Di Ruang HD
OLEH :
REVI ARINTA
2018.01.014
BANYUWANGI
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
REVI ARINTA
201801014
( ) ( )
2. Klasifikasi
Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG). Melihat nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara
langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis
kelamin dan umur seseorang. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara langsung,
tetapi hasil estimasinya dapat dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu penanda
filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik klinis adalah
kreatinin serum.
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD
KDIGO) proposed classification, dapat dibagi menjadi :
3. Etiologi
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis yang diketahui adalah diabetes
melitus, selanjutnya diikuti oleh tekanan darah tinggi dan glomerulonephritis.
Penyebab lainnya dapat berupa idiopatik. Namun penyebab-penyebab dari penyakit
ginjal kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi ginjal yang terlibat :
Penyakit vaskular, yang dapat melibatkan pembuluh darah besar seperti
bilateral artery stenosis, dan pembuluh darah kecil seperti nefropati iskemik,
hemolytic-uremic syndrome, dan vasculitis
Kelainan pada glomerulus yang dapat berupa
- Penyakit glomerulus primer seperti nefritis dan focal
segmental glomerulosclerosiso
- Penyakit glomerulus sekunder seperti nefropati diabetic dan lupus nefritis
Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik
Nefropati obstruktif yang dapat berupa batu ginjal bilateral dan hyperplasia
prostate
Infeksi parasite (yang sering berupa enterobiasis) dapat menginfeksi
ginjal dan menyebabkan nefropati
Penyakit ginjal kronis juga dapat idiopatik yang mempunyai gejala yang
berupa penuruhnan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan sel ginjal
menjadi nekrosis
4. WOC
5. Manifestasi klinis
Menurut Tanto, 2014 Manifestasi klinis GGK tidak spesifik dari biasanya
ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada stadium awal, GGK biasanya
asimtomatik. Tanda dan gejala GGK melibatkan berbagai system organ, diantaranya
a. Gangguan keseimbangan cairan: oedemaperifer, efusi pleura, hipertensi, asites
b. Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala hyperkalemia, asidosis
metabolic (nafas Kussmaul), hiperfosfatemia
c. Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: metallic taste, mual, muntah, gastritis,
ulkus peptikum, malnutrisi
d. Kelainan kulit: kulit terlihat pucat, kering, pruritus, ekimosis
e. Gangguan metabolik endokrin: dislipidemia, gangguan metabolik glukosa,
gangguan hormon seks
f. Gangguan hematologi: anemia (dapat mikrositik hipokrom maupun normositik
normokrom), gangguan hemostatis.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal
pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem
pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler, parenkhim) serta
sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau perlu
untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1. Laju endap darah 2)
2. Urin
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak ada
(anuria).
Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus / nanah,
bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor, warna kecoklatan
menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1. 3)
3. Ureum dan Kreatinin
4. Hiponatremia
5. Hiperkalemia
6. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8. Gula darah tinggi
9. Hipertrigliserida
10. Asidosis metabolik
7. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada CKD (SDKI. 2017) sebagai berikut :
1) Hipervolemia
2) Defisit nutrisi
3) Nausea
4) Gangguan integritas kulit/jaringan
7. Intervensi
1. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti
fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu
dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).
2. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk
limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin
dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat
menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi
zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak
menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien
GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya (biasanya
tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari,
2011).
3. Indikasi Hemodialisa
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan
HD kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan,
Indikasi hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007) :
a. Kegawatan ginjal
· Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
· Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
· Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
· Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5
mmol/l )
· Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
· Uremia ( BUN >150 mg/dL)
· Ensefalopati uremikum
· Neuropati/miopati uremikum
· Perikarditis uremikum
· Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
· Hipertermia
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
c. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari
hal tersebut di bawah ini (Daurgirdas et al., 2007) :
· GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
· Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
· adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
· Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
· Komplikasi metabolik yang refrakter.
4. Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja
hemodialisis, yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
a) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan
kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi
yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c) Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena
perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi
jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan
rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi
berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi
yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan
darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula
(Mutaqin & Sari, 2011)
b) Pemeriksaan Fisik
1) Timbang berat badan pasien
Rasional: sebagai pengukuran standar sebelum dilaksanakan hemodialisis. Berat
badan akan menurun pada saat prosedur selesai dilaksanakan.
2) Periksa Tanda-tanda vital
Rasional: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis. Denyut nadi dan tekanan
darah biasanya diatas rentang normal. Kondisi ini harus diukur pada saat
selesai prosedur dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur.
3) Kaji adanya akses vakuler
Rasional: Pengkajian akses vaskular diperlukan dalam pengkajian praprosedur
· Subklavia dan femoralis
Rasional: akses segera kedalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis
darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara.
Kateter dwi lumen atau multi lumen dimasukkan ke dalam vena subklavia.
Meskipun metode akses vaskular ini memiliki risiko misalnya dapat
menyebabkan cedera vaskuler seperti hematom, pneumothoraks, infeksi,
trombosis vena subklavia, dan aliran darah yang tidak adekuar. Namun
metode tersebut biasanya dapat digunakan selama beberapa minggu.
Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis
untuk pemakaian segera dan sementara. Kateter tersebut dikeluarkan jika
sudah tidak diperlukan karena kondisi pasein telah membaik, atau terdapat
cara akses lain. Oleh karena mayoritas pasien hemodialisis jangka panjang
yang harus dirawat dirumah sakit merupakan pasien dengan kegagalan
akses sirkulasi yang permanen, maka salah satu prioritas dalam perawatan
pasien hemodilasis adalah perlindungan terhadap akses sirkulasi tersebut.
· Fistula arteri vena
Rasional: Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan yang
biasanya dilakukan pada lengan bawah dengan cara menghubungkan atau
menyambung pembuluh arteri dengan vena secara dihubungkan antar sisi
atau dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah. Fistula tersebutkan
memerlukan waktu 4 hingga 6 minggu untuk menjadi matang sebelum siap
digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberikan kesempatan agar
fistula pulih dn segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga dapat
menerima jarum berlumen besar dengan ukuran – 14 sampai – 16. Jarum
ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup aliran darah yang akan
mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk aliran
darah arteri dan segmen vena digunakan untuk memasukan kembali reinfus
darah yang sudah didialisis. Untuk menampung aliran darah ini, segmen
arteri vena fistula tersebut harus lebih besar daripada pembuluh darah
normal. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan guna meningkatkan
ukuran pembuluh darah yaitu dengan meremas remas bola karet untuk
melatih fistula yang dibuar dilengan bawah sehingga pembuluh darah yang
sudah lebar dapat menerima jarum berukuran besar yang digunakand alam
proses hemodialisis.
· Shunt/ Tandur
Rasional: dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum
dialisis, sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong
pembuluh arteri atau vena dari sapi, materia; gore tex (heterografi) atau
tandur vena safena dari pasien sendiri. Biasanya tandur tersebut dibuat bila
pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula. Tandur
biasanya dipasang pada lengan bawah, lengan atas atau paha bagian atas.
Pasien dengan sistem vaskular yang terganggu seperti pasien diabetes,
biasanya memerlukan pemasangan tandur sebelum menjalani hemodialisis.
Oleh karena tandur tersebut merupakan pembuluh darah artifisial, risiko
infkesi akan meningkat.
c) Pengkajian Penunjang
1) Kaji pemeriksaan laboratorium
Rasional: pemeriksaan lab menjadi parameter untuk dilakukan
hemodialisis, meliputi Hb, Hematokrit, kadar albumin, BUN, Kreatinin dan
elektrolit.
2) Konfirmasi pemeriksaan HbSag dan status HIV
Rasional: Preventif perawat dalam menjaga atau mempertahankan universa;
precaution dan mencegahan menular
3) Kaji adanya peningkatan kadar SGOT/PT
Rasional: Menilai keterlibatan hati dengan melihat peningkatan enzim
serum hati
d) Perawatan Hemodialisa
1) Perawatan sebelum hemodialisis (Pra HD)
· Persiapan mesin :
- Listrik - Air (sudah melalui pengolahan)
- Saluran pembuangan - Dialyzer (ginjal buatan)
- AV Blood line - AV Fistula/ Abocath
- Infuse set - Spuit 50cc, 5 cc
- Insulin, Heparin Injeksi - Xylocain (anestesi local)
- Nacl 0,90% - Kain Kasa/ Gaas Steril
- Persiapan peralatan & obat2 - Duk steril
- Sarung tangan steril - Bak & mangkuk steril kecil
- Klem, Plester - Desinfektan (alkohol, betadin)
- Gelas ukur - Timbangan BB
- Formulir Hemodialisis - Sirkulasi darah
Langkah – langkah:
1. Letakkan GB (ginjal buatan) pada holder dengan posisi merah diatas
2. Hubungkan ujung putih pada ABL dengan GB ujung merah
3. Hubungkan uung putih VBL dengan GB ujung biru, ujung biru VBL
dihubungkan dengan alat penampung/ matkan
4. Letakkan posisi GB terbalik yaitu yang tanda merah dibawah, biru
diatas
5. Gantungkan NaCl 0,9% (2-3 Kolf)
6. Pasang inus set pada kolf NaCl
7. Hubungkan ujung infus set dengan ujung merah ABL atau tempat
khusus
8. Tutup semua klem yang ada pada slang ABL, VBL, 9untuk hubungan
tekanan arteri, tekanan vena, pemberian obat-obatan)
9. Buka klem ujung dari ABL, VBL dan infus set
10. Jalankan Qb dengan kecapatan kurang lebih dari 100 ml/m
11. Udara yang ada dalam GB harus hilang sampai bebas udara degan cara
menekan nekan VBL
12. Air trap/ bubble trap disisi 2/3 – ¾ bagian
13. Setiap kolf NaCl sesudah/ hendak mengganti kolf baru Qb dimatikan
14. Setelah udara dalam GB habis, hubungkan ujung ABL dengan ujung
VBL, klem tetap dilepas
15. Masukan heparin dalam sirkulasi darah sebanyak 1500-2000 U
16. Ganti kolf NaCl dengan baru yang telah diberi heparin 500 U dan klem
infus dibuka
17. Jalankan sirkulasi darah dan soaking (melembabkan GB) selama 10- 15
menit sebelum dihubungkan dengan sirkulasi sistemik pasien
Catatan Istilah dalam kegiatan Hemodialisa Persiapan Sirkulasi:
· Rinsing (Membilas GB + VBL + ABL)
· Priming (Mengisi GB + VBL + ABL)
· Soaking (Melembabkan GB)
Cara melembabkan GB yaitu dengan menghubungkan GB dengan sirkulasi
dialisat. Bila mempergunakan dialyzer reuse/ pemakaian GB ulang:
· Buang formalin dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat
· Hubungkan dialyzer dengan selang dialisat biarkan kurang lebih 15
menit pada posisi rinse.
7. Komplikasi
Hemodialisis merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian
dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit
ginjal kronik (PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun
tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun
masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani HD.
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah
gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan
dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik
terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani H reguler. Namun sekitar 5-
15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan
Light, 2010). Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot,
mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan
menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013).
Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik
hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang
terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade
jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat
pada Tabel 2.4 di bawah ini (Bieber dan Himmelfarb, 2013).
· Penyakit jantung
· Malnutrisi
· Hipertensi / volume excess
· Anemia
· Renal osteodystrophy
· Neurophaty
· Disfungsi reproduksi
· Komplikasi pada akses
· Gangguan perdarahan
· Infeksi
· Amiloidosis
· Acquired cystic kidney disease
DAFTAR PUSTAKA
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. (2010) Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press
Smeltzer, S. (2010) . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W.
editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
LEMBAR KONSUL