Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MANDIRI

KASUS YANG BERHUBUNGAN DENGAN BIOETIK


DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN
KEDOKTERAN YANG MEMUAT KDB – JUSTICE
Disusun untuk memenuhi tugas
Modul Bioetik dan Hukum Kedokteran

Disusun Oleh :

Nama : Crifer Rael Jason Rondonuwu

NIM : 19011101001

Semester : 1

PENDIDIKAN DOKTER UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan keahadirat Tuhan yang telah memberikan hikmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul KASUS YANG
BERHUBUNGAN DENGAN BIOETIK DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN
KEDOKTERAN YANG MEMUAT KDB – JUSTICE ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan

Adapun tugas dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dr. James F. Siwu,
SH,DFM,DK. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Bioetik dan Hukum Kedokteran bagi para pembaca dan penulis

Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. James F. Siwu, SH,DFM,DK yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini

Manado, 30 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

JUDUL…………………………………………………………………………………………….... 1

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………. 2

DFTAR ISI…………………………………………………………………………………………. 3

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………. 4

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….. 5

Kasus Pelayanan Kedokteran…………………………………………………….


6

Hubungan Pelayanan Kedokteran dengan

Kaidah Dasar Bioetik Justice…………………………………………... . 9

Check List (Observation Sheet)…………………………………………. 10

BAB III Penutup……………..…………………………………………………... 12


BAB I

PENDAHULUAN

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam


memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan
cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-
sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit dan
memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan


sama rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut.
Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan
kedudukan sosial, kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap
dokter terhadap pasiennya

Dalam kasus ini, akan membahas hubungan kaidah keadilan (justice) dalam
penyelenggaraan pelayanan kedokteran dan mengapa kaidah ini sangat berhubungan
dengan pelayanan kedokteran.
BAB II

PEMBAHASAN

Kasus Pelayanan Kedokteran

Debora bayi berusia empat bulan harus meregang nyawa akibat keterlambatan
penanganan medis oleh pihak Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres. Putri dari
pasangan Henny Silalahi dan Rudianto Simanjorang akhirnya meninggal diduga
dikarenakan tidak mendapat penanganan optimal oleh Rumah Sakit Mitra Keluarga di
kawasan Kalideres, Jakarta karena keluarga korban bayi Debora tidak dapat membayar
uang muka biaya pengobatan.

Kronologis kasus Debora yaitu sebagai berikut

“Sudah kurang lebih seminggu bayi saya pilek dan batuk-batuk,” kata Henny
dan pada Sabtu malam, Debora mengeluarkan keringat terus menerus sampai pukul 03.00 pagi,
saya melihat Debora mulai sesak napas, tanpa pikir panjang saya langsung membangunkan
suami untuk menghantar Debora ke rumah sakit terdekat, yakni RS Mitra Keluarga Kalideres.
Sesampainya disana, Dokter jaga saat itu Irene Arthadianty Indrajaya, langsung melakukan
tindakan medis pertolongan pertama dengan melakukan penyedotan (suction), pada saat itu
Debora dipasangi berbagai macam alat medis seperti monitor, infus, uap dan sudah diberikan
obat-obatan, sampai pada pukul 03.30 debora dapat bernafas dan menangis kencang. Setelah
kejadian tersebut dokter Irene, menganjurkan untuk penanganan secara maximal Debora harus
masuk Pediatric Intensive Care Unit (PICU) dikarenakan usia Debora. Suami Rudiantopun
segera bergegas untuk menghadap dan mengurus bagian administrasi agar bayinya dapat
disembuhkan, namun sesampainya di bagian administrasi Rudianto disodori pembiayaan uang
muka fasilitas tersebut sebesar Rp.19.800.000,-
Naas pada saat itu pasangan tersebut hanya mempunyai uang sebesar Rp.5.000.000,- yang
mengakibatkan pengembalian uang tersebut dikarenakan uang tersebut kurang dan Debora tidak
bisa masuk PICU, segala upaya dari pasangan tersebut sudah dilakukan, sampai memohon sangat
kepada pihak rumah sakit untuk memberikan kebijakan mengenai biaya fasilitas yang kurang,
sayangnya oleh dokter, Rudianto dan Henny malah hanya dibuatkan surat rujukan ke ruamh sakit
lain yang memiliki fasilitas PICU dan menerima Akses kerja sama penggunaan Kartu BPJS
Kesehatan.

Selanjutnya sekitar pukul 09.00, saat itu Henny di hubungi kerabatnya mengenai
ketersediaan ruang PICU di RS Koja, tanpa pikir panjang saat itu Henny pun menelfon dokter
anak di RS Koja dan terhubung dengan Dokter Irfan, namun, telpon tiba-tiba terhenti saat suster
yang menjaga Debora datang dengan Panik, “Feeling saya sudah tidak enak, kurang lebih lima
menit, saya dipanggil masuk, dan saya melihat wajah Debora yang sudah pucat, dan mata sudah
ke atas,” kata Henny. Monitor jantung sudah menunjukan garis lurus, Henny dan suami hanya
bisa memegangi tangan Debora, dan meminta untuk Debora bertahan, pada saat itu Dokter dan
suster pun menyerah, mereka langsung pergi meninggalkan Debora, suster hanya berkata mereka
TURUT BERDUKA CITA.

Mengapa Rumah Sakit lebih mengedepankan dan berorientasi pada profit/keuntungan


ketimbang pada kebutuhan sosial dan pelayanan kesehatan yang sifatnya genting dan gawat
darurat? Padahal sangat jelas negara mengatur secara tegas bahwa semua masyarakat
Indonesia harus dilindungi, termasuk dalam hal layanan kesehatan dalam kondisi apapun.

Bila kita kembali kepada dasar Negara dan konstitusi negara ini yakni UUD 1945, maka
pada Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin hak masyarakat Indonesia untuk
mendapatkan hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28 A Undang-undang Dasar 1945 “bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

Dalam pasal ini jelas dikatakan bahwa seluruh masyarakat yang ada di negara ini berhak untuk
mempertahankan hidup dan kehidupannya tanpa ada suatu perbedaan, baik secara ekonomi
maupun secara lainnya, namun bila kita kaitkan dengan kasus Debora, si bayi mungil tersebut
ternyata harus meregang nyawa karena ketidamampuan ekonomi orang tuanya.

Berdasarkan data yang kami peroleh, ternyata kasus seperti yang dialami Debora
bukanlah kasus yang pertama. Sebelumnya pernah terjadi kasus dimana Pasien bernama Reny
Wahyuni ditolak tujuh rumah sakit di Kota Bekasi dan akhirnya melahirkan dengan kondisi
anaknya telah meninggal dunia. Pasien miskin anak pemulung ditolak berobat di RSUD
Purwokerto, Dera Nur Anggraini Bayi pasangan Eliyas Setya Nugroho dan Lisa Darawati sangat
tragis ditolak 10 Rumah Sakit dan masih banyak kasus-kasus lainya yang hanya menyita
perhatian sesaat dan redup dengan sendirinya, seakan usang termakan waktu tanpa ada keadilan
bagi korbannya,

Kini melalui kasus bayi Debora, seluruh media nasional serempak, menongolkan
beberapa tokoh, element masyarakat dari Mentri, Gubernur, Ahli Kesehatan hingga tokoh
masyarakat yang seakan-akan meledak memberikan opini pada saat korban ditemukan. Namun
bagaimana langkah preventif untuk ke depannya? Lalu bagaimana sanksi kepada Rumah Sakit
serta perlindungan terhadap masyarakat Indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
terutama dalam keadaan genting dan gawat darurat?

Dari sudut regulasi sebenarnya Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
telah mengatur mengenai hal tersebut. Pada Pasal 32 ayat 1 telah diatur bahwa: ” dalam keadaan
darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik PEMERINTAH MAUPUN SWASTA wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa Pasien dan pencegahan pencatatan
terlebih dahulu.

Pasal 32 ayat 2:” Dalam keadaan darurat, Fasilitas pelayanan kesehatan BAIK PEMERINTAH
MAUPUN SWASTA dilarang MENOLAK PASIEN dan/atau MEMINTA UANG MUKA”.

Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Pasal 29 ayat 1 huruf F: ” Setiap Rumah Sakit mempunyai KEWAJIBAN: melaksanakan


FUNGSI SOSIAL antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan GAWAT DARURAT tanpa uang MUKA, AMBULAN gratis,
pelayanan KORBAN BENCANA dan KEJADIAN LUAR BIASA, atau BAKTI SOSIAL BAGI
MISI KEMANUSIAAN”.

Mengacu pada kedua ketentuan tersebut, seharusnya tanpa memandang bulu entah
menggunakan kartu BPJS ataupun menggunakan dana pribadi ketika PASIEN dalam keadaan
darurat, maka seketika itu Rumah Sakit wajib menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya
memberikan pertolongan sesuai dengan misi dan spirit dari didirikannya rumah sakit tersebut
yaitu untuk pelayanan kesehatan masyarakat.

Oleh karenanya, atas kasus yang menimpa Alm. Debora bayi pasangan Henny dan Rudi
LBH AMIN mengambil sikap sebagai berikut :

1. Kami menyayangkan dan mengecam kebijakan Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres
yang telah menolak memberikan pelayanan medis terhadap bayi Debora dikarenakan
ketidaksanggupan orang tuanya yang tidak dapat membayar uang muka biaya pengobatan.
Seharusnya apabila Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres melaksanakan ketentuan hukum
yang berlaku maka berdasarkan Pasal-Pasal yang telah kami tuliskan diatas, jelas setiap
RUMAH SAKIT mempunyai KEWAJIBAN untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
penyelamatan nyawa Pasien dan pencegahan pencatatan terlebih dahulu.
2. Terhadap para pelaku yang didalamnya, baik management Rumah Sakit ataupun tenaga
AHLI yang berperan di dalam kejadian tersebut untuk dapat mempertanggung jawabkan
perbuatannya di mata Hukum, terkhusus tenaga AHLI yang terlibat dikarenakan dalam Kode
Etik Kedokteran Pasal 7D dikatakan bahwa SETIAP DOKTER HARUS SENANTIASA
MENGINGAT AKAN KEWAJIBANYA MELINDUNGI HIDUP MAKHLUK INSANI;
3. Pemerintah wajib bertindak tegas memberikan sanksi kepada Rumah Sakit Mitra
Keluarga Kalideres untuk menjadi pelajaran berharga bagi Rumah Sakit lainnya agar
kedepannya tidak hanya mengejar dan mengedepankan kepentingan bisnis dan keuntungan
semata, tetapi mengedepankan tugas dan tanggung jawab sosial Rumah Sakit untuk
memberikan pelayanan kesehatan dan penyelamatan nyawa pasien dalam keadaan genting dan
gawat darurat;
4. LBH AMIN juga mendesak pihak Kepolisian untuk mengusut tuntas dan segera
melakukan penyidikan terkait kasus ini, sehingga setiap pihak yang bersalah dan terbukti
melakukan pelanggaran hukum agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku.
5. Atas kepergian Alm. Debora, kami mengucapkan turut Berduka Cita yang sedalam-
dalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan dan kami pun akan berkomitmen mengawal kasus
ini agar terus berjalan sesuai dengan aturan yang ada dan sampai terciptanya Keadilan bagi
keluarga korban.

Pasal 32 huruf Q Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit


“Setiap pasien mempunyai hak: menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata
ataupun pidana;”. (dalam pasal ini pasien diberikan hak dan kesempatan untuk mempertahankan
segala hak-haknya bilamana atas kebijakanya rumah sakit menimbulkan kerugian bagi Pasienya,
Pasal inilah yang menjadi Jaminan untuk Pasien dapat melakukan Upaya Hukum)

Upaya Hukum kami bagi menjadi 2:

Pertama: Upaya Hukum Perdata, Pasien dapat mengajuukan gugatan ke Pengadilan mengenai
Perbuatan Melawan Hukum, dan atau Pasien dapat menyelesaikan permasalahan nantinya
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap Rumah Sakit yang mengakibatkan
kerugian terhadap Pasien.

Kedua: Upaya Hukum Pidana, atas timbulnya kerugian terhadap Pasien, Pasien dapat membuat
laporan kepolisian yang ditujukan kepada Pimpinan/ Management Rumah Sakit dan atau tenaga
kesehatanya karna atas perbuatanya telah menimbulkan kerugian. Pasal 32 ayat 2 “Dalam
keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak
pasien dan/atau meminta uang muka”

Pasal 190 ayat 1 “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).”

Pasal 190 ayat 2 “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Hubungan Pelayanan Kedokteran dengan Kaidah Dasar Bioetik Justice

Dalam pelayanan kesehatan, Keadilan merupakan suatu prinsip yang


harus melekat dalam penyelenggaraan kesehatan baik dokter maupun
pasien. Dalam kata lain seluruh penanganan kesehatan harus dilakukan
secara universal tanpa membeda-bedakan agama, ras, kebangsaan,
kewarganegaraan maupun kedudukan sosial.

Hubungan antar dokter dan pasien harus memiliki keadilan, dimana


dokter harus mengargai hak sehat pasien, dan pasien harus menghargai hak
dokter. Secara umum hal ini adalah suatu prinsip utama dalam setiap
pelayanan.

Bilamana dalam pelayanan kesehatan terjadi suatu pelanggaran


ataupun kesalahan, pasien berhak menuntut dokter dan pihak rumah sakit.
Dokter dan pihak rumah sakit harus menerima dan menghargai hak hukum
pasien bilamana hal itu terjadi. Hal ini terkandung dalam Konsep Dasar
Bioetik Justice (Keadilan).
Check List (Observation Sheet)

Keadilan(Justice) Ada/Tidak Analisa pada kasus

Memberlakukan segala sesuatu secara Tidak Pada kasus sebelum Debora,


universal yaitu Reny Wahyuni yang
setelah melahirkan anaknya
menginggal, ditolak 7 rumah
sakit dikarenakan pasien ini
adlah anak pemulung

Mengambil porsi terakhir dari proses Tidak Dokter maupun perawat


membagi yang telah ia lakukan bekerja sesuai dengan porsi
mereka

Memberi kesempatan yang sama terhadap Tidak


pribadi dalam posisi yang sama

Menghargai hak sehat pasien (affordability, Tidak Rumah Sakit lebih


equality, accessibility, availability, quality) mengedepankan dan berorientasi
pada profit/keuntungan
ketimbang pada kebutuhan sosial
dan pelayanan kesehatan yang
sifatnya genting dan gawat
darurat.

Menghargai hak hukum pasien Tidak

Menghargai hak orang lain Tidak Harusnya pihak rumah sakit


harus menghari hak sehat
pasien, tapi pihak RS hanya
mementingkan hak
keuntungannya dari pada hak
pasien untuk sembuh
Menjaga kelompok yang rentan (yang Tidak
paling dirugikan)

Tidak membedakan pelayanan pasien atas Ada Pada kasus Reny Wahyuni
dasar SARA, status social dll pihak RS menolak untuk
melayani karena pasien
tersebut miskin, orang tuanya
hanya tukang pemungut
sampah

Tidak melakukan penyalahgunaan Tidak

Memberikan kontribusi yang relative sama Ya Pada kasus penanganan


dengan kebutuhan pasien Gawat Darurat Debora,
diberikan pelayanan yang
sesuai dengan apa yang
dibutuhkan

Meminta partisipasi pasien sesuai dengan Tidak Karena dalam keadaan gawat
kemampuan darurat, dokter langsung
menangani pasien tanpa
meminta pasien untuk
melakukan sesuatu

Kewajiban mendistribusi keuntungan dan Tidak Pihak RS menuntut biaya


kerugian (biaya, beban, sanksi) secara adil harus dilunasi agar dapat
melakukan pelayanan
maksimmal

Mengembalikan hak kepada pemiliknya Tidak


pada saat tepat dan kompeten

Tidak memberi beban berat secara tidak Tidak


merata tanpa alasan sah/tepat

Menghormati hak populasi yang sama- Tidak


sama rentan penyakit/ gangguan
kesehatan
Bijak dalam makro alokasi Tidak

BAB III

PENUTUP

Dalam kasus ini perlu diketahui bersama bahwa pelayanan kesehatan harus
mengutamakan prinsip-prinsip dalam KDB agar supaya pelayanan Dokter dan Rumah
Sakit dapat optimal. Sangat penting untuk diketahui bersama fasilitas pelayanan wajib
memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan
pencatatan terlebih dahulu tanpa menolak pasien atau meminta uang muka. Sekiranya
ini dapat memberikan edukasi tambahan kepada segala masyarakat terkhusus
masyarakat yang mempunyai keterbatasan dan agar nantinya kasus-kasus seperti ini
tidak lagi menimpa masyarakat Indonesia untuk kedepannya. Sekian tugas ini saya
susun sedemikian rupa, kurang lebihnya mohon dimaafkan. Terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai