Anda di halaman 1dari 18

6

DASAR PROSES PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB 6
TEORI BELAJAR MENGAJAR
MATEMATIKA
6

PETUNJUK
Bab 6 ini membahas tentang Teori Belajar Mengajar Matematika yang meliputi (1) pengertian
Pengertian Teori Belajar Matematika, (2) Teori Pembalajaran Matematika.

Perhatikan 3 butir rumusn tujuan khusus pembelajaran yang berisi informasi kemampuan apa
yang akan anda peroleh dan persyaratan yang harus anda penuhi. Catat dan perhatikan butir-
butir tersebut sebagai sesuatu yang harus anda capai dalam mempelajari sub-bahasan ini.

Pelajari materi bab ini dengan seksama buatlah catatan kecil semacam ringkasan untuk
memudahkan mengingat kembali. Sub bahasan ini merupakan dasar untuk mempelajari
bahasan selanjutnya. Oleh karena itu pahami benar semua konsep dan prinsip, sebelum
melangkah lanjut.

Untuk menambah wawasan anda dalam mempelajari bab 6 ini, anda dapat membaca bab-bab
yang membahas Teori Belajar Mengajar Matematika dalam buku-buku.

1. Wandini, Rora Rizki. 2019. Pembelajaran Matematika untuk Calon Guru MI/ SD. CV.
Widya Puspita Medan
2. Budininsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
3. Shadiq, Fadjar Dkk. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran
Matematika di SD Penulis. Kementerian Pendidikan Nasional Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
4. Lestari, Dewi. 2017. Penerapan Teori Bruner Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di Kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten
Mamuju Utara.
5. Pratiwindyanti. 2013. Penerapan Teori Belajar Dienes Dalam Pembelajaran
Matematika Sekolah Dasar. FIP Universitas Negeri Yogyakarta.
6. Suwangsih , Erna . 2016. Teori Belajar Matemmatika . Pendidikan Matematika
Universitas Pendidikan Indonesia.
7. Purwoko 2015. TeoriBelajar Van Hiele. Universitas Negeri Yogyakarta.
6

TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

Bagian ini membahas tentang Teori Belajar Mengajar Matematika, setelah mempelajari sub
pokok bahasan ini, anda akan memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui pengertian teori belajar matematika.


2. Dapat mengetahui teori yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika.
3. Dapat mengetahui bagaimana implementasinya dalam pembelajaran matematika.
6

BAB 6
A. Pengertian Teori Belajar Matematika
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah berisi
uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta
didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar
yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern menganggap bahwa belajar merupakan
kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut
dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku
sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika seseorang
memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986). Hudoyo (1998)
menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang,
sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan tingkah laku tersebut bergantung
kepada pengalaman seseorang.

B. Teori Pembelajaran Matematika


1. Teori Pembelajaran Piaget dan Implementasinya.
Menrut Fadjar Shadiq, Dkk (2011) Pada umumnya anak SD berumur sekitar 6 atau
7-12 tahun. Menurut Piaget, anak seumur ini berada pada periode operasi konkret.
Periode ini disebut operasi konkret sebab berpikir logikanya didasarkan pada
manipulasi fisik objek-objek konkret. Anak yang masih berada pada periode ini untuk
berpikir abstrak masih membutuhkan bantuan memanipulasi obyek-obyek konkret atau
pengalaman-pengalaman yang langsung dialaminya.
Dalam belajar, menurut Piaget, struktur kognitif yang dimiliki seseorang terjadi
karena proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses mendapatkan
informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan struktur mental yang
sudah dimiliki seseorang. Adapun akomodasi adalah proses menstruktur kembali
mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru. Jadi belajar tidak
hanya menerima informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk
mengakomodasikan informasi dan pengalaman baru. Oleh karena itu, yang perlu
6
diperhatikan pada tahap operasi konkret adalah pembelajaran yang didasarkan pada
benda-benda konkret agar mempermudah anak didik dalam memahami konsep-
konsep matematika.
Misalnya untuk memahami suatu konsep matematika, anak memerlukan bantuan
memanipulasi benda-benda konkret yang relevan sebagai pengalaman langsung.
Contoh untuk memahami konsep penjumlahan bilangan cacah 4+5 anak perlu
mengalami menggabungkan kelompok 4 benda dengan kelompok 5 benda menjadi
satu kelompok baru. Bisa juga melakukan permainan berlagu seperti naik kereta api
atau ular naga panjangnya.

