Makalah Preeklampsia Pada Ibu Hamil KLMPK 1
Makalah Preeklampsia Pada Ibu Hamil KLMPK 1
MAKALAH
“KEGAWATDARURATAN PADA KEHAMILAN PREEKLAMPSIA”
DI SUSUN
Nur sangi PO7124319057
Ni Made Indah Adnyani PO7124319074
Yuningsi PO7124319075
Jusma PO7124319077
A. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertaiproteinuria dan terjadi pada
kehamilan lebih dari 20 minggu. Merupakan salah satu penyebab utama
kematian ibu.
Adapun klasifikasi dapat di bagi sebagai berikut :
1. Hipertensi dalam kehamilan
Tekanan darah > 140/90 mmHg untuk pertama kalinya selama
kehamilan, tidak terdapat protein uria, tekanan darah kembali normal
dalam waktu 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia Ringan
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah usi 20 minggu, protein uria ≥
1+ pada pengukuran dengan dipstik urine atau kadar protein total ≥ 300
mg/24jam.
3. Preeklampsia Berat
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 110
mmHg. Kadar protein dalam kencing 2 gr/24 jam. Kadar kreatinin
darah melebihi 1,2 mg/dL kecuali telah diketahui meningkat
sebelumnya. Tanda gejala tambahan lainnya dapat berupa keluhan
subtektif berupa nyeri kepala, nyeri uluh hati, dan mata kabur.
Ditemukannya proteinuria ≥ 3 garam, jumlah produksi urine ≤ 500
cc/24 jam (oliguria), terdapat peningakatan asam urat darah,
peningakatan kadar BUN dan kreatinin serum serta terjadinya sindroma
HELLP yang ditandai dengan terjadinya hemolisis ditandai dengan
adanya icterus, hitung trombosit ≤ 100.000, serta peningkatan SGOT
dan SGPT.
4. Preeklampsia super impos ditegakkan apabila protein awitan baru ≥ 300
mg/24 jam pada ibu penderita darah tinggi tetapi tidak terdapat protein
uria pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.
5. Hipertensi kronik ditegakkan apabila hipertensi telah ada sebelum
kehamilan atau yang didiagnosis sebelum usia kehamilan 20 minggu,
atau hipertensi pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20
minggu dan terus bertahan setelah 12 minggu pasca persalinan.
B. Ciri – ciri preeklampsia pada ibu hamil
Kelebihan protein urine pada ibu hamil (proteinuria) atau tanda-tanda
lain masalah ginjal.
Sakit kepala parah.
Gangguan penglihatan, termasuk melemahnya daya penglihatan
sementara, penglihatan kabur atau sensitivitas cahaya.
Nyeri perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk di sisi kanan.
Mual atau muntah
Pengeluaran urine menurun.
Penurunan kadar trombosit dalam darah
Gangguan fungsi hati
Sesak napas, yang disebabkan oleh cairan dalam paru-paru
Kenaikan berat badan secara tiba-tiba dan pembengkakan (edema)
khususnya diwajah dan di tangan sering kali menyertai preeklampsia.
C. Penyebab Preeklampsia
Penyebab preeklampsia pada ibu hamil dapat mencakup perkembangan
abnormal, seperti :
Aliran darah ke rahim
Kerusakan pada pembuluh darah
Masalah pada sistem kekebalan tubuh
Faktor genetika
D. Patologi Preeklampsia Pada Ibu Hamil
Pre-eklampsia/eklampsia dapat terjadi karena faktor genetik. Bila seseorang
memiliki riwayat keluarga pre-eklampsia/eklampsia maka dia mempunyai risiko
lebih besar mengalami pre-eklampsia/eklampsia saat kehamilan (Ward and
Lindheimer, 2009). Pre-eklampsia disebabkan oleh adanya plasenta atau respons
ibu terhadap plasenta. Plasenta yang buruk adalah faktor predisposisi kuat yang
mempengaruhi ibu, terkait dengan sinyal inflamasi (tergantung pada gen janin)
dan juga sifat respons ibu (tergantung pada gen ibu) (Karthikeyan, 2015).
Pada kehamilan normal, arteri spiral uteri invasiv ke dalam trofoblas,
menyebabkan peningkatan aliran darah dengan lancar untuk kebutuhan oksigen
dan nutrisi janin. Pada pre-eklampsia, terjadi gangguan sehingga aliran darah
tidak 15 lancar dan terjadi gangguan pada plasenta. Peningkatan sFlt1 (lihat
Gambar) menyebabkan plasenta memproduksi free vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan penurunan placental growth factor (PlGF). Selanjutnya
menyebabkan disfungsi endotel pada pembuluh ibu mengakibatkan penyakit
multiorgan : hypertension, glomerular dysfunction, proteinuria, brain edema,
liver edema, coagulation abnormalities (Malha et al, 2018).
Terdapat dua teori pre-eklampsia, vaskular (iskemia-reperfusi yang
menghasilkan stres oksidatif dan penyakit vaskular) dan kekebalan tubuh
(maladaptasi kekebalan ibu-ayah, yaitu reaksi alloimun maternal yang dipicu
oleh penolakan terhadap allograft janin) yang dicurigai bertanggung jawab
terhadap preeklampsia. Etio-patofisiologi pre-eklampsia sangat kompleks dan
melibatkan beragam faktor seperti predisposisi genetik, gangguan pada renin-
angiotensinaldosteron, disfungsi endotelium ibu, koagulopati maternal, sitokinin,
faktor pertumbuhan, dan sebagainya (Karthikeyan, 2015).
E. Pengobatan Hipertensi Pada Ibu Hamil
Studi tentang pengobatan hipertensi pada kehamilan menggunakan sistematik
review dan meta analisis yang melibatkan 14 studi (1804 wanita hamil)
didapatkan bahwa penggunaan obat antihipertensi ternyata tidak mengurangi
atau meningkatkan risiko kematian ibu, proteinuria, efek samping, operasi
caesar, kematian neonatal, kelahiran prematur, atau bayi lahir kecil. Penelitian
mengenai obat antihipertensi pada kehamilan masih sedikit (Ogura et al.,
2019).
Hipertensi pada kehamilan harus dikelola dengan baik agar dapat
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu / janin, yaitu dengan
menghindarkan ibu dari risiko peningkatan tekanan darah, mencegah
perkembangan penyakit, dan mencegah timbulnya kejang dan pertimbangan
terminasi kehamilan jika ibu atau janin dalam keadaan bahaya (Mudjari and
Samsu, 2015). Kelahiran bayi adalah pengobatan yang pasti, tetapi perlu
mempertimbangkan kesehatan ibu, janin, usia kehamilan. Pre-eklampsia berat
membutuhkan kontrol dan pemantauan tekanan darah secara teratur. Pada
kondisi kritis dokter anestesi dapat dilibatkan (Karthikeyan, 2015). Penderita
hipertensi pada kehamilan dan pre-eklampsia ringan disarankan melakukan
partus pada minggu ke-37. Pada pre-eklampsia berat disarankan profilaksis
magnesium sulfat dan waspada terjadinya hipertensi pasca persalinan (Leeman
et al., 2016; Williams et al., 2018).
Obat yang umum digunakan dalam pengobatan hipertensi pada kehamilan
adalah labetalol, methyldopa, nifedipine, clonidine, diuretik, dan hydralazine.
Labetalol adalah obat yang paling aman. Diuretik dan CCB (nifedipine)
mungkin aman tetapi data minimal dan tidak digunakan sebagai firstline drug
(Karthikeyan, 2015). Menurut ACC/AHA 2017 dan ESC/ESH 2018 obat
antihipertensi pada kehamilan yang direkomendasikan hanya labetalol,
methyldopa dan nifedipine, sedangkan yang dilarang adalah ACE inhibitor,
ARB dan direct renin inhibitors (Aliskiren) (Whelton et al., 2017; Williams et
al, 2018).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran