Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Memahami Hakikat Manusia dan Impikasinya dalam Dunia Pendidikan”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Pendidikan Karakter dan Nilai Ilahiyah

Dosen Pengampu

Mujibur Rahman, S. Ag. MM

Di susun Oleh :

Kelompol I

- Dedi Setiawan - Gusliana


- Anisa Riski - Inor
- Chintya Johannes - Khairatul Rifqiah
- Embun Anggiena Jailani - Linda Mariyana
- Fitri Handayani

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)

DARUL ULUM KOTABARU

1443 H / 2021
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫ اشهد ان ال‬،‫الحمدهللا رب العلمين و الصّالة والسّالم على سيّدنا وحبيبنا وموالنا مح ّمد صلّي هللا عليه وسلّم‬
‫اله‬.

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam makalah ini
kami akan membahas mengenai “Hakikat Manusia dan Implikasinya dalam Dunia
Pendidikan”.

Makalah ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan
selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Kotabaru, 29 Agustus 2021

Kelompok I

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar--------------------------------------------------------------------------------------------i

Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------------------------------ii

BAB I : PENDAHULUAN-----------------------------------------------------------------------1

A. Latar Belakang----------------------------------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah------------------------------------------------------------------2
C. Tujuan Penulisan-------------------------------------------------------------------2

BAB II : PEMBAHASAN------------------------------------------------------------------------4
A. Hakikat Manusia--------------------------------------------------------------------4
B. Implikasi Terhadap Pendidikan-------------------------------------------------11

BAB III : PENUTUP-------------------------------------------------------------------------------14


A. Kesimpulan------------------------------------------------------------------------14
B. Saran--------------------------------------------------------------------------------14

DAFTAR PUSTAKA----------------------------------------------------------------------------------15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu ciri khusus yang menandai kehidupan manusia adalah
pendidikan, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang berpendidikan.
Karena pendidikan, manusia selalu berkembang dari waktu ke waktu menuju
kepada hidup yang lebih sempurna, sekalipun kesempurnaan itu tidak pernah
akan dapat di capainya.
Pendidikan sebagai suatu proses, selalu melibatkan manusia. Hal
demikian dikarenakan manusia mempunyai peran ganda, pada satu sisi
manusia menjadi objek pendidikan, namun pada sisi lain dia juga berperan
sebagai subjek pendidikan. Pertanyaan yang perlu dimunculkan di sini
adalah: “siapa dan apakah manusia itu?”. Pertanyaan ini sungguh merupakan
pertanyaan yang mendasar, namun hal ini jarang bahkan tak pernah muncul
dalam pikiran kita.
Sudah banyak ilmuawan dari berbagai disiplin ilmu berupaya untuk
menjelaskan pertanyaan tersebut, seperti yang dilakukan oleh Charles
Darwin, John Locke, Rousseau, Montessori. Namun pertanyaan tersebut
belum terjawab secara tuntas dan tidak pernah akan tuntas. Di lain pihak,
pendidikan memerlukan kejelasan tentang hakekat manusia, sehingga
pertanyaan: mengapa manusia dapat dididik, bagaimana manusia dididik, dan
dalam hal apa manusia perlu dididik dapat terjawab.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam makalah ini
sebagai berikut:
1) Apa pengertian hakikat manusia?
2) Apa aspek-aspek hakikat manusia?
3) Bagaimana hakikat manusia dan implikasinya dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisannya sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui pengertian hakikat manusia .

2
2) Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek hakikat manusia.
3) Untuk mengetahui bagaimana hakikat manusia dan implikasinya dalam
dunia pendidikan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT MANUSIA
Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui
segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak hanya
bertanya tentang berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi juga bertanya
tentang dirinya sendiri. Dalam rentang ruang dan waktu, manusia telah dan
selalu berupaya mengetahui dirinya sendiri. Hakikat manusia dipelajari melalui
berbagai pendekatan dan melalu berbagai sudut pandang.
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar
tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Pengertian hakikat
manusia berkenaan dengan “prinsip adanya” (principle de’etre) manusia.
Dengan kata lain, pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan
tentang “sesuatu yang olehnya” manusia memiliki karakteristik khas yang
memiliki sesuatu martabat khusus. Adapun aspek-aspek hakikat manusia antara
lain sebagai berikut:
1. Manusia Sebagai Makhluk Tuhan

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh


Tuhan Yang Maha Esa. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia
merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di
muka bumi ini. Kitab suci menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah
dengan mempergunakan bermacam-macam istilah, seperti Turab, Thien, Shal-
shal, dan Sualalah.

Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran (consciousness) dan


penyadaran diri (self-awarness). Oleh karena itu, manusia adalah subjek yang
menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala
sesuatu yang ada diluar dirinya (objek). Selain itu, manusia bukan saja
mampu berpikir tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar
tentang pemikirannya. Namun, sekalipun manusia menyadari perbedaannya
dengan alam bahwa dalam konteks keseluruhan alam semesta manusia
merupakan bagian daripadanya. Oleh karena itu, selain mempertanyakan asal-

4
usul alam semesta tempat ia berada, manusia pun mempertanyakan asal-usul
keberadaan dirinya sendiri.

Manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa maka


dalam pengalaman hidup manusia terlihat bahkan dapat kita alami sendiri
adanya fenomena kemakhlukan, antara lain berupa pengakuan atas kenyataan
adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia daripada Tuhannya. Manusia
merasakan dirinya begitu kecil dan rendak di hadapan Tuhannya Yang Maha
Besar dan Maha Tinggi. Manusia memiliki keterbatasan dan
ketidakterbatasannya, manusia serba tidak tahu, sedangkan Tuhan serba Maha
Tahu,. Manusia bersifat fana, sedangkan Tuhan bersifat abadi, manusia
merasakan kasih sayang Tuhannya, namun ia pun tahu begitu pedih siksa-
Nya. Semua itu melahirkan rasa cemas dan takut pada diri manusia terhadap
Tuhannya, tetapi di balik itu diiringi pula dengan rasa kagum, rasa hormat,
dan rasa segan karena Tuhannya begitu luhur dan suci. Semua itu menggugah
kesediaan manusia untuk bersujud dan berserah diri kepada penciptanya.
Selain itu, menyadari akan maha kasih sayang Sang Pencipta maka kepada-
Nya manusia berharap dan berdoa. Dengan demikian, di balik adanya rasa
cemas dan takut itu muncul pula adanya harapan yang mengimplikasikan
kesiapan untuk mengambil tindakan dalam hidupnya. Adapun hal tersebut
dapat menimbulkan kejelasan akan tujuan hidupnya, menimbulkan sikap
positif dan familiaritas akan masa depannya, menimbulkan rasa dekat dengan
penciptanya.

2. Manusia Sebagai Makhluk yang Berbadan dan Berjiwa

Semua orang mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk hidup


yang berbadan dan berjiwa. Badan dan jiwa bukanlah dua hal yang saling
terpisah, melainkan merupakan dua dimensi dari satu diri manusia. Seluruh
diri manusia bersifat jasmani dan rohani, sehingga dapat dinyatakan bahwa
badan itu bersifat rohani dan rohani itu bersifat badani. Badan yang menyatu
dengan rohani dan rohani yang menyatu dengan badannya ini membentuk
suatu konsep tentang aku. Jadi, kalau manusia berbicara tentang aku, maka
hal ini menunjuk pada aspek badan dan rohaninya.

5
Manusia dipandang sebagai kesatuan jiwa dan badan mempunyai
implikasi terhadap pendidikan. Pertama-tama kenyataan bahwa badan atau
jasmani merupakan sesuatu yang hakiki sebagai manusia karena ia
merupakan bagian integral dari aku. Hal yang demikian membawa
konsekuensi bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian penting dalam
pendidikan dalam rangka membentuk manusia yang seutuhnya. Teori
pendidikan yang hanya mengabaikan pendidikan jasmani dan hanya
mengutamakan pendidikan intelektual saja, akan menghasilkan pribadi yang
kurang sempurna.

Dikarenakan kejasmanian itu penting, dalam pendidikan juga


mengandung implikasi bahwa dalam proses belajar mengajar panca indera
sebagai dari kejasmanian perlu dilatih untuk bisa digunakan secara seksama.
Agar proses belajar-mengajar dapat membawa hasil baik, azas peragaan perlu
di terapkan dalam pengajaran. Anak perlu dilatih melalui penglihatan,
perabaan, pendengaran dan sebagainya.

