bin Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin
Kilab bin urrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, Al-Quraisy Al-Umawi Al-Makki Al-
Madani, Abu ‘Amr. Ibu Utsman bernama Arwa binti Kariz bin Rabi’ah bin Habib bin
Abdus Syams bin Abdu Manaf,Ayah Utsman, Affan adalah seorang saudagar yang
kaya raya dari suku Quraisy-Umayyah. Nasab Utsman melalui garis ibunya bertemu
dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf ibn Qushayi. Kalau Utsman
bersambung melalui Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdi Manaf. Baik suku Umayyah
maupun suku Hasyim sejak sebelum Islam sudah mengadakan persaingan dan
permusuhan yang sangat keras. Setelah Islam, Nabi berusaha mendamaikan kedua suku
maupun suku-suku lain melalui ikatan perkawinan dan juga melancarkan dakwah
Islam.

Utsman bin Affan menikah dengan putri Nabi yang bernama Ruqayyah dan Ummi
Kultsum yang meninggal pada tahun 9 H. Tidak ada seorangpun dari kalangan sahabat
yang menikah dengan putri Rasulullah SAW sampai dua kali, oleh karena itu beliau
dijuluki dengan dzun-nurain (pemilik dua cahaya). Dia termasuk kalangan sahabat yang
pertama kali masuk Islam, orang yang pertama kali melakukan hijrah, salah seorang
dari sepuluh orang sahabat yang mendapat jaminan surga dari Rasulullah, dan salah
seorang sahabat penghimpun Al-Qur’an, Sahabat Utsman bin Affan termasuk sahabat
yang paling kaya dan dermawan. Hal ini dibuktikan beliau membeli telaga milik Yahudi
seharga 12.000 dirham dan menghibahkan untuk kaum muslimin saat hijrah ke Yatsrib,
mewakafkan tanah seharga 15.000 dinar untuk perluasan Masjid Nabawi, menyerahkan
940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000 dinar untuk keperluan Jaisyul Usrah (bekal
pasukan yang sedang mengalami kesulitan) pada Perang Tabuk, membebaskan satu
budak laki-laki dan perempuan setiap hari Jumat, dan menjual barang kebutuhan sehari-
hari dengan harga murah saat paceklik.

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, Utsman mengikuti beberapa peperangan, di


antaranya Perang Uhud, Khaibar pembebasan kota Mekah, Perang Thaif, Hawazin, dan
Tabuk. Pada Perang Badar, Utsman tidak ikut karena diperintahkan oleh Rasulullah
menunggu istrinya yang sedang sakit sampai meninggalnya.
2.1.2 Proses Pengangkatan Ustman Bin Affan
Menjelang wafatnya Umar bin Khattab, Umar telah membentuk majelis khusus untuk
pemilihan khalifah berikutnya. Majelis atau panitia pemilihan itu terdiri dari enam
sahabat dari berbagai kelompok. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Thalhah bin ‘Ubaidillah, az-Zubair bin al-Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan
Abdurrahman bin Auf. Mereka berkumpul untuk bermusyawarah di sebuah rumah
membicarakan tentang urusan ini, hingga akhirnya mengerucut pada tiga kandidat,
yaitu Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan.

Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan dari Abi Wail dia berkata: Saya katakan
kepada Abdurrahman bin Auf: Bagaimana kau membaiat Utsman dan kau tinggalkan
Ali? Dia berkata: Apakah saya salah dengan membaiatnya? Saya pertama kali
mengajukan urusan ini kepada Ali dan saya katakan: Saya akan membaiatmu dengan
kitab Allah, Sunnah Rasulullah dan atas sunnah Abu Bakar dan Umar! Namun dia
berkata: Semampu saya! Lalu saya tawarkan kepada Utsman dan dia berkata: Ya!

Diriwayatkan bahwa Abdurrahman berkata kepada Utsman di sebuah tempat tertutup:


Jika saya tidak membaiatmu, maka siapa yang kau usulkan? Ia berkata “Ali”. Kemudian
ia (Abdurrahman) berkata kepada Ali, jika saya tidak membaiatmu, maka siapa yang
kau usulkan untuk dibaiat? Ali berkata, “Utsman”. Kemudian ia memanggil Zubair bin
Awwam dan berkata: Jika saya tidak membaiatmu, siapa yang kamu usulkan? Dia
menjawab Ali atau Utsman. Kemudian ia memanggil Sa’ad dan berkata: Siapa yang
kau usulkan untuk menjabat khalifah? Adapun saya dan engkau sama-sama tidak
menyukainya, dia berkata: Utsman. Lalu Abdurrahman bin Auf bermusyawarah dengan
tokoh-tokoh lainnya, ternyata mayoritas memilih Utsman sebagai khalifah. Dari
percakapan dua sahabat tersebut, maka tampak bahwa sesungguhnya Utsman dan Ali
tidak ambisius menjadi khalifah, justru keduanya saling mempersilahkan untuk
menentukan khalifah secara musyawarah.

Abdurrahman langsung membaiatnya saat itu juga diikuti oleh para sahabat dan kaum
muslim. Orang kedua yang membaiat Utsman adalah Ali bin Abi Thalib. Dengan
demikian kaum muslim bersepakat menerima Utsman sebagai khalifah setelah Umar
bin Khattab. Haris bin Mudhrab berkata, “Aku berjanji pada masa Umar, kaum muslim
itu tidak merasa ragu bahwa khalifah berikutnya adalah Utsman.” Riwayat lain
menyatakan bahwa Ali adalah orang pertama yang membaiat Utsman. Dan ada pula
yang menyebutkan Ali adalah orang terakhir yang membaiat Utsman.

2.1.3 Karakter dan Gaya Pemimpinan Ustman Bin Affan


Utsman bin Affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan humanis.
Namun gaya kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya
nepotisme dalam pemerintahan Utsman, sebab Utsman kemudian banyak mengangkat
pejabat-pejabat Negara dari kerabatnya sendiri dan kurang mengakomodir pejabat di
luar kerabat beliau. Inilah yang kemudian menyebabkan munculnya kerusuhan dan
pergolakan dalam pemerintahannya.

Pandangan lain menyatakan adanya upaya memojokkan pemerintahan Utsman bin


Affan sebagai rezim nepotisme yang hanya berangkat dari satu sudut pandang dengan
argumentasi motif sosial politik belaka. Sumber data yang tersedia kebanyakan
didominasi oleh naskah yang ditulis pada masa dinasti Abbasiyah, yang secara politis
telah menjadi rival bagi Muawiyah, keluarga, dan sukunya, tidak terkecuali khalifah
Utsman bin Affan. Terhadap berbagai kecaman tersebut, khalifah telah berupaya untuk
mengklarifikasi dan melakukan tindakan politis sebatas kemampuan.

Hal ini misalnya dapat dilihat tentang pemborosan uang negara, Utsman menepis keras
tuduhan keji ini. Benar jika ia dikatakan banyak membantu saudara-saudaranya dari
Bani Umayyah, tetapi itu diambil dari kekayaan pribadinya. Sama sekali bukan dari kas
negara, bahkan khalifah tidak mengambil gaji yang menjadi haknya. Pada saat menjabat
khalifah, justru Utsman jatuh miskin. Selain karena harta yang ia miliki digunakan
untuk membantu sanak familinya, juga karena seluruh waktunya dihabiskan untuk
mengurusi permasalahn kaum muslimin.

Dalam sebuah khotbahnya Utsman pernah menyatakan sebuah bukti kuat tentang
kekayaan yang masih dimilikinya guna membantah isu korupsi sebagai berikut: “Pada
saat pencapaianku menjadi khalifah, aku adalah pemilik kambing dan unta yang paling
banyak di Arab. Hari ini aku tidak memiliki kambing atau unta kecuali yang digunakan
untuk kendaraan dalam ibadah haji”. Sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk
mengumpulkan harta seperti di masa sebelum diangkat menjadi khalifah. Tentang
penyokong mereka, aku memberikan kepada mereka apa pun yang dapat aku berikan
dari milikku pribadi. Tentang harta kekayaan negara, aku menganggapnya tidak halal,
baik bagi diriku sendiri maupun orang lain (keluargaku). Aku tidak mengambil apa pun
dari kekayaan negara, apa yang aku makan adalah hasil nafkahku sendiri.

Oleh karenanya tuduhan nepotisme terhadap kepemimpinan Utsman bin Affan


hanyalah entrik politik oleh para pesaingnya yang juga memilki kepentingan
kekuasaan, hal tersebut terlihat dari adanya reaksi-reaksi mereka yang sengaja
mengeruhkan suasana agar pemerintahan dalam keadaan goyang, sembari mencari titik
kelemahan yang dimilki oleh Khalifah Utsman bin Affan. Tuduhan pemborosan uang
negara dan tuduhan nepotisme ini terbukti tidak benar karena tidak semua pejabat yang
diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu meski kerabatnya sendiri, jika pejabat
tersebut melakukan kesalahan maka Utsman tidak segan-segan untuk menghukum dan
memecatnya.
Sayangnya tuduhan nepotisme itu terlalu kuat, sehingga banyak yang beranggapan
bahwa Utsman telah melakukan nepotisme. Hal ini diperkuat dengan adanya golongan
Syiah, yaitu golongan yang sangat fanatik terhadap Ali dan berharap Ali yang menjadi
khalifah bukan Utsman. Fitnah yang terus melanda Utsman inilah yang memicu
kekacauan dan akhirnya menyebabkan Utsman terbunuh di rumahnya.
2.2 Peradaban Islam pada masa Ustman Bin Affan
2.2.1 Ekspansi Daerah Kekuasaan
Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah semenjak 23-35 H atau 644-656 Masehi.
Ia merupakan khalifah yang memerintah paling lama, yaitu 12 tahun. Dari segi politik,
Utsman merupakan khalifah yang paling banyak melakukan perluasan daerah
(ekspansi). Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat sebagai khalifah. Pada
masanya, Islam telah berkembang di Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian
yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan. Pesatnya perkembangan wilayah
Islam didasarkan karena tingginya semangat dakwah menyebarkan agama Islam dan
sikap para pendakwah Islam yang santun dan adil sehingga membuat Islam mudah
untuk diterima para penduduk wilayah-wilayah tersebut.
Selain banyak melakukan perluasan daerah, dari segi politik, Utsman adalah khalifah
pertama yang membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan laut tersebut
masih berhubungan dengan keinginan untuk memperluas daerah Islam. Karena untuk
mencapai daerah-daerah yang akan ditaklukkan harus melalui perairan, Utsman
berinisiatif untuk membentuk angkatan laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi
serangan-serangan dari laut. Hal ini semakin memperkuat alasan Utsman untuk
membentuk angkatan laut dan memberikan kepercayaan tersebut kepada Muawiyah bin
Abi Sofyan.
2.2.2 Pembukuan Al-Qur’an

Pada masa Abu Bakar, tugas pengumpulan Al-Quran telah selesai dengan baik
dikerjakan oleh tim Zaid bin Sabit. Kekhawatiran bahwa Al-Quran akan lenyap dengan
wafat atau syahidnya para sahabat yang hafal Al-Quran tidak ada lagi. Umat Islam
merasa tenteram terhadap kitab sucinya dan terpelihara dengan baik.
Pada masa Umar bin Khattab, tugas pengumpulan dan penyempurnaan Al-Quran itu
tidak dilanjutkan. Boleh jadi khalifah menganggap masih banyak persoalan penting
lainnya yang harus diselesaikan. Fokus perhatian khalifah waktu itu adalah bidang
penyiaran agama Islam dengan sendirinya mengurangi waktu dan energi. Berturut-turut
dalam waktu 10 tahun seluruh semenanjung Arabia, Suriah, Irak, Parsi (Iran sekarang),
Palestina, Mesir, Khurasan, dan lain-lain sudah berada di bawah panji-panji Islam.

Pada saat Umar wafat, Al-Quran masih belum sempurna dibukukan, sekalipun tidak
ada kekhawatiran ayat-ayat suci tersebut akan hilang karena tersimpan dengan rapi di
rumah khalifah. Pada masa Utsman wilayah kekuasaan khalifah semakin luas. Daerah
Afrika Utara, Asia Tengah, dan lainnya dimasuki para juru dakwah Islam. Karena
semakin luasnya daerah Islam dan semakin beraneka ragam bangsa-bangsa non-Arab
yang memeluk agama Islam, maka persoalan yang berhubungan dengan kitab suci Al-
Quran muncul kembali.

Diriwayatkan oleh Bukhari dari sahabat Huzaifah ibnu Yaman yang dapat dianggap
sebagai motif yang mendorong khalifah Utsman mengumpulkan dan menyeragamkan
penulisan Al-Quran. Abu Huzaifah kebetulan ikut berperang bersama prajurit Islam
lainnya pada pertempuran Armenia dan Azerbaijan, dan kemenangan diperoleh umat
Islam. Selesai pertempuran Abu Huzaifah menghadap khalifah. Dia menceritakan
pengalamannya sehubungan dengan Al-Quran. Dia melaporkan bahwa dewasa ini
mulai timbul gejala-gejala perbedaan pendapat mengenai soal qira’at Al-Quran di
kalangan umat Islam.

