Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dea Melrisa Agnesia/19180059

Mata Kuliah : Sosiologi Agama

Analisa Weber dalam The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism harus dilihat dalam
konteks keseluruhan usahanya untuk memperlihatkan pengaruh ide-ide yang bersifat independen
dalam perubahan sejarah. Protestan merupakan perangsang yang kuat dalam meningkatkan per-
tumbuhan sistem ekonomi kapitalis dalam tahap-tahap pembentukannya. Pengaruh yang merang-
sang ini dapat dilihat sebagai elective affinity antara tuntutan etis yang berasal dari kepercayaan
protestan dan pola-pola motivasi ekonomi yang perlu untuk pertumbuhan sistem kapitalisme.
baik protestantisme maupun kapitalisme menyangkut pandangan hidup yang rasional dan
sistematis. etika protestan memberi tekanan pada usaha menghindari kemalasan atau kenikmatan
semaunya, dan menekankan kerajinan dalam melaksanakan tugas dalam semua segi kehidupan,
khususnya dalam pekerjaan dan kegiatan ekonomi pada umumnya.perkembangan kapitalisme
modern menuntut untuk membatasi konsumsi supaya uang yang ada itu di investasi kembali dan
untuk pertumbuhan modal, menuntut kesediaan untuk tunduk pada disiplin perencanaan yang
sistematis untuk tujuan-tujuan di masa mendatang bekerja secara teratur dalam suatu pekerjaan
dan sebagainya.

kapitalisme mewakili suatu cara berpikir mengenai pekerjaan dan uang yang pada dasarnya ada-
lah berbeda. Secara tradisional, orang hanya bekerja secukupnya untuk memenuhi keperluan da-
sar mereka bukan mencari surplus untuk diinvestasikan. memiliki tujuan mengakumulasi uang
atau modal dan bukan hanya menggunakannya, merupakan suatu penyimpangan dari sebuah cara
berpikir yang tradisional. orang bahkan mulai menganggap investasi demi laba sebagai suatu
kewajiban yang pada gilirannya akan mereka investasikan lagi untuk mengambil keuntungan
yang lebih besar lagi. Inilah yang disebut Weber dengan semangat kapitalisme.
Agama protestan, terutama beberapa sekte di dalamnya seperti Calvinisme, Puritanisme, Meto-
dhisme, dan beberapa sekte baptis lain, memiliki ciri etika yang sama yang melihat bahwa takdir
manusia baik di dunia maupun di akhirat sangat ditentukan oleh sikap dan perilakunya di dunia.
cara kerja manusia apapun profesinya merupakan panggilan suci sehingga hal itu menimbulkan
dampak kerja yang sungguh-sungguh tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga
mendapat misi suci agar dirinya menjadi pilihan Tuhan.

Weber mengidentifikasikan protestan, khususnya Calvinis sebagai akar kapitalisme, dengan kata
lain, apa yang menginisiasi perkembangan ekonomi ialah revolusi agama, satu diantaranya ialah
relevansi sikap hidup orang yang menang (kaya) dan kalah (miskin).
Weber menunjukan bagaimana semangat kapitalisme dan kenyataanya sangat mendominasi da-
lam kehidupan sosial. Buktinya sangat sederhana, tetapi sangat berpengaruh. Etika protestan
memaksa individu untuk membuktikan pilihannya secara rasional dan secara metodelogis pen-
erapannya dalam kehidupan sehari-hari. Bukti itu sendiri ialah asketis. Meskipun demikian,
bukan karena bekerja tanpa henti, melainkan karena kinerja seseorang yang secara eksplisit
menghindari larangan agama dari pekerjaan yang dilakukan.

Nilai agama termanifestasikan dalam pekerjaan sekuler yang sistematik, konstan, dan kontinu.
Weber mengatakannya sebgai “tahap asketik yang paling tinggi dan pada saat yang sama meru-
pakan bukti yang paling nyata dari keaslian dan regenerasi kepercayaan”. Individu terlarang dari
aktivitas yang di nilai sia-sia, tidak produktif, tamak, atau perilaku lainnya yang mengindikasi-
kan kebejatan moral. Dalam pandangan weber, asketisme menghasilkan kekayaan ekonomi
privat dan merupakan kebalikan dari ketamakan yang murni instinkif dan ketidakadilan. Hal
yang lebih penting jika larangan untuk menonsumsi dikombinasi dengan kebebasan untuk men-
cari keuntungan, secara nyata akan menghasilkan pembentukan modal melalui paksaan untuk
menabung. Weber yakin dengan ini cenderung menguntungkan kelas menengah dengan perilaku
hidup yang secara ekonomi rasional, di mana lahir “manusia ekonomi” modern.

Pada masyarakat kapitalis, agama dijadikan sebagai alat untuk mengeksploitasi buruh. pemilik
modal dalam hal ini menggunakan fatwa-fatwa dari gereja untuk misalnya melegitimasi kerja
lembur malam hari termasuk bagi buruh perempuan titik kaum buruh juga dibuat dengan ideolo-
gi-ideologi yang membius misalnya kerja keras merupakan bentuk pengabdian kepada Tuhan
dan bahwa kekayaan dan kemiskinan merupakan sesuatu yang sudah diatur Tuhan. Kaum buruh
juga dibuai dengan janji akan masuk surga jika mereka ikhlas dengan penderitaan nya di dunia.
Dalam kondisi demikian, marx percaya bahwa agama dapat menjadi penghalang perubahan ka-
rena agama merupakan bentuk kontrol sosial yang menyebabkan kelas buruh berada dalam kon-
disi kesadaran palsu. Dengan demikian, agama mendistorsi realitas, suatu ideologi yang melegit-
imasi ketidak adilan tatanan sosial.
Dalam pandangannya terhadap agama, Marx merupakan sosiolog yang dapat dikategorikan ke
dalam aliran fungsionalisme. Agama dalam pandangan Marx merupakan instrument untuk me-
manipulasi dan menindas kelas subordinat dalam masyarakat. pandangannya ini tidak terlepas
dari teori historis materialisme nya yang melihat masyarakat sebagai suatu moda produksi.
Masyarakat modern merupakan masyarakat kapitalis dimana terjadi konflik antara kelas borjuis
dan kaum proletar. konflik tersebut makin intensif pada masyarakat kapitalisme modern. Pada
masyarakat ini muncul kelas menengah,yakni manajer perusahaan yang berkontribusi menga-
kumulasi kekayaan kaum borjuis. Pada sisi lain, buruh semakin tereksploitasi tenaganya ketika
curahan kerjanya semakin tinggi. Buruh hanya mengandalkan upahnya untuk sekedar hidup.
Marx mengandaikan kondisi seperti ini melahirkan ketegangan dan kesadaran kelas sebagai
prasyarat transisi sosial. Konflik antar kelas tersebut diyakini akan melahirkan revolusi yang
mengubah moda produksi dari kapitalisme menuju sosialisme. Perjuangan kelas buruh dalam hal
ini merupakan motor penggerak sejarah umat manusia.

Anda mungkin juga menyukai