Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Teh merupakan salah satu sumber daya alam yang dihasilkan dari
pengolahan pucuk (daun muda) tanaman teh, Camellia Sinensis L.Kuntze
yang dipakai sebagai minuman. Teh merupakan minuman penyegar yang
disenangi hampir seluruh penduduk di dunia. Bahkan minuman teh sudah
banyak sekali dijadikan minuman sehari-hari. Selain sebagai minuman yang
menyegarkan, teh telah lama diyakini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh.
Penilaian kualitas mutu teh sangat dipengaruhi oleh kondisi pucuk teh dan
cara pengolahannya. Teh dapat dibuat dari bahan baku (pucuk teh) yang
bermutu tinggi dengan teknologi pengolahan yang benar. Berdasarkan proses
pembuatannya, terdapat 4 macam jenis the yaitu teh hitam, teh hijau, teh putih
dan teh oolong.
Teh hijau adalah teh yang dibuat dari daun tanaman teh yang dipetik
dan tidak mengalami proses oksidasi. Biasanya pucuk teh diproses langsung
dengan panas/steam untuk menghentikan aktivitas enzim polifenol oksidase
sehingga warnanya masih hijau dan masih mengandung tanin yang relatif
tinggi. Teh hijau merupakan teh sehat yang baik untuk dikonsumsi karena
rendah kandungan kafein dan mengandung antioksidan alami yang sangat
kuat yaitu polifenol. Selain dikonsumsi sebagai minuman kesehatan, teh hijau
juga bisa diolah menjadi berbagai macam campuran bahan makanan misalnya
dalam proses pembuatan cookies, yaitu dengan cara dijadikan tepung teh
hijau terlebih dahulu.
Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan
lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan
penampangannya bertekstur kurang padat. Cookies dapat mempopulerkan
tepung teh hijau yang dapat menambah minat masyarakat dalam
mengkonsumsi teh hijau. Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai
pengaruh penambahan tepung teh hijau dalam proses pembuatan cookies.

66
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan judul di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembuatan cookies tepung teh hijau?
2. Bagaimana formulasi terbaik dalam penambahan tepung teh hijau dalam
proses pembuatan cookies?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui teknik pembuatan cookies tepung teh hijau
2. Mengetahui formulasi terbaik dalam penambahan tepung teh hijau dalam
proses pembuatan cookies
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang di dapat dalam penelitian ini yaitu:
1. Menambah wawasan baru serta ilmu tambahan dalam hal proses
pembuatan cookies dengan penambahan tepung teh hijau.
2. Sebagai ilmu dan informasi tambahan untuk masyarakat mengenai
pemanfaatan bahan pangan (tepung teh hijau) sebagai bahan tambahan
pangan untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.

67
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Cookies
Kue kering adalah kue dengan kadar air minimal, umumnya
menggunakan bahan utama tepung kemudian dipanggang. Kue kering atau
cookies dibedakan menjadi dua bagian, yaitu adonan lunak (soft dough) dan
adonan keras (hard dough). Jenis adonan lunak umumnya menggunakan
gula dan shortening lebih banyak, sehingga cookies yang dihasilkan juga
manis. Sedangkan adonan keras menggunakan sedikit gula atau tidak sama
sekali dan menggunakan shortening kurang dari 12% dari jumlah tepung jadi
kue yang dihasilkan agak manis dan tidak manis (Whiteley, 1971).
Biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu biskuit keras, crackers,
cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan
keras, berbentuk pipih, apabila dipatahkan penampang potongannya
bertekstur padat, dapat berkadar lemak yang tinggi atau rendah. Crackers
merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses
fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke
rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya
berlapis-lapis. Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari
adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan
penampangannya bertekstur kurang padat. Sementara wafer merupakan
biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah, dan jika
dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga (BSN, 1992).
Cookies termasuk jenis biskuit, dimana cookies biasanya mengandung
kadar lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis biskuit
lainnya. Cookies dengan tepung non terigu termasuk kedalam golongan short
dough. Bahan-bahan penyusun cookies terdiri atas bahan pengikat dan bahan
pelembut. Bahan pengikat adalah tepung, air (penting dalam pembuatan
gluten), padatan susu, putih telur atau telur utuh, garam dan produk cokelat.

68
Sedangkan bahan pelembut adalah gula, shortening, bahan pengembang dan
kuning telur (Husain, 1993).
Syarat mutu cookies di Indonesia tercantum menurut SNI 01-2973-
1992 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan:
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Normal
2. Kadar Air % b/b Maks. 5
3. Kadar Abu % b/b Maks. 2
4. Kadar Protein % b/b Maks. 6
5. Bahan tambahan makanan :
5.1 Pewarna - Sesuai SNI No 0222- N
dan revisinya 722/NEW.
KES/PER/IX/88
5.2 Pemanis buatan - Tidak boleh ada
6. Cemaran logam :
6.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
6.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
6.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 10,0
6.4 Air Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
7. Arsen (As) mg/kg Maks.0,5
8. Cemaran mikrobia :
8.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks.1x106
8.2 Koliform APM/g Maks.20
8.2 Eschericia Coli APM/g <3
8.3 Kapang koloni/g Maks. 1,0x102
Sumber: (BSN, 1992)
B. Bahan Pembuat Cookies
Dalam pembuatan cookies diperlukan bahan-bahan yang dibagi dalam
dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat
adalah tepung, air, padatan susu, telur dan putih telur. Bahan pelembut adalah
gula, lemak, baking powder, dan kuning telur. Selain itu, bahan-bahan
penyusun cookies juga dapat dibagi menjadi bahan utama dan bahan

69
tambahan. Di dalam pembuatan cookies, terigu, telur, gula dan lemak
merupakan bahan utama (Ashwini et al. 2009).
1. Tepung Terigu
Tepung adalah struktur pokok dari semua jenis biskuit yang dapat
mengikat bahan baku lain pada cookies. Salah satu contohnya adalah
terigu. Terigu memiliki keistimewaan yaitu mengandung sejenis protein
yang tidak larut di dalam air yang disebut gluten, yang bersifat kenyal
dan elastis. Pada adonan roti, gluten berfungsi untuk menahan adonan
pada saat dikembangkan sehingga bentuknya kokoh dan tidak mengecil
kembali (Hadinezhad dan Butler 2009).
Pada umumnya, semakin tinggi kadar protein maka kadar gluten
yang dikandung suatu terigu juga semakin besar. Berdasarkan kadar
proteinnya, terigu dibedakan menjadi dua bagian yaitu terigu kuat dan
terigu lemah. Terigu kuat adalah tepung yang mengandung protein 12-
13% sehingga mampu menyerap air dalam jumlah besar, memiliki
elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah yang halus,
tekstur yang lembut, dan volume yang besar. Terigu lemah adalah terigu
yang mengandung protein 7,5-8%. Terigu lemah memiliki kemampuan
menyerap air yang kecil, menghasilkan adonan yang kurang elastis
sehingga menghasilkan remah roti yang padat serta tekstur yang tidak
sempurna. Terigu lemah biasanya digunakan untuk pembuatan biskuit,
bolu, cookies, dan crackers (Marissa, 2010).
Tepung terigu merupakan bahan pembuat roti dan kue yang
berbahan dasar dari biji gandum. Fungsi tepung terigu adalah sebagai
pembentuk kerangka adonan. Ciri khasnya dari tepung terigu adalah
mengandung gluten, yaitu protein gluten yang tidak larut dalam air, dan
mempunyai sifat elastis seperti karet. Gluten sangat penting bagi
pembuatan roti beragi, karena berperan membentuk kerangka roti. Jenis
tepung terigu yang paling tepat untuk membuat roti dan kue adalah
tepung terigu jenis hard wheat dengan kandungan gluten di atas 12,5 %
(Purnomo, 2012).

70
Tabel 2.2 Standar Mutu Tepung Terigu Menurut SNI No. 01-2974-1992
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan :
Bentuk - serbuk
Bau - normal (bebas dari bau asing)
Rasa - normal (bebas dari bau asing)
Warna - putih khas terigu
Benda asing - tidak boleh ada
Serangga - tidak boleh ada
Air %, b/b maksimal 14,5%
Abu %, b/b maksimal 0,6%
Protein %, b/b minimal 7,0%
Keasaman mg KOH/100 gr maksimal 50/100 gr
Besi (Fe) mg/kg minimal 50
Zeng (Zn) mg/kg minimal 30
Vitamin B1
mg/kg minimal 2,5
(Thiamin)
Vitamin B2
mg/kg minimal 4
(Riboflavin)
Asam folat mg/kg minimal 2
Cemaran logam :
Timbal (Pb) mg/kg maksimal 1,10
Raksa (Hg) mg/kg maksimal 0,05
Tembaga (Cu) mg/kg maksimal 10
Sumber : (BSN,1992)

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tepung Terigu Menurut SNI No. 3751-2009
Komposisi Satuan Syarat
Kehalusan mesh no. 70 (b/b) % min 95
Kadar air (b/b) % maks. 14,5
Kadar protein (b/b) % maks. 0,70
Kadar lemak (b/b) % min. 7,0
Keasaman mg KOH/ 100 g maks. 50
Besi (Fe) mg/kg min. 50
Seng (Zn) mg/kg min. 30
Fitamin b1 mg/kg min. 2,5
Fitamin b2 mg/kg min. 2
Asam folat mg/kg min. 4
Sumber : (BSN, 2009)

71
2. Tepung Teh Hijau
Teh hijau mengandung senyawa polifenol yang bermanfaat
sebagai antioksidan. Kandungan polifenol dalam teh hijau antara lain
flavanol, flavonoid dan asam fenolik (hingga 30% dari berat kering).
Flavonoid yang paling penting adalah katekin (kandungan sekitar 10%
dari berat kering). Kandungan utama katekin pada teh hijau yaitu
epikatekin (EC), epikatekin galat (ECG), epikgalokatekin (EGC), dan
epigalokatekin galat (EGCG). Sebuah penelitian menemukan bahwa
diantara kandungan polifenol dalam teh hijau terutama epigalokatekin
galat (EGCG) secara signifikan mengurangi asupan makan, berat badan,
kolesterol dan trigliserida (Kao et.al, 2000).
Teh hijau bubuk didefinisikan sebagai teh hijau giling dengan
ukuran partikel kurang dari 76 μm. Proses tersebut berpengaruh pada
komposisi kimia dari teh hijau seperti polifenol, asam amino dan kafein
masih asli. Teh hijau yang akan dijadikan matcha terbuat dari tunas muda
dari tanaman teh yang tumbuh di tempat yang teduh (shading) atau tidak
terkena sinar matahari langsung. Alasan dari shading ini adalah untuk
meningkatkan produksi klorofil dengan mengurangi fotosintesis di daun.
Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi epigalokatekin
galat (EGCG) pada matcha kali lebih besar dibandingkan dengan teh
hijau biasa (Weiss dan Christopher, 2003).
3. Tepung Maizena
Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena,
merupakan produk olahan jagung yang diperoleh dari hasil penggilingan
basah (wet milling) dengan cara memisahkan komponen-komponen non-
pati seperti serat kasar, lemak, dan protein. Tepung maizena berfungsi
ganda sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Bahan pengikat
berfungsi untuk menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi
warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur
yang padat, dan menarik air dari adonan. Pati jagung juga berfungsi
sebagai bahan pengisi. Bahan-bahan yang termasuk ke dalam bahan

72
pengisi adalah gum, pati, dekstrin, turun-turunan dari protein, dan bahan-
bahan lainnya yang dapat menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan
makanan yang dicampur dengan air untuk membentuk kekentalan
tertentu. Dalam pembuatan kue sus, tepung maizena berperan sebagai
pengental vla (Merdiyanti, 2008).
Tepung maizena terbuat dari jagung, tetapi berbeda dengan
tepung jagung. Tepung maizena merupakan tepung jagung yang telah
dicuci dengan larutan alkali hingga hampir seluruhnya terdiri dari zat pati
yang bersifat mengikat air. Oleh karenanya tepung maizena sering
dipakai sebagai bahan pengental. Pada umumnya, tepung yang baik
berwarna putih bersih dan kering, tidak berbau apek, dan tidak terdapat
serangga (Suryani, 2011).
Tepung maizena memiliki karakter yang berbeda dengan tepung
terigu. Tepung maizena bisa larut dalam air, tetapi kurang mampu
menahan air. Tekstur tepung maizena cenderung lebih renyah dan mudah
patah saat digigit. Namun, pemakaian tepung maizena yang berlebihan
akan menyebabkan produk akhir cenderung keras. Tepung ini akan
sangat efektif bila dicampur dengan terigu, karena dapat mengurangi rasa
puffy (empuk) pada terigu. Aroma khas jagung juga bisa membantu
mengurangi rasa starchy (liat) yang biasanya muncul pada tepung terigu
(Yuyun, 2007).

73
Syarat mutu tepung maizena menurut SNI No. 01-3727 tahun
1995 dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Syarat Mutu Tepung Maizena Menurut SNI No. 01-3727-1995
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan:
Bau - normal
Rasa - normal
Warna - normal
Benda Asing - tidak boleh
Serangga - tidak boleh
Pati selain jagung - tidak boleh
Kehalusan
Lolos 80 mesh % min 70
Lolos 60 mesh % min 99
Kadar air % (b/b) maks 10
Kadar abu % (b/b) maks 1,5
Silikat % (b/b) maks 0,1
Serat kasar % (b/b) maks 1,5
Derajat asam ml N NaOH/ 100 g maks 4,0
Timbal mg/ kg maks 1,0
Tembaga mg/ kg maks 10
Seng mg/ kg maks 40
Raksa mg/ kg maks 0,04
Cemaran arsen mg/ kg maks 0,5
ALT koloni/ g maks 5 x 106
E.coli APM/ g maks 10
Kapang koloni/ g maks 104
Sumber : (BSN, 1995)
4. Margarin
Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi air dalam minyak
(A/M), yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak. Margarin
mengandung tidak kurang dari 80 persen lemak. Lemak yang digunakan
dapat berasal dari lemak hewani atau nabati. Lemak hewani yang
digunakan biasanya lemak babi dan lemak sapi, sedangkan lemak nabati
yang digunakan adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak
kedelai dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati pada umumnya
berbentuk cair, maka harus dihidrogenasi dahulu menjadi lemak padat,
yang berarti margarin harus bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak
keras pada suhu rendah, dan segera mencair dalam mulut (Suseno, 2000).

74
Margarin merupakan produk makanan berbentuk emulsi (w/o),
baik semipadat maupun cair. Margarin dibuat dari lemak makan dan atau
minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk
hidrogenasi, interestifikasi, dan telah rnelalui proses pemurnian, sebagai
bahan utama serta mengandung air dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan. Bila diperlukan, margarin dapat pula mengandung lemak susu
yang kandungannya maksimum 3% dari total lemak. Margarin terdiri
dari beberapa jenis, antara lain : margarin siap makan, margarin industri
dan margarin krim atau spread. Margarin siap makan adalah margarin
meja dan margarin oles yang ditujukan untuk langsung dimakan, tanpa
diolah terlebih dahulu dan sudah dikemas dengan baik. Margarin industri
adalah margarin yang digunakan sebagai bahan baku untuk produksi
makanan lainnya. Sedangkan margarin krim adalah margarin dengan
kandungan lemak total 62% - 78% (BSN, 2002).
Margarin merupakan emulsi air dalam lemak nabati komposisi
gizi dari margarin bervariasi dan berperan memberikan nutrisi pada
produk pangan. Margarin merupakan sumber vitamin A sebesar 9% dan
D sebesar 4% yang penting dan diperlukan untuk tubuh. Margarin
berfungsi memberikan aroma, cita rasa, dan kenampakan pada roti yang
dihasilkan (Buckle et al., 1987).
Margarin adalah lemak yang dihasilkan dari lemak nabati. Ada
pula margarin yang terbuat dari lemak nabati dan susu. Margarin dapat
digunakan dalam jumlah yang sama dengan mentega sepanjang kadar
airnya di perhatikan. Tersedia margarin yang asin, ada juga yang tawar.
Margarin dengan kualitas yang bagus akan menghasilkan produk
bermutu baik. Jumlah garam harus di kurangi jika menggunakan jika
menggunakan margarin atau mentega yang mengandung garam
(Koswara, 2009).
Margarin, mentega, dan mentega putih mempunyai bahan baku
dan proses pembuatan yang berbeda, sehingga menghasilkan produk

75
yang berbeda pula di antara ketiganya. Karakteristik margarin, mentega,
dan mentega putih dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Syarat Mutu Margarin Industri Menurut SNI No.01-3541-2002
No Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1bau dapat diterima
1.2 Warna dapat diterirna
1.3 Rasa dapat diterima
2 Air %b/b maks 18
3 Lemak %b/b min 80
4 Vitamin A IU/ 100 gr -
5 Vitamin D IU/ 100 gr -
6 Asam Butirat %b/b maks 0,2
7 Bilangan Asam mg KOH/gr maks 4
8 Bahan Tambahan Pangan sesuai peraturan berlaku
9 Cemaran Logam
9.1 Timbal (Pb) mg/kg 0,1
9.2 Timah (Sn) mg/kg maks 40,0/250
9.3 Raksa (Hg) mg/kg maks 0,03
10 Cemaran Arsen (As) mg/kg 0,1
11 Cemaran Mikrobia
11.1 Angka Lempeng koloni/gr maks 105
Total
11.2 Bakteri Bentuk Coli APM/gr maks 10
11.3 E.coli APM/gr <3
11.4 S. aureus koloni/ gr maks 102
11.5 Salmonella koloni/ 25 gr Negatif
11.6 Enterococci koloni/gr maks 102
Sumber: (BSN, 2002)
Tabel 2.6 Karakteristik Margarin, Mentega dan Mentega Putih
Aspek Margarin Mentega Mentega Putih
Warna kuning kuning muda putih
Bentuk padat padat padat
Rasa asin netral netral
Aroma lemak tidak harum harum harum
Kandungan air 16 % 18 % 17 %
Asam lemak lemak nabati lemak hewani lemak nabati
Sumber: Repository Universitas Sumatra Utara, Soraya (2010)

76
5. Kuning Telur
Telur adalah bahan makanan sumber zat protein hewani yang
bernilai gizi tinggi, karena telur banyak sekali kegunaannya didalam
membuat produk makanan. Ukuran telur ada yang besar, sedang dan
kecil. Selain berat telur, mutu telur dapat dinilai dari kondisi dan
kebersihan kulit, besar kantong udara, kekompakan putih telur, bentuk
dan letak kuning telur (Tarwotjo, 1998).
Fungsi telur dalam proses pembuatan bahan pangan adalah
sebagai pengental, perekat atau pengikat. Peranan utama telur atau
protein dalam pengolahan pada umumnya adalah memberikan fasilitas
terjadinya koagulasi, pembentukan gel, emulsi dan pembentukan struktur.
Telur banyak digunakan untuk mengentalkan berbagai saus dan custard
karena protein terkoagualasi pada suhu 620 ºC. Bagian-bagian telur
adalah sebagai berikut yaitu kuning telur (shell egg) 12%, putih telur
(white egg) 58%, kuning telur (yolk egg) 30% (Faridah, 2008).
Telur utuh didalamnya terdapat suatu agensia pengeras dan
pengempuk pada kue. Kekerasan yang ditimbulkan oleh putih telur tidak
seluruhnya, hanya sebagian diatasi oleh kuning telur, oleh karena itu telur
utuh dianggap sebagai agensia pengeras. Sedangkan kuning telur sebagai
pengempuk. Komposisi telur utuh ± 64% putih telur (pengeras) dan 36%
kuning telur sebagai pengempuk (Desrosier, 1988).

77
Tabel 2.7 Syarat Mutu Telur Ayam berdasarkan SNI 3926:2008
Tingkatan mutu
No Faktor mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1. Kondisi kerabang
a. Bentuk Normal Normal Abnormal
b. Kehalusan Halus Halus Sedikit kasar
c. Ketebalan Tebal Sedang Tipis
d. Keutuhan Utuh Utuh Utuh
e. Kebersihan Bersih Sedikit noda Banyak noda
kotor dan sedikit kotor
2. Kondisi kantung udara (dilihat dengan peneropongan)
a. Kedalam < 0,5 cm 0,5 – 0,9 cm > 0,9 cm
kantong udara
b. Kebebasan Tetap Bebas Bebas bergerak
bergerak ditempat bergerak dan dapat
terbentuk
gelembung
udara
3. Kondisi putih telur
a. Kebersihan Bebas bercak Bebas bercak Ada sedikit
darah atau darah atau bercak darah,
benda asing benda asing tidak ada benda
lainnya lainnya asing lainnya
Encer, kuning
b. Kekentalan Kental Sedikit encer telur belum
tercampur
dengan putih
telur
0,050 – 0,091
c. Indeks 0,134 – 0,175 0,092 –
0,133
4. Kondisi Kuning telur
a. Bentuk Bulat Agak pipih Pipih
b. Posisi Di tengah Sedikit Agak kepinggir
bergeser dari
tengah
c. Penampakan Jelas
batas Tidak jelas Agak jelas
d. Kebersihan Ada sedikit
Bersih Bersih bercak darah
e. Indeks 0,330 – 0,393
0,458 – 0,521 0,394 –
0,457
5. Bau Khas Khas Khas
Sumber : (BSN, 2008)

78
6. Susu Bubuk
Susu adalah suatu elmusi dari bagian-bagian lemak yang sangat
kecil dalam larutan protein cair, gula, dan mineral-mineral. Susu juga
dapat bermanfaat sebagai penambah zat gizi, pembangkit selera, aroma.
Efek pengikat dari protein tepung susu akan membantu struktur roti.
Protein yang terdapat pada susu terdiri dari 80% kasein dan 20%
albumin. Barat jenis susu ialah antara 1,025 dan 1,035 g/cm3. Susu
Bubuk adalah hasil olahan susu segar yang dikeringkan hingga berbentuk
bubuk. Ada yang penuh kandungan lemak (full cream), dibuang sebagian
lemaknya (low fat) atau yang tanpa lemak (Iriyanti, 2012).
Susu dalam pembuatan roti berfungsi untuk meningkatkan
kualitas penyerapan dalam adonan. Kasein dari susu mempertahankan
sifat penahan air dari adonan. Susu juga memberikan kontribusi terhadap
nilai gizi, membantu pengembangan adonan, membantu proses
pembentukan krim dan memperbaiki tekstur roti. Selain itu juga susu
memperbaiki warna kulit dan rasa roti serta memperkuat gluten karena
keberadaan kandungan kalsium pada susu. Susu yang umum digunakan
dalam pembuatan roti adalah susu bubuk karena menambah absorbsi air,
tahan lama dan lebih mudah penyimpanannya. Adapun syarat mutu susu
bubuk menurut SNI No. 01-2970-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Susu bubuk yang digunakan dapat berupa susu skim bubuk (perlu diingat
susu ini mengandung lemak susu sekitar 1%) dan susu full krim bubuk
(mengandung lemak susu sekitar 29%) biasanya susu full krim ini untuk
roti manis (Winarno, 1993).

79
Tabel 2.8 Syarat Mutu Susu Bubuk Menurut SNI No. 01-2970-2006
Persyaratan
Susu
Susu
No Kriteria Uji Satuan Susu bubuk bubuk
bubuk
kurang lemak bebas
berlemak
lemak
1. Keadaan:
1.1 Bau - Normal Normal Normal
1.2 Rasa - Normal Normal Normal
2. Kadar Air % b/b Maks. 5 Maks. 5 Maks. 5
3. Lemak % b/b Min. 26 > 1,5 - < 26,0 Maks.
1,5
4. Protein % b/b Min. 23 Min. 23 Min. 30
5. Cemaran logam :
5.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. Maks. 20,0 Maks.
20,0 20,0
5.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,3 Maks. 0,3 Maks.
0,3
5.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. Maks. Maks.
40,0/250,0 40,0/250,0 40,0/250,
0
5.4 Raksa (Hg) mg/kg Maks. Maks. 0,03 Maks.
0,03 0,03
6. Cemaran Arsen mg/kg Maks.0,1 Maks.0,1 Maks.0,1
(As)
7. Cemaran
mikrobia :
7.1 Angka Lempeng koloni/g Maks.5x1 Maks.5x104 Maks.5x
Total 04 104
7.2 Bakteri Coliform APM/g Maks.10 Maks.10
Maks.10
7.3 Eschericia coli APM/g <3 <3 <3
7.4 Staphylococcus koloni/g Maks. Maks. Maks.
aureus 1,0x102 1,0x102 1,0x102
7.5 Salmonella Koloni/ Negatif Negatif Negatif
100g
Sumber: (BSN, 2006)
Susu bubuk merupakan suatu hasil olahan yang terbuat dari bahan
dasar susu sapi segar yang telah mengalami proses pengeringan melalui
proses spray drying. Setelah itu dilakukan penambahan bahan lain,

80
terutama untuk mengantikan zat gizi yang telah mengalami keruskan
selama proses pengeringan. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah
mengurangi kadar air yang terdapat dalam susu sampai batas tertentu,
untuk menghambat aktivitas kimia atau mikroba dalam susu. Sehingga
daya simpan susu ini menjadi lebih lama. Namun, susu memiliki sifat
yang rentan atau mudah rusak terutama oleh kondisi dan lamanya
penyimpanan, dengan demikian perlu diperhatikan bagaimana
penyimpanan yang baik, karena pada kenyataannya suhu dan lamanya
penyimpanan mempengaruhi kualitas susu bubuk tersebut
(Imanningsih, 2013).
7. Vanili
Tanaman vanili (Vanilla planifolia andrews) merupakan salah
satu tanaman rempah yang bernilai ekonomi cukup tinggi. Selain itu
mempunyai fluktuasi harga yang relatif stabil bila dibandingkan dengan
tanaman perkebunan lainnya. Tanaman vanili masih satu jenis dengan
tanaman anggrek yang termasuk famili Orchidaceae dari genus Vanilla
yang berumah satu atau Monoceus (Lawani, 1993).
Polong tanaman vanili digunakan untuk bahan penyegar,
penyedap dan pengharum makanan, gula-gula, ice cream, minuman,
bahan obat-obatan. Bentuk produk yang dijual petani pada umumnya
berbentuk polong basah, sedangkan yang dijual oleh eksportir ke pasaran
internasional berbentuk polong kering. Untuk konsumsi langsung dalam
rumah tangga umumnya dalam bentuk bubuk vanili. Di pasaran
internasional vanili Indonesia dikenal dengan sebutan Java Vanilla
Beans (Hadipoentyanti dan Udarno, 1998).
Kandungan pada buah vanili yang paling penting dan sangat
dominan adalah zat vanillin. Di samping zat vanillin, masih ada zat-zat
lain dalam jumlah relatif sedikit yang terkandung dalam panili. Zat-zat
tersebut dapat berup asam cuka, eugenol, methyl ether, vanillil athil
ather, anisil ethil ether dan sebagainya. Selanjutnya terdapat pula jenis-

81
jenis gula, dammar, dan jenis minyak yang tidak menguap (fixed oil)
(Rismunandar dan Sukma, 2004).
Vanili selain dihasilkan dari alam yaitu dari sejenis tanaman
anggrek juga dari sintesis. Sejak awal tahun 1900 vanili telah disintesis
secara besar-besaran dari bahan dasar yang murah dan tersedia dalam
jumlah yang banyak di sepanjang tahun. Vanili sintetis dibuat dari
lignosufat yang merupakan limbah dari pabrik kertas atau pulp. Selain itu
vanili juga disintesis dari resin guaikum (Tombe, 2004).
Ekstrak vanili alami mempunyai harga jual yang jauh lebih tinggi
dibandingkan vanili sintetis karena flavor ekstrak vanili alami bersifat
kompleks dan di dalamnya terkandung senyawa-senyawa aldehid
aromatik yang bernilai ekonomi tinggi. Menurut peraturan Menkes RI
No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan pangan, aturan
penggunaan vanili sintetis maksimal adalah 0,7 g/kg produk siap
konsumsi (Setyaningsih dkk, 2006).
Tabel 2.9 Syarat Mutu Vanili Menurut SNI No. 01-0010-1990
No Karakteristik Syarat Mutu Cara Pengujian
.1. Bau Wangi khas vanili Utuh, bentuk normal,
licin(halus) dan bebas dari
kotoran yang menempel
maupun noda
2. Warna Hitam mengkilat, kedalaman kurang dari
hitam kecokelatan 0,5cm, dan tetap ditempat
mengkilat sampai
cokelat
3. Polong Penuh berisi, bebas dari noda
berminyak, lentur (darah,daging dan benda
sampai agak kaku asing lainnya) dan kental
4. Benda asing Bebas bulat, posisi diengah dan
bersih
5. Kapang Bebas bau khas
Sumber: (BSN, 1990)
8. Garam
Garam biasa atau garam dapur berfungsi untuk membangkitkan
rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat kue atau

82
produk-produk lainnya. Garam digunakan sebagai bahan pengatur rasa
manis. Garam berfungsi pula untuk menurunkan suhu terjadinya karamel
pada adonan kue dan membantu agar memperoleh warna kerak kulit kue
yang bagus. Syarat garam yang baik yaitu garam dapur yang berwarna
putih, bersih dari kotoran, halus dan tidak menggumpal, dan mudah larut
dalam air (U.S Wheat Associates, 1983).
Garam ditambahkan dalam makanan untuk memberi rasa,
memperkuat tekstur serta mengikat air. Selain itu garam dapat
menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga adonan kue
tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Garam
yang sesuai standar yaitu tidak berair dan bebas dari logam berat
(Astawan, 2003).
Fungsi utama garam dalam industri makanan menurut Hudaya
dan darajat (1980), adalah sebagai pemberi rasa. Kualifikasi mutu garam:
a. Bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut)
b. Bebas dari zat kimia
c. Halus dan tidak bergumpal-gumpal
d. Cepat larut
Tabel 2.10 Syarat Mutu Garam Beryodium Menurut SNI No.01-3556-
2000
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Kadar air (H2O) Air (g) % (b/b) Maks. 7
Jumlah klorida (Cl) % (b/b) Min. 94,7
Yodium dihitung sebagai Mg/kg Min. 30
kalium
Yodat (KlO3)
Cemaran logam:
Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 10
Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 10
Raksa (Hg) Mg/kg Maks. 0,1
Arsen (As) Mg/kg Maks. 0,1
Sumber : (BSN, 2000)

83
9. Gula
Fungsi gula dalam pembuatan kue kering adalah sebagai pengikat
dan memberi warna agar kue tidak pucat. Gula yang digunakan untuk
membuat kue kering adalah gula halus. Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI 01-3821-1995) tepung gula adalah tepung yang diperoleh
dengan menghaluskan gula pasir dengan atau tanpa penambahan bahan
tambahan makanan yang diizinkan. Untuk dicampur di dalam adonan,
hindari pemakaian gula pasir yang berbutir terlalu besar/kasar karena
akan sulit larut. Gula pasir yang berbutir kasar cocok untuk taburan kue
kering (Diah, 2009).
Tabel 2.11 Kandungan gizi pada gula tiap 100 gram
No. Unsur Gizi Jumlah
1. Air (g) 5,4
2. Energi (g) 394
3. Protein (g) 0
4. Lemak (g) 0
5. Karbohidrat (g) 94
6. Serat (g) -
7. Abu (g) 0,6
8. Kalsium (mg) 5
9. Fosfor (mg) 1
10. Besi (mg) 0,1
11. Natrium (mg) -
12. Kalium (mg) -
13. Tembaga (mg) -
14. Seng (mg)
15. Retinol (mg) 0
16. β Karoten (ug) -
17. Karoten Total (ug) -
18. Tiamin (mg) 0
19. Riboflavin (mg) -
20. Niasin (mg) -
21. Vitamin C (mg) 0
Sumber : (Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2009)
Gula yang digunakan dalam pembuatan cookies ini adalah gula
halus. Gula halus digunakan adalah gula yang teksturnya lebih halus,
berwarna putih, tidak menggumpal, bersih, kering, dan tidak kotor.
Gunakan gula sesuai resep. Gula menimbulkan reaksi pencokelatan.
Pemakaian gula berlebihan membuat bentuk kue melebar dan cepat

84
gosong, sedangkan kurang gula membuat kue kering berwarna pucat,
matangnya lama, dan aromanya kurang harum (Fajiarningsih, 2013).
10. Soda Kue
Soda kue adalah natrium bikarbonat dengan rumus kimia NaHCO3.
Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama.
Soda kue merupakan Kristal berwarna putih yang larut dalam air.
Senyawa ini digunakan dalam roti karena bereaksi dengan bahan lain
membentuk gas karbondioksida yang menyebabkan roti mengembang.
Senyawa ini juga digunakan sebagai obat antacid (penyakit maag/tukak
lambung) karena sifatnya yang basa. Soda kue diproduksi secara
komersial dari soda abu (Na2CO3) sehingga penggunaanya pada
pembuatan kue aman untuk kesehatan. Selain itu, soda kue mudah
diperoleh karena umum digunakan dalam pembuatan aneka kue
(Suyanti, 2009).
11. Choco Chips
Choco chips adalah cokelat dalam bentuk butiran kecil, biasanya
berbentuk bulat kerucut. Warna dari choco chips tidak hanya cokelat,
namun bisa berwarna-warni. Choco chips sering digunakan sebagai
hiasan pada cake, kue-kue kering, ice cream, dan jenis dessert lainnya.
Penggunaan choco chips paling sering yaitu pada pembuatan cookies
yaitu choco chips cokelat yang digunakan sebagai hiasan atau topping di
atasnya (Ambirini, 2005).
C. Proses pembuatan Cookies
Pada prinsipnya proses pembuatan cookies atau kue kering meliputi
tahapan persiapan bahan, pencampuran adonan, pencetakan atau
pembentukan kue, pemanggangan, pendinginan dan pengemasan. Proses
pembuatan cookies menurut Marissa (2010), yaitu :
Pada tahap pembuatan adonan, formulasi memegang peranan yang
sangat penting. Susunan dan perbandingan bahan harus diatur agar
memudahkan dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir
ditentukan oleh susunan bahan dan proses yang dilakukan. Agar semua bahan

85
menyebar rata di dalam adonan, maka margarin terlebih dahulu bersama
dengan gula, telur, garam, dan susu (creaming method). Selanjutnya
pencampuran krim dengan tepung dan bahan lainnya diberikan sehingga
bahan-bahan menjadi satu adonan yang rata (homogen). Setelah adonan
menjadi homogen, maka dilakukan proses pencentakan. Pencetakan cookies
dapat bervariasi tergantung selera. Tahap akhir adalah pemanggangan. Suhu
yang biasa dipakai untuk pemanggangan kue kering berkisar antara 180-
2000C selama 16-20 menit. Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak
boleh terlalu panas, sebab bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga
menghambat pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies menjadi
retak. Cookies hasil pemanggangan harus segera didinginkan untuk
menurunkan suhu dan mencegah terjadinya pengerasan akibat memadatnya
gula dan lemak. Seluruh tahap proses pembuatan cookies sangat berpengaruh
pada penampakan dan kualitas produk akhir.
D. Analisa Sensori
Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan
yang diperoleh panca indera manusia terhadap suatu rangsangan yang
ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk
menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang
berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan
(afeksi). Hal umum yang ingin diketahui dari analisis sensori adalah kesukaan
keseluruhan, kesukaan terhadap atribut sensori tertentu, keinginan membeli,
kecocokan konsep dan merek, serta pengakuan terhadap keuntungan atau
nilai lebih dari produk yang tidak berhubungan langsung dengan fungsi dan
mutu (Soekarto, 1985).
Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan
penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis
adalah kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk,
dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis
terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak
terlatih (25 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam

86
melaksanakan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis),
psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam
pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta
memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat
tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan
panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak
mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon
kemampuan mengembang (Kume, 1989).
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya
mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan
yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih, panelis
diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa
membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji
sebelumnya. Dalam tipe uji scoring panelis diminta untuk menilai penampilan
sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai, panelis harus
paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai. Oleh karena itu dalam
pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe pengujian ini
sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu,
misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna (Kartika dkk, 1988).

87
BAB III
METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat


Kegiatan pelaksanaan Tugas Khusus ini dilaksanakan pada tanggal 10
Maret 2017 di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, tepatnya di
Laboratorium Pengolahan Hasil dan Engineering (PHE).
B. Metodologi
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan cookies tepung teh
hijau yaitu: ayakan, baskom, kuas, loyang, mixer, oven, sendok, dan
timbangan analitik.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan wingko babat
yaitu: choco chips, garam, gula halus, kuning telur, margarin, soda kue,
susu bubuk, tepung maizena, tepung teh hijau, tepung terigu dan vanili.
Formulasi bahan baku yang digunakan dalam pembuatan cookies teh hijau
masing-masing presentasenya yaitu 5%, 7% dan 9% dari jumlah tepung
terigu.
Tabel 3.1 Formulasi Bahan Baku Pembuatan Cookies Tepung Teh Hijau
Jumlah Bahan pada Setiap Formulasi
Bahan
F1 F2 F3
Tepung Teh Hijau 7,5 g 10,5 g 13,5 g
Tepung Terigu 150 g 150 g 150 g
Tepung Maizena 30 g 30 g 30 g
Gula Halus 80 g 80 g 80 g
Margarin 100 g 100 g 100 g
Kuning Telur 1 butir 1 butir 1 butir
Susu Bubuk 20 g 20 g 20 g
Garam 1g 1g 1g
Soda Kue 1g 1g 1g
Vanili 1g 1g 1g
Choco chips Secukupnya Secukupnya Secukupnya

88
3. Cara kerja

Margarin, Gula Halus

Pengocokan dengan mixer

Penambahan dan pengocokan dengan mixer


Kuning Telur, Vanili
hingga mengembang
Tepung Terigu,
Tepung Teh Hijau, Pengayakan dan pencampuran sambil
Maizena, Susu Bubuk, ditambahkan sedikit demi sedikit hingga
Garam dan Soda Kue tercampur rata

Pembentukan adonan dengan sendok


(spoon dough)

Choco Chips Penambahan diatas adonan

Pengovenan dengan suhu 160ºC ±15 menit

Pendinginan cookies

Cookies Teh Hijau

89
Proses pembuatan cookies yaitu:
1) Persiapan bahan
Persiapan bahan baku yaitu dilakukan dengan cara memilih
atau menyeleksi bahan-bahan yang berkualitas baik dan sesuai
standar untuk digunakan dalam pemembuatan cookies. Serta pada
tahap ini juga dilakukan persiapan pada bahan tepung teh hijau.
Dilakukan penggilingan pada teh hijau yang telah selesai di panning
untuk menghasilkan tepung teh hijau.
2) Penimbangan
Penimbangan bahan adalah mengukur seberapa besar bahan-
bahan yang akan dipergunakan dalam pembuatan wingko babat
dengan menggunakan timbangan. Penimbangan bahan dilakukan
agar bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies dapat
sesuai dengan takaran resep masing-masing yang digunakan.
3) Pencampuran bahan
Pada proses pencampuran bahan yaitu bahan-bahan seperti
gula halus dan margarin dicampur hingga homogen, kemudian
dimasukkan kuning telur dan vanili kemudian diaduk hingga
homogen dan ditambahakan bahan-bahan kering sedikit demi sedikit
seperti tepung terigu, tepung teh hijau, tepung maizena, susu bubuk,
soda kue dan garam diaduk hingga homogen dan yang terakhir yaitu
dilakukan penambahan choco chips untuk memberikan kenampakan
pada cookies agar lebih menarik.
4) Pencetakan
Pencetakan dilakukan dengan cara mencetak adonan kedalam
loyang dengan menggunakan 2 buah sendok atau menggunakan
metode spoon dough dan pada bagian dalam loyang diolesi dengan
margarin terlebih dahulu sehingga adonan tidak langsung
bersinggungan dengan loyang dan untuk mempermudah agar adonan
tidak lengket dan menempel pada loyang.

90
5) Pemanggangan
Pemanggangan merupakan suatu cara untuk mematangkan
cookies menggunakan oven. Pengovenan cookies dilakukan selama
20-30 menit dengan suhu pemanggangan 1600C. Oven yang
digunakan pada proses pemanggangan terdapat dua sisi/bagian
sumber api yaitu terdapat pada bagian bawah dan atas oven sehingga
adonan lebih cepat matang.
6) Pendinginan
Pendinginan bertujuan untuk menghilangkan uap panas pada
cookies yang tidak di dinginkan dan pada saat keadaan panas
langsung dikemas maka akan terjadi uap air di dalam kemasan
sehingga produk cookies menjadi basah/mengembun sehingga
memungkinkan untuk mikrobia tumbuh.

91
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Deskripsi Produk
Cookies atau kue kering merupakan jenis makanan ringan yang
dipanggang. Cookies termasuk jenis biskuit, dimana cookies biasanya
mengandung kadar lemak dan gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis biskuit lainnya. Menurut SNI (1992) cookies adalah jenis biskuit yang
dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila
dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat. Cookies dengan
tepung non terigu termasuk kedalam golongan short dough (Manley, 1983).
1. Analisa Sensori
Metode uji kesukaan umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi
konsumen terhadap suatu sampel yang diujikan dengan mengemukakan
responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji.
Uji sensori ini dapat membantu dalam penentuan formula yang paling
tepat untuk mendapatkan gambaran mengenai selera konsumen dipasaran
dan sangat membantu dalam bidang industri pangan yang ingin
mengeluarkan produknya agar dapat diterima oleh konsumen terutama
produk-produk baru salah satunya adalah cookies dengan penambahan
tepung teh hijau. Dalam pengujian sensori, terdapat 3 sampel yang akan
diuji.

92
Berikut hasil analisa sensoris cookies dengan penambahan tepung
teh hijau dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Hasil Uji Sensori Cookies Dengan Penambahan
Tepung Teh Hijau
Kode Parameter
Sampel Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
145 4.60a 5.13a 5.40a 5.47a 5.47a
b a a a
576 5.27 5.13 5.60 5.40 5.87a
213 5.33b 5.13a 5.20a 5.40a 5.47a
Sumber : SPSS
Keterangan :
– Angka yang diikuti superscript yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tingkat beda nyata pada tingkat signifikan α=0,05
– Semakin tinggi nilai, menunjukkan tingkat kesukaan panelis yang
semakin tinggi.

Kode Sampel :
145 = Penambahan Tepung Teh Hijau 7,5 gr
576 = Penambahan Tepung Teh Hijau 10,5 gr
213 = Penambahan Tepung Teh Hijau 13,5 gr

Skala Penilaian :
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Agak tidak suka
4 = Netral
5 = Agak Suka
6 = Suka
7 = Sangat Suka

93
Berdasarkan Tabel 4.1 Hasil Organoleptik Cookies dari Beberapa
Formulasi Penambahan Tepung Teh Hijau, menggunakan 3 jenis kode sampel
dengan formulasi yang berbeda yaitu kode sampel 145, 576 dan 213. Pada
sampel 145 menggunakan tepung teh hijau 7,5 gram, pada sampel 576
menggunakan tepung teh hijau 10,5 gram dan pada sampel 213 menggunakan
tepung teh hijau 13,5 gram. Kemudian diuji organoleptik dengan uji kesukaan
dengan 15 orang panelis semi terlatih dengan parameter warna, aroma, rasa,
tekstur dan keseluruhan.
a. Warna
Warna adalah parameter yang penting dalam produk pangan.
Keindahan dari produk pangan dinilai dari warna yang bagus. Pada produk
cookies dengan penambahan tepung teh hijau, warna yang diinginkan
konsumen adalah warna hijau, sedangkan warna yang tidak diinginkan
adalah coklat kehitaman karena menunjukkan bahwa produk cookies
tersebut gosong atau terlalu lama dipanggang. Maka dari itu warna
produk harus bagus atau sesuai dengan produk tersebut supaya menarik
konsumen terhadap produk.
Pada parameter warna, sampel 145 berbeda nyata dengan sampel
576 dan 213. Dikatakan berbeda nyata karena sampel tersebut terletak
pada subset yang berbeda. Sedangkan sampel 576 tidak berbeda nyata
dengan sampel 213. Sampel yang paling disukai panelis dari parameter
warna yaitu sampel 213 dengan formulasi tepung teh hijau 13,5 gram.
Sedangkan sampel yang paling tidak disukai panelis yaitu sampel 145
dengan formulasi tepung teh hijau 7,5 gram. Urutan sampel dari parameter
rasa yang paling disukai panelis hingga yang paling tidak disukai berurut-
turut dari parameter warna adalah sampel 213, 576 dan 145. Warna
cookies dengan penambahan tepung teh hijau yang baik adalah warna
hijau, sehingga semakin banyak tepung teh hijau maka warna cookies akan
semakin bagus dan menarik.

94
b. Rasa
Menurut Kartika (1988), rasa didefinisikan sebagai sesuatu yang
dapat diketahui dengan indera perasa. Rasa memiliki empat macam rasa
dasar yaitu manis, asin, asam, dan pahit. Makanan yang masuk ke rongga
mulut akan merangsang saraf-saraf penerima bau. Dengan demikian,
penilaian konsumen terhadap rasa dan aroma saling berhubungan.
Pada parameter rasa, ke tiga sampel tidak memiliki perbedaan
nyata terhadap sampel yang lain. Dikatakan tidak berbeda nyata karena ke
tiga sampel terletak pada satu subset yang sama. Sampel yang paling
disukai panelis dari parameter rasa yaitu sampel 576 dengan formulasi
tepung teh hijau 10,5 gram. Sedangkan sampel yang paling tidak disukai
panelis yaitu sampel 213 dengan formulasi tepung teh hijau 13,5 gram.
Urutan sampel dari parameter rasa yang paling disukai panelis hingga yang
paling tidak disukai berurut-turut adalah sampel 576, 145 dan 213.
Perbedaan rasa pada setiap sampel ini disebabkan oleh jumlah
penambahan tepung teh hijau, semakin banyak penambahan tepung teh
hijau maka akan semakin terasa rasa teh hijaunya.
c. Tekstur
Pada produk cookies, parameter tekstur sangat penting. Tekstur
cookies haruslah renyah, apabila tekstur cookies lembek dan tidak bisa
dimakan dalam satu gigitan maka dapat dikatakan produk telah rusak.
Maka dari itu, tekstur kerenyahan harus diperhatikan pada produk.
Pada parameter tekstur, ke tiga sampel tidak memiliki perbedaan
nyata terhadap sampel yang lain. Dikatakan tidak berbeda nyata karena ke
tiga sampel terletak pada satu subset yang sama. Sampel yang paling
disukai panelis dari parameter tekstur yaitu sampel 145 dengan formulasi
tepung teh hijau 7,5 gram. Sedangkan sampel yang paling tidak disukai
panelis yaitu sampel 576 dan 213 dengan formulasi tepung teh hijau 10,5
gram dan 13,5 gram. Urutan sampel dari parameter tekstur yang paling
disukai panelis hingga yang paling tidak disukai berurut-turut adalah
sampel 145, 576 dan 213.

95
d. Aroma
Pada parameter aroma, ke tiga sampel tidak memiliki perbedaan
nyata terhadap sampel yang lain. Dikatakan tidak berbeda nyata karena ke
tiga sampel terletak pada satu subset yang sama. Dan dari ketiga sampel
tersebut didapatkan pula nilai yang sama sehingga dari ke 15 panelis
tersebut memiiki penilaian yang sama terhadap ke tiga sampel.
Menurut Dewayanthi (1997), peranan aroma dalam makanan sangat
penting, karena aroma turut menentukan daya terima konsumen terhadap
makanan. Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen tetapi juga
oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan aroma yang khas
serta perbandingan berbagai komponen bahan (seperti tepung, telur dan
margarin). Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan
tersebut. Aroma makanan baru dapat dikenali bila berbentuk uap. Pada
umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan berbagai ramuan atau campuran empat aroma utama yaitu
harum, asam, tengik dan hangus.
e. Keseluruhan
Keseluruhan adalah suatu parameter penilaian terhadap suatu objek
yang mencakup kesuluruhan baik tekstur, rasa, aroma dan warna.
Berdasarkan Pada parameter keseluruhana, ke tiga sampel tidak memiliki
perbedaan nyata terhadap sampel yang lain. Dikatakan tidak berbeda nyata
karena ke tiga sampel terletak pada satu subset yang sama. Sampel yang
paling disukai panelis dari parameter keseluruhan yaitu sampel 576 dengan
formulasi tepung teh hijau 10,5 gram. Sedangkan sampel yang paling tidak
disukai panelis yaitu sampel 145 dan 213 dengan formulasi tepung teh
hijau 7,5 gram dan 13,5 gram. Urutan sampel dari parameter keseluruhan
yang paling disukai panelis hingga yang paling tidak disukai berurut-turut
adalah sampel 576, 145 dan 213.
2. Bahan Penyusun Cookies
Dalam pembuatan cookies diperlukan bahan-bahan yang dibagi dalam
dua kelompok, yaitu yang pertama adalah bahan pengikat dan kedua adalah

96
bahan pelembut. Bahan pengikat adalah tepung, air, padatan susu, telur dan
putih telur. Bahan pelembut adalah gula, lemak, baking powder, dan kuning
telur. Selain itu, bahan-bahan penyusun cookies juga dapat dibagi menjadi
bahan utama dan bahan tambahan. Di dalam pembuatan cookies, terigu, telur,
gula dan lemak merupakan bahan utama (Ashwini et al. 2009).
a. Tepung Teh Hijau
Teh hijau bubuk atau matcha didefinisikan sebagai teh hijau giling
yang berbentuk menjadi bubuk halus dengan ukuran partikel kurang dari 76
µm (Park et al., 2001). Teh hijau mengandung senyawa polifenol yang
bermanfaat sebagai antioksidan. Kandungan polifenol dalam teh hijau antara
lain flavanol, flavonoid dan asam fenolik (hingga 30% dari berat kering).
Flavonoid yang paling penting adalah katekin (kandungan sekitar 10% dari
berat kering).
b. Tepung terigu
Tepung yang digunakan untuk pembuatan cookies adalah tepung
gandum lunak dengan kadar protein 8-9 %. Pada umumnya, semakin tinggi
kadar protein maka kadar gluten yang dikandung suatu terigu juga semakin
besar. Berdasarkan kadar proteinnya, terigu dibedakan menjadi dua bagian
yaitu terigu kuat dan terigu lemah. Terigu kuat adalah tepung yang
mengandung protein 12-13% sehingga mampu menyerap air dalam jumlah
besar, memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan remah
yang halus, tekstur yang lembut, dan volume yang besar (Marissa, 2010).
Semakin keras tepung gandum, semakin banyak lemak dan gula
yang harus ditambahkan untuk memperoleh tekstur yang baik. Tepung
terigu dengan kadar protein yang tinggi akan mempengaruhi kekerasan
cookies dan kekerasan remah bagian dalam serta penampakan permukaan.
Bila jumlah tepung sangat sedikit, sedangkan lemak yang ditambahkan
cukup banyak maka cookies akan kehilangan bentuk dan mudah patah
(Matz, 1978).
Tepung lemah membutuhkan lebih banyak lemak dan gula untuk
memperoleh tekstur yang diiginkan yaitu tidak keras dan kasar seperti yang

97
terjadi pada penggunaan tepung keras. Semakin keras tepung gandum (kadar
protein tinggi), maka semakin banyak lemak dan gula yang harus
ditambahkan untuk memperoleh tekstur yang baik. Penambahan tepung
dilakukan sesuai takaran. Apabila penambahan tepung terlalu sedikit, lemak
yang berasal dari margarin menjadi berlebih sehingga biskuit (termasuk
cookies) akan kehilangan bentuk dan mudah patah (Sitanggang 2008).
c. Tepung Maizena
Tepung maizena merupakan tepung yang berasal dari pati jagung
yang tergolong gluten free. Pengguaan dalam pembuatan cookies dapat
memberikan efek renyah. Komposisi tepung maizena pada resep cookies
adalah untuk menggantikan presentae yang sama pada tepung terigu, maka
komposisinya menjadi 30% tepung terigu dan 20% maizena agar tidak
mengubah komposisinya (Haliza dkk, 2012).
d. Gula
Berfungsi memberikan rasa manis dan mempengaruhi tekstur
cookies. Gula bergabung dengan udara ke dalam lemak selama pembuatan
adonan. Selama pemanggangan, gula yang tidak larut menjadi larut dan
menyebabkan penyebaran bentuk cookies. Parameter lain yang dipengaruhi
oleh formula gula yaitu kekerasan cookies, kerenyahan, warna, dan volume
(Pareyt et al. 2009). Gula pun dapat memperpanjang umur simpan cookies,
karena gula mempunyai sifat higroskopis (menahan air). Penambahan gula
yang terlalu banyak menyebabkan biskuit kurang lezat dan kurang lembut
karena terjadinya penyebaran gluten tepung (Supriadi 2004).
Gula dalam bentuk sukrosa berfungsi sebagai pemanis, pembentuk
tekstur (pelembut), pemberi warna, dan pengontrol penyebaran cookies.
Gula yang digunakan bisa dalam bentuk gula pasir, gula pasir halus, atau
tepung gula. Besarnya partikel gula dalam bentuk adonan akan
mempengaruhi penyebaran cookies. Gula halus memiliki sifat pengkriman
yang lebih baik dibandingkan dengan tepung gula. Penggunaan gula halus
akan menghasilkan kue kering dengan tekstur lebih halus, sedangkan
penggunaan gula pasir akan menghasilkan kue yang renyah. Jenis pemanis

98
lain yang dapat digunakan adalah brown sugar, invert syrup laktosa atau
madu (Matz, 1978).
e. Garam
Peranan garam dalam pembuatan kue adalah untuk menguatkan
flavor, membantu dalam pelarutan gluten untuk menciptakan struktur yang
baik dalam adonan. Matz (1978) menyebutkan bahwa sebagian besar
formula kue menggunakan 1% garam atau kurang. Garam digunakan untuk
membentuk efek rasa dan menguatkan flavor. Jumlah garam yang
ditambahkan tergantung pada beberapa faktor, di antaranya jenis tepung dan
formula yang digunakan. Tepung yang mempunyai kadar protein lebih
rendah akan membutuhkan lebih banyak garam karena garam akan
memperkuat struktur protein. Semakin lengkap formula yang digunakan
semakin banyak jumlah garam yang harus ditambahkan. Matz dan Matz
(1978) meyatakan bahwa sebagian besar formula cookies menggunakan 1%
garam atau kurang.
f. Margarin
Merupakan salah satu lemak yang digunakan dalam pembuatan cookies
yang berfungsi untuk memperbaiki struktur dan menambah cita rasa cookies.
Penggunaan margarin dalam pembuatan cookies akan menghasilkan cookies
yang kokoh dan stabil (Wahyuni dkk, 1998). Selain itu margarin sering
digunakan karena memberikan rasa lembut dan halus, serta penampakan yang
baik. Jenis lemak lain yang dapat digunakan antara lain mentega (lemak
hewani) maupun campuran dari keduanya.
g. Kuning Telur
Telur mempengaruhi tekstur produk kue karena sifat pengemulsi,
pelembut, dan pengikat yang dimilikinya. Selain itu telur juga berfungsi
untuk meningkatkan nilai gizi, memberikan warna dan flavor yang disukai.
Telur penting dalam menentukan kualitas organoleptik semua jenis cookies.
Selain itu, penggunaan telur dimaksudkan untuk memberikan kelembaban,
nilai gizi dan membangun struktur. Telur yang biasa digunakan yaitu bisa
kuning telur, putih telur atau keduanya. Dengan menggunakan kuning telur

99
akan dihasilkan kue kering yang empuk, sebaliknya bila menggunakan putih
telur saja akan menjadi keras (Matz, 1978).
h. Susu bubuk
Susu bubuk digunakan sebagai sumber protein karena susu
mengandung kasein. Susu mengandung laktosa yang dapat membantu
pembentukan aroma dan menahan penyerapan air, juga berperan sebagai
bahan pengisi untuk mengikatkan kandungan gizi biskuit yang dihasilkan
(Supriadi 2004). Penggunaan susu skim dapat memperbaiki penerimaan
(warna, aroma, dan rasa), sebagai bahan pengisi, mempertinggi volume
cookies, memperbaiki butiran dan susunan cookies, serta memperbaiki umur
simpan. Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat
dan sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian
susu yang mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36,4% (Pratiwi
2008).
i. Soda kue
Leaving agent merupakan senyawa kimia yang bila terurai akan
menghasilkan gas dalam adonan sehingga dapat membentuk volume dan
produk yang dihasilkan menjadi lebih ringan dan mengembang karena
dihasilkan gas CO2. Bahan pengembang yang umum digunakan adalah
amonium bikarbonat, sodium bikarbonat (NaHCO3), dan baking powder.
Penggunaan sodium bikarbonat (soda kue) lebih populer disebabkan oleh
harga dan toksisitas yang rendah, mudah ditangani, cepat larut pada suhu
ruang, tidak meninggalkan rasa pada pada produk dan lebih murni
(Sitanggang 2008).
j. Vanili
Penambahan flavor pada cookies ditujukan untuk memberi rasa
tertentu guna meningkatkan penerimaan produk. Salah satu bahan yang
dapat ditambahkan pada produk cookies sebagai flavor adalah vanili. Vanili
dapat memberikan aroma yang baik pada cookies. Flavor relatif stabil pada
suhu pemanggangan, tetapi dapat berubah drastis jika dibakar dengan
menggunakan api (Marissa, 2010).

100
k. Choco chips
Fungsi choco chips dalam pembuatan cookies yaitu berfungsi
sebagai hiasan (garnish) sehingga membuat tampilan pada cookies lebih
menarik dan memperbaiki kenampakan pada cookies.
3. Proses Pembuatan Cookies
Berdasarkan hasil percobaan hal pertama yang dilakukan dalam
membuat cookies tepung teh hijau yaitu mencampur 100 gram margarin dan 80
gram gula halus dengan menggunakan mixer hingga tercampur rata kemudian
ditambahkan 1 butir kuning telur dan 1 gram vanili kemudian diaduk dengan
mixer hingga tercampur rata. Setelah tercampur rata, kemudian ditambahkan
bahan-bahan kering seperti 150 gram tepung terigu , tepung teh hijau sesuai
formulasi (7,5 gam, 10,5 gram dan 13,5 gram), 30 gram tepung maizena, dan
20 gram susu bubuk yang ditambahkan sedikit demi sedikit sambil diayak
kemudian ditambahkan 1 gram soda kue dan 1 gram garam diaduk hingga
bahan-bahan terampur menjadi adonan yang rata. Setelah itu, adonan dicetak
menggunakan metode spoon dough yaitu mencetak dengan menggunakan dua
buah sendok. Adonan yang telah dicetak kemudian di letakkan kedalam loyang
yang telah diolesi dengan margarin dan kemudian di panggang ke dalam oven
dengan suhu 150ºC menggunakan api atas dan bawah selama kurang lebih 15-
20 menit. Dan setelah matang kemudian loyang diangkat dan di biarkan dingin
kemudian dilakukan uji organoleptik.
Prinsip dasar pembuatan cookies menurut teori Rizqie (2008), adalah
mengocok adonan, mencetak adonan, memberi hiasan dan memanggang.
Mengocok adonan dimulai dengan mengocok campuran mentega dan gula
sampai homogen, kemudian dimasukkan telur sesuai resep. Pengocokan tidak
boleh terlalu lama, cukup sampai adonan tercampur dan telur tidak perlu
mengembang. Masukkan bahan lain dan aduk secukupnya setelah lebih dahulu
mixer dimatikan. Mencetak adonan dimaksudkan untuk membuat bentuk
cookies sesuai dengan yang dikehendaki. Adakalanya setelah pencetakan
adonan diberi hiasan supaya tampilan lebih menarik. Cara menghias bisa
dilakukan sebelum atau sesudah dipanggang. Untuk memanggang bisa

101
digunakan loyang datar dengan lebih dahulu diolesi mentega/margarin tipis-
tipis. Kemudian dipanggang pada suhu 160ºC-170ºC selama 20-25 menit,
dengan sebelumnya oven dipanasi terlebih dahulu selama 15 menit. Setelah
dipanggang, loyang dikeluarkan dari oven dan cookies dibiarkan sampai
dingin, baru dikemas.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Cookies
Menurut Fajarningsih (2013), kualitas cookies dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: pemilihan bahan, penimbangan bahan, pencampuran
bahan, pencetakkan adonan, pengovenan, pendinginan, dan pengemasan.
a. Pemilihan bahan
Pemilihan bahan merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas
cookies yang dihasilkan. Bahan yang tidak baik kualitasnya akan
menghasilkan cookies yang tidak baik pula. Pemilihan bahan harus diteliti
antara lain dengan memperhatikan warna, aroma, kebersihan dan umur.
Bahan-bahan yang kualitasnya baik antara lain :
1) Tepung terigu
Tepung yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung
protein rendah (soft wheat) dengan kandungan protein 8% - 9%. Cara
pemilihan tepung protein rendah adalah mempunyai warna lebih putih
dibandingkan dengan warna tepung protein tinggi, kering, tidak berbau
apek, tidak menggumpal, dan tidak ditumbuhi jamur. Jika dipegang
dengan tangan tekstur tepung protein rendah lebih halus dibandingan
dengan tepung protein tinggi.
2) Lemak
Lemak yang digunakan harus dalam keadaan bagus, terbungkus
rapat, tidak berjamur, tidak apek dan tidak kadaluwarsa. Penggunaan
lemak yang terlalu banyak akan mengakibatkan kue menjadi terlalu
mengembang, sebaliknya kekurangan lemak mengakibatkan kue kurang
mengembang. Penggunaan bahan harus benar-benar sesuai dengan
ukuran yang telah ditetapkan resep standart cookies.
3) Telur

102
Telur yang digunakan adalah telur yang masih baik. Ada beberapa
teknik dalam memilih telur yang masih baik, yaitu : (1) kulit telur masih
baik dan tidak retak, (2) jika dilihat/diteropong disinar matahari, telur
tampak jernih, (3) telur akan tenggelam jika dimasukkan ke dalam air, (4)
telur tidak berbunyi jika digoyang-goyang, (5) kuning telur masih bulat
dan terleta ditengah-tengah, (6) telur tidak mengeluarkan bau yang tidak
sedap.
Sedangkan telur yang sudah tersimpan lama ruang udaranya akan
semakin besar akibat berkurangnya kadar air dalam telur. Putih telur akan
berangsur-angsur mencair kemudian diikuti oleh bagian kuning sehingga
bagian putih dan bagian merah akan menjadi satu. Selanjutnya telur akan
mengeluarkan bau busuk dan ringan
4) Gula
Gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula halus. Gula
halus digunakan adalah gula yang teksturnya lebih halus, berwarna putih,
tidak menggumpal,bersih, kering, dan tidak kotor. Gunakan gula sesuai
resep. Gula menimbulkan reaksi pencokelatan. Pemakaian gula
berlebihan membuat bentuk kue melebar dan cepat gosong, sedangkan
kurang gula membuat kue kering berwarna pucat, matangnya lama, dan
aromanya kurang harum.
b. Penimbangan Bahan
Proses penimbangan bahan harus dilakukan dengan tepat dan
menggunakan alat ukur yang standart. Penimbangan bahan yang dilakukan
tidak tepat akan menyebabkan kegagalan dalam pembuatan cookies.
c. Pencampuran bahan
Pencampuran bahan harus diperhatikan untuk mendapatkan cookies
yang berkualitas. Bahan-bahan yang telah ditimbang dicampur secara rata
(homogen) untuk mendapatkan adonan yang bagus. Ketika mencampur
adonan jangan terlalu lama, karena terlalu lama, adonan akan lembek,
sehingga adonan tidak dapat dicetak. Bila ditambah tepung, hasil cookies
akan keras.

103
d. Pencetakkan
Pencetakan adonan yang terlalu tebal akan menjadikan kue kurang
bagus bentuknya dan tekstur bagian dalam kurang kering sedangkan jika
pencetakan terlalu tipis mengakibatkan kue cepat gosong. Ukuran tebal
cookies harus sama yaitu 0,5 cm – 1 cm, bila akan dioven, hal ini bertujuan
untuk mencegah kehangusan, mencegah perbedaan warna, mempengaruhi
tingkat kematangan serta tekstur cookies yang dihasilkan.
e. Pengovenan
Suhu pembakaran tergantung pada tebal tipisnya adonan. Suhu yang
terlalu panas akan mengakibatkan kue terbentuk sebelum menyebar. Suhu
yang terlalu rendah akan mengakibatkan kue terlalu banyak menyebar,
sehingga terlalu banyak air yang hilang karena pembakarannya terlalu lama,
selain itu aroma dan rasa juga menjadi hilang. Oven dipanaskan 10–15
menit sebelum adonan dipanggang agar suhu stabil atau ketika suhu
mencapai 1500 C selama 20 menit. Hasil yang baik dapat diperoleh dengan
mengeluarkan kue kering dari oven sewaktu masih dalam keadaan sedikit
lembek. Kue-kue itu akan dilanjutkan pemanasannya di atas loyang. Kue
kering dipindahkan dari loyang dalam keadaan masih hangat, untuk menjaga
kemungkinan terjadi kerusakan.
f. Pengemasan
Cookies yang sudah matang ditunggu hingga benar-benar dingin tidak
terlalu lama karena dapat mengakibatkan kue menjadi tidak renyah, tetapi
juga tidak terlalu cepat karena dapat mengakibatkan kue mengembun.
Setelah benar-benar dingin kemudian dimasukkan ke dalam toples yang
tertutup rapat agar cookiesr tetap renyah dan dapat bertahan lama.

104
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, setelah dilakukannya observasi di Pusat
Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip dasar pembuatan cookies yaitu pencampuran adonan, pembentukan
dan pemanggangan
2. Berdasarkan hasil uji organoleptik cookies dengan penambahan tepung teh
hijau, sampel yang paling disukai panelis dari parameter warna yaitu
sampel 213 dengan penambahan tepung teh hijau 13,5 gram
3. Berdasarkan hasil uji organoleptik cookies dengan penambahan tepung teh
hijau, sampel yang paling disukai panelis dari parameter aroma yaitu
sampel 213 dengan penambahan tepung teh hijau 13,5 gram
4. Berdasarkan hasil uji organoleptik cookies dengan penambahan tepung teh
hijau, sampel yang paling disukai panelis dari parameter rasa yaitu sampel
576 dengan penambahan tepung teh hijau 10,5 gram
5. Berdasarkan hasil uji organoleptik cookies dengan penambahan tepung teh
hijau, sampel yang paling disukai panelis dari parameter tekstur yaitu
sampel 145 dengan penambahan tepung teh hijau 7,5 gram
6. Berdasarkan hasil uji organoleptik cookies dengan penambahan tepung teh
hijau, sampel yang paling disukai panelis dari parameter keseluruhan yaitu
sampel 576 dengan penambahan tepung teh hijau 10,5 gram
B. Saran
Pada proses pembuatan cookies dengan penambahan tepung teh hijau,
terdapat hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas cookies
tepung teh hijau. Oleh karena itu dapat disarankan :
1. Perlu adanya pengenalan atau sosialisasi yang lebih luas kepada
masyarakat supaya produk diterima oleh masyarakat luas dan
meningkatkan daya tarik konsumen dan sifat fisik yang tidak begitu
berbeda dengan cookies terigu.

105
2. Dalam pembuatan cookies tepung teh hijau, sebaiknya menggunakan
bahan dari jenis teh Assamica karena tepung teh hijau yang dihasilkan
akan memiliki warna yang lebih hijau.

106
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Yuyun. 2007. Aneka Nugget Sehat nan Lezat. Agromedia Pustaka,
Jakarta.
Ambarini. 2005. Cake Cokelat Populer. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ashwini A, Jyotsna R, Indrani D. 2009. Effect Of Hydrocolloids And Emulsifiers
On The Rheological, Microstructural and Quality Characteristics Of
Eggless Cake. Journal Food Hydrocolloids. Vol 2 No 3, 700-707.
Astawan, M. W. 2003. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna.
Akademika Pressindo, Jakarta.
Badan Standar Nasional. 1990. Standar Nasional Indonesia Vanili. SNI No. 01-
0010-1990. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia Cookies. SNI No. 01-
2973-1992. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia Tepung Terigu. SNI
No. 01-2974-1992. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia Tepung Maizena. SNI
No. 01-3727-1995. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia Garam Beryodium.
SNI No.01-3556-2000. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia Margarin Industri.
SNI No.01-3541-2002. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia Susu Bubuk. SNI No.
01-2970-2006. Standar Nasional. Jakarta.
Badan Standar Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Telur Ayam. SNI
3926:2008. Standar Nasional. Jakarta.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., dan Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan.
UI Press, Jakarta.
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan Edisi III. UI Press,
Jakarta.
Dewayanthi, D. 1997. Aroma Makanan. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Diah, Surjani Ananto. 2009. Buku Pintar Membuat Kue Kering. Gramedia
Pustaka Umum, Jakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 2009. Tabel Komposisi Pangan
Indonesia. Kompas Gramedia. Jakarta.
Fajiarningsih, Hernawati. 2013. Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang
(Solanum Tuberosum L) Terhadap Kualitas Cookies. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang. Semarang.

107
Faridah, Anni. 2008. Patiseri Jilid 1 Untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejujuran, Jakarta.
Hadinezhad, M and Butler F. 2009. Effect of flour type and dough rheological
properties on cookie spread measured dynamically during baking. J.
Cereal Sci. 49: 178-183.
Hadipoenyanti, E dan L. Udarno. 1998. Botani Panili Monograf Panili. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Haliza, Winda., Sari Intan Kailaku dan Sri Yuliani. 2012. Penggunaan mixture
response surface methodology pada optimasi formula brownies berbasis
tepung talas banten (xanthosoma undipes k. Koch) sebagai alternative
pangan sumber serat. J. pasca panen. Vol 9 (2), 96-106.
Hudaya, S. dan Daradjat, S. 1981. Dasar-Dasar Pengawetan I. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Husain, E. 1993. Biskuit, Crackers dan Cookies Pengenalan Tentang; Aspek
Bahan Baku, Teknologi dan Produksi. Makalah yang Disampaikan dalam
Paket Seminar Industri Pangan. HIMITEPA-IPB, Bogor.
Imanningsih, Nelis. 2013. Pengaruh Suhu Ruang Penyimpanan Terhadap Kualitas
Susububuk. J. Agrointek. Vol 7 (1), 1-5.
Iriyanti, Y. 2012. Subtitusi Tepung Ubi Ungu dalam Pembuatan Roti Manis,
Donat dan Cake Bread. (Proyek Akhir). Universitas Negri Yogyakarta.
Yogyakarta.
Kao, Y.H., Hiipakka RA, and LiaoS. Modulation of endocrine systems and food
intake by green tea epigallocatechin gallate. Endocrinology 141: 980–987.
Kartika, B. P. Hastuti, dan W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Roti. eBookPangan.com.
Kume, H. 1989. Metode Statistik Peningkatan Mutu. Melton Putra, Jakarta.
Lawani, M. 1993. Panili: Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Kanisius,
Yogyakarta.
Manley, D. 1983. Technology of Biscuit, Crackers and Cookies. Ellies Horwood
Limited, London.
Marissa, Dina. 2010. Formulasi Cookies Jagung Dan Pendugaan Umur Simpan
Produk Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Matz, S. A. dan Matz, T. D. 1978. Cookie and Cracker Technology. Second
Edition. The Avi Publishing Compani Inc., Usa.
Rismunandar dan E. S. Sukma. 2004. Bertanam Panili. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setyaningsih, D., M.S. Rusli., I. Mariska dan E. Hadipoentyant. 2006. Aplikasi
Proses Pengeringan Vanili Termodifkasi Untuk Menghasilkan Ekstrak

108
Vanili Berkadar Vanillin Tinggi dan Pengembangan Produk Berbasis
Vanili. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sitanggang, Azis Boing. 2008. Pembuatan Prototipe Cookies Dari Berbagai Bahan
Sebagai Produk Alternatif Pangan Darurat. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Suseno, T.I.P. dan M.M. Husodo. 2000. Pengaruh Jenis dan Jumlah Lemak yang
Ditambahkan Terhadap Sifat Mentega Tempe. J. Teknologi Pangan dan
Gizi. Vol 1 (2), 1-4.
Suyanti. 2009. Membuat Mie Sehat Bergizi dan Bebas Pengawet. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998. Dasar-dasar Gizi Kuliner. Grasindo, Jakarta.
Tombe, M. 2004. Teknologi Bibit Panili Sehat di Bali. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri. Vol 10 (1).
U. S Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan,
Jakarta.
Weiss, D.J., and Christopher RA. Determination of catechins in matcha green tea
by micellar electrokinetic chromatography. Journal of Chromatography A,
1011: 173-180. 2003
Whiteley, P, R. 1971. Biskuit Manufacture. Apllied Science Publ. Ltd. London.
Winarno, F.G. 1993. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

109

Anda mungkin juga menyukai