Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan masih menjadi masalah utama di seluruh Provinsi di Indonesia,

termasuk Provinsi Lampung. Berdasarkan situs resmi Badan Pusat Statistik (BPS)

Lampung merilis jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung mencapai 1,05

juta orang atau 12,34 persen, pada Maret 2020. Angka itu, naik sebesar 7,84 ribu

orang dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang sebesar 1,04 juta orang

atau 12,30 persen.

Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan

beberapa kebijakan.Pada masa pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dengan

Boediono dibentuklah Lembaga Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan (TNP2K) sebagai wadah koordinasi lintas sektor dan lintas

pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan

penanggulangan kemiskinan. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

pernah meluncurkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) dalam rangka Program

Percepatan dan Perluasan Sosial. Pada saat pemerintahan Presiden Joko Widodo

dengan Jusuf Kalla, Kartu Perlindungan Sosial (KPS) diganti dengan Kartu

Keluarga Sejahtera (KKS) yang diterbitkan pemerintah sebagai identitas bagi

penerima program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH)

dan Program Sembako. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 166 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Kemiskinan dan Instruksi

1
Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Program

Simpanan

2
Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat untuk

membangun keluarga produktif.

Di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui nawa citanya, pemerintah akan

meningkatkan produktivitas kesejahteraan melalui programprogram yang langsung

bersentuhan dengan masyarakat. Salah satu bentuk program tersebut adalah Kartu

Keluarga Sejahtera (KKS).

Sesuai dalam peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 166 tahun 2014 tentang

program percepatan penanggulangan kemiskinan yang di atur dalam pasal 2

menyebutkan bahwa :

(1) Untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan, pemerintah menetapkan

program perlindungan sosial.

(2) Program perlindungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Program Simpanan Keluarga Sejahtera

b. Program Indonesia Pintar

c. Program Indonesia Sehat

Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) adalah merupakan penanda keluarga kurang mampu

yang berhak untuk mendapatkan berbagai bantuan sosial termasuk simpanan keluarga

sejahtera. Program Simpanan Keluarga Sejahtera bagi pemegang (KKS) itu sendiri

merupakan program pemberian bantuan non tunai dalam bentuk simpanan yang

diberikan kepada 15,5 Juta Keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia, sejumlah

26
Rp. 200.000/Keluarga/Bulan. Program Simpanan Keluarga Sejahtera yang diberikan

dalam bentuk Layanan Keuangan Digital (LKD) dengan pemberian SIM Card yang

berisi e-money dan dalam bentuk simpanan giro pos. Pemberian simpanan merupakan

perbaikan dari mekanisme pemberian bantuan tunai dalam bentuk bantuan langsung

masyarakat yang diberikan sebagai paket kompensasi akibat penyesuaian harga

Bahan Bakar Minyak tahun 2013. Untuk mendapatkan kartu KKS ini yaitu dengan

menukarkan Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang dikeluarkan pada masa

pemerintahan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui kantor pos

pada tahun 2014.

Selanjutnya, Pemerintah sebagai penyalur bantuan menerbitkan kartu Himbara -

Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) ( BNI, BTN, BRI, dan Bank Mandiri). Kartu KKS

menjadi media bersama dalam penyaluran berbagai bansos seperti Bansos Pangan

Non Tunai dan PKH dari Kementerian Sosial, di integrasikan penyaluran nya melalui

Kartu KKS.

Penyaluran Bantuan Pangan secara Non Tunai (BPNT) dilaksanakan secara bertahap

mulai tahun 2017 dilaksanakan secara serentak di 44 kota yang terdiri dari 7 kota di

Sumatera, 34 kota di Jawa dan 3 kota di wilayah timur. Jumlah Keluarga Penerima

Manfaat (KPM) yang akan menerima BPNT di Indonesia yaitu berjumlah 1.286.000

jiwa, dengan total bantuan yang diberikan sebesar 1,7 triliun.

27
Salah satu kota yang telah menerapkan program BPNT adalah Kota Bandar

Lampung, yaitu berupa penyerahan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan buku

Tabunganku kepada penerima bantuan, Masyarakat yang telah terdaftar menjadi

peserta KPM, selain akan mendapat bantuan sosial dari program BPNT, peserta

tersebut akan secara otomatis terdaftar menjadi peserta Program Keluarga Harapan

(PKH).

Di dalam Kartu KKS elektronik tersebut, terdapat sistem Saving account dan e-

Wallet/dompet elektronik, sehingga peserta KPM dapat membelanjakan dana bantuan

sosial untuk membeli bahan kebutuhan pokok. Apabila dana bantuan tersebut masih

tersisa dan tidak habis dalam jangka waktu 1 bulan, maka dana tersebut akan secara

otomatis tersimpan di tabungan serta dapat digunakan kembali pada bulan berikutnya.

Untuk mengoptimalkan penyaluran bantuan sosial, maka Kementerian Sosial telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016,

tentang Bantuan Pengembangan Sarana Usaha Melalui Elektronik Warung Gotong

Royong Kelompok Usaha Bersama Program Keluarga Harapan atau disingkat

EWarong Kube PKH. E-Warong Kube PKH adalah sarana usaha yang didirikan dan

dikelola oleh Kube Jasa sebagai sarana pencairan bantuan sosial berupa bahan pangan

pokok dan/atau uang tunai secara elektronik, kebutuhan usaha, serta pemasaran hasil

produksi anggota Kube.Terdapat 2500 buah- e- warong yang dibangun tahun 2017

diperuntukan guna melayani sebanyak 1,286 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM)

dengan total nilai sebesar 1,7 triliun. e-Warong merupakan sarana pembayaran yang

28
dilaksanakan secara elektronik/non-tunai, sehingga mempermudah dalam penerimaan

bantuan program BPNT.

Peraturan Presiden No 63 tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai

(BPNT), dalam peraturan ini menjelaskan bahwa penyaluran bantuan sosial kepada

masyarakat dilakukan secara efisien agar dapat diterima tepat sasaran, tepat jumlah,

tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat administrasi, penyaluran bantuan sosial yang

efisien dapat mendukung peningkatan manfaat bagi penerima bantuan serta

berkontribusi terhadap peningkatan keuangan inklusif. Diberlakukannya metode

pencairan bansos non tunai ini menggunakan buku tabungan dan Kartu KKS adalah

upaya mengajak masyarakat untuk berkenalan dengan perbankan, sistem penyaluran

non-tunai akan disalurkan ke rekening Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Kartu

KKS inimemiliki fitur saving accountdan ewalletyakni satu kartu dapat digunakan

berbagai program bansos, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Program

Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Dari uraian tersebut, dipandang perlu diadakan penelitian, mengenai “Implementasi

Kebijakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Masyarakat Miskin di Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti dapat

merumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

29
1. Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Miskin Di Kecamatan

Tanjung Senang Kota Bandar Lampung ?

2. Aspek-aspek apa saja yang menjadi penghambat Implementasi Kebijakan

Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Masyarakat Miskin Di Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari kebijakan kartu keluarga

sejahtera di kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung.

2. Untuk Mengetahui aspek apa saja yang menghambat dan mendukung

Pelaksanan kartu keluarga sejahtera di Kecamatan Tanjung Senang Kota

Bandar Lampung.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat menambah literatur dan sumber

informasi di lingkungan program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bandar Lampung.

2. Secara praktis, kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

30
a. Bagi masyarakat, bahwa dengan hasil penelitian ini masyarakat lebih

mengerti tentang Kartu Keluarga Sejahtera.

b. Bagi pemerintah daerah, bahwa hasil penelitian ini di harapkan dapat

membantu memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah Kota Bandar

Lampung dalam pengambilan keputusan terutama menyangkut

keberlangsungan KKS ke depannya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Konsep Impelementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu

kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah

dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu implementasi kebijakan mempunyai

kedudukan yang penting didalam kebijakan publik ada beberapa ahli menyatakan

pendapat tentang pengertian implementasi kebijakan publik. Huntington (dalam Said

Zaenal Abidin 2012:145) berpendapat bahwa perbedaan yang paling penting antara

satu negara dengan negara lain tidak terletak pada bentuk atau ideologinya, tetapi

pada tingkat kemampuan negara itu untuk melaksanakan pemerintahan.

31
Menurut Wahab (dalam Syahrani, 2015:89), Implementasi kebijakan sebagai

suatu proses, suatu output (keluaran) atau suatu hasil akhir (out come). Dilihat dari

proses, implementasi akan mengacu pada serangkaian keputusan dan tindakan

pemerintah yang dimaksudkan untuk sesegera mungkin menghasilkan akibat-akibat

tertentu yang dikehendaki. Konsep output/ keluaran implementasi mengacu pada

cara-cara atau sarana yang telah dipakai untuk mencapai tujuan tertentu yang telah

diprogramkan.Sedangkan yang dimaksud dengan hasil akhir implementasi ialah

terjadinya perubahanperubahan tertentu pada permasalahan sosial dalam skala luas

yang ingin diatasi oleh suatu program.

Sejalan dengan Leo Agustino (2006:139) menyatakan bahwa Implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu

aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang

sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002: 102) membatasi implementasi

kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau

kelompok-kelompok pemerintahan maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai

tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam keputusankeputusan kebijakan

sebelumnya.

Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood (Tangkilisan, 2003: 17), hal-hal

yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam

32
mengevaluasi masalh dan kemudian menerjemahkan dalam keputusan-keputusan

yang bersifat khusus.

Menurut Islamy dalam Fadillah (2003:79) menyatakan bahwa sifat kebijakan itu

kompleks dan saling tergantung, sehingga hanya sedikit kebijakan Negara yang

bersifat selfexecuting. Maksudnya dengan dirumuskan kebijakan tersebut sekaligus

atau dengan sendirinya kebijakan itu terimplementasi. Yang paling banyak adalah

yang bersifat non selfexecuting, artinya kebijakan negara perlu diwujudkan dan

dilaksanakan oleh berbagai pihak sehingga mempunyai dampak yang diharapkan.

Sehubungan dengan pernyataan diatas Pressman dan Wildavsky dalam Fadillah

(2003:79) menyatakan bahwa proses untuk pelaksanaan kebijakan perlu mendapat

perhatian yang seksama. Maka dari itu adalah keliru kalau ada yang beranggapan

bahwa proses pelaksanaan kebijakan dengan sendirinya akan berlangsung tanpa

hambatan. Sejalan dengan Udoji dalam Fadillah (2003:79) menyatakan bahwa “the

execution of policies is as importand than policy-making. Policies will remain

dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” terjemahan:

pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting ,bahkan mungkin jauh lebih

penting dari pembuatan kebijakan.

2.1.2 Model Impelementasi Kebijakan

33
Model implementasi menurut Edward III (dalam Agustino, 2012:151-154)

terdapat empat variable yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu

kebijakan, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.

a. Faktor Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi oleh komunikator

kepada komunikan. Komunikasi kebijakan berarti merupakan proses

penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan kepada pelaksana.

b. Sumber Daya

Sumber daya meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan

sumber daya peralatan (gedung, peralatan, tanah, dan suku cadang lainnya)

yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan.

c. Disposisi

Disposisi merupakan keinginan, kemauan, dan kecenderungan para pelaku

kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga

apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi,

pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam

organisasi yang bersangkutan dan hubungan organisasi dengan orang lain dan

sebagainya.

34
Model proses implementasi yang kemukakan oleh Van Meter dan Van Horn

(dalam Wahab, 2001). Model ini menawarkan suatu model dasar dengan enam

variabel yang membentuk ikatan antara kebijakan dan pencapaian. Variabel-variabel

tersebut adalah:

a. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan, yaitu menilai sejauh mana ukuran-

ukuran dasar dan tujuan kebijakan telah direalisasikan.

b. Sumber-sumber kebijakan, sumber-sumber ini mencakup dana atau usaha-usaha

perangsang lain yang mendorong atau memperlancar implementasi yang efektif.

Besar kecilnya dana dapat menjadi faktor yang sangat menetukan keberhasilan

implementasi kebijakan.

c. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan antar pelaksana, komunikasi ini

sangat penting terutama untuk menyampaikan informasi mengenai ukuran dasar dan

tujuan implementasi yang harus disebarkan bagi para pelaksana kebijakan.

d. Karakteristik badan pelaksana, pembahasan ini tidak terlepas dari struktur

organisasi.

e. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial dan politik, faktor yang berkaitan dengan

ekonomi, sosial, dan politik mempunyai efek yang mendalam terhadap pencapaian

badan-badan pelaksana.

35
f. Kecenderungan pelaksana, merupakan persepsi dan sikap pelaksana kebijakan

dalam melihat kebijakan.

2.1.3 Unsur-Unsur Impelementasi Kebijakan

Unsur-unsur penting tersebut menurut Abdullah dan Smith (Tachjan,2006:26)

yaitu unsur pelaksana (implementor), adanya program yang akan dilaksanakan dan

target group.

a. Pelaksana (implementor)

Pihak yang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan kebijakan publik

adalah unit-unit birokratik pada setiap tingkat pemerintahan.

b. Program

36
Program yang bersifat operasional adalah program yang isinya mudah

dipahami dan dilaksanakan oleh pelaksana. Pada hakikatnya, implementasi

kebijakan adalah implementasi program.

c. Kelompok sasaran

Kelompok sasaran merupakan kelompok sasaran dimana terdiri dari

sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima

barang dan jasa atau yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan.