Gabungan dari 2 kelompok menjadi kelompok baru.


Menurut Piaget, perkembangan belajar matematika anaka melalui 4 tahap yaitu
tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak. Pada tahap konkret, kegiatan
yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman langsung atau
memanipulasi objek-objek dengan gambaran dari objek yang dimaksud. Kegiatan yang
dilakukan anak pada tahap semi abstrak memanipulasi atau melihat tanda sebagai
ganti gambar untuk dapat berpikir abstrak. Sedangkan, pada tahap abstrak anak
sudah mampu berpikir secara abstrak dengan melihat lambang atau simbol bisajuga
membaca atau mendengar secara verbal tanpa katran dengan objek-objek konkret.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh pada tahap anak dalam memahami tentang
cara menyajikan 3 + 2 kepada anak yang tahap berpikirnya konkret, semi konkret,
semi abstrak, dan abstrak?
1. Untuk anak-anak yang taraf berpikirnya pada tahap konkret menjelaskan 3 + 2
hendaknya dilakukan dengan menggunakan bantuan benda-benda konkret.
Misalnya, anak-anak kita bawa belajar di kebun. Dalam kebun tersebut diupayakan
adanya benda-benda yang dapat diamati. Misal, di kebun tersebut ada tiga ekor
ayam yang sedang mencari makanan.
Guru : Anak-anak coba lihat ada berapa ekor ayamkah yang kamu lihat di kebun
ini?
6
Siswa : Tiga ekor, Pak.
Guru : Coba lihat, itu ada dua ekor ayam lari menuju kumpulan tiga ayam tadi.
Siswa : Ya, betul Pak.
Guru : Sekarang ada berapa ekor ayamkah di kebun ini?
Siswa : (anak-anak menghitung ayam yang berada di kebun) ada 5 ekor, Pak.
Guru : Menjelaskan bahwa situasi seperti di atas adalah 3 + 2 = 5.
2. Untuk anak yang taraf berpikirnya berada pada tahap semi konkret, menjelaskan 3
+ 2 cukup dengan menggunakan alat peraga benda tiruan. Misalkan, Untuk contoh
pada kegiatan (1) di atas, ayamnya cukup digambarkan pada kertas karton sebagai
berikut:

Guru : Coba hitung banyaknya ayam pada himpunan A?


Siswa : (Menghitung). Ada tiga ayam,
Pak. Guru : Coba hitung ada berapa ayam pada himpunan B? Siswa :
(Menghitung). Ada dua ayam, Pak.
(Guru menjelaskan bahwa ayam pada himpunan A kita gabungkan dengan ayam
pada himpunan B menjadi ayam pada himpunan C).
Guru : Berapa ayamkah yang terdapat pada himpunan C?
Siswa : (Menghitung ayam pada himpunan C). Ada 5 ayam, Pak.
(Guru menjelaskan bahwa situasi seperti di atas adalah 3 + 2 = 5).
3. Untuk anak yang taraf berpikirnya berada pada tahap semi abstrak, menjelaskan 3
+ 2 cukup dengan menyediakan tabulasi pada papan tulis. Misalkan, Untuk contoh
(1) di atas tabulasinya sebagai berikut.

Guru : Coba hitung toli yang terdapat pada himpunan A?


Siswa : Ada tiga, Pak! Guru : Coba hitung toli yang terdapat pada himpunan B?
Siswa : Ada dua, Pak! (Guru menjelaskan bahwa himpunan A digabungkan dengan
himpunan B, menjadi himpunan C).
6
Guru : Berapa buahkan toli pada himpunan C?
Siswa : Ada lima buah, Pak! (Guru menjelaskan situasi di atas adalah 3 + 2 = 5)
4. Untuk anak yang taraf berpikirnya abstrak, menjelaskan 3 + 2 walaupun tanpa
menggunakan alat peraga, anak sudah mampu menjumlahkan bahwa 3 + 2 = 5.

2. Teori Pembelajaran Bruner dan Implementasinya


Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari
hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika.
Menurut Dewi Lestari (2017) Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu
materi menjadikan materi itu mudah dipahami secara lebih komprehensif. Selain itu
anak didik lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola
terstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya
transfer.
Dalam belajar, Bruner hampir selalu memulai dengan memusatkan manipulasi
material. Anak didk harus menemukan keteraturan dengan cara pertama-tama
memanipulasi material yang sudah dimiliki anak didik. Berarti anak didk dalam belajar
haruslah terlibat aktif mentalnya yang dapat diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner
melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga thap perkembangan mental, yaitu:
1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, dalam belajar anak didik menggunakan atau memanipulasi objek-
objek konkret secara langsung. Misalnya, untuk memahami konsep operasi
pengurangan bilangan cacah 8-5, anak memerlukan pengalaman mengambil atau
membuang 5 benda dari sekelompok 8 benda.
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan anak berhubungan dengan mental,
yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak tidak
langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan siswa dalam tahap enaktif,
melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai gambaran dari objek-objek
yang dimaksud.
Misalnya, sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan. Dengan demikian,
topik matematika yang bersifat abstrak ini telah direpresentasikan atau diwujudkan
6
dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati siswa, lalu direpresentasikan
atau diwujudkan dalam gambar atau diagram yang bersifat semi-konkret.

3. Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak
lagi ada kaitannya dengan objek-objek. Anak ini tidak lagi terikat dengan objek-objek
pada tahap sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi
tanpa ketergantugan pada objek riil.

Dari uraian tahapan dalam proses pembelajaran matematika diatas dapat


disimpulkan bahwa proses pembelajaran matematika yang bersifat abstrak ini telah
diturunkan kadar keabstrakannya dengan direpresentasikan atau diwujudkan dalam
bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati siswa, lalu direpresentasikan atau
diwujudkan dalam ikon (seperti ikon komputer) gambar atau diagram yang bersifat
semi-konkret sebelum digunakannya simbol-simbol yang bersifat abstrak.

Dari hasil penelitian Bruner ke sekolah-sekolah, dalam belajar matematikaada


beberapa teori yang berlaku yang disebutnya dengan dalil. Dalil tersebut antara lain
adalah
1) Dalil Penyusunan
Menurut dalil penyusunan, siswa selalu ingin mempunyai kemampuan
menguasai definisi, teorema, konsep dan kemapuan matematis lainnya. Oleh
karena itu, siswa hendaknya dilatih umtuk melakukan penyusunan representasinya.
Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa mencoba dan
melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan penyusunan
konsep tersebut. Jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai
bantuan objek-objek konkret, maka anak lebih mudah untuk memahaminya, dan ide
atau konsep tersebut lebih tahan lama dalam ingatannya. Untuk itu, dalam
pembelajaran konsep matematis, guru hendaknya benar-benar memberi
kesempatan anak untuk melaksanakan tahap enaktif.
Sebagai contoh untuk memperlihatkan perkalian 3 x 5, berarti garis bilangan
meloncat 3x dengan loncatan sejauh 5 satuan, hasil loncatan tersebut diperiksa,
ternyata hasilnya 15. Dengan mengulangi hasil percobaan seperti ini siswa akan
benar-benar memahami dengan pengertian yang dalam, bahwa perkalian dasarnya
6
merupakan penjumlahan berulang. Contoh lain, misalnya untuk memahami
himpunan kosong, siswa dapat merepresentasikan himpunan kosong dengan rumah
kosong, buku kosong atau kantong kosong.

