DI SUSUN OLEH :
NAMA : EMANUEL JIMMY PATANDIANAN
NIM : 16110951
EKSEKUTIF PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA
TAHUN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan dan
memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang
terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitative untuk
orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk yang melahirkan (World
Health Organization).
UU No.44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat. Pelayanan rumah sakit juga diatur dalam kode etik rumah sakit,
dimana kewajiban rumah sakit terhadap karyawan, pasien dan masyarakat
diatur. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf f dalamUU No. 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit. Rumah Sakit sebenarnya memiliki fungsi sosial yaitu
antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusiaan. Pelanggaran terhadap kewajiban tersebut bisa berakibat
dijatuhkannya sanksi kepada Rumah Sakit tersebut, termasuk sanksi
pencabutan izin.
Selain itu, dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b UU 44/2009, pemerintah
dan pemerintah daerah juga bertanggung jawab untuk menjamin pembiayaan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak
mampu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, secara umum
penyanderaan pasien oleh Rumah Sakit tidak bisa dikategorikan sebagai
penahanan (perampasan kemerdekaan) ataupun pelanggaran HAM. Meski
demikian, Anda dapat saja melaporkan kepada polisi jika ada indikasi
penyanderaan tersebut telah merampas kemerdekaan si pasien.1
1
Azrul ,A (2010), Pengantar Administrasi Kesehatan ed 3, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang.
ruangan penuh. "Di RS Awal Bros juga, anak saya cuma disenter lalu
petugasnya bilang ruangan penuh." Bayi Revan baru diterima di RS Akademis
setelah Andi Amir tak lagi menunjukkan kartu Jamkesda. Di sana, Revan
didaftarkan sebagai pasien umum. Revan akhirnya sempat dirawat di unit
gawat darurat, sebelum meninggal sehari setelahnya. "Sampai sekarang saya
belum bisa melunasi administrasi perawatan, dan KTP masih ditahan rumah
sakit," ujar Andi. Revan merupakan anak bungsu dari empat bersaudara.
Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Andi bekerja sebagai penarik becak
motor. Kadang ia juga menjadi sopir cadangan untuk angkutan umum. "Saya
belum tahu jumlah keseluruhan biaya rumah sakit, tapi untuk obat saja sekitar
Rp 3 juta.".
Dari pemaparan di atas, kami mencoba menganalisa bagaimana system
pembiayaan Rumah sakit di Indonesia. Meliputi pembiayaan pelayanan
kesehatan secara umum, standart mekanisme pembiayaan rumah sakit, undang-
undang atau aturan hukum yang mengatur dan peranan asuransi dalam
pembiayaan rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Apa saja Hak dan Kewajiban Pasien ?
2. Apa Saja Hak dan Kewajiban Rumah Sakit ?
3. Bagaimana Sistem Pembiayaan Pelayanan Kesehatan dan Sistem
Pembiayaan di Rumah Sakit ?
4. Contoh Kasus Yang pernah Terjadi tentang Penolakan Pasien di Rumah
Sakit ?
5. Apa Saja Regulasi Yang berkaitan Dengan Kasus Penolakan Pasien di
Rumah Sakit ?
6. Bagaimana Posisi Kasus Tentang Penolakan Pasien di Rumah Sakit ?
7. Serta Bagaimana Analisa Kasus Tentang Penolakan Pasien di Rumah Sakit
?
8. Bagaimana Penerapan Pertanggungjawaban Pidana Pada Kasus Penolakan
Pasien di Rumah Sakit Dalam Beberapa Peraturan di Indonesia (UU dan
KUHP) ?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk Mengetahui Hak dan Kewajiban Pasien.
2. Untuk Mengetahui Hak dan Kewajiban Rumah Sakit.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Sistem Pembiayaan Pelayanan
Kesehatan dan Sistem Pembiayaan Di Rumah sakit.
4. Untuk Mengetahui Kasus Yang pernah Terjadi tentang Penolakan
Pasien di Rumah Sakit.
5. Untuk Mengetahui Regulasi Yang berkaitan Dengan Kasus
Penolakan Pasien di Rumah Sakit.
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Posisi Kasus Tentang Penolakan
Pasien di Rumah Sakit.
7. Untuk Mengetahui Bagaimana Analisa Kasus Tentang Penolakan
Pasien di Rumah Sakit .
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Penerapan Pertanggungjawaban
Pidana Pada Kasus Penolakan Pasien di Rumah Sakit Dalam Beberapa
Peraturan di Indonesia (UU dan KUHP) .
9. Untuk Menambah Wawasan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UHO
Tentang Hak dan kewajiban pasien,Hak dan Kewajiban Rumah Sakit,
Sistem Pembiayaan Rumah sakit, Serta Aturan-aturan Tentang
Penolakan Pasien
10. Untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Etika dan Hukum
Kesehatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
Badan Layanan Umum daerah di akses dari d.wikipedia.org pada tanggal 30 Oktober 2013
para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, baik oleh Pemerintah secara
lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme
penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan.
B. Sistem Pembiayaan Rumah Sakit
Sebagai organisasi publik, rumah sakit diharapkan mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Rumah
Sakit milik pemerintah dihadapkan pada masalah pembiayaan dalam arti
alokasi anggaran yang tidak memadai sedang penerimaan masih rendah dan
tidak boleh digunakan secara langsung. Kondisi ini akan memberikan dampak
yang serius bagi pelayanan kesehatan di rumah sakit karena sebagai organisasi
yang beroperasi setiap hari, likuiditas keuangan merupakan hal utama dan
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan operasional sehari-hari. Berbagai
permasalahan-permasalahan tersebut di atas merupakan tantangan bagi
pengelola rumah sakit pemerintah untuk melakukan terobosan-terobosan dalam
menggali sumber dana yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
biaya operasional dan pengembangan rumah sakit.
Untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan pelayanan di rumah
sakit, kita harus mengetahui terlebih dahulu sistem pembayarannya sebagai
berikut:
1. Sistem Pembayaran Restropektif
Pembayaran restropektif berarti bahwa besaran biaya dan jumlah biaya
yang yang harus dibayar oleh pasien atau pihak pembayar ditetapkan
setelah pelayanan diberikan. Cara pembiayaan ini merupakan yang paling
sering kita jumpai di kebanyakan rumah sakit. Pasien akan membayar
biaya pelayanan kesehatan berdasarkan pelayanan yang diberikan rumah
sakit. Jika seorang pasien di rawat selama 3 hari di rumah sakit, maka
rincian biaya yang harus dibayar pasien adalah misalnya: biaya kamar
selama 3 hari, berapa kali visit atau kunjungan dokter, biaya apotik dan
resep yang diberikan, biaya asuhan keperawatan selama 3 hari, biaya
administrasi, biaya layanan penunjang yang diberikan, dan lain
sebagainya. Jadi bisa disimpulkan besarnya biaya yang dibayar pasien
tergantung pada banyaknya tindakan atau pelayanan yang diberikan rumah
sakit. Kelemahan dari fee for services ini adalah rawan terjadi kecurangan
dari pihak rumah sakit, misalnya dengan memberikan pelayanan yang
tidak perlu kepada pasien, agar biaya yang harus dibayar lebih tinggi dan
rumah sakit memperoleh untung lebih banyak. Selain itu, biaya
administrasi untuk pelaksanaanya sangat tinggi. Terlebih jika pembayaran
pasien ditanggung oleh asuransi, seluruh bukti tindakan dan pelayanan
medis yang dilakukan terhadap pasein beserta biayanya harus di arsipkan
untuk membuat klaim pada pihak asuransi.
2. Sistem Pembayaran Prospektif
Pembayaran Prospektif secara umum adalah pembayaran pelayanan
kesehatan yang harus dibayar, besaran biayanya sudah ditetapkan dari
awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan. Berikut adalah macam-
macam jenis pembayaran pelayanan kesehatan dengan sistem Prospektif,
yaitu:
a. Diagnostic Related Group (DRG)
Pengertian DRG dapat disederhanakan dengan cara pembayaran
dengan biaya satuan per diagnosis, bukan biaya satuan per pelayanan
medis maupun non medis yang diberikan kepada seorang pasien dalam
rangka penyembuhan suatu penyakit. Dalam pembayaran DRG, rumah
sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci pelayanan apa saja
yang telah diberikan kepada seorang pasien. Rumah Sakit hanya
menyampaikan diagnois pasien waktu pulang dan memasukan kode
DRG untuk diagnosis tersebut. Besarnya tagihan untuk diagnosis
tersebut telah disepakati oleh seluruh rumah sakit di suatu wilayah dan
pihak pembayar, misalnya badan asuransi/jaminan sosial atau tarif
DRG tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah sebelum tagihan rumah
sakit dikeluarkan.3
3
INA-CBG’s, Pola Tarif Pasien Jamkesmas di Rumah Sakit di akses dari http://rsud.rejanglebongkab.go.id/
pada tanggal 3 November 2013.
b. Case mix INA CBG”s
Sistem Casemix Ina-CBG's adalah suatu pengklasifikasian dari episode
perawatan pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang
relatif homogen dalam hal sumber daya yang digunakan dan berisikan
pasien2 dengan karakteristik klinik yang sejenis.(George Palmer, Beth
Reid). Case Base Groups (CBG's), yaitu cara pembayaran perawatan
pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif
sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan
dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan
yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus
campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan
kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran
berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh untuk suatu
kelompok diagnosis. Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan
kesehatan sejenis kedalam kelompok yang mempunyai arti relatif
sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke
dalam kelompok yang sejenis dengan gejala klinis yang sama serta
biaya perawatan yang relatif sama.
Dalam pembayaran menggunakan CBG's, baik Rumah Sakit
maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian
pelayanan yang diberikan, melainkan hanya dengan menyampaikan
diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya
untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara
provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya.
Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani
oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan
jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.
c. Pembayaran Kapitasi (Capiated Payment System)
Pembayaran kapitasi merupakan suatu cara pengedalian biaya dengan
menempatkan fasilitas kesehatan pada posisi menanggung risiko,
seluruhnya atau sebagian, dengan cara menerima pembayaran atas
dasar jumlah jiwa yang ditanggung.
d. Pembayaran Per Kasus
Sistem pembayaran per kasus (case rates) banyak digunakan untuk
membayar rumah sakit dalam kasus-kasus tertentu. Pembayaran per
kasus ini mirip dengan DRG, yaitu dengan mengelompokan berbagai
jenis pelayanan menjadi satu-kesatuan. Pengelompokan ini harus
ditetapkan dulu di muka dan disetujui kedua belah pihak, yaitu pihak
rumah sakit dan pihak pembayar.
e. Pembayaran Per Diem
Pembayaran per diem merupakan pembayaran yang dinegosiasi dan
disepakati di muka yang didasari pada pembayaran per hari perawatan,
tanpa mempertimbangkan biaya yang dihabiskan oleh rumah sakit.
Satuan biaya per hari sudah mencakup kasus apapun dan biaya
keseluruhan, misalnya biaya ruangan, jasa konsultasi/visite dokter,
obat-obatan, tindakan medis dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Sebuah rumah sakit yang efisien dapat mengendalikan biaya perawatan
dengan memberikan obat yang paling cost-effective, pemeriksaan
laboratorium hanya untuk jenis pemeriksaan yang benar-benar
diperlukan, memiliki dokter yang dibayar gaji bulanan dan bonus, serta
berbagai penghematan lainya, akan mendapatkan keuntungan.
f. Pembayaran Global Budget
Merupakan cara pendanaan rumah sakit oleh pemerintah atau suatu
badan asuransi kesehatan nasional dimana rumah sakit mendapat dana
untuk mmembiayai seluruh kegiatannya untuk masa satu tahun.
Alokasi dan ke rumah sakit tersebut diperhitungkan dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan tahun sebelumnya, kegiatan lain
yang diperkirakan akan dilaksanakan dan kinerja rumah sakit tersebut.
Manajemen rumah sakit mempunyai keleluasaan mengatur dana
anggaran global tersebut untuk gaji dokter, belanja operasional,
pemeliharaan rumah sakit dan lain-lain.
Menurut Sistem Kesehatan Nasional tahun 2004, penyelenggaraan
subsistem pembiayaan kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan
dan keluarga miskin.
2. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan
perorangan yang terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna
melalui jaminan pemeliharaan kesehatan baik berdasarkan prinsip
solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela, yang dilaksanakan
secara bertahap.
3. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan
pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan,
pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi
daerah yang kurang mampu.
4
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) hasil revisi dan disahkan pada Kongres PERSI ke-VIII tahun
2000 di Jakarta.
Dan juga dapat diketahui berapa besar subsidi yang dapat diberikan pada
unit pelayanan tersebut misalnya subsidi pada pelayanan kelas III rumah
sakit.
b. Budgeting /Planning
Informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu unit produksi dan biaya
satuan (Unit cost) dari tiap-tiap output rumah sakit, sangat penting untuk
alokasi anggaran dan untuk perencanaan anggaran.
c. Budgetary control
Hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk memonitor dan
mengendalikan kegiatan operasional rumah sakit. Misalnya
mengidentifikasi pusat-pusat biaya (cost center) yang strategis dalam
upaya efisiensi rumah sakit
d. Evaluasi dan Pertanggung Jawaban
Analisis biaya bermanfaat untuk menilai performance keuangan RS secara
keseluruhan, sekaligus sebagai pertanggungan jawaban kepada pihak-
pihak berkepentingan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan seharusnya
menerima semua pasien yang datang, memberi layanan yang dibutuhkan, dan
baru kemudian mengurus administrasi pembiayaannya, apakah menggunakan
Jaminan kesehatan atau pembayaran dengan cara tunai. bukan melakukan
penolakan pasien dengan berbagai alasan karena pasien tersebut tidak
mampu.
B. Saran
Pembiayaan rumah sakit dengan sistem casemix INA CBG’s yang
lebih homogen merupakan pilihan yang cukup tepat dilakukan dengan catatan
masyarakat yang tidak mampu sudah tercover oleh sistem Asuransi
sebagaimana di amanatkan oleh UU Sistem Jaminan Kesehatan Nasional
(SJSN).
DAFTAR PUSTAKA