Menurut Agustino (2012:157), ada dua faktor yang mempengaruhi pelaksanaan

atau tidaknya suatu kebijakan publik, yaitu:

a. Faktor penentu pemenuhan kebijakan yang terdiri dari respek anggota

masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah, adanya kesadaran untuk

menerima kebijakan, adanya sanksi hukum, adanya kepentingan publik dan

masalah waktu.

b. Faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan yang mencakup adanya

kebijakan yang bertentangan dengan sistem yang mengada, tidak adanya

kepastian hukum, adanya keanggotaan seseorang dalam suatu organisasi,

adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hukum.

Van Meter dan Van Horn (dalam Winarno, 2008:146) mengungkapkan bahwa ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan tipologi kebijakan-

kebijakan publik, sebagai berikut:

37
a. Kemungkinan implementasi yang efektif akan bergantung sebagian kepada

tipe kebijakan yang dipertimbangkan.

b. Faktor-faktor penentu yang mendorong realisasi atau non realisasi tujuan-

tujuan program akan berbeda dari tipe kebijakan yang satu dengan tipe

kebijakan yang lain.

Dalam literature ilmu kebijakan publik, terdapat beberapa model implementasi

kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Diantaranya adalah model

implementasi kebijakan dari pemikiran Donald Van Meter dan Carl Van Horn

(dalam Winarno, 2008:146) dengan A Model of the Policy Implementation. Model

pendekatan yang dirumuskan oleh Van Meter dan Van Horn disebut dengan A

Model of the Policy Implementation. Model ini mengandaikan bahwa

implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia,

pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Proses implementasi kebijakan suatu program adalah keterangan tentang sesuatu,

mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya, atau menerangkan tentang bagaiman

dan mengapa seseorang berperilaku tertentu, seumpamanya dalam konteks

tertentu (Mulyono, 2008:21), teori tersebut dapat digunakan sebagai pedoman

dalam melaksanakan kegiatan dengan cara yang tepat dan hemat dalam upaya

mencapai tujuan kebijakan secara efektif dan efisien. Cara efektif dan efisien

inilah yang menjadi pedoman utama dari implementasi kebijakan.

38
2.2 Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

2.2.1 Pengertian Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

Salah satu program yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengurangi beban

masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat miskin adalah Kartu

Keluarga Sejahtera (KKS). Kartu KKS menjadi media bersama dalam penyaluran

berbagai bansos seperti Bansos Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga

Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial, di integrasikan penyaluran nya melalui

Kartu KKS. Penyaluran Bantuan Pangan secara Non Tunai (BPNT) dilaksanakan

secara bertahap mulai tahun 2017 dilaksanakan secara serentak di 44 kota yang terdiri

dari 7 kota di Sumatera, 34 kota di Jawa dan 3 kota di wilayah timur. Jumlah

Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang akan menerima BPNT di Indonesia yaitu

berjumlah 1.286.000 jiwa, dengan total bantuan yang diberikan sebesar 1,7 triliun.

Salah satu kota yang telah menerapkan program BPNT adalah Kota Bandar

Lampung. Berupa penyerahan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dan buku

Tabunganku kepada penerima bantuan, Masyarakat yang telah terdaftar menjadi

peserta KPM, selain akan mendapat bantuan sosial dari program BPNT, peserta

tersebut akan secara otomatis terdaftar menjadi peserta Program Keluarga Harapan

(PKH). Metode pencairan bansos non tunai ini menggunakan buku tabungan dan

Kartu KKS adalah upaya mengajak masyarakat untuk berkenalan dengan perbankan,

sistem penyaluran non-tunai akan disalurkan ke rekening penerima manfaat. Kartu

KKS inimemiliki fitur saving accountdan e-walletyakni satu kartu dapat digunakan

39
berbagai program bansos, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) berdasarkan

Peraturan Menteri Sosial No.1 tahun 2018 tentang Program Keluarga Harapan, pada

peraturan ini menjelaskan bahwa program PKH adalah program bantuan sosial

bersyarat , merupakan bantuan tunai untuk keluarga sangat miskin yang memenuhi

kriteria antara lain anak usia 0 – 6 tahun, anak dibawah usia 18 tahun yang belum

menyelesaikan pendidikan dasar, ibu hamil/nifas, lanjut usia 70 tahun, penyandang

disabilitas. Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yaitu bantuan sosial dalam bentuk

barang seperti beras, gula, minyak sayur, tepung terigu dan telur.

2.2.2 Tujuan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

1. Meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga miskin melalui

pemberian bantuan non tunai dengan kondisionalitas.

2. Meningkatkan nilai tambah dan manfaat bagi masyarakat penerima bantuan,

pemerintah dan lembaga penyalur .