2) Dalil Notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi
memegang peranan yang sangat penting. Penggunaan notasi dalam menyatakan
konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak
didik.
Contoh 1. Notasi untuk menyatakan suatu fungsi f ( x )=x +6, untuk anak SD dapat
digunakan +¿ Δ +5, sedangkan bagi anak sekolah lebih lanjut (SLTP) dapat

digunakan {( ( x , y )| y + x+ 6 ) }.
Contoh 2. Contoh lain, misalnya sebelum menggunakan notasi 2log16, sebaiknya
guru memfasilitasi siswa dengan menentukan atau mencari suatu bilangan yang jika
menjadi pangkat 2 akan menghasilkan 16. Dengan demikian 2log16 = … adalah
identik dengan 16 = 2….
3) Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam melakukan
pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi kosep yang lebih
abstrak. Untuk melakukan itu diperlukan banyak contoh dan beranekaragam,
sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari. Contoh-contoh yang
diberikan hendaknya memenuhi rumusan konsep yang sedang dipelajari. Untuk
dapat lebih memahami karakteristik konsep, juga diperlukan contoh yang tidak
memenuhi rumusan konsep. Misalnya untuk memhami konsep bilangan 2 (dua)
diberi kegiatan membuat kelompok benda-benda yang beranggotakan 2. Selain itu
juga diberi kegiatan membuat kelompok benda yang anggotanya tidak 2 untuk lebih
memahami konsep bilangan 2. Atau memilik kelompok mana yang merupakan
kelompok 2 benda dan kelompok mana yng bukan kelompok 2 benda. Berikut ini
contoh kegiatan yang diberikan pada siswa kelas 1 SD/MI
6

Berilah tanda x pada kelompok yang bukan 2 benda!

4) Dalil Pengaitan
Dalil pengaitan menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan
konsep yang lain mempunyai katan yang erat,baik dari segi isi maupun dari segi
penggunaan rumus-rumus. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi materi yang
lain, atau suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain. Misalnya
dengan pendekatan intuitif-deduktif, rumus isi tabung diperlukan untuk menemukan
rumus isi kerujut. Untuk itu diperlukan alat peraga model sebuah kerucut tanpa
bidang alas yang terbuat dari mika atau karton, dengan syarat tinggi tabung sama
dengan tinggi kerucut dan jari-jari alas tabung sama dengan jari-jari alas kerucut,
dan pasir. Maka anak akan mendapatkan bahwa untuk mengisi tabung dengan pasir
hingga penuh dengan memakai takaran kerucut, diperlukan 3 kali menuangkan pasir
dari kerucut yang penuh pasir kedalam tabung. Secara intuitif anak dapat mengerti
bahwa isi tabung = 3x isi kerucut. Kemudian dengan penalaran deduktif anak diajak
menurunkan rumus isi kerucut dari isi tabung.
6

1
Dari percobaan diatas diperoleh isi tabung ¿ 3 × isi kerucut, atau isi kerucut ¿ × isi
3
kerucut.
Implementasi Teori Brunner
Penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
a. Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan.
b. Bantu siswa belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep.
c. Berikan satu pertanyaan dan biarkan biarkan siswa untuk mencari jawabannya
sendiri.
d. Ajak dan beri semangat siswa belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya.

3. Teori Pembelajaran Dienes


Menurut Pratiwindyanti (2013) Perkembangkan konsep matematika menurut Dienes
dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan
belajarnya berjalan dari yang konkret ke simbolik. Menurut permainan matematika
sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan
anturan secara konkret dan lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika
pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permanan
mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi
dengan baik. Konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-
tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahapan belajar menjadi 6 tahap, yaitu:
6
1. Permainan Bebas (Free Play)
Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak
berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didk diberi kebebasan untuk mengatur benda.
Selama permanan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai belajar
membentuk struktukal mental dan struktukal sikap dalam mempersiapkan diri untuk
memahami konsep. Duru dapat mengarahkan pengetahuan dan mempertajam
konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberikan permainan block logic,
anak didik mula mempelajari onsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya
benda, yang merupakan ciri atau sifatf dari benda yang dimanipulasinya.

