Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

Tentang

KEDUDUKAN MANUSIA SEBAGAI SUBJEK PENDIDIKAN

Dosen Pengampu:

Drs. Zelhendri Zen, M.Pd

Disusun Oleh

Kelompok 2:

1. Ade Ary Ani Manurung (20129249)

2. Alessiya (20022001)

3. Anisa Putri Juliana (20022003)

4. Atika Isharifa (20129113)

5. Awang Muhammad Ashabus Sunan (19006010)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Rahmat dan
keselamatan semoga senantiasa di limpahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga hari pembalasan kelak. Dan tak
lupa kami bersyukur atas tersusunnya makalah kami yang berjudul “Kedudukan Manusia
sebagai Subjek Pendidikan” ini dengan baik.

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya ilmu
pengetahuan kita semua, dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan .Dengan
terselesaikannya makalah ini, maka tidak lupa pula mengucapkan terimakasih kepada pihak
yang berperan dalam membantu penyusunan makalah ini hingga selesai seperti ini.

Selanjutnya kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:


1. Bapak Drs. Zelhendri Zen, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah filsafat
pendidikan yang telah memberikan kami motivasi sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu
2. Teman-teman yang tidak bisa kai sebutkan satu persatu yang telah memberikan saran dan
masukan untuk kesempurnaan makalah ini.

Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini
sebagai akibat dari keterbatasan dari ilmu pengetahuan kami. Akhir kata kami mengharapkan
adanya kritik dan saran atas kekurangan kami dalam penyusunan makalah ini, dan semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.

Padang, 20 Oktober 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................

DAFTAR ISI................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................................................

B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................

A. Manusia sebagai Makhluk Pendidikan .........................................................................

B. Dunia Manusia sebagai Dunia Terbuka .......................................................................

C. Manusia sebagai Makhluk yang Dapat dan Perlu Pendidikan ..................................

D. Batas-batas Pendidikan ..................................................................................................

BAB III PENUTUP .....................................................................................................................

A. Kesimpulan ......................................................................................................................

B. Saran ................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti kita ketahui manusia adalah makhluk yang perlu dididik dan bisa mendidik.
Didalam makalah ini dapat kita ketahui kenapa manusia perlu bantuan, sejak lahir manusia
sangat lemah, itu di perlukan bantuan untuk kuat dengan cara mengajar hal- hal yang
bermanfaat. Manusia sebagai makhluk terbuka, kasih sayang dan kepercayaan untuk
memberikan bantuan dalam melangsungkan kehidupan anak, disini peran orangtua sangat
besar, adalah proses inilah dia menentukan kepribadian, arah hidup, corak, dan tujuan
hidupnya karena tidak disodorkan alat yang siap dipakai. Manusia sebagai makhluk yang
perlu dan dapat dididik. Manusia dapat mendidik yang menjadi objek tidak begitu saja mau
menerima apa yang di berikan kepadanya dan juga kerjasama degnan objek kegitan itu dan
lingkungan pendidikan itu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk pendidikan?


2. Apa yang dimaksud dengan dunia manusia adalah dunia terbuka?
3. Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk yang perlu dan dapat dididik?
4. Apa saja batasan-batasan pendididikan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud dari manusia sebagai makhluk pendidikan
2. Untuk mengetahui dunia manusia sebagai dunia terbuka
3. Untuk mengetahui maksud dari manusia sebagai makhluk yang perlu dan dapat dididik
4. Untuk mengetahui apa saja batasan-batasan pendidikan tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

A. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK PENDIDIKAN


Manusia Sebagai Makhluk Pendidika adalah manusia sebagai Makhluk yang Perlu
Bantuan. Pada saat dilahirkan manusia berada dalam keadaan “tidak berdaya”, ia belum bisa
berdiri, berjalan, mencari makan sendiri dan sebagainya.pada saat dia dilahirkan, untuk dapat
mempertahankan hidupnya saja ia memiliki ketergantungan dan betapa ia memerlukan
bantuan dari ibu dan ayahnya atau dari orang dewasa lainnya. Demikian pula dalam rentang
waktu tertentu dalam perjalanan hidupnya lebih lanjut, banyak tantangan dan masalah yang
harus dihadapi dan harus dapat ia selesaikan.
Sejak kelahirannya, anak manusia memang telah dibekali insting nafsu dan berbagai
potesi untuk dapat menjadi manusia atau untuk dapat menjadi dewasa. Manusia memiliki
potensi untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan potensi untuk
berbuat baik, namun disamping itu karena hawa nafsunya ia pun memiliki potensi untuk
berbuat jahat.
Bebagai potensi yang dimiliki manusia tidak otomatis mewujudkan dalam perkembangan
anak manusia setelah ia dilahirkan untuk dapat mewujudkan semua potensinya itu, anak
manusia mempunyai ketergantungan keada orang lewat sebelum kedewasaanya, anak
manusia memerlukan bantuan orang dewasa dalam rentang waktu yang cukup lama.
Setelah dewasa kehidupan manusia menunjukkan keragaman dalam memenuhi kebutuhan
primernya, karrena saat dilahirkan manusia tidak memiliki spesialisasi itu diperolehnya
setelah ia lahir.

B. DUNIA MANUSIA SEBAGAI DUNIA TERBUKA


Untuk memenuhi kebutuhannya teori retardasi dan bolk membatasi perbedan manusia dan
hewan:
1. Inisiatif dan daya kreasi manusia
2. Kemampuan untuk merealisasikan kehidupannya
3. Kesadaran manusia akan lingkungannya
4. Keterarahan kehidupan manusia kepada lingkungannya
5. Kesadaran manusia dan tugasnya dalam lingkungan hidupnya.

Mengenai perbuatan manusia dan lingkungannya terdapat dua pandanagan ekstrim yang
saling berlawanan:
1. Pandangan Leibniz Teoi Monade
Yang memandang pribadi aktif dalam hidup, tanpa mendapat pengaruh dari luar.
Sehingga manusia merupakan penyebab, bukan akibat dan lingkungannya.
2. Pandangan Epifenomenalis
Yang menganggap pribadi hanyalah efek atau akibat dan sistem perserapan yang tidak
berdaya sama sekali. Kalau pandanagan itu tidak dapat diterima karena manusia sekaligus
sebagai akibat dan penyebab, cuaca maupun efek pasif maupun aktif terhadap lingkungan,
ia mampu untuk memilih dan berinisiatif, akan tetapi eksistensinya tidak dapat dilepaskan
dan lingkungannya (Brightman).

Beberapa pendapat para ahli tentang manusia.


1. Manusia bukan benda. Manusia adalah dialog, sehingga ia selalu ada dalam pertautan
dengan lingkungannnya dan kita hanya dapat mnemukannya dalam keadaan seutuhnya
manakala ia berada dalam situasinya. Kan tetapi sebaliknya, setiap peukisan situasi
kongkrit selalu menunjuk kepada orang yang menghuninya. (V.D. Berg)
2. Manusia tidak merupakan suatu yang selesai, melainkan yang harus digarapnya manusia
menghayati dunianya sebagai penugasan. (Vloemans)
3. Manusia mendunia dalam dunianya manusia bukan makhluk yang polos, manusia adalah
makhluk terarah. Terarah pada lingkungan, terarah pada Tuhan, kepada benda-benda
sekitar, kepada sesame manusia, kepada dirinya sendiri, kepada dunia dan dunia tiadalah
tertutup baginya (Dr Drijarkaa).

C. MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK YANG DAPAT DAN PERLU DI DIDIK


Dapat kita jelaskan bahwa eksistensi manusia bersifat terbuka, artinya bahwa manusia
adalah makhluk yang belum selesai mengadakan dirinya sendiri. Dengan demikian, manusia
berada dalam perjalanan hidup, dalam perkembangan dan mengembangkan diri. Ia adalah
manusia tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan dirinya sendiri.
Bersamaan dengan hal di atas, dalam eksistensinya manusia mengemban tugas untuk
menjadi manusia ideal, yaitu manusia dewasa. Sosok manusia ideal atau manusia dewasa
merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang seharusnya. Sebab itu, sosok
manusia ideal atau kedewasaan tersebut belum terwujudkan, melainkan harus diupayakan
untuk diwujudkan.
Keharusan manusia adalah menjadi manusia atau mencapai kedewasaan, tetapi secara
factual perkembangan manusia bersifat terbuka atau serba mungkin, mungkin menjadi
manusia, mungkin kurang menjadi manusia bahkan mungkin tidak menjadi manusia. Bagi
anak manusia, insting, nafsu, dan semua potensi yang dibawanya sejak lahir belum
mencukupi untuk dapat mengatasi semua masalah dan tantangan dalam hidupnya. Berbagai
kompetensi/kemampuan sebagai perwujudan berbagai potensinya yang seharusnya dimiliki
manusia tidak dibawa sejak ke-lahirannya, melainkan harus diperoleh setelah kelahirannya
dalam perkembangan menuju kedewasaan.
Di satu pihak, berbagai kompetensi/kemampuan tersebut diperoleh manusia melalui upaya
bantuan dari pihak lain. Mungkin dalam bentuk pengasuhan, pengajaran, latihan, bimbingan,
dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat dirangkum dalam istilah pendidikan. Di
pihak lain, manusia yang bersangkutan juga harus belajar atau harus mendidik diri.
Mengapa manusia harus mendidik diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus
mengadakan/menjadikan diri itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Sebaik dan sekuat
apa pun upaya yang diberikan pihak lain (pendidik) kepada seseorang (anak didik) untuk
membantunya menjadi manusia atau untuk mencapai kedewasaan, tetapi apabila seseorang
tersebut (anak didik) tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan
memberikan kontribusi bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi manusia atau
menjadi manusia dewasa. Lebih dari itu, jika sejak kelahirannya perkembangan dan
pengembangan kehidupan manusia diserahkan kepada dirinya masing-masing tanpa dididik
oleh orang lain dan tanpa upaya mendidik diri dari pihak manusia yang bersangkutan,
kemungkinannya ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.
Berkenaan dengan perlunya manusia mendidik diri, simaklah wejangan Plotinos
(meninggal tahun 270 M) berikut ini: “Menyendirilah dan lihat. Dan jika kamu temui dirimu
belum lagi elok, bertindaklah bagaikan pencipta sebuah patung yang akan diperindah; ia
memangkas di sini dan menorah di sana. Memperingan garis ini dan memurnikan garis
lainnya lagi, hingga sebuah patung yang molek tampil atas karyanya. Lakukanlah pula
seperti itu;…. Janganlah sekali-kali berhenti memahat patungmu….” (E.F. Schumacher,
1980:77)
Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia,
tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia perlu dididik
dan mendidik diri. “Manusia dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan”, demikian
kesimpulan Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Pernyataan
tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Lavengeld yang memberikan identitas kepada
manusia dengan sebutan “Animal Educandum” atau hewan yang perlu dididik dan mendidik
diri (M.J. Lavengeld, 1980).
Kita dapat mengidentifikasikan empat prinsip antropologis yang menjadi alasan bahwa
manusia dapat dididik. Keempat prinsip yang dimaksud adalah:
1. Manusia belum selesai mengadakan dirinya sendiri.
2. Keharusan manusia untuk menjadi manusia dewasa.
3. Perkembangan Manusia bersifat terbuka.
4. Manusia sebagai makhluk yang lahir tak berdaya, memiliki ketergantungan dan
memerlukan bantuan.

Manusia sebagai Makhluk yang Dapat Dididik


M.J. Langeveld (1980) memberikan identitas kepada manusia sebagai “Animal
Educabile” atau hewan yang dapat dididik. Dengan mengacu kepada asumsi bahwa manusia
akan dapat dididik diharapkan kita menjadi sabar dan tabah dalam melaksankan pendidikan.
Andaikan saja kita telah melaksanakan upaya pendidikan, sementara peserta didik belum
dapat mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, kita seyogyanya tetap sabar dan tabah
untuk tetap mendidiknya. Dalam konteks ini, kita justru perlu melakukan introspeksi diri,
barangkali saja terjadi kesalahan-kesalahan yang kita lakukan dalam upaya pendidikan
tersebut, sehingga peserta didik terhambat dalam mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan.
Pendidikan bertujuan agar seseorang menjadi manusia ideal atau manusia dewasa. Sosok
manusia ideal tersebut antara lain adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
YME, bermoral/berakhlak mulia, cerdas, berperasaan, berkemauan, mampu berkarya, dst.
Telah kita pahami melalui uraian di muka bahwa manusia dibekali Tuhan dengan berbagai
potensi, yaitu: potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, potensi untuk
mampu berbuat baik, potensi cipta, rasa, karsa dan potensi karya. Terdapat hubungan yang
sesuai (matching) antara berbagai potensi yang dimiliki manusia untuk dapat menjadi
manusia (dewasa) dengan keharusan manusia untuk mencapai kedewasaan. Kita dapat
memprediksi apa yang akan terjadi apabila satu pihak manusia dituntut harus menjadi
manusia dewasa, sementara ia tidak memiliki potensi untuk itu. Sebab itu dapat kita pahami,
manausia akan dapat dididik untuk menjadi dewasa karena ia memiliki potensi untuk
menjadi dewasa.
N. Drijarkara S.J. (1986) menyatakn bahwa manusia mempunyai atau berupa dinamika
(manusia sebagai dinamika), artinya manusia tidak pernah berhenti, selalu dalam keaktifan,
baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Dinamika mempunyai arah horizontal (ke
arah sesama dan dunia) maupun arah transcendental (ke arah Yang Mutlak). Adapun
dinamika itu adalah untuk penyempurnaan diri baik dalam hubungannya dengan sesama,
dunia dan Tuhan. Ditinjau dari sudut pendidik, pendidikan diupayakan dalam rangka
membantu atau membimbing manusia (anak didik) agar menjadi manusia ideal (manusia
dewasa). Di pihak lain, manusia (anak didik) itu sendiri memiliki dinamika untuk menjadi
manusia ideal (manusia ideal). Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun
spiritualanya. Ia selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah
ada atau yang telah dicapainya. Ia berupaya untuk mengaktualisasikan diri agar menjadi
manusia ideal, baik dalam rangka interaktif/komunikasinya secara horizontal maupun
vertical. Karena itu dinamika manusia mengimplikasikan bahwa ia akan dapat dididik.
Praktek pendidikan merupakan upaya pendidik dalam membimbing manusia (anak didik)
yang antara lain diarahkan agar ia mampu menjadi dirinya sendiri (menjadi
seseorang/pribadi) atau menjadi orang dewasa sesuai dengan pilihan/cita-citanya sendiri. Di
pihak lain, manusia (peserta didik) adalah individu yang memiliki kedirisendirian
(subyektivitas), bebas dan aktif berupaya untuk menjadi dirinya sendiri atau untuk menjadi
manusia dewasa sesuai dengan pilihan/cita-citanya. Sebab itu, individualitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
Pendidikan hakikatnya berlangsung dalam pergaulan (interaksi/komunikasi) antar sesama
manusia (antara pendidik dengan anak didik). Melalui pergaulan tersebut pengaruh
pendidikan disampaikan oleh pendidik dan diterima oleh peserta didik. Manusia (anak didik)
hakikatnya adalah makhluk sosial, ia hidup bersama dengan sesamanya. Dalam kehidupan
bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik di mana setiap
individu akan menerima pengaruh dari individu yang lainnya. Sebab itu, maka sosialitas
mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
Pendidikan bersifat normatif, artinya dilaksanakan berdasarkan sistem norma dan nilai
tertentu. Pendidikan bertujuan agar manusia berakhlak mulia; agar manusia berperilaku
sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang bersumber dari agama, masyarakat dan
budayanya. Di pihak lain, manusia berdimensi moralitas, manusia mampu membedakan
yang baik dan yang jahat. Sebab itu, dimensi moralitas mengimplikasikan bahwa manusia
akan dapat dididik. Mengacu kepada prinsip tersebut maka di sini dapat dinyatakan bahwa
tidak ada pendidikan untuk hewan. Hewan tidak akan dapat dididik karena bukan makhluk
bermoral atau tidak memiliki dimensi moralitas. Hewan tidak dapat membedakan antara baik
dan jahat.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditemukan lima prinsip antropologis yang melandasi
kemungkinan manusia akan dapat dididik, yaitu:
1) Prinsip potensialitas.
2) Prinsip dinamika.
3) Prinsip individualitas.
4) Prinsip sosialitas.
5) Prinsip moralitas