Penghargaan terhadap pekerja tangan sebagai bagian integral dari


pendidikan merupakan implikasi dari pentingnya kejasmanian. Dalam
kaitannya dengan ini perlu kita sadari pentingnya sekolah-sekolah kejuruan
yang banyak memberikan keterampilan mengolah tangan kepada siswa-
siwanya.

Uraian diatas baru melihat keutuhan pribasi manusia dari segi


kejasmaniannya dan implikasinya terhadap pendidikan. Maka sekarang kita
lihat dari segi kerohaniannya. Manusia bukan saja makhluk yang berbadan
tetapi juga berjiwa. Hal ini membawa konsekuensi bahwa dalam pendidikan
perlu diusahakan agar peserta didik dapat mengembangkan kemampuan-
kemampuan jiwa yang dimilikinya. Ki Hajar Dewantoro (1977) menyebut
kemampuan-kemampuan jiwa itu dengan istilah tri sakti jiwa, yaitu cipta,
rasa dan karsa. Cipta adalah kemampuan pikir yang bertugas mencari
kebenaran sesuatu. Rasa adalah gerak-gerik hati kita yang menyebabkan hati
kita menjadi senang, sedih, malu atau bangga, benci dan cinta. Karsa
merupakan hawa nafsu kodrati yang sudah diasah oleh pikiran dan diperhalus

6
oleh perasaan. Berkat ketiga kekuatan jiwa ini manusia mampu melakukan
kegiatan-kegiatan yang mengatasi makhluk hidup lain.

Sebagai makhluk yang berbadan dan berjiwa, manusia hidup dalam


ruang dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai
kebutuhan, insting, nafsu, serta mempunyai tujuan. Selain itu, manusia
mempunyai potensi untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan potensi untuk berbuat baik, potensi untu mampu berpikir (cipta),
potensi berperasaan (rasa), potensi berkehendak (karsa), dan memiliiki
potensi untuk berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia memiliki aspek
individualitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan, dan keberagamaan.
Implikasinya maka manusia itu berinteraksi atau berkomunikasi, memiliki
historisitas, dan dinamika.

Sebagai makhluk jasmani, manusia tidak pernah lepas dari dorongan-


dorongan naluriah dan nafsu-nafsunya. Namun karena manusia sekaligus
merupakan makhluk rohani, maka dorongan dan nafsu-nafsu itu dapat diatur
dan dikuasai oleh daya jiwanya. Disinilah letak pentingnya penanaman
disiplin dalam pendidikan. Dalam pendidikan perserta didik perlu dilatih
dengan cara hidup dibawah pengaturan perasaan dan nafsu yang bertanggung
jawab. Dalam hal in pendidikan budi pekerti dalam bentuk pendidikan moral
dan pendidikan agama, baik yang dilakukan di dalam keluarga maupun di
sekolah sangat berperanan. Dari sisi ini Drijarkono (1980) mengartikan
pendidikan sebagai proses mengembangkan kemampuan dan sikap yang
dimiliki oleh manusia (human), sehingga manusia tidak kehilangan citranya
sebagai manusia.

3. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Sosial

Setiap manusia merupakan pribadi yang mempunyai dua dimensi, yaitu


dimensi individual dan sosial. Manusia sebagai individu atau orang
perorangan berarti setiap manusia selalu berbeda dengan yang lainnya. Setiap
manusia merupakan pribadi yang unik. Individualitas manusia ini tampak
dalam kejasmanian yang dapat dipisahkan dengan individu-individu yang
lain.

7
Sebagaimana anda alami bahwa manusia menyadari keberadaan dirinya
sendiri. Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan
individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai pribadi
merupakan kenyataan yang paling riil dalam kesadaran manusia. Sebagai
individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki
perbedaan dengan manusia yang lainnya sehingga bersifat unik dan
merupakan subjek yang otonom.

Sebagai individu, manusia adalah kesatuan yang tak dapat dibagi antara
aspek badani dan rohaninya. Setiap manusia mempunyai perbedaan sehingga
bersifat unik. Perbedaan ini baik berkenaan dengan postur tubuhnya,
kemampuan berpikirnya, minat dan bakatnya, dunianya, serta cita-citanya.
Setiap manusia mampu menempati posisi, berhadapan, menghadapi,
memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap, dan bebas mengambil
tindakan atas tanggung jawabnya sendiri (otonom).

Selain individualitas, sosialitas juga merupakan sesuatu yang hakiki pada


manusia. Manusia baru bisa ada dan berkembang menjadi manusia yang
sebenarnya kalau ia berada dan berhubungan dengan manusia-manusia yang
lain. Hidup manusia sejak awal sudak ditandai dengan ketergantungan kepada
orang lain, termasuk orang tua. Tidak dapat disangkal bahwa keberadaan kita
sebagai manusia di dunia ini merupakan hasil “kerjasama” antara ayah dan
ibu. Hal ini menunjukan bahwa manusia tidak dapat lepas dari orang lain,
yang berarti harus selalu berhubungan dengan orang lain.

Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat) setiap individu


menempati kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap individu
mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, mereka juga
mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya.
Selain adanya kesadaran diri, terdapat pula kesadaran sosial pada manusia.
Melalui hidup dengan sesamanyalah manusia akan dapat mengukuhkan
eksistensinya. Terdapat hubungan pengaruh timbal balik antara individu
dengan masyarakatnya. Manusia takkan menemukan diri, manusia takkan
menyadari individualitasnya, kecuali melalui perantaraan pergaulan sosial

8
Karena setiap manusia merupakan pribadi yang unik, mampu berdiri
sendiri, dan otonom, dalam pendidikan mempunyai implikasi bahwa peserta
didik tidak boleh dipandang sebagai objek pendidikan. Peserta didik harus
dipandang sebagai pelaku utama pendidikan. Dengan demikian pendidikan
yang otoriter yang tercermin dalam bentuk pengajaran yang bersifat teacher
centered tidak lagi sesuai dengan kenyataan individualitas manusia (peserta
didik) dan hanya akan mencetak robot-robot yang tidak memiliki daya
kreativitas.

Memperhatikan individualitas manusia dalam pendidikan, bukan berarti


membuat pendidikan menjadi individualistis dengan menuruti segala
kehendak anak didik, Memberi perhatian pada individualitas peserta didik
berarti melibatkan anak dengan segala bakat, minat dan daya kreativitasnya
dalam proses pendidikan. Pendidikan harus merangsang tumbuhnya daya
cipta, karsa dan cipta. Anak didik jangan dijejali dengan berbagai program
paket yang sudah ditetapkan sebelumnya. Memperhatikan individualitas
peserta didik juga berarti memperhatikan keunikan peserta didik dan tidak
memperlakukan mereka secara massal.

Melihat kenyataan tersebut, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)


sebenarnya merupakan suatu solusi yang pelaksanaannya perlu
disebarluaskan di berbagai jenjang pendidikan. Cara belajar siswa aktif
merupakan pendekatan belajar-mengajar yang bukan saja memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan individualitasnya,
tetapi juga sosialitasnya, sejauh pendekatan tersebut ditangani secara
profesional dan didukung oleh sarana yang cukup memadai.

Yang menjadi persoalan ialah bagaimana mengembangkan individualitas


peserta didik tanpa jatuh ke tangan individualism. Hal yang demikian
menyadarkan kepada kita bahwa pengembangan sosialitasnya. Peserta didik
harus ditolong supaya mereka meyadari bahwa mereka baru dapat
berkembang dalam situasi sosial dimana mereka menjadi salah satu warga
masyarakat.

4. Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya

9
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan,
hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan
manusia sepenuhnya, kebudayaan menyangkut sesuatu yang Nampak dalam
bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan,
bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama kebudayaannya.
Manusia tidak menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya, seperti
misalnya naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya. Yaitu
pekerjaannya, kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat
manusia.

Sebagaimana dinyatakan di atas, kebudayaan memiliki fungsi positif bagi


kemungkinan eksistensi manusia, namun demikian apabila manusia kurang
bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan
kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi manusia.

Kebudayaan tidak bersifat statis, melainkan dinamis. Kodrat dinamika


pada diri manusia mengimplikasikan adanya perubahan dan pembaharuan
kebudayaan. Hal ini tentu saja didukung pula oleh pengaruh kebudayaan
masyarakat atau bangsa lain terhadap kebudayaan masyarakat yang
bersangkutan. Selain itu, mengingat adanya dampak positif dan negatif dari
kebudayaan terhadap manusia, masyarakay kadang-kadang terombang-
ambing di antara dua relasi kecendrungan. Di satu pihak ada yang mau
melestarikan bentuk-bentuk lama (tradisi), sedangkan yang lain terdorong
untuk menciptakan hal-hal baru (inovasi).

5. Manusia Sebagai Makhluk Bebas

Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan. Kebebasan


merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Dalam
gambaran manusia yang besifat personalistik, kebebasan yang dimaksud di
sini adalah kemampuan untuk mengambil sikap terhadap bermacam-macam
peraturan dan pengaruh yang ada. Jadi kebebasan tidak sama dengan tidak
ada keterikatan. Kebebasan seperti itu sering disebut sebagai kebebasan
eksistensial, karena melihat pada eksistensi.

10
Sebagai makhluk yang otonom atau memiliki kebebasan, manusia selalu
dihadapkan pada suatu alternative tindakan yang harus dipilihnya. Adapun
kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan norma-norma moral
dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihanya. Oleh karena manusia
mempunyai kebebasan memilih dan menentukan perbuatannya secara otonom
maka selalu ada penilaian moral atau tuntutan pertanggung-jawaban atas
perbuatannya.

6. Manusia Sebagai Makhluk Beragama

Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial


eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau keyakinan
akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Hal
ini terhadap pada manusia manapun baik dalam rentang waktu maupun dalam
rentang geografis tempat manusia berada. Keberagamaan menyiratkan adanya
pengakuan dan pelaksanaan yang sungguh atas suatu agama. Adapun yang
dimaksud dengan agama ialah keimanan atau keyakinan atas adanya suatu
yang mutlak di luar mansuia, satu sistem tata peribadatan manusia kepada
yang dianggapnya mutlak itu, dan satu sistem norma (tata kaidah) yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dan alam lainnya yang sesuai
dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud di atas.

Seperti telah kita ketahui dari uraian di atas, manusia memiliki potensi
untuk mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di lain
pihak, Tuhan pun telah menurunkan wahyu melalui utusan-utusanNya, dan
telah menggelar tanda-tanda di alam semsesta untuk dipikirkan oleh manusia
agar manusia beriman dan bertakwa kepadaNya. Manusia hidup beragama
karena agama menyangkut masalah-masalah yang besifat mutlak maka
pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang
dianut masing-masing individu. Hal ini baik berkenaan dengan sistem
keyakinannya, sistem peribadatan maupun pelaksaan tata kaidah yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan
manusia serta hubungan manusia dengan alam.

B. IMPLKASI TERHADAP PENDIDIKAN

11
Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal
ini menjelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang terencana,
yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta
didik. Potensi yang dimiliki setiap peserta didik tentu berbeda-beda, yang
nantinya adalah tugas seorang pendidik untuk mampu melihat dan mengasah
potensi-potensi yang dimiliki peserta didiknya sehingga mampu berkembang
menjadi manusia berguna bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan
mempunyai tugas untuk menghasilkan generasi yang baik, manusia-manusia
yang lebih berbudaya, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian
yang lebih baik. Tujuan pendidikan disuatu Negara akan berbeda dengan
tujuan pendidikan di Negara lainnya, sesuai dengan dasar Negara, falsafah
hidup bangsa, dan ideology Negara tersebut

Pendidikan secara sederhana dikatakan sebagai sebuah proses


“memanusiakan manusia”. Manusia adalah inti dari sebuah proses
pendidikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah obyek dan
sekaligus pelaku pendidikan. Sebab itu sejauh mana pendidikan itu
diformulasikan dan diimplementasikan harus selalu disandarkan pada
konsepsi tentang hakekat manusia. Merumuskan dan mengembangkan
tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode, kurikulum, evaluasi
pendidikan, dan seterusnya harus selalu dikonsultasikan pada filsafat dan
pemahaman tentang hakekat manusia itu sendiri.

Pendidikan mempunyai peranan sangat penting dalam keseluruhan


aspek kehidupan manusia, hal itu disebabkan karena pendidikan
berpengaruh langsung terhadap perkembangan seluruh aspek kepribadian
manusia, di mana pendidikan adalah sebuah proses yang bertujuan
‘memanusiakan manusia’, Manusia sangat memerlukan pendidikan untuk
kelangsungan hidupnya. Fungsi pendidikan adalah mengupayakan
penumbuhan potensi dasar yang dimiliki anak didik, memelihara,

12
mengembangkan serta meningkatkan budaya dan lingkungan, serta
membantu manusia dalam mengoptimalkan hasil interaksi potensi yang
dimilikinya dengan budaya yang berkembang sehingga tercipta kepribadian
yang utama.

Manusia dan pendidikan merupakan hal yang  betekerkaitan satu


sama lain, di tinjau dari pendekatan filsafat pendidikan barat dikenal 3 aliran
utama yang membahas hubungan antara manusia dan pendidikan, yakni
aliran nativisme yang mana menyatakan bahwa manusia alam natur(potensi)
bawaan manusia yang dominan dalam pendidikan, beda dengan empirisme
yang dipelopori oleh John Locke ia berpendapat bahwa pengalaman dan
lingkungan yang dominan, convergensi sebagai aliran penengah yang mana
perpaduan antara faktor bawaan dan lingkungan yang menentukan
perkembangan faktor bakat dan pendidikan. Mereka menilai bahwa fator
pendidikan berperan  penting dalam menentukan perkembangan manusia
mengacu pada istilah-istilah baku tentang konsep manusia. Seorang pakar
pendidikan Belanda M,J.Langeveld menyebut manusia itu adalah mahluk
alternatif yang harus dididik dan dapat dididik. 

Alat-alat potensial d an berbagai potensi dasar atau fitrah manusia


tersebut harus ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui
proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan atau
kemerdekaan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat potensial dan potensi
dasar tersebut. Namun dalam perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari
adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang biasa disebut
dengan takdir (keharusan universal atau kepastian umum sebagai batas akhir
dari ikhtiar manusia dalam kehidupannya didunia). Disamping itu
pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu
juga dipengaruhi oleh faktor-faktor heriditas, lingkungan alam dan geografis,
lingkungan sosio-cultural, sejarah dan faktor-faktor temporal. Sebab itu
pendidikan yang dilakukan harus juga melihat faktor lingkungan di samping
faktor-faktor lain seperti faktor tujuan, pendidik, peserta didik, dan alat
pendidikan. Semuanya saling berkaitan dan mempengaruhi antara satu faktor
dengan faktor lainnya.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hakikat manusia adalah makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat
menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Individu
yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial. Manusia yang mampu mengarahkan dirinya ketujuan
yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya. Individu yang
dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan
ketakterdugaan dengan potensi yang terbatas. Makhluk Tuhan yang berarti ia
adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat. Individu yang
sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak dapat berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup
di dalam lingkungan sosial.
Pendidikan dapat didefinisikan sebagai humanisasi atau upaya
memanusiakan manusi, yatiu suatu upaya membantu manusia untuk dapat
bereksistensi sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Manusia menjadi
manusia yang sebenarnya jika ia mampu merealisasikan hakikatnya secara total
maka pendidikan hendaknya merupakan upaya yang dilaksanakan secara sadar

14
dengan bertitik tolak pada asumsi tentang hakikat manusia. Hidup bagi
manusia bukan sekadar hidup sebagaimana hidupnya tumbuhan atau hewan,
melainkan hidup sebagai manusia.

B. Saran

Saran dari kami adalah agar bisa mengaplikasikan esensi dari pembahasan
diatas dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga kami mohon maaf bila ada
kesalahan dalam penuslisan makalah ini, selebihnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
Dahler, Franz (1988), Awal dan Tujuan Manusia, kanisius, Yogyakarta.
Ki Hajar Dewantara (1977), Tentang Pendidikan, Majelis Luhur Taman Siswa,
Yogyakarta.
www.in-malang.ac.id, “hakikat manusia, hakikat manusia dan implikasinya dalam
pendidikan”, http://www.uin-malang.ac.id/blog/post/read/131101/hakekat
manusia-dan-implikasinya-dalam-pendidikan.html

Osf.io, ‘’hakikat manusia,’’ hakikat manusia dalam mendidik diri dan


pedidikan, https://osf.io/gcrph/#:~:text=Description%3A%20Hakikat
%20manusia%20adalah%20sebagai,manusia%20dan
%20eksistensinya%20di%20dunia.&text=Pendidikan%20sebagai
%20proses%20untuk%20mengubah,yang%20ada%20di%20luar
%20dirinya

15

Anda mungkin juga menyukai