3. Membantu keluarga miskin dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

4. Mencegah menurunnya taraf kesejahteraan keluarga miskin dan rentan akibat

kesulitan ekonomi serta meningkatkan tanggung jawab sosial bersama

2.2.3 Manfaat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

1. Membantu warga miskin (PMKS) dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama.

40
2.2.4 Sasaran Penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

Sasaran penerima KKS adalah masyarakat kurang mampu, seperti PMKS /

disability dan namanya tercantum dalam system data terpadu pendataan program

keluarga sejahtera yang di data oleh BPS.

2.2.5 Syarat Pengajuan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

1. Mengajukan permohonan melalui RT, RW hingga ke kelurahan. Setelah

mengajukan permohonan nantinya juga akan di gelar serangkaian

musyawarah yang digunakan untuk menentukan keluarga mana yang layak

untuk mendapatkan KKS. Kepala desa nantinya akan melaporkan hasil

tersebut ke Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan.

2. Setelah berbagai persyaratan terpenuhi, Kartu Keluarga Sejahtera akan

dikirimkan secara langsung ke kantor lurah dan setiap kepala keluarga wajib

mengambilnya.

3. Penerima program bantuan ini harus mampu menunjukkan kartu tersebut di

saat mengambil manfaat dari program. Karena pengambilan bantuan sosial

dilakukan dengan cara menggesekkan kartu keluarga sejahtera pada Mesin

EDC (Electoric Data Capture)

2.2.6 Landasan Hukum Kartu Keluarga Sejahtera (KKS)

Landasan hukum pemberian bantuan KKS adalah:

41
a. Intruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Program

Simpanan Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, dan Program

Indonesia Sehat Untuk Membangun Keluarga Produktif.

b. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010, tentang

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir

Miskin.

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran

Kesejahteraan Sosial.

e. Peraturan Presiden Nomor 166 Tahun 2014 tentang Penanggulangan

Kemiskinan.

f. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016,

tentang Bantuan Pengembangan Sarana Usaha Melalui Elektronik

Warung Gotong Royong Kelompok Usaha Bersama Program

Keluarga Harapan.

g. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan

Sosial Secara Non Tunai.

h. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018

tentang Program Keluarga Harapan.

2.3 Konsep Kesejahteraan Mayarakat

42
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang memiliki esensi dan arti

yangsubjektif, sehingga setiap individu atau keluarga yang memiliki pedoman,

tujuanserta arah hidup yang berbeda-bedaantara satu dengan lainnya dalam

konteksbermasyarakat. Hal inilah yang kemudian juga akan memunculkan nilai-nilai

yangberbeda dalammenentukan faktor tingkat kesejahteraannya.

Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia menjelaskan

bahwasannyakesejahteraan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan seluruh

kebutuhanjasmani dan rohani rumah tangga tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan

indikatorkebutuhan dan tingkat hidupnya.

Pengertian kesejahteraan yang lain kemudian muncul dari apa yang kemudian

dikemukakan dan dijelaskan secara lebih rinci oleh Badan Perencanaandan

Pembangunan Nasional Repbulik Indonesia (Bappenas RI), lembaga inikemudian

menjelaskan bahwasannya kesejahteraan dapat diukur berdasarkanproporsi

pengeluaran rumah tangga.

Dengan kata lain, rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi

pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah denganproporsi

pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, sebaliknya apabila proporsipengeluaran

untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan proporsipengeluaran untuk

kebutuhan bukan pokok, maka rumah tangga tersebut dapatdikategorikan belum

sejahtera atau kesejahteraannya tergolong masih dalam klasifikasi rendah.

43
Pengukuran kesejahteraan sering menggunakan pembagian kesejahteraan ke

dalam dua bagian yaitu objektif dan subjektif yang tentunya dalam lingkupindividu,

keluarga, dan masyarakat.Bersifat subjektif manakala berkaitandengan aspek

psikologis yang kemudian dapat diukur dari tingkat kepuasankebahagian. Sedangkan

bersifat objektif manakala menggunakan indikatortertentu yang bersifat relatif baku,

seperti pendapatan perkapita.

Pada prinsipnya aspek yang dapat diamati dalam menganalisis kesejahteraan

mencakup aspek pendapatan, pengeluaran untuk konsumsi, statuspekerjaan, kondisi

dan akses layanan kesehatan, serta kemampuan untuk mengakses kebutuhan dasar

(seperti: air bersih, sanitasi, perawatan pendidikan dankesehatan).

Sedangkan konsepsi kesejahteraan sosial sebagaimana tertuang

dalamUndang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 1 dan 2,menjelaskan

bahwasannya kesejahteraan merupakan suatu keadaan kebutuhan hidup yang layak

bagimasyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat

melaksanakanfungsi sosialnya yang dapat dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah

danmasyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi

sosial,jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Di Indonesia, pengertian kesejahteraan sosial lebih dikenal dengan

istilahpembangunan kesejahteraan sosial. Pembangunan kesejahteraan sosial adalah

serangkaian aktivitas yang terencana dan terlembaga yang ditujukan

44
untukmeningkatkan standar dan kualitas kehidupan manusia. Arti sosial

disinidiasumsikan bahwasannya pengertian kesejahteraan bukanlah

sematamatamenunjuk pada aspek fisik danekonomi saja, akan tetapi juga dipertegas

bahwasannya kegiatan itu difokuskan untuk mensejahterakan masyarakat

banyak,yang lebih tepatnya adalah masyarakat yang kurang beruntung.

2.4 Konsep Kemiskinan Mayarakat

Kemiskinan adalah fenomena sosial struktural yang berdampak krusial

terhadap keberhasilan pembangunan (Indeks Pembanguan Manusia) dan memiliki

dampak yang sangat nyata dimasyarakat, seperti rumah tangga sangat miskin baik

dari kemampuan ekonomi, pemenuhan kebutuhan pendidikan sampai pada

pemenuhan kebutuhan nutrisi dan gizi, yang mengakibatkan rendahnya sumberdaya

manusia.

Tanggung jawab kemiskinan bukan hanya menjadi tanggungjawab satu

kementerian, sektor atau bidang tertentu sehingga pemerintah membuat kebijakan dan

program yang proporsional. Dalam rangka percepatan pengentasan kemiskinan,

pemerintah mempunyai banyak program yang bermuara kepada masyarakat miskin

dengan membuka akses atau peningkatan jangkauan masyarakat tidak mampu/miskin

terhadap pelayanan publikkesehatan dan pendidikan, atau yang lebih dikenal dengan

Program Keluarga Harapan yang ditujukan untuk keluarga miskin yang berfokus

45
pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia khususnya bidang pendidikan dan

kesehatan.

Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir di

tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Dalam konteks

masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang

senantiasa relevan untuk dikaji secara terus-menerus.

Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan

dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos 2002: 3). Kemiskinan merupakan

sebuah kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum.

Menurut Smeru (dalam Sjafari, 2014: 16), secara luas kemiskinan meliputi

kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan

kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Menurut Agus Sjafari dalam bukunya Kemiskinan Dan Pemberdayaan

Kelompok (2014:12), paradigma penanggulangan kemiskinan pada saat ini adalah

bahwa kebijakan atau program anti kemiskinan akan dapat berhasil apabila kaum

miskin menjadi aktor utama dalam perang melawan kemiskinan. Untuk membantu

kaum miskin keluar dari lingkaran kemiskinan dibutuhkan kepedulian, komitmen,

kebijaksanaan, organisasi, dan program yang tepat. Diperlukan pula sikap yang tidak

memperlakukan orang miskin sebagai obyek, tetapi subyek.

46
2.5 Kerangka Pemikiran

Menurut Agustino (2012:157) ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan atau tidaknya suatu kebijakan public, yaitu:

a. Faktor penentu pemenuhan kebijakan yang terdiri dari aspek anggota pada

masyarakat pada otoritas dan keputusan pemerintah, adanya kesadaran

untuk menerima kebijakan, adanya sanksi hokum, adanya kepentingan

publik, adanya kepentingan pribadi, masalah waktu.

b. Faktor penentu penolakan atau penundaan kebijakan yang mencakup

adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai yang mengada,

tidak adanya kepastian hukum, adanya keanggotaan seseorang dalam

suatu organisasi, adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hukum.

Model Edward III yang menamakan model implementasi kebijakan publiknya

dengan Direct and Indirect Impact on Implementation. Dalam pendekatan ini

ada 4 (empat) Variabel yang sangatmenentukan keberhasilan implementasi

suatu kebijakan, yaitu (1) komunikasi; (2) sumberdaya; (3) disposisi; (4)

47
struktur birokrasi. Keempat variable tersebut juga saling berhubungan satu

sama lain.

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mengisyaratkan agar implementor

mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang mejadi tujuan dan

sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok suara (target

group) sehingga akan mengurai distorsi implementasi. Selain itu,

kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten.

Terdapat tiga indicator yang dapat dipergunakan atau dipakai dalam

mengukur keberhasilan variable komunikasi tersebut diatas, yaitu

transmisi, kejelasan, konsistensi.

2. Sumberdaya

Walupun isi kebijakan sudah di komunikasikan secara jelas dan konsisten,

tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan

implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat

berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dn

sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk

implementasi kebijakan yang efektif. Tanpa sumberdaya kebijakan hanya

tinggal dikertas menjadi dokumen. Indicator keberhasilan variable

sumberdaya yakni, staf, informasi (informasi yang berhubungan dengan

cara melaksanakan kebijakan dan informasi mengenai data dan kepatuhan

48
dari pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah

ditetapkan, wewenang, fasilitas.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,

seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor

memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan

dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika

implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat

kebiajakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak

efektif. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variable disposisi,

adalah pengangkatan birokrat, insentif.

4. Struktur birokrasi

Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan, salah satu

yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasi/organisasi kearah yang

lebih baik, adalah melakukan Standard Operating Procedurs (SOP), SOP

menjadi pedoman bagi implementor didalam bertindak. Struktur birokrasi

yang terlalu pajang akan cenderung melemahkan pengawasan dan

menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan

kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi fleksibel.

49
Adapun bagan alur atau kerangka berfikir pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dalam


Meningkatkan Kesejahtraan Masyarakat
Miskin di Kecamatan Tanjung Senang,
Kota Bandar Lampung

1. Komunikasi
2. Sumberdaya
Aspek Pendukung
3. Disposisi
dan Penghambat
4. Struktur Birokrasi
Teori Edward III

Efektifnya Penerapan Kartu Keluarga


Sejahtera (KKS) di Kecamatan Tanjung
Seneng, Kota Bandar Lampung

50
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana implementasi

kabijakan kartu kaluarga sejahtera (KKS), dalam penelitian ini digunakan jenis

penelitian kualitatif dengan metode deskripsi. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam

V. Wiratna Sujarweni, 2014:6) bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa ucapan atau tulisan

dan prilaku orang-orang yang diamati.

Menurut Strauss dan Corbin (didalam V. Wiratna Sujerweni, 2014:19) yang

dimaksud penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan

penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-

prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifkasi (pengukuran), penelitian

kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan

masyarakat, sejarah, tingkah laku, aktivitas social, dan lain-lain.

Sifat penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang mana peneliti akan

mendeskripsikan penelitian ini secara menyeluruh dengan menganalisis

fenomena, peristiwa, sikap, pemikiran dari orang secara individu maupun

kelompok, baik yang diperoleh dari wawancara. Peneliti mendeskripsikan tentang

bagaimana peran aparatur sipil negara dalam memberikan pelayanan administrasi

51
52

kepada masyarakat di kecamatan mataram baru kabupaten lampung timur

dengan maksud memahami realita yang ada.

3.2 Fokus Penelitian

Pada penelitian ini berfokus pada implementasi kebijakan kartu keluarga

sejahtera (KKS) dalam meningkatkan kesejahtaeraan masyarakat miskin di

kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung. Penelitian ini mempunyain

dua tujuan esensial. Tujuan yang pertama yaitu penetapan fokus bertujuan

membatasi studi yang berarti bahwa dengan adanya fokus secara efektif tentunya

mempermudah dalam menetapkan kriteria untuk menjaring informasi yang

diperlukan dalam penelitian.

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah:

a. Implementasi kebijaka Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di kecamatan Tanjung

Senang Kota Bandar Lampung.

b. Aspek pendukung dan penghambat keberhasilan implementasi kebijakan

Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

3.3. Sumber Data


53

Menurut Lofland dan Lofland dalam Moleong (2011: 157) sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah

data tambahan seperti dokumen, dan lain-lain. Sumber data merupakan suatu

benda, hal, atau orang maupun tempat yang dijadikan sebagai acuan peneliti untuk

mengumpulkan data yang diinginkan sesuai dengan masalah dan fokus penelitian.

Jenis data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder.

1. Data Primer

Data Primer Yaitu berupa kata-kata dan tindakan (informan) serta

peristiwa-peristiwa tertentu yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian, dan merupakan hasil pengumpulan peneliti sendiri selama

berada di lokasi penelitian. Data primer merupakan data yang diperoleh

secara langsung dari responden penelitian, baik wawancara maupun

dokumentasi serta catatan lapangan penelitiyang relevan dengan

permasalahan yang diteliti yaitu implementasi kebijakan Kartu Keluarga

Sejahtera (KKS).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Adapun

data-data sekunder yang didapat peneliti adalah data-data dan dokumentasi

yang ada hubungannya dengan implementasi kebijakan Kartu Keluarga

Sejahtera (KKS).

3.4 Teknik Pengumpulan Data


54

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah

mengandalkan pengamatan dan ingatan peneliti. Ada dua indra

vital didalam melakukan observasi yaitu mata dan telinga. Namun,

dalam melakukan pengamatan pada penelitian ini, mata lebih

dominan dibandingkan telinga(Usman dan Setiady, 1996:54).

Melakukan pengamatan langsung di lokasi penelitian dan

pencatatan hal – hal yang terjadi secara sistematis terhadap

fenomena – fenomena atau gejala –gejala yang diteliti. Selain itu

peneliti juga melakukan pencatatan tentang hasil pengammatan atas

gambaran-gambaran yang berkaitan erat dengan masalah yang

diteliti. Hal ini bertujuan untuk mendapat hasil analisis mendalam.

2. Wawancara

Wawancara merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh

data primer. Kegiatan yang dilakuakan untuk memperoleh data

primer tersebut dengan mengajukan pertanyaan dan meminta

penjelasan kepada beberapa pihak yang dapat dianggap mengetahui

masalah yang berhobungan dengan penelitian ini. Metode

wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data yang

bersifat luwes, susunan pertanyaaan dan susunan kata-kata dalam

setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara,termasuk


55

karakteristik sosial budaya (agama, suku, usia, tingkat pendidikan,

pekerjaan,dan seterusnya.) responden yang dihadapi.(Deddy

Mulyana, 2010: 181).

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan

melalui serangkaian kegiatan membaca, mencatat, mengutip dan

menelaah bahan-bahan perpustakaan yaitu berupa karya tulis dari

para ahli yang tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, serta kaitannya dengan permasalahan

yang berkaitan dalam penulisan skripsi ini.

3.4 Subjek Penelitian dan Informan

Dalam penelitian ini subjek penelitiannya adalah para pengelola dan

pelaksanaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) di kecematan Tanjung Senang Kota

Bandar Lampung.

a. Camat Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung;


56

b. Seketaris Kecamatan Tanjung Senang Kota Bandar Lampung;

c. Masyarakat yang menerima bantuan Di Kecamatan Tanjung Senang

Kota Bandar Lampung.

3.5 Teknik Analisi Data

Kegiatan berikutnya setelah terkumpulnya data adalah menganalisis data.

Menurut Bogdan dan Biklendalam (Moleong, 2011:248), analisis data adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menyimpulkannya,

mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahapan analisis data

meliputi antara lain:

1. Reduksi data (Reduction Data)

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemisahan, perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Dalam penelitian

ini, peneliti melakukan reduksi data dengan cara data yang

diperoleh dari lokasi penelitian kemudian akan dituangkan dalam

uraian atau laporan yang lengkap dan terinci. Laporan lapangan

selanjutnya dirangkum,

2. Penyajian data (Data Display)

Penyajian dilakukan untuk memudahkan bagi peneliti untuk

melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari

penelitian. Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi


57

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini

penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian, dan foto atau

gambar sejenisnya.

3. Penarikan kesimpulan (Concluting Drawing)

Dalam hal ini peneliti akan berusaha untuk menganalisis dan

mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering

timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam

kesimpulan yang tentatif. Akan tetapi dengan bertambahnya data

melalui proses verifikasi secara terus-menerus maka akan diperoleh

kesimpulan yang bersifat “grounded”, dengan kata lain setiap

kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian

berlangsung. Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan dilakukan

dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil

penelitian berdasarkan observasi, wawancara serta dokumentasi

hasil penelitian.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan

unuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang

mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan

dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Moleong:2007:320).


58

Teknik keabsahan data adalah cara menyelaraskan antara data yang dilaporkan

penelitian data yang dilaporkan penelitian dengan data yang terjadi pada objek

penelitian. Teknik keabsahan data dilakukan untulk mendapatkan data yang

sahih. Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data dengan cara uji

kredibilitas melalui proses triangulasi. Hasil wawancara observasi dan

dokumentasi dikumpulkan berdasarkan derajat kesamaan informasi, sehingga

data yang diperoleh memiliki keselarasan yang sesuai.

Penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi sumber. Triangulasi sumber

adalah teknik mengiji data dan informasi dengan cara mencari data yang yang

sama dengan informan satu dan lainya. Data dari informan telah

dikomplikasikan dengan hasil dokumentasi yang diperkuat oleh observasi

yang memiliki kesamaan informasi.

3.7 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian ini dilakukan agar

peneliti dapat mengetahui bagaimana keadaan yang sebenarnya terhadap apa

yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini lokasi yang dipilih untuk penelitian

adalah Kecamatan Tanjung Senang. Adapun pertimbangan dalam pemilihan

lokasi adalah dikarenakan Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang

menjalankan Pogram Kartu Keluasrga Sejahtera (KKS).


59

Anda mungkin juga menyukai