D. BATAS-BATAS PENDIDIKAN
Masalah Batas Pendidikan. Sebagaimana dikemukakan oleh M.I. Soelaeman (1988:42-51)
mengenai batas-batas pendidikan ini terdapat 2 permasalahan, yaitu:
1. batas pendidikan
2. batas kemungkinan untuk mendapatkan pendidikan atau untuk dididik. Sebelum
membahasnya lebih lanjut, perlu disepakati dulu tentang makna pendidikan. Dalam
konteks ini pendidikan adalah upaya sengaja yang dilakukan orang dewasa untuk
membantu atau membimbing anak atau orang yang belum dewasa agar mencapai
kedewasaannya. Inilah acuan kita untuk membahas batas-batas pendidikan.
Jenis Batas Pendidikan. Batas pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) batas bawah pendidikan,
2) batas atas pendidikan,
3) batas pendidikan berkenaan dengan pribadi anak didik. Adapun batas kemungkinan
dididik berkenaan dengan konsep atau teori mengenai bakat (potensi) dan
perkembangannya.

Batas Bawah dan Batas Atas Pendidikan. Batas bawah pendidikan atau saat pendidikan
dapat mulai berlangsung adalah ketika anak didik mengenal kewibawaan yaitu kurang lebih
sekitar 3,5 tahun. Adapun batas atas pendidikan atau kapan pendidikan berakhir, yaitu ketika
tujuan pendidikan telah tercapai atau ketika anak mencapai kedewasaan. Batas pendidikan
sehubungan dengan tujuan, tercapainya manakala tujuannya telah digariskan semula telah
tercapai. Batas dalam arti ini menjadi penting artinya apabila kita bersangkutan dengan
berbagai tujuan pendidikan. Misalnya dalam usaha mencapai tujuan sementara-agar anak
pandai makan dengan menggunakan sendok dan garpu-makna batas pendidikan tersebut
dicapai manakala anak telah mampu makan dengan menggunakan sendok dan garpu. Dan
contoh-contoh lainnya.
Batas pendidikan berhubungan dengan pribadi anak didik. Praktek pendidikan hendaknya
dilaksanakan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan anak didik. Pendidik dalam
melaksanakan peranan-peranannya hendaknya tetap menghormati pribadi anak didik. Jangan
sampai pendidik mengorbankan pribadi anak didik. Contoh: Pendidikan yang keras dimana
pendidik menggunakan hukuman badan yang keras dapat menjurus kepada pengabaian
pribadi anak didik, sehingga anak didik nyaris diperlakukan sebagai hewan. Sebaliknya,
pendidikan yang memperlakukan dan bertindak terhadap anak didiknya seperti terhadap
orang dewasa, atas dasar pandangan bahwa anak itu adalah orang dewasa dalam bentuk mini,
sudah dekat pada batas-batas pendidikan dalam artian ini. Semua itu jelas berkaitan dengan
apa yang disebut keanakan (kewajaran anak). Lavengeld (1980:34) pernah mengingatkan
bahwa “pergaulan yang tidak menghormati keanakan itu menunjukkan kekurangan dan
ketidaksempurnaan pedagogis”.
Batas kemungkinan dididik. Diyakini bahwa manusia dilahirkan membawa berbagai
potensi atau bakat. Pendidikan tidak berurusan dengan pengadaan potensi atau bakat. Batas
pendidikan hanya berurusan dengan potensi atau bakat mana yang harus dikembangkan,
bagaimana cara mengembangkannya, dan sejauhmana potensi atau bakat yang ada pada diri
anak didik telah dikembangkan. Selain itu, batas kemungkinan dididik berhubungan dengan
jenis kelamin anak didik. Anak lahir dengan kelamin laki-laki atau perempuan bukan
merupakan urusan pendidikan, urusan pendidikan adalah bagaimana mengembangkan anak
laki-laki menjadi laki-laki dan anak perempuan menjadi perempuan.
Batas pendidikan bersifat individual. Mengingat jenis kelamin dan bakat setiap anak
berbeda-beda, implikasinya bahwa dalam hal ini batas pendidikan bagi setiap anak
kemungkinannya berbeda-beda pula. Batas pendidikan tidak dapat disamaratakan untuk anak
yang satu dengan anak yang lainnya.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Manusia sebagai Makhluk Pendidikan
Manusia dikatakan sebagai makhluk pendidikan karena dia memiliki berbagai potensi,
seperti potensi akal, potensi hati, potensi jasmani, dan juga potensi rohani. Dapat dikatakan
bahwa proses pendidikan adalah proses pembelajaran,tentu saja pembelajaran sebagai
sebuah harus didesain oleh guru agar penyelenggaraannya dapat mengantarkan peserta
didik meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Dunia Manusia Sebagai Dunia saling mengisi dan membimbing tidak dirasak sebagai suatu
yang rumit dan sulit, orang tua merasa bertanggung jawab, kasih sayang dan kepercayaan
untuk memberian bantuan kepadanay dalam rangaka memungkinkan kelangsunga
kehidupanya, karena anak itu dalah anaknya, sedangakan anak merasa wajar perlu
bantuannya dipenuhi oleh orangatuanya.
3. Manusia Sebagai Makhluk Yang Dapat dan Perlu di Didik
Yang menjadi objek kegiatan tidak begitu saja mau menerima apa yang dididikkan
kepadanya.suatu kegiatan yang keberhasilannya tercapai tidak semata-mata karena kegiatan
itu sendiri, melainkan dengan kerjasama dengan objek keigatan itu . suatu kegiatan yang
bahkan arah dan tujuannnya turut ditentukan oleh objek kegiatan itu. Pendidik dan anak
didik saling mengisi dan mengimbangi . pendidikan adalah pemberian bantuan pada anak
dalam rangka mencapai kedewasaannya.
4. Batas- Batas Pendidikan
a. Batas-batas pendidikan pada pesertadidik
b. Batas-batas pendidikan padapendidik
c. Batas-batas pendidikan dalam lingkungan dan saranapendidikan

B. KRITIK DAN SARAN


1. KRITIK
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini saya sangat banyak menemukan
kesulitan untuk itu saya mengharapkan kritik yang sifatnya membangun bagi saya untuk
kedepannya, seperti kita ketahui bahwa pepatah mengatakan „‟ tak ada gading yang tak
retak.‟‟

2. SARAN
a. Dengan mempelajari manusia sebagai makhluk pendidik kita sebagai mahasiswa atau
pun sebagai calon pendidik diharapkan bisa menerapkan bagaimana seharusnya
mendidikan manusia ataupun diri sendiri agar menjadi manusia seutuhnya.
b. Manusia tampil dari corak kehidupan yang beragam dan berasal dari latar belakang yang
berbeda untuk itu dengan mempelajari hal ini bisa menyesuaikan diri sengan manusia
lainnya.

c. Karena manusian itu unik, kebutuhan yang beragam, dengan mempelajari hal ini
manusia bisa beritegrasi dengan lingkungan nya dalam menjalankan kehidupan dan
mencapai tujuan dari kehidupan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Putri, Ika. (2012). Manusia dan hakikatnya. [Online]. Tersedia:


http://ikaput.blogspot.com/2012/06/makalah-pengantar-ilmu-pendidikan_06.html Di
Akses Pada 17 Oktober 2021.

Rahmawati, irma. (2011). Manusia sebagai Makhluk Pendidikan. [Online]. Tersedia:


http://pendidikanl.blogspot.com/2011/09/manusia-sebagai-makhluk-pendidikan.html. Di
Akses Pada 17 Oktober 2021.

Syaripudin, tatang. (2014). Pedagogik Teoritis Sitematis. Bandung:Percikan Ilmu.

Zelhendri, Zen. 2014. Filsafat Pendidikan. Padang: Suka Bina.

Anda mungkin juga menyukai