Anda di halaman 1dari 73

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk
melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan
ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga
masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah serta
didukung oleh partisipasi masyarakatnya (Mardikanto, 1996). Sektor pertanian
mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian, selain itu sektor
pertanian juga berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi manusia.
Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan
peningkatan pada kebutuhan pangan, untuk itu diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) pertanian telah
menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan
produktivitas padi, diantaranya varietas unggul yang sebagian diantaranya
telah dikembangkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, badan LITBANG Pertanian juga telah
menghasilkan dan mengempangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi dan
efisiensi input produksi
Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah dengan
menerapkan pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman
terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan
efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya
alam secara bijak. Pada dasarnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metode/strategi,
bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman,
tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu
dan berkelanjutan. Melalui usaha tersebut diharapkan kebutuhan beras
nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat ditingkatkan serta usaha

1
2

pertanian padi dapat terlanjutkan (BPP Sukoharjo, 2008). Tujuan dari sistem
ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan, dan
efisiensi produksi dengan memperhatikan sumber daya yang ada, kemampuan
dan kemauan petani.
Pelaksanaan SL-PTT menggunakan sarana kelompok tani yang sudah
terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani yang dimaksud adalah kelompok
tani yang dibentuk berdasarkan domisili atau hamparan, diusahakan yang
lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan. Hal ini perlu untuk
mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu
sama lainnya dan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi SL-PTT
sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru oleh petani lainnya.
Peranan masyarakat dalam kegiatan SL-PTT sangatlah diperlukan, tanpa
ada partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut maka program tersebut
tidak akan berjalan. Adapun fasilitas dalam SL-PTT berupa benih unggul,
pupuk organik, pupuk anorganik serta bacteri chorin. Dalam pelaksanaan SL-
PTT di Kecamatan Plupuh masih memiliki kendala. Dalam penelitian awal
yang dilakukan oleh peneliti kendala yang dihadapi yaitu tidak semua petani
mampu menerapkan sistem jajar legowo yang merupakan salah satu
komponen teknologi dalam PTT untuk itu diperlukan kajian yang mendalam
mengenai partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT.
B. Perumusan Masalah
SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya
dilakukan di lapangan. Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan
penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian
berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani
disekitarnya. Petani peserta SL-PTT diberi kebebasan memfokuskan ide,
rencana dan keputusan bagi usahataninya sendiri. Mereka dilatih agar mampu
membentuk dan menggerakkan kelompok tani dalam alih teknologi kepada
petani lain. Melalui SL-PTT, petani diharapkan terpanggil dan bertanggung
jawab untuk bersama-sama meningkatkan produksi padi dalam mewujudkan
swasembada beras. Materi pendidikan yang di berikan dalam SL-PTT
3

mencakup aspek yang diperlukan oleh kelompok tani. Ada tiga aspek yang
perlu diperhatikan dalam penyampaian materi antara lain: pertama adalah
aspek teknologi: ketrampilan dan pengetahuan, dalam SL-PTT, petani
diberikan berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
menjadi manager dilahan usahataninya sendiri seperti analisis ambang
ekonomi hama dan penyakit tanaman, analisis perubahan iklim, analisis
kecukupan hara bagi tanaman dan efisiensi penggunaan air dengan sistem
pengairan berselang; kedua aspek hubungan antar petani : interaksi dan
komunikasi, SL-PTT mendorong petani untuk dapat bekerja sama, melakukan
analisis secara bersama-sama, diskusi dan berkomunikasi dengan santun
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang lain; ketiga adalah
aspek pengelolaan: manajer dilahan usahatani sendiri, dalam SL-PTT, petani
peserta didorong untuk pandai menganalisis masalah yang dihadapi dan
membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
Adanya program pengelolaan tanaman terpadu diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas padi serta mampu meningkatkan pendapatan
petani. Demi kesuksesan program tersebut diperlukan partisipasi dari para
petani agar kegiatan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Akan
tetapi, kegiatan ini juga mempunyai kendala seperti kurangnya kesadaran dari
beberapa petani untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun praktek?
2. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen?
3. Bagaimana partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen?
4. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan pendorong petani untuk
berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT?
4

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun paraktek
2. Mengkaji karakteristik petani peserta SL-PTT di Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen
3. Mengkaji partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen.
4. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dan pendorong petani
untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai kegiatan sekolah
lapang langsung dari lapangan.
2. Bagi Badan Pelaksana Penyuluhan (BPP) dan instansi terkait lainnya,
sebagai masukan dalam menyusun program kerja yang lebih baik.
3. Bagi peneliti lain, sebagai pembanding dalam melakukan penelitian
sejenis.

II. LANDASAN TEORI


A. Tinjauan Pustaka
1. Pembangunan Pertanian
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk
melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan
ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga
masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan
ddukung oleh partisipasi masyarakatnya, dengan menggunakan teknologi
yang terpilih (Mardikanto, 1996).
Pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses yang
ditujukan untuk selalu menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap
konsumen, yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas
usaha tiap-tiap petani dengan jalan menambah modal dan skill untuk
5

memperbesar turut campur-tangannya manusia di dalam perkembangan


tumbuhan dan hewan (Hadisapoetro, 1973).
Pembangunan pertanian adalah pembangunan sektor pertanian atau
pembangunan usahatani, yang selalu mengacu kepada selalu tercapainya
kenaikan produktivitas dan penerimaan usahatani untuk jangka waktu
yang tidak terbatas, secara berkelanjutan lestari (Mardikato, 2007).
2. Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi petani dan
keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya agar mereka mau dan
mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses
informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan
kesejahteraannya (Departemen Pertanian, 2005).
Penyuluhan, menurut Van Den Ban (1999), diartikan sebagai
keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara
sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga
bisa membuat keputusan yang benar. Pendidikan penyuluhan adalah ilmu
yang berorientasi keputusan tetapi juga berlaku pada ilmu sosial
berorientasi pada kesimpulan. Ilmu ini mendukung keputusan strategi
5
yang harus diambil dalam organisasi penyuluhan. Penyuluhan juga dapat
menjadi sarana kebijaksanaan yang efektif untuk mendorong
pembangunan pertanian dalam situasi petani tidak mampu mencapai
tujuannya karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Sebagai sarana
kebijakan, hanya jika sejalan dengan kepentingan pemerintah atau
organisasi yang mendanai jasa penyuluhan guna mencapai tujuan petani.
Penyuluhan pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk
mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan
mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri
dalam usaha atau kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan
tingkat kehidupannya (Kartasapoetra, 1994).
6

“Extension work is an out-school system of education in which


adults and young people learn by doing. It is a partnership
between the goverment, the land-grant colleges, and the people,
which provides service and education designed to meet the
needs of the people. Its fundamental objective is the
development of the people” (Kelsey and Cannon, 1955).

Penyuluhan adalah sistem pendidikan luar sekolah di mana orang


dewasa dan pemuda belajar dengan mengerjakan. Penyuluhan adalah
hubungan kemitraan antara pemeritah, tuan tanah, dan masyarakat, yang
menyediakan pelayanan dan pendidikan terencana untuk menemukan
kebutuhan masyarakat. Tujuan utamanya adalah kemajuan masyarakat
(Kelsey and Cannon, 1955).
Penyuluhan pertanian adalah proses penyebarluasan informasi yang
berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusaha tani
demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan
perbaikan kesejahteraan keluarga/masyarakat yang diupayakan melalui
kegiatan pembangunan pertanian (Mardikanto, 1993).
Wiriaatmadja (1986) dalam Basriansyah (2009) mengartikan
penyuluhan pertanian adalah suatu system pendidikan luar sekolah untuk
keluarga-keluarga tani dipedesaan, dimana merkea belajar sambil berbuat
untuk menjadi mau, tahu dan bias menyelesaikan sendiri masalah-masalah
yang dihadinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Jadi
penyuluahan pertanian itu adalah suatu bentuk pendidikan yang cara,
bahan dana sarananya disesuaikan kepada keadaan, kebutuhan dan
kepentingan baik dari sasaran, waktu maupun tempat. Karena sifatnya
yang demikian maka penyuluhan biasa juga disebut pendidikan non formal
The Food and Agriculture Organization of the United Nations
Maunder (1972) in Hawkins et all (1982) has defined agricultural
extention as : “an informal out-of-school educational service for
training and influencing farmers (and their families) to adopt
improved practices in crop and livestock production, management,
conservation and marketing. Concern is not only with teaching and
securing adoption of a particular improved parctice, but whit
changing with outlook of the farmer to the point where he will
7

receptive to, and on his own initiative continuously seek, means of


improving his farm business and home”.
Penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan informal yang
menyediakan jasa untuk pelatihan dan mempengaruhi petani (dan
keluarganya) untuk memperbaiki hasil dan produksi ternak, pengelolaan,
penyimpanan dan pemasaran. Perhatian utamanya tidak hanya dengan
mengajar dan pengawasan adopsi dari fakta-fakta, melainkan dengan
harapan adanya perubahan langsung dari petani dimana dia akan menerima
dan secara inisiatif pribadi untuk terus mencari untuk meningkatkan bisnis
di bidang pertanian.
Soeharto (2005) dalam Kartono (2008) mengatakan bahwa
penyuluhan pertanian merupakan bagian dari sistem pembangunan
pertanian yang merupakan sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan
non formal) bagi petani beserta keluarganya dan anggota masyarakat
lainnya yang terlibat dalam pembangunan pertanian, dengan demikian
penyuluhan pertanian adalah suatu upaya untuk terciptanya iklim yang
kondusif guna membantu petani beserta keluarga agar dapat berkembang
menjadi dinamis serta mampu untuk memperbaiki kehidupan dan
penghidupannya dengan kekuatan sendiri dan pada akhirnya mampu
menolong dirinya sendiri. Selanjutkan dikatakan oleh Salim (2005) dalam
Kartono (2008), bahwa penyuluhan pertanian adalah upaya pemberdayaan
petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui
kegiatan pendidikan non formal dibidang pertanian, agar mampu
menolong dirinya sendiri baik dibidang ekonomi, sosial maupun politik,
sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat
dicapai.
“Extension is an educational process for bringing about the
maximum number of desirable changes among the people, which
involves both learning & teaching & needs some tools or methods
commonly known as extension-teaching methods” (Krishiworld,
2010).
Penyuluhan adalah suatu proses pendidikan untuk menghasilkan
jumlah perubahan yang besar yang diinginkan yang melibatkan proses
8

belajar dan mengajar dan membutuhkan alat dan metoda yang biasa
dikenal sebagai metode mengajar penyuluhan.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian harus
mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka
pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih
terarah dalam aktivitas usaha tani dipedesaan, perubahan-perubahan itu
menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan sikap dan
motif tindakan petani.
a. Perubahan tingkat pengetahuan, meliputi perubahan-perubahan dari apa
yang mereka sekarang telah mengetahuinya, sehingga tadinya bersifat
kurang menguntungkan menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih
menguntungkan.
b. Perubahan tingkat kecakapan atau kemampuan, meliputi perubahan-
perubahan dalam hal kecakapan/kemampuan berpikir, apa yang pada
mulanya kurang mendapat perhatian, tidak memberi gambaran-
gambaran akan adanya hal-hal yang meguntungkan, belum terpikrkan
dan tergambarkan daya dan cipta ketrampilan yang lebih efektif dan
efisien, kini telah berubah menjadi cakap/mampu memperhatikannya,
menggambarkan dan melaksanakan cara-cara dan ketrampilan yang
lebih berdaya guna dan berhasil guna.
c. Perubahan sikap, meliputi perubahan-perubahan dalam perilaku dan
perasaan yang didukung oleh adanya peningkatan kecakapan,
kemampuan dan pemikiran.
d. Perubahan motif, meliputi perubahan-perubahan terhadap apa yang
biasanya dan sebenarnya mereka kerjakan yang kurang menguntungkan
sehingga menjadi perlakuan-perlakuan yang lebih menguntungkan yang
didukung oleh keyakinan dan daya pemikirannya yang telah meningkat.
Tujuan penyuluhan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf
hidup masyarakat petani, mencapai kesejahtreaan hidup lebih terjamin.
Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila para petani dalam masyarakat itu,
9

pada umumnya telah melakukan “better farming, better business dan


better living” yang artinya:
a. Better farming, mau dan mampu mengubah cara-cara usaha taninya
dengan cara-cara yang lebih baik.
b. Better business, berusaha yang lebih menguntungkan, misalnya
menjauhi para pengijon, para lintah darat dan sebagainya.
c. Better living, menghemat, tidak berfoya-foya setelah melangsungkan
panenan, menabung, bekerjasama memperbaiki higiene lingkungan,
mendirikan industri-industri rumah dengan mengikutsertakan
keluarganya guna mengisi kekosongan waktu menunggu panenan.
(Kartasapoetra, 1994).
3. Partisipasi
Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dalam sesuatu yang
ditawarkan. Tindakan petani untuk berpartisipasi tidak lepas dari
kemampuan diri serta perhitungan untung dan rugi. Dalam keadaan yang
sewajarnya petani tidak akan melakukan hal-hal diluar kemampuannya
atau yang merugikan dirinya. Kemampuan petani berkaitan dengan situasi
lingkungan serta keadaan yang melekat pada dirinya
(Warsito, dalam Supadi, 2008).
Petani merupakan subyek utama yang menentukan produktivitas
usahatani yang dikelolanya. Secara naluri petani menginginkan
usahataninya memberikan manfaat tertinggi dari sumberdaya yang
dikelola. Produktivitas sumber daya usahatani bergantung pada teknologi
yang diterapkan. Oleh karena itu kemampuan dan kemauan petani
mengadopsi teknologi budidaya anjuran merupakan syarat mutlak
tercapainya upaya pengembangan pertanian di suatu daerah (Supadi, 2008)
Upholf (1992) dalam Krisnanto (2007) mengartikan partisipasi
sebagai gerakan masyarakat untuk terlibat dalam proses pembuatan
keputusan, dalam pelaksanaan kegiatan, ikut menikmati hasil dari kegiatan
tersebut, dan ikut serta dalam mengevaluasinya. Konsep partisipasi
masyarakat dalam pembangunan sudah mulai dikenalkan oleh pemerintah
10

sejak awal tahun 1980-an melalui istilah pemberdayaan masyarakat.