Hal ini segera ini ditanggapi oleh khalifah. Ia mengirim utusan kepada Hafsah binti
Umar (istri Rasulullah SAW) untuk meminta mushaf yang disimpan di rumahnya.
Hafsah memenuhi permintaan itu, dan berdasarkan mushaf yang asli dan otentik itu,
Utsman mulai bekerja. Zaid yang waktu itu masih hidup, ditunjuk oleh Utsman sebagai
ketua tim pembukuan Al-Quran dengan anggota-anggotanya. Utsman menggariskan
kerja tim Zaid ini sebagai tersebut dalam amanahnya: “Apabila kalian berbeda pendapat
dengan Zaid bin Sabit mengenai sesuatu yang menyangkut Al-Quran, hendaklah kalian
tulis ia dengan bahasa Quraisy, sebab sesungguhnya ia diturunkan dengan bahasa
mereka.”

Dengan demikian, Utsman menetapkan bahasa Quraisy sebagai bahasa standar dalam
soal penulisan dan perbedaan. Dalam penyusunan ini dimaksudkan untuk mengakhiri
perbedaan-perebedaan serius dalam bacaan Al-Quran. Hasil usaha tim Zaid yang
diserahkan kepada khalifah itu selanjutnya disebut mushaf Al Imam atau lebih dikenal
sebutan “Mushaf Utsmani”. Utsman memerintahkan menyalin mushaf Abu Bakar
(yang ada pada Hafsah) sebanyak 5 salinan. Empat salinan itu dikirim kepada penguasa
di Mekah, Kufah, Basrah, dan Suriah, aslinya dipegang oleh Utsman sendiri. Setelah
itu beliau memerintahkan kaum muslimin membakar semua catatan-catatan yang ada
selain mushaf dan beliau memerintahkan agar Al-Quran dibaca menurut qira’at yang
terdapat dalam materi mushaf Ustmani atau Mushaf Imam. Kemudian khlalifah Utsman
menegaskan bahwa Mushaf Utsman adalah salinan dari mushaf yang asli secara sah,
digunakan sebagai pegangan bagi umat dengan mushaf yang sudah teratur dan
sempurna, sehingga segala perbedaan yang timbul dalam soal qira’at dan lain-lain dapat
dikendalikan.
2.2.3 Politik dan Pemerintahan

Para pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode, yaitu
pada periode kemajuan dan kemunduran sampai ia terbunuh. Periode pertama,
pemerintahan Utsman membawa kemajuan luar biasa berkat jasa panglima yang ahli
dan berkualitas di mana peta Islam sangat luas dan bendera Islam berkibar dari
perbatasan Aljazair (Barqah Tripoli, Syprus di front al-Maghrib bahkan ada sumber
menyatakan sampai ke Tunisia). Di al-Maghrib, di utara sampai ke Aleppo dan
sebagian Asia kecil, di Timur laut sampai ke Mawara al-Nahar Transoxiana, dan di
Timur seluruh Persia bahkan sampai di perbatasan Balucistan (sekarang wilayah
Pakistan), serta Kabul dan Ghazni. Selain itu ia juga berhasil membentuk armada laut
dengan kapalnya yang kokoh dan menghalau serangan-serangan di laut tengah yang
dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam
sejarah Islam.

Pada periode kedua, kekuasaannya identik dengan kemunduran dengan huru-hara dan
kekacauan yang luar biasa sampai ia wafat. Para pejabat dan para panglima era Umar
hampir semuanya dipecat oleh Utsman, kemudian mengangkat dari keluarga sendiri
yang tidak mampu dan tidak cakap sebagai pengganti mereka. Adapun para pejabat
Utsman yang berasal dari famili dan keluarga dekat, di antaranya Muawiyah bin Abi
Sofyan, Gubernur Syam, satu suku dan keluarga dekat Utsman. Oleh karena itu,
Utsman diklaim bahwa ia telah melakukan nepotisme.
Namun pada kenyataannya bukan seperti apa yang telah dituduhkan kepada Utsman,
dengan berbagai alasan yang dapat dicatat bahwa Utsman tidak melakukan nepotisme,
di antaranya:
a. Para gubernur yang diangkat oleh Utsman tidak semuanya famili Utsman. Ada yang
saudara atau anak asuh, ada yang saudara susuan, ada pula saudara tiri.
b. Ia mengangkat familinya tentunya atas pertimbangan dari beberapa faktor yang
melatarbelakanginya.
c. Meskipun sebagian pejabat diangkat dari kalangan famili, namun mereka semuanya
punya reputasi yang tinggi dan memiliki kemampuan.
Melihat fakta-fakta tersebut di atas, jelas bahwa nepotisme Utsman tidak terbukti.
Karena pengangkatan saudara-saudaranya itu berangkat dari profesionalisme kinerja
mereka di lapangan. Akan tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Utsman, para
gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang
ekonomi. Mereka di luar kontrol Utsman yang memang sudah berusia lanjut sehingga
rakyat menganggap hal tersebut sebagai kegagalan Utsman.
Pada masa pemerintahannya, harta berlimpah, sampai-sampai ia pernah mengutus
budak perempuan untuk menimbangnya. Ia adalah orang pertama yang memperluas
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, membangun pangkalan angkatan laut, menyuruh
membentuk kepolisian Negara, dan mendirikan gedung pengadilan. Ia juga yang
mendahulukan khotbah pada shalat Ied dan menambahkan azan pada shalat Jum’at.
2.2.4 Militer

Pada pemerintahan Utsman negeri Tabaristan berhasil ditaklukan oleh Sa`id bin Ash.
Dikatakan bahwa tentara Islam dalam penaklukan ini telah menyertakan Al-Hasan dan
Al-Husain, kedua putra Ali, begitu pula Abdullah bin Al-Abbas, Amr bin Ash, dan
Zubair bin Awwam. Pada masa pemerintahan Utsman pun kaum muslimin berhasil
memaksa raja Jurjun untuk memohon berdamai dari Sa`ad bin Ash dan untuk ini ia
bersedia menyerahkan upeti senilai 200.000 dirham setiap tahun kepadanya.
Termasuk juga menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi di beberapa
negeri yang telah masuk ke bawah kekuasaan Islam di zaman Umar. Pendurhakaaan itu
ditimbulkan oleh pendukung- pendukung pemerintah yang lama atau dengan kata lain
pemerintahan sebelum daerah itu berada dalam kekuasaan Islam, mereka hendak
mengembalikan kekuasaannya. Daerah tersebut antara lain adalah Khurasan dan
Iskandariyah.

Pada tahun 25 H penguasa di Iskandariyah mengingkari perjanjiaan dengan Islam,


karena mereka dihasut oleh bangsa Romawi yang menjanjikan mereka bermacam-
macam janji yang muluk-muluk. Maka Utsman memerintahkan gubernur Amru bin
Ash yang ketika itu menjabat sebagi penguasa di Mesir untuk memerangi Iskandariyah,
sehingga akhirnya penguasanya mengutus dutanya untuk membuat perjanjian dan
kembali tunduk kepada kerajaan Islam di Madinah.

Pada tahun 31H penduduk Khurasan mendurhaka sehingga Utsman mengirim Abdullah
bin Amir, gubernur Basrah, bersama sejumlah besar tentara untuk menaklukkan
kembali mereka. Terjadilah perang antara tentara Islam dengan penduduk Merw,
Naisabur, Nama, Hirang, Fusang, Bigdis, Merw As-Syahijan, dan lain-lain dari
penduduk wilayah Khurasan. Dalam perang ini kaum muslimin berhasil menaklukan
kembali wilayah Khurasan.

Menurut para ahli sejarah mereka berpendapat bahwa zaman pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan sebagai zaman keemasan di mana tentara Islam mendapat
kemenangan yang luar biasa, satu demi satu, dan mereka dapat mengusai banyak dari
negeri-negeri yang dahulunya berada di bawah kekuasaan Romawi, Persia, dan Turki.
Secara singkat umat Islam pada saat itu telah sampai pada puncak kekuasaan dan
kekuatan di bidang kemiliteran, yang tidak diraih oleh zaman-zaman sesudahnya.
2.2.5 Perekonomian

Dari segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Utsman hanya melanjutkan
pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu Abu Bakar dan Umar.
Namun, pada masa Utsman, Ia dianggap telah melakukan korupsi karena terlalu banyak
mengambil uang dari baitul maal untuk diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal,
tujuan dari pemberian uang tersebut karena Utsman ingin menjaga tali silaturahim.
Selain itu, di samping dari segi baitul maal, Utsman juga meningkatkan pertanian. Ia
memerintahkan untuk menggunakan lahan-lahan yang tak terpakai sebagai lahan
pertanian,Dari segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan
perpajakan yang telah ada pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa Utsman
pemberlakuan pajak tidak berjalan baik sebagaimana ketika masa Umar. Pada masa
Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam hal perdagangan, ia banyak melakukan
perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan sebagainya.
2.2.6 Sosial, Budaya, dan Pendidikan

Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam.
Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi
wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam. Selain itu adanya pertukaran
pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan
berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga membangun
mahkamah peradilan. Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya
peradilan dilakukan di masjid. Utsman juga melakukan penyeragaman bacaan Al
Qur’an juga perluasan Masjid Haram dan Masjid Nabawi.
Penyeragaman bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah SAW, beliau
memberikan kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan
menghafalkan Al Qur’an menurut lahjah (dialek) masing-masing. Seiring
bertambahnya wilayah Islam dan banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk agama
Islam, maka diperlukan penyeragaman bacaan yang menjadi semakin bervariasi.
Perluasan Masjid Haram dan Masjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin
bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
2.3 Masa kejayaan dan pencapaian yang terjadi pada masa Ustman Bin Affan
Walaupun Utsman dikenal pemalu, tetapi ia juga seorang Khalifah yang dapat
bersikap tegas dalam menjalankan tugasnya menjadi seorang pemimpin. Karena sifat
malu dan sikap tegasnya itulah yang menjadikannya salah satu khalifah yang berhasil
dalam memimpin negaranya.
Sayyidina Utsman bin Affan radhiyallahu anhu menduduki amanah sebagai khalifah
saat berusia sekitar 70 yahun. Pada masa pemerintahannya, muslimin Arab berada
pada permulaan zaman perubahan.
Hal ini ditandai dengan perputaran dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang
disebabkan dari aliran kekayaan negeri-negeri Islam ke tanah Arab. Hal ini seiring
dengan samakin meluasnya wilayah yang tersentuh syiar agama. Kemakmuran benar-
benar dirasakan oleh rakyat saat itu.
Imam Hasan Bashari rahimahullah berkata, “Aku pernah hidup dimasa kekhalifahan
Utsman ketika para pemberontak memusuhinya. Tidak sedikit hari yang mereka lalui
kecuali pada hari tersebut mereka mendapatkan limpahan rezeki.
Dikatakan kepada mereka. “Wahai kaum Muslimin, segeralah mengambil hadiah
kalian!” Lantas mereka mengambilnya dengan berlimpah-limpah. Kemudian
dikatakan kepada mereka, “Segeralah ambil rezeki kalian!” Lantas mereka
mengambilnya dengan berlimpah-limpah. Dikatakan lagi kepada mereka, “Segeralah
ambil minyak samin dan madu kalian!” Berbagai hadiah pun terus mengalir, rezeki
melimpah ruah, aman dari musuh, ukhuwah terjalin erat, kebaikan banyak tersebar,
tidak ada seorang Mukmin pun yang ada di atas bumi takut dengan saudaranya dan di
antara nasihat dan kasih sayang Rasulullah bahwa beliau mengambil perjanjian
mereka agar bersabar jika terjadi Atsrah (sebagian orang yang mendapat lebih banyak
dari sebagian yang lain).” (Tahqiq Mawaqif Ash Shahabah).
Utsman juga meneruskan dan bahkan menambahkan dari kebijakan khalifah Umar.
Khalifah Umar yang sebelumnya telah menetapkan bagi setiap muslimin satu dirham
dari baitul mal setiap malam Ramadhan sebagai santunan untuk berbuka puasa, dan
dua dirham bagi para Ummul mukmin.
Khalifah Utsman juga menyediakan hidangan di masjid untuk para ahli ibadah, orang
yang i’tikaf, dan fakir miskin. Lalu pada tahun 28 H, Utsman menambahkan
bangunan Masjidil Haram dan memerintahkan untuk merubah batas-batas masjid.
Dan pada tahun 29 H, ia juga menambah bangunan Masjid Nabawi dan
memperluasnya.
Dan kebijakan yang paling hebatnya adalah ia mengumpulkan semua kaum muslimin
pada satu mushaf dan satu qiraat. Hal ini ia lakukan untuk meredam dan meghindari
terjadinya perselisihan di antara kaum Muslimin.
Selain itu, dakwah Islam pada masa awal kekhalifahjan Utsman bin Affan
menunjukan kemajuan dan perkembangan yang signifikan dan melanjutkan tongkat
estafet dakwah pada masa khalifah sebelumnya.
Wilayah dakwah Islam menjangkau perbatasan Aljazair (Barqah dan Tripoli sampai
Tunisia), di sebelah utara meliputi Allepo dan sebagian Asia Kecil. Di timur laut
sampai Transoxiana dan seluruh Persia serta Balucistan (Pakistan sekarang), serta
Kabul dan Ghazni.
Ustman juga berhasil membentuk armada dan angkatan laut yang kuat dan berhasil
menghalau serangan musuh Byzantium di Laut Tengah. Peristiwa ini menjadi
kemenangan pertama bagi tentara Islam dalam pertempuran di lautan.
Semua itu adalah bantuan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala yang diturunkan
kepada Utsman bin Affan. Keberhasilan yang memang pantas didapatkan oleh
Utsman karena hubungannya dengan Allah subhanahu wa ta’ala kemudian dengan
setiap umat-Nya. Sungguh beliau adalah inspirasi bagi para pemimpin dan setiap
orang beriman.
2.4 Masa keruntuhan dan pergantian Khalifah Ustman Bin Affan
2.4.1 Terbunuhnya Ustman Bin Affan
Fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka kepada khalifah Utsman bin
Affan semakin tersebar di berbagai kota. Gagasan mosi tidak percaya kepada khalifah
Utsman semakin luas dan tidak pernah berhenti. Mereka mengajak seluruh kaum
muslimin untuk pergi ke Madinah menghadap kepada khalifah untuk menyampaikan
mosi tidak percaya kepada para pejabat yang diangkat oleh Utsman.

Jumlah para penyebar fitnah sekitar 1000 orang mereka menyusun strategi dengan
membagi menjadi beberapa kelompok, tugas untuk menyebar fitnah di Mesir adalah
Abdullah bin Saba’ dan al-Ghifaqi bin Harb, di Kufah disebarkan oleh Amr bin Ashm
dan Zaid bin Shaujan Al-Abdi, di Basrah disebarkan oleh Harqus bin Zahir dan Hakim
bin Jabalah Al-Abdi.

Pada awalnya mereka datang ke Madinah hanya ingin menyampaikan kepada Utsman
bahwa mereka meminta khalifah Utsman bin Affan mengganti gubernur dan pejabat
yang menyeleweng, setelah permintaan mereka dikabulkan oleh Utsman mereka
kembali ke Mesir dengan dikomandoi oleh Muhammad bin Abu Bakr. Di tengah
perjalanan mereka menemukan surat yang diberi stempel atas nama Utsman bin Affan
yang berisi perintah kepada Gubernur Mesir untuk membunuh Muhammad bin Abu
Bakr dan kaumnya. Surat ini menjadi dasar bagi kemarahan para pemberontak dan
mereka segera meminta penjelasan kepada Utsman.

Sekembalinya dari mereka ke Madinah, Muhammad bin Abu Bakr bertemu Ali bin Abi
Thalib tentang alasan mereka kembali kemudian Ali menjelaskan bahwa surat itu palsu.
Namun keadaan semakin gawat karena pemberontak Muhammad bin Abu Bakr segera
menyerbu rumah Utsman bin Affan. Pada saat itu Utsman berada di dalam rumah dan
rumah beliau dijaga oleh orang-orang Muhajirin dan Anshar berjumlah 700 orang.
Utsman bin Affan lantas menyampaikan nasehat kepada pemberontak tidak dibenarkan
mengalirkan darah seorang muslim, kecuali karena tiga alasan, kafir, berzina, dan
membunuh.

Namun nasehat ini tidak dihiraukan oleh kaum pemberontak sehingga mereka terus
mengepung rumah Utsman bin Affan selama 40 hari serta tetap bersikap kasar kepada
Utsman bin Affan kemudian pemberontak dapat masuk ke rumah dan mendapati
Utsman sedang membaca Al-Qur’an dan sedang berpuasa lalu mereka membunuh
Utsman bin Affan dengan kejam.

Pada saat terjadi pembunuhan itu di manakah para sahabat berada? Tidak adakah
bantuan dari sahabat yang menghalau pemberontak? Para sahabat sebenarnya tidak
tinggal diam bahkan menawarkan beberapa bantuan dan siap membela, namun Utsman
bin Affan menolak dan hendak menyelesaikan masalah tanpa terjadi penumpahan darah
beliau juga telah mengetahui dari hadis Rasulullah SAW bahwa Utsman akan
meninggal dengan terbunuh, Utsman juga mengetahui bahwa jumlah pemberontak
sangat banyak dan Utsman tidak menginginkan terjadi pertumpahan darah, fitnah
menghendaki adanya orang-orang yang tidak berdosa menjadi korban, dan Utsman
memilih bersabar agar menjadi saksi kepada para sahabat bahwa perintahnya dan
penumpahan darahnya dengan tanpa alasan yang benar.
2.4.2 Pergantian Khalifah Ustman Bin Affan
Setelah Utsman bin Affan meninggal, umat Islam yang tinggal di Madinah bingung
siapa yang akan menggantikan Utsman bin Affan. Kemudian ada usulan untuk
mengangkat Ali bin Abi Thalib menjadi pengganti Utsman bin Affan. Usulan tersebut
disetujui oleh mayoritas Umat Islam, kecuali mereka yang pro Muawiyah bin Abi
Sufyan. Pada awalnya, Ali bin abi Thalib menolak tawaran usulan tersebut dan tidak
mau menerima jabatan Khalifah. Dia melihat situasinya kurang tepat karena banyak
terjadi kerusuhan dimana-mana. Menurutnya situasi ini harus diatasi dan dibereskan
terlebih dahulu sebelum membicarakan masalah kepemimpinan. Namun desakan
sangat kuat, akhirnya Ali bin Abi Thalib menerima tawaran jabatan Khalifah tepat
pada tanggal 23 Juni 656 M. Ali bin Abi Thalib menghadapi beberapa kelompok yang
menuntut pengusutan terhadap pembunuhan Usman bin Affan dan menghukum
pelakunya.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian dan penjelasan tentang pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam
pada masa khalifah Utsman bin Affan pada makalah ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Utsman dilahirkan pada tahun ke enam dari tahun gajah. Nama aslinya adalah
Utsman bin Affan bin Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdi Manaf bin
Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib, Al-Quraisy Al-
Umawi Al-Makki Al-Madani, Abu ‘Amr. Nasab Usman melalui garis ibunya
bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf ibn Qushayi.
2. Utsman bin Affan diangkat menjadi khalifah melalui tim pelaksana pemilihan yang
terdiri dari Ali bin Abi thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair,
Sa’ad bin Abi Waqqas, dan Thalhah. Adapun sebagai ketua tim adalah
Abdurrahman bin Auf.
3. Utsman bin Affan dikenal sebagai seorang pemimpin yang familier dan humanis.
Namun gaya kepimimpinan yang familier berdampak kurang baik, yaitu munculnya
nepotisme dalam pemerintahan Utsman, sebab Utsman kemudian banyak
mengangkat pejabat-pejabat Negara dari kerabatnya sendiri dan kurang
mengkomodir pejabat di luar kerabatnya. Meskipun tuduhan tersebut tidak
sepenuhnya benar, namun hal tersebut menyebabkan pergolakan dalam
pemerintahan Utsman.
4. Pada masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan terjadi peradaban yang luar
biasa serta kemajuan dalam berbagai lini kehidupan, di antaranya ekspansi daerah
kekuasaan, bidang politik pemerintahan, militer, perekonomian, sosial budaya, dan
pendidikan. Juga yang terpenting adalah berhasil dibukukannya Al-Qur’an yang
disebut mushaf Al Imam atau lebih dikenal Mushaf Utsmani.
5. Prestasi yang dicapai pada masa khalifah Utsman bin Affan semasa
pemerintahannya antara lain:
a) Perluasan wilayah (ekspansi) di berbagai wilayah Timur Tengah dan di
sekitarnya. b) Membangun dan memperluas Masjid Haram dan Masjid Nabawi.
c) Keberhasilan pembukuan Al-Qur’an.
d) Membangun pangkalan angkatan laut, membentuk kepolisian Negara, dan
mendirikan gedung pengadilan.
e) Melanjutkan pelaksanaan baitul maal dan sistem perpajakan khalifah
sebelumnya dan memperlancar ekonomi perdagangan, dilaksanakan perbaikan
fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan dan sebagainya.
f) Ilmu pengetahuan berkembang dengan baik dan pesat.
6. Fitnah yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka kepada khalifah Utsman
bin Affan semakin tersebar di berbagai kota. Gagasan mosi tidak percaya kepada
khalifah Utsman semakin luas dan tidak pernah berhenti. Akhirnya khalifah Utsman
dibunuh dengan kejam oleh para pemberontak.

REFERENSI
https://abdulghofur91.wordpress.com/2017/08/16/pertumbuhan-dan-perkembangan-
peradaban-islam-pada-masa-khalifah-utsman-bin-affan/

https://www.republika.co.id/berita/p0uf2e313/keberhasilan-utsman-bin-affan-memimpin-
umat

https://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Rasyidin

Anda mungkin juga menyukai