1. Strategi Advokasi dalam Masalah Kekurangan Vitamin A (KVA)
Kekurangan Vitamin A (KVA) merupakan salah satu masalah gizi
utama dan penting yang banyak terjadi di negara berkembang. KVA terjadi apabila cadangan retinol di hati <20 µg/dl (0,07 µmol/L). KVA merupakan konsekuensi dari masalah kesehatan dan fisologis yang diakibatkan oleh defisiensi vitamin A. Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh. Selain itu perbaikan kesehatan secara umum turut pula memegang peranan. Penanggulangan masalah KVA saat ini bukan hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya mendorong pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang upaya penurunan angka kesakitan dan angka kematian pada anak. Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk tubuh, ditempuh kebijaksanan antara lain : meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan, menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran secara luas (fortifikasi), dan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala. A. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) atau Promosi - Tujuan Umum : KIE atau promosi bertujuan agar program penanggulangan masalah KVA untuk mencegah Xeroftalmia mendapat perhatian masyarakat. - Khusus : Agar pemerintah daerah dan sektor lain mendukung pelaksanaan deteksi dan talalaksana kasus Xeroftalmia. Agar tenaga kesehatan melaksanakan deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia di institusi masing-masing(Puskesmas, Rumah Sakit, BKMM, Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten). Agar masyarakat berpartisipasi dalam upaya pencegahan kasus Xeroftalmia a. Sasaran Dalam melaksanakan kegiatan KIE atau promosi sasaran dibedakan menjadi : - Sasaran primer (Ibu balita, keluarga dan masyarakat umum) - Sasaran sekunder (pengelola program) - Sasaran tertier (penentu kebijakan, pengambil keputusan dan pemerintah daerah) b. Strategi Strategi KIE pencegahan Xeroftalmia dapat dilakukan melalui pendekatan sebagai berikut : Advokasi : Berupa lobi, pendekatan dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab para pengambil keputusan dan penentu kebijakan dan pemerintah daerah mengenai masalah KVA dan dampaknya. Sosialisasi : Sosialisasi program penanggulangan xeroftalmia perlu dilakukan terhadap petugas kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya agar terjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektoral dalam pelaksanaan deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia. Bina Suasana : Dilakukan melalui forum komunikasi. Forum komunikasi ini bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan KIE di berbagai sector yang terkait dalam kegiatan deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia. Gerakan Masyarakat : Dilakukan melalui kampanye. Kegiatan ini dilakukan guna memberdayakan keluarga dan masyarakat dalam program penanggulangan KVA/deteksi dan tatalaksana kasus Xeroftalmia. Konseling/konsultasi gizi : Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas dan Rumah Sakit pada sasaran ibu anak. Kegiatan ini dilakukan agar ibu balita dapat memahami masalah xeroftalmia pada anaknya, cara pencegahan dan penanggulangannya. B. Suplementasi Dalam upaya pencegahan kasus xeroftalmia melalui suplementasi vitamin A diperlukan perbaikan manajemen distribusi melalui program dan pengembangan swadaya masyarakat dalam wujud kemandirian penyediaan kapsul vitamin A yang dibutuhkan. Melalui penyediaan vitamin A mandiri nantinya diharapkan akan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap masalah KVA khususnya xeroftalmia yang ada di masyarakat. Disamping itu hal tersebut akan dapat mengurangi beban keuangan pemerintah untuk penyediaan kapsul vitamin A. a. Sasaran Suplementasi Vitamin A Sasaran suplementasi Vitamin A adalah sebagai berikut: Sasaran Dosis Frekuensi Bayi 6-11 bulan Kapsul Biru (100.000 SI) 1 kali Anak