I. Pendahuluan
I. Pendahuluan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk
melaksanakan perubahan-perubahan yang mengarah pada pertumbuhan
ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga
masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah serta
didukung oleh partisipasi masyarakatnya (Mardikanto, 1996). Sektor pertanian
mempunyai kontribusi penting terhadap perekonomian, selain itu sektor
pertanian juga berperan dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi manusia.
Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk akan menyebabkan
peningkatan pada kebutuhan pangan, untuk itu diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) pertanian telah
menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan
produktivitas padi, diantaranya varietas unggul yang sebagian diantaranya
telah dikembangkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, badan LITBANG Pertanian juga telah
menghasilkan dan mengempangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas padi dan
efisiensi input produksi
Salah satu upaya dalam peningkatan produksi pangan adalah dengan
menerapkan pola Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pengelolaan tanaman
terpadu (PTT) merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan
efisiensi masukan produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya
alam secara bijak. Pada dasarnya pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metode/strategi,
bahkan filosofi bagi peningkatan produksi melalui cara mengelola tanaman,
tanah, air dan unsur hara serta organisme pengganggu tanaman secara terpadu
dan berkelanjutan. Melalui usaha tersebut diharapkan kebutuhan beras
nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat ditingkatkan serta usaha
1
2
pertanian padi dapat terlanjutkan (BPP Sukoharjo, 2008). Tujuan dari sistem
ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi secara berkelanjutan, dan
efisiensi produksi dengan memperhatikan sumber daya yang ada, kemampuan
dan kemauan petani.
Pelaksanaan SL-PTT menggunakan sarana kelompok tani yang sudah
terbentuk dan masih aktif. Kelompok tani yang dimaksud adalah kelompok
tani yang dibentuk berdasarkan domisili atau hamparan, diusahakan yang
lokasi lahan usahataninya masih dalam satu hamparan. Hal ini perlu untuk
mempermudah interaksi antar anggota karena mereka saling mengenal satu
sama lainnya dan tinggal saling berdekatan sehingga bila teknologi SL-PTT
sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru oleh petani lainnya.
Peranan masyarakat dalam kegiatan SL-PTT sangatlah diperlukan, tanpa
ada partisipasi masyarakat dalam kegiatan tersebut maka program tersebut
tidak akan berjalan. Adapun fasilitas dalam SL-PTT berupa benih unggul,
pupuk organik, pupuk anorganik serta bacteri chorin. Dalam pelaksanaan SL-
PTT di Kecamatan Plupuh masih memiliki kendala. Dalam penelitian awal
yang dilakukan oleh peneliti kendala yang dihadapi yaitu tidak semua petani
mampu menerapkan sistem jajar legowo yang merupakan salah satu
komponen teknologi dalam PTT untuk itu diperlukan kajian yang mendalam
mengenai partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT.
B. Perumusan Masalah
SL-PTT adalah bentuk sekolah yang seluruh proses belajar-mengajarnya
dilakukan di lapangan. Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan
penyebaran teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian
berlangsung difusi secara alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani
disekitarnya. Petani peserta SL-PTT diberi kebebasan memfokuskan ide,
rencana dan keputusan bagi usahataninya sendiri. Mereka dilatih agar mampu
membentuk dan menggerakkan kelompok tani dalam alih teknologi kepada
petani lain. Melalui SL-PTT, petani diharapkan terpanggil dan bertanggung
jawab untuk bersama-sama meningkatkan produksi padi dalam mewujudkan
swasembada beras. Materi pendidikan yang di berikan dalam SL-PTT
3
mencakup aspek yang diperlukan oleh kelompok tani. Ada tiga aspek yang
perlu diperhatikan dalam penyampaian materi antara lain: pertama adalah
aspek teknologi: ketrampilan dan pengetahuan, dalam SL-PTT, petani
diberikan berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
menjadi manager dilahan usahataninya sendiri seperti analisis ambang
ekonomi hama dan penyakit tanaman, analisis perubahan iklim, analisis
kecukupan hara bagi tanaman dan efisiensi penggunaan air dengan sistem
pengairan berselang; kedua aspek hubungan antar petani : interaksi dan
komunikasi, SL-PTT mendorong petani untuk dapat bekerja sama, melakukan
analisis secara bersama-sama, diskusi dan berkomunikasi dengan santun
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh orang lain; ketiga adalah
aspek pengelolaan: manajer dilahan usahatani sendiri, dalam SL-PTT, petani
peserta didorong untuk pandai menganalisis masalah yang dihadapi dan
membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.
Adanya program pengelolaan tanaman terpadu diharapkan mampu
meningkatkan produktivitas padi serta mampu meningkatkan pendapatan
petani. Demi kesuksesan program tersebut diperlukan partisipasi dari para
petani agar kegiatan dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Akan
tetapi, kegiatan ini juga mempunyai kendala seperti kurangnya kesadaran dari
beberapa petani untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik sebuah rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun praktek?
2. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen?
3. Bagaimana partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan
Plupuh Kabupaten Sragen?
4. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dan pendorong petani untuk
berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT?
4
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pelaksanaan SL-PTT baik secara konsep maupun paraktek
2. Mengkaji karakteristik petani peserta SL-PTT di Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen
3. Mengkaji partisipasi petani dalam kegiatan SL-PTT di Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen.
4. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dan pendorong petani
untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan mengenai kegiatan sekolah
lapang langsung dari lapangan.
2. Bagi Badan Pelaksana Penyuluhan (BPP) dan instansi terkait lainnya,
sebagai masukan dalam menyusun program kerja yang lebih baik.
3. Bagi peneliti lain, sebagai pembanding dalam melakukan penelitian
sejenis.
belajar dan mengajar dan membutuhkan alat dan metoda yang biasa
dikenal sebagai metode mengajar penyuluhan.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan penyuluhan pertanian harus
mencakup tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka
pendek yaitu untuk menumbuhkan perubahan-perubahan yang lebih
terarah dalam aktivitas usaha tani dipedesaan, perubahan-perubahan itu
menyangkut tingkat pengetahuan, kecakapan atau kemampuan sikap dan
motif tindakan petani.
a. Perubahan tingkat pengetahuan, meliputi perubahan-perubahan dari apa
yang mereka sekarang telah mengetahuinya, sehingga tadinya bersifat
kurang menguntungkan menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih
menguntungkan.
b. Perubahan tingkat kecakapan atau kemampuan, meliputi perubahan-
perubahan dalam hal kecakapan/kemampuan berpikir, apa yang pada
mulanya kurang mendapat perhatian, tidak memberi gambaran-
gambaran akan adanya hal-hal yang meguntungkan, belum terpikrkan
dan tergambarkan daya dan cipta ketrampilan yang lebih efektif dan
efisien, kini telah berubah menjadi cakap/mampu memperhatikannya,
menggambarkan dan melaksanakan cara-cara dan ketrampilan yang
lebih berdaya guna dan berhasil guna.
c. Perubahan sikap, meliputi perubahan-perubahan dalam perilaku dan
perasaan yang didukung oleh adanya peningkatan kecakapan,
kemampuan dan pemikiran.
d. Perubahan motif, meliputi perubahan-perubahan terhadap apa yang
biasanya dan sebenarnya mereka kerjakan yang kurang menguntungkan
sehingga menjadi perlakuan-perlakuan yang lebih menguntungkan yang
didukung oleh keyakinan dan daya pemikirannya yang telah meningkat.
Tujuan penyuluhan jangka panjang yaitu agar tercapai peningkatan taraf
hidup masyarakat petani, mencapai kesejahtreaan hidup lebih terjamin.
Tujuan ini hanya dapat tercapai apabila para petani dalam masyarakat itu,
9
Luas satu unit SL-PTT adalah berkisar antara 10-25 ha, satu unit LL
(laboratorium lapangan) seluas minimal 1 ha. Pemilihan letak petak LL
yang berada didalam areal SL-PTT terpilih dengan prioritas pertimbangan
terletak dibagian pinggir areal SL-PTT sehingga berbatasan langsung
dengan areal diluar SL-PTT, diharapkan penerapan teknologi SL-PTT
mudah dilihat dan ditiru oleh petani diluar SL-PTT. Lokasi LL dapat
berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah hujan, lahan kering dan
pasang surut yang produksinya masih bisa ditingkatkan, diprioritaskan
bukan daerah endemis hama dan penyakit, bebas dari bencana kekeringan
kebanjiran dan sengketa, unit SL-PTT diusahakan berada dalam satu
hamparan yang stategis dan muda dijangkau petani serta dipasang papan
pelaksanaan SL/LL. Areal yang digunakan sebagai unit SL-PTT mendapat
bantuan benih dan areal yang digunakan sebagai unit LL akan mendapat
bantuan benih, pupuk urea, NPK dan pupuk organik. Tiap unit SL-PTT
terdiri dari petani peserta yang berasal dari satu kelompoktani yang sama.
Dalam setiap unit SL-PTT perlu ditetapkan seorang ketua peserta yang
bertugas mengkoordinasikan aktivitas anggota kelompok, seorang
sekretaris yang bertugas sebagai pencatat kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan pada setiap pertemuan dan seorang bendahara yang bertugas
mengurusi masalah yang berhubungan dengan keuangan. Peserta SL-PTT
akan mengadakan pengamatan bersama-sama di petak
percontohan/laboratorium lapangan, mendeskripsikan dan membahas
temuan-temuan lapangan.
Peserta SL-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan
mengaplikasikan kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik
lokasi mulai dari pengolahan tanah, budidaya, penanganan panen dan
pasca panen. Adapun penentuan calon petani/kelompok tani SL-PTT
adalah kelompok tani/petani yang dinamis dan bertempat tinggal dalam
satu wilayah yang berdekatan, petani yang dipilih adalah petani aktif yang
memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau menerima teknologi
baru, bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-PTT serta
21
yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat secara siergis dan
berwawasan lingkungan. Dalam pelaksanaan pengelolaan tanaman menurut
PTT, diarahkan untuk menerapkan berbagai teknologi usahatani melalui
penggunaan input produksi yang efisien berdasarkan spesifik lokasi sehingga
mampu menghasilkan produktivitas tinggi untuk menunjang peningkatan
produksi secara berkelanjutan. Dalam kegiatan SL-PTT petani akan dipandu
untuk mengalami, mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan
menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji
bersama berdasarkan spesifik lokasi. Untuk tercapainya keberhasilan SL-PTT
diperlukan partisipasi petani dalam kegiatan tersebut, agar peningkatan
produksi dapat tercapai.
Dari penelitian pendahuluan, diperoleh informasi mengenai keunggulan
dari program SL-PTT diantaranya dapat meningkatan produksi, meningkatkan
kualitas hasil usahatani, menumbuhkan lingkungan pertanaman yang sehat
serta sebagai sarana untuk memandirikan kelompok tani dan juga merupakan
salah satu faktor yang mendorong petani untuk berpartisipasi dalam program
tersebut. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan SL-PTT diperlukan kemauan,
kemampuan dari petani itu sendiri selain itu juga diperlukan kesempatan yang
berupa informasi mengenai kegiatan tersebut. Adapun alur kerangka berpikir
dapat digambarkan sebagai berikut :
C. Dimensi Penelitian
1. Kondisi internal merupakan kondisi yang ada dalam petani itu sendiri
meliputi pendidikan formal, pendidikan non formal luas penguasaan lahan
dan pendapatan dan kondisi eksternal adalah kondisi yang berasal dari luar
petani meliputi lingkungan sosial dan lingkungan ekonomi.
2. Kemauan adalah sikap untuk meninggalkan nilai-nilai yang menghambat
pembangunan, kemauan yang dimaksud disini adalah keamauan dari
petani untuk meninggalkan cara-cara lama atau pola pikir yang selama ini
dianggap benar. Kesempatan adalah kesempatan untuk memperoleh
informasi pembangunan, terkait kesempatan disini adalah kesempatan dari
petani itu sendiri dalam memperoleh informasi-informasi yang dapat
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan mereka seperti informasi
terkait dengan SL-PTT. Kemampuan adalah Kemampuan untuk
menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun
atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun, kemampuan yang
dimaksud disini adalah kemampuan petani dalam memahami informasi
terkait SL-PTT dan apakah mereka mampu untuk menerapkan komponen
teknologi yang ditawarkan.
24
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik studi kasus
tunggal. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif, Kirk dan Miller (1986) dalam Moleong (2001)
mendefinisikan penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan
pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang tersebut dalam bahasanya dan dalam persistilahannya. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan deskriptif yaitu suatu prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya yang memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta
(fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya (Nawawi dan Mimi, 2005).
Studi kasus tunggal digunakan karena kasus yang diangkat menyatakan kasus
penting dalam menguji suatu teori yang telah disusun dengan baik. Teori
tersebut telah menspesifikan serangkaian proposisi yang jelas serta keadaan
dimana proposisi-proposisi tersebut diyakini kebenarannya (Yin, 2000).
B. Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara
pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang
25
Informan
a. Dinas pertanian Orang yang mengetahui informasi
b. Koordinator BPP mengenai kegiatan tapi tidak terlibat
langsung
Subyek
a. PPL Orang-orang yang mengetahui
b. Ketua Kelompok Tani informasi dan terlibat langsung
c. Petani dalam kegiatan
2. Subyek
a. PPL X X Kecamatan Plupuh
b. Ketua Kelompok Tani X X Kecamatan Plupuh
c. Petani X X Kecamatan Plupuh
3. Arsip/Dokumen X X X Kecamatan Plupuh
Data Pendukung
1. Keadaan Alam X X X Kecamatan Plupuh
2. Keadaan Penduduk X X X Kecamatan Plupuh
3. Keadaan Pertanian X X X Kecamatan Plupuh
1. Informan
Informan adalah seseorang yang memiliki informasi mengenai
objek yang sedang diteliti, kemudian dimintai informasi mengenai
objek penelitian tersebut (Amirin, 2009). Adapun informan dalam
penelitian ini antara lain : Koordinator BPP Kecamatan Plupuh dan
Dinas Pertanian Kabupaten Sragen
2. Subyek
Subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat
atau terkandung objek penelitian (Amirin, 2009). Subyek merupakan
28
Informan 1
Informan 3
Wawancara
observasi
A. Keadaan alam
Kecamatan Plupuh merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Sragen. Kecamatan ini mempunyai luas wilayah 18.887, 41 Ha yang terdiri
dari tanah sawah pengairan teknis seluas 2.103 Ha, tanah sawah pengairan
setengah teknis 233,9 Ha, tanah sawah pengairan sederhana 308, 97 Ha, tanah
sawah tadah hujan 5.449,97 Ha, tanah tegal 3.954,71 Ha, tanah pekarangan
4.846,28 Ha dan lain-lain 2.054,85 Ha.
Tanah/lahan di Kecamatan Plupuh, sebagian datar dan sebagian
bergelombang dan miring dengan kemiringan antara 0° sampai dengan 35°.
Tanah bergelombang meliputi tujuh desa yaitu Desa Ngrombo, sebagian Desa
Sambirejo, Desa Somomorodukuh, Desa Cangkol, Desa Manyarejo, Desa
34
Pungsari dan Desa Jembangan. Yang datar meliputi Desa Gentan, Desa
Mbanaran, Desa Karangwaru, Desa Karungan, Desa Karanganyar, Desa Dari,
Desa Sambirejo, Desa Plupuh, Desa Gedongan, Desa Jabung, Desa Sidokerto.
Sedangkan jenis tanah di Kecamatan Plupuh adalah Gromusol, Aluvial,
Mediteran, Latosol dan Laterit Merah.
Jarak dari Ibukota Kabupaten Sragen ± 24 km ke arah barat daya dan
di utara sungai Bengawan Solo. Ketinggian tempat ±140 sampai dengan 144
dpl. Adapun batas-batas Kecamatan Plupuh adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Tanon
Sebelah Barat : Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan : Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Sungai Bengawan Solo/ Kecamatan Masaran
B. Keadaan penduduk
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Jumlah penduduk di Kecamatan Plupuh yaitu sebanyak 46.293 jiwa.
Jumlah penduduk berdasarkan umur berguna untuk mengetahui umur rata-
rata penduduk dan perbandingan antar berbagai golongan usia. Adapun
penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk yang
35
belum produktif dan penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok
produktif dan kelompok penduduk umur 65 tahun keatas sebagai
kelompok penduduk yang tidak lagi produktif (Mantra, 1995).
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kecamatan
Plupuh
No. Kelompok Jumlah Penduduk Prosentase (%)
Umur (Orang)
(Tahun)
1. 0–4 5.772 12,47
2. 5–9 5.161 11,15
3. 10 – 14 5.172 11,17
4. 15 – 19 5.186 11,20
5. 20 – 24 4.503 9,73
6. 25 – 29 4.105 8,87
7. 30 – 34 3.581 7,74
35
8. 35 – 39 2.900 6,26
9. 40 – 44 2.335 5,04
10. 45 – 49 1.964 4,24
11. 50 – 54 1.556 3,36
12. 55 – 59 1.114 2,41
13. 60-64 878 1,89
14. 65-69 735 1,59
15. 70-74 563 1,22
16. >75 768 1,66
Jumlah 46.293 100
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk usia
produktif yang terdapat di Kecamatan Plupuh adalah sebanyak 28.122 jiwa
atau 60,74 % dari total penduduk. Dengan cukup banyaknya penduduk
usia produktif di Kecamatan Plupuh diharapkan mampu meningkatakan
pembanguan di wilayah tersebut. Dari tabel 4tersebut juga dapat dihitung
rasio beban tanggungan (Dependency Ratio) dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Jumlah 371
Sumber : Kecamatan Plupuh Dalam Angka Tahun 2008
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa sarana perekonomian yang paling
banyak dijimpai adalah kios dengan jumlah 134 hal ini menunjukkan bahwa
kios merupakan tempat yang paling sering terjadi pertukaran barang dan
uang.
E. Kelembagaan Penyuluhan Pertanian
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Condrodimuko merupakan salah satu
kelembagaan penyuluhan pertanian yang ada di Kabupaten Sragen. BPP
Condrodimuko berada di wilayah Kecamatan Plupuh. Dengan ketinggian
tempat antara 140 s/d 144dpl. Adapun jenis tanah di wilayah BPP
Condrodimuko antara lain: gromusol, gromusol kelabu tua, mediteran coklat
(volkan dan burit lipatan), aluvial kelabu, aluvial cokelat kekuningan, latosol
dan laterit merah. Keadaan tanah sebagian datar dan sebagian bergelombang
dan miring dengan kemiringan antara 0 s.d 35.
BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh mempunyai 16 PPL yang
dipimpin oleh seorang Koordinator. Koordinator dibantu oleh PHP
(Pengamat Hama dan Penyakit). Masing-masing Desa diberikan seorang
penyuluh dan penyuluh desa tersebut berkantor di Kelurahan Desa masing-
masing. Adapun struktur organisasi BPP Condrodimuko Kecamatan Plupuh
Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut :
Koordinator PPL
Soewardi, A.Md
PHP
Sumirin
PPL PPL
A. Sajian Data
1. Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
Secara Konsep
Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SLPTT) pada dasarnya
merupakan suatu proses pembelajaran dimana kegiatan ini dilakukan secara
bersama dilahan petani dimana petani dapat mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan selama semusim dengan adanya kurikulum yang berbasis pada
kondisi spesifik lokasi serta adanya pendampingan yang intensif dari
penyuluh. Komponen teknologi yang dipilih dan diterapkan oleh petani
dalam melaksanakan SL-PTT adalah komponen teknologi PTT. Kombinasi
komponen teknologi yang digunakan pada lokasi tertentu dapat berbeda
dengan lokasi lainnya, karena beragamnya kondisi lingkungan pertanaman.
Setiap teknologi dan kombinasi teknologi yang sedang dikembangkan pada
suatu lokasi dapat berubah sejalan dengan perkembangan ilmu dan
pengalaman petani dilokasi setempat.
Sekolah lapang tidak terikat dengan ruang kelas, sehingga belajarnya
dapat dilakukan di saung pertemuan petani dan tempat-tempat lain yang
berdekatan dengan lahan belajar. Dalam SL-PTT terdapat satu unit
laboratorium lapang yang merupakan bagian dari kegiatan SL-PTT sebagai
tempat bagi petani anggota kelompok tani dapat melaksanakan seluruh
tahapan SL-PTT dilahan tersebut. Adapun ketentuan pelaksana SL-PTT
antara lain lokasi SL-PTT diusahakan berada pada satu hamparan,
mempunyai potensi peningkatan produktivitas dan anggota kelompok
taninya responsif terhadap penerapan teknologi, peserta tiap unit SL-PTT
idealnya terdiri dari 15-25 petani yang berasal dari satu kelompok tani yang
sama. Sedangkan persyaratan kelompok tani peserta SL-PTT antara lain
kelompok tani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan, telah
menyusun RUK, kelompok tani peserta SL-PTT diutamakan belum
menerima bantuan SL-PTT tahun anggaran 2008, memiliki rekening yang
43
42
masih berlaku (rekening bank dapat berupa rekening bank setiap kelompok
tani ataupun rekening bank gabungan kelompok tani (gapoktan)).
Pertemuan-pertemuan dalam SL-PTT diharapkan 8 kali pertemuan,
oleh karena itu perlu dijadwalkan secara periodik dengan waktu pertemuan
dirundingkan bersama petani peserta sehingga dapat dihadiri dan tidak
mengganggu/ merugikan waktu petani. Pertemuan kelompok dilakukan oleh
pelaksana SL-PTT, tempat pertemuan dilokasi pelaksana SL-PTT, peserta
pertemuan adalah petani peserta dipandu oleh pemandu lapangan. Adapun
materi pertemuan kelompok antara lain:
a. Teknik pengolahan tanah yang disesuaikan dengan tipologi lahan dan
komoditi yang akan ditanam.
b. Penanaman dengan memilih benih atau bibit yang baik, jarak tanam yang
tepat, jumlah bibit/benih per lubang yang sesuai.
c. Pemupukan dengan tepat, yaitu tepat jenis dan dosis, tepat waktu
pemberian didasarkan pada fase pertumbuhan tanaman dan sifat pupuk.
d. Pengelolaan air didasarkan pada kebutuhan tanaman akan air, cara dan
waktu yang tepat.
e. Pengendalian OPT didasarkan pada prinsip pengendalian hama terpadu
dengan melakukan tindakan pencegahan dan mengembangkan musuh
alami yang terdapat dialam itu sendiri serta aplikasi kimiawi secara
bijaksana.
f. Penanganan panen dan pasca panen dilakukan dengan cara yang tepat
dan benar yaitu dengan mempertimbangkan kemasakan biji, ketepatan
dalam penggunaan alat panen, pengemasan, pengangkutan dan
penyimpanan sehingga mampu mengurangi kehilangan dan kerusakan
hasil.
Komponen teknologi yang diterapkan dalam SL-PTT terdiri dari
komponen PTT dimana tiap komponen PTT tersebut memiliki peran antara
lain :
a. Penggunaan benih varietas unggul bermutu akan menghasilkan daya
perkecambahan yang tinggi dan seragam, tanaman yang sehat dengan
43
perakaran yang baik, tanaman tumbuh lebih cepat, tahan terhadap hama
dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu hasil yang baik.
b. Penanaman yang tepat waktu, serentak dan jumlah populasi yang
optimal dapat menghindari serangan hama dan penyakit, menekan
pertumbuhan gulma, memberikan pertumbuhan tanaman yang sehat
dan seragamserta hasil yang tinggi.
c. Pemberian pupuk secara berimbang berdasarkan kebutuhantanaman dan
ketersediaan hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara dan
waktu aplikasi sesuai dengan jenis tanaman akan memberikan
pertumbuhan yang baik dan meningkatkan kemampuan tanaman
mencapai hasil tinggi.
d. Pemberian air pada tanaman secara efektif dan efisien sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan kondisi tanah merupakan faktor penting bagi
pertumbuhan dan hasil tanaman yaitu sebagai pelarut sekaligus
pengangkut hara dari tanah kebagian tanaman. Kebutuhan akan air
disetiap stadia tanaman berbeda-beda, pemberian air secara tepat akan
meningkatkan hasil dan menekan terjadinya sterss pada tanaman yang
diakibatkan karena kekurangan air dan kelebihan air.
e. Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi dan
mengendalikan serangan OPT tanaman dengan meminimalkan
kerusakan atau penurunan produksi akibat serangan OPT. Pengendalian
dilakukan berdasarkan prinsip dan strategi pengendalian hama terpadu.
Khususnya pengendalian dengan pestisida merupakan pilihan terakhir
bila serangan OPT berada diatas ambang ekonomi. Penggunaan
pestisida harus memperhatikan jenis, jumlah dan cara penggunaannya
sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku hingga tidak
menimbulkan resurjensi atau resistensi OPT atau dampak lain yang
merugikan lingkungan.
f. Penanganan panen dan pasca panen akan memberikan hasil yang
optimal jika panen dilakukan pada umur dan cara yang tepat yaitu
tanaman dipanen pada masak fisiologis berdasarkan umur tanaman,
44
kadar air, dan penampakan visual hasil sesuai dengan deskripsi varietas.
Pemanenan dilakukan dengan sistem kelompok yang dilengkapi dengan
peralatan dan mesin yang cocok sehingga menekan kehilangan hasil.
Hasil panen dikemas dalam wadah dan disimpan ditempat penyimpanan
yang aman dari OPT dan perusak hasil lainnya sehingga mutu hasil
tetap terjaga dan tidak tercecer.
Adapun Keuntungan Penerapan Teknologi PTT antara lain :
a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil usaha tani
b. Efisiensi biaya usahatani dengan penggunaan teknologi yang tepat
untuk masing-masing lokasi
c. Kesehatan lingkungan tumbuh pertanaman dan lingkungan kehidupan
secara keseluruhan akan terjaga
Dalam penerapan teknologi PTT menggunakan kelompok tani yang
masih aktif dan diharapkan lahan yang menjadi percontohan atau LL berada di
tempat yang bisa dilihat oleh orang banyak. Laboratorium Lapangan (LL)
adalah kawasan atau area yang terdapat dalam kawasan SL-PTT yang
berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat
praktek penerapan teknologi yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh
kelompok tani atau petani. Adapun penentuan calon lokasi SL-PTT adalah
sebagai berikut : lokasi dapat berupa persawahan yang beririgasi, sawah tadah
hujan, lahan kering dan pasang surut yang produksinya masih dapat
ditingkatkan; diprioritaskan bukan daerah endemis hama dan penyakit; unit
SL-PTT diusahakan agar berada dalam satu hamaparan yang strategis dan
mudah dijangkau petani serta dipasang papan pelaksanaan SL/LL; letak lokasi
laboratorium lapangan seluas minimal 1 ha, ditempat yang sering dilewati
petani sehingga mudah dijangkau dan dilihat petani sekitarnya. Selain
penentuan calon lokasi tersebut adapun penentuan calon petani/kelompok tani
SL-PTT adalah sebagai berikut: kelompok tani/petani yang dinamis dan
bertempat tinggal dalam satu wilayah yang berdekatan; petani yang dipilih
adalah petani aktif yang memiliki lahan ataupun penggarap/penyewa dan mau
menerima teknologi baru; bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan SL-
45
PTT serta kelompok tani SL-PTT ditetapkan dengan surat keputusan kepala
dinas pertanian tanaman pangan atau yang membidangi tanaman pangan
kabupaten atau kota. Organisasi yang paling berperan dalam kegiatan sekolah
lapang adalah kelompok tani karena dalam pelaksanaanya lahan percontohan
yang digunakan diusahakan milik ketua kelompok tani atau orang yang paling
berpengaruh dalam kelompok tani tersebut sehingga diharapkan suatu inovasi
teknologi tersebut dapat diterima oleh masyarakat sekitar
2. Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT)
Secara Praktek
Pelaksanaan SL-PTT awalnya diadakan PRA (partisipatory rural
appraisal) dimana anggota kelompok tani dikumpulkan kemudian masing-
masing anggota diminta untuk mengungkapkan permasalahan yang
dihadapi baik berupa air, tanah, OPT (organisme pengganggu tanaman)
maupun sarana produksi kemudian permasalahan tersebut ditampung,
setelah ditampung lalu oleh petugas PHP (pengamat hama dan penyakit)
diberi skor. Dari data tersebut lalu disimpulkan mana yang memiliki skor
yang tinggi itu yang akan dilaksanakan. Adapun contoh permasalahannya
seperti misalkan ada suatu masalah terkait dengan tanah yaitu strukturnya
lengket maka perlu dilakukan penambahan pupuk organik, bila suatu daerah
terdapat keong mas maka dianjurkan tanam bibit muda lebih dari satu per
lubang serta dibuatkan saringan pada saluran air yang masuk ke sawah
sehingga keong yang kecil tidak masuk atau pemberian kapur tohor.
Pendekatan PRA memiliki beberapa keunggulan diantaranya :
a. Memposisikan petani sebagai pusat kegiatan pembangunan
b. Memposisikan petani sebagai narasumber utama dalam memahami
kondisi dan situasi agroekosistem sekitarnya.
c. Fasilitator atau tenaga pendamping berproses membaur masuk sebagai
anggota mayarakat bukan sebagai tamu asing.
d. Fasilitator atau tenaga pendamping harus memperhatikan jadwal petani
bukan sebaliknya
(Salikin, 2003).
46
1
Seperti halnya diungkapkan oleh bapak Soewardi, A.Md selaku koordinator PPL :
“untuk pelaksanaan SL-PTT sebenarnya sudah berdasarkan prosedur, dalam musim tanam itu sendiri terdiri
dari 8x pertemuan dimana lokasi pertemuan itu dilaksanakan di laboratorium lapang (LL) yang dimiliki
setiap kelompok ada juga pertemuannya dilaksanakan di rumah kelompok tani untuk mensosialisasikan
kegitan tersebut kepada petani lain serta mengatur waktu pertemuannya sehingga ada kesepakatan antara
petani dan penyuluh. Adapun pertemuan yang 8x tersebut mengenai informasi teknologi yang akan
diterapkan dalam SL-PTT seperti pengolahan lahan kebutuhan benih, persemaian, pupuk dasar dan diskusi
pengamatan, pengairan, diskusi tentang hama dan penyakit hingga panen. Untuk mebandingkan hasil SL-
PTT dengan pola tanam yang biasa dilakukan oleh petani ternyata terdapat perbedaan hasil terbukti dengan
adanya penerapan komponen teknologi tersebut”
47
selain itu juga bertujuan untuk meratakan tanah agar bisa selalu tergenang
air sehingga dapat mempercepat pelapukan serta untuk menekan
pertumbuhan gulma dan menghindari terganggunya pertumbuhan padi
akibat pengolahan tanah yang kurang sempurna), penanaman bibit muda
kurang dari 21 hari penanaman bibit muda dan 1-3 batang per lubang
(penanaman bibit muda ini diharapkan akan meningkatkan jumlah anakan
pada tanaman dibanding penanaman bibit tua serta tanaman akan lebih
cepat beradaptasi dengan lingkungan, apabila suatu daerah terdapat
serangan keong mas dianjurkan menanam bibit lebih dari satu apabila ada
yang dimakan keongmasih ada yang lain) peningkatan populasi tanaman
dengan sistem legowo, penggunaan pupuk organik (diharapkan mampu
meningkatkan mikroba dalam tanah karena tanahnya terlalu banyak
menggunakan pupuk kimia), penggunaan pupuk kimia sesuai kebutuhan,
pengairan berselang (intermiten) karena padi bukan tanaman air melainkan
tanaman yang membutuhkan air, pengendalian hama dan penyakit secara
terpadu, pengendalian gulma serta penanganan panen dan pasca panen yang
baik untuk meminimalkan kehilangan hasil pada panen2.
Metode belajar yang diterapkan dalam kegiatan sekolah lapang ini
adalah metode belajar orang dewasa dengan bertukar pengalaman antar
petani serta mencermati dan mengamati kondisi lapang dan mencari solusi
atas permasalahan yang terjadi3. Freire (1973) dalam Mardikanto dan Arip
2
Seperti halnya diungkapkan oleh bapak Soewardi, A.Md selaku koordinator PPL :
“ada beberapa komponen teknologi yang bisa diterapkan diantaranya ada penggunaan benih unggul,
penggunaan benih unggul diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi dan tahan terhadap hama dan
penyakit; pengolahan tanah terpadu; peningkatan populasi tanaman dengan sistem legowo; penanaman bibit
muda dan 1-3 batang tiap lubang, penanaman bibit muda ini diharapkan akan meningkatkan jumlah anakan
pada tanaman dibanding penanaman bibit tua apabila suatu daerah terdapat serangan keong mas
dianjurkan menanam bibit lebih dari satu apabila ada yang termakan keong masih ada yang lain; pemberian
pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan mikroba dalam tanah karena tanah kita terlalu banyak
menggunakan pupuk kimia; penggunaan pupuk sesuai kebutuhan; pengairan intermiten (terputus-putus)
perlu diperhatikan bahwatanaman padi bukan tanaman air melainkan tanaman yang butuh air jadi
pengairannya harus diperhatikan; pengendalian hama dan penyakit secara terpadu; pengendalian gulma
serta penanganan panen dan pasca panen yang baik untuk meminimalkan kehilangan hasil pada panen”.
(Wawancara 16 Maret 2010).
3
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh bapak Sri Mulyono:
“metode belajarnya langsung pengamatan di lapang, memahami apa yang terjadi lalu mencari
solusi permasalahan yang dihadapi tersebut. Jadi tidak seperti anak sekolahan yang diajar oleh
guru tetapi kita lebih belajar bersama”
(Wawancara 25 Maret 2010).
48
hujan, benih tersebut tidak mudah hanyut. Petani yang lahannya dijadikan
lahan percontohan sudah menerapkan sistem jajar legowo dilahan mereka
ada yang menerapkan 2:1 dan ada juga yang menerapkan jajar legowo 4:1,
sedangkan petani yang non LL diharapkan mampu untuk mencontoh petani
yang sudah menerapkan legowo tersebut karena petani yang non LL
menganggap rumit sistem tersebut dan memerlukan biaya yang lebih mahal
sehingga mereka berinisiatif menerapkan legowo 8:1 dengan cara
mencabuti sendiri tanaman yang sudah ditanam lalu menanam kembali di
samping tanaman yang dicabut.
Sebelum penanaman perlu dilakukan pengolahan lahan. Sebelum tanah
dibajak dilakukan pencangkulan tanah di tepi sawah yang dekat dengan
pematang. Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah pembajakan karena
bagian sawah yang dekat dengan pematang sawah sulit untuk dijangkau
oleh traktor, setelah itu baru dilakukan pembajakan dan penggaruan sawah.
Penggaruan ini dilakukan agar gumpalan tanah menjadi hancur dan merata.
Setelah penggaruan selesai baru lahan dapat ditanami dengan bibit padi,
adapun jumlah bibit yang ditanam perlubang adalah 1-3 batang dan dalam
menanamnya tidak boleh terlalu dangkal juga tidak boleh terlalu dalam hal
ini dikarenakan bibit yang ditanam jika terlalu dalam dapat menyebabkan
batang tanaman mudah membusuk. Sedangkan jika terlalu dangkal akan
berakibat pada sistem perakaran yang kurang kuat, sehingga tanaman
mudah rebah.
Untuk pemupukan petani menggunakan phonska dengan jumlah 350
kg/ha dan menggunakan urea sekitar 200 kg/ha dari anjuran untuk pupuk
phonska 300-400 kg/ha dan urea 150-250 kg/ha. Pemupukan dilakukan
sebanyak 3 kali yaitu pada saat umur 0-14 hari, pemupukan kedua
dilakukan pada saat tanaman berumur 21-28 hari serta pemupukan ketiga
dilakukan pada saat tanaman berumur 35 hari. Pemberian air pada tanaman
sudah dilakukan dengan cara intermitten atau berselang, mengingat lahan
petani merupakan lahan tadah hujan, apabila tanaman tersebut kekurangan
air baru akan di pompa dari sungai bengawan yang berada dekat dengan
50
lahan petani, tetapi ada juga petani yang mengairi sawahnya dari sungai
kecil yang berada di desa mereka. Selain pemupukan juga diperlukan
pemeliharaan berupa penyiangan pada tanaman tujuannya untuk
menghilangkan rumput yang ada disekitar tanaman padi. Penyiangan ini
dilakukan dengan menggunakan “gosrok/landak” setelah tanaman padi
berumur 2 minggu setelah tanam dengan cara menggarukkan landak keareal
persawahan, selain menghilangkan gulma kegiatan melandak ini juga dapat
menggemburkan tanah.
Terkait dengan penanganan panen dan pasca panen pada saat panen
petani menggunakan power threaser dalam merontokkan padi karena
dianggap lebih cepat dibandingkan menggunakan cara lama yaitu
menggunakan erek, kemudian dimasukkan kedalam karung-karung untuk
dingkut kerumah lalu dijemur,untuk penjemuran itu sendiri ada petani yang
menggunakan tempat penggilingan pada sebagai tempat menjemur hasil
panen karena halamannya lebih luas, selain dipanen sendiri ada juga
beberapa petani yang menebaskan langsung kepada penebas.
Dalam kegiatan sekolah lapang ini juga terdapat hari lapang tani
kegiatan seperti ini dilaksanakan untuk menunjukkan kepada petani tentang
keadaan lapang dari kegiatan pengujian lokal atau percobaan-percobaan
dipusat penelitian dan pengembangan, petani-petani yang diundang
biasanya dipilih dan diajak untuk memperhatikan tanaman, pemupukan
dimana tujuannya adalah untuk menyebar luaskan teknologi yang telah
diterapkan selama petani melaksanakan komponen teknologi yang
diterapkan. Adapun peserta dalam acara ini adalah pemandu lapang/PPL,
petani sekitar SL, perangkat Desa/Kecamatan, Dinas Pertanian Kabupaten.
Acara ini dilakukan didekat lahan percontohan dengan mendirikan tenda,
selain itu acara ini juga terdapat hiburan agar suasananya bisa lebih rileks
dan tidak terlalu membosankan. Dalam acara ini petani yang lahannya
dijadikan lahan percontohan menginformasikan kepada petani lain tentang
suka dukanya dalam menerapkan komponen teknologi, sedangkan dari
pihak BPP menyampaikan hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan
51
3. Karakteristik Petani
a. Kondisi Internal
1) Pendidikan formal
Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam
meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin
perkembangan sosial maupun ekonomi (PBB, report on the World
Social Situation dalam Todaro, 2000).
Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
tingkat pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh petani
dibangku sekolah. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
seorang petani diharapkan petani tersebut mau dan mampu untuk
menerima suatu teknologi baru. Adapun tingkat pendidikan yang
ditempuh oleh petani dalam kegiatan sekolah lapang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 11. Distribusi Petani Berdasarkan Pendidikan Formal
No Tingkat Pendidikan Formal Jumlah Prosentase
(orang) (%)
1 Tidak sekolah-Tamat SD 3 23,08
2 SLTP 7 53,84
3 SLTA 3 23,08
Jumlah 13 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa pendidikan dari
petani kebanyakan tamat SLTP dengan jumlah 7 orang atau
sebanyak 53,84%. Tingkat pendidikan akan berpengaruh dengan
pola pikir petani dalam menerapkan suatu komponen teknologi.
Dengan pendidikan yang telah ditempuh memungkinkan petani mau
terbuka terhadap suatu inovasi yang diberikan serta mampu untuk
menerapkan suatu inovasi yang diberikan. Dengan pendidikan yang
ditempuh oleh petani yang kebanyakan SLTP akan mempengaruhi
cara berpikir petani menghadapi permasalahan yang terjadi.
53
4
Hal ini ditegaskan oleh key informan bpk Soewardi yang mengatakan :
“Hanya beberapa orang dalam kelompok tani yang dapat mengikuti pelatihan jadi tidak
semuanya ikut, tiap kelompok paling Cuma 2 atau 3 orang saja”.
54
4) Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pendapatan yang diperoleh petani dari kegiatan berusahatani
ataupun pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan lain. Adapun
distribusi petani berdasarkan bendapatan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 14. Distribusi Petani Berdasarkan Pendapatan Usaha Tani
No Kriteria Jumlah Prosentase (%)
(orang)
1 Kekurangan 0 0
2 Kecukupan 11 84,6
3 Berlebih 2 15,4
Jumlah 13 100
Sumber : Analisis Data Primer 2010
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa sekitar 84,6% atau sekitar 11
petani berada dalam kondisi kecukupan dalam arti sudah mampu
memenuhi kebutuhan sehari-hari, selain mengandalkan pendapatan
dari kegiatan usahatani wanita tani juga bekerja sampingan yaitu
sebagai buruh batik5. Sebanyak 2 orang atau 15,4 % petani dalam
keadaan berlebih artinya selain mampu mencukupi kebutuhan
sehari-hari mereka juga bisa menabung untuk keperluan yang tak
terduga dimasa mendatang.
Dalam partisipasi, petani yang memiliki pendapatan tinggi atau
sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka akan
lebih mudah melakukan sesuatu yang diinginkan. Biaya bukan lagi
menjadi masalah dalam melakukan apapun yang dikehendaki bila
mereka sudah tercukupi sehingga petani nantinya dapat aktif dalam
berpartisipasi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pendapatan
yang diperoleh petani memang sudah mencukupi kebutuhan sehari-
hari akan tetapi ada beberapa petani yang belum mampu
menerapkan teknologi yang diberikan khususnya sistem tanam jajar
5
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ny gunarsih :
“selain itu para istri juga membantu suami untuk mencukupi kebutuhan hidup, kebanyakan yang
perempuan itu mbatik. Hasilnya bisa buat jajan anak.”
56
6
Hal ini seperti yang di utarakan oleh bpk Narto:
“hubungan dengan masyarakat sekitar juga baik. Kalau ada kegiatan juga gotong royong saling
membantu, misalnya ada hajatan atau ada kerja bakti membetulkan jalan. Sesama anggota dalam
kelompok tani juga baik, bila ada sesuatu selalu dibicarakan dalam perkumpulan seperti
informasi pestisida atau ada permasalahan selalu di bahas”.
57
7
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh bapak jumadi :
” Kalau keadaan ekonomi ya bervariasi ya, ada yang mapan ada yang cukup untuk kehidupan
sehari-hari. Kalau untuk menerima inovasi ya butuh waktu gak langsung diterima begitu saja, kan
juga ada petani yang sudah tua itu kadang mereka susah sekali untuk menerapkan inovasi yang
diberikan.”
(Wawancara 30 Maret 2010).
Dan ditegaskan oleh Bapak Narto:
“kalau masyarakat sekitar sini itu ya sudah bisa dibilang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kebanyakan mereka sudah mapan.”
(Wawancara 29 Maret 2010).
58
sehingga apabila ada masalah yang tidak bisa diselesaikan oleh petani
itu sendiri mereka akan mudah untuk menemui penyuluh masing-
masing) dan ketua kelompok tani serta dari majalah dan leaflet.
Informasi mengenai SL-PTT tersebut mudah untuk diperoleh petani.
Tabel 18.Lingkup Keterlibatan Petani Dalam Kegiatan SL-PTT
No Dimensi Lingkup Keterlibatan
1. Partisipasi dalam Perencanaan Pada tahap perencanaan
petani dilibatkan dalam
pembuatan RUK (rencana
usaha kelompok) yang berisi
tentang rincian bantuan yang
akan diterima oleh petani
berupa bibit pupuk organik
dan anorganik.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan Petani terlibat secara
kegiatan langsung dalam mererapkan
komponen teknologi anjuran
mulai dari tahap pengolahan
tanah, persemaian,
penanaman, pemeliharaan
hingga panen.
3. Partisipasi dalam pemantauan Dalam pemantauan petani
dan evaluasi melakukan pengamatan
tanaman yang ada
dilahannya lalu
membandingkan dengan
lokasi percontohan.
b. Tingkat Kesukarelaan
Petani berpasrtisipasi secara sukarela hal ini ditunjukkan dalam
keikutsertaan mereka dalam pertemuan yang telah dijadwalkan
sebelumnya. Dalam menerima suatu inovasi diharapkan petani bisa
terbuka terhadap suatu perubahan, dan mereka mampu untuk
menentukan sikap agar menjadi lebih maju lagi. Keadaan dilapang
menunjukkan bahwa petani mau berpartisipasi karena adanya
rangsangan dan dorongan dari pihak luar yang berupa bantuan benih
unggul dari pemerintah dan juga sarana lain berupa pupuk kimia dan
organik bagi lahan petani yang dijadikan percontohan, akan tetapi
tidak semua subyek atau informan yang berpartisipasi semata-mata
karena adanya bantuan dari pemerintah, ada juga dari mereka yang
mau ikut ambil bagian dalam program SL-PTT ini karena adanya
kesadarannya sendiri. Setelah mengetahui tujuan dan manfaat dari
63
1ha petani mampu memperloleh hasil 7,5 ton dari hasil sebelumnya
yang hanya 7 ton/ha.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan SL-PTT secara konsep dapat meningkatkan produksi dan
prakteknya mampu meningkatkan produksi dimana hasil yang diperoleh
sebelum sekolah lapang 7ton/ha setelah sekolah lapang 7,5ton/ha. Secara
70
praktek pelaksanaan sekolah lapang sudah sesuai dengan aturan dan urutan
seperti konsep akan tetapi untuk penerapan jajar legowo dianggap sulit
untuk petani. Selain adanya peningkatan kuantitas keuntungan lain dalam
menerapkan teknologi PTT yaitu adanya peningkatan kualitas hasil usaha
tani seperti bulir yang dihasilkan utuh dan bersih. Namun, dilihat dari segi
biaya usahatani yang dikeluarkan menjadi lebih besar.
2. Karakteristik petani dalam kegiatan SL-PTT meliputi karakteristik intern
dan karakteristik ekstern. Karakteristik intern petani meliputi pendidikan
formal rata-rata petani yaitu SLTP, pendidikan non formal seperti
mengikuti penyuluhan pertanian dan pelatihan diluar kegiatan penyuluhan
seperti kegiatan karyawisata ke daerah lain atau mengikuti pelatihan
mengenai kegiatan budidaya tanaman seperti pelatihan budidaya tanaman
padi dan pelatihan budidaya tanaman jeruk, kebanyakan lahan yang
dikerjakan petani seluas 0,1-0,3 Ha dengan pendapatan yang sudah cukup
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan karakteristik eksternal
petani meliputi lingkungan sosial petani seperti hubungan antar
masyarakat yang baik, dengan adanya hubungan yang baik petani mampu
menambah informasi dan bertukar pengalaman terkait dengan kegiatan
usahatani. Lingkungan ekonomi petani seperti kemudahan petani dalam
melakukan pinjaman merupakan hal yang sangat membantu dalam hal
permodalan.
3. Partisipasi petani dalam SL-PTT mulai dari perencanaan yaitu petani
dilibatkan dalam penyusunan RUK, tahap pelaksanaan meliputi
keterlibatan petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani, dalam
pemantauan dan evaluasi petani melakukan pengamatan, serta dalam
72
pemanfaatan hasil petani menikmati hasil dari kegiatan yang dijalani.
4. Faktor yang mendorong petani berpartisipasi adalah pendidikan formal
dan non formal sedangkan faktor yang menjadi kendala petani dalam
berpartisipasi adalah pendapatan, karena sistem biaya yang diperlukan
untuk tanam jajar legowo lebih tinggi.
B. Saran
71
DAFTAR PUSTAKA