Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 2

BLOK DIGESTIF II

DISUSUN OLEH:

Nama : Yuni Asmilawati


NIM : 019.06.0094
Kelas :B

Tutor: dr. Rizki Mulianti, S. Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

2020/2021

1|Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD (Small Group
Discussion) LBM 2 yang berjudul “Muntah Darah” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa (LBM) 2 yang
berjudul “ Muntah Darah” meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka
dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. dr. Rizki Mulianti, S. Ked sebagai dosen fasilitator kelompok SGD 7 yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami dalam
berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman xcax x yang terbatas untuk menyusun
makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Mataram, 5 Agustus 2021

Penyusun

2|Page
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... 2

BAB I ............................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 4

1.1 Skenario LBM 1 ...................................................................................................................... 4

1.2 Deskripsi Masalah .................................................................................................................. 4

BAB II .............................................................................................................................................. 7

PEMBAHASAN ............................................................................................................................... 7

2.1 Pembahasan Sesuai Diskusi SGD ............................................................................................ 7

BAB III ....................................................................................................................................... 21

PENUTUP................................................................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 22

3|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Skenario LBM 1


“MUNTAH DARAH”

Seorang Pria berusia 59 tahun datang ke IGD RS A dengan keluhan muntah darah
berwarna merah segar sebanyak 2 sendok makan sejak 3 jam yang lalu. Keluhan juga disertai
nyeri pada ulu hati yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, nyeri disertai mual dan muntah
terutama setelah makan atau minum. Pada anamnesa diketahui bahwa pasien secara rutin
mengkonsumsi obat anti nyeri untuk meredakan nyeri lutut. BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU: tampak sakit sedang, composmentis. Vital
Sign: TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/menit, T: 37 °C. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan nyeri tekan pada region epigastrikum.
Jika anda seorang dokter yang memeriksa, apa saja pemeriksaan dan tatalaksana yang
anda lakukan?

1.2 Deskripsi Masalah


Berdasarkan dari deskripsi permasalahan keluhan pada skenario, maka didapatkan
pembahasan permasalahan yang meliputi:
Pertama, berdasarkan kasus pada skenario pasien datang dengan keluhan utama
muntah darah segar sebanyak 2 sendok makan sejak 3 jam yang lalu. Muntah darah
(hematemesis) adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan/cairan warna merah cerah) atau bercampur warna hitam yang berasal dari
zat hematin. Hematin ini terbentuk akibat paparan darah pada asam lambung. Muntah darah
segar merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA).
Adanya muntah darah pada pasien dapat berhubungan dengan riwayat mengkonsumsi obat
anti nyeri untuk meredakan nyeri lutut. Obat nyeri lutut yang dikonsumsi pasien termasuk ke
dalam obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Perlu diketahui OAINS merupakan obat yang
memiliki efek samping menghambat enzim siklooksigenase/COX (termasuk COX-1 pada
saluran cerna) pada asam arakidonat sehingga produksi prostaglandin dan prostasiklin
terganggu. Prostaglandin berfungsi memelihara keutuhan mukosa, sehingga penghambatan
produksi prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan mukosa.
Kedua, pada skenario didapatkan juga keluhan nyeri ulu hati, mual dan muntah
terutama setelah makan. Hal ini juga berkaitan dengan obat nyeri lutut yang dikonsumsi

4|Page
pasien. Obat ini dapat juga peningkatan sekresi dari asam lambung, sehingga dapat semakin
memperparah terjadinya iritasi lambung dan bisa menyebabkan terjadinya muntah darah dan
nyeri. Selain OAINS, faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan pada pasien juga
bisa: 1) Alkohol yang masuk dalam sistem pencernaan mengalami absorbsi pada dinding
saluran Gastrointestinal. Alkohol yang di konsumsi dapat mengganggu saluran pencernaan
yang dilaluinya dengan merusak sel-sel pada sistem pencernaan. Mengkonsumsi alkohol
walaupun dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi asam lambung berlebih,sedangkan
dalam jumlah yang banyak alkohol dapat merusak mukosa lambung, 2) Menunda waktu
makan dan sering mengkonsumsi makanan yang tidak sehat akan menimbulkan masalah
kesehatan, terutama pada sistem saluran pencernaan. Pada saat perut harus diisi, tetapi
dibiarkan kosong atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa
lambung, sehingga timbul rasa nyeri. Secara alami lambung akan terus memproduksi asam
lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya
kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan
merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang
terlambat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar
region epigastrium.

Ketiga, interpretasi hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pasien:

No. Tanda-tanda vital Nilai Rujukan Interpretasi

1. Composmentis GCS 15 GCS 15

2. Tekanan Darah < 120/80 mmHg 110/70 mmHg

3. Frekuensi Nadi 60-100x/menit 80x/menit

4. Laju Pernapasan 14-20x/menit 20x/menit

5. Suhu 35,5-37,5 °C 37 °C

Berdasarkan tabel tersebut didapatkan hasil bahwasannya tanda-tanda vital pasien


masih dalam keadaan normal yang bisa mengindikasikan atau memberikan gambaran secara
umum bahwasannya keadaan dari organ-organ vital pasien masih dalam keadaan normal.

5|Page
Keempat, tatalaksana awal yang dapat dilakukan untuk menangani keluhan pasien
yaitu:
1. Bed rest, puasa hingga perdarahan berhenti dan diet cair.
2. Menghindari makanan yang dapat menstimulasi asam lambung seperti, coklat, alkohol,
peppermint, teh, kopi dan minuman bersoda.
3. Penghentian mengkonsumsi obat nyeri lutut (OAINS) pada pasien untuk sementara waktu
atau dapat diganti dengan OAINS spesifik COX-2 (Colecoxib) dengan efek samping
lebih sedikit pada gastroduodenal.
4. Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang berlangsung.
5. Berikan juga Proton Pump Inhibitor (PPI) yaitu Omeprazol dimana obat-obat golongan
PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan menghambat enzim H+, K+,
Adenosine Triphosphatase (ATPase) secara selektif dalam sel-sel parietal lambung.

Kelima, adapun diagnosis banding yang didapatkan dari gejala dan keluhan pasien pada
skenario yaitu:
1. Ulkus Peptikum
2. Gastritis
3. GERD

6|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembahasan Sesuai Diskusi SGD


I. Anatomi Berdasarkan Kasus pada Skenario

Lambung adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di antara esofagus
dan usus halus. Organ ini dibagi nienjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan struktur dan
fungsi. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. agian tengah
atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis,
tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Perbedaan
ketebalan otot ini memiliki peran penting dalam motilitas lambung di kedua regio tersebut,
seperti segera akan Anda ketahui. Juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa regio-regio ini,
seperti akan dijelaskan nanti. Bagian terminal lambung adalah sfingter pilorus, yang bekerja
sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus, yaitu duodenum.
Lambung melakukan tiga fungsi utama:
1. Fungsi terpenting lambung adalah menyimpan makanan yang masuk hingga makanan
dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai unhik pencernaan dan
penyerapan yang optimal. Diperlukan waktu beberapa jam tmtuk mencerna dan menyerap
satu porsi makanan yang dikansumsi hanya dalam bilangan menit. Karena usus halus
adalah tempat utama pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan
dan menyalurkannya ke duodenum dengan kecepakan yang tidak melebihi kapasitas usus
halus.
2. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCI) dan enzim yang memulai pencernaan
protein.

7|Page
3. Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur
dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cair kental yang dikenal sebagai
kimus. Isi lambung harus diubah menjadi kimus sebelum dapat dialirkan ke duodenum

II. Diagnosis Banding


1. Ulkus Peptikum
- Definisi
Ulkus peptikum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa esophagus,
lambung ataupun duodenum terputus dan meluas sampai dibawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut erosi.
Ulkus peptikum berbatas dan berdiameter minimal 5 mm untuk
membedakannya dengan erosi.
Ulkus peptikum diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Ulkus Gaster
Hilangnya lapisan mukosa, submukosa bahkan bisa sampai tunika
muskularis dari gaster.
b. Ulkus Duodenum
c. Hilangnya lapisan mukosa, submukosa bahkan bisa sampai tunika
muskularis dari duodenum.

8|Page
- Etiologi
Etiologi terpenting dalam terjadinya ulkus peptikum (gaster dan duodenum)
meliputi infeksi Helicobacter pylori dan konsumsi obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS).
a. Infeksi Helicobacter pylori, ditularkan melalui fekal-oral atau oral-oral dan
akan membentuk koloni khususnya di antrum gaster. Bakteri gram negatif
ini melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin dan akan
mengeluarkan berbagai sitotoksin yang dapat merusak epitel mukosa
gastroduodenum.
b. Konsumsi OAINS, merupakan obat yang memiliki efek samping
menghambat enzim siklooksigenase/COX (termasuk COX-1 pada saluran
cerna) pada asam arakidonat sehingga produksi prostaglandin dan
prostasiklin terganggu. Prostaglandin berfungsi memelihara keutuhan
mukosa, sehingga penghambatan produksi prostaglandin dapat
menimbulkan kerusakan mukosa.
- Manifestasi Klinis
1. Ulkus Gaster
- Pasien dengan ulkus gaster akan mengeluh nyeri epigastrikum yang
diperberat dengan makanan. Mual, muntah dan rasa penuh setelah
makan, dan penurunan berat badan juga lebih dominan pada ulkus
gaster.
- Hematemeses (muntah darah)
- Kembung
2. Ulkus Duodenum
- Pasien ulkus duodenum, nyeri epigastrikum terjadi 2-3 jam setelah
makan (saat sekresi asam lambung dengan ketiadaan makanan) dan
umumnya akan berkurang dengan mengonsumsi antasida atau makanan.
Dua pertiga pasien juga mengeluh sering terbangun tengah malam
akibat nyeri ketika sekresi asam lambung secara maksimal distimulasi
oleh sirkadian)
- Hematemesis (muntah darah) dan melena (BAB hitam) merupakan
gejala khas dari ulkus duodenum.
- Perjalanan penyakit sudah bersifat kronis

9|Page
2. Gastritis
- Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di
klinik. Pada saat ini sudah dikembangkan pembagian gastritis berdasarkan
suatu sistem yang disebut sebagai Update Sydney System. Update Sydney
System membagi gastritis berdasarkan pada topografi, morfologi dan etiologi.
Secara garis besar gastritis dibagi menjadi 3 tipe yakni: 1. Monohapik, 2.
Atropik, 3. Bentuk khusus.
- Etiologi
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut seperti merokok, jenis obat,
alcohol, bakteri, virus, jamur, stress akut, radiasi, alergi atau intoksitasi dari
bahan makanan dan minuman, garam empedu, iskemia dan trauma langsung.
a. Infeksi kuman Helicobacter pylori (HP) merupakan kausa gastritis yang
amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi HP pada orang
dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensi infeksi HP
lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya infeksi pada
balita.
b. Penggunaan antibiotika, terutama untuk infeksi paru dicurigai
mempengaruhi penularan kuman dikomunitas karena antibiotika tersebut
mampu mengeradikasi infeksi HP, walaupun presentasi keberhasilannya
rendah. Pada awal infeksi oleh kuma HP mukosa lambung akan
menunjukkan respons inflamasi akut.
c. Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa lambung
misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jenis virus tersebut dapat
menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara histopatologi tidak spesifik.
d. Jamur Candida sp, histoplasma capsulatum dan mukonaceace dapat
menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien immuno compromized.
Pasien yang sistem imunnya baik biasanya tidak dapat terinfeksi oleh
jamur.
e. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan penyebab gastropati
yang amat penting.

10 | P a g e
- Manifestasi Klinis
Dapat bervariasi dari keluhan seperti anoreksia atau mual, perasaan penuh,
sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrikum, muntah, perdarahan
dan hematomesis.
3. GERD
- Definisi
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) adalah suatu keadaan patologis
sebagai refluks kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai
gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran
nafas.
- Etiologi
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui tiga mekanisme, 1)
Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, 2) aliran
retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, 3)
meningkatnya tekanan intra abdomen. Dengan demikian dapat diterangkan
bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor
defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Sebagaian besar
pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor
yang dapat menurunkan tonus LES: 1) adanya hiatus hernia, 2) panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), 3) obat-obatan seperti
antikolinergik, beta adrenergik, theofilin, opiat dan lain-lain, 4) faktor
hormonal.
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) bersifat multifaktorial. Esofagitis
dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila: 1) terjadi
kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus, 2) teradi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun
waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada
individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya
aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang
terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus

11 | P a g e
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3
mmHg).
- Manifestasi Klinis
a. Gejala awal GERD biasanya adalah muntah dengan:
 Rewel terus-menerus
 Tidak mau makan
 Berat badan turun atau persentil menurun
 Muntah darah (hematemesis)
 Batuk kronik, mengi
 Apnea (henti napas sesaat) berulang
b. Gejala khas:
 Heartburn, yaitu rasa terbakar di dada disertai nyeri dan regurgitasi (
rasa asam pahit dari lambung terasa di lidah).
 PRGE menimbulkan keluhan nyeri atau rasa tidak enak di epigastrikum
atau retrosternal bawah, disfagia (kesulitan menelan makanan), odi-
nofagia (rasa sakit waktu menelan), mual dan rasa pahit di lidah.
III. Penentuan Diagnosis Kerja
No. Sign & DD
Symptoms Ulkus Peptikum Gastritis GERD
Ulkus Gaster Ulkus Duodenum
1. Muntah darah + + +/- +
2. Gejala Khas Nyeri Nyeri epigastrikum 2- - Heartburn dan
epigastrikum 3 jam setelah makan regurgitasi
segera setelah (perut dalam keadaan
makan kosong) dan biasany
nyeri timbul pada
malam hari.
3. Nyeri ulu hati + + + +

4. Nyeri disertai + + + +
mual dan
muntah

12 | P a g e
5. Nyeri + + +/- +/-
epigastrikum
6. BAK dan BAB + + +/- -
tidak ada
keluhan
7. Etiologi Infeksi H. Infeksi H. Pylori dan Infeksi H. Relaksasi LES
Pylori dan konsumsi OAINS Pylori tidak adekuat,
konsumsi meningkatnya
OAINS tekanan intra
abdomen

8. Usia Puncak Puncak insidensi Dewasa Remaja-


insidensi ulkus ulkus gaster usia 60- dewasa
gaster usia 60- 70 tahun
70 tahun Puncak insidensi
Puncak ulkus duodenum usia
insidensi ulkus 30-40 tahun
duodenum usia
30-40 tahun

Berdasarkan penjelasan diatas dari definisi, etiologi, serta manifestasi klinis dari
masing-masing diagnosis banding yang diajukan, saya menegakkan diagnosis kerja
pada skenario diatas yaitu, Ulkus gaster. Jika dibandingkan ketiga penyakit tersebut,
Ulkus gastritis memiliki manifestasi klinis yang cocok dengan skenario.
IV. Epidemiologi
Angka morbiditas dan mortalitas ulkus duodenum sudah berkurang > 50% sejak
ditemukan dan dieradikasikannya H. Pylori. Prevalensi ulkus peptikum di negara
berkembang sebesar 0,12-1,5% berdasarkan diagnosis klinis dokter dan 0,1-0,19%
berdasarkan data rumah sakit per tahun. Insidensinya meningkat seiring
bertambahnya usia, dengan puncak insidensi ulkus duodenum pada usia 30-40 tahun
dan ulkus gaster pada usia 60-70 tahun. Berdasarkan data endoskopi pasien dispepsia

13 | P a g e
kronis di Makassar, diketahui 14% merupakan ulkus duodenum dan 5% ulkus gaster,
dengan proporsi laki-laki dibandingkan perempuan sebesar 2:1.
V. Faktor Risiko
- Usia > 60 tahun (1,67 kali lebih berisiko)
- Terapi OAINS (3,3 kali lebih berisiko)
- Penyakit paru obstruktif kronis/PPOK (2,34 kali lebih berisiko)
- Gagal ginjal kronis
- Awitan perdarahan di rumah sakit
- Terdapat penyakit medis komorbid
- Syok atau hipotensi ortostatik
- Darah segar di selang nasogastrik
- Koagulopati
- Dibutuhkan transfusi berulang
- Merokok (1,99 kali lebih berisiko)
VI. Patofisiologi
Patofisiologi terpenting dalam terjadinya ulkus gaster meliputi infeksi Helicobacter
pylori dan konsumsi obat inflamasi nonsteroid (OAINS):
a. OAINS

Obat anti inflamasi nonsteroid tetap merupakan penyebab penting terjadinya ulkus
gaster. OAINS menghambat enzim siklooksigenase/COX (termasuk COX-1 pada
saluran cerna) pada asam arakidonat sehingga produksi prostaglandin dan

14 | P a g e
prostasiklin terganggu. Prostaglandin berfungsi memelihara keutuhan mukosa,
sehingga penghambatan produksi prostaglandin dapat menimbulkan kerusakan
mukosa.
Prostaglandin memiliki peran penting dalam integritas mukosa. Penghambatan
terhadap siklo-oksigenase (COX-1 dan COX-2), dalam hal ini terutama COX-2
dapat menyebabkan ulkus lambung. Penelitian hewan percobaan menunjukkan
adanya netrofil pada mikrosirkulasi lambung memainkan peranan penting dalam
inisiasi kerusakan akibat OAINS. Adanya netrofil ini merusak mukosa dengan
cara melepaskan oksigen radikal bebas, keluarnya protease dan mengobstruksi
aliran darah kapiler. Penghambatan terhadap netrofil ini mengurangi kerusakan
mukosa akibat OAINS pada model hewan. Nitrit oksida (NO) dan hydrogen
sulfide (H2S) memiliki peran dalam menjaga integritas mukosa lambung. NO dan
H2S meningkatkan aliran darah mukosa, merangsang sekresi mukus dan
menghambat netrofil. Dalam hal ini, OAINS menghambat NO dan H2S.

b. Infeksi H.Pylori

Infeksi H. pylori menganggu pengaturan negative feedback dari pelepasan


gastrin dan sekresi asam. pH rendah dari antrum merangsang pelepasan
somatostatin sel D pada kelenjar antrum. Somatostatin ini mendesak kontrol

15 | P a g e
penghambatan parakrin dari pelepasan gastrin melalui sel G terdekat. H. pylori
mempunyai aktivitas urease yang tinggi dalam memhasilkan amonium yang
bertujuan melindungi dirinya dalam menghadapi lingkungan tinggi asam.
Produksi amonium alkalin pada permukaan epitel dan kelenjar di antrum oleh
bakteri ini mencegah sel D kelenjar merasakan tingkat keasaman yang sebenarnya.
Hal ini yang mengakibatkan pelepasan somatostatin yang terganggu dan
meningkatnya gastrin, yang pada akhirnya meningkatnya sekresi asam berlebih.
Efek trofik dari hipergatrinemia ini juga menyebabkan hyperplasia sel
enterochromaffin-like dan sel parietal penghasil asam.
VII. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
- Penilaian hemodinamik (denyut nadi, tekanan darah), laju pernafasan, status
kesadaran, konjungtiva yang pucat, capillary refill yang melambat, serta tidak
ditemukannya stigma sirosis hati kronis merupakan tanda-tanda awal yang
harus segera diidentifikasi.
- Nyeri tekan epigastrikum adalah temuan paling umum
- Riwayat penggunaan obat-obatan seperti golongan OAINS
- Takikardi pada saat istirahat dan hipotensi ortostatik menunjukkan adanya
kehilangan darah yang cukup banyak.
- Tanda dan gejala tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas adalah
hematemesis (muntah darah), muntah berwarna coffe ground dan melena (tinja
seperti aspal/tar). Sekitar 30% pasien dengan perdarahan ulkus datang dengan
hematemesis, 20% dengan melena dan 50% dengan keduanya.
- Meskipun demikian, 5% pasien dengan perdarahan ulkus datang dengan
hematoskezia, yang menandakan perdarahan berat, biasa lebih dari 1000 mL.
- Darah merah segar, maka pasien membutuhkan evaluasi endoskopik segera dan
perawatan di unit intensif.
Pemeriksaan Penunjang
- Tes laboratorium yang perlu dilakukan adalah hemoglobin (Hb), hematokrit,
ureum darah, kreatinin, hitung trombosit, prothrombin time (PT), partial
thromboplastin time (PTT), international normalized ratio (INR), tes fungsi
hepar, serta tes golongan darah dan crossmatch.
- Endoskopi

16 | P a g e
Endoskopi merupakan gold standard diagnosis perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA), bukan hanya menentukan diagnosis dan menentukan
stigmata perdarahan, tetapi juga untuk tindakan hemostasis. Stigmata penting
diketahui karena dapat menentukan risiko perdarahan ulang.

- Esofagogastroduodenoskopi (EGD) menjadi baku emas karena memiliki


sensitivitas (90%) dan spesifisitas paling tinggi. EGD akan memberikan
visualisasi terkait defek mukosa sekaligus dapat dilanjutkan dengan biopsi
jaringan guna menyingkirkan keganasan dan mendeteksi H.pylori. EGD
umumnya dianjurkan pada pasien sugestif ulkus dengan onset gejala pada usia
≥ 60 tahun.
VIII. Tatalaksana Farmakologi dan Non Farmakologi & KIE
Farmakologi
Berdasarkan kasus pada skenario pasien diduga mengalami ulkus gaster et causa
mengkonsumsi obat golongan OAINS, karena pasien pada skenario memiliki
riwayat rutin mengkonsumsi obat anti nyeri untuk meredakan nyeri lutut, sehingga
dengan itu tatalaksana farmakologi yang dapat diberikan yakni:
1. Penggunaan OAINS harus dihentikan pada ulkus gastric. Apabila penghentian
OAINS tidak dimungkinkan (pada pasien osteoarthiritis dan artritis
rheumatoid), dapat diganti dengan OAINS spesifik COX-2 (colecoxib)
dengan efek samping lebih sedikit pada gastroduodenal. Namun, penggunaan
OAINS spesifik dikontraindikasikan pada pasien dengan masalah
kardiovaskular.
2. Selain itu pasien juga perlu mendapatkan terapi supresi asam (PPI) atau
menggunakan obat prostaglandin sintetik (misoprostol 200 µg/hari.
Beberapa pilihan terapi supresi asam pada pasien ulkus peptikum:

17 | P a g e
Golongan Regimen Dosis Durasi
Omeprazole 1 x 20 mg
Lansoprazole 1 x 30 mg Ulkus gaster: 8 minggu
PPI Pantoprazole 1 x 40 mg Ulkus duodenum: 4 minggu
Rabeprazole 1 x 20 mg
Esomeprazole 1 x 40 mg
Cimetidine 2 x 400 mg
Antagonis Ranitidine 1 x 300 mg sebelum 8-12 minggu
reseptor H₂ tidur
Famotidine 1 x 40 mg sebelum
tidur

3. Obat lain seperti sucralfate dengan dosis 2 x 2 g atau 4x1 g dapat diberikan
untuk melapisi ulkus agar terhindar dari iritasi oleh asam lambung ataupun
cairan empedu.
Non Farmakologi
c. Istirahat
Secara umum pasien ulkus dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang
berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap. Penyembuhan akan
lebih cepatdeng an rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas,
kemungkinan oleh bertambahnya jam istirahat, berkurangnya refluks empedu,
stress dan penggunaan analgesik. Stress dan kecemasan memegang peran
dalam peningkatan asam lambung dan penyakit ulkus.
d. Diet Lunak
Meskipun diet makanan tertentu tidak terbukti sebagai faktor risiko ulkus
peptikum, namun pemberian makanan lunak, mudah dicerna, dan jumlah
sedikit namun sering (small, frequent, meals) perlu dilakukan. Pasien juga perlu
diedukasi untuk mengurangi konsumsi makanan yang dapat memicu
pengeluaran asam lambung.
e. Tidak merokok
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus peptikum kronik, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum,

18 | P a g e
menambah refluks duogenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus
meningkatkan kekambuhan ulkus.
f. Menghindari makanan yang dapat menstimulasi asam lambung seperti: coklat, teh,
peppermint, kopi dan minuman bersoda.
g. Menghindari konsumsi obat-obatan golongan OAINS seperti: aspirin, ibuprofen.
KIE
- Pasien juga perlu diedukasi untuk mengurangi konsumsi makanan yang dapat
memicu pengeluaran asam lambung seperti: coklat, teh, peppermint, kopi dan
minuman bersoda, alkohol, merokok.
- Istirahat yang cukup dapat mempercepat proses penyembuhan
- Asupan makanan bergizi, makanan yang lunak dianjurkan untuk dikonsumsi.
IX. Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi tersering ulkus peptikum yang ditandai
dengan hematemesis dan/atau melena. Perdarahan terjadi pada sekitar 15%
pasien dan mayoritas berasal dari kelompok usia > 60 tahun.
b. Penetrasi dan perforasi
Terjadi pada 6-7% penderita ulkus peptikum dengan insidensi yang meningkat
pada usia lanjut terkait penggunaan OAINS. Perforasi yang terjadi akan
menyebabkan pankreatitis, hepatitis, hingga peronitis umum.
c. Obstruksi outlet gaster
Dapat terjadi pada 1-2% pasien akibat inflamasi dan edema pada regio
peripilorus. Umumnya ditandai dengan sensasi kenyang lebih awal, muntah,
peningkatan nyeri abdomen postprandial, dan penurunan berat badan.
Prognosis
Prognosis pada kasus di skenario tergantung pada penyebab yang mendasari,
histologi penyakit, dan faktor klinis pasien. Pada Ulkus gaster, umumnya masih
dapat dubia ad bonam, bergantung pada penanganan yang dilakukan secepat
mungkin dengan tatalaksana farmakologi dan non farmakologi yang tepat.
Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H. Pylori, menghindari
OAINS dan meminum obat anti sekretorus pada lambung.

19 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa scenario LBM 2 yang


berjudul “Muntah Darah” mengalami penyakit Ulkus gaster. Diagnosis Ulkus gaster
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
diberikan pada skenario. Dari diagnosis ini tentunya diharapkan mampu memberikan
tatalaksana yang sesuai dengan terapi medikamentosa dan non medikamentosa setelah
mengetahui dengan pasti dari penyebab terjadinya Ulkus gaster. Penanganan Ulkus gaster
dilakukan dengan pengenalan sedini mungkin. Tatalaksana awal yang dilakukan adalah
evaluasi faktor risiko Ulkus gaster. Terapi diberikan untuk mengatasi keluhan dan mencegah
serta mengobati gangguan akibat Ulkus gaster. Sebelum dilakukan terapi perlu diketahui
kepekaan dan reaksi alergi penderita serta kondisi janin pada terapi yang akan diberikan.
Selain itu, prognosis yang dapat kami duga untuk kasus dalam skenario adalah dubia ed
bonam jika diatasi segera dengan tatalaksana farmakologi dan non farmakologi yang tepat.

20 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014 . Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing.

Robbins & Cotran. 2015. Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2015. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta : EGC.

Sobotta. 2016. Atlas Anatomi. Edisi 23. Jakarta : EGC.


Tanto, Christ, dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Ed:5 , Jilid II Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Anthony S, Fauci, et al. 2017. Harrison Prinsip- Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta: EGC

Dwi Adhi Nugraha. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Perdarahan Saluran Cerna

Bagian Atas Non Variseal. RSU Fasthiq Sehat, PKU Muhammadiyah, Jawa Tengah.

21 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai