Gambar 4. Adaptasi ikan gabus (kondisi kering dan labirin) (Huwoyon, 2013)
2. Capung
Capung adalah serangga purba, karena sudah ada sejak 300 juta tahun lalu.
Seperti serangga pada umumnya, tubuh capung terdiri dari tiga bagian: kepala
dengan mata besar, dada/thorax dengan empat sayap panjang yang tidak bisa
dilipat dilengkapi tiga pasang kaki, dan perut/abdomen dengan 10 segmen.
Capung selalu hidup dekat dengan air karena siklus hidupnya yang membuat
mereka tidak bisa hidup jauh dari air sehingga sering ditemukan di daerah rawa.
Siklus hidup capung, dari telur hingga mati setelah dewasa, bervariasi antara enam
bulan hingga lima tahun. Adapun mekanisme adaptasi yang dilakukan capung
untuk menghadapi kondisi di daerah rawa antara lain:
a) Capung dewasa selalu terbang disekitar tumbuhan rawa sebagai perlindungan
dari pemangsa (Pandu, 2016).
b) Bertelur di air dekat tumbuhan rawa dan diselimuti lendir, sehingga telurnya
terlindungi dari pemangsa dan perubahan kondisi lingkungan (Pandu, 2016).
c) Nimfa capung dengan kemampuan berenangnya yang gesit untuk menghindari
pemangsa dan bisa memakan sesamanya (kanibal) untuk mengatasi kekurangan
makanan di daerah rawa itu sendiri (Pandu, 2016).
Gambar 5. Adaptasi capung (bertelur dekat tumbuhan rawa, telur yang berlendir,
nimfa yang gesit) (Pandu, 2016)
3. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan monyet asli Asia
tenggara, namun sekarang sudah tersebar hampir seluruh Asia. Monyet ini sangat
mudah beradaptasi dengan lingkungan barunya dan termasuk hewan liar yang
mampu mengikuti perkembangan peradaban manusia. Umumnya monyet ekor
panjang ini hidup di daerah yang ada sumber airnya, salah satunya adalah daerah
rawa. Adapun mekanisme adaptasi yang dilakukan monyet ekor panjang untuk
menghadapi kondisi di daerah rawa antara lain:
a) Monyet ekor panjang hidup secara berkelompok (Sari, 2015). Hal ini akan
membantu untuk melindungi terhadap pemangsa dan kekurangan makanan.
b) Memiliki kemampuan daya jelajah yang sangat luas (Sari, 2015). Dengan
kemampuan ini monyet ekor panjang tidak akan kesulitan jika pada satu daerah
rawa tempat mereka tinggal sumber makanannya sedikit, mereka bisa mencari
makan ke tempat lain.
c) Bersifat omnivora sehingga tidak masalah jika salah satu sumber makanan
jumlahnya berkurang.
Gambar 6. Adaptasi monyet ekor panjang (omnivora & berkelompok) (Sari, 2015)
Daftar Pustaka
Asikin, S. dan M. Thamrin. (2012). Manfaat Purun Tikus (Eleocharis Dulcis)
pada Ekosistem Sawah Rawa. Jurnal Litbang Pertanian, 31(1), 2012.
Giesen, W. (2015). Case Study: Melaleuca cajuputi (gelam) – a useful species and
an option for paludiculture in degraded peatlands. Sustainable Peatlands for
People & Climate (SPPC) Project. Wetlands International. p 16.
Jumani. (2010). Contoh Tumbuhan Rawa dan Nama Ilmiahnya. Artikel dalam
Guru Biologi Founder TBM Baraoi
Sari D. P., Suwarno, Alanindra S., Marjono. (2015). Studi Perilaku Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis) di Taman Wisata Alam Grojogan Sewu
Tawangmangu Karanganyar. Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi,
Pendidikan Sains, PKLH – FKIP UNS