2. Permainan yang Disertai Aturan (Games)


Pada periode permainan yang disertau aturan (terstruktur), anak didik
mula meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat atau tidak terdapat dalam
konsep matematika tertentu. Melalui permainan anak mulai mengenal dan
memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Pada tahap ini anak didk juga
sudha mulai mengabstraksikan konsep. Menurut Dienes, untuk membuat konsep
abstrak, anak didik memerlukan sesuatu kegiatan untuk mengumpulkan
bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk menolak yang tidak relevan
dengan pengalaman itu. (hal ini selaras dengan dalil keanekaragaman dan
pengkontrasan dari Bruner).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching For Communities)
Dalam permainan untuk mencari kesamaan sifat, anak mula diarahkan
dalam kegiatan untuk mencari sifat-sifat yang sama dari permainan yang sedang
diikuti. Untuk itu perlu diarahkan pada pentranslasian kesamaan struktur dari
bentuk permainan lain. Translasi yang dilakukan tentu saja tidak boleh
mengubah sifat-sifat abstrak dari permainan semula. Contoh pada kegiatan
permainan block logic, anak-anak dihadapkan pada kelompok persegi dan
6
persegi panjang yeng tebal, mereka akan diminta mengidentifikasi sifat-sifat
yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).

4. Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa
situasi yang sejenis. Para anak didik menentukan representasi dari konsep-
konsep tertentu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak. Anak didik
telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak pada
topik-topik yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan
banyaknya diagonal poligon (misal segi sepuluh) dengan pendekatan induktif
seperti berikut ini.

Bangun bidang datar dan diagonalnya.


5. Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi adalah tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan
simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari
kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang
digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
Banya 3 4 5 6 ..... N
k sisi

Banya 1 1 1 1 1
3 ( 3−3 )=0 ( 4−3 )=2 5 ( 5−3 ) =5 6 ( 6−3 )=9 n ( n−3 )
2 2 2 2 2
k
diago
6
nal

6. Formalisasi (Formalization)
Dalam tahap ini anak didik dituntut menurunkan sifat-sifat konsep dan
kemudian merumuskan sifat-sifat baru rumus tersebut. Contohnya, anak didik
yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma
harus mampu merumuskan suatu toerema berdasarkan aksioma, dalam arti
membuktikan teorema tersebut.
Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama
belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan
materi matematika secara konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan
tepat. Dianes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian
(multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam
material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbgai penyajian materi
(multiple embodiment) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi
konsep.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu waktu anak dihadapkan pada permanan
yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk
membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-
temuannya. Langkah selanjutnya adalah memotivasi anak didik untuk
mengabstraksikan pelajaran tanpa material konkret dengan gambar yang sederhana,
grafik, peta, dan akhirnya memadukan simbol-sibil dengan konsep tersebut.
Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada
anak didik ikut berpatrtisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui
percobaan matemtaika. Proses pembelajaran ini juga lebih melibatkan anak didik pada
kegiatan belajar secacra aktif dari pada hanya sekedar menghapal. Pentingnya
simbolisasi adalah untuk meningkatkan kegiatan matematika ke suatu bidang baru.