Balita 12-59 bulan Kapsul Merah (200.000 SI) 2 kali Ibu Nifas (0-42 hari) Kapsul Merah (200.000 SI) 2 kali Suplementasi Vitamin A Pada Bayi dan Anak Balita Waktu pemberian suplementasi Vitamin A dosis tinggi untuk bayi dan anak balita. Suplementasi Vitamin A diberikan kepada seluruh anak balita umur 6-59 bulan secara serentak: - Untuk bayi umur 6-11 bulan pada bulan Februari atau Agustus - Untuk anak balita umur 12-59 bulan pada bulan Februari dan Agustus a. Tenaga yang memberikan suplementasi Vitamin A pada bayi dan anak balita - Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi dll) - Kader terlatih b. Cara Pemberian Sebelum dilakukan pemberian kapsul, tanyakan pada ibu balita apakah pernah menerima kapsul Vitamin A pada 1 (satu) bulan terakhir. Cara pemberian kapsul pada bayi dan anak balita: - Berikan kapsul biru (100.000 SI) untuk bayi dan kapsul merah (200.000 SI) untuk balita - Potong ujung kapsul dengan menggunakan gunting yang bersih - Pencet kapsul dan pastikan anak menelan semua isi kapsul (dan tidak membuang sedikitpun isi kapsul) - Untuk anak yang sudah bisa menelan dapat diberikan langsung satu kapsul untuk diminum c. Tempat pemberian - Sarana fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu (Pustu), polindes/poskesdes, balai pengobatan, praktek dokter/bidan swasta) - Posyandu - Sekolah Taman Kanak-kanak, Pos PAUD termasuk kelompok bermain, tempat penitipan anak, dll Catatan : Pemberian kapsul vitamin A pada bulan Februari dan Agustus dapat diintegrasikan dengan pelaksanaan program lain seperti kegiatan Kampanye Campak (Measles Campaign), malaria, dll untuk meningkatkan cakupan masing-masing program. Suplementasi Vitamin A pada Ibu Nifas Ibu nifas adalah ibu yang baru melahirkan sampai 6 minggu setelah kelahiran bayi (0- 42 hari). Ibu nifas harus diberikan kapsul Vitamin A dosis tinggi karena: - Pemberian 1 kapsul Vitamin A merah cukup untuk meningkatkan kandungan Vitamin A dalam ASI selama 60 hari - Pemberian 2 kapsul Vitamin A merah diharapkan cukup menambah kandungan Vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan. - Kesehatan ibu cepat pulih setelah melahirkan - Mencegah infeksi pada ibu nifas a. Waktu pemberian Kapsul Vitamin A merah (200.000 SI) diberikan pada masa nifas sebanyak 2 kali yaitu : - 1 (satu) kapsul Vitamin A diminum segera setelah saat persalinan - 1 (satu) kapsul Vitamin A kedua diminum 24 jam sesudah pemberian kapsul pertama Catatan : Jika sampai 24 jam setelah melahirkan ibu tidak mendapat vitamin A, maka kapsul Vitamin A dapat diberikan pada kunjungan ibu nifas atau pada KN 1 (6-48 jam) atau saat pemberian imunisasi hepatitis B (HB0) dan pada KN 2 (bayi berumur 3-7 hari) atau pada KN 3 (bayi berumur 8 -28 hari) b. Tenaga yang memberikan suplementasi Vitamin A untuk ibu nifas - Tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat, tenaga gizi dll) - Kader (telah mendapat penjelasan terlebih dahulu dari petugas kesehatan) c. Cara Pemberian Sebelum dilakukan pemberian kapsul, tanyakan pada ibu apakah setelah melahirkan sudah menerima kapsul Vitamin A, jika belum : - Kapsul Vitamin A merah diberikan segera setelah melahirkan dengan cara meminum langsung 1 (satu) kapsul - Kemudian minum 1(satu) kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul pertama d. Tempat pemberian - Sarana fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, pustu, poskesdes/ polindes, balai pengobatan, praktek dokter, bidan praktek swasta) - Posyandu Suplementasi Vitamin A pada Situasi Khusus a. Bila ada Kejadian Luar Biasa (KLB) campak dan infeksi lain Maka suplementasi vitamin A diberikan pada seluruh balita yang ada di wilayah tersebut diberi 1 (satu) kapsul Vitamin A dengan dosis sesuai umurnya. Balita yang telah menerima kapsul Vitamin A dalam jangka waktu kurang dari 30 hari (sebulan) pada saat KLB, maka balita tersebut tidak dianjurkan lagi untuk diberi kapsul. Catatan : Pemberian vitamin A pada anak balita dalam situasi KLB campak dikoordinasikan dengan penanggung jawab surveilans di puskesmas. b. Untuk pengobatan xeroftalmia, campak dan gizi buruk Bila ditemukan kasus xeroftalmia, campak dan gizi buruk (marasmus, kwashiorkor dan marasmik kwashiorkor), pemberian Vitamin A mengikuti aturan sebagai berikut : - Saat ditemukan : berikan 1 (satu) kapsul Vitamin A merah atau biru sesuai umur anak - Hari berikutnya : berikan lagi 1 (satu) kapsul Vitamin A merah atau biru sesuai umur anak - Dua minggu berikutnya : berikan 1 (satu) kapsul Vitamin A merah atau biru sesuai umur anak. Catatan : Diharapkan pelaksanaannya terintegrasi dengan litas program terkait baik dalam hal logistik, pelayanan dan pencatatan. C. Fortifikasi Kegiatan fortifikasi dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta melalui upaya memproduksi bahan makanan kaya vitamin A yang dikonsumsi masyarakat luas. Pemerintah dalam hal ini perlu menyediakan sarana yang memadai dan perangkat peraturan perundangan yang dapat mendorong produsen bahan makanan berperan aktif dalam kegiatan fotifikasi vitamin A. Disamping itu adanya kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi bahan makanan alami dan produk bahan makanan sumber vitamin A akan sangat membantu kegiatan fortifikasi vitamin A dan secara tidak langsung berpartisipasi dalam pencegahan xeroftalmia di masyarakat.
2. Strategi Advokasi dalam Masalah Anemia Defisiensi Besi (ADB)
a. Membentuk tim advokasi yang mampu membuat publik/sasaran
memiliki wawasan & kesadaran terkait masalah kekurangan zat besi (Fe). Hal-hal yang perlu dilakukan dalam membentuk tim advokasi antara lain: - Melakukan identifikasi dan mengoptimalkan Tim Advokasi Kesehatan yang sudah ada - Melakukan identifikasi individu, kelompok serta organisasi atau institusi yang potensial mendukung kegiatan advokasi kesehatan - Melakukan identifikasi potensi atau kapasitas individu, kelompok serta organisasi atau institusi yang dalam mendukung kegiatan advokasi kesehatan. - Merencanakan pembentukan Tim Advokasi Kesehatan, dengan menetapkan kedudukan individu, kelompok serta organisasi atau institusi yang terlibat dalam kegiatan advokasi kesehatan. - Melakukan identifikasi peran individu, kelompok serta organisasi atau institusi yang ditetapkan sebagai Tim Advokasi Kesehatan dalam proses pelaksanaan kegiatan advokasi kesehatan. - Melakukan pendekatan atau menyelenggarakan pertemuan dengan sasaran yang akan menjadi Tim Advokasi Kesehatan. - Membangun komitmen serta menetapkan pengorganisasian Tim Advokasi Kesehatan. - Menetapkan legalitas Tim Advokasi Kesehatan oleh pejabat yang berwenang b. Menetapkan Peran dari Masing-masing Anggota Tim Advokasi 1) penyusunan perencanaan 2) pelaksanaan, pemantauan serta penilaian kegiatan advokasi. 3) mobilisasi potensi berbagai mitra (stakeholders) terkait agar pelaksanaan advokasi kesehatan tersebut dapat berjalan dengan baik
c. Menetapkan Tujuan Advokasi
- Tujuan utama advokasi kesehatan dalam hal ini ialah mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik oleh pejabat publik sehingga dapat mengurangi dan/atau mengatasi masalah terkait Anemia Defisiensi Besi (ADB). Melalui pelaksanaan advokasi kesehatan ini, diharapkan pejabat publik dalam hal ini adalah Menteri Kesehatan Kemenkes RI dan lintas sektor terkait menjadi paham mengenai masalah Anemia Defisiensi Besi (ADB), kemudian tertarik, peduli, dan menjadikan program yang berkaitan dengan penanggulangan ANEMIA DEFISIENSI BESI menjadi prioritas serta diharapkan dapat memberikan dukungan dalam rangka mengatasi masalah Anemia Defisiensi Besi (ADB) pada suatu wilayah. Dukungan tersebut dapat berupa komitmen dari pejabat public atau pihak terkait, dukungan kebijakan (PP, perda, surat keputusan, instruksi/surat edaran, dll), penerimaan sosial dan dukungan system.
d. Menetapkan Sasaran Advokasi
Sasaran Advokasi Anemia Defisiensi Besi dalam hal ini adalah : 1) Pemangku Kebijakan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI 2) Lintas Sektor (Distributor Program)
e. Menetapkan Metode dan Teknik Advokasi
Untuk Advokasi Anemia Defisiensi Besi menggunakan metode presentasi karena penerapan metode ini dinilai menguntungkan untuk menyamakan persepsi, menumbuhkan kebersamaan dan membangun komitmen.
f. Menetapkan Media Advokasi
Media cetak berupa Leaflet, sebagai media untuk menyampaikan urgensi kondisi Anemia Defisiensi Besi saat ini berupa gambar dan tulisan yang informatif.
g. Menetapkan Pelaksana Advokasi
Pelaksana advokasi adalah individu, kelompok, organisasi serta institusi yang terlibat dalam kegiatan advokasi, meliputi penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian. Dalam hal ini diambil Ahli Gizi dan Promotor Kesehatan. Ada beberapa persyaratan tenaga pelaksana advokasi yaitu : - Latar belakang pendidikan adalah Akademik - Mampu berkomunikasi - Mempunyai pengalaman kerja di bidang kesehatan, atau mempunyai wawasan yang luas di bidang kesehatan masyarakat khususnya mengenai masalah gizi Anemia Defisiensi Besi (ADB) - Mempunyai pengalaman berorganisasi / mobilisasi social - Mampu berbicara didepan umum dan memfasilitasi kelompok - Mampu menulis pidato, artikel, dll - Mempunyai pengalaman bekerjasama dengan media - Mampu mengangkat isue menjadi pesan advokasi - Mempunyai wawasan atau pengalaman dalam melakukan kegiatan advokasi - Memahami proses pembuatan kebijakan publik - Mempunyai kualitas pribadi yang fasih berbicara dan menjadi pendengar yang baik, senang bekerja sama dengan berbagai tingkatan masyarakat, bersedia dilatih dan membuka diri bagi peningkatan profesionalisme serta mendukung program kesehatan masyarakat.
h. Membagi Peran Petugas Pelaksana Advokasi Kesehatan
Peran petugas pelaksana adalah sebagai berikut: - Mengumpulkan informasi atau data yang akurat mengenai prevalensi ANEMIA DEFISIENSI BESI - Melakukan analisis situasi masalah gizi ANEMIA DEFISIENSI BESI di daerah tersebut - Melakukan perhitungan sumberdaya yang dibutuhkan serta mencari peluang serta mengupayakan sumberdaya yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan advokasi - Mengidentifikasi dan menentukan sasaran dan tujuan advokasi - Mengidentifikasi nilai dan kepentingan sasaran advokasi secara spesifik untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik oleh pejabat publik sehingga dapat mengurangi dan/atau mengatasi masalah terkait Anemia Defisiensi Besi (ADB) - Membangun kerjasama / jaringan kemitraan - Menyusun pesan / bahan informasi untuk melakukan advokasi agar dikeluarkan kebijakan-kebijakan publik oleh pejabat publik sehingga dapat mengurangi dan/atau mengatasi masalah terkait Anemia Defisiensi Besi (ADB) - Membuat dan memilih media advokasi yang tepat - Memilih teknik dan media advokasi yang sesuai - Membuat dan melakukan presentasi yang dapat meyakinkan orang lain - Mencari peluang situasi yang tepat untuk melakukan advokasi - Mengembangkan strategi advokasi yang sesuai dengan masalah gizi Anemia Defisiensi Besi (ADB) - Melakukan rencana aksi advokasi, bila memungkinkan bisa menjadi advokator - Melakukan pemantauan dan penilaian kegiatan advokasi - Mengkomunikasikan hasil advokasi
Densitas Energi Dan Sajian Karbohidrat Makanan Tradisional Dan Modern Di Kota Malang (Energy Density and Carbohydrate Serving On Traditional and Modern Food in Malang)