LP Copd
LP Copd
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-faktor risiko
yang terdapat pada penderita antara lain: (5, 7, 8)
a. Pajanan dari partikel antara lain :
Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di negara berkembang.
Perokok aktif dapat meng-alami hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik.
Dilaporkan ada hubung-an antara penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)
dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi di China menghasilkan risiko relative
merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94),
Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan
peningkatan kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya.
Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan mempengaruhi
pertumbuhan paru-paru-nya.
Polusi indoor
memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan
asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi
sampai 35%.
Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah,
tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting
antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-
zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi
dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor
bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya.
Polusi outdoor
polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling kuat
menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan asap pem-bakaran/ pabrik/
tambang.
Bagaimanapun peningkatan relatif kendara-an sepeda motor di jalan raya pada dekade
terakhir ini. saat ini telah meng-khawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota
metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah dimana sebagian besar
rumah tangga di masyarakat menggunakan cara masak tradi-sional dengan minyak tanah dan
kayu bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi kontribusi untuk
PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada perempuan yang tidak merokok
Polusi di tempat kerja
polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan bakteri atau
racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri
(pertambangan, industri besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia
pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan men-capai 19%.
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1
– 3% pada pasien PPOK.
c. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas
akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran pernafasan pada
bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada masa dewasa, dimana ada
hubungan dengan terjadinya PPOK.
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik: Studi pada orang dewasa di
Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98).
Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 – 2,15),
dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02).
3. Klasifikasi(1)
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai
berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran
dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2
tahun berturut-turut.
2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anatomic paru
yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,
muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor,
pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
4. Tingkat Keparahan PPOK
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American Thoracic
Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu
ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita
yang dirinci sebagai berikut :
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala
ringan. Serta pengukuran spirometri menunjuk-kan nilai VEP1 ≥ 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak napas, atau harus
ber-henti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala
berat.
e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas saat
menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat.
Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan fungsional sangat berat serta
mem-butuhkan perawatan teratur dan spesialis respirasi.
6. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan
elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,
kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang
diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat
hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga
disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan
juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan
akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas,
difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).(3)
10. Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan
nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood,
penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara
lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan
bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi
yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali
terlihat.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
Intervensi:
a. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien
membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
c. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi Tujuan:
Perbaikan dalam pertukaran gas
Intervensi keperawatan:
a. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
b. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c. Beriakn obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada
kemungkinan efek sampingnya.
d. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e. Pantau pemberian oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi keperawatan:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.
b. Auskultasi bunyi usus
c. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
g. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya
pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan,
mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan
penghematan energi.
c. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian,
keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
Intervensi keperawatan:
a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi,
tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
a. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada
pasien.
b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
e. Tingkatkan harga diri klien.
f. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.
10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber
informasi.
Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
Intervensi keperawatan:
a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien
tentang penyakit dan perawatannya.
b. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber
kelompok.
Daftar pustaka
Smeltzer, Suzanne C. (2010) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Wibisono, Yusuf. Ilmu penyakit paru. Surabaya. 2011
Doenges, Marilynn E. (2009) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3,
Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf Kronik : Pedoman Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2010
American Thoracic Society.Standards for Diagnosis and care of patient with COPD. Am J
Respir Crit Care Med 1995;152:S77-120
Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus, Kualiti Hidup penderita PPOK, J Respir
Indo vol 25, no 2, April, 2006
Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269-78