Anda di halaman 1dari 3

Kons ep asam-basa dapat dikatakan masih bersifat alami.

Asam didefinisikan sebagai zat yang


bila dilarutkan dalam air, akan mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai ion positif. Senyawa bersifat asam bila mempunyai rasa masam, dapat mengubah
indikator lakmus kertas biru menjadi merah, bila ditambah logam dapat melepaskan
gelembung-gelembung gas hidrogen, hingga disimpulkan senyawa bersifat asam
mengandung ion hidrogen. Hingga asam dapat dirumuskan dengan HX, X adalah gugus yang
terikat oleh hidrogen. Sedangkan basa didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan
dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion OH- sebagai ion negatif
(Hardjono, 2005 : 4). Senyawa bersifat basa bila mempunyai rasa pahit, dapat mengubah
indikator lakmus merah menjadi biru, dan senyawa mengandung gugus hidroksi, OH-.
Hingga basa dapat dirumuskan MOH, M adalah gugus yang terikat oleh OH (Sastrohamidjojo,
2005 : 257). Selain itu, basa memiliki kemampuan untuk melarutkan minyak dan debu,
sehingga basa digunakan untuk berbagai keperluan.

Teori Asam-Basa Menurut Para Ahli


a. Teori Asam-Basa Arhenius
Ahli kimia yang berasal dari Swedia yaitu Svante Arrhenius menghubungkan
sifat keasaman dengan ion hydrogen (H+) pada tahun 1884. Asam Arrhenius adalah
zat yang apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion H+ dalam larutan,
misalnya asam klorida (HCl) dan asam asetat (CH3COOH). Dengan persamaan
reaksi dari asam klorida dan asam asetat sebagai berikut :
HCl (aq) → H+ (aq) + Cl (aq)
CH3COOH (aq) → Ch3COO– (aq) + H+ (aq)
Berdasarkan persamaan reaksi tersebut maka ciri khasnya adalah dalam pelarut
air zat tersebut mengion menjadi hidrogen yang bermuatan positif dengan lambing
H+ dan ion yang bermuatan negative akan disebut dengan sisa asam.
Disamping itu, basa Arrhenius adalah zat yang apabila dilarutkan dalam air
akan menghasilkan ion OH–. Misalnya natrium hidroksida (NaOH) dan ammonium
hidroksida (NH4OH). Dimana, persamaan reaksi basa tersebut antara lain
NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH– (aq)
NH4OH (aq) → Nh4+ (aq) + OH– (aq)
Basa yang dalam larutan banyak menghasilkan ion OH- disebut basa kuat,
sedangkan yang sedikit menghasilkan ion OH- disebut dengan basa lemah. Tidak
semua senyawa yang dalam rumus kimianya terdapat gugus hidroksida termasuk
golongan basa.
b. Teori Asam-Basa Bronsted-Lowry
Ada tahun 1923, ahli kimia Johannes Nicolaus Bronsted dan Thomas Martin
Lowry mengembangkan definisi asam dan basa berdasarkan kemampuan (donor)
atau menerima (akseptor) proton (ion H+). Menurut konsep Bronsted dan Lowry,
zat yang memiliki kecenderungan untuk menyumbangkan ion H+ pada zat lain
adalah asam. Sedangkan zat yang memiliki kecenderungan untuk menerima ion H+
dari zat lain adalah basa.
Senyawa yang dapat bertindak sebagai asam basa Bronsted-Lowry disebut
amfoter. Perhatikan reaksi berikut ini !
HCl (aq) + NH3 (aq) → NH4+ (aq) + Cl–(aq)
(asam) (basa) (asam konjugasi) (basa konjugasi)
Pada reaksi tersebut, asam klorida (HCl) menyumbangkan proton (H+) pada
ammonia (NH3) dan membentuk ion ammonium yang bermuatan positif (NH4+)
dan ion klorida yang bermuatan negatif (CI–). Sehingga NH3 merupakan basa
Bronsted – Lowry karena menerima proton. Pada bagian produk, Cl- disebut dengan
basa konjugasi dari HCl dan NH4+ disebut dengan asam konjugasi dari basa NH3.
c. Teori Asam-Basa Lewis
Pada tahun 1923, Gilbert Newton Lewis seorang ahli kimia dari UC Berkeley
mengusulkan teori alternative untuk menggambarkan asam dan basa. Teorinya
menjelaskan tentang asam dan basa berdasarkan struktur dan ikatan.
Asam menurut Lewis adalah suatu zat yang mempunyai kecenderungan
menerima pasangan electron dari basa. Contoh beberapa asam Lewis adalah SO3,
BF3, maupun AlF3. Sedangkan basa menurut Lewis adalah zat yang dapat
memberikan pasangan elektron. Basa lewis memiliki pasangan electron bebas,
contohnya adalah NH3, Cl–, maupuan ROH. Lewis menjelaskan lebih lanjut bahwa
reaksi asam basa merupakan reaksi serah terima pasangan elektron, sehingga
terbentuk suatu ikatan kovalen koordinasi

Laprak 2

Konsentrasi ion Hidrogen dan ion Hidroksida dalam larutan sangat menarik untuk di kaji
lebih jauh, konsentrasi keduanya biasanya sangat kecil sehingga untuk mempermudah
hitungan digunakan notasi ilmiah.ungkapan yang digunakan pH dan POH didefinisikan
sebagai negatif logaritmakonsentrasi molar ion hidrogen dan ion hidroksida. Dalam
bentuk persamaan matematis di tulis sebagai berikut :
pH = - log [H+] = log
POH = - log [OH-] = log
Lambang pH dambil dari bahasa prancis yaitu “pouvair hidrogane” artinya “ kekuatan
hidrogen” menuju eksponsial. Dalam larutan netral atau air murni pH = POH = 7,00 , jika
pH<7 artimya larutan bersifat asam, dan jika pH>7 artinya larutan bersifat basa.
Kegunaan praktis dari pH adalah untuk menunjukkan keasaman dan kebasaan suatu
larutan. Nilai pH suatu larutan dapat diukur secara akurat menggunakan pH meter.
Instrumen initerdiri dari elektroda yang dibuat dari bahan khusus dan dicelupkan ke
dalam larutan yang akan di ukur. Suatu potensial yang bergantung pada nlai pH
dibangkitkan diantara elektroda-elektroda dan dibaca pada meter yang telah dikalibrasi
langsung kedalam satuan pH. Walawpun tidak begitu tepat, indikator asam basa sering
dgunakan untuk mengukur pH, sebab indikator tersebut biasanya berubah warna dalam
rentang nilai pH tertentu (sunarya : 2002 : 89-90).
Indikator asam basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan. Dalam titrasi asam basa,
sejumlah kecil larutan indikator ditanbahkan kedalam larutan yang ditritasi dalam bentuk
lain kemudian dikeringkan. Jika kertas ini dibasahi dengan larutan yang sedang diuji,
terjadi warna yang dapat digunakan sebagai penentu pH larutan. Kertas ini disebut
kertas pH.
Indikator asam basa umumnya digunakan jika penentuan pH yang diteliti tidak terlalu
dipikirkan.Namun pengukuran pH yang paling tepat dilakukan adalah dengan alat ukur
yang disebut pH meter (Petrucci.1987 : 309).

Indikator adalah sesuatu yang digunakan untuk mengindikasikan benda atau zat masuk
ke dalam suatu kategori, dalam hal ini adalah asam atau basa. Sifat-sifat indikator
bergantung kepada sifat benda atau zat yang diuji, dengan kata lain indikator akan
memiliki warna yang berbeda dalam keadaan asam dan basa. Beberapa indikator seperti
Fenolftalein, Methyl orange, Bromtimol biru umum digunakan untuk menentukan
keasaman dalam titrasi asam-basa (Brady, 1999 : 78). Indikator asam basa adalah asam
atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi dari
pada suatu harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.
Indikator asam basa dapat berubah warna apabila pH lingkungan berubah.

Indikator asam basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan. Dalam titrasi asam basa,
sejumlah kecil larutan indikator ditanbahkan kedalam larutan yang ditritasi dalam bentuk
lain kemudian dikeringkan. Jika kertas ini dibasahi dengan larutan yang sedang diuji,
terjadi warna yang dapat digunakan sebagai penentu pH larutan. Kertas ini disebut
kertas pH.
Indikator asam basa umumnya digunakan jika penentuan pH yang diteliti tidak terlalu
dipikirkan.Namun pengukuran pH yang paling tepat dilakukan adalah dengan alat ukur
yang disebut pH meter (Petrucci.1987 : 309).

Apabila dalam suatu titrasi asam maupun basa merupakan elektrolit kuat, larutan pada
titik ekuivalen akan mempunyai pH = 7. Apabila asam ataupun basa merupakan elektrolit
lemah, garam yang terjadi akan mengalami hidrolisis pada titik ekivalen larutan akan
mempunyai pH>7. Harga pH yang tepat dapat dihitung dari tetapan ionisasi dari asam
atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi larutan yang diperoleh. (Sundari, 2016 :
2) Indikator titrasi asam basa adalah zat-zat warna yang warnanya bergantung pada pH
larutan, atau zat yang dapat menunjukkan sifat asam, basa dan netral. Sebagai contoh
kertas lakmus merah atau biru, berwarna merah dalam larutan yang pHnya kurang dari
5,5 dan berwarna biru dalam larutan yang pHnya lebih dari 8. Dalam larutan yang pHnya
5,5 - 8 warna lakmus adalah kombinasi warna merah dan biru. Batas-batas pH saat
indikator mengalami perubahan warna disebut trayek indikator (Marwati, 2010 : 3) Kertas
lakmus terdiri dari kertas lakmus merah dan kertas lakmus biru. Kertas lakmus merah
akan menjadi berwarna biru ketika berada pada larutan yang bersifat basa, dan tatap
merah pada larutan yang bersifat asam. Kertas lakmus biru akan menjadi berwarna
merah ketika berada pada larutan yang bersifat asam, dan tatap biru pada larutan yang
bersifat basa. Perubahan warna kertas lakmus sebenarnya karena adanya orchein
(ekstrak lichenes) warna biru dalam kertas lakmus. Lakmus biru dibuat dengan
menambahkan ekstrak lakmus berwarna biru ke dalam kertas putih. Kertas akan
menyerap ekstrak lakmus dan dikeringkan dalam udara terbuka, sehingga dihasilkan
kertas lakmus biru. Kertas lakmus biru pada larutan yang bersifat basa akan tetap biru,
karena orchein merupakan anion, sehingga tidak akan bereaksi dengan anion (OH-).
Kertas lakmus merah dibuat dengan proses yang sama dengan pembuatan kertas
lakmus biru, tetapi ditambahkan sedikit asam sulfat atau asam klorida agar warnanya
menjadi merah. Sehingga mekanisme reaksi orchein pada suasana asam akan kembali
terjadi. Apabila kertas lakmus merah dimasukkan ke dalam larutan yang bersifat asam,
warnanya akan tetap merah karena lakmus merah memang merupakan orchein dalam
suasana asam. Sedangkan, apabila kertas lakmus merah ditambahkan larutan yang
bersifat basa, maka orchein yang berwarna biru akan kembali terbentuk (Chang, 2009 :
198).

Anda mungkin juga menyukai