Anda di halaman 1dari 3

Nama : Afif Hidayatulloh

NIM : 19107020033

Prodi : Sosiologi / A

Potensi Hebat Manusia ( Ruh, Akal/ Hati, Nafs)

Definisi Manusia

Manusia adalah kolaborasi anatara Nafsu, Akal, dan hati , dan tidak ada lagi yang
lainnya. Manusia tanpa salah satu diantara ketiga hal tersebut, bukan lagi seorang
manusia.

Pada awalnya manusia memang hanyalah sebuah kumpulan nafsu-nafsu. Manusia


adalah sosok yang terus berhasrat. Oleh karena itu, nafsu manusia tidak akan pernah
habis dan manusia tidak akan pernah merasa puas karena nafsu yang tidak terbatas itu
harus dipenuhi oleh dunia yang terbatas. Jika ada seseorang yang menganggap bahwa
hidup adalah sebuah penderitaan, maka hal itu bisa dilihat dalam hal ini. Penderitaan
itu dilihat dari kacamata ketidakmampuan manusia untuk memenuhi semua nafsu
yang ada dalam dirinya.

Nafsu-nafsu itu kemudian juga bersaing satu sama lain dalam diri manusia dan
pada akhirnya inilah yang menjadikan manusia itu seperti apa, sosok yang menjadi
bahan penilaian banyak orang. Manusia tidak pernah memiliki sebuah nafsu yang
tunggal. Nafsu pada manusia senantiasa majemuk. Oleh karena itu, menjadi jelas
mengapa manusia memiliki banyak sifat, seperti pemarah, murah hati, rendah hati,
dan lain sebagainya. Sebenarnya, hal ini merupakan bentuk yang muncul dari
perealisasian nafsu yang ada dalam diri manusia tersebut.

Saat nafsu tidak terpenuhi, misalnya, maka kita akan menjadi marah, namun
sebaliknya disaat nafsu kita terpenuhi, ada kesenangan menyelimuti dan terpnacar
juga ke orang-orang disekitar kita. Ketika ada hasrat untuk berbagi, maka manusia itu
disebut murah hati. Sifat-sifat yang muncul inilah yang menjadikan diri kita seperti
apa. Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada manusia yang memiliki sifat yang tetap. Ia
senantiasa berubah dan dinamis, tergantung bagaimana dan nafsu apa yang sedang
ada dan berhasil dipenuhinya.

Akal dan Hati

Dalam proses pemenuhan nafsu-nafsunya tersebut, manusia dibekali juga dengan


yang disebut akal. Manusia memang berpikir sebagai dasar untuk menemukan cara
memenuhi nafsunya, namun yang paling menonjol dari manusia adalah karena ia
memiliki akal yang bekerja bersama dengan pikiran itu.

Akal dalam hal ini berperan dalam memberikan petunjuk tentang sesuatu, tentang
apa yang bernilai atau tidak bagi diri manusia itu sendiri. Selain itu, dengan akal pun
manusia dapat memiliki kreativitas dan dengannya menjadikan hidup ini dinamis.

Akal menjadikan manusia seolah-olah seperti sebuah komputer yang paling


canggih sedemikian sehingga komputer yang paling canggih pun tidak bisa
mengalahkan manusia. Hal ini kembali disebabkan karena nafsu manusia yang tidak
pernah habis, yang menjadikan manusia terus mengejar sesuatu yang lebih. Dalam hal
inilah nafsu bekerja sama dengan akal untuk menciptakan sesuatu yang memiliki nilai
lebih bagi manusia itu sendiri. Manusia adalah makhluk yang terus mencari yang
lebih baik, itulah nafsu dasarnya dan akallah yang menjadi perantaranya, sarana untuk
merealisasikannya.

Selain akal, manusia juga dibekali dengan hati. hati ini bekerja sama dengan akal
ketika merealisasikan nafsu dalam rangka menjadikan manusia itu lebih baik.

Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang bebas, namun tidak bebas. Oleh
karena itu, Jean-Jacques Rousseau, dalam bukunya The Social Contract, mengatakan
bahwa, “Man is born free, and everywhere he is in chains.” Hal ini mengindikasikan
bahwa manusia memang bebas, namun ia selalu terbelenggu dimana-mana. Tidak
perlu jauh-jauh untuk dibuktikan. Manusia senantiasa bersosialisasi dengan
masyarakat di sekitarnya. Hal inilah yang menjadi salah satu pembatas kebebasan
mereka. Kebebasan satu individu berhadapan dengan individu lainnya dan akan
terjadi tubrukan. Jika tidak dibatasi, maka yang terjadi adalah dunia yang penuh
dengan rasa egois.
Rasa keterbatasan dalam kebebasan manusia inilah yang akhirnya menimbulkan
peranan hati seorang manusia. hati berperan dalam menentukan perealisasian nafsu
yang tidak mengganggu kebebasan orang lain. Dalam hal ini, orang lain harus
diutamakan karena jika tidak maka yang timbul adalah dunia yang penuh dengan
suasana egois.

Ketika manusia merealisasikan nafsunya dengan akal namun tanpa hati, maka ia
bukanlah seorang manusia, karena ia tidak menyadari keterbatasannya sebagai
individu yang juga harus menyadari eksistensi individu lainnya. Manusia juga tidak
bisa merealisasikan nafsunya hanya dengan hati, sebab akallah yang menjadi kunci
dalam merealisasikan nafsu manusia. Selanjutnya, manusia tanpa nafsu pun juga tidak
bisa disebut sebagai manusia, karena tidak ia tidak memiliki hasrat dan hidupnya akan
statis sebab akal dan hatinya tidak dipakai untuk perkembangannya.

Oleh karena itu, manusia harus memiliki keseimbangan dalam nafsu, akal, dan
juga hatinya. Dalam perealisasian sebuah nafsu yang dilakukan oleh akal dalam
rangka menjadikan manusia itu lebih baik, manusia tidak boleh melanggar eksistensi
manusia lain sebagai subjek, yakni melalui pernana hatinya.

Anda mungkin juga menyukai