Masyarakat diharapkan untuk dapat berpartisipasi dalam membangun serta
menjaga lingkungan dimana mereka berada. Sedangkan Bank Dunia
(1994) dalam Krisnanto (2007) mengartikan partisipasi sebagai suatu
proses dimana sebagai pelaku (stakeholders) dapat mempengaruhi serta
membagi wewenang dalam menentukan inisiatif-inisiatif pebangunan,
keputusan serta pengalokasian berbagai sumber daya yang berpengaruh
terhadap mereka.
Mubyarto (1984) dalam Ndraha (1990) mendefinisikan partisipasi
sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnyansetiap program sesuai
kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri
sendiri.
Participation is simply a process of taking part in different spheres
of societal life: political, economic, social, cultural and others
(Sidorenko, 2010).
Partisipasi adalah suatu proses yang sederhana dari pengambilan
bagian didalam suatu lapisan sosial masyarakat yang berbeda : politik,
ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.
Cleaver dalam Cooke dan Kothari (2002) dalam Atmoko (2010)
mengatakan bahwa partisipasi adalah sebuah instrumen atau alat untuk
mencapai hasil dan dampak program/kebijakan yang lebih baik, sedangkan
dalam argumen demokratisasi dan pemberdayaan, partisipasi adalah
sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas individu-individu, sehingga
menghasilkan sebuah perubahan yang positif bagi kehidupan mereka.
Dussel (1981) dalam Mardikanto (2009) membedakan adanya
beberapa jenjang kesukarelaan masyarakat untuk berpartisipasi yaitu :
a. Partisipasi spontan, yaitu peranserta yang tumbuh karena motivasi
intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri.
b. Partisipasi terinduksi, yaitu peranserta yang tumbuh karena terinduksi
oleh adanya motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh, dorongan)
dari luar; meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebiasaan penuh
untuk berpartisipasi
11

c. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peranserta yang tumbuh


karena adanya tekanan yang dirasakan sebagaimana layaknya warga
masyarakat pada umumnya, atau peranserta yang dilakukan untuk
mematuhikebiasaan, nilai-nilai atau norma-norma yang dianut oleh
masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih
atau dikucilkan masyarakatnya.
d. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial-ekonomi, yaitu peran serta yang
dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial atau menderita
kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang
dilaksanakan.
e. Partisipasi tertekan oleh peraturan, yaitu peranserta yang dilakukan
karena takut menerima hukuman dari peraturan/ketentuan-ketentuan
yang sudah diberlakukan.
Margono Slamet (1985) dalam Mardikanto (1988) menyatakan
bahwa tumbuh dan berkem-bangnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu: adanya
kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi,
adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, adanya kemampuan
masyarakat untuk berpartisipasi.
a. Kesempatan Untuk Berpartisipasi
Dalam kenyataan, banyak program pembangunan yang kurang
memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang
diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Di lain pihak, juga
sering dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada
masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau
dituntut untuk berpartisipasi. Beberapa kesempatan yang dimaksud
disini adalah :
1) Kemauan politik dari penguasa atau pemerintah untuk melibatkan
masyarakat dalam pembangunan, baik dalam pengambilan
keputusan sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi,
12

pemeliharaan dan pemanfaatan hasil pembangunan sejak ditingkat


pusat sampai jajaran yang paling bawah.
2) Kesempatan untuk memperoleh informasi pembangunan.
3) Kesempatan untuk memanfaatkan dan memobilisasi sumber daya.
4) Kesempatan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi tepat
guna.
5) Kesempatan untuk berorganisasi, termasuk untuk memperoleh dan
menggunakan peraturan, perijinan dan prosedur kegiatan yang harus
dilaksanakan.
6) Kesempatan untuk mengembangkan kepemimpinan yang mampu
menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta
memelihara partisipasi masyarakat.
b. Kemampuan Untuk Berpartisipasi
Adanya kesempatan-kesempatan yang disediakan atau
ditumbuhkan untuk menggerakkan partisipasi masyarakat akan tidak
berarti bila masyarakatnya tidak mempunyai kemampuan untuk
berpartisipasi. Yang dimaksud dengan kemampuan adalah :
1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-
kesempatan untuk membangun atau pengetahuan tentang peluang
untuk membangun.
2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan yang dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki.
3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumber daya dan kesempatan lain yang tersedia
secara optimal.
c. Kemauan Untuk Berpartisipasi
Kesempatan dan kemampuan yang cukup juga belum merupakan
jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika
mereka sendiri tidak mempunyai kemauan untuk membangun. Kemauan
ditentukan oleh sikap mental yang mereka miliki, yang menyangkut :
13

1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat


pembangunan
2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada
umumnya.
3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat
puas diri.
4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah dan
tercapainya tujuan pembangunan
5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk
memperbaiki mutu hidupnya.
Partisipasi tidak terjadi begitu saja, tetapi harus diniatkan.
Seseorang harus mengurus prosesnya selama beberapa waktu, dan
memperbolehkan yang lain untuk ikut terlibat dalam pengontrolan. Proses
ini dijelaskan dalam 4 fase: Permulaan - Persiapan - Partisipasi –
Keberlangsungan (Fleming, 2009).
Yadav (UNAPDI, 1980) dalam Mardikanto (2009) mengemukakan
tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi
masyarakat di dalam kegiatan pembangunan, yaitu :
a. Partisipasi dalam pengambilan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan
melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak
berpartisipasi langsung di dalam paroses pengambilan keputusan
tentang program-program pembangunan di wilayah stempat atau di
tingkat lokal.
b. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan diartikan
sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja,
uang tunai dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan
dengan manfaat yang akan diterima oleh masing-masing warga
masyarakat yang bersangkutan.
c. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi
14

Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan bukan saja agar


tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan
untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala
yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.
d. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil
Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan, merupakan
unsur terpenting yang sering terlupakan. Sebab tujuan pembangunan
adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga
pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Di samping
itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan
kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap
program pembangunan yang akan datang.
Bentuk partisipasi yang ditunjukkan masyarakat juga berkaitan
dengan kemauan politik (political will) penguasa untuk memberikan
kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, tentang hal ini
Dawam Raharjo (Mardikanto, 2009) mengemukakan adanya tiga variasi
bentuk partisipasi, yaitu :
a. Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang hanya digerakkan untuk
kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan, tetapi
untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi
stabilitas nasional dan kalangan pembangunan diatasi.
b. Partisipasi penuh (full scale participation) artinya partisipasi seluas-
luasnya dalam segala aspek kegiatan pembangunan.
c. Mobilisasi tanpa partsipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan
pemerintah, tetapi masyarakat tidak sama sekali diberi kesempatan
untuk mempertimbangkan kepentingan pribadi dan tidak diberi
kesempatan untuk turut mengajukan tuntutan maupun mempengaruhi
jalannya kebijaksanaan pemerintah.
Bryant dan White (1982) dalam Ndraha (1990) mengemukakan
bahwa partisipasi masyarakat dapat digerakkan melalui :
15

a. Proyek pembangunan desa yang dirancang secara sederhana dan mudah


dikelola oleh masyarakat.
b. Organisasi dan lembaga kemasyarakatan yang mampu menggerakkan
dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
c. Peningkatan peranan masyarakat dalam pembangunan.
Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan dapat diupayakan melalui :
a. Pemberian kesempatan yang dilandasi oleh pemahaman bahwa
masyarakat memiliki kemampuan dan kearifan tradisional kaitannya
dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidupnya dan
bukannya pemberian kesempatan yang dilandasi oleh prasangka
burukagar mereka tidak melakukan pengrusakan
b. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan, yang tidak saja berupa
penyampaian informasi tentang adanya kesempatan yang diberikan
kepada masyarakat, melainkan juga dibarengi dengan dorongan dan
harapan-harapan agar masyarakat mau berpartisipasi, serta upaya yang
terus menerus untuk meningkatkan kemampuannya untuk berpartisipasi
c. Berkaitan dengan dorongan dan harapan yang disampaikan, perlu
adanya penjelasan kepada masyarakat tentang besarnya manfaat
ekonomi maupun non ekonomi yang dapat secara langsung dan atau tak
langsung dinikmati sendiri maupun yang akan dinikmati generasi
mendatang. Dilain pihak, perlunya ada perubahan pemahaman, bahwa
pengembangan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pertanian
bukanlah biaya sosial (social cost) yang merupakan pemborosan, tetapi
merupakan investasi sosial (social investment) yang akan memberikan
manfaat untuk jangka waktu yang tidak terbatas.
(Mardikanto, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain (1980) dalam
Ndraha (1990) berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk
berpartisipasi jika :
a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau
16

yang sudah ada ditengah-tengah masyarakat yang bersangkutan


b. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan
c. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat
d. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan
oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka
tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.
4. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan
inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani
melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan teknologi yang
sinergis antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh
petani serta bersifat spesifik lokasi (Departemen Pertanian, 2009).
Rahman and Nandeesha (2000) in Gaunt (2000) ICM technologies
included the effects of balanced fertiliser, transplanting seedlings (earlier,
fewer seedlings per hill and at a wider spacing) and IPM messages to
reduce unnecessary use of pesticides
Teknologi pengelolaan tanaman terpadu mencakup penggunaan
pupuk yang seimbang, persemaian (menggunakan bibit muda dan lebih
sedikit dengan jarak yang lebar) dan pengelolaan hama terpadu untuk
mengurangi penggunaan pestisida yang berlebih.
PTT adalah pendekatan dalam pengelolaan lahan, air, tanaman,
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan iklim secara terpadu dan
berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani
dan kelestarian lingkungan. Tujuan penerapan PTT padi adalah untuk
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani padi serta melestarikan
lingkungan produksi melalui pengelolaan lahan, air, tanaman, OPT dan
iklim secara terpadu
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).
Kartaatmadja (2000) dalam Wirajaswadi, et. al (2002) mengatakan
bahwa filosofi pengelolaan tanaman terpadu adalah pemanfaatan
17

sumberdaya pertanian secara optimal sehingga petani memperoleh


keuntungan maksimum secara berkelanjutan dalam sistem produksi yang
memadukan komponen teknologi sesuai kapasitas lahan. Kata kunci dari
pengelolaan tanaman terpadu adalah sinergis. Setiap komponen teknologi
sumberdaya alam, dan kondisi sosial ekonomi memiliki kemampuan
untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian akan tercipta suatu
keseimbangan dan keserasian antara aspek lingkungan dan aspek ekonomi
untuk keberlanjutan sistem produksi. Indikator keberhasilan pengelolaan
tanaman terpadu yang paling penting adalah rendahnya biaya produksi,
penggunaan sumberdaya pertanian secara efisien dan pendapatan petani
meningkat tanpa merusak lingkungan. Pengelolaan pertanian terpadu
memiliki potensi dan prospek cukup baik untuk mempertahankan
produktivitas yang berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian
sumberdaya alam dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani.
Prinsip PTT mencakup empat unsur yaitu integrasi, interaksi,
dinamis dan partisipatif.
a. Integrasi
Dalam implementasinya dilapangan PTT mengintegrasikan sumber
daya lahan, air, tanaman, OPT dan iklim untuk mampu meningkatkan
produktivitas lahan dan tanaman sehingga dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya kepada petani.
b. Interaksi
PTT berlandaskan pada hubungan yang sinergis atau interaksi antara
dua atau lebih komponen teknologi produksi.
c. Dinamis
PTT bersifat dinamis karena selalu mengikuti perkembangan
teknologi dan penerapannya disesuaikan dengan keinginan dan pilihan
petani. Oleh karena itu, PTT selalu bercirikan spesifik lokasi. Teknologi
yang dikembangkan melalui pendekatan PTT senantiasa memperhatikan
18

lingkungan fisik, biofisik, iklim dan kondisi sosial ekonomi petani


setempat.
d. Partisipatif
PTT juga bersifat partisipatif yang membuka ruang bagi petani
untuk memilih, mempraktekkan dan bahkan memberikan saran kepada
penyuluh dan peneliti untuk menyempurnakan PTT serta
menyampaikan pengetahuan yang dimiliki kepada petani lain
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).
5. Kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar
mengajarnya dilakukan dilapangan. SL-PTT juga mempunyai kurikulum,
evaluasi pra dan pasca kegiatan, dan sertifikat. Bahkan sebelum SL-PTT
dimulai perlu dilakukan registrasi terhadap peserta yang mencakup nama
dan luas lahan sawah garapan dan studi banding atau kunjungan lapang
(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2008).
SL-PTT adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengenali
potensi, menyusun rencana usaha tani, mengatasi permasalahan,
mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan
kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan
sehingga usaha taninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan
berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2009).
Farmers with limited experience will be able to access other
information and techniques in planting from the “better”
farmers thereby allowing them to improve on what they are
doing (GRDB, 2007)
Petani dengan kemampuan yang terbatas akan memperoleh akses
mengenai informasi dan teknik penanaman lebih baik dengan demikian
petani dapat mencontoh apa yang dilakukan (GRDB, 2007)
The way farmers are trained in Farmer Field School is thus
radically different from the way a teacher teaches students
in a formal school or extension workers transfer technology.
This standard model of the school with its emphasis on
19

learner-centred and experiential learning initially tried for


rice system is now being adopted for improvement in
production of a range of food crops (Winarto, 2010)

Cara petani melakukan pendidikan di sekolah lapang adalah sangat


berbeda denga cara guru mengajar muridnya di pendidikan formal atau
para alih teknologi. Pembelajaran dilakukan dengan memberikan perhatian
pada peserta dan pada awalnya belajar pada pengalaman lalu melakukan
perbaikan dalam hasil tanaman.
Kegiatan SL-PTT merupakan salah satu upaya pendampingan petani
dalam rangka pelaksanaan program Peningkatan Produksi Beras Nasional
(P2BN). Salah satu bentuk pendampingannya berupa kegiatan sekolah
lapangan. Tujuannya, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani,
kelompok tani dalam budi daya padi, memantapkan kesadaran petani
dalam peningkatan melalui P2BN (Lampung Post, 2009).
Komponen dasar Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SL-PTT) terdiri dari 12 komponen yaitu :
a. Varietas unggul
b. Benih bermutu
c. Pengolahan tanah terpadu
d. Persemaian yang baik dengan benih efisien dan
e. Benih umur muda 14-18 hari dengan satu lubang satu-dua tanaman
f. Pola tanam jajar legowo
g. Penggunaan pupuk organik
h. Penggunaan pupuk an organik yang sesuai kebutuhan
i. Pengairan yang intermiten (terputus putus)
j. Pengendalian gulma
k. Pengendalian hama dan penyakit
l. Panen (penggunaan power threaser dan terpal lebar) dan pasca panen
(penyimpanan yang baik)
(THL TBP Pertanian, 2008).
20

Luas satu unit SL-PTT adalah berkisar antara 10-25 ha, satu unit LL
(laboratorium lapangan) seluas minimal 1 ha. Pemilihan letak petak LL
yang berada didalam areal SL-PTT terpilih dengan prioritas pertimbangan
terletak dibagian pinggir areal SL-PTT sehingga berbatasan langsung
dengan areal diluar SL-PTT, diharapkan penerapan teknologi SL-PTT
mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SL-PTT. Lokasi LL dapat
berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah hujan, lahan kering dan
pasang surut yang produksinya masih bisa ditingkatkan, diprioritaskan
bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan
kebanjiran dan sengketa, unit SL-PTT diusahakan berada dalam satu
hamparan yang stategis dan muda dijangkau petani serta dipasang papan
pelaksanaan SL/LL. Areal yang digunakan sebagai unit SL-PTT mendapat
bantuan benih dan areal yang digunakan sebagai unit LL akan mendapat
bantuan benih, pupuk urea, NPK dan pupuk organik. Tiap unit SL-PTT
terdiri dari petani peserta yang berasal dari satu kelompoktani yang sama.
Dalam setiap unit SL-PTT perlu ditetapkan seorang ketua peserta yang
bertugas mengkoordinasikan aktivitas anggota kelompok, seorang
sekretaris yang bertugas sebagai pencatat kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan pada setiap pertemuan dan seorang bendahara yang bertugas
mengurusi masalah yang berhubungan dengan keuangan. Peserta SL-PTT
akan mengadakan pengamatan bersama-sama di petak
percontohan/laboratorium lapangan, mendeskripsikan dan membahas
temuan-temuan lapangan.
Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan
mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik
lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan
pasca panen. Adapun penentuan calon petani/kelompok tani SL-PTT
adalah kelompok tani/petani yang dinamis dan bertempat tinggal dalam
satu wilayah yang berdekatan, petani yang dipilih adalah petani aktif yang
memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi
baru, bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-PTT serta
21

kelompok tani SL-PTT ditetapkan dengan surat keputusan kepala dinas


pertanian tanaman pangan/yang membidangi tanaman pangan
kabupaten/kota.
Mekanisme pelaksanaan SL-PTT meliputi persiapan SL-PTT;
mengorganisasikan kelas SL-PTT; menerapkan metode belajar orang
dewasa, adapun tahapan belajar dalam SL-PTT adalah peserta memilih
materi sesuai dengan teknologi spesifik lokasi, memacu peserta untuk
berperan aktif dalam berdiskusi kelompok ataupun kegiatan lain dalam
SL-PTT dan proses belajar melalui pengalaman dimulai dengan
penghayatan langsung (pengamatan langsung) diikuti dengan
pengungkapan pengalaman, pengkajian hasil dan pengambilan
kesimpulan; menciptakan suasana yang menyenangkan; menghidupkan
dinamika kelompok; monitoring dan evaluasi oleh pemandu lapangan,
kegiatan monitoring dan evaluasi ditujukan untuk mengikuti, mengetahui
kemajuan, pencapaian tujuan ataupun sasaran serta memberikan umpan
balik upaya-upaya mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam SL-PTT
dengan langkah-langkah: menilai tingkat partisipasi peserta pada setiap
periode maupun selama periode kegiatan dari tingkat kehadiran maupun
pencapaian materi, membandingkan ketepatan penerapan teknologi oleh
peserta antara petunjuk dengan praktek lapang dalam LL, membandingkan
tingkat pemahaman dan ketrampilan peserta sebelum dengan sesudah
mengikutikegiatan, menyusun pertanyaan berdasarkan pengetahuan dan
ketrampilan lapangan yang berkaitan dengan penerapan teknologi
budidaya setelah itu pertanyaan diberikan secara tertulis maupun lisan
kepada peserta sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. serta membuat
laporan oleh pemandu lapangan (Dinas pertanian, 2009).
B. Kerangka Berpikir
Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) merupakan
suatu pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani,
mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi
22

yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat secara siergis dan
berwawasan lingkungan. Dalam pelaksanaan pengelolaan tanaman menurut
PTT, diarahkan untuk menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui
penggunaan input produksi yang efisien berdasarkan spesifik lokasi sehingga
mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan
produksi secara berkelanjutan. Dalam kegiatan SL-PTT petani akan dipandu
untuk mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan
menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji
bersama berdasarkan spesifik lokasi. Untuk tercapainya keberhasilan SL-PTT
diperlukan partisipasi petani dalam kegiatan tersebut, agar peningkatan
produksi dapat tercapai.
Dari penelitian pendahuluan, diperoleh informasi mengenai keunggulan
dari program SL-PTT diantaranya dapat meningkatan produksi, meningkatkan
kualitas hasil usahatani, menumbuhkan lingkungan pertanaman yang sehat
serta sebagai sarana untuk memandirikan kelompok tani dan juga merupakan
salah satu faktor yang mendorong petani untuk berpartisipasi dalam program
tersebut. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT diperlukan kemauan,
kemampuan dari petani itu sendiri selain itu juga diperlukan kesempatan yang
berupa informasi mengenai kegiatan tersebut. Adapun alur kerangka berpikir
dapat digambarkan sebagai berikut :

Kondisi Internal SL-PTT


petani meliputi : Keunggulan konsep dan
1. Pendidikan Tumbuh dan praktek :
Formal berkembangnya 1. peningkatan produksi
2. Pendidikan Non partisipasi 2. meningkatkan kualitas
Formal masyarakat hasil usahatani
3. Luas Penguasaan ditentukan : 3. menumbuhkan
Lahan · Kemauan untuk lingkungan pertanaman
4. Pendapatan berpartisipasi yang sehat
· Kesempatan 4. sarana memandirikan
untuk kelompok tani
berpartisipasi kelemahan dalam praktek
Kondisi Eksternal · Kemampuan : kesulitan dalam sumber
meliputi : untuk permodalan
1. Lingkungan
berpartisipasi
Sosial
2. Lingkungan
Ekonomi
Lingkup Keterlibatan
23

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Partisipasi Petani Dalam Kegiatan


SL-PTT di Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen.

C. Dimensi Penelitian
1. Kondisi internal merupakan kondisi yang ada dalam petani itu sendiri
meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal luas penguasaan lahan
dan pendapatan dan kondisi eksternal adalah kondisi yang berasal dari luar
petani meliputi lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi.
2. Kemauan adalah sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat
pembangunan, kemauan yang dimaksud disini adalah keamauan dari
petani untuk meninggalkan cara-cara lama atau pola pikir yang selama ini
dianggap benar. Kesempatan adalah kesempatan untuk memperoleh
informasi pembangunan, terkait kesempatan disini adalah kesempatan dari
petani itu sendiri dalam memperoleh informasi-informasi yang dapat
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan mereka seperti informasi
terkait dengan SL-PTT. Kemampuan adalah Kemampuan untuk
menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun
atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun, kemampuan yang
dimaksud disini adalah kemampuan petani dalam memahami informasi
terkait SL-PTT dan apakah mereka mampu untuk menerapkan komponen
teknologi yang ditawarkan.
24

3. Partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT adalah bentuk keikutsertaan


petani dalam kegiatan meliputi:
a. Lingkup keterlibatan yaitu seberapa besar petani ikut menyumbangkan
masukan berupa tenaga atau materi dalam melaksanakan sekolah lapang
b. Tingkat kesukarelaan yaitu kesukarelaan petani untuk terlibat dalam
kegiatan SL-PTT
c. Bentuk partisipasi adalah bentuk partisipasi yang dilakukan oleh petani
dalam kegiatan sekolah lapang

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kasus
tunggal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif, Kirk dan Miller (1986) dalam Moleong (2001)
mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut dalam bahasanya dan dalam persistilahannya. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya yang memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta
(fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi dan Mimi, 2005).
Studi kasus tunggal digunakan karena kasus yang diangkat menyatakan kasus
penting dalam menguji suatu teori yang telah disusun dengan baik. Teori
tersebut telah menspesifikan serangkaian proposisi yang jelas serta keadaan
dimana proposisi-proposisi tersebut diyakini kebenarannya (Yin, 2000).

B. Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara
pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang
25

disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995).


Adapun jumlah desa terbanyak yang mengikuti pelaksanaan SL-PTT adalah di
Kecamatan Plupuh dan Tanon. Pemilihan lokasi Kegiatan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dilakukan secara purposive yaitu di
Kecamatan Plupuh dengan pertimbangan karena jumlah desa yang mengikuti
kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh merupakan salah satu jumlah desa
terbanyak dibanding kecamatan lainnya. Selain itu, dibandingkan Kecamatan
Tanon jumlah anggota peserta SL-PTT lebih banyak di Kecamatan Plupuh
yaitu sebanyak 1.470 anggota sedangkan Kecamatan Tanon 1.315 anggota.
Adapun rincian data jumlah desa yang mengikuti kegiatan SL-PTT dapat
dilihat dari Tabel 1.dibawah ini :
Tabel 1. Data Jumlah Desa yang Mengikuti Kegiatan SL-PTT
No Kecamatan Jumlah dusun yang mengikuti kegiatan
SL-PTT
1. Sidoharjo 13
2. Masaran 15
3. Sumberlawang 12
4. Kedawung 12
5. Sambirejo 7
6. Sukodono 9
7. Plupuh 18
8. Mondokan 12
9. Gondang 9
10. Sragen 8
11. Karangmalang 13
12. Gemolong 16
13. Tanon 18
14. Ngrampal 11
15. Kalijambe 17
16. Sambungmacan 8
17. Jenar 11
18. Gesi 10
19. Miri 11
20. Tangen 2
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Sragen

Pelaksanaan kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh tidak dilaksanakan


secara serentak diseluruh desa tetapi disesuaikan dengan jadwal tanam.
Sasarannya merupakan petani padi yang ada di daerah tersebut.
26

C. Teknik Cuplikan (Sampling)


Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive, hal
ini digunakan untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi
dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data yang mantap. Pemilihan sampel diarahkan pada sumber data yang
dipandang memiliki data yang penting yang berkaitan dengan permasalahan
yang sedang diteliti.. Dalam penelitian ini jumlah sampling tidak ditentukan
karena pada penelitian kualitatif yang penting bukan jumlahnya tetapi
kelengkapan dan kedalaman informasi yang bisa digali.
Penentuan informan di lapang dilakukan dengan snowball sampling.
Snowball sampling adalah penarikan sampling bertahap yang makin lama
jumlah informannya semakin besar. Adapun informan yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah kepala BPP Plupuh, penyuluh pertanian di
Kecamatan Plupuh, petani serta informan lain yang berkaitan dengan
penelitian.
Tabel 2. Rincian Sampel Penelitian
Sampel Keterangan

Informan
a. Dinas pertanian Orang yang mengetahui informasi
b. Koordinator BPP mengenai kegiatan tapi tidak terlibat
langsung

Subyek
a. PPL Orang-orang yang mengetahui
b. Ketua Kelompok Tani informasi dan terlibat langsung
c. Petani dalam kegiatan

D. Jenis dan Sumber Data


Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data
primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara
langsung dari informan melalui wawancara secara mendalam. Sedangkan data
sekunder yaitu data-data yang dikumpulkan dari instansi atau lembaga yang
27

berkaitan, seperti monografi dan data-data lainnya yang berkaitan dengan


penelitian.

Tabel 3. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan Sifat Data Sumber Data
Pr Sk Kn Kl
Data Pokok
1. Informan
a. Dinas pertanian X X Dinas Pertanian Kab.
Sragen
b. Koordinator BPP X X BPP Plupuh

2. Subyek
a. PPL X X Kecamatan Plupuh
b. Ketua Kelompok Tani X X Kecamatan Plupuh
c. Petani X X Kecamatan Plupuh
3. Arsip/Dokumen X X X Kecamatan Plupuh
Data Pendukung
1. Keadaan Alam X X X Kecamatan Plupuh
2. Keadaan Penduduk X X X Kecamatan Plupuh
3. Keadaan Pertanian X X X Kecamatan Plupuh

1. Informan
Informan adalah seseorang yang memiliki informasi mengenai
objek yang sedang diteliti, kemudian dimintai informasi mengenai
objek penelitian tersebut (Amirin, 2009). Adapun informan dalam
penelitian ini antara lain : Koordinator BPP Kecamatan Plupuh dan
Dinas Pertanian Kabupaten Sragen
2. Subyek
Subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat
atau terkandung objek penelitian (Amirin, 2009). Subyek merupakan
28

orang-orang yang mengetahui informasi dan yang terlibat langsung


dalam suatu kegiatan. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah :
a. Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) BPP Condrodimuko
Kecamatan Plupuh dengan pertimbangan karena merupakan
pihak yang berkaitan langsung dengan adanya kegiatan
penyuluhan.
b. Ketua kelompok tani
c. Petani yang terlibat langsung dalam kegiatan
3. Arsip atau dokumen
Dokumen atau arsip biasanya merupakan bahan tertulis yang
bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, sumber ini
kebanyakan merupakan rekaman tertulis namun juga berupa gambar
atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau
peristiwa tertentu (Sutopo, 2006).
Arsip atau dokumen yang di analisis pada penelitian ini yaitu
yang berasal dari BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) Kecamatan
Plupuh. Dokumen tersebut antara lain seperti programa penyuluhan
BPP dan data monografi Kecamatan Plupuh.
E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Goetz dan Le Compte (1984) dalam Sutopo (2002) menyatakan strategi
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan
data yang bersifat interaktif dan non interaktif. Metode interaktif meliputi
wawancara mendalam dan observasi. Sedang yang non interaksi meliputi
kuisioner, mencatat dokumen atau arsip (content analysis) dan juga observasi
tak berperan.
Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data. Instrumen diperlukan
karena peneliti dituntut untuk dapat menemukan data yang diangkat dari
peristiwa tertentu atau dokumen tertentu. Data kemudian diolah diberi makna
melalui interpretasi, dianalisis untuk selanjutnya menarik kesimpulan
(Danim, 2002).
29

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi,


wawancara dan content analysis :
1. Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung. Dalam penelitian ini dilakukan wawancara secara tidak
terstruktur atau wawancara secara mendalam dimana pertanyaan yang
diajukan bersifat mengarah pada kedalaman informasi. Wawancara tidak
terstruktur bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi
dari semua responden, tetapi kata-kata dan urutannya disesuaikan dengan
ciri-ciri setiap responden. Informasi yang digali dalam penelitian ini terkait
dengan pelaksanaan SL-PTT, partisipasi petani serta kondisi intern dan
ekstern petani. Wawancara tidak terstruktur bersifat luwes, susunan
pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah
pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat
wawancara. Instrumen yang digunakan adalah paduan wawancara.
2. Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Dalam penelitian ini akan dilakukan observasi
berperan pasif dimana kehadiran peneliti diketahui oleh orang yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini observasi dilakukan dengan mendatangi lokasi
penelitian secara langsung. Kegiatan ini juga dilakukan bersamaan dengan
wawancara dengan informan. observasi dilakukan untuk mengetahui
pelaksanaan sekolah lapang, selain itu peneliti juga mendatangi lahan
percontohan yang digunakan petani sebagai tempat belajar, serta kegiatan
evaluasi yang diberikan. Instrumennya adalah alat perekam dan kamera.
Kamera digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi.
3. Content Analysis merupakan pencatatan dokumen penting yang tersurat
dalam arsip atau dokumen serta memberikan makna yang tersirat. Dokumen
tersebut berupa data monografi kecamatan, buku petunjuk pelaksanaan SL-
PTT dan data pelaksana kegiatan SL-PTT.
F. Validitas Data
Untuk menguji kualitas data yang telah diperoleh maka diperlukan uji
validitas data. Validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
30

trianggulasi. Trianggulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir


fenomenologi yang bersifat multiperspektif, artinya untuk menarik simpulan
yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo, 2002). Ada
empat macam trianggulasi yang dikemukakan Patton (1984) dalam Sutopo
(2002), yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti
(investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological
triangulation), dan (4) trianggulasi teoritis (theoretical triangulation).
Trianggulasi Sumber. Teknik trianggulasi sumber menurut istilah Patton
(1984) dalam Sutopo (2006) juga disebut sebagai trianggulasi data. Cara ini
mengarahkan peneliti agar dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan
beragam sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Artinya, data yang
sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa
sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber
yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data
sejenis yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda, baik kelompok sumber
sejenis atau sumber yang berbeda jenisnya. Teknik trianggulasi sumber bisa
menggunakan satu jenis sumber data seperti misalnya informan, namun
beberapa informan atau narasumber yang digunakan harus perlu diusahakan
posisinya dari kelompok atau tingkatan yang berbeda-beda. Trianggulasi
sumber yang memanfaatkan jenis sumber data yang berbeda-beda untuk
menggali data yang sejenis disini tekanannya pada perbedaan sumber data,
bukan pada teknik pengumpulan data atau yang lain. Peneliti bisa memperoleh
dari narasumber yang berbeda-beda posisinya dengan teknik wawancara
mendalam, sehingga informasi dari narasumber yang satu bisa dibandingkan
dengan informasi dari narasumber lainnya. Teknik trianggulasi sumber dapat
pula dilakukan dengan menggali informasi dari sumber-sumber data yang
berbeda jenisnya misalnya dari narasumber, dari kondisi lokasinya, dari
aktivitas yang menggambarkan perilaku orang atau warga masyarakat, atau
dari sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen yang memuat catatan
yang berkaitan dengan data yang dimaksudkan peneliti.
31

Trianggulasi Metode. Teknik trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang


peneliti dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan
teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Disini yang ditekankan
adalah penggunaan metode pengumpulan data yang berbeda, dan bahkan lebih
jelas untuk diusahakan mengarah pada sumber data yang sama untuk menguji
kemantapan informasinya. Trianggulasi peneliti adalah hasil penelitian baik
data ataupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa
diuji validitasnya dari beberapa peneliti lain. Trianggulasi teori dilakukan oleh
peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas
permasalahn yang dikaji.
Dalam penelitian ini, digunakan trianggulasi data dan trianggulasi
metode. Trianggulasi data yaitu di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib
menggunakan data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis akan
lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang
berbeda.

Informan 1

Data Wawancara Informan 2

Informan 3

Gambar 2. Skema Trianggulasi Data


Sedangkan trianggulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data
yang sejenis tetapi menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang
berbeda. Adapun bagan trianggulasi metode dapat dilihat dari gambar berikut:
32

Wawancara

Data Content analysis Sumber data

observasi

Gambar 3. Skema Trianggulasi Metode


Review informan kunci dilakukan pada waktu peneliti sudah
mendapatkan data yang cukup lengap dan berusaha menyusun sajian datanya,
walaupun mungkin masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan
yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya
yang dipandang sebagai informan pokok (key informan). Hal ini perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah laporan yang ditulis tersebut merupakan
pernyataan atau deskripsi sajian yang bisa disetujui mereka (Sutopo, 2006).
G. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data
(Moleong, 2001).
Miles da Huberman (1984) dalam Sutopo (2006) mengatakan bahwa
dalam proses analisis terdapat tiga komponen utama yaitu reduksi data, sajian
data dan penarikan simpulan serta verifikasinya.
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan komponen yang pertama dalam analisis yang
merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi dari
semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatan lapangan
(fieldnote).
2. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya memungkinkan
33

simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data ini disusun berdasarkan


pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan disajikan dengan
menggakan kalimat dan bahasa peneliti yang merupakan rakitan kalimat
yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca, akan lebih
mudah dipahami. Sajian data merupakan narasi mengenai berbagai hal yang
terjadi atau ditemukan di lapangan, sehingga memungkinkan peneliti untuk
berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan atas
pemahamannya tersebut.
3. Penarikan Simpulan dan Verifikasi
Simpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi yang
merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran
data kembali dengan cepat. Verifikasi juga dapat berupa kegiatan yang
dilakukan dengan lebih mengembangkan ketelitian. Verivikasi bahan juga
dapat dilakukan dengan usaha yang lebih luas yaitu dengan melakukan
replikasi dalam satuan data yang lain. Pada dasarnya makna data harus
diuju validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan
lebih bisa dipercaya.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan alam
Kecamatan Plupuh merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Sragen. Kecamatan ini mempunyai luas wilayah 18.887, 41 Ha yang terdiri
dari tanah sawah pengairan teknis seluas 2.103 Ha, tanah sawah pengairan
setengah teknis 233,9 Ha, tanah sawah pengairan sederhana 308, 97 Ha, tanah
sawah tadah hujan 5.449,97 Ha, tanah tegal 3.954,71 Ha, tanah pekarangan
4.846,28 Ha dan lain-lain 2.054,85 Ha.
Tanah/lahan di Kecamatan Plupuh, sebagian datar dan sebagian
bergelombang dan miring dengan kemiringan antara 0° sampai dengan 35°.
Tanah bergelombang meliputi tujuh desa yaitu Desa Ngrombo, sebagian Desa
Sambirejo, Desa Somomorodukuh, Desa Cangkol, Desa Manyarejo, Desa
34

Pungsari dan Desa Jembangan. Yang datar meliputi Desa Gentan, Desa
Mbanaran, Desa Karangwaru, Desa Karungan, Desa Karanganyar, Desa Dari,
Desa Sambirejo, Desa Plupuh, Desa Gedongan, Desa Jabung, Desa Sidokerto.
Sedangkan jenis tanah di Kecamatan Plupuh adalah Gromusol, Aluvial,
Mediteran, Latosol dan Laterit Merah.
Jarak dari Ibukota Kabupaten Sragen ± 24 km ke arah barat daya dan
di utara sungai Bengawan Solo. Ketinggian tempat ±140 sampai dengan 144
dpl. Adapun batas-batas Kecamatan Plupuh adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Tanon
Sebelah Barat : Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan : Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Sungai Bengawan Solo/ Kecamatan Masaran

B. Keadaan penduduk
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh yaitu sebanyak 46.293 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan umur berguna untuk mengetahui umur rata-
rata penduduk dan perbandingan antar berbagai golongan usia. Adapun
penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk yang
35
belum produktif dan penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok
produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun keatas sebagai
kelompok penduduk yang tidak lagi produktif (Mantra, 1995).
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan
Plupuh
No. Kelompok Jumlah Penduduk Prosentase (%)
Umur (Orang)
(Tahun)
1. 0–4 5.772 12,47
2. 5–9 5.161 11,15
3. 10 – 14 5.172 11,17
4. 15 – 19 5.186 11,20
5. 20 – 24 4.503 9,73
6. 25 – 29 4.105 8,87
7. 30 – 34 3.581 7,74
35

8. 35 – 39 2.900 6,26
9. 40 – 44 2.335 5,04
10. 45 – 49 1.964 4,24
11. 50 – 54 1.556 3,36
12. 55 – 59 1.114 2,41
13. 60-64 878 1,89
14. 65-69 735 1,59
15. 70-74 563 1,22
16. >75 768 1,66
Jumlah 46.293 100
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk usia
produktif yang terdapat di Kecamatan Plupuh adalah sebanyak 28.122 jiwa
atau 60,74 % dari total penduduk. Dengan cukup banyaknya penduduk
usia produktif di Kecamatan Plupuh diharapkan mampu meningkatakan
pembanguan di wilayah tersebut. Dari tabel 4tersebut juga dapat dihitung
rasio beban tanggungan (Dependency Ratio) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

Penduduk umur (0 - 14 th) + Penduduk umur 65th +


DR = xk
Penduduk umur (15 - 64)th
18171
= ´ 100
28122
= 64,61
DR sebesar 64,61 berarti tiap 100 orang kelompok penduduk produktif
harus menanggung 64,61 penduduk yang tidak produktif.
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Merupakan jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh, Kabupaten
Sragen berdasarkan kelompok tingkat pendidikan dari Belum/ tidak
sekolah hingga perguruam tinggi.
Tabel 5. Penduduk Umur 5 Tahun Keatas Menurut Pendidikan di
Kecamatan Plupuh
36

No. Uraian Jumlah Prosentase (%)


1. Tidak tamat SD 4.654 10,7
2. Belum tamat SD 15.467 35,54
3. Tidak / belum sekolah 2.204 5,06
4. SD 12.104 27,82
5. SLTP 5.810 13,36
6. SLTA 2.802 6,44
7. Akademi/Perguruan 471 1,08
Tinggi
Jumlah 43.512 100
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Dari Tabel 5, dapat dilihat bahwa pendidikan penduduk di
Kecamatan Plupuh masih sangat rendah, dilihat dari banyaknya penduduk
yang tidak tamat SD dan tamat SD. Adapun jumlah penduduk yang tamat
SD sebesar 27,82%. Pendidikan merupakan salah satu faktor pelancar
pembangunan, dengan tingginya tingkat pendidikan suatu wilayah
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan wilayah tersebut. Dengan
pendidikan yang tinggi juga akan berdampak pada pembangunan
pertanian, dimana masyarakat tidak merasa asing lagi terhadap berbagai
informasi yang ada, sehingga masyarakat tidak pernah tertinggal informasi
berkaitan dengan pertanian mereka.

3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian


Merupakan jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh, Kabupaten
Sragen berdasarkan berbagai kelompok mata pencaharian. Jumlah
penduduk berdasarkan mata pencaharian berguna untuk mengetahui mata
pencaharian rata-rata sebagian besar penduduk, untuk selanjutnya juga
berguna untuk menerapkan suatu program pembangunan yang
menyangkut pemenuhan kebutuhan masyarakat pada umumnya.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Kecamatan
Plupuh
No Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan 19.517
dan Perikanan
2. Indusri Pengolahan 2.189
37

3. Perdagangan dan Akomodasi 2.833


4. Angkutan dan Komunikasi 355
5. Jasa & Sosial 5.511
Jumlah 30.405
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Dari Tabel 6, dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk di
Kecamatan Plupuh sebagian besar adalah sebagai petani dan mata
pencaharian terbesar kedua adalah dalam bidang perdangangan dan
akomodasi. Adanya beragam jenis pekerjaan yang dimiliki merupakan
suatu upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang semakin kompleks
C. Keadaan pertanian dan peternakan
Sektor pertanian memerankan peranan penting dalam penyediaan
pangan serta lapangan pekerjaan untuk rakyat. Adapun rata-rata produksi
tanaman padi dan palawija di Kecamatan Plupuh dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

Tabel 7. Rata-rata Produksi Di Kecamatan Pupuh


No. Komoditas Luas Panen Produksi Rata-rata
(Ha) (Kw) (Kw/Ha)
1. Padi 5.122 295.320 57,66
2. Jagung 451 26.320 58,36
3. Ubi Kayu 57 903 16
4. Kacang Tanah 1.723 22.830 13,25
Sumber : Kecamatan Plupuh dalam angka tahun 2008
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa komoditas utama yang ditanam di
Kecamatan Plupuh adalah padi dengan luas tanam 5.122 Ha dengan rata-rata
produksi 57,66 kwintal per hektar, selain padi komoditas terbesar kedua
adalah kacang tanah dengan luas tanam 1.723 Ha dengan rata-rata produksi
13,25 kwintal per hektar.
38

Untuk menunjang perekonomian masyarakat selain mengusahakan


tanaman pangan dan palawija masyarakat juga mempunyai ternak. Adapun
jumlah ternak besar dan kecil dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Jumlah Ternak Besar Dan Kecil Di Kecamatan Plupuh
No. Jenis Ternak Jumlah (Ekor)
1. Sapi 5.904
2. Kambing 3.184
3. Domba 3.616
4. Ayam Kampung 33.706
5. Itik 380
6. Itik Manila (Entok) 195
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jenis ternak yang paling banyak di
usahakan oleh masyarakat adalah ayam kampung dengan jumlah 33.706 ekor
dan ternak kedua yang paling banyak diusahakan adalah sapi sejumlah 5.904
ekor untuk jenis ternak yang paling sedikit diusahakan adalah entok atau itik
manila sebanyak 195 ekor untuk itu kegiatan penyuluhan harus dilakukan
secara merata tidak hanya dilakukan penyuluhan untuk komoditas pangan
melainkan juga melakukan penyuluhan untuk budidaya ternak agar ada
perbaikan dalam melakukan budidaya sehingga perekonomian masyarakat
juga menjadi lebih baik.

D. Keadaan Sarana Perekonomian


Sarana perekonomian sangat penting bagi masyarakat untuk
memperlancar kegiatan ekonominya. Adapun sara perekonomian yang ada di
Kecamatan Plupuh adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Jumlah Sarana Perekonomian Di Kecamatan Plupuh
No Sarana Perekonomian Jumlah
1. Pasar 5
2. Toko 103
3. Kios 134
4. Warung 106
5. KUD 2
6. Kosipa 2
7. Badan Kredit 3
8. Lumbung Desa 16
39

Jumlah 371
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sarana perekonomian yang paling
banyak dijimpai adalah kios dengan jumlah 134 hal ini menunjukkan bahwa
kios merupakan tempat yang paling sering terjadi pertukaran barang dan
uang.
E. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Condrodimuko merupakan salah satu
kelembagaan penyuluhan pertanian yang ada di Kabupaten Sragen. BPP
Condrodimuko berada di wilayah Kecamatan Plupuh. Dengan ketinggian
tempat antara 140 s/d 144dpl. Adapun jenis tanah di wilayah BPP
Condrodimuko antara lain: gromusol, gromusol kelabu tua, mediteran coklat
(volkan dan burit lipatan), aluvial kelabu, aluvial cokelat kekuningan, latosol
dan laterit merah. Keadaan tanah sebagian datar dan sebagian bergelombang
dan miring dengan kemiringan antara 0 s.d 35.
BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh mempunyai 16 PPL yang
dipimpin oleh seorang Koordinator. Koordinator dibantu oleh PHP
(Pengamat Hama dan Penyakit). Masing-masing Desa diberikan seorang
penyuluh dan penyuluh desa tersebut berkantor di Kelurahan Desa masing-
masing. Adapun struktur organisasi BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut :
Koordinator PPL
Soewardi, A.Md

PHP
Sumirin

PPL PPL

Sambirejo Ngrombo Gedongan Manyarejo


(Dwi S ,SP) (Sukarno) (Samidi) (Sugiyanto)
40

Gambar 3. Struktur Organisasi BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh.

Tugas-tugas dari Koordinator Penyuluh adalah mengadakan hubungan


dengan kepala penyuluh lainnya, sebagai penasihat PPL lainnya,
mengembangkan ketrampilan/keahlian, mengumpulkan informasi serta
memberi bahan informasi kepada PPL lainnya. Sedangkan tugas-tugas dari
Penyuluh Pertanian adalah mengajarkan PKS (Pengetahuan, Ketrampilan dan
Sikap ) kepada petani dan melakukan percobaan, mengembangkan swadaya
dan swakarsa petani, menyusun programa penyuluhan pertanian, membantu
mengajar pada kursus tani, membantu pelaksanaan pengujian, survei dan
evaluasi, melatih dan membimbing penyuluh pertanian di bawahnya,
membuat percontohan, membantu menyiapkan petunjuk informasi pertanian,
menulis karya ilmiah, merumuskan arah kebijaksanaan pengembangan
penyuluhan.

V. SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN


41

A. Sajian Data
1. Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
Secara Konsep
Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) pada dasarnya
merupakan suatu proses pembelajaran dimana kegiatan ini dilakukan secara
bersama dilahan petani dimana petani dapat mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan selama semusim dengan adanya kurikulum yang berbasis pada
kondisi spesifik lokasi serta adanya pendampingan yang intensif dari
penyuluh. Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani
dalam melaksanakan SL-PTT adalah komponen teknologi PTT. Kombinasi
komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda
dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman.
Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada
suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan
pengalaman petani dilokasi setempat.
Sekolah lapang tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajarnya
dapat dilakukan di saung pertemuan petani dan tempat-tempat lain yang
berdekatan dengan lahan belajar. Dalam SL-PTT terdapat satu unit
laboratorium lapang yang merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai
tempat bagi petani anggota kelompok tani dapat melaksanakan seluruh
tahapan SL-PTT dilahan tersebut. Adapun ketentuan pelaksana SL-PTT
antara lain lokasi SL-PTT diusahakan berada pada satu hamparan,
mempunyai potensi peningkatan produktivitas dan anggota kelompok
taninya responsif terhadap penerapan teknologi, peserta tiap unit SL-PTT
idealnya terdiri dari 15-25 petani yang berasal dari satu kelompok tani yang
sama. Sedangkan persyaratan kelompok tani peserta SL-PTT antara lain
kelompok tani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan, telah
menyusun RUK, kelompok tani peserta SL-PTT diutamakan belum
menerima bantuan SL-PTT tahun anggaran 2008, memiliki rekening yang

43
42

masih berlaku (rekening bank dapat berupa rekening bank setiap kelompok
tani ataupun rekening bank gabungan kelompok tani (gapoktan)).
Pertemuan-pertemuan dalam SL-PTT diharapkan 8 kali pertemuan,
oleh karena itu perlu dijadwalkan secara periodik dengan waktu pertemuan
dirundingkan bersama petani peserta sehingga dapat dihadiri dan tidak
mengganggu/ merugikan waktu petani. Pertemuan kelompok dilakukan oleh
pelaksana SL-PTT, tempat pertemuan dilokasi pelaksana SL-PTT, peserta
pertemuan adalah petani peserta dipandu oleh pemandu lapangan. Adapun
materi pertemuan kelompok antara lain:
a. Teknik pengolahan tanah yang disesuaikan dengan tipologi lahan dan
komoditi yang akan ditanam.
b. Penanaman dengan memilih benih atau bibit yang baik, jarak tanam yang
tepat, jumlah bibit/benih per lubang yang sesuai.
c. Pemupukan dengan tepat, yaitu tepat jenis dan dosis, tepat waktu
pemberian didasarkan pada fase pertumbuhan tanaman dan sifat pupuk.
d. Pengelolaan air didasarkan pada kebutuhan tanaman akan air, cara dan
waktu yang tepat.
e. Pengendalian OPT didasarkan pada prinsip pengendalian hama terpadu
dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengembangkan musuh
alami yang terdapat dialam itu sendiri serta aplikasi kimiawi secara
bijaksana.
f. Penanganan panen dan pasca panen dilakukan dengan cara yang tepat
dan benar yaitu dengan mempertimbangkan kemasakan biji, ketepatan
dalam penggunaan alat panen, pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan sehingga mampu mengurangi kehilangan dan kerusakan
hasil.
Komponen teknologi yang diterapkan dalam SL-PTT terdiri dari
komponen PTT dimana tiap komponen PTT tersebut memiliki peran antara
lain :
a. Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya
perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan
43

perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama
dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang baik.
b. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang
optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan
pertumbuhan gulma, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat
dan seragamserta hasil yang tinggi.
c. Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhantanaman dan
ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara dan
waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan
pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman
mencapai hasil tinggi.
d. Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi
pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu sebagai pelarut sekaligus
pengangkut hara dari tanah kebagian tanaman. Kebutuhan akan air
disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan
meningkatkan hasil dan menekan terjadinya sterss pada tanaman yang
diakibatkan karena kekurangan air dan kelebihan air.
e. Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan
mengendalikan serangan OPT tanaman dengan meminimalkan
kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian
dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi pengendalian hama terpadu.
Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir
bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan
pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya
sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku hingga tidak
menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang
merugikan lingkungan.
f. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang
optimal jika panen dilakukan pada umur dan cara yang tepat yaitu
tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman,
44

kadar air, dan penampakan visual hasil sesuai dengan deskripsi varietas.
Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan
peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil.
Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan
yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil
tetap terjaga dan tidak tercecer.
Adapun Keuntungan Penerapan Teknologi PTT antara lain :
a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usaha tani
b. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat
untuk masing-masing lokasi
c. Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan
secara keseluruhan akan terjaga
Dalam penerapan teknologi PTT menggunakan kelompok tani yang
masih aktif dan diharapkan lahan yang menjadi percontohan atau LL berada di
tempat yang bisa dilihat oleh orang banyak. Laboratorium Lapangan (LL)
adalah kawasan atau area yang terdapat dalam kawasan SL-PTT yang
berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat
praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh
kelompok tani atau petani. Adapun penentuan calon lokasi SL-PTT adalah
sebagai berikut : lokasi dapat berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah
hujan, lahan kering dan pasang surut yang produksinya masih dapat
ditingkatkan; diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit; unit
SL-PTT diusahakan agar berada dalam satu hamaparan yang strategis dan
mudah dijangkau petani serta dipasang papan pelaksanaan SL/LL; letak lokasi
laboratorium lapangan seluas minimal 1 ha, ditempat yang sering dilewati
petani sehingga mudah dijangkau dan dilihat petani sekitarnya. Selain
penentuan calon lokasi tersebut adapun penentuan calon petani/kelompok tani
SL-PTT adalah sebagai berikut: kelompok tani/petani yang dinamis dan
bertempat tinggal dalam satu wilayah yang berdekatan; petani yang dipilih
adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau
menerima teknologi baru; bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-
45

PTT serta kelompok tani SL-PTT ditetapkan dengan surat keputusan kepala
dinas pertanian tanaman pangan atau yang membidangi tanaman pangan
kabupaten atau kota. Organisasi yang paling berperan dalam kegiatan sekolah
lapang adalah kelompok tani karena dalam pelaksanaanya lahan percontohan
yang digunakan diusahakan milik ketua kelompok tani atau orang yang paling
berpengaruh dalam kelompok tani tersebut sehingga diharapkan suatu inovasi
teknologi tersebut dapat diterima oleh masyarakat sekitar
2. Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
Secara Praktek
Pelaksanaan SL-PTT awalnya diadakan PRA (partisipatory rural
appraisal) dimana anggota kelompok tani dikumpulkan kemudian masing-
masing anggota diminta untuk mengungkapkan permasalahan yang
dihadapi baik berupa air, tanah, OPT (organisme pengganggu tanaman)
maupun sarana produksi kemudian permasalahan tersebut ditampung,
setelah ditampung lalu oleh petugas PHP (pengamat hama dan penyakit)
diberi skor. Dari data tersebut lalu disimpulkan mana yang memiliki skor
yang tinggi itu yang akan dilaksanakan. Adapun contoh permasalahannya
seperti misalkan ada suatu masalah terkait dengan tanah yaitu strukturnya
lengket maka perlu dilakukan penambahan pupuk organik, bila suatu daerah
terdapat keong mas maka dianjurkan tanam bibit muda lebih dari satu per
lubang serta dibuatkan saringan pada saluran air yang masuk ke sawah
sehingga keong yang kecil tidak masuk atau pemberian kapur tohor.
Pendekatan PRA memiliki beberapa keunggulan diantaranya :
a. Memposisikan petani sebagai pusat kegiatan pembangunan
b. Memposisikan petani sebagai narasumber utama dalam memahami
kondisi dan situasi agroekosistem sekitarnya.
c. Fasilitator atau tenaga pendamping berproses membaur masuk sebagai
anggota mayarakat bukan sebagai tamu asing.
d. Fasilitator atau tenaga pendamping harus memperhatikan jadwal petani
bukan sebaliknya
(Salikin, 2003).
46

Sebelum kegiatan SL-PTT dimulai diadakan pertemuan dalam rangka


untuk merencanakan segala sesuatu yang menyangkut dengan pelaksanaan
kegiatan sekolah lapang. Dalam tahap perencanaan ini petani diarahkan
oleh penyuluh terkait teknologi yang akan diterapkan memberikan gabaran
secara umum teknologi yang akan diterapkan, pada tahap ini informasi yang
diperoleh petani belum begitu maksimal sehingga untuk pertemuan
selanjutnya perlu dibahas lagi hingga saat pelaksaanaan sekolah lapang.
Sosialisasi sudah mulai dilaksanakan pada bulan maret saat pertemuan rutin
kelompok dengan menggunakan teknik ceramah dalam penyampaian
informasi terkait SL-PTT tersebut. Dalam pertemuan ini memnahas tentang
rencana pembagian bibit persemaian, pupuk organik dan angorganik serta
penelitian keadaan dilapang. Penentuan kelompok tani penerima bantuan
SL-PTT dilakukan dengan melihat kondisi kelompok tani dimana kelompok
tani tersebut merupakan kelompok tani yang masih hidup.
Pelaksanaan kegiatan sekolah lapang dalam 1x musim tanam terdiri
dari 8x pertemuan dimana lokasi pertemuan itu dilaksanakan di
laboratorium lapang (LL) yang dimiliki setiap kelompok ada juga
pertemuannya dilaksanakan di rumah kelompok tani untuk
mensosialisasikan kegitan tersebut kepada petani lain serta mengatur waktu
pertemuannya sehingga ada kesepakatan antara petani dan penyuluh 1 .
Beberapa komponen teknologi yang diterapkan dalam SL-PTT adalah
penggunaan varietas unggul (penggunaan benih unggul diharapkan dapat
memberikan hasil yang tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit),
pengolahan tanah yang baik (pengolahan tanah yang baik bertujuan untuk
membenamkan dan melapukkan jerami, gulma dan bahan organik lain

1
Seperti halnya diungkapkan oleh bapak Soewardi, A.Md selaku koordinator PPL :
“untuk pelaksanaan SL-PTT sebenarnya sudah berdasarkan prosedur, dalam musim tanam itu sendiri terdiri
dari 8x pertemuan dimana lokasi pertemuan itu dilaksanakan di laboratorium lapang (LL) yang dimiliki
setiap kelompok ada juga pertemuannya dilaksanakan di rumah kelompok tani untuk mensosialisasikan
kegitan tersebut kepada petani lain serta mengatur waktu pertemuannya sehingga ada kesepakatan antara
petani dan penyuluh. Adapun pertemuan yang 8x tersebut mengenai informasi teknologi yang akan
diterapkan dalam SL-PTT seperti pengolahan lahan kebutuhan benih, persemaian, pupuk dasar dan diskusi
pengamatan, pengairan, diskusi tentang hama dan penyakit hingga panen. Untuk mebandingkan hasil SL-
PTT dengan pola tanam yang biasa dilakukan oleh petani ternyata terdapat perbedaan hasil terbukti dengan
adanya penerapan komponen teknologi tersebut”
47

selain itu juga bertujuan untuk meratakan tanah agar bisa selalu tergenang
air sehingga dapat mempercepat pelapukan serta untuk menekan
pertumbuhan gulma dan menghindari terganggunya pertumbuhan padi
akibat pengolahan tanah yang kurang sempurna), penanaman bibit muda
kurang dari 21 hari penanaman bibit muda dan 1-3 batang per lubang
(penanaman bibit muda ini diharapkan akan meningkatkan jumlah anakan
pada tanaman dibanding penanaman bibit tua serta tanaman akan lebih
cepat beradaptasi dengan lingkungan, apabila suatu daerah terdapat
serangan keong mas dianjurkan menanam bibit lebih dari satu apabila ada
yang dimakan keongmasih ada yang lain) peningkatan populasi tanaman
dengan sistem legowo, penggunaan pupuk organik (diharapkan mampu
meningkatkan mikroba dalam tanah karena tanahnya terlalu banyak
menggunakan pupuk kimia), penggunaan pupuk kimia sesuai kebutuhan,
pengairan berselang (intermiten) karena padi bukan tanaman air melainkan
tanaman yang membutuhkan air, pengendalian hama dan penyakit secara
terpadu, pengendalian gulma serta penanganan panen dan pasca panen yang
baik untuk meminimalkan kehilangan hasil pada panen2.
Metode belajar yang diterapkan dalam kegiatan sekolah lapang ini
adalah metode belajar orang dewasa dengan bertukar pengalaman antar
petani serta mencermati dan mengamati kondisi lapang dan mencari solusi
atas permasalahan yang terjadi3. Freire (1973) dalam Mardikanto dan Arip

2
Seperti halnya diungkapkan oleh bapak Soewardi, A.Md selaku koordinator PPL :
“ada beberapa komponen teknologi yang bisa diterapkan diantaranya ada penggunaan benih unggul,
penggunaan benih unggul diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi dan tahan terhadap hama dan
penyakit; pengolahan tanah terpadu; peningkatan populasi tanaman dengan sistem legowo; penanaman bibit
muda dan 1-3 batang tiap lubang, penanaman bibit muda ini diharapkan akan meningkatkan jumlah anakan
pada tanaman dibanding penanaman bibit tua apabila suatu daerah terdapat serangan keong mas
dianjurkan menanam bibit lebih dari satu apabila ada yang termakan keong masih ada yang lain; pemberian
pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan mikroba dalam tanah karena tanah kita terlalu banyak
menggunakan pupuk kimia; penggunaan pupuk sesuai kebutuhan; pengairan intermiten (terputus-putus)
perlu diperhatikan bahwatanaman padi bukan tanaman air melainkan tanaman yang butuh air jadi
pengairannya harus diperhatikan; pengendalian hama dan penyakit secara terpadu; pengendalian gulma
serta penanganan panen dan pasca panen yang baik untuk meminimalkan kehilangan hasil pada panen”.
(Wawancara 16 Maret 2010).
3
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Sri Mulyono:
“metode belajarnya langsung pengamatan di lapang, memahami apa yang terjadi lalu mencari
solusi permasalahan yang dihadapi tersebut. Jadi tidak seperti anak sekolahan yang diajar oleh
guru tetapi kita lebih belajar bersama”
(Wawancara 25 Maret 2010).
48

(2005) menyatakan bahwa pendidikan terutama pendidikan orang dewasa


adalah merupakan proses penyadaran menuju kepada pembebasan.
Pemilihan metode pendidikan orang dewasa harus selalu
mempertimbangkan waktu penyelenggaraan yang tidak terlalu mengganggu
kegiatan/pekerjaan pokoknya, waktu penyelenggaraan sesingkat mungkin
dan lebih banyak menggunakan alat peraga. Selanjutnya Scmidt (1974)
dalam Mardikanto dan Arip (2005) menekankan agar pemilihan metode
pendidikan orang dewasa harus selalu mengacu pada tujuan yang akan
dicapai yang pada dasarnya terbagi dua yaitu menata pengalaman masa
lampau yang telah dimilikinya dengan cara baru dan memberikan
pengalaman baru berupa pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Untuk
permasalahan yang terjadi dilapang adanya hama yang menyarang tanaman
dan adanya petani yang belum menerapkan sistemjajar legowo, hal ini
dibuktikan dengan adanya beberapa lahan petani yang belum
menerapkannya. Untuk mengatasi hal tersebut petani biasanya
menggunakan cara-cara lama dalam mengatasi masalah hama. Dengan cara
berdiskusi dan disampaiakn pada saat pertemuan apa yang menjadi
masalah. Dalam memahami dan memecahkan masalah petani mampu
memahami dan memecahkan masalah yang terjadi dilapang. Misalnya ada
serangan hama petani akan melakukan pengendalian dengan menggunakan
cara yang lama serta terkadang bertanya kepada petugas penyuluhan
setempat untuk meminta solusi dari permasalahan yang dihadapi.
Benih yang digunakan petani dalam kegiatan berusaha tani sudah
memenuhi standar yang dianjurkan yaitu petani sudah menggunakan benih
unggul, kebanyakan petani menanam padi jenis IR 64 dan ada juga yang
menanam jenis INPARI 1 dengan alasan umur tanaman lebih pendek yaitu
sekitar 108 hari sedangkan IR 64 berumur antara 115-120 hari dan hasilnya
lebih tinggi dibandingkan dengan padi jenis IR 64. sebelum benih tersebut
disebar perlu dilakukan perendaman terlebih dahulu. Perendaman dilakukan
untuk mempercepat pertumbuhan akar benih di lahan persemaian dan agar
benih dapat melekat dengan tanah sehingga apabila sewaktu-waktu turun
49

hujan, benih tersebut tidak mudah hanyut. Petani yang lahannya dijadikan
lahan percontohan sudah menerapkan sistem jajar legowo dilahan mereka
ada yang menerapkan 2:1 dan ada juga yang menerapkan jajar legowo 4:1,
sedangkan petani yang non LL diharapkan mampu untuk mencontoh petani
yang sudah menerapkan legowo tersebut karena petani yang non LL
menganggap rumit sistem tersebut dan memerlukan biaya yang lebih mahal
sehingga mereka berinisiatif menerapkan legowo 8:1 dengan cara
mencabuti sendiri tanaman yang sudah ditanam lalu menanam kembali di
samping tanaman yang dicabut.
Sebelum penanaman perlu dilakukan pengolahan lahan. Sebelum tanah
dibajak dilakukan pencangkulan tanah di tepi sawah yang dekat dengan
pematang. Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah pembajakan karena
bagian sawah yang dekat dengan pematang sawah sulit untuk dijangkau
oleh traktor, setelah itu baru dilakukan pembajakan dan penggaruan sawah.
Penggaruan ini dilakukan agar gumpalan tanah menjadi hancur dan merata.
Setelah penggaruan selesai baru lahan dapat ditanami dengan bibit padi,
adapun jumlah bibit yang ditanam perlubang adalah 1-3 batang dan dalam
menanamnya tidak boleh terlalu dangkal juga tidak boleh terlalu dalam hal
ini dikarenakan bibit yang ditanam jika terlalu dalam dapat menyebabkan
batang tanaman mudah membusuk. Sedangkan jika terlalu dangkal akan
berakibat pada sistem perakaran yang kurang kuat, sehingga tanaman
mudah rebah.
Untuk pemupukan petani menggunakan phonska dengan jumlah 350
kg/ha dan menggunakan urea sekitar 200 kg/ha dari anjuran untuk pupuk
phonska 300-400 kg/ha dan urea 150-250 kg/ha. Pemupukan dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu pada saat umur 0-14 hari, pemupukan kedua
dilakukan pada saat tanaman berumur 21-28 hari serta pemupukan ketiga
dilakukan pada saat tanaman berumur 35 hari. Pemberian air pada tanaman
sudah dilakukan dengan cara intermitten atau berselang, mengingat lahan
petani merupakan lahan tadah hujan, apabila tanaman tersebut kekurangan
air baru akan di pompa dari sungai bengawan yang berada dekat dengan
50

lahan petani, tetapi ada juga petani yang mengairi sawahnya dari sungai
kecil yang berada di desa mereka. Selain pemupukan juga diperlukan
pemeliharaan berupa penyiangan pada tanaman tujuannya untuk
menghilangkan rumput yang ada disekitar tanaman padi. Penyiangan ini
dilakukan dengan menggunakan “gosrok/landak” setelah tanaman padi
berumur 2 minggu setelah tanam dengan cara menggarukkan landak keareal
persawahan, selain menghilangkan gulma kegiatan melandak ini juga dapat
menggemburkan tanah.
Terkait dengan penanganan panen dan pasca panen pada saat panen
petani menggunakan power threaser dalam merontokkan padi karena
dianggap lebih cepat dibandingkan menggunakan cara lama yaitu
menggunakan erek, kemudian dimasukkan kedalam karung-karung untuk
dingkut kerumah lalu dijemur,untuk penjemuran itu sendiri ada petani yang
menggunakan tempat penggilingan pada sebagai tempat menjemur hasil
panen karena halamannya lebih luas, selain dipanen sendiri ada juga
beberapa petani yang menebaskan langsung kepada penebas.
Dalam kegiatan sekolah lapang ini juga terdapat hari lapang tani
kegiatan seperti ini dilaksanakan untuk menunjukkan kepada petani tentang
keadaan lapang dari kegiatan pengujian lokal atau percobaan-percobaan
dipusat penelitian dan pengembangan, petani-petani yang diundang
biasanya dipilih dan diajak untuk memperhatikan tanaman, pemupukan
dimana tujuannya adalah untuk menyebar luaskan teknologi yang telah
diterapkan selama petani melaksanakan komponen teknologi yang
diterapkan. Adapun peserta dalam acara ini adalah pemandu lapang/PPL,
petani sekitar SL, perangkat Desa/Kecamatan, Dinas Pertanian Kabupaten.
Acara ini dilakukan didekat lahan percontohan dengan mendirikan tenda,
selain itu acara ini juga terdapat hiburan agar suasananya bisa lebih rileks
dan tidak terlalu membosankan. Dalam acara ini petani yang lahannya
dijadikan lahan percontohan menginformasikan kepada petani lain tentang
suka dukanya dalam menerapkan komponen teknologi, sedangkan dari
pihak BPP menyampaikan hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan
51

sekolah lapang dimana sebelumnya telah dilakukan pengubinan terlebih


dahulu agar petani yang lain juga tertarik menerapkan komponen yang
ditawarkanuntuk pihak kabupaten menyampaikan tentang kondisi sekolah
lapang di berbagai daerah lain selain itu juga ada pihak swasta yang
menghadiri kegiatan ini, mereka bertujuan untuk menawarkan produk-
produk pertanian berupa pestisida dan contoh tanaman yang diberi
perlakuan terhadap produk yang mereka tawarkan dengan begitu
diharapkan petani mau membeli produk yang mereka bawa. Pada akhir
acara kegiatan hari lapang ini ada doorprise bagi petani sehingga acara ini
juga menarik bagi petani. Adapun perubahan ketrampilan yang dialami
petani selama kegiatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Perubahan Ketrampilan Petani Peserta Kegiatan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu
No. Dimensi Sebelum Mengikuti Sesudah Mengikuti
Kegiatan SL-PTT Kegiatan SL-PTT
1. Perlakuan Petani langsung menebar Petani melakukan
Benih benih ke lahan persemaian perlakukan terhadap benih
yaitu dengan melakukan
perendaman benih sebelum
persemaian
2. Pengolahan Pengolahan tanah sudah Petani lebih terampil dalam
Tanah dilakukan dengan baik oleh melakukan pengolahan
petani tanah
3. Penanaman Petani belum mengetahui Petani mengetahui teknik
teknik penanaman yang penanaman yang baik yaitu
baik, dimana petani masih dengan menggunakan
menggunakan sistem blak sistem jajar legowo yang
dapat meningkatkan
populasi tanaman.
4. Pemeliharaan Pemeliharaan yang Pemeliharaan lebih mudah
dilakukan sudah baik karena menggunakan
sistem jajar legowo
5. Panen dan Petani kurang Petani terampil dalam
Pasca Panen memperhatikan mengatasi kekurangan hasil
penanganan panen dan pada saat panen dan pasca
pasca panen panen
52

3. Karakteristik Petani
a. Kondisi Internal
1) Pendidikan formal
Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam
meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin
perkembangan sosial maupun ekonomi (PBB, report on the World
Social Situation dalam Todaro, 2000).
Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh petani
dibangku sekolah. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
seorang petani diharapkan petani tersebut mau dan mampu untuk
menerima suatu teknologi baru. Adapun tingkat pendidikan yang
ditempuh oleh petani dalam kegiatan sekolah lapang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 11. Distribusi Petani Berdasarkan Pendidikan Formal
No Tingkat Pendidikan Formal Jumlah Prosentase
(orang) (%)
1 Tidak sekolah-Tamat SD 3 23,08
2 SLTP 7 53,84
3 SLTA 3 23,08
Jumlah 13 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa pendidikan dari
petani kebanyakan tamat SLTP dengan jumlah 7 orang atau
sebanyak 53,84%. Tingkat pendidikan akan berpengaruh dengan
pola pikir petani dalam menerapkan suatu komponen teknologi.
Dengan pendidikan yang telah ditempuh memungkinkan petani mau
terbuka terhadap suatu inovasi yang diberikan serta mampu untuk
menerapkan suatu inovasi yang diberikan. Dengan pendidikan yang
ditempuh oleh petani yang kebanyakan SLTP akan mempengaruhi
cara berpikir petani menghadapi permasalahan yang terjadi.
53

2) Pendidikan non formal


Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh
petani diluar pendidikan formal, seperti mengikuti penyuluhan
pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan seperti kegiatan
karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan mengenai
kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman padi
dan pelatihan budidaya tanaman jeruk. Semakin sering petani
mengikuti kegiatan penyuluhan atau pelatihan di bidang pertanian,
diharapkan informasi yang diperoleh akan semakin banyak. Hal ini
akan berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam pengelolaan
usaha taninya. Dibawah ini dapat dilihat distribusi pendidikan non
formal:
Tabel 12. Distribusi Petani Berdasarkan Pendidikan Non Formal
No Kriteria Jumlah Prosentase (%)
(orang)
1 Tidak pernah 3 23,08
2 Kadang-kadang 7 53,84
3 Sering 3 23,08
Jumlah 13 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010

Berdasarkan Tabel 12distribusi petani berdasarkan pendidikan


nonformal dapat dilihat bahwa petani yang sering mengikuti
pelatihan hanya sebanyak 3 orang atau sebanyak 23,08 % yang
sering mengikuti pelatihan hal ini dikarenakan informasi tentang
kegiatan pelatihan atau budidaya sangat terbatas 4 . Pelatihan yang
diikuti oleh petani kebanyakan berasal dari dinas pertanian. Para
petani yang sering mengikuti kegiatan pelatihan atau teknik
budidaya ini rata-rata sebagai ketua kelompok tani atau petani yang
maju dalam suatu wilayah, hal ini diharapkan setelah mengikuti
kegiatan pelatihan petani tersebut mau berbagi pengalaman kepada

4
Hal ini ditegaskan oleh key informan bpk Soewardi yang mengatakan :
“Hanya beberapa orang dalam kelompok tani yang dapat mengikuti pelatihan jadi tidak
semuanya ikut, tiap kelompok paling Cuma 2 atau 3 orang saja”.
54

anggotanya setelah mengikuti kegiatan pelatihan. Pendidikan non


formal seperti kegiatan pelatihan seperti ini sangat diperlukan oleh
petani untuk menambah pengetahuan serta informasi-informasi yang
tidak mereka peroleh dari kegiatan penyuluhan, semakin sering
mereka mengikuti kegiatan pelatihan dan teknik budidaya maka
wawasan mereka juga akan terbuka terhadap suatu inovasi yang
ditawarkan oleh pemerintah.
3) Luas Penguasaan Lahan
Untuk petani lahan merupakan tempat mereka untuk
menghidupi keluarganya, dengan kegiatan usahatani yang semakin
berkembang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan petani.
Adapun luas penguasaan lahan petani dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 13. Distribusi Petani Berdasarkan luas Penguasaan Lahan
No Luas lahan Jumlah Prosentase (%)
petani (orang)
1 0,1-0,3Ha 7 53,84
2 0,4-0,6 Ha 2 15,38
3 0,7-1Ha 4 30,77
Jumlah 13 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010

Berdasarkan tabel 13 dapat diketahui bahwa distribusi petani


berdasarkan luas pengusaan lahan termasuk dalam kategori sempit.
Luas penguasaan lahan terbanyak yang dimiliki oleh petani yaitu
0,1-0,3 Ha sebanyak 7 orang atau sebesar 53,84 %. Dengan luas
lahan yang dimiliki oleh petani diharapkan petani mampu berpikir
untuk meningkatkan produksi tanpa harus menambah pupuk kimia.
Perlu dilakukan upaya-upaya pendekatan yang intensif kepada
petani terkait dengan suatu inovasi yang dianggap baru oleh mereka.
Adanya informasi tentang SL-PTT yang dapat meningkatkan
produksi usahatani membuat petani tertarik untuk terlibat dalam
kegiatan ini. Sehingga walaupun luas lahan yang dimiliki sempit
tetapi hasil produksi dapat meningkat.
55

4) Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani
ataupun pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan lain. Adapun
distribusi petani berdasarkan bendapatan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 14. Distribusi Petani Berdasarkan Pendapatan Usaha Tani
No Kriteria Jumlah Prosentase (%)
(orang)
1 Kekurangan 0 0
2 Kecukupan 11 84,6
3 Berlebih 2 15,4
Jumlah 13 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa sekitar 84,6% atau sekitar 11
petani berada dalam kondisi kecukupan dalam arti sudah mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari, selain mengandalkan pendapatan
dari kegiatan usahatani wanita tani juga bekerja sampingan yaitu
sebagai buruh batik5. Sebanyak 2 orang atau 15,4 % petani dalam
keadaan berlebih artinya selain mampu mencukupi kebutuhan
sehari-hari mereka juga bisa menabung untuk keperluan yang tak
terduga dimasa mendatang.
Dalam partisipasi, petani yang memiliki pendapatan tinggi atau
sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka akan
lebih mudah melakukan sesuatu yang diinginkan. Biaya bukan lagi
menjadi masalah dalam melakukan apapun yang dikehendaki bila
mereka sudah tercukupi sehingga petani nantinya dapat aktif dalam
berpartisipasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan
yang diperoleh petani memang sudah mencukupi kebutuhan sehari-
hari akan tetapi ada beberapa petani yang belum mampu
menerapkan teknologi yang diberikan khususnya sistem tanam jajar

5
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ny gunarsih :
“selain itu para istri juga membantu suami untuk mencukupi kebutuhan hidup, kebanyakan yang
perempuan itu mbatik. Hasilnya bisa buat jajan anak.”
56

legowo, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaannya dibutuhkan biaya


yang lebih besar dibandingkan biaya tanam yang biasa mereka
keluarkan. Sistem ini dianggap rumit karena ada selang atau jarak
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menyelesaikannya.
b. Kondisi Eksternal
1) Lingkungan Sosial
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan lingkungan sosial
adalah lingkungan masyarakat sekitar petani terkait dengan
hubangan antar masyarakat. Adapun lingkungan sosialnya termasuk
baik karena masyarakat sekitar masih saling membantu bila ada
hajatan serta berbagi tentang informasi baru 6 . Lingkungan sosial
yang baik diharapkan mampu memberikan dampak yang positif bagi
petani, diharapkan dengan adanya hubungan antar masyarakat yang
baik petani mampu memperoleh informasi tentang suatu inovasi
tidah hanya dari penyuluh saja melainkan diharapkan petani itu
mampu untuk mencari sumber informasi yang lain. Dengan
lingkungan sosial yang baik petani juga dapat untuk saling bertukar
pengalaman dengan petani lain terkait dengan kegiatan usahatani
yang mereka jalani, petani biasa bertukar pengalaman mengenai
pemberantasan hama yang selama ini dilaksanakan dan juga petani
mendapat informasi lain dari penanganan masalah hama dari petani
lain.
2) Lingkungan Ekonomi
Lingkungan ekonomi merupakan kekuatan ekonomi finansial
yang ada di sekitar seseorang. Diantaranya lembaga pemerintah
maupun swasta yang berhubungan dengan pemberian kredit bagi

6
Hal ini seperti yang di utarakan oleh bpk Narto:
“hubungan dengan masyarakat sekitar juga baik. Kalau ada kegiatan juga gotong royong saling
membantu, misalnya ada hajatan atau ada kerja bakti membetulkan jalan. Sesama anggota dalam
kelompok tani juga baik, bila ada sesuatu selalu dibicarakan dalam perkumpulan seperti
informasi pestisida atau ada permasalahan selalu di bahas”.
57

seseorang (Soekartawi, 1988). Dari hasil penelitian diketahui bahwa


keadaan ekonomi sekitar petani sudah dapat dikatakan cukup atau
sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka7 akan
tetapi salah satu kesulitannya adalah kurangnya ketrampilan petani
itu sendiri dalam menerapkan sistem legowo sehingga
membutuhkan biaya yang lebih besar dalam kegiatan usaha tani.
Salah satu kendala dalam pelaksanaan sekolah lapang adalah
tingginya biaya yang diperlukan dalam upaya menerapkan
komponen jajar legowo, hal ini yang menyulitkan para petani
dengan pendapatan yang pas-pasan untuk ikut serta dalam
menerapkan sistem jajar legowo. Untuk kelompok tani yang
tergabung dalam gapoktan bisa meminjam uang kepada gapoktan
untuk membantu kelancaran berusaha tani. Selain pinjaman berupa
uang gapoktan juga menyediakan pinjaman berupa pupuk bersubsidi
dari pemerintah kemudian dibayar ketika setelah panen.
4. Tumbuh dan Berkembangnya Partisipasi Petani dalam Kegiatan SL-PTT
ditentukan oleh Kemauan, Kesempatan dan Kemampuan.
a. Kemauan Berpartisipasi
Dalam mensukseskan pelaksanaan sekolah lapang diperlukan
adanya peserta atau petani yang terlibat didalamnya. Pelaksanaan sekolah
lapang ini mendapat sambutan yang baik oleh petani, hal ini dibuktikan
dengan keterlibatan mereka dalam setiap rangkaian kegiatan yang
diadakan. Pada awalnya petani dilibatkan dalam proses perencanaan
untuk menentukan jumlah benih yang dibutuhkan serta menentukan lahan
petani mana yang cocok dan sesuai untuk dijadikan lahan percontohan.

7
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh bapak jumadi :
” Kalau keadaan ekonomi ya bervariasi ya, ada yang mapan ada yang cukup untuk kehidupan
sehari-hari. Kalau untuk menerima inovasi ya butuh waktu gak langsung diterima begitu saja, kan
juga ada petani yang sudah tua itu kadang mereka susah sekali untuk menerapkan inovasi yang
diberikan.”
(Wawancara 30 Maret 2010).
Dan ditegaskan oleh Bapak Narto:
“kalau masyarakat sekitar sini itu ya sudah bisa dibilang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebanyakan mereka sudah mapan.”
(Wawancara 29 Maret 2010).
58

Berdasarkan keterangan informan kunci dari beberapa desa diperoleh


data kemauan petani berpartisipasi sebagai berikut:
Tabel 15. Kehadiran Petani Dalam Sekolah Lapang
No Nama Desa Kehadiran Petani Prosentase (%)
(orang)
1. Gentanbanaran 22 25,58
2. Karungan 21 24,42
3. Karangwaru 20 23,26
4. Karanganyar 23 26,74
Jumlah 86 100
Sumber: Analisis Data Primer dan Sekunder 2010
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah petani terbanyak yang
memiliki kemauan untuk hadir dalam berpartisipasi berada di desa
karanganyar dengan 26,76 % atau 23 orang memiliki keinginan untuk
menerima inovasi yang diberikan terkait dengan kegiatan sekolah lapang
pengelolaan tanaman terpadu.
b. Kesempatan Berpartisipasi
Adanya kesempatan yang diberikan pemerintah kepada petani dalam
melaksanakan program merupakan hal positif bagi petani karena dengan
begitu petani memiliki kesempatan untuk menggunakan teknologi yang
diberikan. Kesempatan yang diberikan pemerintah berupa kesempatan
bagi petani untuk memperoleh informasi terkait dengan sekolah lapang
dan komponen teknologi yang menyertainya. Informasi tersebut
diberikan kepada para petani pada saat pertemuan-pertemuan rutin yang
digelar oleh petani. Setelah memperoleh informasi mereka juga
memperoleh kesempatan untuk mengikuti kegiatan sekolah lapang serta
mempelajari komponen teknologi lebih mendalam. Untuk petani yang
tidak memperoleh kesempatan dalam sekolah lapang mereka tetap tidak
ketinggalan informasi karena selalu dilaporkan dalam pertemuan rutin
apa-apa saja yang menjadi keputusan dan informasi yang berguna bagi
petani lain. Dengan petani mau menghadiri pertemuan, maka akan
memperoleh kesempatan untuk menerima informasi. Berdasarkan
59

keterangan informan kunci dari beberapa desa diperoleh data sebagai


berikut:
Tabel 16. Kesempatan Petani Dalam Berpartisipasi
No Nama Desa Kemauan Prosentase (%)
berpartisipasi (orang)
1. Gentanbanaran 22 25,58
2. Karungan 21 24,42
3. Karangwaru 20 23,26
4. Karanganyar 23 26,74
Jumlah 86 100
Sumber: Analisis Data Primer dan Sekunder 2010
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa jumlah petani terbanyak yang
memiliki kesempatan berpartisipasi berada di desa karanganyar dengan
26,76 % atau 23 orang. Petani yang memiliki kemauan untuk menerima
inovasi terkait dengan teknologi pengelolaan tanaman terpadu maka
petani tersebut akan memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi
teknologi PTT yang diberikan oleh pemerintah tersebut.
c. Kemampuan Berpartisipasi
Adanya kemauan dan kesempatan dari petani tidak akan terlaksana
apabila mereka tidak memiliki ketrampilan atau kemampuan dalam
menjalankan teknologi yang diberikan. Terkait dengan sekolah lapang
kemampuan petani dalam kegiatan berusaha tani memang sudah tidak
diragukan lagi, hanya saja kendala yang utama adalah adanya beberapa
petani yang kesulitan dalam menerapkan sistem jajar legowo. Sistem
legowo ini merupakan rekayasa teknologi yang ditujukan untuk
memperbaiki produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan
perubahan dari jarak tanam blak/tegel menjadi jajar legowo. Dalam
prakteknya sistem legowo ini dianggap sulit oleh petani. Hal ini
dikarenakan tenaga/buruh tanam yang belum terampil dalam
melaksanakannya serta kebiasaan para buruh tanam dalam melakukan
jarak tanam tegel sudah melekat sehingga dianggap sulit. Selain itu biaya
yang dikeluarkan juga menjadi lebih besar. Berdasarkan keterangan
informan kunci dari beberapa desa diperoleh data kemampuan petani
60

berpartisipasi terutama terkait dengan jarak tanam legowo sebagai


berikut:
Tabel 17. Kemampuan Petani Dalam Berpartisipasi dalam Penerapan
Jajar Legowo
No Nama Desa Kemauan Prosentase (%)
berpartisipasi (orang)
1. Gentanbanaran 10 21,27
2. Karungan 13 27,67
3. Karangwaru 9 19,15
4. Karanganyar 15 31,91
Jumlah 47 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa kemampuan petani dalam
menerapkan jarak tanam legowo terbanyak berada di desa karanganyar
dengan 31,91% atau sebanyak 15 orang menerapkan sistem legowo.
5. Partisipasi Petani Dalam Kegiatan SL-PTT
a. Lingkup Keterlibatan
Petani peserta sekolah lapang terlibat secara langsung dalam
kegiatan ini. Untuk petani yang lahannya tidak dijadikan lahan
percontohan hanya menerima bantuan berupa benih unggul dan biaya
yang lainnya termasuk pemeliharaan ditanggung sendiri oleh petani
yang bersangkutan. Sedangkan lahan petani yang dijadikan lahan
percontohan tidak hanya mendapat benih tetapi juga pupuk. Sedangkan
untuk biaya pemeliharaannya ditanggung sendiri oleh petani tersebut.
Adanya bantuan dari pemerintah membuat petani mulai terbuka
wawasannya mengenai suatu teknologi baru. Bantuan tersebut meliputi
bantuan benih padi, bantuan pupuk anorganik berupa pupuk urea dan
phonska, bantuan pupuk organik berupa pupuk organik cair dan pupuk
kompos, bantuan agensia hayati berupa bacteri chorin, Sedangkan
untuk non lahan percontohan petani hanya mendapatkan bantuan benih
sebesar 25kg/ha. Terkait tentang informasi mengenai komponen
teknologi tersebut informasi dapat berasal dari penyuluh (karena para
penyuluh sudah ditugaskan di desa-desa yaitu satu desa satu penyuluh
61

sehingga apabila ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh petani
itu sendiri mereka akan mudah untuk menemui penyuluh masing-
masing) dan ketua kelompok tani serta dari majalah dan leaflet.
Informasi mengenai SL-PTT tersebut mudah untuk diperoleh petani.
Tabel 18.Lingkup Keterlibatan Petani Dalam Kegiatan SL-PTT
No Dimensi Lingkup Keterlibatan
1. Partisipasi dalam Perencanaan Pada tahap perencanaan
petani dilibatkan dalam
pembuatan RUK (rencana
usaha kelompok) yang berisi
tentang rincian bantuan yang
akan diterima oleh petani
berupa bibit pupuk organik
dan anorganik.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan Petani terlibat secara
kegiatan langsung dalam mererapkan
komponen teknologi anjuran
mulai dari tahap pengolahan
tanah, persemaian,
penanaman, pemeliharaan
hingga panen.
3. Partisipasi dalam pemantauan Dalam pemantauan petani
dan evaluasi melakukan pengamatan
tanaman yang ada
dilahannya lalu
membandingkan dengan
lokasi percontohan.

4. Partisipasi dalam pemanfaatan Petani menerima manfaat


hasil dari usaha yang mereka
keluarkan dalam
keikutsertaannya dalam
setiap proses kegiatan yang
berlangsung
Sumber : Analisis Data Primer 2010
62

Adapun partisipasi petani dalam setiap kegiatan sekolah lapang


dapat dilihat sebagai berikut:

No Lingkup Desa Jumlah Prosentase


(orang) (%)
1 Partisipasi pada tahap Gentanbanaran 4 28,57
perencanaan Karungan 3 21,43
Karangwaru 3 21,43
Karanganyar 4 28,57
2. Partisipasi pada tahap Gentanbanaran 22 25,58
pelaksanaan Karungan 21 24,42
Karangwaru 20 23,26
Karanganyar 23 26,74
3. Partisipasi pada tahap Gentanbanaran 22 25,58
pemantauan dan Karungan 21 24,42
evaluasi Karangwaru 21 24,42
Karanganyar 22 25,58
4. Partisipasi pada tahap Gentanbanaran 25 25
pemanfaatan hasil Karungan 25 25
Karangwaru 25 25
Karanganyar 25 25
Sumber : Analisis Data Primer dan Sekunder 2010

b. Tingkat Kesukarelaan
Petani berpasrtisipasi secara sukarela hal ini ditunjukkan dalam
keikutsertaan mereka dalam pertemuan yang telah dijadwalkan
sebelumnya. Dalam menerima suatu inovasi diharapkan petani bisa
terbuka terhadap suatu perubahan, dan mereka mampu untuk
menentukan sikap agar menjadi lebih maju lagi. Keadaan dilapang
menunjukkan bahwa petani mau berpartisipasi karena adanya
rangsangan dan dorongan dari pihak luar yang berupa bantuan benih
unggul dari pemerintah dan juga sarana lain berupa pupuk kimia dan
organik bagi lahan petani yang dijadikan percontohan, akan tetapi
tidak semua subyek atau informan yang berpartisipasi semata-mata
karena adanya bantuan dari pemerintah, ada juga dari mereka yang
mau ikut ambil bagian dalam program SL-PTT ini karena adanya
kesadarannya sendiri. Setelah mengetahui tujuan dan manfaat dari
63

melaksanakan SL-PTT mereka paham dan tergerak untuk


berpartisipasi.
Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda
adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara
mandiri. Peran serta yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya
motivasi ekstrinsik (berupa bujukan, pengaruh dan dorongan) dari luar,
meskipun yang bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk
berpartisipasi Dussel (1981) dalam Mardikanto (2009).
c. Bentuk Partisipasi
Adapun bentuk partisipasi yang dilakukan oleh petani adalah
partisipasi terbatas, dimana partisipasi ini hanya digerakkan untuk
kegiatan-kegiatan tertentu demi tercapainya tujuan pembangunan.
Partisipasi petani dalam pelaksanaan program cukup besar, hal ini
tampak dari keinginan petani untuk menerapkan inovasi teknologi
yang diberikan oleh penyuluh. Dengan adanya partisipasi petani dalam
kegiatan sekolah lapang ini memungkinkan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan adanya sekolah lapang sangat membantu
petani sehingga petani mampu meningkatan pengetahuan dan
ketrampilan dalam melakukan kegiatan usahataninya serta petani
menjadi lebih paham bahwa dengan menanam bibit muda anakan
yang dihasilkan akan lebih banyak dibandingkan menanambibit yang
sudah tua. Dalam hal ini, petani yang lahannya dijadikan percontohan
ikut memberikan input berupa kesediaan mereka untuk menerapkan
teknologi yang ditawarkan ke lahan mereka serta mendapat imbalan
atas input yang diberikan berupa benih unggul serta fasilitas lain
seperti pupuk kimia dan organik bagi lahannya yang dijadikan demplot
tetapi mereka juga menikmati hasil dari apa yang mereka kerjakan.
Hasil yang dinikmati petani yaitu pada saat panen mereka merasakan
manfaat dari penerapan teknologi PTT tersebut. Selain pemeliharaan
yang mudah juga hasil yang diperoleh meningkat dari biasanya. Dalam
64

1ha petani mampu memperloleh hasil 7,5 ton dari hasil sebelumnya
yang hanya 7 ton/ha.

6. Faktor-Faktor Yang Menjadi Kendala Dan Pendorong Petani Untuk


Berpartisipasi Dalam Kegiatan Sl-PTT
a. Faktor Pendukung
Kondisi internal dan eksternal petani dapat mendukung serta
menghambat partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT. Pendidikan
formal atau pendidikan di bangku sekolah yang ditempuh oleh petani
dapat menjadi faktor pendukung dalam kegiatan sekolah lapang.
Dengan tingginya pendidikan diharapkan petani dapat memahami dan
mudah untuk melaksanakan suatu inovasi baru yang ditawarkan.
Komponen teknologi yang ditawarkan diharapkan mampu
meningkatkan pendapatan petani dan dapat mensejahterakan petani.
Pendidikan petani yang kebanyakan SLTP mampu mempengaruhi sikap
petani terhadap suatu inovasi teknologi. Selain pendidikan formal
pendidikan non formal juga dapat menjadi faktor pendukung petani
dalam berpartisipasi. Pendidikan non formal yang dimaksud adalah
seberapa seringnya petani mengikuti pelatihan seperti mengikuti
penyuluhan pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan seperti
kegiatan karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan mengenai
kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman padi dan
pelatihan budidaya tanaman jeruk. Semakin sering petani mengikuti
kegiatan penyuluhan atau pelatihan di bidang pertanian, diharapkan
informasi yang diperoleh akan semakin banyak. Hal ini akan
berpengaruh terhadap keterampilan petani dalam pengelolaan usaha
taninya, serta mampu membuka wawasan petani untuk lebih terbuka
terhadap suatu inovasi baru. Pendidikan non formal yang diikuti oleh
petani diharapkan mampu memberikan sumbangan yang positif
terhadap pola pikir yang selama ini diyakininya.
65

Kegiatan pelatihan yang diadakan memang sangat terbatas hal


tersebut yang memungkinkan tidak semua petani memperoleh informasi
terkait kegiatan pelatihan dan budidaya tersebut, karena hanya beberapa
orang dari petani yang mengikuti pelatihan tersebut. Pelatihan diadakan
untuk meningkatkan pengetahuan petani akan cara berusahatani.
Biasanya petani yang menghadiri kegiatan pelatihan tersebut adalah
ketua kelompok tani dari tiap-tiap desa, setelah ketua kelompok tersebut
memperoleh pengetahuan diharapkan saat petemuan kelompok ketua
kelompok tani tersebut dapat membagi pengalamannya sehingga
anggota kelompok tani yang lain juga tidak ketinggalan informasi.
b. Faktor Penghambat
Pendapatan merupakan satu faktor penghambat dalam partisipasi
petani. Pendapatan yang rendah mengakibatkan petani sulit untuk
menerapkan teknologi yang diberikan, karena biaya yang dikeluarkan
lebih besar dari yang biasanya dikeluarkan dalam berusaha tani.
Penanaman dengan sistem blak dalam 1ha dibutuhkan 8 orang buruh
tanam dengan sistem borongan dimana upahnya sebesar Rp. 600.000
dan diselesaikan dalam waktu 2 hari sedangkan bila menggunakan
sistem jajar legowo waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
penanaman selama 2,5 hari dengan tambahan upah 20% dari biaya
penanaman yaitu penambahannya sebanyak Rp. 120.000. Selain
pendapatan sistem jajar legowo dianggap sulit oleh sebagian petani
karena petani sudah terbiasa menggunakan sistem blak. Salah satu
kendala dalam penerapan sistem legowo adalah tenaga khususnya tanam
kurang mengerti dan kurang paham bagaimana sistem ini dilakukan.
Kesulitan tersebut mengakibatkan tenaga kerja tanam meminta
tambahan upah kepada pemilik lahan.
66

Tabel 19. Komponen Yang Mempengaruhi Kegiatan SL-PTT


No. Komponen yang Pengaruh pada kegiatan SL-PTT
mempengaruhi kegiatan
SL-PTT
1. Pendidikan Formal Kemampuan petani dalam
membaca dan menulis dapat
membantu pelaksanaan kegiatan
sekolah lapang serta dengan
pengetahuan yang yang
dimilikinya dapat membantu
penyerapan komponen teknologi
yang ditawarkan
2. Pendidikan non formal Pengalaman petani dalam kegiatan
pelatihan dan bubidaya dapat
membantu dalam menerapkan
komponen teknologi yang
diberikan.
3. Luas lahan Petani yang memiliki luas lahan
yang relatif luas dan berada
ditempat yang strategis seperti
dekat dengan jalan raya dan sering
dilalui oleh orang digunakan
sebagai lahan percontohan agar
petani lain yang melalui jalan
tersebut dapat melihat dan
mendorong keingintahuan mereka
tentang SL-PTT
4. Pendapatan Pendapatan yang rendah
merupakan suatu kendala dalam
menerapkan komponen teknologi
yang ditawarkan, karena sistem
jajar legowo dalam Sl-PTT
membutuhkan biaya yang lebih
dari yang biasanya dikeluarkan
oleh petani.
Sumber : Analisis Data Primer 2010

B. Pembahasan dan Temuan Pokok


Partisipasi diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan,
karena pembangunan berkelanjutan sangat bergantung pada proses sosial.
67

Tiga aspek masyarakat yaitu sosial, ekonomi dan lingkungan harus


diintegrasikan dimana individu dan lembaga saling berperan agar terjadi
perubahan (Syahyuti dalam Supadi 2008). Kemauan petani dalam
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah lapang ini ditunjukkan dengan
kehadiran mereka dalam pertemuan, serta keteribatan petani dalam
melaksanakan komponen yang diberikan, kesempatan yang diperoleh petani
dapat dilihat dari kesempatan mereka dalam menerima informasi terkait
sekolah lapang serta kemampuannya dapat dilihat dari kemampuan petani
dalam menerapkan teknologi yang ditawarkan ke lahan pribadi. Partisipasi
petani dalam kegiatan sekolah lapang dapat dikatakan baik, hal ini dapat
dilihat dari adanya peran serta petani dalam melaksanakan komponen
teknologi yang ditawarkan, mereka berpartisipasi secara sukarela dan atas
kehendak pribadi salah satu hal yang mendorong mereka mau melaksanakan
komponen yang ditawarkan selain adanya kesadaran dari beberapa petani juga
adanya bantuan dari pemerintah yang mereka peroleh. Adapun lingkup
keterlibatan petani dalam berpartisipasi dapat dilihat mulai dari tahap
perencanaan dimana petanidilibatkan dalam penyusunan rencana usaha
kelompok yang kemudian diajukan untuk mendapatkan bantuan berupa benih
unggul dan pupuk kimia serta organik, dalam tahap pelaksanaan petani
terutama yang lahannya dijadikan lahan percontohan menerapkan komponen
teknologi yang ditawarkan oleh pemerintah, dalam tahap pemantauan dan
evaluasi petani diarahkan untuk melakukan pengamatan terhadap lahan yang
menjadi percontohan mengamati hama dan penyakit yang menyerang serta
membahas penanggulangannya, partisipasi petani dalam pemanfaatan hasil
dapat dilihat dari hasil yang diperoleh setelah menerapkan komponen
teknologi yang ditawarkan.
Pendidikan formal dan nonformal merupakan salah satu pendorong
petani dalam berpartisipasi sedangkan hambatan dalam berpartisipasi adalah
pendapatan. Pendidikan yang ditempuh petani dalam bangku sekolah mampu
membantu petani untuk membuka suatu wawasan mereka terkait dengan pola
usaha tani yang selama ini diterapkan, pendidikan nonformal seperti pelatihan
68

dan budidaya tanaman mampu meningkatkan pengetahuan dan pengalaman


petani juga. Salah satu penghambat petani untuk berpartisipasi adalah
pendapatan, hal ini dikarenakan salah satu komponen yang ditawarkan yaitu
penanaman sistem legowo sulit untuk diterapkan karena kurangnya
ketrampilan dari buruh tanam sehingga membutuhkan biaya tambahan dalam
penamannya.
Pelaksanaan sekolah lapang secara prakteknya dalam satu kali musim
tanam terdapat 8 kali pertemuan. Adapun materi yang disampaikan dalam
setiap pertemuan berbeda-beda. Pada pertemuan pertama dilakukan
pembagian benih dan Saprodi, persemaian dan pola tanam sistem jajar
legowo, pemupukan dasar dan pemupukan berimbang, ekosistem padi sawah,
pengairan dengan sistem intermiten materi tentang musuh alami dan hama
penyakit serta penanganan panen dan pasca panen. Bantuan yang diberikan
oleh pemerintah terkait dengan kegiatan SL-PTT adalah berupa benih unggul,
pupuk organik, pupuk anorganik dan agensia hayati. Untuk lahan yang
dijadikan sebagai percontohan memperoleh bantuan yang lebih banyak
dibanding lahan yang bukan percontohan. Lahan yang dijadikan percontohan
memperoleh benih padi, pupuk anorganik berupa pupuk urea dan pupuk NPK
(Phonska) dengan jumlah pupuk urea mendapatkan 100kg dan pupuk phonska
mendapatkan 300kg, pupuk organikberupa pupuk organik cair sebanyak 7 liter
dan pupuk kompos sebanyak 1.410 kg, serta mendapatkan agensia hayati
berupa bakteri corine yang digunakan untuk mengatasi jamur sebanyak 2liter.
Jenis materi yang disampaikan dalam kegiatan SL-PTT disesuaikan
dengan kondisi lapang serta dilakukan kegiatan pengamatan langsung
terhadap lahan usahatani. Dasar materi dalam kegiatan SL-PTT yang
dilaksanakan oleh penyuluh yaitu pedoman pelaksanaan SL-PTT.untuk
sosialisasi program dilaksanakan di rumah ketua kelompok tani, setelah
dilakukan sosialisasi materi pelaksanaannya dilakukan dilapang. Dalam
pelaksanaan kegiatan sekolah lapang petani dituntut untuk aktif dan peka
terhadap permasalahan yang terjadi dilahan mereka lalu membandingkannya
dengan lahan percontohan yang dijadikan sebagai tempat belajardan
69

berdiskusi dengan petani peserta sekolah lapang lainnya. Selain itu,


materiyang disampaikan dsesuaikan dengan kondisi lapang dengan kata lain
misalnya akan terjadi serangan hama maka petani bersiap-siap untuk
melakukan pencegaha nagar tanaman mereka tidak terserang. Materi-materi
yang disampaikan dalam kegiatan SL-PTT pada dasarnya adalah materi yang
bertujuan untuk peningkatan produksi dan pendapatan para petani sehingga
dapat menarik perhatian petani lain yang belum menerapkan PTT.
Salah satu komponen teknologi yang diterapkan adalah sistem jajar
legowo. Teknologi legowo dikembangkan untuk memanfaatkan pengaruh
barisan pinggir tanaman padi (border effect) yang lebih banyak (Deptan dalam
Pahruddin, Maripul dan Philips Rido Dida 2004). Adapun beberapa
keunggulan dari penananaman sistem jajar legowo ini adalah adanya
peningkatan produksi karena pada dasarnya sistem ini merupakan suatu teknik
untuk menambah populasi tanaman dengan cara menghilangkan satu baris dan
disisipkan dalam barisan disebelah kanannya serta menambahkan tanaman
disebelah kirinya. Tanam sistem legowo ini dibuat seperti tanaman pinggir
galengan karena tanaman yang berada di pinggir galengan lebih bagus dari
pada tanaman yang lainnya serta sistem legowo ini memudahkan dalam
pemeliharaan tanaman seperti dalam penyiangan, pemupukan dan pengamatan
hama dan penyakit. Cahaya matahari yang masuk kedalam tanaman optimal
sehingga kelembabannya juga rendah dan hama dan penyakit pun menjadi
berkurang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan SL-PTT secara konsep dapat meningkatkan produksi dan
prakteknya mampu meningkatkan produksi dimana hasil yang diperoleh
sebelum sekolah lapang 7ton/ha setelah sekolah lapang 7,5ton/ha. Secara
70

praktek pelaksanaan sekolah lapang sudah sesuai dengan aturan dan urutan
seperti konsep akan tetapi untuk penerapan jajar legowo dianggap sulit
untuk petani. Selain adanya peningkatan kuantitas keuntungan lain dalam
menerapkan teknologi PTT yaitu adanya peningkatan kualitas hasil usaha
tani seperti bulir yang dihasilkan utuh dan bersih. Namun, dilihat dari segi
biaya usahatani yang dikeluarkan menjadi lebih besar.
2. Karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT meliputi karakteristik intern
dan karakteristik ekstern. Karakteristik intern petani meliputi pendidikan
formal rata-rata petani yaitu SLTP, pendidikan non formal seperti
mengikuti penyuluhan pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan
seperti kegiatan karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan
mengenai kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman
padi dan pelatihan budidaya tanaman jeruk, kebanyakan lahan yang
dikerjakan petani seluas 0,1-0,3 Ha dengan pendapatan yang sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan karakteristik eksternal
petani meliputi lingkungan sosial petani seperti hubungan antar
masyarakat yang baik, dengan adanya hubungan yang baik petani mampu
menambah informasi dan bertukar pengalaman terkait dengan kegiatan
usahatani. Lingkungan ekonomi petani seperti kemudahan petani dalam
melakukan pinjaman merupakan hal yang sangat membantu dalam hal
permodalan.
3. Partisipasi petani dalam SL-PTT mulai dari perencanaan yaitu petani
dilibatkan dalam penyusunan RUK, tahap pelaksanaan meliputi
keterlibatan petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani, dalam
pemantauan dan evaluasi petani melakukan pengamatan, serta dalam
72
pemanfaatan hasil petani menikmati hasil dari kegiatan yang dijalani.
4. Faktor yang mendorong petani berpartisipasi adalah pendidikan formal
dan non formal sedangkan faktor yang menjadi kendala petani dalam
berpartisipasi adalah pendapatan, karena sistem biaya yang diperlukan
untuk tanam jajar legowo lebih tinggi.
B. Saran
71

1. Petani diharapkan mau menerapkan sistem jajar legowo yang merupakan


salah satu komponen teknologi dalam SL-PTT.
2. Sebaiknya penyuluh lebih meningkatkan perannya sebagai pendamping
petani sehingga petani mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang
dihadapi misalnya kesulitan dalam menerapkan jajar legowo.

DAFTAR PUSTAKA

Amirin, T.M. 2009. Subjek Penelitian, Responden Penelitian Dan Informan


(Narasumber) Penelitian. http://tatangmanguny.wordpress.com/. Diakses
tanggal 19 Februari 2010.
Atmoko, Tjiepto. 2010. Partisipasi Publik Dan Birokratisme Pembangunan. http//
www.akademik.unsri.ac.id. Diakses tanggal 19 Februari 2010.
Balai Penyuluhan Pertanian “Tani Budaya”. 2008. Peningkatan Produktivitas
Beras Nasional Melalui Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(PTT). Sukoharjo.
Basriansyah. 2009. Keragaan Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Di
Kabupaten Dompu. http://phoezhienk.blogspot.com/2009/09/keragaan-
penyelenggaraan-penyuluhan.html Diakses tanggal 19 Februari 2010
Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Pustaka Setia. Bandung
Departemen Pertanian. 2005. Naskah Akademik Sistem Penyuluhan Pertanian
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Http://Www.Deptan.Go.Id/Bpsdm/Naskah_Akademik.Pdf.Diakses pada
Tanggal 18 Maret 2009.
__________________. 2009. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung Dan Kedelai .
Fleming, B. 2009. Partisipasi Adalah Kunci dari Pemberdayaan.
http://www.scn.org. Diakses tanggal 19 Februari 2010.
Gaunt, J. 2000. The Feasibility of integrated crop management in bangladesh.
http//www.nrsp.org/database/document/883. Diakses tanggal 19 Februari
2010.
GRDB. 2007. Farmers Field School. http://grdb.gy/index.php?. Diakses tanggal
19 Februari 2010.
Hawkins, H S et all. 1982. Agricultural And Livestock Extention Vol 2 The
Extention process. Australian Universities.
Hadisapoetra, Soedarsono. 1973. Pembangunan Pertanian. Departemen Ekonoi
Pertanian Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta
72

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara.


Jakarta.
Kartono. 2008. Pengertian Penyuluhan Pertanian
http://ronggolawe13.blogspot.com. Diakses tanggal 29 Maret 2009.
Kelsey, LD and Cannon CH. 1955. Cooperative Extension Work. Comstock
Publishing Associates. New York.
Krisnanto, W. 2007. Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan. http://css-
lybrary.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 November 2009.
Krishiworld. 2010. Learning And Teaching In Extention.
http://www.krishiworld.com. Diakses pada Tanggal 01 Maret 2010.
Lampung Post. 2009. Pangan: Tanggamus Surplus Beras.
http://www.lampungpost.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2009.
Mardikanto, Totok. 1988. Komunikasi Pembangunan. Sebelas Maret University
Press. Surakarta.
_______________.1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Press. Surakarta.
_______________.1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Kerjasama Pusat
Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan Dengan Fakultas
Pertanian UNS Surakarta.
_______________.2007. Pengantar Ilmu Pertanian. PUSPA. Surakarta
_______________. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Lembaga Pengembangan
Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS.
Surakarta
Mardikanto, T dan Arip Wijianto. 2005. Modul Kuliah: Metode dan Teknik
Penyuluhan Pertanian. Proyek SP4 Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi
PertanianUNS. Surakarta
Moleong, L. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini. 2005. Penelitian Terapan. Gadjah Mada
UniversityPress. Yogyakarta.
Ndraha, T. 1990. Pembangunan Masyarakat. Rineka Cipta : Jakarta.
Pahruddin,A et al. 2004. Cara Tanam Padi Sistem Legowo Mendukung Usahatani
Di Desa Bojong, Cikembar, Sukabumi. Buletin Teknik Pertanian No.1
(2004) : 10-11
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2008. Inovasi Teknologi
Padi. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses Jumat, 18 Maret 2009.
Rokhman, 2008. Pemilihan Metode Penyuluahn Pertanian http//Rohman
tripod.com/lapangan/metode.htm. Diakses pada Tanggal 01 Maret 2010.
73

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta.


Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.
Sidorenko, Alexander. 2010. Empowerment & Participation in Policy Action on
Ageing. http// www. dfasuomi.stakes.fi/. Diakses pada Tanggal 01 Maret
2010.
Sutopo, H B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (dasar teori dan terapannya
dalam penelitian). Sebelas Maret University Press. Surakarta.
__________. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (dasar teori dan terapannya
dalam penelitian). Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Supadi. 2008. “Menggalang Partisipasi Petani Untuk Meningkatkan Produksi
Kedelai Menuju Swasembada”. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian No.3 (2008) : 109
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. UI Press. Jakarta.
THL TBP Pertanian. 2008. SL-PTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu). http://thl-tbp-pertanian.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23
Mei 2009.
Todaro, Michael P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga: Edisi Ketujuh.
Erlangga. Jakarta.
Van Den Ban dan Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta
Wirajaswadi et al. 2002. Pengelolaan Tanaman Terpadu Budidaya Padi Sawah
Di Kabupaten Lombok Barat. http//ntb.litbang.deptan.go.id
Winarto. 2010. Farmers Field School, Farmer Life School And Farmers Club For
Enriching Knowledge And Empowering Farmers: A Case Study In
Cambodia.http//www.unu.edu/env/plec/marginal/proceedings/winartoCH
20.pdf
Yin, Robert K. 2000. Studi Kasus Tunggal (Desain dan Metode). PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai