Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

“Hipertensi Dalam Kehamilan”

Disusun oleh:

Rima Permata Sari

NPM 1102016187

Dosen Pembimbing:

dr. Selly Septina, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Bagian Obstetri dan Ginekologi


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Periode 01 Maret 2021 – 28 Maret 2021
BAB I

KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Istri Suami
Nama : Ny. S Nama : Tn. S

Umur : 36 tahun Umur : 39 tahun

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam Agama : Islam

Suku : Sunda Suku : Sunda


Alamat: Kp. Kamurang RT 002/001, Kedungwaringin, Bekasi

Tanggal Masuk: 7 Febuari 2021

2. ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada 7 Febuari 2021 pada pukul 17:00 WIB

a. Keluhan Utama

Nyeri Kepala sejak 2 hari SMRS

b. Keluhan Tambahan

Nyeri ulu hati , pandangan kabur

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien G4P3A0 datang ke IGD Kebidanan RSUD Kabupaten Bekasi dengan
keluhan Nyeri kepala sejak 2 hari SMRS. Pasien juga mengeluhkan terkadang
nyeri pada ulu hati disertai dan pandangan kabur. Pasien mengaku belum
merasakan mules-mules seperti mau melahirkan dan tidak keluar lendir darah
ataupun air-air dari jalan lahir. Saat BAK frekuensi nya jadi lebih jarang dan
lebih sedikit dari biasanya, tidak terdapat keluhan nyeri maupun darah saat
BAK. Keluhan lain seperti lemahnya sebagian tubuh, nyeri pinggang, sesak
napas dan demam disangkal oleh pasien. BAB pasien dalam batas normal.

1 minggu yang lalu, pasien pernah dirawat selama 2 hari di RS cikarang


medika dengan tekanan darah tinggi dan proteinuria +3, kemudian diberikan
obat darah tinggi yang diletakkan di bawah lidah, obat darah tinggi lain dan
obat anti nyeri untuk nyeri kepalanya. Setelah pulang pasien tidak
melanjutkan konsumsi obat darah tinggi tersebut kemudian keluhan nyeri
kepala muncul kembali. Pasien akhirnya kontrol 1 hari sebelumnya ke bidan
terdekat dan didapatkan, tekanan darah 165/100 mmHg bidan menyarankan
pasien langsung ke RSUD Kabupaten Bekasi untuk penanganan lebih lanjut.

Pasien telah mengetahui dirinya memiliki tekanan darah tinggi sejak 1 bulan
yang lalu saat memeriksakan dirinya ke bidan. Pasien mengaku tidak pernah
memiliki riwayat darah tinggi sebelum kehamilan yang sekarang. Riwayat
trauma, demam tinggi, alergi, minum alkohol, merokok, makan makanan
setengah matang, keputihan serta minum obat- obatan lama atau jamu selama
kehamilan disangkal oleh pasien.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

 Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama pada


kehamilan sebelumnya

 Riwayat hipertensi di luar kehamilan disangkal

 Riwayat diabetes mellitus disangkal

 Riwayat asma disangkal


 Riwayat alergi disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga

 Terdapat riwayat hipertensi pada keluarganya, yaitu ibu pasien

 Riwayat diabetes mellitus dalam keluarga disangkal

 Riwayat asma dalam keluarga disangkal

 Riwayat alergi dalam keluarga disangkal

f. Riwayat Kebiasaan

Pasien mengeluhkan lemas, mual dan muntah sejak awal kehamilan sehingga
nafsu makan pasien berkurang. Pasien mengaku makan buah tiap hari dan
sering memakan makanan asin. Kebiasaan merokok dan meminum minuman
beralkohol disangkal oleh pasien.

g. Riwayat Menstruasi

a) Menarche : 14 tahun

b) Siklus Haid : 28 hari, teratur

c) Lama Haid : 7 hari

d) Volume rata-rata : Ganti pembalut 3 kali dalam sehari

e) Keluhan : Terasa kram perut dan mual saat sedang mensturasi

h. Riwayat Pernikahan

Pasien menikah pertama kali pada tahun 2000 saat berusia 17 tahun,
pernikahan yang pertama dan sudah 21 tahun.

i. Riwayat KB

a) Jenis KB : IUD/AKDR

b) Lama Pemakaian : 8 tahun


c) Keluhan : Haid jadi lebih lama

j. Riwayat Obstetri
a) Paritas : G4P3A0

b) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 22 Juli 2020

c) Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 29 April 2021

d) Usia Kehamilan : 28 - 29 Minggu

Tahun Tempat Usia Jenis Anak Keadaa


No Penolong Penyulit Nifas
Partus Partus Kehamilan Persalinan JK BB PB Anak

Rumah Tidak ada


1. 2004 9 bulan Normal Bidan - Pr 3200gr 48cm Sehat
Bidan kelainan
Rumah Tidak ada
2. 2008 9 bulan Normal Bidan - Pr 2900gr 48cm Sehat
Bidan kelainan
Rumah Ketuan Tidak ada
3. 2013 8 Bulan SC Dokter Pr 3000gr 45cm Sehat
Sakit pecah kelainan
4. Hamil Saat Ini

k. Antenatal Care

Pasien kontrol kehamilan ke bidan dekat rumahnya, yaitu:

 Trimester 1: 1 kali kontrol

 Trimester 2: 1 kali kontrol

3. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Composmentis

Tekanan darah : 171/109 mmHg

Nadi : 83x/menit

Suhu : 36,8 oC

Pernafasan : 20x/menit

TB : 147 cm

BB : 67 kg

IMT : 31 kg/m2

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung (+/+), konjungtiva


anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebral (-/-)

Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)

Thoraks : Mammae tampak simetris, membesar dan aerola hiperpigmentasi

Paru : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, suara tambahan (-),
Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : BJ I/BJ II reguler murni, suara BJ tambahan (-), gallop (-),


murmur (-)

Abdomen : Pembesaran perut (+) simetris, bising usus (+), striae gravidarum
(+), nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan regio kanan atas (-), nyeri ketok CVA
(-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2s, edema (-/-), refleks patella (+)
Status Obstetri

a) Pemeriksaan Luar

TFU : 16 cm

TBJ klinis: (16 – 12) x 155 = 620 gram

Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, asimetris, kesan bokong

Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kiri, kesan punggung


di kiri

Leopold III :Teraba bagian keras, bulat, simetris, melenting, kesan kepala

Leopold IV :Bagian terbawah janin belum memasuki PAP His : Tidak ada

DJJ : 135x/menit

b) Pemeriksaan Dalam

V/V : Tidak ada kelainan

Portio : Teraba tebal lunak

∅ : Tidak ada pembukaan

Ketuban : +

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

07-02-2021 (17:29) 08-02-2021 (08:36) 09-02-2021 (14:47)

di RSUD Kab Bekasi di RSUD Kab Bekasi Di RSUD Kab Bekasi

HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,9 gr/dL 12,2 gr/dL
Hematokrit 37% (L) 35% (L)
Eritrosit 4,46 x 106 /µL 4,14 x 106 /µL (L)
Trombosit 255.000/mm3 312.000/mm3
Leukosit 13.700/mm3 (H) 17.900/mm3 (H)

MCV 84 fL 85 fL
MCH 29pg/mL 30pg/mL
MCHC 35g/dL 35g/dL
Hitung Jenis
Basofil 0% 0%
Eosinofil 1% 0% (L)
Neutrofil 73% (H) 87%(H)
Limfosit 20% 10%(L)
NLR 3,65 8,70 (H)
Monosit 6% 3%
LED 20 (H) 50 (H)
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 30 U/L 25 U/L
SGPT (ALT) 13 U/L 12 U/L
Gula darah sewaktu 145 mg/dL

Ureum Kreatinin
Ureum 24 mg/dL 34 mg/dL
Kreatinin 0,7 mg/dL 0,7 mg/dL
eGFR 112.6 112.6
URINALISIS
Protein Urin Positif 2 Positif 3 Positif 3
SEROLOGI
HIV Reagen 1 Non reaktif
HBsAg Non reaktif
HEMOSTASIS

Waktu Pendarahan 1.30 menit


Waktu Pembekuan 4.00 menit
PT(Pasien) 8.9 detik (L)
PT (Kontrol) 10.9 detik
APPT (Pasien) 27.2 detik
APPT (Kontrol) 1,8 detik

5. DIAGNOSIS KERJA

Ibu : G4P3A0 Gravida 28-29 Minggu dengan impanding eklamsia riwayat SC

Janin : Janin tunggal hidup intra uterin, presentasi kepala, DJJ: 135 x/menit.

6. RENCANA PENATALAKSANAAN

1. Observasi TTV Ibu


2. Edukasi terkait penyakit ibu
3. Pemasangan Kateter Urin untuk memantau urin output
4. IVFD Ringer Laktat 500 cc
5. Injeksi 4 gr IV bolus MgSO4 20% 20 cc selama 5 – 10 menit
6. Nifedipine 3 x 10 mg (PO)
7. Metildopa 3 x 500 mg (PO)

7. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam


Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam


BAB II

ANALISA KASUS

Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus ini?

Dari anamnesis didapatkan pasien memiliki riwayat darah tinggi selama 1 bulan
terakhir ini dan mengeluh sakit kepala sejak 2 hari SMRS. Pasien mengatakan
sebelum 1 bulan ini ia tidak pernah memiliki riwayat darah tinggi. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/109 mmHg dan dari hasil
pemeriksaan urin didapatkan proteinuria positif 2. Pada pasien ini tidak terdapat
riwayat kejang yang disertai dengan peningkatan tekanan darah (menyingkirkan
kemungkinan diagnosis eclampsia). Disebut impending eklampsia atau imminent
eklampsia jika pada kasus preeklampsia berat dijumpai nyeri kepala hebat,
gangguan visus dan serebral, nyeri epigastrium, muntah, kenaikan progresif
tekanan darah. Impending eklamsi merupakan preeklamsi yang memberat.

Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah


dilakukan diagnosis sudah tepat yaitu pasien mengalami Hipertensi dalam
Kehamilan. Tatalaksana pada kasus ini berupa, pasien diberikan infus RL 500 cc,
kemudian pasien diberikan injeksi bolus 4 gr MgSO4 20% 20 cc selama 5 – 10
menit, dan pasien dipasang kateter urin untuk memantau urin output pasien.

pasien ini yang memiliki tekanan darah 170/109 mmHg diberikan antihipertensi
oral, yaitu metildopa 3 x 250 mg dan nifedipine 3 x 10 mg untuk menurunkan
tekanan darah dan diharapkan dapat mencapai <160/110 mmHg.
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah kelainan vaskuler yang terjadi sebelum
kehamilan atau timbul semasa kehamilan atau saat dalam masa nifas. Hipertensi
dalam kehamilan sering dijumpai dan merupakan salah satu penyebab kematian
ibu.1

2. KLASIFIKASI
Task Force of the American College of Obstetricians and Gynecologists (2013)
sudah mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan menjadi empat yaitu:2
1. Hipertensi kronik karena penyebab apapun
2. Sindrom preeklampsia dan eklampsia
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional
Klasifikasi ini memisahkan sindrom preeklampsia dari jenis hipertensi lainnya
karena berpotensi lebih membahayakan.2
A. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik, didiagnosa sebelum kehamilan atau sebelum masa 20 minggu
kehamilan dan bertahan setelah melahirkan. Hipertensi kronik diklasifikasikan
lagi menjadi sedang-berat (sistolik 140-159mmHg dan diastolic 90-109mmHg)
atau berat (sistolik >160mmHg dan diastolic >110mmHg).3

B. Preeklampsia-Eklampsia
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi onset awal setelah 20 minggu
gestasi dan terdapat proteinuria dan/ atau bukti kompromais organ, termasuk
gejala sistem saraf pusat seperti sakit kepala atau gangguan penglihatan, edema
paru, trombositopenia, insufisiensi renal atau disfungsi hepar. Sindrom HELLP
merupakan variasi dari preeklampsia, dengan gejala yang lebih berat. Definisi
lain dari preeklampsia adalah kelainan kehamilan spesifik yang dapat
mempengaruhi setiap sistem organ. Salah satu indikator utama preeklampsia
adalah adanya proteinuria yang menandakan terjadinya kebocoran endotel.
Namun, beberapa wanita mengalami preeklampsia tanpa adanya proteinuria, tapi
melibatkan beberapa organ. Preeklampsia terjadi karena beberapa faktor seperti
primipara, usia 40 tahun atau lebih, hipertensi kronik, obesitas, penyakit ginjal,
diabetes pregestasional, lupus dan lainnya. 2,3

C. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia


Hipertensi kronik dapat menyebabkan superimposed preeklampsia. Kondisi ini
terjadi pada 40% dari wanita yang mengalami hipertensi kronik. Jika hipertensi
kronik disertai dengan proteinuria atau beberapa klasifikasi preeklampsia, maka
diagnosis dapat ditegakkan. Jika dibandingkan dengan preeklampsia,
preeklampsia superimposed berkembang lebih awal pada masa kehamilan dan
cenderung lebih berat dan dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan janin.3

D. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional adalah ketika tekanan darah mencapai 140/90mmHg atau
lebih untuk pertama kalinya pada pertengahan kehamilan, namun tidak terdapat
proteinuria. Cara lain untuk mengklasifikasikan hipertensi gestasional adalah
apabila tekanan darah tidak kembali normal pada periode post-partum. Jika
tekanan darah sudah kembali normal setelah 12 minggu post partum, maka akan
diklasifikasikan kembali menjadi hipertensi transisi. Hipertensi gestasional dapat
berkembang menjadi preeklampsia.2,3

3. EPIDEMIOLOGI
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklampsia
tujuh kali lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi
preeklampsia di Negara maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara
berkembang adalah 1,8% - 18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah
128.273/tahun atau sekitar 5,3%.

4. PATOFISIOLOGI
Sebanyak 35% wanita dengan hipertensi gestasional dan 25% dengan hipertensi
kronik dapat berakhir menjadi preeklampsia. Patofisiologi terjadinya
preeklampsia diduga berhubungan dengan disfungsi vaskuler endotel. Hal ini
disebabkan karena kurang efektifnya invasi sitotrofoblas dari arteri spiral uterus.
Kemudian, terjadilah hipoksia plasenta dan menyebabkan proses inflamasi, yang
dapat mengganggu faktor angiogenik dan agregasi trombosit yang menyebabkan
preeklampsia.4
Teori Kelainan Vaskularisasi
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis
yang menimbulkan degenerasi lapisan otot sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Tropoblas tersebut masuk ke desidua dan memperluas hingga ke dinding artetiol
spiral mengganti endotel dan dinding otot. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah. Pada hipertensi dalam
kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot sehingga la[isan
otot arteri tetap kaku dan keras sehingga menyebabkan vasokontriksi yang dapat
berujung pada iskemia plasenta.2,5

Gambar. Invasi trofoblas normal dan abnormal2

Iskemia Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel


Iskemik ini dapat menyebabkan pelepasan beberapa komponen ke sirkulasi darah
ibu, seperti radikal bebas, lipid teroksidasi, dan sitokin. Radikal bebas yang
dihasilkan adalah radikal hidroksil yang dapat merusak membrane sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak akan merusak membran sel, nucleus dan protein sel endotel. Abnormalitas
ini menyebabkan disfungsi endotel dengan hiperpermeabilitas vaskular,
thrombophilia dan hipertensi, sebagai respon arteri uterus terhadap vasokonstriksi
perifer. Disfungsi endotel juga bertanggung jawab terhadap sindrom HELLP
(Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet Counts) sehingga dapat
menyebabkan eklampsia.5,6
Berkurangnya faktor pertumbuhan endotel vaskuler di podosit membuat
endoteliosis memblokir celah pada membrane basal, sehingga terjadi penurunan
filtrasi glomerulus dan menyebabkan proteinuria. Terakhir, disfungsi endotel
menyebabkan anemia hemolitik mikroangiopati dan hiperpermeabilitas yang
terkait dengan albumin serum rendah sehingga dapat menyebabkan edema,
terutama pada tungkai bawah atau paru-paru.5

Teori Intoleransi Imunologi Antara Ibu dan Janin.


Hal ini terjadi ketika terbentuk antibody untuk antigen plasenta yang tidak sesuai.
Kehamilan pertama pada kasus ini lebih berisiko. Gen yang berperan adalah
tyrosine kinase 1, pada kromosom 13. Pada wanita dengan kondisi seperti ini,
pada awal kehamilan trofoblas mengekspresikan sedikit komponen imunosupresif
HLA G. HLA-G berperan penting dalam modulasi respon imun agar ibu tidak
menolak hasil konsepsi (plasenta). HLA-G dapat melindungi janin dari lisis oleh
Naturel Killer ibu. HLA-G juga mempermudah invasi trofoblas ke dalam desidua.
Invasi trofoblas memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis.5,6

Teori Adaptasi Kardiovaskular


Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor,
yang artinya pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan-rangsangan
vasopressor. Pada hipertensi dalam kehamilan, kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriksi dan semakin peka terhadap bahan vasopressor. Peningkatan
kepekaan ini yang menyebabkan hipertensi dalam kehamilan dan sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.5

Teori Genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genetik janin. Terbukti pada ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
juga, sedangkan hanya 8% menantu mengalami preeklampsia. Pada sebuah studi
pada 1,2 juta kelahiran di swedia, ditemukan hubungan genetik pada hipertensi
gestasional dan preeklampsia. Resiko anak mengalami preeklampsia apabila
ibunya mengalami preeklampsia adalah 20-40%, 11-37% untuk wanita dengan
saudara preeklampsia dan 22-47% pada kembar.2,5

Teori Defisiensi Diet


Penelitian terakhir menunjukkan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi
risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh
yang dapat menghambat produksi tromboksan, aktivasi trombosit dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah. Beberapa peneliti juga menganggap bahwa
defisiensi kalsium dapat meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.5

Teori Stimulus Inflamasi


Lepasnya debris trofoblas merupakan rangsangan utama terjadinya inflamasi.
Pada kehamilan normal, debris trofoblas masih dalam jumlah yang wajar sehingga
tidak menimbulkan reaksi inflamasi berlebihan. Berbeda dengan kasus apoptosis
pada preeklampsia dimana terjadi peningkatan oksidatif, sehingga terjadi
peningkatan debris apoptosis dan nekrotik trofoblas. Keadaan ini menimbulkan
reaksi inflamasi hebat yang dapat mengaktivasi sel endotel, dan sel makrofag/
granulosit yang lebih besar sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang dapat
menimbulkan gejala preeklampsia pada ibu.5
Preeklampsia onset awal terjadi sebelum 34 minggu kehamilan, dan
diduga disebabkan karena sinsitiotrofoblas sedangkan preeklampsia onset lama
terjadi setelah 34 minggu, disebabkan sebagai hasil sekunder dari plasenta tumbuh
melebihi sirkulasi yang seharusnya. Preeklampsia onset awal lebih berpengaruh
terhadap hambatan pertumbuhan janin dibandingkan dengan onset lama,
dikarenakan lamanya durasi disfungsi plasenta.4

5. GEJALA KLINIS
A. Hipertensi Kronik
1) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
2) Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil atau diketahui adanya
hipertensi pada usia kehamilan < 20 minggu.
3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
4) Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal.6
Hipertensi kronik biasanya terjadi pada usia ibu diatas 35 tahun, tekanan darah
sangat tinggi, umumnya terjadi pada multipara, disertai kelainan jantung, ginjal
dan diabetes melitus, obesitas, pasien menggunakan obat-obat anti hipetensi
sebelum kehamilan, dan hipertensi akan menetap pasca persalinan.4
B. Preeklampsia-Eklampsia
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan
atau diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
preeklampsia. Berikut adalah kriteria minimal preeklampsia:
1) Hipertensi: tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
2) Protein urin: protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstik > +1 atau rasio kreatinin ≥ 0,3.1
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu di bawah ini:
1) Trombositopenia: trombosit < 100.000/mikroliter.
2) Gangguan ginjal: kreatinin serum > 1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal.
3) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4) Edema paru.
5) Gangguan neurologis: nyeri kepala, gangguan visus.1,7
Biasanya keluhan yang dikeluhkan:8,9
1) Pusing dan nyeri kepala
2) Nyeri ulu hati
3) Pandangan kurang jelas
4) Mual hingga muntah
Preeklampsia:6
1. Tekanan darah darah ≥ 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu.
2. Adanya proteinuria 1+ pada tes celup urin atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 300 mg/24 jam.
Preeklampsia berat:6
1. Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu.
2. Adanya proteinuria ≥ 2+ pada tes celup urin atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam.
3. Atau disertai keterlibatan organ lain:
a. Trombositopenia (< 100.000 /mikroliter).
b. Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas.
c. Oliguria (< 500 ml/24 jam), kreatinin serum > 1,2 mg/dL.
d. Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif.
e. Sakit kepala, skotoma penglihatan.
f. Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion.
Eklampsia
1) Didahului sakit kepala, gangguan penglihatan seperti skotomata, nyeri
epigastrik.
2) Terjadi kejang umum (biasanya tonik-klonik) dan/atau koma yang dapat
muncul sebelum, selama dan setelah persalinan.
3) Ada tanda dan gejala preeklampsia.
4) Tidak ada kemungkinan penyebab lain (epilepsi, perdarahan subaraknoid, dan
meningitis).1,6

C. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia


1) Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan
20 minggu).
2) Pada pemeriksaan tes celup urin menunjukkan proteinuria > 1+ atau
trombosit < 100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20 minggu.
3) Peningkatan enzim hati.
4) Trombositopenia (< 100.000 /mikroliter).
5) Kreatinin serum > 1,1 mg/dL.
6) Nyeri kepala, gangguan penglihatan.
7) Edema.6,9
D. Hipertensi Gestasional
1) Tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih.
2) Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil.
3) Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
4) Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia.
5) Tekanan darah kembali normal dalam 12 minggu pasca partum.
6) Diagnosis pasti ditegakan pasca persalinan.1,6
6. DIAGNOSIS
Berdasarkan PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Pre Eklampsia tahun 2016,
preeklampsia sebelumnya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan
proteinuri yang baru terjadi saat kehamilan. Meskipun kedua kriteria ini masih
menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya
hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena
sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

A. Penegakkan Diagnosis Hipertensi


Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat
tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter air raksa, namun apabila tidak
tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang
sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah
menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.
Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk
tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah
pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat
dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff
V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga
senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan
pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi.

B. Penegakkan Diganosis Proteinuria


Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24
jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi
protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk
jumlah urin. Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada
hasil dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-
4000mg/24jam. Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang
tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif palsu 67- 83%.
Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan
urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society for the Study of
Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal
College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan
proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka
positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding rasio protein banding
kreatinin. Pada telah sistematik yang dilakukan Côte dkk disimpulkan bahwa
pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria
dengan lebih baik.

C. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan sebagai
hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu
disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi
tersebut tidak dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan,
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosis preeklampsia, yaitu :
a. Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHgsistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
b. Proteinuria : protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstick > positif 1
c. Trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
d. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
e. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
f. Edema paru
g. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
h. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
D. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat.
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia
atau preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
a. Hipertensi : Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
b. Proteinuria : Protein ≥ 2+ pada tes celup urin atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil > 5 g/24 jam.
c. Trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
d. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
e. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
f. Edema paru
g. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
h. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : oligohidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehiingga kondisi protein urin masif
(lebih dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat.

PEMBAGIAN PREEKLAMSIA BERAT


Preeklamsia berat dibagi menjadi (a) preeklamsia berat tanpa impending eclamsia
dan (b) preeklamsia dengan impanding eclamsia. Disebut impanding eclamsia bila
preeklamsia berat disertai gejala-gejala subjektif beupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif
tekanan darah.

Kriteria impending eklampsia


Pre Eklampsia berat disertai tanda-tanda
1. Nyeri kepala berat
Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh
dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan
eklampsia, nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.
2. Gangguan visus
Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya pandangan yang sedikit
kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total. Keadaan ini disebabkan oleh
vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada korteks oksipital
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang sering
ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat menjadi presiktor serangan kejang
yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar
akibat edema atau perdarahan
5. Kenaikan progresif tekanan darah (sistolis > / = 200 mmHg)
Sebagian dari tanda gejala tersebut di atas sudah termasuk kriteria diagnosis
preeklampsia berat. Seperti gangguan visus dan serebral dan nyeri epigastrium
edema paru-paru dan sianosis juga termasuk tanda / gejala preeklampsia berat atau
“imminent eclampsia”

7. TATA LAKSANA
A. Hipertensi Kronik
1) Anjurkan istirahat lebih banyak
2) Pada hipertensi kronik, penurunan tekanan darah akan mengganggu
perfusi serta tidak ada bukti-bukti bahwa tekanan darah yang normal
akan memperbaiki keadaan janin dan ibu.
- Jika pasien sebelum hamil sudah mendapat obat antihipertensi dan
terkontrol dengan baik, lanjutkan pengobatan. Bila pasien sebelumnya
sudah mengkonsumsi antihipertensi berikan penjelasan bahwa
antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB
(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu
hamil. Maka, pasien harus berdiskusi dengan dokternya mengenai jenis
antihipertensi yang cocok selama kehamilan.
- Jika tekanan diastolik > 110 mmHg atau tekanan sistolik > 160 mmHg,
berikan antihipertensi.
- Jika terdapat proteinuria atau tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan
superimposed preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia.
- Berikan suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai
dari usia kehamilan 20 minggu.
- Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm.
- Jika denyut jantung < 100 kali/menit atau > 180 kali/menit, tangani
seperti gawat janin.
- Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan.6

B. Preeklampsia-Eklampsia
1) Preeklampsia Ringan
- Tujuan utama perawatan: mencegah kejang, perdarahan intrakranial,
mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
- Rawat jalan: istirahat cukup (berbaring/tidur miring), diet cukup protein,
rendah karbohidrat dan lemak.
- Rawat inap: jika gejala klinis tidak membaik setelah 2 minggu dan timbul
salah satu/lebih gejala dan tanda preeklampsia berat.4
2) Preeklampsia Berat4
Pasien preeklampsia berat harus segara masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
a. Obat Antikejang
o Obat anti kejang yang diberikan MgSO4.

o Cara pemberian:
 Loading dose: initial dose:
4 gram MgSO4 iv (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam atau diberikan
4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
i.m. tiap 4-6 jam.
o Syarat-syarat pemberian MgSO4:

 Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu


kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3
menit.
 Refleks patella (+) kuat
 Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres
pernapasan.
o Magnesium sulfat dihentikan bila:
 Ada tanda-tanda intoksikasi:
1) Kelemahan umum
2) Penglihatan ganda
3) Kehilangan kesadaran
4) Gangguan pernapasan
5) Mual, muntah
6) Hilangnya reflek patella11
 Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir.
b. Diuretik4
Diuretik tidak diberikan secara rutin, kecuali terdapat edema paru-paru,
anasarka, dan gagal jantung kongestif. Diuretik yang dipakai ialah Furosemid.
Pemberian diuretik dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,
memperburuk perfusi utero-plasenta, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan
menurunkan berat janin.
c. Obat Antihipertensi6
o Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
antihipertensi.
o Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan
hipertensi berat, atau tekanan darah ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥
110 mmHg.
o Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan, misalnya:

Gambar 4. Pilihan Obat Antihipertensi6

o Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan


untuk melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan.
o Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascapersalin
berat.6

Indikasi perawatan aktif:4


o Ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu.
 Adanya tanda-tanda/gejala-gejala Impending Eclampsia.
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik dan
laboratorik memburuk.
 Diduga terjadi solusio plasenta.
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.
o Janin

 Adanya tanda-tanda fetal distress


 Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion.
o Laboratorik: adanya tanda-tanda “Sindrom HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.

Indikasi perawatan konservatif:4


o Kehamilan preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eclampsia.
o Diberikan loading dose MgSO4 secara i.m, dan dihentikan bila pasien sudah
mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam
waktu 24 jam.
o Bila dalam waktu 24 jam tidak ada tanda-tanda perbaikan, dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi.

Gambar. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa Gejala Berat7


Gambar. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia Berat7
Gambar. Kriteria Terminasi Kehamilan pada Preeklampsia Berat7

3) Eklampsia4
1. Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk
stabilisasi fungsi vital.
2. Pengelolaan kejang:
o Pemberian obat anti kejang.

Obat anti kejang yang menjadi pilihan pertama ialah magnesium sulfat. Bila
dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain,
misalnya tiopental. Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti
pemberian magnesium sulfat pada preeklampsia berat.
Adapun syarat pemberian MgSO4:
 Tersedianya Ca-Glukonas 10%
 Ada refleks patella
 Jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
 Frekuensi napas 12-16 x/menit.4

Dosis Pemberian
Dosis awal: 4 g MgSO4  Ambil 4 g larutan MgSO4 (10 ml
larutan MgSO4 40%) dan larutkan
(untuk mencegah kejang
dengan 10 ml akuades.
atau kejang berulang)
 Berikan larutan tersebut secara
perlahan IV selama 20 menit.
 Jika akses intravena sulit, berikan
masing-masing 5 g MgSO4 (12,5 ml
larutan MgSO4 40%) IM di bokong
kiri dan kanan.
Dosis rumatan: 6 g Ambil 6 g MgSO4 (15 ml larutan MgSO4
MgSO4 dalam 6 jam 40%) dan larutkan dalam 500 ml larutan
sesuai prosedur Ringer Laktat/Ringer Asetat, lalu berikan
secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit
selama 6 jam, dan diulang hingga 24 jam
setelah persalinan atau kejang berakhir.
Tabel. Dosis dan Cara Pemberian Magnesium Sulfat6

o Pasien dibaringkan ditempat tidur yang lebar dengan rail tempat tidur
harus dipasang dan dikunci dengan kuat.
o Masukan sudap lidah ke dalam mulut pasien dan jangan mencoba
melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan
lidah.
o Beri O2 4-6 liter permenit.4

C. Hipertensi Gestasional
- Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria) dan kondisi janin setiap
minggu.
- Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan.
- Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
- Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
- Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.6

8. KOMPLIKASI
Pada kasus preeklampsia yang segera ditangani
 IBU
i) Selama kehamilan: (a) Eklampsia (2%) - lebih banyak pada kasus akut
dibandingkan pada kasus subakut, (b) Perdarahan tidak disengaja, (c)
Oliguria dan anuria, (d) Penglihatan kabur dan bahkan kebutaan, (e)
Persalinan prematur, (f) sindrom HELLP, (g) Perdarahan otak, (h)
Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)
ii) Selama persalinan: (a) Eklampsia, (b) Perdarahan postpartum -mungkin
terkait dengan kegagalan koagulasi
iii) Masa nifas: (a) Eklampsia - biasanya terjadi dalam waktu 48 jam, (b)
Syok–kolaps vasomotor nifas dikaitkan dengan penurunan konsentrasi
natrium dan klorida karena penurunan tiba-tiba tingkat kortikosteroid
(c) Sepsis– karena peningkatan insiden induksi, gangguan operasi, dan
vitalitas rendah.

 JANIN
Risiko janin berhubungan dengan beratnya preeklamsia, durasi penyakit dan
derajat proteinuria. Bahaya berikut mungkin terjadi. (a) Kematian intrauterin—
akibat spasme sirkulasi uteroplasenta yang menyebabkan perdarahan tak disengaja
atau infark merah akut, (b) hambatan pertumbuhan intrauterin—karena
insufisiensi plasenta kronis,Asfiksia, (d) Prematuritas—baik karena onset
prematur spontan persalinan atau karena induksi prematur.

9. PROGNOSIS
Prognosis preeklamsia tergantung pada masa gestasi, keparahan penyakit dan
respon terhadap pengobatan. Jika preeklamsia terdeteksi dini, dengan pengobatan
yang tepat dan efektif, fitur preeklamsia mereda sepenuhnya dan prognosisnya
tidak buruk, prognosis baik untuk ibu maupun bayinya. Namun, jika kasus
dibiarkan tanpa perawatan atau dengan kasus onset akut, kemungkinan besar akan
terjadi komplikasi serius. Dalam kondisi seperti itu ibu dan bayinya berada dalam
keadaan bahaya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, dkk. Williams Obstetrics. 25th Edition. New York: McGraw


Hill Education, 2018.
2. Lu Y, Chen R, Cai J, Huang Z, Yuan H. The management of hypertension in
women planning for pregnancy. Br Med Bull. 2018;128(1):75-84.
doi:10.1093/bmb/ldy035
3. Braunthal S, Brateanu A. Hypertension in pregnancy: Pathophysiology and
treatment. SAGE Open Med. 2019;7:2050312119843700. Published 2019 Apr
10. doi:10.1177/2050312119843700
4. Prawirohardjo, S. Abdul Bari S. Trijatmo Rachimhadhi, dan Gulardi H.
Wiknjosastro (Ed). Hipertensi Dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Cetakan Kelima. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2016, 530-561 p.
5. Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R, Ayoubi JM. Pre-eclampsia:
pathophysiology, diagnosis, and management. Vasc Health Risk Manag.
2011;7:467-474. doi:10.2147/VHRM.S20181
6. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Hipertensi Dalam Kehamilan,
Preeklampsia dan Eklampsia. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Edisi Pertama. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2013, 109-117 p.
7. Wibowo, Noroyono dkk. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis
dan Tata Laksana Pre-Eklampsia. Jakarta: PB POGI, 2018.
8. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: IDI, 2017.
9. Alatas, Haidar. Hipertensi pada Kehamilan. Herb-Medicine Journal. 2019 Okt;
2(2): 27-51 p.

Anda mungkin juga menyukai