Anda di halaman 1dari 150

BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Usaha budidaya ikan menunjukan perkembangan yang sangat pesat dari tahun
ketahun. Hal ini dapat diakibatkan oleh semakin bertambahnya kesadaran manusia
untuk mengkonsumsi ikan dan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun. Jenis ikan
yang dibudidayakan juga semakin beragam, mulai dari ikan konsumsi hingga ikan hias.
Dalam usaha pemeliharaan ikan secara intensif makanan merupakan faktor penting
yang menentukan keberhasilan budidaya ikan. Oleh karena itu pemberian pakan yang
efektif dan efisien, dalam arti jenis, jumlah dan waktu pemberian yang tepat akan
menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal. Jenis – jenis makanan yang tepat dan
dapat diberikan pada ikan budidaya antara lain ada dua yaitu makanan alami (pakan
alami) dan makanan buatan (pakan buatan). Ketersediaan pakan yang cukup merupakan
faktor penting dalam budidaya ikan.

Segmen usaha dalam kegiatan budidaya ikan dikelompokkan menjadi tiga yaitu
pembenihan, pendederan dan pembesaran. Menurut definisi dari Wikipedia
pendederan adalah tahap pelepasan / penyebaran benih (baik tumbuhan atau ikan /
udang) ke tempat pembesaran sementara. Dalam pendederan ikan / udang, larva atau
ikan yang baru menetas disebar di akuarium atau kolam kecil dengan pengaturan
suasana air yang ketat (baik derajat keasaman, kebersihan, suhu, kadar oksigen, dan
sebagainya. Setelah hewan-hewan ini cukup besar, maka siap untuk disebar ke kolam
pembesaran. Pendederan dilakukan untuk melindungi tumbuhan/hewan sewaktu kecil
karena biasanya mereka rentan terhadap hama, penyakit, serta perubahan lingkungan
yang ekstrem.

Pendederan adalah salah satu sektor kegiatan budidaya perikanan setelah


pembenihan dan pada beberapa komoditas ikan pendederan dapat dikategorikan dalam
usaha pembesaran. Pendederan merupaka fase peralihan dari kegiatan pembenihan ke
kegiatan pembesaaran. Ikan yang ditanam untuk pendederan dimulai dari post-larva
hingga yang berukuran 1 – 3 cm. Pendederan bertujuan menghasilkan benih ikan

1
ukuran 5 – 10 cm dengan masa pemeliharaan 2 – 4 bulan. Namun ada jenis ikan
tertentu seperti ikan gurame dengan laju pertumbuhan yang relatif lambat, membagi
masa pendederan menjadi beberapa tahapan.
Hasil pendederan kemudian dipelihara lagi (untuk ikan konsumsi) di wadah
pembesaran. Pendederan ikan air tawar tidak hanya dapat dilakukan di kolam tanah,
tambak dan bak beton tetapi juga dilakukan di keramba jaring apung.

B. Ruang Lingkup Materi

 Pengelolaan kualitas air pada pendederan komoditas perikanan


 Pengendalian hama dan penyakit pada pendederan komoditas perikanan
 Prosedur teknik sampling, menghitung laju pertumbuha pada pendederan
komoditas perikanan
 Konsep berbagai program pendederan komoditas air tawar
 Inovasi dan persiapan wadah pendederan komoditas perikanan

C. Prasyarat
Sebelum mempelajari buku teks ini, peserta didik diharapkan :
1 Sehat jasmani dan rohani
2 Memiliki keinginan untuk bisa memahami dan menggali lebih banyak mengenai
informasi yang akan disampaikan
3 Mampu menganalisa materi yang akan disampaikan dengan sikap, pengetahuan
dan keterampilan yang sesuai dengan scientific learning

D. Petunjuk Penggunaan
1. Prinsip – Prinsip Belajar
a. Berfokus pada peserta didik (student center learning)
b. Peningkatan kompetensi seimbang antara pengetahuan, keterampilan dan sikap
c. Kompetensi didukung empat pilar yaitu : inovatif, kreatif, efektif, dan produktif
2. Pembelajaran
a. Mengamati (melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak)
b. Menanya (mengajukan pertanyaan dari yang factual sampai ke yang bersifat
hipotesis)
c. Mengeksplorasi / eksperimen (menentukan data yang diperlukan, menentukan
sumber data, mengumpulkan data)
d. Mengasosiasi (menganalisis data, menyimpulkan dari hasil analisis data)
e. Mengkomunikasikan (menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan,
tulisan diagram, bagan, gambar, atau media)

3. Penilaian/Asessmen
a. Penilaian dilakukan berbasis kompetensi
b. Penilaian tidak hanya mengukur kompetensi dasar tetapi juga kompetensi inti
dan standard kompetensi lulusan
c. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat peserta didik sebagai instrument
utama penilaian kinerja peserta didik pada pembelajaran di sekolah dan industry
d. Penilaian dalam pembelajaran teknik pendederan komoditas perikanan dapat
dilakukan secara terpadu dengan proses pembelajaran
e. Aspek penilaian pembelajaran teknik pendederan komoditas perikanan meliputi
hasil belajar dan proses belajar peserta didik
f. Penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes tertulis, observasi, tes
praktek, penugasan, tes lisan, portofolio, jurnal, inventori, penilaian diri, dan
penilaian antar teman.
g. Pengumpulan data penilaian selama proses pembelajaran melalui observasi juga
penting untuk dilakukan
h. Data aspek afektif seperti sikap ilmiah, minat, dan motivasi belajar dapat
diperoleh dengan observasi, penilaian diri, dan penilaian antar teman
E. Tujuan Akhir
Mata pelajaran teknik pendederan komoditas perikanan bertujuan untuk :
1 Menghayati hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya sebagai bentuk
kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Allah, SWT yang
menciptakannya
2 Mengamalkan pengetahuan dan keterampilan pada pembelajaran teknik
pendederan komoditas perikanan sebagai amanat untuk kemaslahatan umat
manusia
3 Menghayati sikap cermat, teliti dan tanggung jawab sebagai hasil implementasi
dari pembelajaran teknik pendederan komoditas perikanan
4 Menghayati pentingnya kerjasama sebagai hasil implementasi dari pembelajaran
teknik pendederan komoditas perikanan
5 Menghayati pentingnya kepedulian terhadap kebersihan lingkungan
laboratorium / lahan praktek sebagai hasil implementasi dari pembelajaran
teknik pendederan komoditas perikanan
6 Menghayati pentingnya bersikap jujur, disiplin, serta bertanggung jawab sebagai
hasil dari implementasi pembelajaran teknik pendederan komoditas perikanan
7 Menjalankan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti,
cermat, tekun, hati – hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis, kreatif, inovatif,
dan peduli lingkungan) dalam aktifitas sehari – hari sebagai wujud implementasi
sikap dalam melakukan percobaan dan berdiskusi dalam mata pelajaran teknik
pendederan komoditas perikanan
8 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktifitas sehari – hari sebagai
wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan
F. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR


a. Menghayati hubungan antara
makhluk hidup dan lingkungannya
sebagai bentuk kompleksitas alam
dan jagad raya terhadap kebesaran
Menghayati dan mengamalkan ajaran Allah, SWT yang menciptakannya
agama yang dianutnya b. Mengamalkan pengetahuan dan
keterampilan pada pembelajaran
pengelolaan kualitas air sebagai
amanat untuk kemaslahatan ummat
manusia
a. Menghayati perilaku cermat, teliti,
dan tanggung jawab sebagai hasil
implementasi dari pembelajaran
teknik pendederan komoditas
perikanan
Menghayati dan mengamalkan perilaku
b. Menghayati pentingnya kerjasama
jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
sebagai hasil implementasi dari
(gotong royong, kerjasama, toleran,
pembelajaran teknik pendederan
damai), santun, responsive dan proaktif
komoditas perikanan
dan menunjukkan sikap sebagai bagian
c. Menghayati pentingnya kepedulian
dari solusi atas berbagai permasalahan
terhadap kegiatan pendederan ikan
dalam berinteraksi secara efektif dengan
sebagai hasil implementasi dari
lingkungan social dan alam serta dalam
pembelajaran teknik pendederan
menempatkan sebagai cerminan bangsa
komoditas perikanan
dalam pergaulan dunia
d. Menghayati pentingnya bersikap
jujur, disiplin, serta bertanggung
jawab sebagai hasil implementasi dari
pembelajaran teknik pendederan
komoditas perikanan
e. Menjalankan perilaku ilmiah
(memiliki rasa ingin tahu, objektif,
jujur, teliti, cermat, tekun, hati – hati,
bertanggung jawab, terbuka, kritis,
kreatif, inovatif, dan peduli
lingkungan) dalam aktivitas sehari –
hari sebagai wujud implementasi
sikap dalam melakukan percobaan
dan berdiskusi dalam mata pelajaran
teknik pendederan komoditas
perikanan
f. Menghargai kerja individu dan
kelompok dalam aktivitas sehari –
hari sebagai wujud implementasi
melaksanakan percobaan dan
melaporkan hasil percobaan
a. Menerapkan pengelolaan kualitas air
Memahami, menerapkan, menganalisis, pada pendederan komodits perikanan
dan mengevaluasitentang pengetahuan b. Menganalisis pengendalian hama dan
faktual, konseptual, operasional dasar, penyakit pada pendederan komoditas
dan metakognitif sesuai dengan bidang perikanan
dan lingkup kerja Agribisnis Perikanan c. Menganalisis prosedur teknik
Air Tawar pada tingkat teknis, spesifik, sampling, menghitung laju
detil, dan kompleks, berkenaan dengan pertumbuhan pada pendederan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, komoditas perikanan
budaya, dan humaniora dalam konteks d. Menganalisis konsep berbagai
pengembangan potensi diri sebagai program pendederan komoditas air
bagian dari keluarga, sekolah, dunia tawar
kerja, warga masyarakat nasional, e. Menerapkan inovasi dan persiapan
regional, dan internasional wadah pendederan komoditas
perikanan

Melaksanakan tugas spesifik dengan a. Mengelola kualitas air pada


menggunakan alat, informasi, dan pendederan komoditas perikanan
prosedur kerja yang lazim dilakukan serta b. Melakukan pengendalian hama dan
memecahkan masalah sesuai dengan penyakit pada pendederan komoditas
bidang kerja Agribisnis Perikanan Air perikanan
Tawar. Menampilkan kinerja di bawah c. Melakukan sampling, laju
bimbingan dengan mutu dan kuantitas pertumbuhan pada pendederan
yang terukur sesuai dengan standar komoditas perikanan
kompetensi kerja. d. Melakukan berbagai program
Menunjukkan keterampilan menalar, pendederan komoditas air tawar
mengolah, dan menyaji secara efektif, e. Melakukan inovasi dan persiapan
kreatif, produktif, kritis, mandiri, wadah pendederan komoditas
kolaboratif, komunikatif, dan solutif perikanan
dalam ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah, serta mampu melaksanakan
tugas spesifik di bawah pengawasan
langsung.
BAB II
PEMBELAJARA
N
KP 1. PENGELOLAAN KUALITAS AIR

A. Deskripsi
Pengelolaan kualitas air adalah ilmu yang mempelajari tentang upaya
pemeliharaan kualitas air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai
peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
Dalam kegiatan budidaya perairan, yang dimaksud dengan pengelolaan kualitas air
meliputi program kegiatan yang mengarahkan perairan budidaya pada keseimbangan
ekosistem perairan dalam suatu wadah yang terbatas, agar tercipta suatu kondisi
perairan yang menyerupai habitat alami biota air yang dibudidayakan, baik dari segi
sifat, tingkah laku, maupun secara ekologinya.
Air merupakan media kehidupan biota air yang sangat menentukan berhasil
tidaknya dalam suatu usaha budidaya perairan. Faktor penentu ini dikarenakan seluruh
kehidupan biota air sangat bergantung pada kondisi air, antara lain; untuk kebutuhan
respirasi, keseimbangan cairan tubuh, proses fisiologis serta ruang gerak. Kebutuhan
kondisi air ini sangat berpengaruh pada pengkondisian kualitas yang sesuai dengan
kebutuhan biota air.
Kualitas air pada kegiatan budidaya perairan mudah sekali berfluktuasi yang
dipengaruhi oleh aktifitas kehidupan biota air itu sendiri maupun oleh lingkungan
sekitarnya. Kecenderungan akibat pengaruh ini seringkali dapat menurunkan kualitas air
yang dapat menyebabkan terganggunya fisiologis biota air.Untuk memudahkan
pengelolaan dalam kualitas air, maka parameter kualitas air dibedakan dalam 3 bagian
yaitu berdasarkan fisika, kimia dan biologi.
Pengelolaan suatu kualitas air dilakukan dengan cara mengamati parameter-
parameter kualitas air yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dengan pemahaman yang baik
tentang terminologi, karakteristik dan interkoneksi dari parameter-parameter kualitas air
akan membantu dalam melakukan pengelolaan kualitas air yang sesuai untuk kegiatan
budidaya perairan.
Allah, SWT telah menciptakan alam semesta ini dengan segala keteraturannya.
Dalam kegiatan budidaya perairan, keteraturan itu selalu ada. Oleh karena itu, segala
sesuatu yang dipelajari dalam mata pelajaran pengelolaan kualitas air membuktikan
adanya kebesaran Allah, SWT. Untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik bagi
biota air yang dipelihara dalam wadah budidaya, maka air sebagai media hidup harus
dikelola agar memenuhi standar kualitas dan kuantitas yang sesuai dan memenuhi
persyaratan. kebutuhan biota air tersebut. Untuk hal tersebut, maka perlu dilakukan
suatu pengelolaan kualitas air dengan baik.

B. Kegiatan Belajar

1. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik yang telah mempelajari materi ini diharapkan mampu :

 Menentukan kriteria parameter kualitas air (Biologi, Fisika, Kimia)


 Melakukan teknik pengukuran parameter kualitas air (Biologi, Fisika, Kimia)
 Menjelaskan pengaruh kualitas air terhadap pertumbuhan ikan
 Melaksanakan pengelolaan kualitas air optimal untuk kegiatan pendederan ikan
 Menggambarkan interaksi antar parameter kualitas air (Biologi, Fisika, Kimia)
pada wadah pendederan ikan

2. Uraian Materi
Lingkungan perairan sebagai tempat hidup atau media hidup organisme akuatik
merupakan salah satu aspek terpenting yang diperhatikan dalam melakukan budidaya
perairan. Demikian juga dalam kegiatan pendederan media menjadi sesuatu hal yang
sangat penting untuk diperhatikan, ini disebabkan karena kualitas perairan suatu wadah
budidaya sangat menentukan kehidupan organisme akuatik yang dibudidayakan, baik
dari aspek sumber air yang digunakan seperti parameter fisika, kimia dan biologi dan
interaksi antara ketiganya, juga perlu diketahui dan dipahami aspek-aspek yang
diperlukan dalam pengelolaan kualitas air. Parameter fisika merupakan parameter yang
dapat diamati akibat perubahan fisika air seperti cahaya, suhu, kecerahan, kekeruhan,
warna, padatan tersuspensi dan padatan terlarut hingga salinitas air. Sedangkan
parameter kimia perairan merupakan parameter perairan yang terukur akibat adanya
reaksi kimia di perairan, seperti pertukaran ion-ion terlarut dalam air. Parameter biologi
yang teramati di perairan merupakan organisme akuatik yang hidup bersama di perairan
budidaya dapat berupa tumbuhan maupun hewan dengan bentuk yang mikro maupun
makro.

Kriteria Parameter Kualitas Air (Fisika, Kimia,


Biologi) Parameter Fisika
Sifat-sifat fisika air merupakan faktor pemisah antara lingkungan air dengan
lingkungan udara. Selain itu faktor fisika juga banyak mempengaruhi kehidupan
organisme di dalam air. Adanya perbedaan yang amat besar dari masing-masing faktor
fisika di lingkungan air dengan lingkungan udara, mengakibatkan pengaruh yang
berbeda terhadap tumbuhan dan hewan pada masing-masing lingkungan tersebut. Di
samping itu air juga berfungsi untuk menjaga tekanan osmosis, sebagai pelarut dan
penghantar listrik yang baik.

1. Warna
Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Air laut berwarna
karena proses alami, baik yang berasal dari proses biologis maupun non-biologis.
Produk dari proses biologis dapat berupa humus, gambut dan lain-lain, sedangkan
produk dari proses non-biologis dapat berupa senyawa-senyawa kimia yang
mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan lain-lain. Selain itu, perubahan warna air laut
dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air
laut dengan tingkat warna tertentu dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat
menganggu kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.
Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan
organik, ion-ion metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan
tanaman air. Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan
oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi
sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat
menimbulkan warna pada perairan (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003). Kalsium
karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada
perairan. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal
dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.
Pada lingkungan budidaya warna air yang didapati juga bermacam-macam,
antara lain dipengaruhi oleh kandungan plankton yang tergandung di dalam air baik
fitoplankton maupun zooplankton, larutan tersuspensi, dekomposisi bahan organik,
mineral maupun bahan lain yang terlarut dalam air. Warna air yang disebabkan oleh
dominasi plankton dapat mempengaruhi warna air, sehingga secara tidak langsung dari
warna perairan juga dapat menggambarkan kesuburan perairan. warna air yang
disebabkan oleh dominasi plankton antara lain:
 Hijau, disebabkan oleh Dunaleilla dan Chlorella yang merupakan pakan alami
yang baik untuk biota budidaya, namun ada juga warna hijau yang didominasi
oleh Chaetomorpha
 dan Enteromorpha yang memeiliki pengaruh kurang baik terhadap kehidupan
biota budidaya.
 Hijau tua, disebabkan oleh dominasi Mycrocystis, Spirulina, Oscillatoria dan
Phormidium yang termasuk blue green algae. plankton ini mengindikasikan
banyaknya bahan organik dalamperairan seperti ammonia dan hydrogen sulfide,
sehingga perairan dengan warna ini kurang baik untuk kegiatan budidaya biota
air.
 Kuning kecoklatan, disebabkan oleh Chaetocheros, Nitzchia, Gyrossigma dan
Skletonema atau yang termasuk Diatom. diatom akan tumbuh cepat pada
lingkungan yang bersuhu rendah.
 Hijau kecoklatan, disebabkan karena kandungan Bacillariophyta, warna air ini
bagus untuk area pertambakan karena mengindikasikan banyaknya fitoplankton
yang dapat dimanfaatkan langsung oleh zooplankton.
 Coklat kemerahan, disebabakan karean Peridinium dan Schizothrix calcicolla
atau dari jenis Phytoflagellata yang berbahaya karena beracun sebagian plankton
dapat mengeluarkan endotoksin yang merugikan biota budidaya. Bahan
anorganik juga sering memberikan warna-warna tertentu seperti kalsium
karbonat memberikan warna kehijau-hijauan, belerang dapat memberikan warna
hijau dan besi oksida memberikan warna merah. Ada beberapa warna-warna air
alami karena beberapa sebab:
1. Pada umumnya lautan berwarna biru, hal ini disebabkan oleh sinar matahari
yang bergelombang pendek (sinar biru) dipantulkan lebih banyak dari pada
sinar lain. Warna kuning, karena di dasarnya terdapat lumpur kuning,
misalnya Sungai Kuning di Cina.
2. Warna hijau, karena adanya lumpur yang diendapkan dekat pantai yang
memantulkan warna hijau dan juga karena adanya plankton-plankton dalam
jumlah besar.
3. Warna putih, karena permukaannya selalu tertutup es seperti di laut kutub
utara dan selatan.
4. Warna ungu, karena adanya organisme kecil yang mengeluarkan sinar-sinar
fosfor seperti di laut ambon.
5. Warna hitam, karena di dasarnya terdapat lumpur hitam seperti di laut hitam.
6. Warna merah, karena banyaknya binatang-binatang kecil berwarna merah
yang terapung-apung.

2. Intensitas Cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi semua kehidupan organisme
perairan. Secara biologi cahaya sangat berperan penting, tanpa cahaya matahari semua
proses kehidupan tidak akan berlangsung dan tidak akan dijumpai bentuk-bentuk
kehidupan di muka bumi ini. Sedangkan dari sudut fisika, cahaya matahari merupakan
sumber energi bagi terjadinya arus, gelombang, pemanasan perairan dan lain-lain.
Sinar mempunyai arti penting dalam hubungannya dengan beraneka gejala,
termasuk penglihatan, fotosintesa, dan pemanasan. Mata sensitif terhadap kekuatan
sinar yang berbeda-beda. Binatang-binatang mangsa mudah mengetahui pemangsanya
pada bulan terang daripada bulan gelap. Dalam hubungannya dengan fotosintesis,
intensitas dan panjang gelombang sinar sangat penting.
Radiasi matahari menentukan intensitas cahaya pada suatu kedalaman tertentu
dan juga sangat mempengaruhi suhu perairan. Variasi suhu harian atau tahunan dari
suatu perairan merupakan hasil dari (a) pancaran sinar, (b) penguapan (evaporasi) dan
(c) konduksi panas. Cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan sangat berarti bagi
proses kehidupan organisme. Tanpa cahaya matahari, proses fotosintesis tidak akan
berlangsung.
3. Suhu
Intensitas dan kualitas cahaya yang masuk ke dalam air dan yang diserap
menghasilkan panas. Dari sudut ekologi, energi panas ini dan hubungannya dengan hal-
hal yang terjadi di dalam air, merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempertahankan air sebagai suatu lingkungan hidup bagi hewan dan tumbuhan.
Suhu merupakan faktor fisika yang penting dimana-mana di dunia. Kenaikan
suhu mempercepat reaksi-reaksi kimiawi; menurut Hukum van't Hoff kenaikan suhu
10°C akan melipatgandakan kecepatan reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku.
Misalnya saja proses metabolisme akan meningkat sampai puncaknya dengan kenaikan
suhu tetapi kemudian menurun lagi. Setiap perubahan suhu cenderung untuk
mempengaruhi banyaknya proses kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan
tanaman dan binatang, karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan. Pada
proses penetasan telur suhu sangat berpengaruh terhadap lama waktu inkubasi telur,
contohnya pada ikan bandeng makin tinggi suhu air penetasan, makin cepat waktu
inkubasi. Pada suhu 29°C waktu inkubasi 27 – 32 jam dan pada suhu 31,5 oC waktu
inkubasi 20,5 – 22 jam.

Gambar. 1 Hubungan Antara Suhu Air dan Waktu Inkubasi

Suhu merupakan salah satu parameter air yang sering diukur, karena
kegunaannya dalam mempelajari proses fisika, kimia dan biologi. Suhu air berubah-
ubah terhadap keadaan ruang dan waktu. Suhu perairan tropis pada umumnya lebih
tinggi daripada suhu perairan sub tropis utamanya pada musim dingin. Penyebaran suhu
di perairan terbuka terutama disebabkan oleh gerakan air, seperti arus dan turbulensi.
Penyebaran panas secara molekuler dapat dikatakan sangat kecil atau hampir tidak ada.

4. Kekeruhan
Kekeruhan merupakan gambaran sifat optik air oleh adanya bahan padatan
terutama bahan tersuspensi dan sedikit dipengaruhi oleh warna air. Bahan tersuspensi
ini berupa partikel tanah liat, lumpur, koloid tanah dan organisme perairan
(mikroorganisme). Padatan tersuspensi tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga
menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk
fotosintesa.
Kekeruhan air atau sering disebut turbidty adalah salah satu parameter uji fisik
dalam analisis air. Tingkat kekeruhan air umumnya akan diketahui dengan besaran NTU
(Nephelometer Turbidity Unit) setelah dilakukan uji aplikasi menggunakan alat
turbidimeter. Apabila bahan tersuspensi ini berupa padatan organisme, maka pada batas-
batas tertentu dapat dijadikan indikator terjadinya pencemaran suatu perairan. Oleh
sebab itu kekeruhan dapat mempengaruhi/ menentukan:
 Terjadinya gangguan respirasi,
 Dapat menurunkan kadar oksigen dalam air,
 Terganggunya daya lihat (visual) organisme akuatik
 Terjadinya gangguan terhadap habitat.
 Menghambat penetrasi cahaya ke dalam air
 mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air
Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan, semakin tinggi
padatan tersuspensi yang terkandung dalam suatu perairan maka perairan tersebut
senakin keruh. kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik) lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus,
sedangkan pada sungai yang sedang banjir disebabkan karena adanya larutan
tersuspensi yang terbawa arus air.
5. Salinitas
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah bahan padat yang terkandung dalam tiap
kilogram air laut, dengan asumsi semua karbonat diubah menjadi bentuk oksida,
bromida dan iodin diganti dengan klorida dan Satuan salinitas dinyatakan dalam gram
perkilogram, atau sebagai perseribu, yang lazim disebut “ppt”. Tiap daerah memiliki
kadar salinitas yang berbeda beda seperti di daerah tropis salinitasnya berkisar antara
30-35 o/oo, tetapi tidak terdapat pertambahan kadar garam. Kadar garam ini tetap dan
tidak berubah sepanjang masa.
Lalu mengapa kadar salinitas di setiap perairan berbeda, padahal kadar
garamnya tetap? Hal ini disebakan karena adanya distribusi salinitas di laut. Distribusi
ini terjadi secara vertikal dan horizontal. Distribusi salinitas dipengaruhi oleh beberapa
faktor utama, yaitu :
 Pola sirkulasi air : membantu penyebaran salinitas
 Penguapan (evaporasi) : semakin tinggi tingkat penguapan di daerah tersebut, maka
salinitasnya pun bertambah atau sebaliknya karena garam-garam tersebut tertinggal
di air contohnya di Laut Merah kadar salinitasnya mencapai 400/00.
 Curan hujan (presipitasi) : semakin tinggi tingkat curah hujan di daerah tersebut,
maka salinitasnya akan berkurang atau sebaliknya hal ini dikarenakan terjadinya
pengenceran oleh air hujan.
 Aliran sungai di sekitar (run off) : semakin banyak aliran sungai yang bermuara
pada laut maka salinitasnya akan menurun dan sebaliknya.
Berdasarkan perbedaan salinitasnya perairan dapat dibedakan menjadi 4 kelompok,
antara lain
 Perairan tawar (fresh water) yaitu perairan yang memiliki salinitas berkisar
antara 0 – 5 ppt. contohnya pada air minum, air sungai, sumur, dsb
 Perairan payau (brackish water) yaitu perairan yang memiliki salinitas berkisar
antara 5 – 30 ppt, contohnya pada daerah hutan bakau, muara sungai, dan daerah
tambak.
 Perairan laut (saline water), yaitu perairan yang memiliki salinitas berkisar
antara 30 – 50 ppt. contohnya laut lepas
 Perairan hipersaline (brine water), yaitu perairan yang memiliki salinitas > 50
ppt. contohnya laut yang dekat kutub
6. Kecerahan

Kecerahan merupakan parameter fisika yang erat kaitannya dengan proses


fotosintesis pada suatu ekosistem perairan. Kecerahan menggambarkan sejumlah atau
sebagian cahaya yang diteruskan pada kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan
persen. Cahaya ini adalah cahaya dari beberapa panjang gelombang di daerah
spektrumcahayayang terlihat danjatuh tegakluruspada lapisan permukaan air pada
kedalaman tertentu.
Kecerahan yang tinggi menunjukkan daya tembus cahaya matahari yang jauh ke
dalam perairan. Begitu juga sebaliknya. Kecerahan adalah sebagian cahaya yang
diteruskan ke dalam air yang dinyatakan dalam % dari beberapa panjang gelombang di
daerah spektrum yang terlihat cahaya melalui lapisan 1 meter jauh agak lurus pada
permukaan air. Apabila kecerahan tidak baik, berarti perairan itu keruh. Kekeruhan
(turbidity) air sangat berpengaruh terhadap ikan. Kekeruhan terjadi karena plankton,
humus dan suspensi lumpur, atau bisa juga diakibatkan oleh suspensi hidroksida besi.
Kekeruhan perairan dapat menghambat pertumbuhan ikan budidaya baik langsung
maupun tidak langsung.
Pengukuran kecerahan air sebaiknya dilakukan pada saat siang hari dan cuaca
relatif cerah. Pada perairan kecerahan air erat hubungannya dan berbanding terbalik
dengan kelimpahan plankton terutama jenis phytoplankton yang berada di dalam
perairan tersebut, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat kecerahan air maka
kelimpahan phytoplankton akan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah tingkat
kecerahan air maka kelimpahan phytoplankton di perairan tersebut semakin tinggi.

7. Kecepatan Arus
Arus mempunyai pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan biotaperairan.
Arus dapat menyebabkan ausnya jaringan jazad hidup akibat pengikisanatau teraduknya
substrat dasar berlumpur yang berakibat pada kekeruhan sehinggaterhambatnya
fotosintesa. Pada saat yang lain, manfaat dari arus adalahmenyuplai makanan, kelarutan
oksigen, penyebaran plankton dan penghilanganCO2 maupun sisa-sisa produk biota
laut.
Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan
bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk alga kekurangan
zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang, CO2 dan produk-
produk sisa dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga berperanan penting bagi
penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton.
Terutama bagi golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-
burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari
persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti
teritip (Belanus spp.) dan kerang hijau (Mytilus viridis).
Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan kadar sungai.
Kedalaman dan keleburan sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai
dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat sungai. Adanya
pergerakan air ini, mengakibatkan terjadinya perputaran (sirkulasi) panas,zat-zat terlarut
dan jasad-jasad perairan.

8. Debit Air

Debit air merupakan ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat dalam suatu
tempat atau yang dapat di tampung dalam suatu tempat tiap satu satuan waktu. Aliran
air dikatakan memiliki sifat ideal apabila air tersebut tidak dapat dimanfaatkan dan
berpindah tanpa mengalami gesekan, hal ini berarti pada gerakan air tersebut memiliki
kecepatan yang tetap pada masing-masing titik dalam pipa dan gerakannya beraturan
akibat pengaruh gravitasi bumi.
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah, tinggi permukaan air
sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap
hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air
(dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan
waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/dt).
Kemampuan pengukuran debit aliran sangat diperlukan untuk mengetahui
potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat
untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan
potensi sumberdaya air permukaan yang ada.
9. Padatan Tersuspensi Total (TSS)

Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air akibat
padatan tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-
partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat,
bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya.
Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang,
bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS
memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi
cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak
dapat dikonversi ke nilai TSS.
TSS merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang heterogen, dan
berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan dapat menghalangi
kemampuan produksi zat organik di suatu perairan.

10. Padatan Terlarut Total (TDS)

Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu zat organik
maupun anorganik) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat
terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram per liter (mg/L).
Umumnya berdasarkan definisi diatas seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan)
harus dapat melewati saringan yang berdiameter 2 micrometer (2×10 -6 meter). Aplikasi
yang umum digunakan adalah untuk mengukur kualitas cairan pada pengairan,
pemeliharaan aquarium, kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan lain-
lain.
Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian,
limbah rumah tangga, dan industri. Unsur kimia yang paling umum adalah kalsium,
fosfat, nitrat, natrium, kalium dan klorida. Bahan kimia dapat berupa kation, anion,
molekul atau aglomerasi dari ribuan molekul. Kandungan TDS yang berbahaya adalah
pestisida yang timbul dari aliran permukaan. Beberapa padatan total terlarut alami
berasal dari pelapukan dan pelarutan batu dan tanah. Batas ambang dari TDS yang
diperbolehkan di sungai adalah 1000mg/L. Peningkatan padatan terlarut dapat
membunuh ikan secara langsung, meningkatkan penyakit dan menurunkan tingkat
pertumbuhan ikan serta perubahan tingkah laku dan penurunan reproduksi ikan. Selain
itu, kuantitas makanan alami ikan akan semakin berkurang.
Parameter Kimia
Air tidak pernah terdapat dalam keadaan benar-benar murni. Bahan/unsur yang
terdapat di dalam air umumnya berasal dari tanah, udara dan metabolisme jasad air.
Unsur-unsur/bahan tersebut dapat dikategorikan dalam tiga golongan yaitu: (1) gas, (2)
unsur anorganik, dan (3) organik.Distribusi ketiga golongan unsur/bahan kimia tersebut
di atas, sangat menentukan sifat-sifat kimia air. Unsur-unsur/bahan kimia yang terdapat
dalam air ada yang dapat larut dan ada yang tidak larut. Pada umumnya unsur anorganik
merupakan unsur kimia yang dapat larut, kecuali unsur belerang (S). Oleh sebab itu di
dalam air, unsur-unsur tersebut digolongkan atas unsur “makro dan mikro”. Parameter
kimia yang berpengaruh terhadap kehidupan biota air antara lain :
1. Derajat Kemasaman (pH air)
Derajat keasaman sering dikenal dengan istilah pH (puissance negative de H)
yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hydrogen) yang terlepas dalam suatu cairan.
Ion hidrogen bersifat asam. Keberadaan ion hidrogen menggambarkan nilai pH (derajat
keasaman) pada suhu tertentu atau dapat ditulis dengan persamaan pH = - log [H+]. Air
murni (H2O) berasosiasi secara sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H- dalam
konsentrasi yang sama dan membentuk kesetimbangan seperti:

2H2O ↔ H3O+ + OH-

(Ion hidronium) (Ion

hidroksil) H2O ↔ H+ + OH-

Oleh karena itu, pH air murni memiliki nilai 7. Semakin tinggi konsentrasi ion
H+, maka ion OH- akan semakin rendah, sehingga pH mencapai nilai < 7 (perairan
asam). Sebaliknya, apabila konsentrasi ion OH- lebih tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi ion H+, maka perairan tersebut sifatnya basa karena memiliki nilai pH > 7.
Ion hidrogen merupakan unsur yang sangat berpengaruh terhadap faktor kimia
lainnya, seperti alkalinitas, kesadahan dan keasaman air. Kadar ion H atau pH dalam air
merupakan salah satu faktor kimia yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan
organisme yang hidup dalam suatu lingkungan perairan. Tinggiatau rendahnya nilai pH
air tergantung pada beberapa faktor yaitu:
 Konsentrasi gas-gas dalam air seperti CO2
 Konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat
 Proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan.

Tabel 1. Pengaruh pH Terhadap Komunitas Biologi Perairan


Nilai pH Pengaruh Umum
6,0 – 6,5  Keanekaragaman plankton dan benthos sedikit
menurun
 Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak
mengalami perubahan
5,5 – 6,0  Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan
bentos semakin tampak
 Kelimpahan total, biomasssa dan produktivitas
masih belum menngalami perubahan yang berarti
 Alga hija berfilamen mulai tampak pada zona
litoral
5,0 – 5,5  Penurunan keanekaragaman dasn komposisi jenis
plankton, perifiton dan bentos semakin besar
 Terjadi penurunan kelimpahan toal dan biomassa
zooplankton dan bentos
 Alga hijau berfilamen semakin banyak
 Proses nitrifikasi terhambat
4,5 – 5,0  Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis
plankton, perifiton dan bentos semakin besar
 Penurunan kelimpahan total dan biomassa
zooplankton dan bentos
 Alga hijau berfilamen semakin banyak
 Proses nitrifikasi terhambat
Sumber : Effendi (2003)

Konsentrasi ion H dalam air mempunyai pengaruh terhadap organisme baik


secara langsung maupun tidak langsung. Ada dua hal penting mengenai pH air terhadap
kehidupan organisme dalam air yaitu pertama merupakan faktor pembatas karena
organisme tertentu dapat hidup dengan baik pada pH rendah sedang organisme yang
lain hidup pada pH tinggi atau pH netral (pH 7) dan yang kedua adalah pH sangat erat
kaitannya atau merupakan petunjuk terhadap faktor kimia lain-nya seperti alkalinitas
dan kesadahan.
2. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen sangat penting karena dibutuhkanolehorganisme perairan. Kebutuhan
akan oksigen terlarut bagi jenis dan stadium (fase) kehidupan ikan berbeda-beda.
Demikian pula dalam lingkungan yang sama kebutuhan akan oksigen berbeda-beda
tergantung pada jenis ikannya. Pada umumnya kebutuhan akan oksigen pada stadium
dini lebih tinggi dari pada stadium yang lanjut. Batas-batas kritis bagi ikan sangat
tergantung pada aklimatisasi dan faktor-faktor lingkungan lainnya.
Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk
proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteri dan binatang dapat hidup tanpa O2
(anaerobik) sama sekali; lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar,
tetapi memerlukan penyediaan O2 yang berlimpah setiap saat. Kebanyakan dapat hidup
dalam keadaan kandungan O2 yang rendah sekali, tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama
sekali. Keadaan oksigen dalam air sangat mempengaruhi kehidupan organisme, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan keadaan oksigen dalam air sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah suhu.
3. Karbondioksida bebas (CO2)
Karbondioksida dalam air, dapat berupa gas karbondioksida bebas (CO 2), ion
bikarbonat (HCO-3), ion karbonat (CO32-) dan asam karbonat (H2CO3). Karbondioksida
bebas ini diperlukan dalam proses fotosintesis oleh tumbuhan berhijaudaun. Sedangkan
garam karbonat dan bikarbonat terutama garam kalsium diperlukan untuk menyangga
pH air.
Karbondioksida bersenyawa dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3)
yang menghasilkan kondisi asam dalam perairan menjadi H + dan HCO3- reaksinya
adalah sebagai berikut :
+ - + -
CO3 + H2O H2CO3 H + HCO3 2H + CO 3

Karbondioksida yang terdapat di dalam air dapat diperoleh dari:


 Difusi dari atmosfer secara langsung
 Air tanah yang melewati tanah organik
 Air hujan, air hujan yang jatuh ke permukaan bumi secara teoritis memiliki
kandungan karbondioksida sebesar 0,55 – 0,6 mg/l

 Hasil penguraian bahan organik di dasar perairan


 Dari hasil proses pernafasan (respirasi) hewan dan tumbuhan air
 Hasil proses pemecahan/ penguraian senyawa-senyawa kimia.
4. Biochemicaal Oxygen Demand (BOD)
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya
bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik
(Umaly dan Cuvin, 1988). Ditegaskan lagi oleh Boyd (1990), bahwa bahan organik
yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap terdekomposisi
(readily decomposable organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu
ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam
perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dari
pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan
jumlah oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah
bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara biologis (G. Alerts dan SS
Santika, 1987).Adanya bahan organik yang cukup tinggi (ditunjukkan dengan nilai
BOD dan COD) menyebabkan mikroba menjadi aktif dan menguraikan bahan organic
tersebut secara biologis menjadi senyawa asam – asam organic.
Penguraian ini terjadi disepanjang saluran secara aerob dan anaerob. Timbul gas
CH4, NH3 dan H2S yang berbau busuk. Uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk
mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air, tetapi
hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk
mengoksidasi bahan organik tersebut.Semakin banyak oksigen yang dikonsumsi, maka
semakin banyak pula kandungan bahan-bahan organik di dalamnya.
Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air
buangan penduduk atau industri, dan untuk mendisain sistem-sistem pengolahan
biologis bagi air yang tercermar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa
alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan
oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan
kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan
bau busuk pada air.Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik
dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri
aerob.
5. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia (KOK)
merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang
ada dalam sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-
zat organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi ini hampir semua zat yaitu sekitar 85%
dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam, sedangkan penguraian
secara biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat diuraikan oleh bakteri. Angka COD
merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen
terlarut di dalam air.
COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa
organik dalam air, sehingga parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa
organik yang dioksidasi secara kimia. Tes COD digunakan untuk menghitung kadar
bahan organik yang dapat dioksidasi dengan cara menggunakan bahan kimia oksidator
kuat dalam media asam.
Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal terhadap
degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun meskipun pada
konsentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi secara biologis tersebut
akan didegradasi secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan Chemical Oxygen Demand.
Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik yang
secara alamiah dapat dioksidasi dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air. Maka konsentrasi COD dalam air harus memenuhi standar baku mutu yang
telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan. Air yang telah tercemar limbah
organik sebelum reaksi berwarna kuning dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi
warna hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah
organik seimbang dengan jumlahkalium dikromat yang digunakan pada reaksi oksidasi.

6. Total Organic Mater (TOM)


Bahan organik merupakan salah satu bentuk partikel (komponen) yang terdapat
di dalam air. Air di perairan umum seperti sungai dan danau yang diduga hanya
mengandung unsur organik, ternyata mengandung bahan organik dari jasad-jasad dan
detritus. Bahan organik ini mengalami proses perombakan oleh bakteri nitrifikasi dan
menghasilkan beberapa komponen (unsur) seperti nitrogen terlarut (nitrogen organic)
dan karbon organic terlarut.
Bahan organic dalam air pada suatu perairan berasal dari beberapa sumber yaitu:
 Dari sisa-sisa organisme yang telah mati
 Dari hasilekskresi organisme
 Dari hasil ikutan aliran air yang masuk dalam areal perairan tertentu.
Bahan organik dalam suatu perairan mempunyai pengaruh secara langsung dan tidak
langsung terhadap kehidupan organisme (biota) perairan. Pengaruh bahan organik ini
secara umum digunakan oleh:
 Jasad renik untuk pertumbuhan dan perkembangannya seperti bakteri, alga tertentu
dan protozoa tertentu.
 Secara tidak langsung dengan konsentrasi relatif tinggi dapat mengurangi kadar
oksigen dan meningkatkan gas-gas yang beracun bagi organisme air seperti H2S
dan metana.
7. Kesadahan
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air,
umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garamkarbonat. Air
sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air
lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium,
penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam
bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah
dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air
sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa.
Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO3.
Kesadahan merupakan parameter kimia dalam air yang ditunjukkan dengan
konsentrasi kation bervalensi dua terutama Ca2+ dan Mg2+. Total kesadahan
dinyatakan dalam ppm ekuivalen CaCO3. Total kesadahan erat kaitannyadengan
alkalinitas sebab anion dari alkalinitas dan kation dari kesadahan diperoleh dari
senyawa yang sama seperti senyawa karbonat atau seperti pada reaksi berikut:

CaCO3 + CO2 + H2àCa2+ + 2HCO3-


Oleh sebab itu kesadahan dan alkalinitas dapat menggambarkan tingkat kesuburan air
dan daya sangga suatu perairan. Klasifikasi perairan berdasarkan nilai kesadahan adalah
sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan


Kesadahan (mg/liter CaCO3) Klasifikasi Perairan
< 50 Lunak
50 – 150 Menengah (moderately hard)
150 – 300 Sadah (hard)
> 300 Sangat sadah (very hard)

Secara lebih rinci kesadahan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) kesadahan umum
(“general hardness” atau GH) dan (2) kesadahan karbonat (“carbonate hardness” atau
KH). Disamping dua tipe kesadahan tersebut, dikenal pula tipe kesadahan yang lain
yaitu yang disebut sebagai kesadahan total atau total hardness. Kesadahan total
merupakan penjumlahan dari GH dan KH. Kesadahan umum atau “General Hardness”
merupakan ukuran yang menunjukkan jumlah ion kalsium (Ca++) dan ion magnesium
(Mg++) dalam air. Ion-ion lain sebenarnya ikut pula mempengaruhi nilai GH, akan
tetapi pengaruhnya diketahui sangat kecil dan relatif sulit diukur sehingga diabaikan.
GH pada umumnya dinyatakan dalam satuan ppm (part per million/ satu persejuta
bagian) kalsium karbonat (CaCO3), tingkat kekerasan (dH), atau dengan menggunakan
konsentrasi molar CaCO3.
8. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan penyangga (buffer) perubahan pH air dan indikasi
kesuburan yang diukur dengan kandungan karbonat. Alkalinitas adalah kapasitas air
untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan. Alkalinitas
mampu menetralisir keasaman di dalam air, Secara khusus alkalinitas sering disebut
sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan dari ion bikarbonat, dan
tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga ion tersebut dalam air akan
bereaksi dengan ion hydrogen sehingga menurunkan kemasaman dan menaikkan pH.
Perbedaan antara basa tingkat tinggi dengan alkalinitas yang tinggi adalah tingkat basa
tinggi ditunjukkan oleh pH tinggi sedangkan alkalinitas tinggi ditunjukkan dengan
kemampuan menerima proton tinggi.
Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung
pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan pengaruh sistem
buffer dari alkalinitas. Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik.
Sehingga alkalinitas diukur sebagai faktor kesuburan air. Perairan mengandung
alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap
perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Selain bergantung
pada pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion.
Nilai alkalinitas alami tidak pernah melebihi 500 mg/liter CaCO3.
Perairan dengan nilai alkalinitas yang terlalu tinggi tidak terlalu disukai oleh
organisme akuatik karena biasanya diikuti dengan nilai kesadahan yang tinggi atau
kadar garam natrium yang tinggi.Air dengan kandungan kalsium karbonat lebih dari 100
ppm disebut sebagai alkalin, sedangkan air dengan kandungan kurang dari 100 ppm
disebut sebagai lunak atau tingkat alkalinitas sedang. Alkalinitas optimal pada nilai 90-
150 ppm. Alkalinitas rendah diatasi dengan pengapuran dosis 5 ppm. Dan jenis kapur
yang digunakan disesuaikan kondisi pH air sehingga pengaruh pengapuran tidak
membuat pH air tinggi, serta disesuaikan dengan keperluan dan fungsinya.
Penyusun alkalinitas yang utama di perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-),
karbonat (CO32-) dan hidroksida (OH-). Kation utama yang mendominasi perairan
tawar adalahkalsium dan magnesium, sedangkan pada perairan laut adalah sodium dan
magnesium. Anion utama pada perairan tawar adalah bikarbonat dan karbonat,
sedangkan pada perairan laut adalah klorida. Persentase ion-ion utama yang terdapat
pada perairan tawar dan laut ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 3. Kation dan Anion Utama pada Perairan Tawar dan Laut
Persentase (%)
Ion – Ion Utama
Air Tawar Air Laut
Kation
 Kalsium (Ca2+) 60,9 3,2
 Magnesium (Mg2+) 19,0 10,1
 Sodium / Kalsium (Na+) 16,6 83,7
 Kalium (K+) 3,5 3,0
Anion
 Bikarbonat (HCO3-) & Karbonat
72,4 0,6
(CO32-)

 Sulfat (SO42-) 16,1 12,2


 Klorida (Cl-) 11,5 87,2
Sumber : Cole, 1983 dalam Effendie, 2004

Alkalinitas perairan berperan dalam hal-hal berikut :


Sistem penyangga (buffer)
Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi berperan
sebagai penyangga (buffer capacity) perairan terhadap perubahan pH yang drastis.
Koagulasi kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau air limbah bereaksi
dengan air membentuk presipitasi hidroksida yang tidak larut.
Pelunakan air (water softening)
Alkalinitas perlu dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soda abu dan kapur yang
bertujuan untuk menurunkan kesadahan.
9. Fosfat
Fosfat dapat ditemukan di bumi di dalam air, tanah dan sedimen. Tidak seperti
senyawa materi lain siklus fosfor tidak dapat ditemukan di udara yang mempunyai
tekanan tinggi. Hal ini karena fosfor biasanya cair pada suhu dan tekanan normal. Hal
ini terutama melakukan siklus kembali melalui air, tanah dan sedimen.
Fosfat yang paling sering ditemukan dalam formasi batuan sedimen dan laut
sebagai garam fosfat. Garam fosfat yang dilepaskan dari pelapukan batuan melalui
tanah biasanya larut dalam air dan akan diserap oleh tanaman. Karena jumlah fosfor
dalam tanah pada umumnya kecil, sering kali faktor pembatas bagi pertumbuhan
tanaman. Itu sebabnya manusia sering menggunakan fosfat sebagai pupuk pada tanah
pertanian. Fosfat juga faktor-faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman di ekosistem
laut, karena mereka tidak begitu larut dalam air. Hewan menyerap fosfat dengan makan
tumbuhan atau binatang pemakan tumbuhan Siklus fosfor melalui tanaman dan hewan
jauh lebih cepat daripada yang dilakukannya melalui batu dan sedimen. Ketika hewan
dan tanaman yang mati, fosfat akan kembali ke tanah atau lautan lagi selama
pembusukan.
Fosfor atau dalam ilmu kimia disimbolkan dengan huruf (P) ialah unsur hara
(nutrisi) yang diperlukan oleh flora (tumbuhan air) untuk pertumbuhan dan
perkembangan hidupnya. Unsur tersebut ada dalam bentuk (PO4). Fosfat adalah unsur
dalam suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis.
Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan batuan beku alkali kompleks,
terutama karbonit kompleks dan sienit. Fosfor berperan dalam transfer energi di dalam
sel, misalnya yang terdapat pada ATP (Adenosine Triphospate) dan ADP (Adenosine
Diphosphate)
Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses
fotosintesis dan proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP, ADP dan Nukleotid
koenzim). Penyerapan dari fosfat dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan
gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk fosfat anorganik yang paling banyak terdapat
dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi
oleh proses biologi dan fisik.

Dipermukaan air, fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis.


Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada
banyak spesies fitoplankton. Untuk konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang
cocok menghalangi dan
sel fosfat kurang diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu
habis sebelum PO4 jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air
mendekati 50% seperti organik-P.
Keberadaan fosfat di dalam air akan terurai menjadi senyawa ionisasi, antara
lain dalam bentuk ion H2PO4-, HPO42-, PO43-. Senyawa fosfat dalam perairan berasal
dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan dari hewan dan pelapukan tumbuhan,
dan dari laut sendiri. Fosfat diabsorpsi oleh fitoplankton dan seterusnya masuk kedalam
rantai makanan. Senyawa fosfat dalam perairan berasal dari sumber alami
Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
 perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total
berkisar antara 0 – 0.02 mg/liter
 perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat 0.021 – 0.05
mg/liter
 perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0.051 – 0.1
mg/liter.
10. Amoniak (TAN)

Amonia di perairan berasal dari sisa metabolisme (eksresi) hewan dan proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Pada kegiatan budidaya,
keberadaaan amonia dihasilkan dari aktivitas ekskresi biota sendiri dan proses
dekomposisi bahan organik dari sisa pakan dan kotoran selamapemeliharaan. Sumber
amonia lainnya di perairan adalah gas nitrogen dari proses difusi udara yang tereduksi
di dalam air. Amonia di perairan dapat dijumpai dalam bentuk amonia total yang
terdiridari amonia bebas (NH3) dan ion amonium (NH4+). Kesetimbangan antara kedua
bentuk amonia di atas bergantung pada kondisi pH dan suhu perairan. Berikut ini
adalah bentuk kesetimbangan gas amonia dan ion amonium di perairan:

NH3 + H2O --> NH4+ + OH –

Amonia di perairan akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion amonium
jika pH perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan pH lebih dari 7, amonia
bebas atau amonia tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih
banyak. Tingkat toksisitas amonia tak-terionisasi tergantung pada kondisi pHdan suhu
di suatu perairan, sehingga kenaikan nilai pH dan suhu menyebabkan proporsi amonia
bebas di perairan meningkat.
Toksisitas amonia tak-terionisasi berbahaya bagi organisme akuatik,khususnya
bagi ikan. Karena konsentrasi NH3 bebas yang tinggi di perairan dapat menyebabkan
kerusakan insang pada ikan. Selain itu tingginya konsentrasi NH3 bebas dapat
menyebabkan meningkatnya kadar amonia dalam darah dan jaringan tubuh ikan,
sehingga dapat mengurangi kemampuan darah untuk mengangkut oksigen serta
mengganggu kestabilan membran sel. Kadar amonia pada perairan alami tidak lebih dari
0.1 mg/liter. Kemudian jika konsentrasi ammonia tak-terionisasi lebih dari 0.2 mg/liter
akan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan.
Gambar 2. Penguraian Nitrogen dalam Perairan

11. Nitrat

Nitrat (NO3) adalah ion–ion anorganik alami yang merupakan bagian dari siklus
nitrogen. Di alam, nitrogen terdapat dalam bentuk senyawa organik seperti urea,
protein, dan asam nukleat atau sebagai senyawa anorganik seperti amonia, nitrit dan
nitrat. Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari amonia melalui proses oksidasi
katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Nitrat dan nitrit
adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen.
Nitrat merupakan salah satu bentuk nitrogen di perairan yang dapatdimanfaatkan
oleh tumbuhan (fitoplankton dan alga) selain ion amonium dalammenunjang proses
pertumbuhan. Senyawa NO3-N sangat mudah larut dalam airdan bersifat stabil. Nitrat
nitrogen di perairan merupakan hasil dari proses oksidasi nitrogen secara sempurna
melalui proses nitrifkasi yang melibatkan bakteri, diantaranya; bakteri Nitrosomonas
yang mengoksidasi amonia menjadi nitrit, dan bakteri Nitrobacter yang mengoksidasi
nitrit menjadi nitrat. Berikut ini adalah proses oksidasi nitrogen menjadi nitrat:
Nitrosomonas
2NH3 + 3O2 -------> 2NO2- + 2H+ + 2H2O
Nitrobacter
2NO2- + O2 ---------> 2NO3-
Proses nitrifikasi sangat ditentukan oleh kondisi pH, suhu, kandungan
oksigenterlarut, kandungan bahan organik, dan aktivitas bakteri lain di perairan. Pada
perairan yang tidak tercemar biasanya kadar nitrat lebih tinggi dari kadar amonium.
Kadar NO3-N pada perairan alami biasanya tidak pernah melebihi nilai 0.1 mg/liter.
Kadar NO3-N di perairan mencapai nilai 0.2 mg/liter dapat menyebabkan eutrofikasi
yang berakibat pada tumbuh pesatnya fitoplanktondan alga. Kadar nitrat di perairan
dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat penyuburannya :
 kadar nitrat antara 0 mg/liter hingga 1 mg/liter untuk perairan oligotrofik;
 kadar nitrat antara 1 mg/liter hingga 5 mg/liter untuk perairan mesotrofik;
 kadar nitrat 5 mg/liter hingga 50 mg/liter untuk perairan eutrofik.

Parameter Biologi

1. Plankton
Parameter biologi dari kualitas air yang biasa dilakukan pengukuran untuk
kegiatan budidaya ikan adalah plankton, dan benthos sebagai organisme air yang hidup
di perairan dan dapat digunakan sebagai pakan alami bagi ikan budidaya.
Plankton terkadang kita temukan terapung di permukaan air, di dasar kolam,
ataupun melayang – layang memenuhi air kolam. Plankton ini ada yang bergerak aktif
seperti hewan pada umumnya, tetapi ada pula yang bisa melakuka assimilasi
(photosynthesis) seperti halnya tumbuhan di daratan. Jenis plankton yang dapat
bergerak aktif seperti hewan pada umumnya disebut zooplankton (plankton hewani),
sedangkan jenis plankton yang bisa melakukann asssimilasi seperti tumbuhan disebut
phytoplankton(plankton nabati).
Kelimpahan plankton yang terdiri dari phytoplankton dan zooplankton sangat
diperlukan untuk mengetahui kesuburan suatu perairan yang akan dipergunakan untuk
kegiatan budidaya. Plankton pada umumnya sangat peka terhadap perubahan
lingkungan hidupnya (suhu, pH, salinitas, gerakan air, cahaya matahari dll) baik untuk
mempercepat perkembangan atau yang mematikan.
Berdasarkan ukurannya, plankton dapat dibedakan sebagai berikut :
 Macroplankton (masih dapat dilihat dengan mata telanjang/biasa/tanpa
pertolongan mikroskop).
 Netplankton atau mesoplankton (yang masih dapat disaring oleh plankton net
yang mata netnya 0,03 - 0,04 mm).
 Nannoplankton atau microplankton (dapat lolos dengan plankton net diatas).
Berdasarkan tempat hidupnya dan daerah penyebarannya, plankton dapat merupakan
:
 Limnoplankton (plankton air tawar/danau)
 Haliplankton (hidup dalam air asin)
 Hypalmyroplankton (khusus hidup di air payau)
 Heleoplankton (khusus hidup dalam kolam-kolam)
 Petamoplankton atau rheoplankton (hidup dalam air mengalir,
sungai) Plankton dalam perairan berperan sebagai :
 Penyedia makanan pemula bagi seluruh konsumen: zooplankton & anak ikan
 Sumber oksigen terlarut (fotosintesis)
 Fondasi dari siklus makanan di perairan
 Indikasi pencemaran suatu perairan

Gambar 3. Contoh Fitoplankton dan Zooplankton

Plankton dibagi menjadi dua yaitu phytoplankton dan zooplankton.


Phytoplankton adalah organisme air yang melayang – layang mengikuti pergerakan air
dan berupa jasad nabati. Jenis – jenis phytoplankton yang sudaah dapat dibudidayakan
dan dikonsumsi oleh ikan antara lain :

1. Kelas Chlorophyceae, contohnya Chlorococcum, Chlorella, Chlamydomonas,


Euglena, Tetraselmis, Volvox, Scenedesmus, Hydrodictyon reticulatum,
Spyrogyra,, Oedogonium, Ulva, Chara.
2. Kelas Bacillariophyceae, contohnya Chaeetoceros calcitran, dan Skeletonema
costatum
3. Kelas Cyanophyceae, contohnya Spirulina.

Sedangkan Zooplankton adalah organime air yang melayang – layang mengikuti


pergerakan air dan berupa jasad hewani. Jenis – jenis zooplankton yang sudah dapat
dibudidayakan antara lain :

1. Rotifera, yaitu Brachionus sp.


2. Brachiopoda, yaitu Artemia salina.
3. Cladocera, yaitu Moina sp. dan Daphnia sp.
4. Infusaria, yaitu Pharamecium sp.

2. Benthos
Benthos addalah organisme air yang hidupnya di dasar perairan. Benthos
biasanya dimanfaatkan untuk makanan ikan dan dapat dibudidayakan sebagai makanan
ikan antara lain cacing rambut atau tubifex dan larva Chironomus sp. Ciri – ciri benthos
secara umum antara lain adalah :
 Berwarna merah darah karena banyak mengandung haemoglobin
 Berbentuk seperti benang yang bersegmen - segmen

Gambar 4. Cacing Rambut (Tubifex sp.)

Teknik Pengukuran Parameter Kualitas Air (Fisika, Kimia, Biologi)

Pengukuran kualitas air merupakan materi yang saling berhubungan dengan


materi-materi lain pada mata pelajaran kualitas air. pengukuran kualitas air ini
membahas tentang :
 Identifikasi alat dan bahan pengukuran kualitas air
 Prinsip kerja alat ukur/ metode pengukuran kualitas air
 Metode pengukuran kualitas air
 Prosedur pengukuran kualitas air
 Perhitungan hasil pengukuran
Beberapa parameter kualitas air dapat diamati langsung saat melakukan
sampling di lapangan, hal ini telah dipermudah dengan telah banyaknya perlengkapan
kualitas air digital dan portable yang dapat dibawa langsung ke lapangan, bahkan saat
ini juga telah banyak tersedia berbagai kit analisa kualitas air sehingga hal ini dapat
mempermudah pengukuran kualitas air.
Pengamatan dan pengukuran kualitas air langsung di lapangan mampu
mendapatkan data yang lebih akurat tentang nilai kualitas air yang diperoleh sehingga
analisa yang nantinya akan dilakukan berhubungan dengan kehidupan ikan yang
dibudidayakan akan lebih tepat. Namun ada juga beberapa kualitas air yang tidak dapat
diukur langsung di lapangan, hal ini berhubungan dengan perlakuan, metode
pengukuran kualitas air yang akan diamati, waktu pengamatan, hal ini biasanya terjadi
pada pengukuran parameter kimia air atau biologi.

Persiapan alat dan bahan pengukuran kualitas air


Berbagai aspek parameter kualitas air untuk budidaya perikanan memiliki
standart atau nilai kisaran yang masih dapat mendukung untuk kehidupan dan
perkembangan makhluk hidup yang dibudidayakan, beserta peralatan pengukurannya
dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4. Parameter Kualitas Air dan Alat Pengukurannya

Peralatan
No Parameter Gambar
Pengukuran
Parameter Fisika
1 Intensitas Lux meter
Cahaya

2 Suhu Termometer
3 Kecerahan Secchi disk

4 Kekeruhan turbidity meter

5 TDS TDS meter

6 TSS TSS meter

7 Daya hantar Conductivity


listrik meter

8 Salinitas Refraktometer
9 Debit air Current meter

10 Pasang surut Tiang pancang


berskala

11 Kecepatan arus Current meter

Parameter Kimia
12 Oksigen terlarut DO meter

13 Karbondioksida CO2 meter


bebas
14 Amoniak, Nitrat, Spektrofotometer
Nitrit, Fosfat

15 pH (Derajat pH meter
keasaman)

16 Alkalinitas Titrasi

20 Kesadahan dH meter

Parameter Biologi
21 Kelimpahan Plankton net,
plankton Sadwick rafter
cell,
Haemacytometer
22 Kelimpahan Eidgmen grab
benthos

23 Kelimpahan Metode kerik


perifiton

Parameter kimia air tidak hanya dapat diukur dengan menggunakan peralatan digital,
namun ada juga metode pengukuran kualitas air dengan menggunakan metode titrasi
atau pewarnaan. Berikut di bawah ini peralatan yang digunakan dalam pengukuran
parameter kualitas air dengan cara titrasi dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Peralatan yang Digunakan untuk Pengukuran Kualitas Air dengan


Cara Titrasi
No. Nama Alat Kegunaan Gambar
1 Botol BOD / Botol Menampung
Sampel sampel

2 Pipet volumetric Mengukur


volume air
dengan volume
kecil
3 Pipet tetes Meneteskan titran
/ indicator /
sampel

4 Bola hisap Mengambil


sampel air dengan
pipet hisap

5 Statif Menahan buret

6 Buret Tempat
menampung titran
pada saat titrasi
7 Erlenmeyer Untuk
menyimpan dan
memanaskan
larutan
Menampung
filtrate hasil
penyaringan
Menampung
titran hasil proses
titrasi
8 Beaker glass Untuk mengukur
volume yang
tidak memerlukan
ketelitian tinggi
Menampung zat
kimia,
memanaskan
cairan, media
pemanasan cairan
9 Gelas ukur Mengatur dan
mengukur volume
larutan yang tidak
memerlukan
ketelitian tinggi
dalam jumlah
tertentu

Pengukuran Parameter Fisika

 Warna air
Pada penentuan warna sejati, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan
kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Filtrasi (penyaringan) bertujuan menghilangkan
materi tersuspensi dalam air tanpa mengurangi keaslian warna air. Sentrifugasi
mencegah interaksi warna dengan material penyaring. Warna sejati tidak dipengaruhi
oleh kekeruhan.
Warna perairan dapat dipakai (tidak selamanya) sebagai parameter apakah suatu
perairan sudah tercemar atau belum. Warna perairan dapat pula dipengaruhi oleh biota
yang ada didalamnya, misalnya algae, plankton dan tumbuhan air. Air sungai pada
umumnya berwarna bening sampai kecoklatan, hal ini karena dipengaruhi oleh adanya
pencucian badan sungai itu sendiri dan kadungan suspensi didalamnya. Warna perairan
diukur dengan metode organoleptik, pengamatan dengan kasat mata atau dengan Visual
Comparation Method yaitu dengan cara membandingkan air sampel dengan warna
standart yang dibuat dari unsur platinum (Pt) dan cobalt (Co). satuan dari warna adalah
unit PtCo. untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna 5 – 15 PtCo.
air sampel yang berasal dari danau dengan warna kuning kecoklatan memiliki nilai
warna 200 – 300 PtCo. Semakin dalam kolom air maka akan menunjukkan nilai warna
yang semakin tinggi, hal ini disebabkan karena adanya bahan organik yang terlarut di
dasar perairan.

Intensitas Cahaya
Alat yang digunakan adalah Lux meter. Dimana alat tersebut disimpan di atas
permukaan air laut kemudian dicatat nilai yang ada pada Lux meter.

Suhu
Suhu air diukur dengan menggunakan thermometer yaitu dengan cara
mencelupkan sampai 3/4 panjang thermometer ke dalam air. Diusahakan agar tubuh
tidak menyentuh thermometer karena suhu tubuh dapat mempengaruhi suhu pada
thermometer. Setelah itu didiamkan beberapa menit sampai dapat dipastikan tanda
penunjuk skala berada dalam kondisi tidak bergerak. Kemudian menentukan nilai suhu
yang ditunjukkan pada thermometer tersebut dan mencatat hasilnya. Bila suhu perairan
semakin tinggi maka kadar O2 yang terlarut akan semakin rendah, demikian pula
sebaliknya.
Cara Kerja :
 Dicatat suhu udara sekitar
 Untuk air permukaan : Termometer dicelupkan ke dalam perairan, ditunggu
beberapa menit. Diangkat dan dicatat suhunya.
 Untuk air di bawah : Sampel diambil dalam botol, kemudian termometer
dicelupkan ke dalam air tersebut, ditunggu beberapa menit. Diangkat dan dicatat
suhunya.
Kekeruhan
Untuk mengukur parameter kekeruhan dengan menggunakan turbidimeter dilakukan
dengan cara :
 Botol yang berisi air sampel diaduk dengan cara dibolak-balik agar tidak terjadi
endapan,
 Air sampel dipindahkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 20-30 ml
 Tabung reaksi dimasukkan ke dalam turbidimeter kemudian
 Hasilnya dicatat.
Turbidimeter merupakan salah satu alat yang berfungi untuk mengukur tingkat
kekeruhan air. Turbidimeter merupakan alat yang memiliki sifat optik akibat dipersi
sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya. yang dipantulkan terhadap
cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi
konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Ada 2 jenis Turbidimeter umum yang
sering dipakai sekarang yaitu :
 Bech top dan portabel digunakan untuk menganalisa sampel ambil atas unit Bech
biasanya digunakan sebagai laboratorium stasioner instrumen dan tidak
dimaksudkan untuk menjadi portabel.
 On-line instrumen biasanya dipasang di lapangan dan terus-menerus menganalisa
aliran sampel tumpah off dari proses unit sampling.
Penggunaan alat turbidimetri ini yaitu menyimpan sampel atau standart pada
botol kecil/botol sampel. Sebelum alat digunakan terlebih dahulu diset, dimana angka
yang tertera harus 0 atau dalam keadaan netral, kemudian lakukan pengukuran dengan
menyesuaikan nilai pengukuran dengan cara memutar tombol pengatur hingga nilai
yang tertera pada layar pada turbidimeter sesuai dengan nilai standart. Setelah itu
sampel dimasukkan pada tempat pengukuran sampel yang ada pada turbidimeter,
hasilnya dapat langsung dibaca skala pengukuran kekeruhan tertera pada layar dengan
jelas. Akan tetapi pengukuran sampel harus dilakukan sebanyak 3 kali dengan menekan
tombol pengulangan pengukuran untuk setiap pengulangan agar pengukuran tepat atau
valid, dan hasilnya langsung dirata-ratakan.
Dasar dari analisis turbidimetri adalah pengukuran intensitas cahaya yang
ditranmisikan sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdispersi, bilamana cahaya
dilewatkan melalui suspensi maka sebagian dari energi radiasi yang jatuh dihamburkan
dengan penyerapan, pemantulan, dan sisanya akan ditranmisikan. Pada alat
turbidimeter yang dipraktikan aplikasinya ini cahaya masuk melalui sample air
kemudian sebagian diserap dan sebagian diteruskan, cahaya yang diserap itulah yang
merupakan tingkat kekeruhan. Maka jika semakin banyak cahaya yang diserap maka
semakin keruh cairan tersebut. Menurut WHO (World Health Organization).

Salinitas
Salinitas dapat diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Refraktometer
adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi bahan terlarut misalnya
: Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya
adalah dengan memanfaatkan refraksi cahaya.
Salinitas diukur dengan alat refraktometer dengan cara :
 Refraktometer yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara
meneteskan aquades ke kaca depan refraktometer.
 Amati kadar salinitas dari lensa belakang hingga menunjukkan angka 0 dengan
sambil memutar bagian kalibrasinya dengan menggunakan obeng kecil di bagian
atas refraktometer.
 Bersihkan kaca depan refraktometer dengan mengguakan tisu hingga benar-
benar bersih sebelum digunakan untuk mengamati kadar salinitas sampel.
 Air sampel diambil secukupnya, lalu diteteskan pada kaca depan refraktometer,
 Kemudian diamati melalui lensa belakang,
 Penunjukan nilai salinitas pada alat tersebut,dicatat.

Gambar 5. Penggunaan Hand Refractometer


Kecerahan
Salah satu cara untuk mengukur kecerahan air dilakukan dengan menggunakan
keping Secchi (Secchi-disk), yaitu sebuah keping bulat dengan garis tengah 20 cm yang
terbuat dari seng dan dicat putih atau hitam-putih yang diberi pemberat. Alat tersebut
diturunkan ke dalam air sampai tidak tampak, kedalamannya diukur, kemudian
diturunkan lebih dalam lagi. Selanjutnya keping tersebut diangkat kembali dan apabila
keping hampir tampak lagi, maka kedalamannya diukur lagi. Harga rata-rata kedua
pengukuran tersebut diambil sebagai kecerahan keping secchi. (Secchi disc visibility)
dengan satuan sentimeter

(a) (b)

Gambar 6. Pengukuran Kecerahan (a) Secchi Disk dengan Skala


Pengukuran dan (b) Penggunaan Secchi Disk

 Kedalaman
Pengukuran kedalaman perairan dapat menggunakan tongkat berskala atau
meteran tali berskala tergantung dari lokasi sampling. Bila kedalaman lebih dari 2 meter
maka disarankan menggunakan tali berskala. tongkat berskala dapat dibuat sendiri
dengan menempelkan meteran pada tongkat kayu. tali berskala juga dapat dibuat sendiri
dengan bantuan meteran yang diikat pada pemberat. tujuan digunakan pemberat pada
tali adalah supaya tali tidak terbawa arus dan kedalaman yang terukur dalam keadaan
tegak dengan dasar perairan.

Kecepatan Arus
Pergerakan air atau arus air diperlukan untuk ketersediaannya makanan bagi
jasad renik dan oksigen. Selain itu untuk menghindari karang dari proses pengendapan.
Adanya adukan air yang disebabkan oleh adanya pergerakan air akan menghasilkan
oksigen di dalam perairan tersebut. Pada umumnya bila suatu perairan mempunyai arus
yang cukup deras maka kadar oksigen yang terlarut juga akan semakin tinggi.
Alat :
 Current meter atau benda yang terapung (bola pingpong)
 Roll meter
 Stop watch
 Tali rafia
 Ranting kayu

Cara Kerja :
 Setiap 100 meter perairan tersebut diberi tanda dengan ranting kayu searah
aliran air.
 Bola pingpong yang telah diikat dengan tali rafia diletakkan di atas permukaan
air berbarengan dengan dijalankannya stop watch.
 Kecepatan gerakan bola tiap 100 meter dicatat.
 Percobaan diulangi hingga beberapa kali dan dirata-rata.
Perhitungan :

Kecepatan arus

Debit air
Debit air adalah volume aliran air per satuan waktu. Debit air dipengaruhi oleh
luas penampang perairan dan kecepatan arus.
Alat :
 Roll meter
 Bandul logam
 Bola pingpong
Cara Kerja :
 Diukur lebar dan panjang perairan, lebar dan panjang perairan tersebut dibagi
rata untuk beberapa titik.
 Kemudian pada tiap titik diukur kedalamannya dengan bandul logam untuk
kemudian dibuat gambar penampang perairan dan diukur luas perairan tersebut
(A m2).
 Dihitung juga kecepatan arus air dengan mengunakan bola pingpong.

Perhitungan : Q = A x V

A = luas penampang (luas x dalam)


V = kecepatan arus

Padatan Tersuspensi Total dan Padatan Terlarut Total (TSS dan TDS)
Padatan tersuspensi total atau Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan-bahan
tersuspensi dan tidak terlarut dalam air, bahan-bahan ini tersaring pada kertas saring
Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 µm. Sedangkan Padatan terlarut total adalah
bahan-bahan terlarut yang tidak tersaring dengan kertas saring Millipore dengan ukuran
pori-pori 0,45 µm. Cara pengukuran TSS dilakukan dengan gravimetric yang terdiri dari
kegiatan penyaringan, penguapan dan penimbangan biasanya pengukurannya digabung
dengan pengukuran Padatan terlarut total atau Total Disolved Solid (TDS).
Alat dan Bahan :
 Kertas saring/Filter Millipore dengan porositas 0,45 µm
 Vacum pump
 Timbangan
 Cawan porselin
 Oven
 Desikator
 500 mL sampel air
 Gelas piala, gelas ukur dan corong
Cara Kerja Pengukuran TSS:
 Siapkan filter dan vacuum pump. saring 2 x 20 ml akuades, biarkan
penyaringan berlanjut sampai 2 – 3 menit untuk mengisap kelebihan air
 keringkan kertas saring dalam oven selama 1 jam pada temperature 103 – 105
°C, diinginkan dalam desikator, lalu timbang (B gr)
 ambil 100 ml air sampel dengan kertas ukur, aduk, kemudian saring dengan
menggunakan kertas saring (filter) yang telah ditimbang pada prosedur no 2
 keringkan filter dan residu dalam oven 103 – 105 °C selama paling sedikit 1
jam, dinginkan dalam desikator, timbang (A gr)
Perhitungan :
=….mg/L

Keterangan =
A = Berat (mg) filter dan residu
B = Berat (mg) filter
Cara Kerja Pengukuran TDS :
 siapkan filter (Millipore dengan porousity 0,45 µm atau yang setara) rendam
dalam aquades selama 24 jam dan biarkan kering
 panaskan mangkuk porselen bersih pada tanur suhu 550 °C atau oven 103 – 105
°C selama 30 menit
 dinginkan dalam desikator dan timbang (D mg)
 saring air sampel 100 ml dengan menggunakan vacuum pump, tuang air
tersaring ke dalam mangkuk porselen
 uapkan mangkuk tersebut di atas hot plate hingga kadar air berkurag, lalu
keringkan pada oven 105 °C selama 1 jam
 dinginkan mangkuk porselen dan residu dalam desikator kemudian timbang (R
mg)
Perhitungan :
TDS

Keterangan =
R = Berat (mg) mangkuk dan
residu D = Berat (mg) mangkuk
Pengukuran Parameter Kimia
 pH air

pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (atau


kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Yang dimaksudkan "keasaman" di sini
adalah konsentrasi ion hidrogen(H+) dalam pelarut air. Nilai pH berkisar dari 0 hingga
14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7. Nilai pH>7
menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH<7 menunjukan keasaman.
Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion OH- terlarut
(sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7 pada
kesetimbangan. Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak
kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya terjadi
kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya. Pengukuran senyawa asam
dan basa dapat dilakukan menggunakan kertas lakmus, indikator asam basa (pH paper)
dan pH meter.

Gambar 7. Kertas pH

Kertas pH
Bahan :
a. Kertas pH
b. Lembar kerja
Langkah Kerja :
a. Ambil kertas pH yang belum terpakai
b. Celupkan beberapa saat (2 – 3 menit) dalam perairan yang akan diukur nilai
pHnya
c. Angkat kertas pH dan lihat warna yang tampak
d. Bandingkan warna kertas pH hasil pengukuran dengan indicator warna pada
kemasan kertas pH
e. Indikator warna yang sama menunjukkan nilai pH pada perairan tersebut
f. Catat hasil pengukuran dalam lembar kerja

pH Meter
pH meter adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur pH suatu
larutan. Elektroda pada pH meter dicelupkan pada larutan yang akan diuji pH nya. pH
meter akan menunjukkan pH larutan tersebut secara otomatis. Prosedur pengukurannya
sebagai berikut :
Alat :
a. pH meter
b. Alat tulis
Bahan :
a. Media / Sampel
b. Lembar kerja
Langkah kerja :
a. Ambil pH meter dan pastikan dalam kondisi baik
b. Buka penutup pH meter hingga ujung sensor terlihat
c. Kalibrasi pH meter dengan cara sesuai yang tercantum dalam buku manual alat
d. Kemudian celupkan sensor pada perairan yang akan di ukur pHnya
e. Geser tombol di ujung pH meter hingga menunjuk posisi „ON‟ dan muncul
angka pada layar monitor
f. Diamkan beberap saat daalam perairan hingga angka diam / kondisi stabil
g. Angka yang tertera merupakan hasil pengukuran pH di perairan tersebut
h. Catat hasilnya dalam lembar kerja
Gambar 8. pH Meter

Pemeliharaan pH Meter

pH meter harus dirawat secara berkala untuk menjaga umur pakai dari alat
tersebut. Pemeliharaannya meliputi penggantian batere dilakukan jika pada layer
muncul tulisan low battery Pembersihan elektroda bisa dilakukan berkala setiap
minimal 1 minggu sekali. Pembersihannya menggunakan larutan HCl 0.1 N (encer)
dengan cara direndam selama 30 menit kemudian dibersihkan dengan aquadest. Ketika
tidak dipakai, elektroda utama bagian gelembung gelasnya harus selalu berada pada
keadaan lembab. Oleh karena itu, penyimpanan elektroda disarankan selalu direndam
dengan menggunakan aquadest. Penyimpanan pada posisi kering akan menyebabkan
membran gelas yang terdapat pada gelembung elektroda akan mudah rusak dan
pembacaannya tidak akurat. Ketika disimpan, pH meter tidak boleh berada pada suhu
ruangan yang panas karena akan menyebabkan sensor suhu pada alat cepat rusak.

 Oksigen terlarut (DO)

Oksigen terlarut adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. oksigen
terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tanaman
air atau dari difusi udara. kadar oksigen terlarut dapat ditentukan dengan cara titrasi
maupun alat ukur elektronik DO meter.
Metode Titrasi dengan cara Winkler
Cara winkler yang didasarkan pada dua reaksi oksidasi – reduksi digunakan
secara meluas dan merupakan cara standar dalam penentuan oksigen terlarut. Cara ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa natrium oksida bereaksi dengan mangan sulfat,
menghasilkan endapan putih dan mangan hidroksida.
MnSO4 + 2NaOH------> Mn(OH)2 + Na2SO4
Dengan adanya oksigen dalam larutan yang sangat basa, mangan hidroksida putih
dioksidasi menjadi mangan oksihidrat (coklat). Jadi jumlah oksigan yang kira-kira ada
dapat diperkirakan dari intensitas warna coklat dari endapan. Dalam media yang sangat
asam, ion-ion mangan dibebaskan dan bereaksi dengan ion-ion yod bebas dari kalium
yodida membentuk yod bebas. Jumlah yod bebas ekuivalen dengan jumlah oksigen
yang ada dalam sampel. Jumlah yod dapat ditentukan melaui titrasi dengan natrium
tiosulfat.

Pereaksi
 Larutan Mangan Sulfat ( MnSO4.4H2O) larutkan 48 gram atau 40 gram MnSO4.
2H2O dalam sedikit air suling . Buatlah menjadi 100 ml air suling. Mangan klorida
dapat digunakan selain mangan sulfat Larutan mangan klorida dapat disiapkan
dengan melarutkan 100 gram kristal mangan klorida tetrahidrat murni dalam 200
ml air suling.
 Yodida Alkali (Pereaksi Winkler). Larutkan 50 gram NaOH dan 13,5 gram NaI
atau 15 gram KI dalam 100 air suling.
 Asam Sulfat Pekat.
Larutan Baku Natrium Tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) 0,1 N. Larutkan 24,83 gram
natrium tiosulfat dalam sedikit air suling, masukkan dalam labu takar 1 liter dan
tambahkan air suling sampai tanda batas. Tambahkan kedalam larutan tiosulfat 5
ml kloroform untuk mencegah kerusakan larutan
 Penitrasi ( Na2S2O3) 1/80 N (0,0125 N). Encerkan dari larutan induk tiosulfat
12,5 ml larutan baku menjadi 1 liter dengan air suling.
 Larutan Kanji. Encerkan 30 ml larutan KOH 20 % menjadi 400 ml dengan air
suling. Tambahkan 2 gram kanji didalamnya. Aduk sampai larutan menjadi hamper
bening. Diamkan larutan selama 1 jam. Secara bertahap tambahkan asam klorida.
Periksalah pH sesering mungkin sampai larutan menjadi netral. Tambahkan 1 ml
asam asetat glacial.
Prosedur pengukuran oksigen terlarut dengan metode Titrasi (Winkler)
Alat :
 Botol Winkler
 Pipet tetes
 Perangkat titrasi
 Pipet volume
Bahan :
 Air sampel
 Iodida alkali (perekasi Winkler)
 H2SO4 pekat
 Larutan Mangan sulfat/ MnSO4 48 %
 Natrium tiosulfat 0,025 N
 Indikator amylum 1 %
Cara Kerja :
Ditambahkan kedalamnya 1 mL MnSO4 dan 1 mL reagen Winkler, lalu dikocok dan
ditunggu hingga terbentuk endapan.
 Ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat, dikocok hingga endapan larut.
 Diambil 50,0 mL sampel tersebut, dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025
N sampai berwarna kuning muda pucat.
 Ditambahkan indikator amilum (biru).
 Dititrasi kembali dengan larutan Natrium tiosulfat, dari biru sampai menjadi
bening.
 Dicatat berapa mL Natrium tiosulfat yang dipakai.

Perhitungan :

Kadar O2 (mg/l) = 8000 x mL Na2S2O3 x N Na2S2O3 mL sampel


Gambar 9. Pengukuran kadar oksigen terlarut dengan cara titrasi

Pengukuran Oksigen Terlarut dengan Menggunakan Do Meter


Alat :
 DO meter
 Alat Tulis
Langkah Kerja :
a. Ambil DO meter dan pastikan dalam kondisi baik
b. Lepaskan sensor dari badan alat
c. Kalibrasi dengan cara sesuai yang tercantum dalam buku manual alat
d. Celupkan sensor dalam perairan sesuai dengan kedalaman yang diinginkan
e. Tekan tombol „ON‟ pada alat hingga muncul angka pada layar monitor
f. Diamkan beberapa saat hingga angka pada layar monitor dalam kondisi stabil
g. Angka yang tertera di layar monitor merupakan hasil pengukuran DO pada
perairan tersebut
h. Catat hasilnya dalam lembar kerja.

 Kesadahan Total
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air,
umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Air
sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi, sedangkan air
lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion kalsium dan magnesium,
penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam lain maupun garam-garam
bikarbonat dan sulfat.
Metode paling sederhana untuk menentukan kesadahan air adalah dengan sabun.
Dalam air lunak, sabun akan menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun
tidak akan menghasilkan busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Kesadahan air
total dinyatakan dalam satuan ppm berat per volume (w/v) dari CaCO 3. Air sadah
digolongkan menjadi 2 jenis berdasarkan jenis anion yang iikat oleh kation (Ca 2+, Mg2+)
yaitu:
Air sadah sementara
Mengandung garam hidrokarbonat seperti Ca(HCO3)2 dan atau Mg(HCO3)2.
 Air sadah sementara dapat dihilangkan kesadahannya dengan cara memanaskan
air tersebut sehingga garam karbonatnya mengendap, reaksinya:
Ca(HCO3)2 (aq) CaCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
Mg (HCO3)2 (aq) MgCO3 (s) + H2O (l) + CO2 (g)
 Selain dengan memanaskan air, sadah sementara juga dapat dihilangkan
kesadahannya dengan mereaksikan larutan yang mengandung Ca(HCO3)2 atau
Mg (HCO3)2 dengan kapur (Ca(OH)2):
Ca(HCO3)2 (aq) + Ca(OH)2 (aq) –>2CaCO3 (s) + 2H2O (l)

Air sadah tetap


Mengandung garam sulfat (CaSO4 atau MgSO4) terkadang juga mengandung garam
klorida (CaCl2 atau MgCl2). Air sadah tetap dapat dihilangkan kesadahannya
menggunakan cara:
 Mereaksikan dengan soda Na2CO3 dan kapur Ca(OH)2, supaya terbentuk
endapan garam karbonat dan atau hidroksida:
CaSO4 (aq) + Na2CO3 (aq) –>CaCO3 (s) +Na2SO4 (aq)
 Proses Zeolit Dengan natrium zeolit (suatu silikat) maka kedudukan akan
digantikan ion kalsium dan ion magnesium atau kalsium zeolit.
Metode Titrasi EDTA
 Kesadahan total yaitu ion Ca2+ dan Mg2+ dapat ditentukan melalui titrasi
dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka terhadap
semua kation tersebut. Kejadian total tersebut dapat dianalisis secara terpisah
misalnya dengan metode AAS (Automic Absorption Spectrophotometry). Asam
Ethylenediamine Tetraacetic dan garam sodium ini (singkatan EDTA) bentuk
satu kompleks kelat yang dapat larut ketika ditambahkan ke suatu larutan yang
mengandung kation logam tertentu. Jika sejumlah kecil Eriochrome Hitam T
atau Calmagite ditambahkan ke suatu larutan mengandung kalsium dan ion-ion
magnesium pada satu pH dari 10,0 ± 0,1, larutan menjadi berwarna merah muda.
Jika EDTA ditambahkan sebagai satu titran, kalsium dan magnesium akan
menjadi suatu kompleks, dan ketika semua magnesium dan kalsium telah
manjadi kompleks, larutan akan berubah dari berwarna merah muda menjadi
berwarna biru yang menandakan titik akhir dari titrasi. Ion magnesium harus
muncul untuk menghasilkan suatu titik akhir dari titrasi. Untuk
mememastikankan ini, kompleks garam magnesium netral dari EDTA
ditambahkan ke larutan buffer.
 Penentuan Ca dan Mg dalam air sudah dilakukan dengan titrasi EDTA. pH
untuk titrasi adalah 10 dengan indikator Eriochrom Black T (EBT). Pada pH
lebih tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide. Adanya gangguan Cu bebas dari
pipa-pipa saluran air dapat di masking dengan H2S. EBT yang dihaluskan
bersama NaCl padat kadangkala juga digunakan sebagai indikator untuk
penentuan Ca ataupun hidroksinaftol. Seharusnya Ca tidak ikut terkopresitasi
dengan Mg, oleh karena itu EDTA direkomendasikan.
 Kejelasan dari titik- akhir banyak dengan pH peningkatan. Bagaimanapun, pH
tidak dapat ditingkat dengan tak terbatas karena akibat bahaya dengan kalsium
karbonat mengendap, CaCO3, atau hidroksida magnesium, Mg(OH)2 , dan
karena perubahan celup warnai di ketinggian pH hargai. Ditetapkan pH dari 10,0
± 0,1 adalah satu berkompromi kepuasan. Satu pembatas dari 5 min disetel
untuk jangka waktu titrasi untuk memperkecil kecenderungan ke arah CaCO3
pengendapan.
Cara Pengukuran
Alat :
 Pipet volume 10,0 mL
 Erlenmeyer
 Buret
Bahan :
 Larutan EDTA
 Larutan Buffer pH 10
 Indikator EBT
Cara kerja :
 Dipipet 10 mL air dimasukkan kedalam erlenmeyer.
 Tambahkan indikator EBT hingga larutan menjadi merah muda.
 Tambahkan larutan buffer pH 10 sebanyak 1-1,5 mL.
 Dititrasi dengan larutan EDTA hingga menjadi biru muda.
 Catat volume EDTA yang dipakai.
Perhitungan :
mg/L CaCO3 : mL EDTA X faktor EBT X 10 mL sampel

 Alkalinitas
Alkalinitas merupakan konsentrasi total dari unsur basa yang terkandung dalam
air dan biasa dinyatakan dalam mg/liter atau setara dengan kalsium karbonat (CaCO3).
Dikatakan bahwa alkalinitas dalam air tawar sangat berperan penting karena alkalinitas
tidak hanya berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan plankton, tapi juga
mempengaruhi parameter-parameter lainnya. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk
menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai PH larutan. Alkanitas merupakan
hasil dari reaksi-reaksi dalam larutan sehingga merupakan sebuah analisa “makro” yang
menggabungkan beberapa reaksi. Alkalinitas dalam air disebabkan oleh ion-ion
karbonat, bikarbonat, hidroksida (OH-) dan juga borat, fosfat, silikat dan sebagainya.
Dalam air sifat alkalinitas sebagian besar disebabkan oleh adanya bikarbonat dan
sisanya oleh karbonat dan hidroksida (OH-).
Alkalinitas merupakan kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap pH
perairan yang terdiri atas anion-anion seperti anion bikarbonat (HCO3-), karbonat
(CO32-) dan hidroksida (OH-). Borat (H2BO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO4 2- dan
H2PO4-) sulfide (HS-) dan amonia (NH3) dalam perairan yang dapat menetralkan
kation hydrogen. Namun pembentuk alkalnitas yang utama adalah bikarbonat, karbonat
dan hidroksida . Pengukuran alkalinitas dapat dilakukan dengan metode titrasi
Alat :
 Labu erlenmeyer 250 mL
 Buret volume 50 mL
 Gelas ukur
 Pipet
Bahan :
 Larutan PP (Phenol Ptalein)
 Larutan MO (Methyl Orange)
 Larutan peniter H2SO4 0.02 N
Cara kerja :
1. Siapkan semua alat yang digunakan
2. Ambil air sampel 100 mL dan berikan 5 tetes PP
3. Apabila tidak berwarna, maka tidak ada PP alkalinitas. Tambahkan MO
kemudian titrasi dengan larutan H2SO4 dari warna kuning sampai warna orange
kemudian hitung larutan H2SO4 yang digunakan (M)
4. Apabilla berwarna, maka langsung titrasi dengan larutan H2SO4 sampai
berwarna kuning. Lalu hitung larutan H2SO4 yang digunakan (P) kemudian
masukkan MO, lalu titrasi dengan larutan H 2SO4 sampai warna orange. Hitung
larutan H2SO4 yang digunakan (B)
5. Perhitungan total alkalinitas adalah sebagai berikut :

Total Alkalinitas

Keterangan :
M = Volume peniter (H 2SO4 mL)
P = Volume peniter (H 2SO4 mL)
B = Volume peniter (H2SO4 mL)
N = Normalitas peniter (H2SO4) 0.02 N
V = Volume air sampel
50 = Berat molekul CaCO3
1000 = Jumlah liter ke mililiter
Perhitungan :
1 tetes asam sulfat = 1 ppm
Gambar 10. Pengukuran Alkalinitas dengan Metode Titrasi

 Fosfat
Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat,
polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk
terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. orthophosphate
adalah phosphate anorganik, merupakan salah satu bentuk phosphor (P) yang terlarut
dalam air. Orthophospate adalah bentuk phosphor yang dapat langsung dimanfaatkan
oleh organisme nabati (fitoplankton dan tumbuhan air).
Banyaknya konsentrasi ortofosfat dalam air contoh dapat terukur dengan
menggunakan prinsip spektrofotomerik yang dilakukan di labortorium. Agar dapat
terbaca oleh mesin spektrofotometer, ortofosfat dalam 10 ml air contoh yang telah
disaring harus direaksikan terlebih dahulu dengan beberapa senyawa kimia. Akan tetapi
reaksi ini harus berjalan dibawah pH 8.3. Oleh karena itu, air contoh diberikan 1 atau 2
tetes indikator phenolphthalein sebagai penunjuk pH. Bila muncul warna merah muda
setelah diberi indicator (artinya pH>8.5), maka pH air contoh diturunkan dengan cara
menambahkan H2SO4 encer sampai warnanya berubah menjadi bening (pH<8.3).
Setelah itu air contoh tersebut direaksikan dengan 1.6 ml combine reagent yang terdiri
atas H2SO4 5 N, potasium antimonil tartat, amonium molibdat, dan asam askorbat.
Kemudian ditutup rapat dan didiamkan selama 10 menit. Lalu absorbansi warna air
contoh (biru) diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm. Warna
biru yang ditimbulkan merupakan akibat terbentuknya senyawa amonium fosfomolibdat
tereduksi. Kemudian Absorbansi air contoh disesuaikan dengan absorbansi akuades
(blanko) dan konstanta perhitungan (APHA, 1989).

Alat :
 Spektofotometer
 pipet tetes

Bahan :
 Ammonium Molybdate; (NH4)8MO7O24.4H2O
 Asam borat 1 %; H3BO3
 Asam sulfat 2,5 M; H2SO4
 Asam ascorbic 1 %
 Kertas saring Whatman no. 42

Cara Kerja :
 Mengambil sampel air yang dengan menggunakan pipet 2,0 yang telah disaring,
lalu memasukkan ke dalam tabung reaksi.
 Menambahkan 2,0 ml H3BO3 1%, lalu mengaduknya.
 Menambahkan 3,0 ml larutan pengoksid fosfat (campuran antara Asam sulfat 2,5
M, asam ascorbic & ammonium molybdate) lalu mengaduknya. Dan biarkan satu
jam, agar terjadi reaksi yang sempurna.
 Membuat larutan blanko dari 2,0 ml akuades dengan melakukan prosedur b dan c
 Memilih program pengukuran fosfat pada alat spektrofotometer
 Memasukkan ke dalam kuvet larutan blanko yang telah dibuat kemudian
memasukkan kuvet ke alat Spektrofotometer kemudian menekan “Zero”
 Setelah itu memasukkan kuvet yang berisi contoh air yang telah dipreparasi
kemudian menekan “Read”
 Mencatat nilai fosfat yang diperoleh dalam satuan mg/L
Gambar 11. Pengukuran Kualitas Air dengan Menggunakan Spektofotometer

Pengukuran Parameter Biologi

 Plankton
Secara umum keberadaan plankton di perairan akan dipengaruhi oleh tipe
perairannya (mengalir atau tergenang), kualitas kimia dahn fisika perairan (misalnya
suhu, kecerahan, arus, pH, kandungan CO2 bebas dsb) dan adanya kompetitor
pemangsa plankton. Pada perairan tergenang keberadaan plankton akan berbeda dari
waktu ke waktu dan berbeda pula dalam menempati ruang atau badan air, sedangkan
pada perairan mengalir unsur waktu dan ruang relative tidak berperan nyata. Hal ini
menyebabkan pengambilan sampel untuk pengamatan parameter biologi perairan
berbeda-beda.
Pengambilan sampel air untuk pengamatan parameter plankton terdiri dari
beberapa metode, yaitu :
 penyaringan (filtration method) dengan menggunakan plankton net dengan ukuran
mata jaring disesuaikan dengan klasifikasi plankton yang diinginkan. jumlah air
yang tertampung bervariasi 5 – 50 l tergantung dari kepadatan plankton yang dapat
dilihat dari warna air. Sampel diambil dengan menggunakan alat sampling dengan
volume tertentu, kemudian di saring dengan menggunakan planktonnet. sampel
plankton yang tertampung dalam saringan dipindahkan ke dalam botol koleksi lalu
diawetkan dengan menggunakan formalin atau alcohol sebelum dilakukan
identifikasi plankton di bawah mikroskop.
 pengendapan air contoh (sedimentation method) dengan menggunakan tabung
penampung
 centrifuge cara ini kurang diminati karena tidak portable
Pengamatan plankton sebagai parameter biologi umumnya meliputi
keanekaragaman plankton dan kelimpahan plankton yang terkandung dalam suatu
perairan. perhitungan kelimpahan plankton dapat menggunakan :
 Haemocytometer, pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi phytoplankton atau
plankton mikroskopik, pada mikroskop dengan perbesaran 100 x. Biasa digunakan
untuk perhitungan (counting) Fitoplankton dengan ukuran < 10 µm.

(a) (c)

(b)
Gambar 12. (a) Haemocytometer (b) Perbesaran Penampang Untuk Menghitung
Sampel Plankton (c) Titik Pengamatan Kelimpahan Plankton

 Sedgwick rafter cell, pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi Mikrozooplankton
dan Fitoplankton dengan menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 100

Gambar 13. Sedgwick Rafter Cell


Sadgwick rafter cell merupakan alat pengamatan plankton yang paling sering
digunakan untuk kegiatan identifikasi plankton, karena memiliki kapasitas yang relatif
lebih besar, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi fitoplankton dan zooplankton
yang berukuran mikro. Volume sedgwick rafter cell tepat 1(satu) cc atau 1 cm3 dengan
perincian panjang 50 mm, lebar 20 mm dan tebal 1 mm.
 Bogorov tray, pengamatan dengan alat ini ditujukan bagi zooplankton dengan
menggunakan mikroskop binokuler perbesaran 40 x, volume bogorov tray dalam
satu kali pengamatan ± 6 ml.

Gambar 14. Bogorov Tray

Parameter-parameter biologi kualitas air yang sering dijadikan perhitungan dalam


pengamatan adalah :
Kelimpahan plankton
Parameter kelimpahan plankton pada suatu perairan dapat mencerminkan tingkat
kesuburan suatu perairan. Kelimpahan plankton yang tinggi juga dapat menunjukkan
adanya dominasi dalam rantai makanan. hal ini dapat dijadikan indicator suatu
perairan.Pengukuran kelimpahan plankton adalah sebagai berikut :
Alat :
 Plankton net
 Ember vol 10 l
 Botol sampel
 Sedgwick rafter (SR)
 Hand counter
 Pipet tetes
 Mikroskop
 Literature (buku identifikasi)
Bahan :
 Formalin 2-5%
Cara kerja :
 Ambil sampel plankton yang akan diamati dengan menggunakan plankton net
 Gunakan ember volume 10 liter untuk mengambil sampel air, banyaknya
pengambilan tergantung dari kekeruhan air, bila air keruh lakukan 2-3 kali
pengambilan dengan ember penuh, jika perairan relative bening lakukan 5-10 kali
pengambilan sampel
 Tuangkan air dalam ember ke dalam plankton net yang telah dipasang flakon (botol
sampel) catat volume flakon terlebih dahulu.
 Setelah dilakukan penyaringan dengan plankton net pindahkan sampel ke dalam
botol koleksi, tambahkan 2-4 tetes formalin 4%
 Pengamatan kelimpahan plankton menggunakan sr dengan cara mengocok botol
sampel terlebih dahulu

 Teteskan sampel ke dalam ruang sr hingga terisi penuh, lalu tutup dengan cover
 Dalam sekali pengamatan sr berisi 1 ml, lakukan identifikasi minimal 3 kali
pengamatan tergantung dari volume plankton yang diamati
 Catat jenis dan jumlah plankton setiap individu yang ditemukan

Perhitungan :

Kelimpahan plankton dinyatakan secara kuantitatif dalam jumlah sel/liter.


Keterangan:
N : kelimpahan plankton
(individu/l) N: Jumlah sel yang diamati
Vr : Volume sampel (ml)
V0 : Volume air yang diamati pada SRC (ml)
Vs : Volume air yang tersaring
Keanekaragaman plankton
Keanekaragaman plankton dapat menggambarkan biodiversitas atau kekeayaan
dari suatu perairan. selain itu dapat juga menjadi indikator pencemaran bagi perairan
tersebut. pengamatan keanekaragaman sama dengan pengamatan kelimpahan plankton
hanya rumusnya yang membedakan!. Pengukuran keanekaragaman plankton adalah
sebagai berikut :
Alat :
 Plankton net
 Ember vol 10 l
 Botol sampel
 Sedgwick rafter (SR)
 Hand counter
 Pipet tetes
 Mikroskop
 Literature (buku identifikasi)

Bahan :
Formalin 2-5%
Cara kerja :
 Ambil sampel plankton yang akan diamati dengan menggunakan plankton
net
 Gunakan ember volume 10 liter untuk mengambil sampel air, banyaknya
pengambilan tergantung dari kekeruhan air, bila air keruh lakukan 2-3 kali
pengambilan dengan ember penuh, jika perairan relative bening lakukan 5-
10 kali pengambilan sampel
 Tuangkan air dalam ember ke dalam plankton net yang telah dipasang flakon
(botol sampel) catat volume flakon terlebih dahulu.
 Setelah dilakukan penyaringan dengan plankton net pindahkan sampel ke
dalam botol koleksi, tambahkan 2-4 tetes formalin 4%
 Pengamatan kelimpahan plankton menggunakan sr dengan cara mengocok
botol sampel terlebih dahulu
 Teteskan sampel ke dalam ruang sr hingga terisi penuh, lalu tutup dengan
cover
 Dalam sekali pengamatan sr berisi 1 ml, lakukan identifikasi minimal 3 kali
pengamatan tergantung dari volume flakon yang diamati
 Catat jenis dan jumlah plankton setiap individu yang ditemukan

Perhitungan :
Indeks Keanekaragaman Shannon (H‟). Famili dan spesies plankton yang dominan
dinyatakan dalam rumus (Southwood 1989 dalam Subandiyo, 1992):

H’ = - ΣPi log Pi
dimana Pi = n/N
Keterangan:
n : jumlah individu pada i spesies
N: jumlah total individu

Tabel 6. Nilai Indeks Keanekaragaman yang Diperoleh

H’ Keanekaragaman Tingkat Pencemaran


Tingkat Keanekaragaman
H’ > 3 Tidak Tercemar
Tinggi
Tingkat Keanekaragaman
H’ = 1-3 Tercemar Ringan
Sedang
Tingkat Keanekaragaman
H’ < 1 Tercemar Berat
Rendah

 Indeks dominasi plankton


Nilai indeks dominasi plankton dapat menunjukkan dominasi jenis plankton
yang ada dalam perairan tertentu. nilai indeks dominasi berkisar 0 – 1, semakin tinggi
nilai indeks dominasi menunjukkan dalam suatu perairan tersebut didominasi oleh satu
atau dua jenis plankton saja maka dapat pula menggambarkan keanekaragaman yang
sempit dalam perairan teesebut. pengamatan dominasi plankton sama dengan
pengamatan kalimpahan plankton, yang membedakan hanya pada perhitungan dari data
yang telah diperoleh. Pengukuran dominasi plankton adalah sebagai berikut :
Alat :
 Plankton net
 Ember vol 10 l
 Botol sampel
 Sedgwick rafter (SR)
 Hand counter
 Pipet tetes
 Mikroskop
 Literature (buku identifikasi)

Bahan :
 Formalin 2-5%

Cara kerja :
 Ambil sampel plankton yang akan diamati dengan menggunakan plankton net
 Gunakan ember volume 10 liter untuk mengambil sampel air, banyaknya
pengambilan tergantung dari kekeruhan air, bila air keruh lakukan 2-3 kali
pengambilan dengan ember penuh, jika perairan relative bening lakukan 5-10
kali pengambilan sampel
 Tuangkan air dalam ember ke dalam plankton net yang telah dipasang flakon
(botol sampel) catat volume flakon terlebih dahulu.
 Setelah dilakukan penyaringan dengan plankton net pindahkan sampel ke dalam
botol koleksi, tambahkan 2-4 tetes formalin 4%
 Pengamatan kelimpahan plankton menggunakan sr dengan cara mengocok botol
sampel terlebih dahulu
 Teteskan sampel ke dalam ruang sr hingga terisi penuh, lalu tutup dengan cover
 Dalam sekali pengamatan sr berisi 1 ml, lakukan identifikasi minimal 3 kali
pengamatan tergantung dari volume flakon yang diamati
 Catat jenis dan jumlah plankton setiap individu yang ditemukan
Perhitungan :
Dominasi jenis ditentukan dengan menggunakan indeks dominasi Simpson (Barus
2001), dengan persamaan:

Keterangan:
C = indeks dominansi simpson
ni = Jumlah individu spesies ke-
i N = Jumlah total individu

Interaksi Antara Parameter Kualitas Air (Fisika, Kimia, Biologi) Pada Wadah
Pendederan Ikan

Beberapa parameter kualitas air baik biologi, fisika maupun kimia satu dengan
yang lainnya memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya baik berbanding
lurus maupun berbanding terbalik. Sehingga sebagai pelaku budidaya sangat penting
mengetahui interaksi antara parameter kualitas air baik biologi, fisika maupun kimia
pada kegiatan budidaya khususnya kegiatan pendederan sehingga dapat dilakukan
manajemen kualitas air dengan baik dan tepat sehingga kegiatan budidaya dapat
berhasil dengan baik.
Interaksi yang cukup jelas dapat dilihat pada suhu air, suhu air sangat
berpengaruh terhadap jumlah oksigen terlarut di dalam air. Jika suhu tinggi, air akan
lebih cepat jenuh dengan oksigen disbanding dengan suhu rendah. Peningkatan suhu air
mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatisasi serta
penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4.
Suhu air sangat berpengaruh terhadap proses kimia, fisika dan biologi di dalam
perairan,sehingga dengan perubahan suhu pada suatu perairan akan mengakibatkan
berubahnya semua proses di dalam perairan. Hal ini dilihat dari peningkatan suhu air,
maka kelarutan oksigen akan berkurang. Peningkatan suhu perairan 10°C
mengakibatkan meningkatnya konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2–3
kali lipat, sehingga kebutuhan oksigen oleh organisme akuatik meningkat.
Sumber utama untuk TDS dalam perairan adalah limpahan dari pertanian,
limbah rumah tangga, dan industry. Peningkatan TDS dapat membunuh ikan secara
langsusng, meningkatkan penyakit dan menurunkan tingkat pertumbuhan ikan serta
perubahan tingkah laku dan penurunan reproduksi ikan. Selain itu, dapat menurunkan
kuantitas makanan alami ikan.
Pada pH perairan, secara alamiah dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida
(CO2) dan senyawa bersifat asam. Perairan umum dengan aktivitas fotosintesis dan
respirasi organisme yang hidup didalamnya akan membentuk reaksi berantai karbonat –
karbonat sebagai berikut:

CO2 + H2O → H2CO3→ H+ + HCO3→ 2H+ + CO32-

Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, reaksi bergerak ke kanan dan
secara bertahap melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air turun. Reaksi sebaliknya
terjadi pada peristiwa fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO2, sehingga
menyebabkan pH air naik. Pada peristiwa fotosintesis, fitoplankton dan tanaman air
lainnya akan mengambil CO2 dari air selama proses fotosintesis sehingga
mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari dan menurun pada waktu malam hari.
pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi
kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh
hewan budidaya. Pada pH rendah kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai
akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktifitas pernafasan menurun, aktifitas
pernafasan naik dan selera makan akan berkurang, hal sebaliknya terjadi pada suasana
basa. Atas dasar ini maka usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan
pH 6,5 – 9,0 dengan kisaran optimal 7,5 – 8,7.
Kelarutan oksigen ke dalam air terutama dipengaruhi oleh factor suhu.
Kelarutan gas oksigen pada suhu rendah relative lebih tinggi. Hubungan antara suhu
dengan kelarutan oksigen dalam air dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7. Kelarutan Oksigen pada Suhu Berbeda

Suhu (o C) O2 (mg/liter)
0 14.62
5 12.80
10 11.33
15 10.15
20 9.17
25 8.38
30 7.63

Kelarutan oksigen tersebut berlaku untuk air tawar, sedangkan kelarutan oksigen pada
air laut relatif lebih rendah 1–5 ppm dari angka tersebut di atas karena pengaruh
salinitas (kadar garam). Kadar garam ini mempengaruhi kelarutan gas-gas air.
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu,
kadar garam (salinitas) perairan, pergerakan air dipermukaan air, luas daerah
permukaan perairan yang terbuka, tekanan atmosfer dan persentase oksigen
sekelilingnya. Bila pada suhu yang sama konsentrasi oksigen terlarut sama dengan
jumlah kelarutan oksigen yang ada di dalam air, maka air tersebut dapat dikatakan
sudah jenuh dengan oksigen terlarut. Bila air mengandung lebih banyak oksigen terlarut
daripada yang seharusnya pada suhu tertentu, berarti oksigen dalam air tersebut sudah
lewat jenuh (super saturasi).
Sebagaimana dengan faktor kimia lainnya, kelarutan karbondioksida ini
dipengaruhi oleh faktor suhu, pH dan senyawa karbondioksida. Kelarutan
karbondioksida dalam air dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Pengaruh Suhu Terhadap Kelarutan Co2 Diperairan Alami

Suhu (o C) CO2 (mg/liter)


0 1.10
5 0.91
10 0.76
15 0.65
20 0.56
25 0.48
30 0.42
Alkalinitas mampu menetralisir keasaman di dalam air, Secara khusus
alkalinitas sering disebut sebagai besaran yang menunjukkan kapasitas pembufferan
dari ion bikarbonat, dan tahap tertentu ion karbonat dan hidroksida dalam air. Ketiga
ion tersebut dalam air akan bereaksi dengan ion hydrogen sehingga menurunkan
kemasaman dan menaikkan pH.
Alkalinitas berperan dalam menentukan kemampuan air untuk mendukung
pertumbuhan alga dan kehidupan air lainnya, hal ini dikarenakan pengaruh sistem
buffer dari alkalinitas.Alkalinitas berfungsi sebagai reservoir untuk karbon organik.
Sehingga alkalinitas diukur sebagai faktor kesuburan air.
Amonia di perairan akan ditemukan lebih banyak dalam bentuk ion amonium
jika pH perairan kurang dari 7, sedangkan pada perairan dengan pH lebih dari 7, amonia
bebas atau amonia tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih
banyak. Tingkat toksisitas amonia tak-terionisasi tergantung pada kondisi pHdan suhu
di suatu perairan, sehingga kenaikan nilai pH dan suhu menyebabkan proporsi amonia
bebas di perairan meningkat.

Pengelolaan Kualitas Air Optimal Untuk Kegiatan Pendederan Ikan


Pengelolaan Parameter Fisika Kualitas Air
1. Suhu
Lingkungan hidup organisme air relatif tidak begitu banyak mengalami fluktuasi
suhu dibandingkan dengan udara, hal ini disebabkan panas jenis air lebih tinggi
daripada udara. Artinya untuk naik 1oC, setiap satuan volume air memerlukan sejumlah
panas yang lebih banyak dari pada udara. Pada perairan dangkal akan menunjukan
fluktuasi suhu air yang lebih besar daripada perairan yang dalam. Sedangkan organisme
memerlukan suhu yang stabil atau fluktuasi suhu yang rendah. Agar suhu air suatu
perairan berfluktuasi rendah maka perlu adanya penyebaran suhu. Hal tersebut tercapai
secara sifat alam antara lain :
1. Penyerapan (Absorpsi) panas matahari pada bagian permukaan air.
2. Angin, sebagai penggerak pemindahan massa air.
3. Aliran vertikal dari air itu sendiri, terjadi bila di suatu perairan terdapat
lapisan air yang bersuhu rendah akan turun mendesak lapisan air yang
bersuhu tinggi naik ke permukaan perairan.
Suhu air yang ideal bagi biota air yang dibudidayakan sebaiknya adalah tidak
terjadi perbedaan suhu yang sangat mencolok antara siang dan malam (tidak lebih dari
5oC). Pada perairan yang tergenang yang mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter
biasanya akan terjadi pelapisan (stratifikasi) suhu. Pelapisan ini terjadi karena suhu
permukaan air lebih tinggi dibanding dengan suhu air dibagian bawahnya. Strasifikasi
suhu terjadi karena masuknya panas dari cahaya matahari kedalam kolam air yang
mengakibatkan terjadinya gradien suhu yang vertikal. Pada kolam yang kedalaman
airnya kurang dari dua meter biasanya terjadi strasifikasi suhu yang tidak stabil. Oleh
karena itu bagi para pembudidaya ikan yang melakukan kegiatan budidaya ikan
kedalaman air tidak boleh lebih dari 2 meter. Selain itu untuk memecah stratifikasi suhu
pada wadah budidaya ikan perlu diperhatikan dan harus menggunakan alat bantu untuk
pengukurannya.
2. Kecerahan
Kecerahan air merupakan pengukuran daya tembus cahaya sinar matahari
kedalam air. Pengukuran kecerahan air dapat dilakukan dengan menggunakan
lempengan/kepingan Secchi disk. Satuan untuk nilai kecerahan dari suatu perairan
dengan alat tersebut adalah satuan meter. Daya tembus cahaya matahari ke dalam air ini
akan mempengaruhi tingkat kesuburan fitoplankton yang ada. Jumlah cahaya yang
diterima oleh fitoplankton diperairan bergantung pada intensitas cahaya matahari yang
masuk kedalam air dan daya perambatan cahaya didalam air. Masuknya cahaya
matahari kedalam air dipengaruhi juga oleh kekeruhan air (turbidity). Sedangkan
kekeruhan air menggambarkan tentang sifat optik yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
didalam perairan. Faktor-faktor kekeruhan air ditentukan oleh:
1. Benda-benda halus yang disuspensikan (seperti lumpur dan lain-lain)
2. Jasad-jasad renik yang merupakan plankton.
3. Warna air (yang antara lain ditimbulkan oleh zat-zat koloid berasal dari daun-
daun tumbuhan yang terekstrak)
Kekeruhan air dapat dikurangi dengan menyaring air sebelum digunakan untuk kolam
atau tambak. Cara penyaringan air yang perlu diperhatikan adalah sumber air dengan
tingkat pencemarannya. Bila tingkat pencemaran sumber air terlalu tinggi maka akan
mempengaruhi jumlah dan jenis bahan filter yang digunakan. Cara penyaringan yang
sederhana dapat dibuat dengan bahan filter yang ada. Bahan-bahan yang dapat
digunakan dalam proses penjernihan air antara lain batu, pasir, kerikil, arang tempurung
kelapa, arang sekam padi, tanah liat, ijuk, kaporit, kapur, tawas, biji kelor dan lain-lain.
Penyaringan air secara mekanik dapat dilakukan dengan meangalirkan air keruh ke
lapisan-lapisan injuk, arang dan kerikil. Salah satu cara penyaringan bertahap adalah
seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 15. Penyaringan Air Secara Fisika


Cara pemakaian:
1. Air sungai atau telaga dialirkan ke dalam bak penampungan, yang
sebelumnya pada pintu masuk air diberi kawat kasa untuk menyaring
kotoran.
2. Setelah bak pengendapan penuh air, lubang untuk mengalirkan air
dibuka kebak penyaringan air.
Kemudian kran yang terletak di bawah bak dibuka, selanjutnya beberapa menit
kemudian air akan ke luar. Mula-mula air agak keruh, tetapi setelah beberapa waktu
berselang air akan jernih. Agar air yang keluar tetap jernih, kran harus dibuka
dengan aliran yang kecil.
Cara Pemeliharaan:
1. Ijuk dicuci bersih kemudian dijemur pada panas matahari sampai kering.
2. Pasir halus dicuci dengan air bersih di dalam ember, diaduk sehingga
kotoran dapat dikeluarkan, kemudian dijemur sampai kering.
3. Batu kerikil diperoleh dari sisa ayakan pasir halus, kemudian dicuci
bersih dan dijemur sampai kering.
4. Batu yang telah dibersihkan sampai bersih betul dari kotoran atau tanah
yang melekat, kemudian dijemur.
Kelebihan Alat Penjernihan Air:
1. Air keruh yang digunakan bisa berasal dari mana saja misalnya : sungai,
rawa, telaga, sawah dan sumur.
2. Cara ini berguna untuk desa yang jauh dari kota dan tempatnya terpencil.
Kekurangan:
1. Air tidak bisa dialirkan secara teratur, karena air dalam jumlah tertentu
harus diendapkan dulu dan disaring melalui bak penyaringan.
2. Bahan penyaring harus sering diganti.

Pengelolaan Parameter Kimia Kualitas Air


Pengelolaan parameter kimia pada kegiatan budidaya penting untuk dilakukan
untuk mempertahankan kualitas air atau media budidaya sehingga aktivitas organisme
budidaya tidak terganggu. Pengelolaan parameter kimia dapat dilakukan dengan
pemasangan filter pada wadah budidaya. Sebuah filter kimia bekerja dengan menangkap
bahan terlarut, seperti: gas, bahan organik terlarut, dan sejenisnya. Mekanisme ini
dilakukan dengan bantuan media filter berupa arang aktif, resin ion, dan zeolit, atau
melalui fraksinasi air. Filter kimia dapat melakukan fungsinya dengan tiga cara, yaitu:
(1) Penyerapan , (2) Pertukaran Ion, dan (3) Penjerapan.
1) Penyerapan (Absorbsi)
Absorpsi merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangkap kedalam
struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut.
Proses ini dijumpai terutama dalam media karbon aktif. Karbon aktif memiliki ruang
pori sangat banyak dengan ukuran tertentu. Pori-pori ini dapat menangkap partikel-
partikel sangat halus (molekul) dan menjebaknya disana. Dengan berjalannya waktu
pori-pori ini pada akhirnya akan jenuh dengan partikel-partikel sangat halus sehingga
tidak akan berfungsi lagi. Sampai tahap tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di
reaktivasi kembali, meskipun demikian tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai.
Reaktifasi karbon aktif sangat tergantung dari metode aktifasi sebelumnya, oleh karena
itu perlu diperhatikan keterangan pada kemasan produk tersebut.
Secara umum karbon/arang aktif biasanya dibuat dari arang tempurung dengan
pemanasan pada suhu 600-2000°C pada tekanan tinggi. Pada kondisi ini akan terbentuk
rekahan-rekahan (rongga) sangat halus dengan jumlah yang sangat banyak, sehingga
luas permukaan arang tersebut menjadi besar. 1gram karbon aktif, pada umumnya
memiliki luas permukaan seluas 500-1500m2, sehingga sangat efektif dalam
menangkap partikel-partikel yang sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm.
Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan menyerap apa saja yang kontak
dengan karbon tersebut, baik di air maupun di udara. Apabila dibiarkan di udara
terbuka, maka dengan segera akan menyerap debu halus yang terkandung diudara
(polusi). Dalam waktu 60 jam biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak
aktif lagi. Oleh karena itu biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap
udara.
2) Penjerapan (Adsorpsi)
Penjerapan adalah suatu proses dimana suatu partikel "menempel" pada suatu
permukaan akibat dari adanya "perbedaan" muatan lemah diantara kedua benda (gaya
Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-pertikel
halus pada permukaan tersebut. Permukaan karbon yang mampu menarik molekul
organik misalnya merupakan salah satu contoh mekanisme penjerapan , begitu juga
yang terjadi pada antar muka air-udara, yaitu mekanisme yang terjadi pada suatu protein
skimmer.
Molekul organik bersifat polar sehingga salah satu ujungnya akan cenderung
tertarik pada air (disebut sebagai hidrofilik/suka air) sedangkan ujung yang lain bersifat
hidrofobik (benci air). Permukaan molekul aktif seperti ini akan tertarik pada antarmuka
air-gas pada permukaan gelembung udara, sehingga molekul-molekul tersebut akan
membentuk suatu lapisan tipis disana dan membentuk buih/busa. Dalam suatu protein
skimmer; ketika gelembung udara meninggalkan air menuju tampungan busa,
gelembung udara tersebut akan kolaps sehingga pada akhirnya bahan-bahan organik
akan tertinggal pada tampungan busa yang bersangkutan.
3) Pertukaran Ion
Pertukaran ion merupakan suatu proses dimana ion-ion yang terjerap pada suatu
permukaan media filter ditukar dengan ion-ion lain yang berada dalam air. Proses ini
dimungkinkan melalui suatu fenomena tarik menarik antara permukaan media
bermuatan dengan molekul-molekul bersifat polar. Apabila suatu molekul bermuatan
menyentuh suatu permukaan yang memiliki muatan berlawanan maka molekul tersebut
akan terikat secara kimiawi pada permukaan tersebut. Pada kondisi tertentu molekul-
molekul ini dapat ditukar posisinya dengan molekul lain yang berada dalam air yang
memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk diikat. Dengan demikian maka proses
pertukaran dapat terjadi. Media yang dapat melakukan proses pertukaran seperti ini
diantaranya adalah Zeolit (baik alami atau buatan) dan resin.
Proses pertukaran yang berlangsung secara umum mengikuti kaidah-kaidah
tertentu yaitu: Pertama kation-kation dengan valensi lebih besar akan dipertukarkan
terlebih dahulu sebelum kation-kation dengan valensi lebih kecil. Sebagai contoh
apabila didalam air terdapat besi (ber-valensi 3), kalsium (ber- valensi 2) dan amonium
(ber- valensi1 ) dalam jumlah yang sama, maka besi akan terlebih dahulu dijerap oleh
zeolite, menyusul kalsium dan terakhir amonium. Kedua, kation yang konsentrasinya
paling tinggi didalam air akan dijerap terlebih dahulu walaupun valensi lebih kecil.
Sebagai contoh dalam kasus di atas, apabila konsentrasi (jumlah) amonium jauh lebih
banyak dibandingkan dengan besi dan kalsium, maka sesuai dengan aturan 2, amonium
akan cenderung di jerap terlebih dahulu.
Dengan proses-proses tersebut di atas maka filter kimia dapat dijadikan untuk
"menjernihkan" air dari paritkel-partikel berukuran molekuler yang tidak dapat diproses
secara mekanik atau biologi. Beberapa hal yang dapat di hilangkan dengan filter kimia
diantaranya adalah pengaruh racun, kesadahan, warna dan partikel organik terlarut.

Gambar 16. Arang Aktif, Resin dan Zeolit


Pengelolaan Parameter Biologi Kualitas Air
Pemasangan filter biologi merupakan cara atau bentuk pengelolaan parameter
biologi pada kegiatan budidaya ikan untuk mempertahankan kualitas air media supaya
sama dengan di lingkungan atau habitat alamiahnya. Filter biologi merupakan filter
yang bekerja dengan bantuan jasad-jasad renik khususnya bakteri dari golongan
pengurai amonia. Agar jasad-jasad renik tersebut dapat hidup dengan baik di dalam
filter dan melakukan fungsinya dengan optimal diperlukan media dan lingkungan yang
sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan jasad-jasad renik tersebut. Fungsi utama
dari filter biologi adalah mengurangi atau menghilangkan amonia dari air. Seperti
diketahui, ikan melepaskan amonia (NH3 atau amonium, NH4) ke dalam air, terutama
melalui insangnya. Jumlah yang dikeluarkan tergantung dari banyaknya pakan yang
dikonsumsi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap 1 kg pakan akan menghasilkan 37
gram amonia. Dengan demikian dapat diperkirakan berapa banyak konsentrasi amonia
yang akan dikeluarkan ikan setiap hari yang perlu dinetralisir oleh sebuah filter biologi.
Amonia juga dihasilkan oleh sisa metabolisme biota air, termasuk bakteri, jamur,
infusoria dan juga sisa pakan ikan. Proses pemfilteran amonia pada budidaya ikan
mengikuti hukum peredaran unsur Nitrogen di alam.
Dua golongan bakteri memegang peranan utama dalam filter biologi, yaitu
bakeri Nitrosomonas sp, dan bakteri Nitrobakter sp. Nitrosomnas berperan
mengoksidasi amonia menjadi nitrit, sedangkan Nitrobacter berperan mengoksidasi
nitrit menjadi nitrat. Nitrosomonas dan Nirobakter hidup dengan melekatkan diri pada
benda padat dalam akuarium, oleh karena itu agar keperluan hidup (tempat tinggal)
mereka terpenuhi perlu disediakan tempat untuk melekatkan diri. Segala jenis benda
padat, selama itu tidak bersifat racun bagi si bakteri, akan dapat digunakan sebagai
tempat tinggal bakteri tersebut. Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih "tempat
tinggal" atau media bagi bakteri adalah keterkaitannya dengan bidang kontak antara air
dan bakteri. Agar air dapat difilter dengan baik oleh bakteri maka air tersebut perlu
kontak dengan bakteri yang bersangkutan. Oleh karena itu, pemilihan media harus
memperhitungkan luas bidang kontak ini. Semakin luas bidang kontak maka akan
semakin efektif filtrasi biologi berlangsung.
Luas bidang kontak berhubungan erat dengan ukuran media yang digunakan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa persatuan volume, media yang mempunyai ukuran
butiran lebih kecil akan memiliki luas bidang kontak atau luas permukaan lebih besar.
Berikut adalah ilustrasi sederhana hubungan antara ukuran butiran dengan luas
permukaan, atau luas bidang kontak. Untuk mempermudah ilustrasi digunakan benda
berbentuk kubus.
Apabila kita mempunyai sebuah kubus dengan panjang sisi-sisinya 1m, maka,
luas permukaan kubus tersebut adalah 6 m2, sedangkan volumenya adalah 1m³. Bila
kita belah menjadi 2, maka luas permukaannya bertambah 2 m2, sehingga total luas
permukaan adalah 8 m2, sedangkan volume tetap. Bila sebuah kubus panjang sisi-
sisinya 1m dibelah secara horozontal menjadi 8 kubus kecil yang sama ukurannya,
maka setiap kubus kecil akan mempunyai ukuran luas permukaan 0,5 x 0,5 m2 x6= 1,56
m2. Sehingga total lua permukaan 8 kubus kecil menjadi 1,56 m2 x 8 = 12,48 m2,
volume total 8 kubus tetap 1m3. Dengan demikian suatu benda bila kita belah menjadi
benda-benda yang lebih kecil ukurannya, maka luas permukaan benda tersebut menjadi
bertambah sedangkan volumenya tetap.
Dengan cara yang sama dapat kita hitung seandainya kubus tersebut dibagi
sehingga masing-masing berkukuran 1cm. Maka dengan mudah bisa kita ketahui dalam
volume 1 m3, akan kita dapatkan 100 x 100 x 100 = 1.000.000 kubus. Masing-masing
kubus tersebut luas permukaannya adalah 6 x 1 cm² = 6 cm². Sehingga luas permukaan
totalnya adalah 1.000.000 x 6 cm² = 6.000.000 cm² atau sama dengan 600 m². Dengan
ilustrasi tersebut kita akan lebih mudah dalam menentukan ukuran butiran yang akan
digunakan untuk media sebuah filter biologi.
Semakin kecil butiran akan semakin luas permukaan sehingga akan semakin luas
bidang kontak antara air dan bakteri yang hidup pada permukaan tersebut. Meskipun
demikian, kalau kita kembali pada prinsip sebuah filter mekanik, maka akan terdapat
kecenderungan bahwa filter dengan butiran halus ini akan cepat tersumbat. Untuk
menghindari hal tersebut maka diperlukan sebuah filter mekanik yang baik yang
dipasang sebelum filter biologi. Dengan demikian, air yang masuk kebagian filter
biologi sudah merupakan air prefilter, yaitu air yang sebelumnya telah difilter terlebih
dahulu secara mekanik sehingga tidak lagi mengandung partikel-partikel padat yang
akan menyumbat. Beberapa produsen asesori akuarium telah membuat media filter yang
diharapkan dapat mengatasi terjadinya proses penyumbatan, seperti: cincin (tabung)
keramik atau bioball, meskipun demikian bahan-bahan ini memiliki efek samping
berupa berkurangnya luas permukaan bidang kontak.
Filter biologi secara periodik perlu dibersihkan, terutama untuk menghilangkan
partikel-partikel yang mungkin dapat menimbulkan penyumbatan. Pembersihan perlu
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai membuat bakteri yang hidup disana mati.
Pembersihan dapat dilakukan dengan cara dibilas dengan menggunakan air bersih bebas
klorin. Pembersihan juga dapat dilakukan secara bertahap, dengan meninggalkan
sebagian media yang lain tetap tidak tertanggu. Hal ini akan menjamin bakteri tetap
bertahan hidup disana. Koloni bakteri yang hidup pada media yang tidak terganggu
segera akan menginvansi media yang baru dibersihkan, tentu saja selama "pakan" dan
oksigen tersedia bagi bakteri tersebut.

Gambar 17. Bahan Media untuk Menempelnya Bakteri Pengurai.

Prinsip dasar pembuatan filter adalah dengan membelok-belokan arah aliran air
keatas dan kebawah agar “memaksa” air kotor dari akuarium untuk menembus/melewati
media filter agar mendapatkan nilai efektifitas yang ingin dicapai. Pemasangan filter
atas sebaiknya tidak permanen di lekatkan ke aquarium, agar memudahkan dalam
mengangkat dan membersihkan kompartemen filter tanpa harus menurunkan
akuariumnya. Contoh macam-macam filter biologi yang umumnya digunakan yaitu
filter canister, undar gravel filter, filter under gravel terbalik (reverse flow under gravel
filter), filter ultra violet (uv sterilizer), filter vegetasi (veggie filter), filter wet and dry,
ozonizer, koil denitrator.
Gambar 18. UV Sterilizer yang Dilengkapi dengan Makanisme Pembersih

Gambar 19. Filter Biologi

Gambar 20. Filter Fisika, Kimia, dan Biologi


Filter Gabungan Antara Fisika Biologi Dan Kimia
Urutan pemasangan media filter
a. Kompartemen pertama (A) media filter kapas kasar berguna untuk
menjebak/menangkap partikel kasar yg berasal dari air aquarium. Pada
daerah yg berwarna kuning dimaksudkan adalah pemasangan kaca
mika yg telah dilubangi .
b. Kompartemen kedua (B) media bioball sebagai media bakteri untuk
tumbuh. Lendir yg melekat pada bioball merupakan nitrobacter yg
tumbuh yang berguna untuk meningkatkan kualitas air. Bioball dibuat
untuk filter wet and dry oleh penciptanya, dibuat ringan dan terapung
di air dan digunakan dalam jumlah banyak.
c. Kompartemen ketiga (C) media Zeolite berguna untuk menangkap
bahan terlarut, seperti: gas, bahan organik terlarut, dan sejenisnya.
Kompartemen ini adalah kompartemen terpanjang untuk mendapatkan
air yg melewati media zeolit memiliki rentang waktu yang cukup.
Besaran ukuran (size) dari zeolit yg dipakai sebaiknya adalah dalam
bentuk butiran kecil. Semakin kecil butiran akan semakin luas luas
permukaan sehingga akan semakin luas bidang kontak antara air dan
zeolit, efektifitas tercapai
d. Kompartemen keempat (D) media karbon aktif prinsip kerjanya sama
dengan zeolit yaitu berguna untuk menangkap bahan terlarut, seperti:
gas, bahan organik terlarut, dan sejenisnya. Demikian pula ukuran dari
karbon aktif (KA) tersebut, gunakan butiran butiran terkecil saja.
e. Kompartemen kelima media filter kapas halus . Filter kapas halus
adalah media filter air terakhir sebelum kembali ke aquarium .

Pengelolaan Fitoplankton
Keberadaan fitoplankton di kolam atau tambak pada dasarnya sangat diperlukan.
Fitoplankton adalah bagian dari komunitas mikroba yang berperan dalam mengatur
kondisi kultur yang diinginkan. Selain dapat memanfaatkan sisa nutrient, keberadaan
fitoplankton juga mengurangi intensitas cahaya, memproduksi oksigen, menstabilkan
temperatur serta memberikan kontribusi akan kebutuhan nutrient bagi organisme yang
dipelihara. Pada tipe budidaya yang semakin beragam, model pengelolaan fitoplankton
harus disiasati sehingga didapatkan kondisi ambient pada kepadatan tertentu yang
merupakan ukuran ideal. Perlu disadari juga bahwa kebanyakan problem kualitas air
adalah resultan dari beberapa faktor yang pada awalnya merupakan efek dari
keberadaan fitoplankton yang tidak terkelola dengan baik.
Fitoplankton akan berada pada kondisi yang diinginkan bilamana dikelola dan
dicermati berbagai fluu9ktuasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhannya.
Secara umum, plankton yang berwarna hijau atau hijau kuning akan lebih mudah
dipertahankan dari pada yang berwarna coklat. Pada kolam–kolam dengan tingkat
salinitas sangat rendah, jenis alga hijau biru kemungkinan akan muncul. Jenis ini tidak
begitu memberikan kontribusi pada kandungan oksigen terlarut dan bahkan cenderung
membahayakan ikan/udang yang dipelihara.
Problem umum yang sering muncul pada awal-awal masa produksi adalah
kematian plankton akibat kekurangan nutrien atau CO₂. Kondisi ini dapat terjadi
dengan tiba-tiba dan menyisakan sedikit plankton yang masih hidup. Plankton yang
mati akan
menyebabkan munculnya busa dalam jumlah besar di permukaan dan juga deposit
material di dasar. Pada akhir masa pemeliharaan, problem biasanya terkait dengan
kepadatan yang berlebih. Jika plankton terlalu padat dan air tidak diaerasi secara terus
menerus sebagian plankton akan mati karena tidak mendapatkan cahaya yang cukup.
Kematian juga sering terjadi karena perubahan kualitas air yang dramatis seperti adanya
hujan yang sangat lebat.
Untuk menjaga kondisi plankton yang stabil, perlu untuk menambahkan
sejumlah nutrien, CO₂ dan cahaya. Nutrien dapat ditambahkan dalam bentuk pupuk
anorganik dengan dosis 3 – 5 ppm. CO₂ dipasok dari atmosfir, respirasi hewan piaraan,
respirasi fitoplankton dan bakteri, alkalinitas serta pengapuran. Penetrasi cahaya
matahari dapat ditingkatkan dengan memutar air dengan kincir atau mengurangi
densitas dengan penggantian air.
Penggantian air adalah cara paling mudah untuk menurunkan kepadatan
plankton pada kolam-kolam yang dikelola dengan sistem tertutup. Pada kolam yang
menggunakan sistem tertutup, penggunaan bahan kimia lebih sering dilakukan untuk
mengontrol kepadatan. Harus diwaspadai jenis, dosis serta efek dari bahan kimia
tersebut apabila diaplikasikan. Pada umumnya jenis yang digunakan adalah BKC
(Benzal Konium Chloride) pada dosis 0.1-0.5 ppm serta formalin pada dosis 10 - 20
ppm.

Pengelolaan Kelarutan Oksigen.


Kandungan oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air utama pada
pembesaran udang di tambak. Kebiasaan udang windu adalah mempunyai aktivitas pada
dasar perairan. Oksigen terlarut terutama pada air dasar tambak tidak kurang dari 4
ppm. Fluktuasi kandungan oksigen terlarut sangat ditentukan kepadatan biota yang ada
dalam air terutama fitoplankton dan tanaman air lainnya yang merupakan produsen
primer. Untuk menjaga oksigen terlarut tetap pada kondisi yang optimal adalah dengan
memanfaatan proses fotosintesa, penggunaan aerasi dengan cara pengaturan kincir air.
Kincir air diperlukan untuk :
1. Suplai O2 di air
2. Mengoksidasi permukaan dasar
3. Membuat kotoran tersuspensi dan teroksidasi di kolom air
4. Mengatur arus air dan menentukan penumpukan lumpur organik
5. Menghilangkan pelapisan air oleh suhu dan salinitas dan
menghomogenkan kelarutan oksigen

Kebutuhan Kincir Dari Biomassa Ikan / Udang.


Kincir air dipasang sesuai dengan kebutuhan minimal pada bulan pertama
pemeliharaan. Pada bulan kedua pemeliharaan, total kincir harus sudah terpasang sesuai
dengan target produksi berdasarkan data SR terakhir. Sebuah tambak tidak memerlukan
kincir hingga produksi biomassa udang mencapai 500 kg/Ha dengan pertumbuhan
normal. Kincir dapat tidak dipasang pada biomassa 700 kg/ha dengan pertumbuhan
lambat. Untuk pertumbuhan tetap normal, kincir dipasang setelah biomassa > 500 kg/ha
dengan perhitungan bahwa 1 kincir 1.5 HP dapat menunjang kehidupan 250 kg – 300 kg
udang bila dasar tambak sudah tua atau tidak dapat dibersihkan. Satu kincir dapat
menunjang kehidupan hingga 400 kg bila dasar dapat dibersihkan.
Kebutuhan kincir dari kejenuhan oksigen di air.
Berdasarkan kandungan oksigen terlarut, kincir di tambak dihidupkan hanya ½
jumlah total pada bulan ke tiga hingga ke empat apabila tingkat kejenuhan di atas 100 %
jenuh. Kincir harus seluruhnya dihidupkan apabila tingkat kejenuhan hanya mencapai
50 %. Tingkat kejenuhan dihitung dengan mencocokkan kelarutan oksigen terukur
(DO), salinitas, temperatur dengan tabel kejenuhan. Angka yang terukur dibagi angka
seharusnya di Tabel dan dikalikan 100 % = tingkat kejenuhan di air pada saat itu (%).
Arah kincir air harus dipasang sesuai dengan :
1. Arah pengendapan antar masing masing kincir berjarak 12 - 15 m
2. Arah pembuangan lumpur (pintu air) harus lebih besar dari 15 m
3. Kriteria pemasangan kincir yang benar
4. Tidak ada pengendapan lumpur halus di dasar tambak lebih dari 10 cm
5. Redox potensial tanah tidak mencapai – 250 mV 70 % wilayah tambak
di dasar, memiliki DO minimum lebih dari 4 ppm
Penggunaan blower sebagai pemasok oksigen terlarut. Dewasa ini telah tersedia
berbagai jenis blower yang dapat dipergunakan sebagai pemasok oksigen di tambak
dengan hasil kelarutan oksigen yang lebih efisien per satuan tenaga yang diperlukan
sebagai penggerak mesin. Blower untuk keperluan aerasi ditambak tersedia dalam tiga
bentuk umum :
1. Rotary Blower/Rootblower, merupakan blower dengan tenaga yang kuat
untuk tambak/ bak dengan kedalaman > 1 m dan untuk memompa untuk
jarak yang jauh serta titik yang banyak. Pada umumnya jenis ini dipakai
di pembenihan atau di unit pengolahan air minum namun sangat baik
untuk dipergunakan di tambak
2. Vortex Blower, alat ini berprinsip putaran cepat akan menghasilkan
volume angin yang banyak, hanya kelemahannnya adalah suaranya yang
bising dan tekanan yang rendah < 60 cm dalam serta jarak tiup udaranya
yang terbatas
3. Turbo Jet, merupakan blower khusus tambak yang dapat digerakkan oleh
motor listrik maupun langsung dari penggerak diesel (dengan resiko
menghisap asap).
Pemasangan blower di tambak bisanya melalui pipa utama 2 inch dengan cabang
sekunder 1 inchi dan pipa terakhir berukuran ¾ inchi. Lubang aerasi masing masing
berjarak 3 m dan antar pipa terakhir berjarak 5 m. Lubang aerasi adalah pipa yang dibor
dengan mata bor berukuran terkecil dan menghadap ke dasar tambak. Efektivitas
blower akan lebih efektif bila di kombinasikan dengan kincir air untuk mengatur
sedimentasi agar terkumpul di titik tengah. Di Thailand blower dipasang di belakang
kincir berangkai sehingga udara yang dihasilkan didorong oleh kincir.

Pengapuran
Pengapuran dilakukan pada saat persiapan kolam. Pengapuran dilakukan jika
tanah dasar kolam bereaksi masam (pH < 6,0) dengan cara dan dosis yang tepat agar
tidak merugikan kehidupan ikan. Pengapuran dimaksudkan untuk meningkatkan pH
tanah dasar kolam menjadi netral (pH 7,0) dan dapat berfungsi sebagai desinfektan.
Dosis pengapuran harus disesuaikan dengan kondisi pH tanah dasar dan jenis kapur
yang digunakan. Jenis kapur yang digunakan dapat berupa kapur sirih, kapur tohor,
kapur beton dan kapur karbonat/kapur giling. Pada Tabel 5. berikut ini dicantumkan
dosis pengapuran kolam per ha.

Tabel 9. Keperluan Jumlah Kapur Per Ha Untuk Meningkatkan pH Tanah


Menjadi 7

Kapur giling Kapur beton Kapur sirih


pH Tanah
(Kg) (Kg) (Kg)
4,00 1690 1610 1130
4,50 1500 1430 1020
5,00 1130 1050 720
5,50 750 720 530
6,00 380 340 270
6,50 sedikit sedikit sedikit
7,00 - - -
Bahan Organik
Kondisi kualitas air tambak dapat diukur dengan parameter kandungan total
bahan organik (TOM) atau jumlah N-organik dalam air. Peningkatan kandungan N-
organik dalam disebabkan sisa pakan yang tidak dikomsumsi, kotoran udang, kematian
plankton atau tanaman air lainnya, dan bahan organic yang masuk pada saat pergantian
air. Kandungan bahan organik yang tinggi lebih dari 60 ppm menunjukkan kualitas air
yang menurun.
Proses perombakan bahan organik tidak dapat berlangsung dengan sempurna.
Kandungan total bahan organik merupakan sumber terjadinya senyawa yang dapat
meracuni udang dalam proses anaerob atau reaksi reduksi. Pengukuran bahan organik
dilakukan setiap minggu baik pada petak pembesaran udang maupun petak tandon. Bila
kandungan air tambak mencapai 50 ppm maka perlu dilakukan penurunan yaitu dengan
cara pergantian atau penambahan air dari petak tandon. Cara ini dapat dilakukan kalau
petak tendon kandungan bahan organiknya lebih rendah.
Cara lain adalah dengan penebaran probiotik jenis Bacillus sp dan Rodobacter sp
secara rutin tiap 3 hari sekali dengan dosis 1 - 2 ppm untuk mempercepat proses
penguraian bahan organik. Perlakukan lain untuk mencegah terjadinya proses tersebut
dengan membuat kondisi aerob dengan mempertahankan oksigen terlarut tetap tinggi
yaitu lebih dari 4 ppm. Penguraian bahan organik akan berlangsung dengan baik apabila
komposisi C/N rasio dalam bahan organik tersebut lebih dari 10. Oleh karena perlu
dilakukan penambahan sumber karbon (C-organik). Sumber C-organik yang digunakan
adalah bahan-bahan karbohidrat seperti tepung tapioka, terigu dan lain-lain. Aplikasi
bahan-bahan karbohidrat diberikan 1 - 2 kali per minggu. Dosis pemberian adalah 10%
dari jumlah total protein (crude protein) dari pakan komersial yang telah diberikan.
Sebagai dampak dari perlakukan ini adalah terjadinya penurunan bahan organik dan
pertumbuhan plankton yang ditandai warna hijau.

Lumpur Dasar Kolam/Tambak


Nilai redok potensial lumpur dasar tambak menunjukkan kondisi tanah yang
dapat digunakan untuk mengikuti perkembangan fenomena reaksi kimia dan biologi
dalam tambak. Dengan nilai redoks potensial yang negative menunjukkan terjadinya
reaksi reduksi, yang dapat menghasilkan senyawa yang bersifat racun terhadap udang
seperti senyawa sulfida (H₂S), Nitrit dan amonia. Oleh karena itu sangatlah penting
untuk melakukan pengamatan lumpur dasar selama pemeliharaan untuk menentukan
perlakuan.
Kondisi lumpur dasar tambak selama pemeliharaan juga sangat ditentukan oleh
manajemen pakan tambahan. Pengelolaan pakan harus dilakukan dengan baik. Hal ini
mengingat biaya operasional untuk pakan dalam budidaya udang sangat besar. Dampak
penggunaan pakan yang tidak terkontrol juga akan menyebabkan permasalahan
memburuknya lingkungan tambak dan pada akhirnya dapat menyebabkan munculnya
penyakit dan kematian.
Pengukuran redok tanah dasar tambak dilakukan setiap 2 minggu sekali. Apabila
nilai redoks sudah mencapai -100 mV menunjukan adanya reaksi reduksi yang diduga
akan menghasilkan senyawa beracun nitrit dan sulfida pada pH asam dan Amonia pada
pH basa. Tindakan yang dapat dilakukan bila redok potensial telah mencapai kurang -
100 mV adalah dengan meningkatkan kandungan oksigen terlarut pada dasar tambak.
Peningkatan oksigen terlarut dapat dilakukan dengan aerasi atau dengan pompa . Cara
lain adalah dengan pengaturan pH air pada kisaran 7,8 - 8,5. Aplikasi bakteri pengurai
secara rutin dapat mempercepat penguraian bahan organik pada lumpur dasar.

Pembuangan air pada saat pemeliharaan dan panen


Air yang keluar dari petak pemeliharaan sedapat mungkin melalui central drain
atau pipa tengah agar lumpur organik dasar tambak sebagian besar dapat terbuang. Air
yang mengandung sedimen akan dialirkan dalam saluran pembuangan yang memiliki
lebar dan panjang tertentu yang dapat membuat arus hanya berkecepatan 3 meter/menit
sehingga suspensi sempat mengendap. Untuk menghemat lahan pengendapan dapat
dilakukan dengan membuat sekat sekat 0.5 m di bawah air atau sekat zig-zag di saluran.
Air dapat dialirkan langsung ke dalam petak ikan setelah diberi aerasi 1 kincir atau
blower 40 watt. Air yang boleh dibuang dari petak pemeliharaan harus dikeluarkan
melalui pintu monik lapisan atas, namun bila hendak diendapkan terlebih dahulu, air
dapat dikeluarkan dari manapun.
Aplikasi probiotika
Probiotik pada umumnya didefinisikan sebagai bakteri tambahan (inokulan)
yang dipakai untuk melaksanakan suatu proses enzimatis mikrobiologis tertentu.
Kenyataan selanjutnya menunjukkan bahwa organisme yang melaksanakan tugas-tugas
perubahan biologis juga dapat didefinisikan sebagai biomanipulator. Beberapa
organisme yang dapat dikatakan sebagai biomanipulator adalah ikan herbivora
(beronang/Siganus spp), ikan omnivore (ikan mujair dan ikan bandeng), ikan plankton
feeder (ikan nila dan ikan belanak) dan ikan-ikan pemakan zooplankton dan udang kecil
seperti wering/ seriding dan ikan keting.

Jenis probiotik
Berdasarkan jenis atau fungsinya probiotika juga dapat dikelompokkan kedalam :
a. Probiotika pengurai pupuk organik sebelum dimasukkan ke tambak
b. Probiotika pengurai limbah organik di dalam tambak
c. Probiotika yang membantu pencernaan pakan buatan di dalam tubuh udang
Probiotika secara ekonomis diperhitungkan sebagai input yang mahal, kesalahan
persiapan dan penaganan hanya akan menambah biaya tanpa hasil apapun. Pemberian
sebaiknya dilakukan setelah organisme probiotik ditumbuhkan dengan maksimum
sebelum dimasukkan ke air/dasar tambak.

Prosedur penumbuhan probiotika


a. Probiotika pengurai pupuk organik sebelum dimasukkan ke tambak Diperlukan
untuk menumbuhkan fitoplankton secara cepat dan stabil miminum hingga 7 hari,
komposisi pupuk dan probiotika yang diberikan adalah sbb :
1. Dedak sebagai sumber karbohidrat, selulosa dan silikat
2. Gula/tetes tebu sebagai sumber CO2
3. Protein tepung ikan/Urea/Pakan BS sebagai sumber nitrogen dan
karbon (C) sebagai penyusun protein sel probiotika
4. Bakteri biakan (Baccillus atau Nitrobacter atau Nitrosomonas)
5. Aerasi/ pengadukan agar proses berlangsung secara aerobic
b. Probiotika pengurai limbah organik di dalam tambak
1. Bakteri fotosintetik bakteri Chtinioclastic, Lipolitic, Cellullolityc,
2. Proteolitic bacteria.
3. Molase sebagai sumber Karbon
4. Tepung ikan sebagai sumber protein
5. Zeolite sebagai pemberat dan pori-pori penyerap bakteri
6. Pengadukan tanpa aerasi karena bakteri aerobik fakultatif
c. Probiotika yang membantu pencernaan pakan buatan di dalam tubuh udang
1. Bakteri Lactobaccillus
2. Gula dan air sebagai medium pertumbuhan
3. Tepung ikan sebagai sumber protein
4. Kanji sebagai medium pengikat untuk dilapisi di pakan (pelet)

Pengaruh Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan Ikan


Air dari alam atau natural water secara fundamental akan berbeda kondisinya
dengan air dari tempat budidaya, terutama sistem tertutup yang menggunakan akuarium
atau bak, berdasarkan sifat kimia maupun biologi. Jumlah ikan ditempat budidaya
umumnya jauh lebih banyak dibanding jumlah air. Akibatnya material hasil sisa
metabolisme (metabolit) yang dikelaurkan ikan (berupa kotoran dan urin) tidak dapat
seimbang mengurai. Artinya waktu penguraian metabolit secara alami tidak mencukupi
karena jumlahnya cukup banyak. Oleh karena itu, air tidak dapat atau sulit kembali
menjadi baik atau cenderung menghasilkan substansi atau bahan metabolit yang
berbahaya bagi ikan.
Tingkat penurunan kualitas air dalam pembudidayaan atau kadar material hasil
metabolisme ikan tergantung pada beberapa factor, antara lain :
a. Jumlah dan kepadatan ikan, kalau kepadaatan ikan lebih besar dari patokan maka
ikan akan stress. Hal ini disebabkan keadaan lingkungan menjadi tidak nyaman
ataupun air cepat jelek, kepadatan ikan juga bergantung pada jenis ikan.
b. Jenis dan stadia ikan, pengeluaran metabolit per satuan waktu oleh masing –
masing jenis ikan tidak sama. Ikan yang bergerak aktif penggunaan energy lebih
banyak dibandingkan jenis ikan yang tenang sehingga kualitas air pun lebih cepat
jelek. Stadia ikan remaja atau dewasa memiliki aktifitas yang lebih banyak dan
cenderung mengeluarkan kotoran lebih banyak bila dibandingkan dengan larva
atau benih, demikian juga terhadap ketahanan tubuhnya terhadap kualitas air lebih
baik. Oleh karena itu, pemantauan atau perawatan kualitas media pada stadia
larva dan benih harus secara khusus. Umumnya penggantian air pada stadia larva
dan benih dilakukan lebih hati – hati dan lebih sering agar kualitas airnya selalu
terjaga.
c. Jumlah dan jenis pakan, pemberian pakan yang terlalu banyak akan cepat
mengotori air, karena sisa pakan yang membussuk akan sangat membahayakan
kehidupan ikan.
d. Air hujan dan musim, penurunan kualitas air karena factor hujan merupakan
factor khusus, umumnya terjadi pada pembudidayaan ikan di luar ruanga seperti
bak atau kolam. Hujan yang terus menerus dapat berpengaruh pada perubahn
suhu yang drastic yag kemudian berpengaruh terhadap oksigen terlarut, pH dan
ammonia dalam air.
Nilai parameter kualitas air optimal yang dibutuhkan setiap jenis ikan tidak
sama, tergantung asal – usul, genetis dan kemampuan beradaptasi, sehingga terkadang
pada suatu nilai tertentu menjadi jelek bagi beberapa ikan tapi belum tentu jelek untuk
jenis ikan lainnya. Namun pada tingkat ekstrim semua jenis ikan akan mendapatkan
pengaruh yang hampir sama.
Pengaruh suhu sangat nyata dan umumnya cepat karena berhubungan langsung
dengan mtabolisme dalam tubh ikan. Untuk pH, selain dapat menjadikan ikan stress,
dapat juga mempengaruhi reaksi air media dalam perombakkan ammonia, nitrit dan
karbondioksida. Daya racun dari substansi tersebut akan makin meningkat pada
kekerasan, pH dan suhu yang lebih tinggi.
Bila penguraian atau oksidasi ammonia (NH3) dan ammonium (NH4+) tidak
sempurna, akan timbul suatu hasil samping yang sangat beracun. Ini terjadi bila
pasokan oksigen untuk menguraikan secara oksidasi kurang atau tidak mencukupi.
Parameter kualitas air sangat kompleks, saling berhubungan dan saling mempengaruhi
vitalitas ikan. Bila salah satu parameter tidak optimal maka hal ini akan dapat memicu
parameter lainnya ke arah negative sehingga menimbulkan kesulitan yang lebih berat
bagi ikan.
Pemberian aerasi dalam kolam atau akuarium sangat besar pengaruhnya
terhadap kualitas air. Tanpa aerasi, kualitas air akan cepat menjadi jelek, terutama
penurunan kadar oksigen. Gelembung – gelembung udara yang masuk ke air, terutama
pada bak atau akuarium yang airnya dalam, akan memudahkan terjadinya difusi ke
seluruh kolom air. Makin kecil gelembung udara maka makin cepat terjadinya difusi.
Hal ini disebabkan permukaan udara yang bersinggungan dengan air akan llebih luas.
Sirkulasi adalah upaya untuk perputaran dan pergerakan pada media
pemeliharan yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan biologi dalam air
(berkumpulnya ikan atau pakan pada satu tempat), menjaga kestabilan suhu pada saat
pemakaian heater, membantu mendistribusikan oksigen ke segala arah serta menjaga
akumulasi atau mengumpunya hasil metabolit beracun sehingga kadar atau daya racun
dapat ditekan. Sirkulasi air dapat ddibuat dengann bantuan aerasi, head pump atau
dengan pengucuran air ke dalam wadah pemeliharaan.
Pemanas air (water heater) digunakan untuk meningkatkan suhu, hal ini sangat
efektif dilakukan pada saat musim dingin / hujan maupun membantu memperbaiki
vitalitas ikan yang sedang sakit. Penggunaan akan lebih efektif lagi kalau disertai
dengan perputaran atau sirkulasi air karena dapat menyebar merata ke segala arah.
Pergantian air sebagian atau total sangat berperan pada pengelolaan kualitas air
karena mampu menghilangkan kotoran dan mampu memperbaiki kualitas air secara
nyata. Mengganti atau mengurangi air dilakukan dengan cara menyifon menggunakan
selang, kemudian air segar diisi kembali ke dalam wadah pemeliharaan sebanyak air
yang diinginkan. Pergantian air merupakan cara paling sederhana, pasti, praktis dan
aman selama dilakukan dengan hati – hati.
Beberapa kemungkinan penyebab dan alternative perlakuan yang dapat
dilakukan berdasarkan gejala perubahan parameter kualitas air pada wadah
pemeliharaan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10. Gejala Perubahan Parameter Kualitas Air pada Wadah


PARAMETER
KUALITAS AIR / ALTERNATIF
PENYEBAB
GEJALA YANG TINDAKAN
TAMPAK
Air berwarna keputihan Kematian plankton secara  Mengganti air
seperti susu massal  Aerasi ditingkatkan
Ammonia tinggi  Pembusukan bahan  Mengganti ari
organic  Kurangi jumlah
 Limbah pencemaran pakan
 Cek parameter K.A
 Cek ikan
Alkalinitas rendah   Menambahkan
alkaline buffer
Nitrit tinggi  Pembusukan bahan  Mengganti air
organic  Kurangi jumlah
pakan
 Cek parameter K.A
 Cek ikan
Oksigen terlarut rendah  Kepadatan biomassa  Mengganti air atau
(<5 ppm) tinggi  Aerasi ditingkatkan
 Bloom plankton  Hentikan pemberian
pakan sampai
kandungan oksigen
normal
 Pemberian bahan
kimia seperti kalium
permanganate, quick
lime
 Cek kondisi ikan
 Cek kepadatan
biomassa
CO2 tinggi (> 20 ppm)  Kepadatan biomassa  Mengganti air atau
tinggi  Aerasi ditingkatkan
 Bloom plankton  Hentikan pemberian
pakan sampai
kandungan oksigen
normal
 Cek kondisi ikan
 Cek kepadatan
biomassa
pH rendah  Air hujan  Tambahakan alkaline
buffer (sodium
bikarbonat)
 Kurangi jumlah
pakan
 Cek kandungan
ammonia / nitrit
Suhu tinggi (>32 oC)  Sinar matahari  Penggantian air
 Kedalaman air  Pemasangan peneduh
kurang  Wadah diperdalam
Bau busuk  Pembusukan bahan  Pembersihan badan
organic air
 Penggantian air
 Cek parameter air
Pertumbuhan  Pembusukan bahan  Pembersihan badan
zooplankton lain / rotifer organic air
masal  Penggantian air
 Cek parameter air
Salinitas rendah  Hujan  Mengganti air
 Pengadukan air
Pertumbuhan cacing  O2 rendah  Penyiponan dasar
chironomida masal di  Pencemaran wadah
dasar perairan  Mengganti air
Busa di permukaan air  Pembusukan bahan  Mengganti air
organic  Penambahan aerasi
 Cek parameter air
4. Refleksi

Isilah pernyataan berikut ini sebagai refleksi pembelajaran !

1 Dari hasil kegiatan pembelajaran apa saja yang telah anda peroleh dari aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap ?

2 Apakah anda merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut, jika ya apa manfaat
yang anda peroleh ? Jika tidak, mengapa ?

3 Apa yang anda rencanakan untuk mengimplementasikan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap dari apa yang telah anda pelajari ?

4 Apa yang anda harapkan untuk pembelajaran berikutnya ?


KP. 2 PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT

A. Deskripsi

Untuk dapat mengetahui dan memahami dengan baik penyebaran penyakit dan
pola penyakit ketika menginfeksi ikan, diperlukan pengetahuan tidak hanya mengenai
jenis – jenis penyakit saja, tetapi juga mengenai karakteristik air yang merupakan
habitat ikan dan penyakit itu. Dengan mengetahui hubungan antara berbagai aspek di
dalam air, baik ikan, penyakit dan maupun air maka pencegahan dan penanggulangan
hama dan penyakit ikan lebih tepat, tidak berdampak negative terhadap biota lainnya
serta tidak merusak habitat berbagai biota dan ekosistem perairan.
Pada pengendalian hama dan penyakit ini akan dipelajari beberapa materi antara
lain :
1 Teknik pencegahan penyakit ikan
2 Siklus hidup penyebab penyakit (jamur, protozoa, bakteri, virus)
3 Gejala serangan penyakit yang disebabkan karena penyakit infeksi dan non
infeksi
4 Pemeriksaan ikan sakit
5 Teknik pengobatan ikan sakit
6 Pengobatan ikan sakit sesuai gejala serangan dan jenis penyakit

B. Kegiatan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik yang telah mempelajari materi ini diharapkan mampu :
 Menerapkan teknik pencegahan penyakit ikan secara santun
 Mengemukakan siklus hidup penyakit ikan (jamur, protozoa, bakteri, virus)
secara santun
 Mengemukakan gejala serangan penyakit yang disebabkan karena penyakit
infeksi dan non infeksi secara santun
 Menjelaskan prosedur pemeriksaan ikan sakit secara santun
2. Uraian Materi

Teknik Pencegahan Penyakit Ikan


Mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena selain pengobatan tidak bisa
menjamin penyebenuhan 100 %, pengobatan juga memeerlukan biaya dan tenaga yang
tidak sedikit. Ada beberapa teknik pencegahan yang dapat dilakukan oleh petani ikan,
yaitu secara mekanik, kimia maupun biologis. Tindakan pencegahan secara mekanik
adalah usaha pencegahan serangan penyakit ikan dengan bantuan beragai peralatan
mekanik. Tindakan pencegahan secara kimiawi adalah usaha pencegahan terhadapa
serangan penyakit dengan memanfaatkan berbagai senyawa kimia tertentu. Sedangkan
tindakan pencegahan secara biologis adalah usaha pencegahaan terhadap serangan
penyakit dengan menggunakan prinsip – prinsip biologis atau organisme lain. Agar
memberikan hasil yang memuaskan, pemilihan teknik pencegahan ini harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan setempat.
Menurut Zonneveld (1991), Pencegahan penyakit infeksi dapat dilakukan
dengan 4 cara yaitu
1 Menghindari sentuhan antara ikan dengan pathogen
2 Menurunkan tingkat infeksi dengan memperkecil jumlah pathogen di dalam
lingkungan
3 Mempertinggi daya tahan ikan dengan pemberikan makanan optimum secara
kuantitatif dan kualitatif
4 Imunisasi
Cara pertama sulit dipraktekkan karena tidak ada pengaruh terhadap kualitas air
yang digunakan atau pengetahuan umum mengeai infeksi dan tingkatannya (ikan
pembawa) sangat kurang. Cara kedua berupa menurunkan tingkat infeksi dengan
memperkecil jumlah pathogen di dalam lingkungan, dapat dilaksanakan dengan
tindakan – tindakan hygiene secara rutin, seperti desinfeksi bahan, memakai pakaian
yang bersih, mencuci tangan, meminimumkan jumalah tamu, memantau populasi ikan
untuk untuk mengetuahi apa yang terjadi di dalam air dan pada tubuh ikan.
Tindakan tindakan tersebut disertai dengan pembelian ikan (benih dan induk)
yang selektif (hanya dari suaha budidaya ikan yang terkenal, produsen benih yang
berkualitas, terkontrol dan bebas penyakit) sudah cukup untuk suatu usaha budidaya
ikan yang sehat. Tingkat infeksi dapat diperkecil dengan cara meningkatkan aliran air,
menyinari air dengan sinar ultra violet atau dengan memperkecil jumalah ikan per m 3
air.
Cara ketiga dengan pemberian makanan yang optimum telah umum dikatakan.
Tingkat pemberian makanan dan kualfitas makanan mempengaruhi sistem kekebalan
ikan. Sementara cara keempat melalui imunisasi atau membuat ikan kebal terhadap
beberapa infeksi virus dan bakteri sudah berhasil tetapi hasilnya tidak seefektif pada
vaksinasi hewan memalia.
Tindakan pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
upaya ”pembersihan” (dekontaminasi) secara berkesinambungan, baik terhadap wadah
budidaya, ikan peliharaan maupun semua peralatan yang digunakan. Dekontaminasi
wadah budidaya dimaksudkan untuk membersihkan organisme parasite, virus, bakteri
dan jamur serta hama yang terdapat di dalamnya. Kolam dan tambak yang digunakan
untuk budidaya ikan sebaiknya dibersihkan dahulu agar organisme penyebab penyakit
yang mungkin terdaapat di dalamnya dapat dimusnahkan dan kotoran masupun senyawa
beracund apat dihilangkan atau dinetralisasi.

Gambar 21. Hubungan antara Lingkungan, Ikan dan Pathogen

Untuk mencegah timbulnya serangan penyakit, semua peralatan yang akan atau
telah digunakan untuk menangkap atau mengangkut ikan budidaya sebaiknya segera
dibersihkan, agar kototran dan organisme penyebab penyakit yang mungkin menempel
pada alat tersebut dapat dihilangkan. Jika tidak segera dilakukan tindakan pembersihan,
dikhawatirkan semua organisme, kototran maupun senyawa beracun yang menempel
pada peralatan tersebut dapat menular ke ikan atau ke dalam perairan. Peralatan
tersebut dapat dibersihkan dengan mencelupkannya ke dalam larutan PK dosis rendah,
sekitar 3 – 20 ppm selama 30 menit. Pembersihan peralatan juga dapat dilakukan
dengan cara lain, yaitu dengan menggunakan senyawa chlorin yang banyak dijual di
toko toko kimia.
Selain dekontaminasi wadah budidaya dan peralatan, ikan juga perlu diberi
perlakuan agar tidak menjadi penyebab timbulnya wabah penyakit. Bagi pengusaha
bermodal besar, dekontaminasi ikan biasanya dilakukan dengan teknik karantina.
Caranya yaitu dengan memelihara ikan – ikan tersebut dalam wadah khusus selama
waktu tertentu. Dengan cara ini dapat diketahui apakah ikan tersebut ”bersih” atau
mengandung jenis organisme tertentu yang mampu menyebabkan penyakit sehingga
dapat segera diambil langkah pengamanannya.

Siklus Hidup Penyebab Penyakit Ikan (Jamur, Protozoa, Bakteri, Virus)


Jasad pathogen (penyakit) seperti jamur, protozoa, bakteri, virus adalah
organisme yang umumnya menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dalam kondisi
normal di lingkungan perairan bebas, jumlah ikan yang terserang jasad pathogen tidak
besar kecuali bila terjadi hal – hal tertentu, misalnya up welling atau terjadinya
pembalikan badan (biasa disebut umbalan). Pada keadaan seperti ini jumlah ikan yang
mati sangat besar terutama pada waduk atau danau yang dalam.
Jasad pathogen akan lebih mempunyai peluang bila terjadi perubahan –
perubahan di kolam atau tambak karena campur tangan manusia. Jasad pathogen yang
tadinya aman bagi ikan akan sangat berbahaya karena perubahan – perubahan itu,, ikan
pun mengalami tekanan yang memaksanya untuk beradaptasi. Disaat penyakit
mempunyai peluang dan bila ikan mengalami kelonggaran dalam pertahanan tubuh,
maka peluang ikan terserang penyakit menjadi lebih besar.

Jamur
Thallophyta (thallium = tidak bisa dibedakan antaa akar, batang, dan daun)
dibagi menjadi fungi / jamur (tidak mempunyai klorofil) dan alga (mempunyai klorofil).
Pada jamur ada kelompok Phycomycetes, yaitu jamur tingkat rendah yang dicirikan
oleh hifa tanpa ruas dan spora aseksual di dalam sporangia.
Pada budidaya ikan, hanya ada 4 spesies jamur yang penting. Keempatnya
sangat mudah dideteksi karena mmempunya organ – organ sasaran dan morfologi
khusus. Ichthyophonus sp. menginfeksi organ organ internal, Branchyomycetes sp. dan
Achlya sp. menginfeksi terutama kulit, dengan ciri – ciri seperti kapsul dari kapas
mengelilingi telur dan larva. Saprolegnia sp. hampir selalu menjadi masalah karena
mengakibatkan rusaknya kulit secara local.

Protozoa
Protozoa merupakan hewan yang paling kecil. Banyak yang berupa parasit ikan.
Tetapi biasanya parasite dan inangnya dapat hidup selaras. Hanya protozoa dalam
jumlah besar yang mampu merusak populasi ikan. Ini dipengaruhi oleh factor – faaktor
lingkungan seperti tingkat pH air, kadar NH3, suhu, salinitas, dan sebagainya. Bebeapa
jenis protozoa hanya menyerang organ – organ internal (ginjal, hati, dan usus).
Pengamatan langsung pada organ – organ ini sudah cukup untuk dipakai dalam
mendiagnosis ikan yang terserang protozoa.
Menurut Zonneveld dkk. (1991) pada mumnya protozoa yang bersifat pathogen
termasuk dalam fila berikut :
1 Myxozoa (Myxosoma)
2 Sarcomastigophora (Trypanosoma dan Oodinium)
3 Sporozoa (Eimeria)
4 Cieliophora
Protozoa adalah hewan yang terbentuk dari satu sel dengan sel membrane sel.
Pembelahannya dilakukan secara aseksual. Gerakannya bisa terlihat sebagai berikut :
1 Pasif, melekat pada inang
2 Aktif, tanpa organela, tetapi dengan kontraktil fibrila
3 Aktif, dengan kaki – kaki atau pseudopodia, flagel dan silia.
Protozoa bisa diidentifikasi melalui preparat hidup setelah atau tanpa dibei
gliserin untuk menguangi kecepatan gerakan akan memudahkan diagnosis. Dianjurkan
untuk menggunakan fase kontras, terutama dalam mengamati parasit – parasit yang
berflagel dan bersilia. Untuk mengidentifikasi spora protozoa dari preparat awetan,
sering digunakan pewarnaan. Kadang – kadang pengamatan secara histopatologi juga
diperlukan.
Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme dengan struktur intraseluler yang sederhana
yang mempunyai daerah penyebaran relative luas, sehingga hampir dapat dijumpai
dimana saja. Bakteri mempunyai ukuran relative lebih besar daripada virus, yaitu antara
0,3 – 0,5 mikron. Bentuknya berbeda menurut genusnya. Jenis bakteri tertentu isa
menunjukkan bentuk dan ukuran sesuai dengan keadaan lingkungannya. Ciri – ciri
bakteri adalah sifatnya yang dapat tumbuh dan bertambah banyak dalam kelompok,
berbentuk rantai atau benang, memiliki koloni yang berwarna dan berkilau atau tidak,
halus atau kasar, metabolisme aerob atau anaerob dan membutuhkan media tertentu
untuk mengkultur disertai dengan menghasilkan asam datau gas. Sifat – sifat ini
berguna untuk mengidentifikasi bakteri, walaupun hasil - hasil pewarnaan juga sangat
bermanfaat. Sel bakteri terdiri atas sebuah dinding sel mengelilingi membrane
sitoplasma yang berisi sitoplasma tempat inti.
Berdasarkan reaksi sel bakteri terhadap pewarnaan warna gram, bakteri dapat
dikelompokkan menjadi bakteri gram negative (terlihat berwarna pik atau merah) dan
bakteri gram positif (terlihat berwarna biru). Kebanyakan bakteri pathogen ikan
temasuk golongan gram negative, seperti Aeromonas, Vibrio, dan Flexibacter. Bakteri
dapat juga diklasifikasikan berdasarkan ukuran, kemampuan bergerak, sifat koloni,
reaksi fermentasi karbohidrat, pertumbuha dalam media selektif dan reaksi – reaksi
serological yang spesifik dengan antiserum yang spesifik.

Virus
Virus adalah organisme penyebab dan sumber penyakit yang sangat kecil,
karena memiliki ukuran tumbuh antara 20 – 300 nanometer sehingga hanya dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop electron. Virus mempunyai stuktur tubuh yang
sederhana dan tidak mempunyai organ pencernaan sendiri sehingga kebutuhan pakan
untuk memperbanyak dirinya tergantung sepenuhnya pada organ pencernaan dari tubuh
inangnya.
Usaha untuk memperbanyak dirinya dimulai dengan masuknya virus ke dalam
sel inang. Pada saat itu, asam nukleat dari virus (RNA dan DNA) akan mengendalikan
organ pencernaan dari sel inang untuk segera memproduksi asam nukleat sesuai dengan
kebutuhan virus tersebut. Selain itu, virus juga akan ”memerintahkan” pembentukan
protein baru yang mempunyai sifat khas untuk membunuh organisme lain untuk
digunakan sebagai bungkus pelindung bagi asam nukleat virus. Protein pembungkus
asam nukleat virus ini baiasanya disebut capsid, yang bervariasi benuknya dari satu
virus ke virus lainnya.
Virus diklasifikasikan ke dalam kelompok – kelompok menurut morfologi, jenis
asam nukleat, pilihan tunggal atau dobel, berat molekul, kepekaan terhadap bahan
kimia. Dan virus pathogen pada ikan kebanyakan merupakan (rhabdo virus (virus
bentuk peluru)).
Gejala umum penyakit akibat virus adalah pendarahan (hemoragik) pada
berbagai organ (termasuk kulit), perut menggembung, eksoptalmia, dan kulit pucat
gelap pada bagian – bagian tertentu (gangguan sistem saraf vegetative). Aktivitas
serangan virus bersifat akut, menghasilkan kerusakan jaringan cukup luas dan dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Infeksi virus sering diikuti dengan infeksi
sekunder oleh bakteri, sehingga tubuh ikan menjadi sangat lemah dan sulit diidentifikasi
penyakit yang menyebabkannya.
Infeksi virus bisa tersebar secara horizontal dan atau vertikal. Infeksi horizontal
yaitu dari satu ikan ke ikan yang lain dalam satu generasi. Sedangkan infeksi vertical
yaitu dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan melalui telur – telur atau sperma
yang terinfeksi.

Gejala Serangan Penyakit Yang Disebabkan Karena Penyakit Infeksi Dan Non
Infeksi
Langkah pertama yag harus dilakukan untuk mengatasi penyakit yang
menyerang ikan peliharaan adalah mendeteksi tanda – tanda serangan atau gejalanya
dan mengidentifikasi secepat mungkin sumber dan penyebabnya. Untuk itu, petani ikan
dan para teknisi perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan khusus agar
mampu mendeteksi tanda – tanda serangan penyakit dan cara mengidentifikasi
penyebabnya berdasarkan tanda – tanda yang ada.
Tabel 11. Tanda – Tanda Serangan Penyakit dan Diagnosisnya
Tanda – Tanda dan Tingkah Laku
Diagnosis
Ikan
Keturunan
Kelainan pada tulang belakang ikan, Myxosoma cerebralis
scoliosis atau lordosis Infeksi bakteri / virus
Kekurangan vitamin
Myxosoma cerebralis
Kelainan pada rahang atas / bawah
Kelainan kelenjar thyroid
Infeksi bakteri Flexibacter sp.
Parasit Costin sp.
Rontok sirip
Sifat air terlalu basa
Parasit Gyrodactylus
sp.
Bacterial hemmorrhagic septicaemia
Perut gelembung (dropsy) (BHS)
Viral hemmorrhagic septicaemia (VHS)
Tuberculosis
Ikan menjadi kurus Penyakit cacing
Penyakit Octomitus sp.
Infeksi bakteri
Sisik kasar
Air terlalu asam
Tuberculosis
Mata menonjol Infeksi cacing
Infeksi virus
Infeksi bakteri
Mata masuk ke dalam
Infeksi Trypanoplasma (Cryptobia)
Serabut seperti kapas pada kulit Penyakit jamur Saprolegnia sp.
Sengatan Argulus sp.
Infeksi bakteri
Pendarahan (hemmorhage)
Infeki Trichodina sp.
Gigitan lintah
Kulit terasa kasar dan bintik hitam Ichthyosporidium
Infeksi bakteri
Insang pucat (anemia)
Infeksi virus
Bakteri Flexibacteer
Insang rontok sp. Myxobacteria
Parasit Datylogyrus sp.
Bintik – bintik putih kemerahan pada
Myxobolus sp.
insang
Myxobacteria
Frekuensi pernapasan bertambah sp Flexibacter
sp.
Parasit Dactylogyrus sp.
Bintik bintik putih pada kulit Ichthyopthirius sp.
Ichthyopthirius sp.
Tuberculosis
Luka pada daging
Bacterial
septicaemia
Flexibacter columnaris
Bintil berwarna putih pada hati, limpa,
Ichthyosporidium
jantung dan otak
Bintil berwarna putih pada hati dan Sporoszoasis
jantung Tuberculosis
Hati berwarna cokelat kekuning Infeksi baktri
kuningan
Infeksi bakteri
Pendarahan dan bengkak pada anus Infeksi virus
Octomitus
Pembengkakan dan pendarahan pada
Infeksi bateri
gelembung renang
Tonjolan seperti bunga kol pada rahang Infeksi virus
Tonjolan kecil didaerah sirip Infeksi virus
Myxobacteri
Tutup insang selalu terbuka a Columnaris
Parasit Dactylogyrus sp.
Selain identifikasi dengan mengamati tanda – tanda serangan dan selanjutnya
menentukan jenis penyakit yang menginfeksi ikan peliharaan. Diagnosis juga dapat
dilakukan dengan mengamati tanda tanda spesifik pada organ tumbuh maupun beberapa
tingkah lakunya seperti :
1. Nafsu makan 7. Sirip
2. Sikap berenang 8. Insang
3. Warna 9. Feses
4. Mata 10. Beberapa kelainan lain
5. Sisik 11. Organ dalam
6. Tubuh

Pemeriksaan Ikan Sakit


Mendiagnosis serangan penyakit pada ikan merupakan cara yang tepat untuk
mengetahui penyebab serangan dan jenis penyakitnya. Jenis penyakit perlu dipastikan
secepat mungkin, karena air sebagai medium hidup ikan akan memungkinkan penularan
penyakit secara meluas dalam waktu relative cepat. Perubahan patologis pada berbagai
organ eksternal maupun internal sering kali sudah memberi petunjuk pada jenis
penyakit tertentu. Perubahan patologis dapat ditemukan melalui diagnosis ikan sebelum
kematian dan setelah kematian (post mortum) secara teliti terhadap organ eksternal
maupun internal.
1. Diagnosis Ikan Sebelum Kematian
Dalam diagnosis penyakit ikan sebelum kematian ikan atau sebelum dibunuh,
hal yang perlu dilakukan adalah mengenai adanya satu penyakit khusus atau lebih yang
berhubungan dengan ketidaknormalan dan mengidentifikasi penyebab – penyebabnya.
Bila yang melakukan diagnosis adalah seorang teknisi atau seorang peneliti, urutan
pertama yang dimulai adalah wawancara dengan para petani ikan. Langkah kedua
adalah penetuan kualitas air, karena ada hubungannya dengan berjangkitnya wabah
penyakit. Apakah parameter parameter kualitas air masih dalam batas batas normal.
Setelah mengevaluasi kualitas air, maka ikan harus diperiksa di dalam lingkungannya.
Tingkah laku dan konsumsi makanannya diperhatikan. Untuk itu, perlu dilakukan
pengambilan sampel dari populasi yang ada. Hal – hal berikut perlu diperhatikan :
1. Sampel (contoh) yang diambil harus mewakili populasi yang diamati. Yang
diambil adalah ikan – ikan yang mempunyai gejala – gejala khusus penyakit yang
dicurigai. Jangan sekali – kali mengambil ikan yang sudah mati, karena organ –
organ yang mati sudah mengalami perubahan.
2. Untuk sampel. Pengawasan terhadap populasi ikan bergantung pada : ukuran
populasi, berlangsungnya penyakit pada populasi, dan derajat kemungkinan
hilangnya penyakit. Pada kasus terjadinya wabah secara mendadak dengan jumlah
ikan yang sakit banyak, maka contoh sebanyak 10 – 15 ekor sudah cukup. Pada
pengawasan, sering diperlukan contoh sebanyak 150 ekor. Ikan – ikan ini jangan
dibius dulu dengan obat bius kaena bisa menyebabkan rusaknya jasad pathogen
yang ada pada kulit dan insang.
Tindakan selanjutnya adalah pemeriksaan insang ikan yang masih sadar. Setelah
itu, ikan dibius dengan cara menyemprotkann larutan fenoksientanol ke dalam insang
dan mulut (jangan dengan cara memandikannya karena parsit – parasite pada kulit akan
terpengaruh). Untuk mencapai insang operculum harus diangkat. Salah satu lembar
insang harus diambil dan diletakkan pada gelas objek (object glass) dan sedikit akuades.
Setelah ditutup dengan coverglass amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 –
40 kali. Ektoparasit dan perubahan – perubahan morfologi bisa diamati.
Jika memungkinkan, perlu juga dibuat olesan kulit dan insang. Untuk
mengamati adanya jasad pathogen gunakan mikroskop dengan lingkaran fase kontras.
Biasanya selalu ada jasad pathogen, terutama parasite yang ditemukan. Segera setelah
pegamatan pertama selesai, ikanyang masih hidup tetapi dibius ini perlu diambil
darahnya dan diproses untuk menentukan nilai parameter – parameter darahnya
(seperti Hb, Hct, total protein plasma dan antibody).
2. Diagnosis Setelah Kematian
Diagnosis penyakit ikan setelah kematian (post mortum) hanya bermanfaat jika
dilakukan segera setelah ikan dibunuh. Pemeriksaan yang tertunda akan menyesatkan
hasil karena telah terjadi perubahan – perubahan akibat pross pembusukan.
Pemeriksaan psot mortum merupakan salah satu penyangga dalam diagnosis penyakit
ikan.
Perlu diingat dalam diagnosis ikan setelah kematian ini, tidak dibolehkan
menggunakan ikan – ikan yang sudah mati dengan sendirinya karena organ – organ ikan
yang sudah mati telah mengalami perubahan. Ikan yang digunakan adalah ikan yang
dibunuh dengan cara memotong kepalanya atau memberikan kejutan listrik berkekuatan
cukup besaar pada kepalanya. Pemotongan dilakukan dengan gunting di bagian saraf
punggung (spinal cord) kepada tepat di belakang otak, sehingga hubungan sumsum
tulang belakang dan otak terputus.
a. Pemeriksaan Tubuh Bagian Eksternal
Pemeriksaan tubuh bagian eksternal dapat dilakukan sebelum ikan mati atau
setelah kematian. Tujuanutama pemeriksaan tubuh bagian luar adalah untuk
menentukan jenis organisme ektopatogen yang menyerang ikan. Seringkali
organisme penyebab penyakit tidak dapat dilihat sehingga untuk enentukann
jenis organisme tersebut dilakukan berdasarkan ciri – ciri yang ditimbulkannya.
b. Pemeriksaan Tubuh Bagian Internal
Untuk melakukan pemeriksaan tubuh bagian internal / dalam perlu dilakukan
pembedahan terlebih dahulu terhadap beberapa sampel ikan yang terkena
serangan penyakit. Pembedahan dilakukan dengan cermat agar tidak merusak
organ bagian dalam. Setelah selesai pembedahan, amatilah organ – organ
bagian dalam. Organ dalam yang diamati sekitar 12 jenis yaitu :
a) Otak g) Kantong udara
b) Ginjal depan h) Insang
c) Ginjal belakang i) Jantug
d) Hati j) Limpa
e) Kantong empedu k) Organ kelamiin
f) Tractus gastro l) Rongga tubuh
intestinal

Perhatikan dengan seksama organ – organ tersebut, apakah terjadi pendarahan


atau penempelan organisme penyakit? Pengamatan ini dilakukan terutama untuk
mendeteksi jenis penyakit yang mempunyai ukuran relative besar. Untuk mengamati
organisme penyakit yang berukuran kecil digunakan pemeriksaan preparat rentang atau
pemeriksaan bakteriologis.
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis dari ikan yang terkena serangan penyakit bertujuan
untuk mendeteksi jenis organisme yang menyerang, terutama yang berukuran
kecil seperti bakteri. Langkah – langkah pemeriksaan bakteriologis meliputi
pengambilan sampel, inkubasi, pewarnaan dan pengamatan dengan mikroskop.

Teknik Pengobatan Ikan Sakit


Jika ikan yang dibudidayakan terbukti terserang penyakit maka tidak ada pilihan
lain yang lebih baik selain segera melakukan tindakan pengobatan. Tindakan
penanggulangan yang terlambat berarti memberikan kesempatan kepada penyakit untuk
memperluas dan memperhebat serangannya.
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi ikan yang telah
terserang penyakit adalah menentukan penyebeb penyakit tersebut, jenis penyakit dan
cara penanggulangannya. Tindakan untuk mengatasi berbagai serangan penyakit ikan
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut :
1. Pengaliran air
Pengaliran air adalah salah satu cara untuk mengatasi serangan penyakit ikan di
dkolam dan tambak, yang disebabkan oleh senyawa beracun atau kualitas air kolam dan
tambak yang kurang memenuhi syarat. Pengaliran air dimaksudkan untuk
mengencerkan senyawa beracun atau menciptakan kondisi lingkungan kolam / tambak
yang lebih baik, sehingga daya tahan tubuh ikan tetap baik.
Adanya aliran air yang lancar akan menghanyutkan sisa pakan, hasil ekskresi,
sehingga tidak terdapat senyawa beracun hasil dekomposisi bahan tersebut. Airan air
juga dpat mempertahankan temperature dan kelarutan oksigen di kolam / tambak
sehingga tetap menunjang kehidupan ikan. Pada kolam yang tidak mengalir (stagnant)
temperature air serifng meningkat terutama pada siang hari sehingga pertumbuhan
organisme penyakit menjadi lebih cepat. Pada saat yang sama konsentrasi oksigen juga
akan menurun sehingga ikan bertambah stress karena sulit bernapas.
Jika jumlah ikan yang terserang penyakit cukup besar, pengaliran air dapat
dilakukan di kolam/tambak tersebut. Akan tetapi jika hanya beberapa ekor ikan saja
yang terserang maka pengaliran dilakukan dalam bak atau wadah yang lebih kecil.
Artinya ikan – ikan yang terserang penyakit dikeluarkan dari kolam/ tambak dan
ditempattkan di bak – bak atau wadah lainnya, kemudian dilakukan pengaliran air.
2. Pencucian wadah budidaya
Serig dijumpai kematian ikan di wadah budidaya disebabkan masuknya senyawa
beracun ke dalam wadah tersebut baik disengaja maupun tidak. Untuk mengatasi
kematian ikan secara masssal karena keracunan, sebaiknya dilakukan penutupan saluran
pemasukan air dan memindahkan ikan – ikan peliharaan yang terkena racun secepat
mungkin ke kolam/tambak atau wadah lain yang tidak tercemar oleh racun atau limbah.
Tindakan selanjutnya adalah mengeringkan kolam / tambak selama beberapa hari agar
daya racun dari senyawa tersebut menjadi lemah.
Untuk kolam/tambak yang relative kecil, pengaruh senyawa yang berdaya racun
lemah dapat diatasi secara langsung dngan pencucian kolam/tambak yang tercemar
segera dialiri air baru yang segar dan dapat dipelihara kembali. Pada kolam/tambak
yang relative luas pencucian ikan harus dilakukan di kolam/tambak atau wadah lain.
3. Perendaman
Untuk mengobati ikan yang terserang penyakit dibagian luar tubuhnya (ekto –
pathogen), sebaiknya dilakukan tindakan perendaman dengan senyawa kimia tertentu.
Perendaman merupakan metode pengobatan jangka pendek (short duration). Bila ikan
yang terkena penyakit hanya beberapa ekor, perendaman dapat dilakukan di dalam bak
atau wadah yang kecil. Akan tetapi jika jumlah ikan yang terserang cukup banfyak,
sebaiknya dilakukan perendamana dalam kolam/tambak.
Perendaman ikan didalam bak atau wadah kecil dapat dilakkan dengan membuat
larutan senyawa kimia sesuai dengan jenis organisme penyakit yang menyerangnya.
Masukkan ikan yang sakit ke dalam wadah tersebut dan biarkan selama beberapa saat.
Ikan yang telah direndam segera dimasukkan ke dalam bak yang arinya bersih untuk
menghilangkan pengaruh senyawa kimia selama perendaman. Jika ikan belum sembuh,
sebaiknya dilakukan perendaman ulang dalam senyawa kimia hingga ikan benar – benar
sembuh.
4. Pengobatan melalui makanan
Ikan yang telah terserang penyakit dapat juga disembuhkan dengan pengobatan
melalui makanan, terutama terhadap serangan penyakit yang tidak mengakibatkan
kematian secara tiba tiba. Pengobatan melalui pakan sebaiknya segera dilakukan pada
tahap wal terjadinya serangan sebab pada saat itu ikan masih mepunyai nafsu makan.
Keterlambatan pengobatan akan memberikan hasil yang kurang memuaskan, karena
ikan telah kehilangan nafsu makan sehingga obat yang diberikan leih banyak terbuang
percuma.
Prinsip pengobatan melalui makanan adalah meningkatkan daya tahan tubuh
melalui pemberian pakan dan membunuh organisme penyebab penyakit dengan obat
yang sengaja dicampurkan ke dalam pakan. Jenis obat yang umum digunakan melakui
pakan antaa lain sulfamerazine, sulfadiazine, trisulfa, dan terramisin. Dosis yang
diberikan tergantung pada jensi obat yang digunakan. Misalnya, satu gram
sulfamerazine yang dicampurkan ke dalam 5 kg pakan sudah cukup efektif untuk
mengobati 30 – 50 kg ikan yang terserang penyakit. Lamanya pengobatan biasanya
berlangsung secara terus menerus selama 5 – 10 hari.
Pencampuran bat dengan pakan dilakukan sesaat sebelum makanan diberikan.
Makanan yang telah dicampurkan olbat harus diberikan kepada ikan sampai habis
sehingga ketika dilakukan pencampuran harus disesuaikan dengan jumlah pakan yang
diberikan saat itu. Paka yang telah dicampur oba dan tidak habis diberikan kepada ikan
sehingga tertinggl kurang baik karena aroma pakan biasanya berubah.
5. Penyuntikan
Pengobatan melalui penyuntikan dilakukan untuk mengobati ikan yang terserang
penyakit infeksi. Tindakan pengobatan melalui penyuntikan hanya efektif digunakan
jika ikan yang terserang jumlahnya relative sedikit. Jika jumlahnya terlalu banyak,
maka dibutuhkan tenaga, waktu dan peralatan yang lebih banyak sehingga kurang
efisien.
Teknik pengobatan ikan dengan cara penyuntikan hanya dianjurkan untuk induk
ikan. Penyuntikan untuk ikan – ikan konsumsi hendaknya dihindari sebab
dikhawatirkan akan berpengaruh negative terhadap kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya.
6. Pembilasan
Pembilasan biasanya diterapkan pada telur ikan yang telah terserang penyakit
jamur. Jamur yang dikenal menyerang telur ikan adalah Saprolegnia sp. dan Achlya sp.
Telur ikan yang diserang jamur terlihat ditumbuhi oleh sekumpulan mycelium jamur
yang menyerupai gumpalan benang – benang kapas.
Pembilasan dilakukan dengan menggunakan obat konsentrasi yang relative
tinggi. Obat dibilaskan sekaligus dilakukan penggantian air. Walaupun demikian,
sesuai pengalaman telur ikan yang telah terserang penyakfit tidak akan menetas dengan
baik.
7. Penyemprotan
Penyemprotan biasanya diterapkan untuk memberantas penyakit di
kolam/tambak. Bahan kimia yang digunakan disemprotkan ke dalam kolam/tambak
untuk memberantas penyakit yang berkembang. Cara ini biasanya dilakukan setelah
panen atau karena kegagalan panen akibat serangan penyakit yang dahsyat.
Penyemprotan juga diakukan utnuk memberantas hama. Biasanya
menggunakan pestisida. Tetapi hendaknya penyemprotan dengan menggunakan bahan
kimia dosis tinggi atau pestisida, terutama pestisida anorganik hanya dilakukan sebagai
pilihan terakhir.
Penggunaan bahan kimia dosis tinggi sebagai pemberantas penyakit dan hama di
kolam dan tambak dapat “membahayakan” konsumen pengkonsumsi ikan. Senyawa
kimia sulit terurai sehingga dapat masuk ke dalam tubuh ikan secara tidak langsung baik
melalui pak alami maupun aktivitas di dalam air. Ikan yang telah menngkonsumsi
senyawa kiia akan dikonsumsi oleh manusia dan residu (bahan aktif) senywa kimia
pada tumbuh ikan akan berpindah ke tubuh manusia.

Pengobatan Ikan Sakit Sesuai Gejala Serangan Dan Jenis Penyakit


Bila ikan yyang dibudidayakan telah diketahui terserang penyakit infeksi maka
tidak ada jalan lain kecuali mengambil langkah untuk mengatasinya. Pengobatan
terhadap penyakit tertentu dilakukan berdasarkan hasil diagnosis, jadi tidak melakukan
pengobatan berdasarkan perkiraan atau kemauan saja. Dalam perlakuan terhadap
penyakit infeksi, ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan yaitu :
a) Hingga kini belum ditemukan obat yang cock untuk memberantas virus. Yang
bisa dilakukan aalah mengurangi hal – hal yang mendukung penyebaran
penyakit.
b) Untuk menanggulangi penyakit bakteri, pemakaian antibiotic dan bahan kimia
dulu dianjurkan akan tetapi sekarang tidak dianjurkan karena hasil perikanan
budidaya yang menggunakan antibiotic akan sulit diterima di pasaran eropa
meskipun anti biotik dan bahan kimia efisien dan banyak tersedia di pasaran
sehingga sekarang orang mulai beralih ke obat obatan herbal.
c) Untuk menanggulangi penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasite dan jamur,
pemakaian bahan – bahan kimia dianjurkan juga karena efektif dan banyak
tersedia.
Di dalam praktek, ketepatan suatu perlakuan sulit ditentukan, karena :
1) Tidak ada kelompok control yang tidak diberi perlakuan pada kondisi praktik
2) Biasanya sering terjadi kematian pada populasi yang tidak diberi perlakuan
karena terinfeksi mikroorganisme
Jika perlakuan dimulai pada saat kematian maksimum, maka perlakuan akan
selalu membantu karena setelah itu kematian menurun. Untuk memberantas jamur dan
parasit digunakan bahan kiia berbagai warna, seperti Malachite green, formalin, organo-
karbohidrat yang mengandung klor dan fosfat organic. Namun, bahan kimia sederhana
seperti garam dapur (NaCl) juga sering digunakan dengan hasil yang baik. Jelas bahwa
penggunaan obat tidak khusus ini sangat mempengaruhi lingkungan.
Oleh karena itu, hendaknya para petani ikan perlu mempelajari dengan seksama
berbagai sumber penyakit dan melakukan pengobatan berdasarkan hasil - hasil
diagnosis yang tepat. Sebab kesalahan pengobatan, selain merusak lingkungan perairan,
juga membuat beberapa jenis penyakit menjadi kebal terhadap pengobatan serta ikan –
ikan budidaya mudah mengalami terhadap pengobatan serta ikan – ikan budidaya
mudah mengalami kematian.
3. Refleksi

Isilah pernyataan berikut ini sebagai refleksi pembelajaran !

1 Dari hasil kegiatan pembelajaran apa saja yang telah anda peroleh dari aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap ?

2 Apakah anda merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut, jika ya apa manfaat
yang anda peroleh ? Jika tidak, mengapa ?

3 Apa yang anda rencanakan untuk mengimplementasikan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap dari apa yang telah anda pelajari ?

4 Apa yang anda harapkan untuk pembelajaran berikutnya ?


KP. 3 PROSEDUR TEKNIK SAMPLING, MENGHITUNG LAJU
PERTUMBUHAN

A. Deskripsi

Untuk dapat mengetahui dan memahami dengan baik prosedur teknik sampling
menghitung laju pertumbuhan pada pendederan komoditas perikanan, diperlukan
pengetahuan tentang factor – factor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, pengukuran
pertumbuhan ikan, teknik sampling pertumbuhan ikan, laju pertumbuhan harian ikan,
laju pertumbuhan mutlak ikan, survival rate ikan.

B. Kegiatan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik yang telah mempelajari materi ini diharapkan mampu :
 Mengklasifikasikan factor – factor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan
secara santun
 Menjelaskan prosedur pengukuran pertumbuhan ikan secara santun
 Menjelaskan teknik sampling pertumbuhan ikan secara santun
 Menghitung laju pertumbuhan harian ikan secara cermat dan santun
 Menjelaskan laju pertumbuhan mutlak ikan secara cermat dan santun

2. Uraian Materi

Pertumbuhan Ikan

Pada umumnya, ikan mengalami pertumbuhan secara terus menerus sepanjang


hidupnya. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan merupakan salah satu aspek yang
dipelajari dalam dunia perikanan dikarenakan pertumbuhan menjadi indikator bagi
kesehatan individu dan populasi yang baik bagi ikan. Dalam istilah sederhana
pertumbuhan dapat dirumuskan sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam
suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah. Akan
tetapi kalau kita lihat lebih lanjut, sebenarnya pertumbuhan itu merupakan proses
biologis yang komplek dimana banyak faktor mempengaruhinya.
Pertumbuhan ikan digambarkan dalam bentuk kurva yang menghubungkan
antara ukuran panjang dengan waktu atau umur. Bentuk kurva pertumbuhan ikan
menyerupai huruf S sehingga dikatakan sebagai kurva sigmoid.

Gambar 22. Kurva Pertumbuhan Ikan

Kurva ini menggambarkan pertumbuhan ikan sejak menetas hingga mencapai


batas yang maksimal. Pada awalnya ikan tumbuh lambat, karena pada saat itu masih
dalam fase perkembangan hidup awal ketika pertumbuhan lebih dipusatkan pada
penyempurnaan organ-organ tubuh. Ketika organ tubuh telah sempurna berkembang,
maka pertumbuhan dalam panjang menjadi pesat sampai terjadi kedewasaan.
Selanjutnya jumlah energi yang masuk dialihkan dari pertumbuhan jaringan somatik
kepada pertumbuhan jaringan gonad. Sebagai konsekuensinya laju pertumbuhan ikan
dewasa lebih lambat daripada ikan belum dewasa. Meskipun dikatakan pertumbuhan
ikan bersifat tanpa batas, namun laju pertumbuhan kian menurun.
Pemuasaan secara periodik mampu meningkatkan kecepatan pertumbuhan ikan
setara bahkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanpa pemuasaan. Pertumbuhan
kompensatori (compensatory growth) yaitu pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan
dengan pemberian pakan normal yang terjadi setelah ikan melewati periode pembatasan
pemberian pakan lalu diberi pakan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa
penelitian antara lain pada ikan nila merah yang dipelihara pada kondisi air laut dan
ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) menunjukkan pertumbuhan yang relatif
sama antara ikan yang dipuasakan dengan yang tidak dipuasakan dan adanya
penghematan pakan sebanyak 15-40% pada ikan yang dipuasakan.
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran (panjang, berat)
ikan pada waktu tertentu atau perubahanan kalori yang tersimpan menjadi jaringan
somatik dan reproduksi. Perubahan ini dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu energi dari makanan (I), yang terukur sebagai
kalori, merupakan energi yang dikeluarkan untuk metabolisme (M) atau pertumbuhan
(G) atau sebagai energy yang terbuang (E). Hal ini dapat dituliskan dalam persamaan : I
= M + G + E Pertumbuhan cepat terjadi pada ikan ketika berumur 3 – 5 tahun. Pada
ikan tua walaupun pertumbuhan itu terus tetapi berjalan dengan lambat. Hal ini
disebabkan ikan yang sudah tua pada umumnya kekurangan makanan untuk
pertumbuhan, karena sebagian besar makanannya digunakan untuk pemeliharaan tubuh
dan pergerakan.
Kecenderungan pertumbuhan yang meningkat pesat pada umur antara 0-1 tahun.
Pada umur 0-1 setelah fase pasca larva, pertumbuhan pada setiap jenis ikan memasuki
pertumbuhan somatik dimana energi yang diperoleh dari makanan terdistribusi hanya
untuk pertumbuhan panjang dan bobot ikan serta metabolisme basal untuk proses
pemeliharaan organ-organ dalam ikan. Pertumbuhan somatik, mulai mengalami
penurunan laju perkembangan ketika ikan masuk ke fase dewasa. Karena pada fase
dewasa energi yang diperoleh dipergunakan untuk pertumbuhan somatik, gonadik, dan
metabolisme basal.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


1.1 Faktor Internal
1.1.1 Gen/Keturunan
Faktor keturunan pada ikan yang dipelihara dalam kultur, mungkin dapat
dikontrol dengan mengadakan seleksi untuk mencari ikan yang baik pertumbuhannya,
namun di alam tidak ada kontrol yang dapat diterapkan. Faktor seks tidak dapat
dikontrol. Ikan betina kadangkala pertumbuhannya lebih baik dari ikan jantan namun
ada pula spesies ikan yang tidak mempunyai perbedaan pertumbuhan pada ikan betina
dan ikan jantan.
Tercapainya kematangan gonad untuk pertama kali dapat mempengaruhi
pertumbuhan yaitu kecepatan pertumbuhan menjadi lambat. Hal ini dikarenakan
sebagian dari makanan yang dimakan tertuju kepada perkembangan gonad. Pembuatan
sarang, pemijahan, penjagaan keturunan membuat pertumbuhan tidak bertambah karena
pada waktu tersebut pada umumnya ikan tidak makan. Setelah periode tersebut ikan
mengembalikan lagi kondisinya dengan mengambil makanan seperti sedia
kala. Umur telah diketahui dengan jelas berperanan terhadap pertumbuhan.

1.1.2 Pembelahan Sel


Pada bagian tubuh yang dapat diperbaharui mempunyai sel-sel dengan daya
membelah secara mitosis sangat cepat. Walaupun organisme sudah tua, daya membelah
sel-sel pada bagian tubuh yang dapat diperbaharui masih sama sehingga jumlah sel yang
dapat diganti sama dengan jumlah sel yang dibentuk. Urat daging dan tulang
bertanggung jawab terhadap pertambahan massa ikan. Pertumbuhan yang cepat
menunjukkan ketersediaan makanan dan kondisi lingkungan lainnya yang mendukung,
sedangkan, pertumbuhan menunjukkan kondisi yang sebaliknya.
Pertumbuhan dalam individu ialah pertumbuhan jaringan akibat dari pembelahan
sel secara litosis. Hal ini terjadi apabila ada kelebihan input energi dan asam amino
(protein) berasal dari makanan. Seperti kita ketahui bahan berasal dari makanan akan
digunakan oleh tubuh untuk metabolisme dasar, pergerakan, produksi organ seksual,
perawatan bagian-bagian tubuh atau mengganti sel-sel yang sudah tidak terpakai.
Bahan-bahan tidak berguna akan dikeluarkan dari tubuh. Apabila terdapat bahan
berlebih dari keperluan tersebut di atas akan dibuat sel baru sebagai penambahan unit
atau penggantian sel dari bagian tubuh. Dari segi pertumbuhan, kelompok sel-sel suatu
jaringan dalam bagian tubuh dapat digolongkan menjadi bagian yang dapat
diperbaharui, bagian yang dapat berkembang dan bagian yang statis.

1.1.3 Umur
Umur dan kematian merupakan prediksi yang sangat baik untuk laju
pertumbuhan relatif ikan, meskipun laju pertumbuhan absolut sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan. Umumnya, ikan mengalami pertumbuhan panjang yang sangat
cepat pada beberapa bulan atau tahun pertama dalam hidupnya, hingga maturasi.
Selanjutnya, penambahan energi digunakan untuk pertumbuhan jaringan somatik dan
gonadal, sehingga laju pertumbuhan ikan mature lebih lambat dibandingkan ikan-ikan
immature.
Istilah penuaan mengacu pada proses perubahan negatif yang mengiringi
bertambahnya umur ikan. Proses ini ditandai oleh melambatnya pertumbuhan,
percepatan laju mortalitas, kapasitas reproduksi yang menurun secara bertahap, dan
meningkatnya abnormalitas anakan. Kurun umur tua tipikal memperlihatkan
perlambatan aktivitas yang diikuti oleh perubahan dalam cara makan, distribusi dan
tingkah laku lainnya.

1.2 Faktor Eksternal


1.2.1 Suhu
Faktor luar yang utama mempengaruhi pertumbuhan seperti suhu air, kandungan
oksigen terlarut dan amonia, salinitas dan fotoperiod. Faktor-faktor tersebut berinteraksi
satu sama lain dan bersama-sama dengan faktor-faktor lainnya seperti kompetisi, jumlah
dan kualitas makanan, umur dan tingkat kematian mempengaruhi laju pertumbuhan
ikan. Salah satu faktor lingkungan yang sangat penting dalam mempengaruhi laju
pertumbuhan yaitu suhu. Laju pertumbuhan ikan Cyprinodon macularis meningkat pada
suhu antara 30°C – 35°C, sedangkan laju pertumbuhan maksimal ikan salmon muda
diperoleh pada suhu sedang (15°C). Adanya hubungan yang erat antara suhu dari
pertumbuhan optimal dengan preferensi perilaku. Di daerah yang bermusim 4 kalau
suhu perairan turun di bawah 10°C ikan perairan panas yang berada di daerah tadi akan
berhenti mengambil makanan atau mengambil makanan hanya sedikit sekali untuk
keperluan mempertahankan kondisi tubuh. Jadi walaupun makanan berlebih pada waktu
itu, pertumbuhan ikan akan terhenti atau lambat sekali.
Suhu dapat mempengaruhi aktivitas penting ikan seperti pernapasan,
pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi oksigen terlarut dan
selera makan ikan. Perbedaan suhu air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan
gangguan metabolisme. Kondisi ini dapat mengakibatkan sebagian besar energi yang
tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuian diri terhadap lingkungan yang
kurang mendukung tersebut, sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau
pertukaran zat. Hal ini dapat mengganggu pertumbuhan ikan karena gangguan sistem
percernaan.
Pada suhu optimum apabila ikan itu tidak mendapat makanan tidak pula dapat
tumbuh. Untuk daerah tropik suhu perairan berada dalam batas kisar optimum untuk
pertumbuhan. Oleh karena itu apabila ada ikan dapat mencapai ukuran 30 Cm dengan
berat 1 kg dalam satu tahun di perairan tropik, maka ikan yang sama spesiesnya di
daerah bermusim empat ukuran tadi mungkin akan dicapai dalam waktu dua atau tiga
tahun. Setiap spesies ikan suhu optimum untuk pertumbuhannya tidak sama, oleh
karena itu dalam kultur ikan agar tercapai tujuan suhu optimum dari perairan tadi ada
kolam yang diberi tanaman untuk memberi bayangan pada perairan dan ada pula yang
tidak.

1.2.2 Pakan
Pakan adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
ikan karena pakan berfungsi sebagai pemasok energi untuk meningkatkan pertumbuhan
dan mempertahankan kelansungan hidup. Ketersediaan pakan merupakan salah satu
persyaratan mutlak bagi berhasilnya usaha budidaya ikan. Pakan merupakan sumber
protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral yang penting bagi ikan, oleh karena itu
pemberian pakan dengan ransum harian yang cukup dan berkualitas tinggi serta tidak
berlebihan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat keberhasilan
usaha budidaya ikan.
Konversi pakan dipengaruhi oleh daya serap nutrisi pakan oleh saluran
pencernaan. Saluran pencernaan ikan mengandung mikroorganisme yang membantu
penyerapan nutrisi. Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi
mikroorganisme dalam sistem pencernaan, berakibat meningkatnya daya cerna bahan
pakan dan menjaga kesehatan. Berdasar penelitian sebelumnya pada ikan patin dan pada
ikan bandeng menunjukkan bahwa penambahan probiotik berpengaruh terhadap
pertumbuhan dari ikan tersebut.

1.2.3 Penyakit dan Parasit


Salah satu jenis penyakit ikan adalah penyakit yang diakibatkan oleh infeksi
parasit. Infeksi parasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi
organisme patogen yang lebih berbahaya, yaitu berupa kerusakan organ luar,
pertumbuhan yang lambat, penurunan nilai jual, dan peningkatan sensitivitas
terhadap stressor. Tingkat infeksi parasit yang tinggi dapat mengakibatkan mortalitas
tanpa menunjukkan gejala terlebih dahulu.
Penyakit dan parasit juga mempengaruhi pertumbuhan terutama kalau yang
diserang itu alat pencernaan makanan atau organ lain yang vital sehingga efisiensi
berkurang karena kekurangan makanan yang berguna untuk pertumbuhan. Namun
sebaliknya dapat terjadi pada ikan yang diserang oleh parasit tidak begitu hebat
menyebabkan pertumbuhan ikan itu lebih baik daripada ikan normal atau tidak diserang
parasit tadi. Hal ini terjadi karena ikan tersebut mengambil makanan lebih banyak dari
biasanya sehingga terdapat kelebihan makanan untuk pertumbuhan.

1.2.4 Oksigen Terlarut


Kandungan oksigen terlarut. mengukur reduksi laju pertumbuhan
juvenil Micropterus salmoides pada kandungan oksigen terlarut 5 mg/L dengan suhu
26°C. Kondisi tersebut diperkirakan sebagai ambang batas bagi pertumbuhan dan
reproduksi juvenil M. Salmoides dan beberapa ikan lain seperti Ictalurus punctatus,
Mugil cephalus, Orthodon microlepidotus yang dapat mempertahankan metabolisme
pada kondisi kandungan oksigen yang rendah. Selain itu, ikan-ikan ini akan berenang ke
tempat yang labih menguntungkan.
Oksigen terlarut merupakan oksigen dalam bentuk terlarut dalam air karena ikan
tidak dapat mengambil oksigen dalam perairan secara difusi langsung dari udara. Pada
umumnya ikan kecil akan mengkonsumsi oksigen per berat badan lebih banyak
dibandingkan dengan ikan besar dari satu spesies. Nilai oksigen terlarut media
pemeliharaan selama pengamatan berlangsung berkisar 5,22–5,61.

1.2.5 Ammonia
Amonia merupakan hasil ekskresi primer ikan, namun bila ada dalam
konsentrasi yang tinggi dapat menghambat laju pertumbuhan. Sebagai contoh,
pengukuran berat juvenil Ictalurus punctatus yang ditempatkan pada akuarium dengan
kondisi penambahan kandungan amonia. Mekanisme penghambatan pertumbuhan olah
amonia masih belum diketahui. Pada umumnya, diketahui bahwa amonia un-ion (NH3)
di perairan lebih toksik dari pada bentuk ion amonia (NH4+) pada konsentrasi yang
sama. Proporsi dari kedua bentuk tersebut di perairan sangat tergantung pada pH air.
Pemantauan pH air merupakan bagian yang esensial dari sistem kultur ikan air tawar.
Walaupun amonia merupakan komponen alami di perairan, pengaruhnya terhadap ikan
menjadikan amonia ini polutan yang khas dan dapat menurunkan laju pertumbuhan.
Ammonia yang tak terionisasi (NH3) di air memberikan efek racun terhadap ikan
daripada bentuk yang terionisasi (NH 4 +) pada konsentrasi yang sama. Ketika
konsentrasi ammonia naik di dalam air, maka ekskresi ammonia oleh ikan menurun
sehingga konsentrasi ammonia dalam darah dan jaringan lainnya naik. Konsentrasi
ammonia yang tinggi dalam air juga memengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan
mereduksi konsentrasi ion internal. Ammonia juga meningkatkan konsumsi oksigen
oleh jaringan, merusak insang, dan mereduksi kemampuan darah membawa oksigen.
Perubahan histologic terjadi dalam ginjal, limpa, tiroid dan darah ikan yang terkena
konsentrasi subletal ammonia. Kenaikan ammonia meningkatkan kerentanan terhadap
penyakit dan mereduksi pertumbuhan ikan.

1.2.6 Salinitas
Salinitas sebagai salah satu parameter kualitas air berpengaruh secara langsung
terhadap metabolisme tubuh ikan, terutama proses osmoregulasi. Dengan memberikan
perlakuan salinitas diharapkan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan energi
dalam proses osmoregulasi pada benih gurame (O. gouramy), sehingga mampu
meningkatkan pertumbuhannya. Salah satu aspek fisiologi ikan yang dipengaruhi oleh
salinitas adalah tekanan osmotik dan konsentrasi cairan tubuh serta kebutuhan oksigen.
Salinitas juga mempengaruhi laju pertumbuhan. Ikan-ikan eurihalin
menunjukkan laju pertumbuhan yang maksimum pada salinitas 35 ppt dari pada
salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah. Fotoperiod (panjang hari) juga
mempengaruhi fenomena pertumbuhan secara musiman. Terdapat suatu hubungan yang
erat antara pertumbuhan ikan danau Coregonus clupeaformis dan fotoperiod musiman.

1.2.7 Kompetisi
Anak ikan yang lemah dan tidak berhasil mendapatkan makanan akan mati
sedangkan yang kuat terus mencari makanan dan pertumbuhannya baik. Jumlah
individu yang terlalu banyak dalam perairan yang tidak sebanding dengan keadaan
makanan akan terjadi kompetisi terhadap makanan itu. Keberhasilan mendapatkan
makanan akan menentukan pertumbuhan. Oleh karena itu akan didapatkan ukuran yang
bervariasi dalam satu keturunan.
Tingkat padat tebar akan mempengaruhi keagresifan ikan. Ikan yang dipelihara
dalam kepadatan yang rendah akan lebih agresif, sedang ikan yang dipelihara dalam
kepadatan yang tinggi akan lambat pertumbuhannya karena tingginya tingkat kompetisi
dan banyaknya sisa-sisa metabolisme yang terakumulasi dalam media air. Predasi dapat
di hindarkan dan kualitas air dapat di perbaiki melalui pemeliharaan benih terkendali
dalam ruangan.

Teknik Sampling
Sampling berasal dari kata sample atau bahasa Indonesianya „Sampel‟
yang berarti contoh Sampling merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantau
jumlah dan bobot rata-rata benih yang dipelihara. Sampling ini juga berfungsi untuk
menentukan jumlah pakan yang diberikan secara harian. Pemantauan populasi ini akan
menghasilkan informasi kelangsungan hidup benih, sedangkan pemantauan bobot rata-
rata akan menghasilkan informasi laju pertumbuhan dan kondisi kesehatan ikan.
Informasi laju pertumbuhan dapat digunakan untuk menganalisis nafsu makan ikan dan
waktu panen, sedangkan informasi kesehatan ikan dapat dijadikan landasan untuk
penentuan teknik penanganan ikan selanjutnya.

Informasi nafsu makan benih ikan dapat digunakan untuk menganalisis kondisi
lingkungan dan mengantisipasi perbaikan lingkungan dalam sistem budidaya.
Sampling benih dilakukan dengan mengambil sejumlah contoh benih kemudian diukur
atau dihitung. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menduga bobot rata-
rata dan jumlah benih dalam wadah budidaya. Sampling dapat dilakukan secara
berkala, setiap 2 – 4 minggu sekali. Data yang diperoleh sebaiknya dicatat dengan jelas
dan teliti, mengingat data sampling ini memiliki nilai yang tinggi dan selanjutnya
dikompilasi (Tabel 12).
Tabel 12. Tabel Contoh Kompilasi Data Sampling Benih

Tgl Umur Sampling Bobot Populasi Biomassa Jumlah Kondisi


Pemeliharaan ke- Rata-rata Pakan Ikan
Habis

Sampling dalam hal ini juga dilakukan untuk melihat keberhasilan dari kegiatan
pembesaran ikan yang telah dilakukan. Keberhasilan kegiatan ini ditandai dengan nilai
mortalitas yang cukup rendah dari jumlah total benih ikan yang dipelihara. Dari hasil
sampling yang didapatkan dapat digunakan untuk mengetahui survival rate (SR) benih
ikan hasil pembesaran.

Sampling harus dilakukan pada kegiatan usaha pemeliharaan ikan karena sangat
berfungsi pada saat menghitung jumlah kebutuhan pakan secara periodik dan dapat
mengetahui dampak pemberian pakan terhadap pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan
tersebut akan berdampak pada jumlah biomasa di dalam kolam pemeliharaan. Teknik
sampling yang digunakan adalah dengan cara sebagai berikut: Jika ikan dipelihara di
kolam maka cara mengambil sample ikan terlebih dahulu ditentukan titik pengambilan
sample. Sebaiknya tentukan titik yang diperkirakan bisa mewakili populasi, secara acak.
Sample diambil/ditangkap dengan cara dan alat yang sama. Sampel yang diambil
minimal 10 % dari jumlah populasi awal. Kemudian lakukan perhitungan jumlah
populasi. Cara menghitung populasi dilakukan berdasarkan data sampling yang
diperoleh.

Gambar 23. Contoh Sampling


Langkah sampling:

1) Membaca data awal (luas kolam, padat penebaran, luas alat)


2) Menghitung populasi awal
3) Menentukan 5 titik secara acak dikolam untuk ditangkap ikannya dengan
menggunakan alat tangkap tersebut
4) Menghitung ikan tertangkap tiap titik dan menimbang bobot ikan tiap titik
5) Menghitung jumlah ikan pada 5 titik dan bobot ikan pada 5 titik
6) Menghitung rataan jumlah ikan per titik dan bobot ikan pertitik atau menghitung
bobot ikan per individu
7) Menghitung jumlah populasi ikan dengan rumus :

8) Menghitung bobot biomass = Jumlah ikan atau populasi ikan di kolam kali bobot
ikan per individu
9) Menghitung kebutuhan pakan = 3-5% kali bobot biomass.
Teknik yang diterapkan untuk mengetahui biomasaa adalah dengan sampling untuk
mengukur panjang dan bobot benih ikan. Panjang benih yang diukur biasanya ada dua,
yaitu panjang total dan panjang baku. Panjang total adalah panjang ikan yang diukur
dari ujung ekor sampai kepala, sedangkan panjang baku adalah panjang ikan yang
diukur dari pangkal ekor sampai kepala. Penimbangan biomassa benih ikan yang akan
ditebar meliputi biomassa rata-rata dan biomassa total.

Gambar 24. Cara Mengukur Data Panjang Rata-Rata Benih Ikan


Sampling Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan perubahan panjang atau berat yang terjadi pada tubuh
organisme hidup (Effendi, 1997). Untuk mengetahui laju pertumbuhan larva perlu
dilakukan sampling pertumbuhan setiap 10 hari sekali. Sampling dilakukan dengan
tujuan untuk mengukur berat dan panjang tubuh benih ikan. Pengukuran berat benih
dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.
Pelaksanaan sampling untuk mengukur berat tubuh dilakukan terhadap sejumlah
benih yang kemudian ditimbang dan dihitung jumlah benih dari sampel tersebut
sehingga dapat diketahui bobot rata – ratanya. Sedangkan untuk sampling panjang
tubuh dapat dilakukan pada 20 - 50 ekor benih agar data sampel dapat mewakili
sejumlah benih yang ada dan kemudian disimpan diatas cawan petri kemudian diukur
dengan menggunakan penggaris.
Pertumbuhan mutlak adalah laju pertumbuhan rata – rata ikan dalam kurun
waktu tertentu. Pertumbuhan mutlak dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

Wt  (Effendi, 1997)
Wo 
GR
t
Keterangan :
GR : Growth Rate / Pertumbuhan mutlak (gr/ ekor/ hari)
Wt : Berat rata – rata akhir benih Lele Sangkuriang (gr/ ekor)
Wo : Berat rata – rata awal benih Lele Sangkuriang (gr/ ekor)
t : Lama pemeliharaan (hari)

Pertumbuhan bobot harian adalah persentase penambahan berat benih per hari.
Pertumbuhan bobot harian dapat diketahui dengan menggunakan rumus :
GR
AGR  100%
Wo
Keterangan :
AGR : Pertumbuhan bobot harian(%/hari)
Wt : Bobot rata – rata akhir ( gr/ekor )
Wo : Bobot rata – rata awal ( gr/ekor )
t : Waktu (hari)
Pertumbuhan panjang adalah perubahan panjang ikan pada awal penebaran
hingga saat pemanenan. Rumus untuk mencari pertumbuhan panjang ikan Lele
Sangkuriang adalah :
P  Pt  Po (Effendi, 1997)
Keterangan :
P : Pertumbuhan panjang (cm)
Pt : Panjang akhir ikan (cm)
Po : Panjang awal ikan (cm)

Jumlah dan bobot rata-rata ikan yang dibudidayakan dalam wadah produksi harus
diketahui setiap saat. Pengetahuan tersebut penting untuk mengetahui bobot biomasa
ikan sehingga asset dalam kolam dapat ditentukan dan jumlah pakan yang harus
diberikan secara harian dapat dihitung. Pemantauan populasi menghasilkan informasi
kelangsungan hidup ikan, sedangkan pemantauan bobot rata-rata akan menghasilkan
informasi laju pertumbuhan dan kondisi kesehatan ikan. Informasi laju pertumbuhan
dapat digunakan untuk menganalisa nafsu makan ikan dan waktu panen, sedangkan
informasi kesehatan ikan dapat dijadikan landasan untuk penentuan teknik penanganan
ikan selanjutnya. Informasi nafsu makan ikan dapat digunakan untuk menganalisis
kondisi lingkungan dan mengantisipasi perbaikan lingkungan dalam sistem budidaya
ikan. Perbaikan lingkungan yang dilakukan diharapkan bisa memperbaiki kelangsungan
hidup ikan.

Gambar 25. Contoh Pengambilan Sampel Bibit / Benih Ikan


Teknik Mengukur Panjang Tubuh Ikan (L) dan Menimbang Bobot (W) Ikan
Panjang tubuh sangat berhubungan dengan berat tubuh. Hubungan panjang
dengan berat seperti hukum kubik yaitu bahwa berat sebagai pangkat tiga dari
panjangnya. Namun, hubungan yang terdapat pada ikan sebenarnya tidak demikian
karena bentuk dan panjang ikan bebeda-beda. Panjang dan berat ikan dalam suatu
bentuk rumus yang umum yaitu: W = cLn, dimana W = berat L = panjang, c & n =
konstanta. Rumus umum tersebut bila ditranformasikan ke dalam logaritma, maka kita
akan mendapatkan persamaan : log W = log c + n log L, yaitu persamaan linier atau
persamaan garis lurus. Harga n ialah harga pangkat yang harus cocok dari panjang ikan
agar sesuai dengan berat ikan. Harga eksponen ini telah diketahui dari 398 populasi ikan
berkisar 1,2 – 4,0, namun kebanyakan dari harga n tadi berkisar dari 2,4 – 3,5.
Bilamana harga n sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak
berubah bentuknya yaitu pertambahan panjang ikan seimbang dengan pertambahan
beratnya. Pertumbuhan demikian seperti telah dikemukakan ialah
pertumbuhan isometrik. Apabila n lebih besar atau lebih kecil dari 3 dinamakan
pertumbuhan allometrik. Harga n yang kurang dari 3 menunjukkan keadaan ikan yang
kurus yaitu pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya, sedangkan
harga n lebih besar dari 3 menunjukkan ikan itu montok, pertambahan berat lebih cepat
dari pertambahan panjangnya. Cara yang dapat digunakan untuk menghitung panjang
berat ikan ialah dengan menggunakan regresi, yaitu dengan menghitung dahulu
logaritma dari tiap-tiap panjang dan berat ikan.
Kecepatan pertumbuhan mutlak/absolut ialah perubahan ukuran baik berat atau
panjang yang sebenarnya diantara dua umur atau dalam waktu satu tahun. Umumnya
kecepatan pertumbuhan mutlak menurun apabila ikan makin bertambah. Kecepatan
mutlak/absolute ini dapat dibuat persamaan dengan melihat panjang atau berat (Y)
dengan waktu (T) : (Y2 – Y1) / (T2 – T1) Kecepatan pertumbuhan
nisbi/relatif dirumuskan sebagai persentase pertumbuhan pada tiap interval waktu, atau
dengan kata lain ialah perbedaan ukuran pada waktu akhir interval dengan ukuran pada
waktu awal interval dibagi dengan ukuran pada waktu akhir interval. Umumnya
pertambahan dalam berat jauh lebih banyak digunakan karena mempunyai nilai praktis
dari pada panjang.
Dalam melakukan pengukuran panjang dan berat ikan haruslah mengikuti suatu
ketentuan yang telah umum digunakan. Di Indonesia, pengukuran panjang ikan
biasanya dinyatakan dalam satuan „millimeter‟ (mm) sedang pengukuran berat
dinyatakan dalam satuan „gram‟ (gr).
Pengukuran panjang ikan dapat dibedakan atas tiga cara, yaitu :
1. Panjang Total atau Panjang Mutlak (Total Length)
Yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung paling depan bagian kepala
sampai ke ujung terakhir bagian ekor.
2. Fork Length (FL)
Yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung paling depan bagian kepala
sampai ke ujung bagian terluar lekukan ekor.
3. Panjang Standar atau panjang Baku (Standar Length)
Yaitu pengukuran panjang ikan mulai dari ujung paling depan bagian kepala
sampai ke ujung terakhir dari tulang punggung.
Pengukuran ikan harus dilakukan secara tetap / konsisten. Jika menggunakan
cara pengukuran panjang total, maka untuk seterusnya harus menggunakan cara tersebut
dan tidak dibenarkan untuk menggunakan cara pengukuran lainnya secara berselingan.
Yang perlu diperhatikan pada saat pengukuran panjang ikan ini adalah tempat
menempel ujung terdepan bagian kepala ikan harus bertepatan dengan angka nol. Jika
mulut ikan terletak di tengah (terminal), maka pada saat melakukan pengukuran, mulut
harus berada dalam keadaan tertutup sehingga dicapai ujung yang paling depan.
Pada pengukuran panjang total, yang merupakan ujung terakhir adalah ujung
ekor, jika ekor ikan tersebut bercabang dan mudah disatukan. Kalau kedua lobi ekor
susah disatukan dan tidak sama besar, maka yang dimasukkan dalam pengukuran adalah
ujung lobus yang terpanjang.
Pengukuran dengan cara fork length biasanya dilakukan pada ikan – ikan laut
yang mempunyai ekor yang kedua lobinya susah disatukan karena keras. Sedangkan
pengukuran panjang standard biasa digunakan dalam penentuan sistematik ikan. Di
lapangan, pengukuran panjang standar dilakukan dengan cara membengkok –
bengkokkan dasar ekor sehingga dapat diketahui ujung belakang tulang punggung.
Biasanya ujung tulang punggung ini terletak sebelum pangkal jari – jari sirip ekor.
Dalam pengukuran panjang ikan, seringkali dapat terjadi kesalahan jika :
kelupaan meluruskan badan ikan yang telah kaku, kelupaan merapatkan bibir mulut,
kelupaan meluruskan bagian ekor, kesalahan dalam mengerjakan pengukuran, dan lain
sebagainya.
Seperti halnya pada pengukuran panjang ikan, maka dalam pengukuran berat
ikan perlu diketahui tata cara penimbangan sehingga kesalahan – kesalahan yang
mungkin terjadi dapat dihindarkan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat
melakukan penimbangan, antara lain adalah : penggunaan alat timbang yang praktis,
ketelitian alat timbang cukup dapat dipercaya, pengaruh faktor luar terhadap alat
timbang factor luar dan goncangan) mudah diatasi, dan lain – lain.
Pada saat melakukan penimbangan harus konsisten, jika menggunakan sampel
segar, penimbangan selanjutnya harus menggunakan sampel yang segar pula,
sebaliknya bila menggunakan sampel yang telah diawetkan maka penimbangan
selanjutnya harus tetap menggunakan sampel tersebut. Tidak dapat dicampur adukkan
dengan sampel yang segar.
Dari hasil sampling pengukuran panjang berat sampel selama beberapa minggu
maka dapat diketahui laju pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan spesifiknya.

Teknik Perhitungan Laju Pertumbuhan Ikan


Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ikan dalam berat, ukuran, maupun
volume seiring dengan berubahnya waktu. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan
dengan ikan itu sendiri seperti umur, dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan,
kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor
eksternall merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang
meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi
kualitas dan kuantitas.
Rumus yang dipakai untuk menentukan laju pertumbuhan ikan yaitu
Pertumbuhan bobot mutlak :

Wt = Wf – Wi
Keterangan : Wt = Pertumbuhan mutlak
Wf = Bobot Akhir
Wi = Bobot Awal

Pertumbuhan Harian Spesifik

SGR
Keterangan : SGR = Laju pertumbuhan
W = Waktu yang
dibutuhkan B = Berat tubuh akhir
(gr) Bo= Berat tubuh awal (gr)

Faktor – Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan


Kelangsungan hidup adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu,
sedangkan mortalitas adalah peluang hidup suatu individu dalam waktu tertentu,
sedangkan mortalitas adalah kematian yang terjadi pada suatu populasi organisme yang
menyebabkan berkurangnya jumlah individu di populasi tersebut. Tingkat kelangsungan
hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan
yang dipelihara.
Kelangsungan hidup benih ditentukan oleh kualitas induk, kualitas telur, kualitas
air serta perbandingan antara jumlah makanan dan kepadatannya. Padat tebar yang
terjadi dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat kelangsungan hidup suatu
organisme, terlihat kecenderungannya bahwa makin meningkat padat tebar ikan maka
tingkat kelangsungan hidupnya akan makin kecil.
Nilai tingkat kelangsungan hidup ikan rata-rata yang baik berkisar antara 73,5-
86,0 %. Kelangsungan hidup ikan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas
air meliputii suhu, kadar amoniak dan nitrit, oksigen yang terlarut, dan tingkat
keasaman (pH) perairan, serta rasio antara jumlah pakan dengan kepadatan. Rumus
yang dipakai untuk menentukan tingkat kelangsungan hidup ikan yaitu

Kelangsungan hidup (SR) : SR% = Nt/No x 100%


Keterangan : SR = Kelangsungan Hidup
Nt = Jumlah ikan saat waktu t
No = Jumlah ikan saat waktu 0

3. Refleksi

Isilah pernyataan berikut ini sebagai refleksi pembelajaran !

1 Dari hasil kegiatan pembelajaran apa saja yang telah anda peroleh dari aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap ?

2 Apakah anda merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut, jika ya apa manfaat
yang anda peroleh ? Jika tidak, mengapa ?

3 Apa yang anda rencanakan untuk mengimplementasikan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap dari apa yang telah anda pelajari ?

4 Apa yang anda harapkan untuk pembelajaran berikutnya ?


KP. 4 KONSEP PROGRAM PENDEDERAN KOMODITAS AIR TAWAR

A. Deskripsi

Untuk dapat mengetahui dan memahami dengan baik konsep berbagai program
pendederan komoditas perikanan, diperlukan pengetahuan tentang konsep berbagai
program pendederan komditas perikanan yang diterapkan. Pada kegiatan pembelajaran
ini akan dipelajari tentang materi pengertian konsep berbagai program pendederan
komoditas air tawar serta konsep program pendederan komoditas air tawar.

B. Kegiatan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik yang telah mempelajari materi ini diharapkan mampu :
 Menjelaskan pengertian konsep berbagai program pendederan komoditas air
tawar secara santun
 Menerapkan berbagai konsep program pendederan komoditas air tawar secara
santun

2. Uraian Materi
Pendederan merupakan tahapan penting dalam kegiatan budidaya komoditas air
tawar. Pada fase ini dilakukan penyiapan bibit ikan untuk proses pembesaran. Bila
tahap pendederan ini kurang baik maka bibit yang dihasilkan akan berkualitas rendah
dengan pertumbuhan yang lambat yang kemudian juga akan berpengaruh terhadap
pertumbuhannya di masa pembesaran.
Kegiatan pendederan dapat dilakukan dengan sistem pengelolaan yang bersifat
tradisional (ekstensif), madya (semi intensif), dan maju (intensif). Perbedaan ketiga
sistem tersebut dapat dilihat dari aspek padat tebar, jenis pakan yang diberikan, dan
pengelolaan air. Komoditas akuakultur air tawar yang banyak diproduksi dan
diperdagangkan adalah ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus),
ikan lele (Clarias sp.), ikan gurame (Osphronemus guramy), ikan patin (Pangasius sp.).
Pendederan umumnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu pendederan I, pendederan
II, dan pendederan III. Namun demikian yang sering dilakukan para pembibit hanyalah
pendederan I dan II. Bahkan banyak pengusaha bibit yang hanya melakukan
pendederan I saja. Hal ini biasanya karena tingginya permintaan bibit sehingga saat
bibit baru berukuran 3 – 5 cm (akhir pendederan I) sudah banyak konsumen yang
memesan, bahkan banyak yang inden.
Pendederan I berlangsung selama 2 – 3 minggu hingga bibit yang semula
beukuran 1 – 3 cm bertambah besar menjadi 3 – 5 cm. Selanjutnya diteruskan dengan
pendederan II yang berlangsung selama 3 – 4 minggu hingga bibit menjadi sepanjang 5
– 8 cm. Sedangkan pendederan terakhir berlangsung selama 3 minggu hingga bibit
menjadi sepanjang 8 – 12 cm. Bibit yang telah melewati pendederan II (5 – 8 cm)
sudah dapat langsung dibesarkan tanpa melewati pendederan lagi.
Pendederan I
Pendederan I dimaksudkan untuk membesarkan bibit berukuran 1 – 3 cm
menjadi bibit berukuran 3 – 5 cm. Dengan perawatan intensif, terutama dalam hal
pemberian pakan, pengaturan air, serta pengendalian hama dan penyakit, masa
pendederan I hanya membutuhkan waktu 2 – 3 minggu.
a) Pelepasan bibit
Bibit yang dipelihara dalam pendederan I berukuran sangat kecil, rentan stress,
dan cidera sehingga pelepasannya harus dilakukan secara hati – hati. Yang penting
untuk diperhatikan adalah kepadatan bibit yaitu antara 500 – 750 ekor/m2. Itu berarti
kolam berukuran 2 x 3 m (6 m2) dapat diisi 3000 – 4500 bibit.
Untuk menghindari stress dan cidera, pelepasan bibit dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a) Bibit diambil dari kolam pemeliharaan larva dengan menggunakan
waring bertangkai dengan jarring yang rapat dan lembut.
b) Bibit ditempatkan pada ember atau baskom yang telah diisi air dari
kolam pemeliharaan larva.
c) Setelah ember atau baskom cukup penuh, segeralah menuju kolam
pendederan untuk melepaskannya. Benamkan ember atau baskom ke
kolam sehingga air koma masuk sedikit demi sedikit bercampur dengan
air dalam ember. Dengan cara itu maka bibit akan dapat beerrenang
keluar ember atau baskom. Angkat ember atau baskom dengan posisi
miring ke bawah sehingga semua air beserta bibitnya masuk ke dalam
kolam.
d) Teruskan langkah tersebut hingga kolam pendederan terisi bibit dengan
kepadatan yang sesuai.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah waktu pemindahan dan pelepasan
bibit. Untuk menghindari stress yang berlebihan, bibt sebaiknya dipindahkan pada saat
suhu air belum terlalu tinggi atau terlalu rendah yaitu pada pagi atau sore hari. Pada
pagi hari, sebaiknya pemindahan dilakukan pada pukul 08.00 – 10.00. Sedangkan pada
soe hari, pemindahan sebaikya dilakukan pada pukul 15.00 – 18.00.
b) Pengaturan air
Kualitas air yang digunakan untuk memlihara ikan pada masa pendederan I
sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kesehatan ikan. Air kolam harus dijaga
sedemikian rupa sehingga tetap bersih. Penggunaan ari menglir dengan sistem pipa
paralon adalah yang paling baik dan efektif karena air kolam yang keluar langsuang
diganti dengan air yang bersih. Apabila kolam belum dilengkapi pipa untuk keluar
masuk air, air harus diganti secara manual 2 – 3 hari sekali atau sesuai kebutuhan.
Untungnya, pada kolam pendederan I kualitas air masih akan cukup baik dalam
waktu yang cukup lama karena ukuran ikan peliharaan masih sangaat kecil dengan
jumlah kotoran yang juga masih sedikit. Selain itu, pakan yang diberikan pun pakan
alami yang tidak menyebabkan penurunan kualitas air.
c) Pemberian pakan
Bibit berukuran 1 – 3 cm tentu saja belum dapat makan pellet butiran. Pakan
yang di berikan kepada bibit lele ini mengandung cukup banyak protein untuk
mendukung pertumbuhannya. Selama minggu pertama, bibit hanya di beri pakan alami
berupa kutu air (Daphnia sp.) dan cacing sutra (tubifex sp.) . baru pada minggu kedua
bibit lele sangkuriang mulai diberi pelet 581. Pelet ini berbentuk seeperti tepung.
Prinsip pemberian pakan untuk bibit adalah sebagai berikut
a) Pakan alami di berikan dalam keadaan hidup agar apabila belum
termakan maka akan dapat dimakan pada waktu berikutnya.
b) Pakan alami diberikan sedikit demi sedikit hingga bibit lele sangkuriang
kenyang. Caranya, dengan memasukkan kutu air atau cacing sutra
sesendok demi sesendok hingga tidak aada lagi bibit lele sangkuriang
yang mau memakannya.
c) Pakan di berikan 3-4 kali sehari, yaitu pagi, siang (bila mungkin), sore,
dan malam hari.
d) Seiring dengan di berikannya makanan berupa pelet, jumlah pakan alami
mulia di kurangi. Misalnya, untuk minggu ke-2 kombinasi 75% pakan
alami dan 25% pelet, untuk minggu ke-3 kombinasi 50% pakan alami
dan 50% pelet.
d) Pengendalian hama dan penyakit
Selain menjaga kualitas air dan memberi pakan, pembudidaya juga harus
mencegah masuknya hama dan penyakit. Hama yang sering memakan bibit ikan antara
lain ular, burung pemakan ikan, kadal, dan katak. Bilamana hama tersebut berhasil
masuk ke dalam kolam maka dapat dipastikan 133ka nada banyak bibit yang hilang.
Untuk mencegah ular, burung, kadal, dan katak masuk ke dalam kolam, tutuplah
kolam dengan anyaman bamboo. Bila hama telah terlanjur masuk, segera keluarkan
atau basmi secepatnya.
Pencegahan munculnya penyakit dilakukan dengan menjaga kebersihan air dan
kolam, Pengaturan air yang baik dapat mencegah munculnya penyakit. Penambaha
sedikit kapur pertanian juga membantu. Apabila bibit menunjukkan tanda – tanda
terserang penyakit, terutama jamur, teteskan malachite green oxalate 1 – 5 ml atau
methylene blue 10 ml per 1 meter kubik air.
e) Seleksi bibit
Bibit yang telah dipelihara selama 2,5 minggu akan diseleksi untuk yang
pertama kali dengan menggunakan ayakan bibit ukuran 3 – 5 cm. Bibit – bibit yang
telah mencapai ukuran 3 – 5 cm dapat dipanen untuk dibesarkan pada pendederan II,
atau bahkan dapat langsung dijual. Bibit yang didapat dari seleksi pertama disebut bibit
saringan I, bibit ini merupakan bibit berkualitas tinggi karena memiliki kecepatan
pertumbuhan yang baik.
Seleksi yang kedua dilakukan pada saat bibit telah dipelihara selama 3 minggu.
Bibit yang diperoleh disebut bibit saringan II. Kualitas bibit ini sedikit dibawah bibit
saringan pertama. Bibit yang tidaak lolos seleksi pertama dan kedua merupakan bibit
sisa. Bibit ini dapat terus dibesarkan hingga mencapai ukuran 3 – 5 cm. Kualitas bibit
sisa ini tidak begitu baik.

Pendederan II
Pendederan II merupakan kelanjutan dari pendederan II, yang mana bibit
berukuran 3 – 5 cm dipelihara hingga mencapai ukuran 5 – 8 cm. Seperti halnya pada
pendederan I, factor terpenting pendukung keberhasilan pendederan ini adalah
pengaturan air, pemberian pakan, serta pengendalian hama dan penyakit. Pendederan II
berlangsung selama 3 – 4 minggu dan dilakukan seleksi panen 3 (tiga) kali yaitu pada
minggu ke – 3, minggu ke – 3,5 dan minggu ke – 4.
1. Pelepasan benih
Ukuran bibit yang dipelihara pada pendederan II dua kali lebih besar dari bibit
pada pendederan I. Oleh karena itu, kepadatan bibit harus dikurangi sampai setengan
dari kepadatan pendederan I, yaitu 250 – 500 ekor/m 2. Untuk kolam berukuran 2 x 3 m
(6 m2) dapat diisi 1500 – 3000 bibit. Metode pemindahan dan pelepasan bibit pada
kolam pendederan II tidak berbeda dengan yang dilakukan pada pendederan I.
2. Pengaturan air
Pengaturan air pada pendederan II masih harus diperhatikan meskipun tidak
seintensif pada pendederan I. Penggantian air dilakukan 2 – 3 hari sekali. Air kolam
yang lama tidak diganti akan tercemar sisa makanan dan kotoran ikan. Sisa makanan itu
akan membusuk dan mengeluarkan asam organic yang akan mengganggu pertumbuhan
bibit dan merangsang munculnya penyakit.
3. Pemberian pakan
Pada minggu ke – 1 masa pendederan II, pakan yang diberikan berupa pakan
alami dan pelet tepung(581). Jumlah pakan yang diberikan per hari adalah 10 – 15 %
dari bobot total bibit yang dipelihara, terdiri dari 25 % pakan alami dan 75 % pelet yang
dilembutkan. Pada minggu ke – 2, pakan yang diberikan adalah pelet tepung
seluruhnya. Pada minggu ke – 3 dan ke – 4 dapat mulai menggunakan pelet butiran
dengan diameter ± 1 mm (pelet 999). Pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari, yaitu
pada pagi, siang, dan sore hari.
4. Pengendalian hama dan penyakit
Dengan semakin besarnya ukuran bibit maka semakin berkurang jumlah hama
yang berbahaya baginya. Hama yang masih perlu diwaspadai adlah ular dn burung
pemakan ikan. Cara pencegahannya sama seperti pada pendederan I, yaitu dengan
menutup kolam menggunakan anyaman bamboo atau yang lain. Sedaangkan untuk
mengendalikan penyakit, penggantian air secara rutin merupakan cara terbaik, selain
menggunakan malachite green oxaite (1 – 5 ml/m3) atau methylene blue (10 ml/m3).
5. Seleksi bibit
Bibit mulai diseleksi pada minggu ke – 3 dengan menggunakan saringan bibit 5
– 8 cm. Bibit yang berukuran 5 – 8 cm dapat diambil untuk dibesarkan pada
pendederan III atau langsung dijual. Bibit yang didapat dalam seleksi pertama disebut
bibt saringan I, merupakan bibit berkualitas terbaik. Seleksi bibt dilakukan lagi 3 – 4
hari kemudian, diperoleh bibit saringan II. Seleksi terakhir dilakukan pada minggu ke –
4, diperoleh bibit saringan III. Baik bibit saringan II muapun III juga merupakan bibit
berkualtas baik dn memenuhi standard. Bibit yang tidak lolos seleksi dapat terus
dipelihara hingga berukuran 5 – 8 cm. Bibit ini tidak memenuhi standard sebagai bibit
yang bagus.

Pendederan III
Tidak banyak pembibit yang melaksanakan pendederan III, karena begitu
melewati pendederan II sudah banyak konsumen yang berminat untuk membeli bibt
tersebut. Bahkan akhir – akhir ini konsumen tidak cukup sabr untuk menanti bibti
hingga berukuran 5 – 8 cm. Bibit berukuran 3 – 5 cm pun sudah banyak yang
memintanya.
Pendederan III pada prinsipnya adalah membesarkan bibit berukuran 5 – 8 cm
menjadi bibit berukuran 8 – 12 cm. Bibit dengan ukuran 8 – 12 cm merupakan bibit
yang paling optimal untuk pembesaran. Pendederan III dilakukan selama 3 minggu.
1. Pelepasan bibit
Kepadatan bibit pada pendederan III lebih rendah disbanding pendederan II,
karena ukurn bibit yang digunakan lebih besaar. Jumalh bibt yang dilepas pada kolam
pendederan III adalah antara 100 – 200 ekor/m2. Metode pemindahan dan pelepadan
bibit sama dengan pada pendederan I dan II.
2. Pengaturan air
Pengaturan air pada pendederan III tidak seintensif pendederan I dan II amun
tetap harus mendapat perhatian. Penggantian air dilakukan apabila air di kolam sudah
kotor. Jadi tidak harus dilakukan secara rutin. Lebih baik lagi apabila menggunakan
sistem air keluar masuk sehingga kesegaran dan kebersihan air tetap terjaga. Meskipun
tidak seketat pendederan I dan II, namun usahakan agar tidak ada sisa makanan dan
kototran yang mengendap dan mmembusuk di dasar kolam karena hal itu dapat
menghambat pertumbuhan ikan dan merangsang munculnya penyakit.
3. Pemberian pakan
Pakan yang diberikan berupa pelet yang dikecilkan ukurannya hingga
berdiameter 1 – 3 mm (pelet 999, 781 – 1, dan 782 – 2). Jumlah pakan yan diberikan
sebanyak 5 – 10 % bobot bibit yang dipelihara. Pakan dibeikan (tiga) kali sehari, yaitu
pada pagi, siang, dan sore hari.
Terkadang bibit sangat rakus, makan terlalu banyak (untuk jenis lele). Padahal
pelet dapat mengembang selama ada di dalam perut ikan. Akibatnya bibit mengalami
kembung dan pecah perut. Untuk mencegahnya rendam pelet dalam air hangat hingga
mengembang dan baru setelah itu diberikan kepada ikan. Dengan cara demikian pelet
tidak akan mengembang lagi, dan kembung tidak akan terjadi.
4. Pengendalian hama dan penyakit
Seperti halnya pada pendederan II, hama yang mengancam aldalah ular dan
burung pemakan ikan. Cara pengendaliannya masih sama, yaitu dengan menutup kolam
menggunakan anyaman bamboo atau yang lain. Serangan penyakit dapat dikendalikan
dengan memelihara kebersihan air. Jika terdapat tanda – tanda ikan terserang penyakit,
terutama jamur berikan malachite green oxalate atau methylene blue.
5. Seleksi bibit
Bibit yang dibesarkan pada pendederan III dapat diseleksi mulai minggu ke – 2
untuk mendapatkan bibit dengan ukuran yang sesuai (8 – 12 cm). Sisa bibit yang tidak
lolos seleksi pertama, diseleksi lagi pada minggu ke – 3. Sisa bibit yang tidak lolos
seleksi kedua dapat terus dipelihara hingga mencapai ukuran yang disyaratkan atau
langsung dijual.
3. Refleksi

Isilah pernyataan berikut ini sebagai refleksi pembelajaran !

1 Dari hasil kegiatan pembelajaran apa saja yang telah anda peroleh dari aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap ?

2 Apakah anda merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut, jika ya apa manfaat
yang anda peroleh ? Jika tidak, mengapa ?

3 Apa yang anda rencanakan untuk mengimplementasikan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap dari apa yang telah anda pelajari ?

4 Apa yang anda harapkan untuk pembelajaran berikutnya ?


KP. 5 INOVASI DAN PERSIAPAN WADAH PENDEDERAN KOMODITAS
PERIKANAN

A. Deskripsi
Untuk dapat mengetahui dan memahami dengan baik penerapan inovasi dan persiapan
wadah pendederan komoditas perikanan, diperlukan pengetahuan tentang konsep
inovasi dan persiapan wadah pendederan komoditas perikanan. Pada kegiatan
pembelajaran ini akan dipelajari tentang materi pengertian konsep dan persiapan wadah
pendederan komoditas perikanan serta konsep inovasi dan persiapan wadah pendederan
komoditas perikanan.

B. Kegiatan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran
Peserta didik yang telah mempelajari materi ini diharapkan mampu :
 Menjelaskan pengertian konsep berbagai program pendederan komoditas air
tawar secara santun
 Menerapkan berbagai konsep inovasi dan persiapan wadah pendederan
komoditas perikanan secara santun

2. Uraian Materi
Persiapan Wadah / Kolam
Dalam budidaya ikan semi intensif dan intensif, persiapan wadah budidaya
merupakan bagin dari cara budidaya ikan yang baik (CBIB). Persiapan wadah meliputi
perbaikan wadah (pematang, saluran, pintu air, jarring, rakit dan lain – lain),
pengangkatan lumpur dasar, pemberantasan hama, pengeringan (kolam, tambak, jarring,
dan lain – lain), pembajakan dasar kolam dan tambak, dan pengisian air.
Pada budidaya ikan di kolam dan tambak, persiapan tanah dasar pada kolam dan
tambak yang telah lama beroperasi harus dilakukan lebih baik karena tanah dasar telah
menumpuk limbah yang sangat besar yang menyimpatn berbagai penyakit. Pada
prinsipnya, semua wadah budidaya dapat digunakan untuk budidaya ikan. Namun,
pemilihan wadah harus disesuaikan dengan kondisi lokasi dan kemampuan investasi.
Wadah yang cocok digunakan untuk budidaya ikan intensif di danau dan dan waduk
adalah keramba, sangkar, hampang, dan KJA. Sementara kolam cocok dibangun di
sekitar sungai dan saluran irigasi. Jika dilakukan disekitar rumah dengan lahan yang
sempit dapat membangun bak semen, kolam terpal, atau menggunakan drum dan toren.
Dalam budidaya ikan yang menerapkan padat penebaran tinggi dan pemberian
pakan optimal akan mempercepat penurunan kualitas air. Pada kolam air mengalir atau
kolam air tenang (KAT) karena kondisi air di kolam mengalir sehingga kualitas tetap
terjaga. Demikian pula wadah berupa keramba dan sangkar yang ditempatkan di sungai
atau saluran irigasi. Kondisi air mengalir merupakan factor yang menguntungkan
karena kualitas air tetap terjaga. Sedangkan wadah berupa KJA yang diterapkan di
perairan dalam seperti waduk dan danau, sisa pakan dan kotoran ikan akan menumpuk
di dasar perairan yang sewaktu – waktu dapat terangkut ke permukaan, terutama ketika
terjadi arus balik atau umbalan (upwelling).
Sementara pada budidaya ikan di tambak, kolam beton dan kolam terpal
penngelolaan kualitas airnya dilakukan dengan penggantian air, penggunaan aerator
untuk memasok oksigen, dan penyedotan limbah di dasar tambak / kolam. Pengelolaan
kualitas air mutlak dilakukan tidak hanya dengan penggantian air atau perlakuan air,
tetapi juga pemberian pakan yang sesuai dan tepat. Pemberian pakan terhadap ikan
harus dilakukan secara tepat, cukup (jumlah dan nutrisi), dan sesuai dengan kebutuhan
ikan budidaya. Teknik pemberian pakan terbaik harus diterapkan untuk menghasilkan
produksi yang tinggi, juga untuk mengurangi jumlah pakan terbuang yang dapat
mempercepat penurunan kualitas air.
Kolam untuk pendederan harus dipersiapkan sebaik mungkin agar pendederan
berjalan lancar. Kolam yang akan digunakan dapat berupa kolam beton, kolam terpal,
atau dari bahan lain seperti akuarium atau bak plastic. Untuk pemilihan lokasi harus
memperhatikan beberapa persyaratan yaitu :
1 Kolam yang dibangun bisa diberbagai tempat namun perlu memperhatikan
ketinggian lokasi dari permukaan laut karena terkait dengan suhu air.
2 Air yang digunakan untuk mengisi kolam memenuhi syarat untuk kegiatan
pendederan, terutama tidak tercemar limbah beracun.
3 Pemiliha lokasi harus jelas, buka merupakan tanah sengketa, serta lokasi dipilih
sesuai dengan rencana induk pembangunan daerah setempat.
4 Lokasi untuk kolam harus mudah dijangkau untuk memudahkan pengadaan alat,
bahan, benih, pakan, dan pengangkutan hasil panen.
5 Untuk kolam yang dibangun di daerah pemukiman penduduk perlu dipikirkan
penanganan limbah air kolam. Perlu diupayakan dibangun penampungan untuk
buangan air limbah sehingga air limbah pemeliharaan ikan di olah lebih dahulu
sebelum dibuang ke saluran umum. Bisa juga membangun bak atau sumur
resapan untuk menampung limbah yang dibuang.
Selain itu, dan yang terpenting adalah ketersediaan oksigen yang cukup dan air
yang bersih. Air yang digunakan juga harus berasal dari sumur atau sungai yang belum
tercemar. Jangan menggunakan air hujan atau air PDAM. Air hujan bersifat asam
sementara air dari PDAM kadar klorin atau kaporitnya tinggi sehingga tidak bagus
untuk media budidaya. Bila terpaksa harus menggunakan air PDAM maka harus
diendapkan terlebih dahulu selama 1 x 24 jam.
 Kolam beton
Kolam beton untuk pemeliharaan ikan dibangun dengan menggunakan batu
merah, batako, atau batu kali yang dicampur dengan semen. Untuk membangun kolam
beton, beberap hal perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Kolam beton dibuat dengan dua cara, yaitu a. Kolam yang dibuat di atas
permukaan tanah, yaitu kolam yang dibangun di atas dasar tanah
sehingga dasar kolam sejajar dengan dasar tanah atau sedikit di atas dasar
tanah; b. Kolam yang dibangun di dalam tanah, yaitu kolam yang dibuat
dengan menggali tanah sehingga badan atau dinding kolam berada di
dalam tanah dan hanya tampak beberapa sentimeter di atas permukaan
tanah.
2. Kolam dibuat dengan batu kali, batu baata, atau batako yang dicampur
dengan pasir, kapur, dan semen. Ukuran kolam disesuaikan dengn lokasi
dan kemampuan finansial. Ukuran kolam beton biasanya 2 x 6 m, 3 x 4
m, 3 x 5 m, 5 x 5 m, 5 x 10 m, dan sebagainya. Ketinggian atau
kedalaman kolam yang baaik adalah 1,20 – 1,50 m.
3. Kolam dapat dibangun terpisah antara satu kolam dengan yang lainnya.
Namun, sebaiknya membuat banyak kolam dengan sistem seri atau
parallel karena lebih menghemat material bangunan. Jika kolam beton
dibuat lebih dari 5 unit secara seri, lebih baik kolam tersebut dipasangi
sloof dari kolam satu ke kolam lain agar kolam tidak mudah retak atau
hancur.
4. Kolam dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pembuangan air.
Untuk saluran pembuangan dibuat dua buah, yaitu saluran pembuangan
utuma dan saluran pembuangan kelebihan air. Lubang pembuangan
utama berfungsi untuk mengatur penggantian air, sedangkan lubang
pembungan kelebihan air berguna untuk menjaga agar tinggi permukaan
air tetap stabil, terutama bila terjadi hujan. Karena itu, letak lubang
tersebut disesuaikan dengan ketinggian air kolam.
Kolam beton yang baru selesai dibuat jangan langsung digunakan untuk
pendederan karena masih „panas‟ dan banyak mengandung senyawa yang
dapat meracuni bibit . Kolam baru itu sebaiknya diisi air hingga ½ penuh terlebih
dahulu dan kemudian ke dalamnya dimasukkan potongan – potongan batang pisang
yang cukup banyak. Air kolam diisi hingga penuh dan kemudian dibiarkan selama 1 – 2
minggu. Batang pisang yang membusuk akan menyerap senyawa racun yang berbahaya
bagi bibit. Setelah itu kolam dicuci bersih sehingga siap digunakan untuk pendederan.
Sebelum digunakan, kolam beton sebaiknya terlebih dahulu dilakukan
pengapuran dengan cara diberi kapur pertanian 10 – 50 g/m 2 untuk meningkatkan pH air
dan membunuh bibit penyakit. Untuk daerah dengan pH air yang tinggi, pemberian
kapur sebaiknya tidak dilakukan. Selanjutnya dilakukan pemupukan dengan
menggunakan pupuk organic berupa pemberian kotoran ayam 200 – 500 g/m 2 untuk
meningkatkan pertumbuhan pakan alami (plankton dan jasad renik lainnya).
Gambar 26. Kolam Beton
Penyegaran air kolam sebaiknya dilakukan terus menerus agar air tetap bersih
dan kandungan oksigennya tinggi. Gunakan pipa paralon berdiameter ± 1 cm untuk
mengeluarkan dan memasukkan air. Aliran air keluar masuk sedang, jangan terlalu
deras. Demikian pula dengan aliran air keluar kolam. Pipa yang terdapat pada kolam
diberi kain kassa untuk menghambat laju air keluar dan mencegah terbawanya bibit
dalam aliran air. Sisa pakan dan kotoran ikan di dasar kolam secara rutin dibersihkan
dengan melakukan penyiponan tiap 20 – 30 hari sekali.
 Kolam terpal
Sesuai namanya, kolam terpal adalah kolam yang keseluruhan bentuknya dari
bagian dasar hingga sisi – sisi dindingnya menggunakan bahan utama berupa terpal.
Selain berbentuk kolam tanah atau kolam beton, kolam terpal juga bisa berbentuk bak,
tetapi disokong dengan kerangka dari bamboo, kayu, atau besi.
Berdasarkan peletakannya, kolam terpal terdiri dari kolam terpal di atas
permukaan tanah dan kolam terpal di bawah permukaan tanah. Sedangkan berdsarkan
bahan dan cara membuatnya, terutama dinding atau kerangka kolam maka dikenal
beberapa kolam terpal, yaitu
a Kolam terpal dengan kerangka bamboo kayu / besi
b Kolam terpal dengan dinding batako atau batu bata
c Kolam terpal dengan dinding tanah
d Kolam beton atau kolam tanah berlapis terpal.
Untuk kolam a dan b merupakan kolam di atas permukaan tanah. Kolam c adalah
kolam di bawah permukaan tanah, sedangkan kolam d bisa berupa kolam di bawah
permukaan tanah maupun di atas permukaan tanah.
Kolam terpal diatas permukaan tanah adalah kolam yang dibangun / dibuat di
atas permukaan tanah tanpa menggali atau melubangi permukaan tanahnya. Kolam
terpal jenis ini lebih cocok dibangun di lahan yang miskin air, di tanah yang relative
datar, di tanah berpasir, tetapi luasnya mencukupi. Konstruksi kolam yang dibangun di
atas permukaan tanah dpat menggunakan kerangka dari bamboo / kayu, dan pipa besi
ataupun baktako / batu bata.
Kolam terpal di bawah permukaan tanah adalah kolam yang dibangun / dibuat di
bawah permukaan tanah, dimana dalam pembuatannya melubangi atau menggali tanah
untuk memendam sebagian atau seluruh kolam terpal. Bila kolam terpal yang
dimasukkan ke dalam hanya sebagian saja maka keliling kolamnya harus diberi
kerangka dari kayu / bambu / besi atau batu bata untuk menyangga sisi atau tepi kolam.
Namun, jika kolam ditanam seluruhnya dalam tanah maka sepanjang tepian terpal harus
diikat dengan pasak di sepanjang tepian lubang atau pada ujung terpal dilipat dan
ditindih dengan batu bata, kayu, atau pot tanaman. Kolam terpal jenis ini cocok
dibangun di tanah yang porous, seperti tanah berpasir. Kolam terpal yang dibangun di
bawah permukaan tanah selain berfungsi menghemat air agar tidak merembes, juga
mencegah berbagai organisme tanah yang melubangi kolam. Suhu air pada kolam
terpal yang dibangun di bawah permukaan tanah lebih stabil. Untuk membangun kolam
terpal, beberapa hal perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Kolam terpal yang dibuat disesuaikan dengan ukuran terpal, misalnya
ukuran kolam 2 x 3 x 1 m, 4 x 5 x 1 m, 6 x 4 x 1 m, atau 4 x 8 x 1 m.
2. Kerangka kolam dapat berupa bamboo, kayu, atau pipa besi.
3. Kolam dilengkapi dengan saluran pengeluaran air dari pipa paralon atau
PVC
4. Jika kolam dibangun di bawah permukaan tanah maka untuk mencegah
kolam dari banjir ketika hujan deras, dibuat tanggul penahan yang tinggi.
Biasanya kolam terpal berbentuk bujur sangkar sesuai dengan bentuk terpalnya.
Apabila terpal yang digunakan masih baru, sebaiknya terpal itu direndam dulu dalam air
mengalir kemudian dijemur selama beberapa hari. Tujuannya adalah untuk
menghilangkan bibit penyakit dan senyawa yang berbahaya bagi bibit ikan.

Gambar 27. Kolam Terpal

Seperti kolam beton, pemasangan pipa paralon untuk keluar masuk air sebaiknya
juga dilakukan. Dengan adanya penyegaran air secara kontinu maka air kolam akan
terjaga kebersihannya dan kandungan oksigen tetap tinggi sehingga bibit akan
bertumbuh dengan baik. Sebelum digunakan, korlam terpal juga perlu diberi pupuk
kandang kototran ayam sebanyak 200 – 500 g/m2 dan kapur pertanian 10 – 50 g/m2.
 Bak plastic / Aquarium
Bak plastic atau akuarium digunakan apabila jumlah bibit tidak terlalu banyak.
Ukuran bak plastic atau akuarium yang berukuran sekitar 40 – 70 x 80 – 200 cm, hanya
dapat menampung menampung beberapa ribu bibit. Bak plastic atau akuarium biasanya
hanya digunakan untuk pendederan I saja. Pada pendederan II dan III, penggunaan bak
plastic atau akuarium kurang baik ditinjau dari segi ruang gerak bibit.
Gambar 28. Aquarium

Sebelum digunakan, bak plastic atau akuarium tidak perlu diberi kotoran ayam
atau kapur, cukp diberi air bersih. Khusus untuk akuarium, sebelum digunakan
sebaiknya dijemur dan diisi dengan air dan dibiarkan selama beberapa hari. Lem yang
digunakan untuk merekatkan kaca akuarium dapat membahayakan bibit bila belum
benar benar kering.
Kelemahan bak plastic ataupun akuarium terletak pada volumenya yang sangat
terbatas. Oleh karena itu, bak plastic ataupun akuarium perlu dilengkapi dengan
regulator yang dapat menyediakan air bersih dan oksigen.
3. Refleksi

Isilah pernyataan berikut ini sebagai refleksi pembelajaran !

1 Dari hasil kegiatan pembelajaran apa saja yang telah anda peroleh dari aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap ?

2 Apakah anda merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut, jika ya apa manfaat
yang anda peroleh ? Jika tidak, mengapa ?

3 Apa yang anda rencanakan untuk mengimplementasikan pengetahuan,


keterampilan, dan sikap dari apa yang telah anda pelajari ?

4 Apa yang anda harapkan untuk pembelajaran berikutnya ?


BAB III

KESIMPULAN

Materi Teknik Pendederan Komoditas Perikanan ini dibuat untuk pembelajaran


kelas XII Semester Ganjil. Materi ini memuat KD. 3.10 sampai dengan KD. 3.14.
Materinya meliputi pengelolaan kualitas air pada pendederan komoditas perikanan,
engendalian hama dan penyakit pada pendederan komoditas perikanan, prosedur teknik
sampling, menghitung laju pertumbuhan pada pendederan komoditas perikanan, konsep
berbagai program pendederan komoditas air tawar, dan menerapkan inovasi dan
persiapan wadah pendederan komoditas perikanan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus Bambang Kusworo, S.Pi. 2004. Pengelolaan Kualitas Air pada Pembesaran
Bandeng. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta

Anonim. 2009. Teknologi Pengelolaan Kualitas Air. Program Alih Jenjang D4 Bidang
Akuakultur SITH. ITB – VEDCA – SEAMOLEC

Anonim. 2015. Mengidentifikasi Parameter Kualitas Air. Pusat Pendidikan kelautan


dan Perikanan. Jakarta

Abbas Siregar Djarijah, Ir. 1995. Pakan Ikan Alami. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Bambang Agus Murtidjo. 2002. Budidaya dan Pembenihan Bandeng. Penerbit


Kanisius. Yogyakarta

Deswanti Sitanggang. 2017. Pertumbuhan pada Ikan dan Faktor – Faktor yang
Mempengaruhinya. Manajemen Sumberdaaya Perairan. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara. Medan. Sumatera Utara. Http
://deswantisitanggang027.blogspot.com

Direktorat PSMK . Pengelolaan Kualitas Air Jilid 1. Kemendikbud. Jakarta

Direktorat PSMK . Pengelolaan Kualitas Air Jilid 2. Kemendikbud. Jakarta

Dwi Arianto. 2010. Jurus Ampuh Anti Gagal dalam Pembesaran Ikan Lele. Penerbit
Lily Publisher. Yogyakarta

Gusrina, Dr. M.Si.Ir. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pembinaan SMK.
Jakarta

Gusrini, Dr.M.Si.Ir. 2015. Modul Diklat PKB Guru Budidaya Perikanan Grade 8.
Kemendikbud. Dirjen Guru & Tenaga Kependidikan Pertanian. Cianjur

Herman. 2015. Pendederan Bandeng pada Bak Semen. Penerbit Deepublish.


Yogyakarta

H. Muhammad Iqbal, SE & Hj. Dini Wisbarti, S.Pi. 2017. Budidaya Lele Sistem
Filterisasi dan Akuaponik. Penerbit PT. Agro Media Pustaka. Jakarta
M. Ghufron H. Kordi K. 2012. Kiat Sukses Pembesaran Lele Unggul. Penerbit Lily
Publisher. Yogyakarta

M. Ghufron H. Kordi K. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit


Rineka Cipta dan Bina Adiaksara. Jakarta

Taufik Ahmad, Erna Ratnawati, M. Jamil R. Yakob. 2009. Budidaya Bandeng Secara
Intensif. Penerbit PT. Penerbit Swadaya. Jakarta
TENTANG PENULIS

H erman, S.Pi lahir di Tajuncu Soppeng, 01 Agustus 1980, pada 1 Agustus


1980 atau 9 Ramadhan 1400 H. Putra dari Bapak Makmur (Alm.) dan Ibu
Hj. Imakketti (Almh.), menghabiskan masa sekolah dasar sampai
menengah atas di Kabupaten Soppeng. Menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1)
Perikanan di Universitas Hasanuddin pada tahun 2005. Riwayat pekerjaan
sebagai pengajar di SMKN 3 Bulukumba (2008 – 2019) dan sekarang mengajar di
SMKN 4 Takalar. Riwayat organisasi sebagai ketua MGMP Budidaya Perikanan
Bulukumba (2017 – 2019) dan Ketua MGMP Perikanan Sulawesi Selatan Periode
2020 – 2024.

Anda mungkin juga menyukai