4. Teori pembelajaran Skinner


Menurut Erna Suwangsih (2016) Burrush Frederich Skinner menyatakan bahwa
ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar.
Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Danjaran merupakan proses yang
sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif,
6
sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya
kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat
diamati dan diukur. Skinner juga berpendapat bahwa penguatan dibagi atas dua bagian
yaitu, penguatan positif dan penguatan negatif.
Dalam teori belajar Skinner untuk mengemukakan pemahaman siswa tentang
apa yang baru dipelajari, maka setelah terjadinya proses stimulus-respon yang antara
lain berupaya tanya jawab dalam proses pengajaran harus dilanjutkan dengan
memberikan penguatan antara lain berupa latian soal-soal. Dengan demikian teori
belajar yang dominan digunakan dalam implementasi kurikulum matematika 1968
adalah “Teori Belajar Skinner”. Pada tahun 1975, terjadi perubahan yang sangat besar
dalam pengajaran matematika di Indonesia. Berikut akan diberikan contoh penerapan
teori Skinner dalam pembelajaran matematika. Penguatan (reinforcement) dapat
diberikan kepada siswa apabila siswa dalam pembelajaran matematika diminta untuk
menjawab pertanyaan, apabila siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar,
maka siswa berhak memperoleh penguatan, baik itu positif maupun penguatan negatif.
Contoh penguatan positif adalah memuji siswa dengan berkata ‘ya benar’ atau
sebagainya. Sedangkan contoh penguatan negatif yaitu tidak dengan cara
membebankan siswa tugas tambahan, bisa dengan cara diminta untuk maju kedepan
kelas lalu guru dan murid sama sama mencari tahu letak kekeliruan yang dialami
siswa. Hukuman atau (punishment) dapat diberikan kepada siswa yang mengganggu
kegiatan belajar dikelas atau tidak tertib saat belajar.
5. Teori Pembelajaran Van Hiele
Menurut Purwoko (2015) Teori pembelajaran yang dikemukakan oleh Van Hiele
(1964), menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak didik dalam bidang
geometri. Menurut Van Hiele, ada tiga (3) unsur utama dalam pengajaran geometri
yaitu waktu, materi pengajaran, dan meode pengajaran yang diterapkan. Jika ketiga
hal tadi ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir yang
lebih tinggi. Van Hiele juga menyatakan bahwa terdapat tahap belajar anak didik dalam
belajar geomretri, yaitu:
1. Tahap Pengenalan
Dalam tahap ini anak didik mulai belajar mengenal suatu bentuk geometeri
secara keseluruhan, namun belum mampu mengenal adanya sifat-sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang diperlihatkan
6
sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh
kubus tersebut. Kegiatan yang diberikan anak pada tahap ini misalnya mengamati
model bangun-bangun ruang dan menyebutkan nama bangunnya disertai dengan
gambar-gambar bangun ruang. Kemudian mengamati dan menyebutkan bangun-
bangun
di sekitar anak yang sama dengan bangun ruang tertentu, membuat kelompok
benda-benda sekitar siswa yang merupakan bangun ruang tertentu, dan kegiatan
semacamnya.

2. Tahap Analisis
Pada tahap ini anak didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda
geometri yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat
pada benda geomteri tersebut. Misalnya saat dia mengamati kubus, ia telah
mengetahui bahwa kubus terdapat 6 sisi berbentuk persegi yang sama, ada 12
rusuk yang sama panjang, dan 8 titik sudut. Dalam tahap ini anak didik belum
mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda
geometri lainnya. Misalnya, anak didik belum mengetahui bahwa kubus merupakan
balok (yang istimewa).
6

3. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini anak didik sudah mulai mampu melakukan penarikan kesimpulan,
yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum
berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah anak didik pada
tahap ini sudah mampu mengurutkan. Demikian pula dalam pengenalan benda-
benda ruang, anak didik sudah memahami bahwa kubus adalah balik juga. Pola
berpikir anak didik pada tahap ini masih belum menerangkan mengapa diagonal
sutau persegi panjang itu sama panjang.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif yakni
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat
khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur
yang tidak didefinisikan dismaping unsur-unsur yang didefinsikan. Mislanya, anak
didik sudah memahami perlunya aksioma, asumsi, definisi, teorema, bukti dan dalil.
Selain itu pada tahap ini anak sudah mampu mulai menggunakan aksioma atau
postulat yang digunakan dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga
yang sama, dan sebangun, seperti sisi-sudut-sisi, sisi-sisi-sisi, atau sudut-sisi-sudut,
dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulattersebut benar dan
mengapa dapat dijadikan sebagi postulat dalam cara-cara pembuktian dua segitiga
yang sama dan sebangun (kongruen).
5. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan
dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia
mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri
Euclid. Ia mengetahui bahwa dengan dasar aksioma yang berbeda dengan
pernyataan benar untuk suatu hal yang sama akan berbeda pula. Tahap akurasi
merupaka tahap berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak
mengherankan jika ada anak yang belum sampai pada tahap ini.
6

RANGKUMAN
1. Teori Belajar Matematika merupakan terori belajar yang berisi tentang uraian tentang
apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi pada mental peserta didik. Belajar
merupakan kegiatan mental sesesorng sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
2. Teori Pembelajaran Matematika Terdapat 4 Teori, yakni: (1) Teori Pembelajaran Piaget
dan Impementasi, (2) Teori Pembelajaran Brunner dan Implementasi, (3) Teori
Pembelajaran Dienes, (4) Teori Pembelajaran Skinner, dan (5) Teori Pembelajaran Van
Hiele.

Anda mungkin juga menyukai