Anda di halaman 1dari 129

BUKU PEDOMAN KERJA MAHASISWA

MATA KULIAH PRAKTIKUM


KEPERAWATAN GERONTIK

Ns. Siti Yuli Harni, M.Kep, Sp. Kep.


Kom Gusti Sumarsih, S.Kp.,M.Biomed
Dr. Ns. Rika Sabri, M.Kes.,Sp.Kep.Kom
Mohd. Jamil, S.Kp., M.Biomed
Ns. Sovia Susianty, S.Kep.,M.Kep
PRAKATA

Buku panduan ini disusun untuk memberikan pedoman kepada


mahasiswa, pembimbing akademik dan pembimbing klinik tentang
bagaimana pelaksanaan praktikum Keperawatan Gerontik yang
bertujuan untuk mencapai kompetensi mahasiswa dalam melakukan
asuhan keperawatan gerontik secara komprehensif.
Buku ini juga berisikan informasi umum mata ajar, kompetensi
umum dan khusus, serta materi-materi yang berkaitan dengan
proses pengkajian pada lansia sampai dengan ragam jenis intervensi
non farmakologis maupun terapi komplemeter untuk mengatasi
masalah keperawatan yang lazim terjadi pada lansia. Disamping
itu, buku ini juga berisikan lampiran-lampiran sebagai kelengkapan
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
Buku ini tidak terlepas dari partisipasi berbagaipihak dan
ucapan terima kasih disampaikan untuk semua pihak yang telah
berkontribusi sehingga buku ini tercipta. Saran dan kritikan sangat
diperlukan demi kesempurnaan buku panduan ini.

Padang, Agustus 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI v
BAB I . INFORMASI UMUM 1
BAB II . KOMPETENSI/ SUB-KOMPETENSI 3
A. Deskriptif Singkat 3
B. Tujuan 3
C. Sasaran Pembelajaran 3
D. Kompetensi 3
BAB III. BAHASAN/ RUJUKAN 5
A. Depresi pada lansia 13
B. Resiko jatuh pada lansia 19
C. Gangguan pola tidur 27
D. Gangguan kognitif pada lansia 39
E. Latihan otot progresif 55
F. Teknik relaksasi nafas dalam 59
G. Gangguan nutrisi pada lansia 61
H. Kemandirian lansia 65
I. Gangguan keseimbangan 69
J. Kompres hangat ditengkuk 81
K. Back Masase 85
L. Diet Rendah Garam 91
M. Masase Abdomen 97
N. Senam Kegel 101
BAB IV. PENUTUP 105
DAFTAR PUSTAKA 107

v
BAB I
INFORMASI UMUM

1. Nama program studi : Regular/ Ilmu Keperawatan S-1


2. Nama mata kuliah : Praktikum Gerontik
3. Kode mata kuliah : MBB 341
4. Semester ke : VII (Tujuh)
5. Jumlah SKS : 1 SKS
6. Metode pembelajaran : Student Centered Active Learning
7. Tim pengajar :
1. Ns. Siti Yuliharni, M.Kep., Sp.Kep.Kom
2. Gusti Sumarsih, S.Kp, M. Biomed
3. Dr. Ns. Rika Sabri, M.Kes.,Sp.Kep.Kom
4. Mohd. Jamil, S.Kp., M.Biomed
5. Ns. Sovia Susianty, S.Kep.,M.Kep

8. Deskripsi Mata Kuliah


Mata ajar ini merupakan mata kuliah pratikum yang berokus pada
penerapan asuhan keperawatan pada mata ajar keperawatan
komunitas III, pembahsan mata ajar ini meliputi pratikum
pemenuhan kebutuhan klien usia lanjut dengan gangguan keamanan
dan kenyamanan, kebersihan diri, integritas jaringan, mobilitas,
oksigenasi, termoregulasi, konsep diri, stress dan koping, sirkulasi,
eliminasi, cairan, nutrisi. Proses pembelajaran pratikum ini
diarahkan agar mahasiswa memperoleh kemampuan dalam
mengimplementasikan asuhan keperawatan baik dalam melakukan
pengkajian, melakukan demonstrasi sebuah prosedur, melakukan
evaluasi dan dokumentasi padakasus-kasus penyakityang lazim pada
lansia. Prosespembelajaran ini dilakukan melalui praktik
laboratorium.

1
BAB II
KOMPETENSI/ SUB
KOMPETENSI

2.1 Kompetensi
Setelahmengikutimataajarinimahasiswamampumendemonstrasikan
intervensi keperawatan pada lansia, kelompok lanjut usia
dikomunitas dan panti werdha dengan masalah gangguan keamanan
dan kenyamanan, kebersihan diri, integritas jaringan, mobilitas,
oksigenasi, termoregulasi, konsep diri, stress dan koping, sirkulasi,
eliminasi, cairan, nutrisi.

2.2 Capaian Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu mengisi format Screening gangguan
kesehatan yang lazim pada lansia
2. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi
keperawatan pada lansia dengan sirkulasi, oksigenasi, dan
istirahat tidur
3. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi
keperawatan pada lansia dengan masalah eliminasi dan
kebersihan diri
4. Mahasiswa mampu mendemontrasikan intervensi
keperawatan pada lansia dengan keamanan-kenyamanan
dan mobilisasi.

3
BAB III
BAHASAN DAN
RUJUKAN

a. Kompetensi/ sub kompetensi pokok Bahasan, Subpokok


Bahasan
Kompetensi/ sub Pokok Sub pokok bahasan
kompetensi bahasan
Mahasiswa Mampu Screening Screening
mengisi format masalah - Resiko jatuh :
screening gangguan kesehatan Morse Fall Scale
kesehatan yang lansia (MFS)
lazim pada lansia - Gangguan kognitif
: Mini Mental
State Exam
(MMSE)
- Depresi :
Geriatric
Depression Scale
(GDS)
- Malnutrisi : Mini
Nutrition
Assessment (MNA)
- Kemandirian :
barthel index (BI)
- Gangguan
keseimbangan :
Berg Balance Scale
(BBS)
- Insomnia :
pitsburg Sleep
5
Quality Index
(PSQI)

6
Mahasiswa mampu Intervensi - Relaksasi napas
melakukan intervensi keperawatan dalam
keperawatan pada lansia dengan - Relaksasi otot
lansia dengan masalah progresif
masalah sirkulasi, sirkulasi, - Kompres
oksigenasi dan oksigenasi dan hangat
istirahat tidur istirahat tidur ditengkuk
- Back massase
- Diet rendah garam
Mahasiswa mampu Intervensi - Massase Abdomen
melakukan intervensi keperawatan - Kegel Exercise
keperawatan pada lansia dengan
lansia dengan masalah
masalah eliminasi dan eliminasi dan
kebersihan diri kebersihan diri
Mahasiswa mampu Intervensi - Balance exercise (BE)
melakukan intervensi keperawatan - Alat bantu
keperawatan pada lansia jalan walker
lansia dengan dengan - Alat bantu tongkat
masalah keamanaan masalah
dan kenyamanan dan keamanan-
mobilisasi kenyamanan
dan mobilisasi
Mahasiswa mampu Intervensi - Orientation therapy
melakukan intervensi keperawatan - Cognitive stimulation
keperawatan pada lansia dengan - Brain gym
lansia dengan masalah
masalah konsep diri, demensia,
stress koping dan komunikasi
komunikasi
A. JADWAL PRAKTIKUM M.A. KEPERAWATAN GERONTIK (1 SKS)
Waktu praktikum:
Ptm Topik Metode Fasilitator
1  Screening Lab skills, GS RS MJ SS
masalah Demonstrasi,
kesehatan Role Play
pada lansia
 Tiap
kelompok
mengkaji
lansia yang
ada dikeluarga
(komunitas)
dan di panti
menggunakan
Form pengkajian
lansia
dikomunitas dan
dipanti kemudian
menggunakan
form Gangguan
kognitif : Mini
Mental State
Exam (MMSE)
 Membuat laporan
kelompok hasil
pengkajian
dengan format
2  Screening Lab skills, GS RS MJ SS
masalah Demonstrasi
kesehatan , Role Play
pada lansia
 Tiap
kelompok
mengkaji
lansia yang
ada dikeluarga
(komunitas)
menggunakan
form Resiko
jatuh : Morse
Fall Scale (MFS) ,
Depresi :
Geriatric
Depression Scale
(GDS)
 Membuat laporan
kelompok hasil
pengkajian
dengan format
3  Screening Lab skills, GS RS MJ SS
masalah Demonstrasi
kesehatan , Role Play
pada lansia
- Tiap kelompok
mengkaji
lansia yang
ada dikeluarga
(komunitas)
menggunakan
form Gangguan
keseimbangan
: Berg
Balance Scale
(BBS)
 Membuat laporan
kelompok hasil
pengkajian
dengan format
4  Screening Lab skills, GS RS MJ SS
masalah Demonstrasi
kesehatan , Role Play
pada lansia
- Tiap kelompok
mengkaji
lansia yang
ada dikeluarga
(komunitas)
menggunakan
form
Kemandirian :
barthel index (BI)
Membuat laporan
kelompok hasil
pengkajian
dengan format
5  Screening Lab skills, GS RS MJ SS
masalah Demonstrasi
kesehatan , Role Play
pada lansia
 Tiap
kelompok
mengkaji
lansia yang
ada dikeluarga
(komunitas)
menggunakan
form Insomnia
: pitsburg
Sleep Quality
Index (PSQI)
Membuat laporan
kelompok hasil
pengkajian
dengan format
6  Screening Lab skills, GS RS MJ SS
masalah Demonstra
kesehatan si, Role
pada lansia Play
- Tiap kelompok
mengkaji
lansia yang
ada dikeluarga
(komunitas)
menggunakan
form Malnutrisi
: Mini
Nutrition
Assessment
(MNA)
 Membuat laporan
kelompok hasil
pengkajian
dengan format
7 Intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
keperawatan lansia Demonstrasi,
dengan masalah Role Play
sirkulasi, oksigenasi
dan istirahat tidur
- Melakukan
keterampiilan
sesuai topic
Relaksasi napas
dalam
- Relaksasi otot
progresif

8 UTS
Intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
9 keperawatan lansia Demonstrasi
dengan masalah , Role Play
sirkulasi, oksigenasi
dan istirahat tidur
- Kompres
hangant
ditengkuk
- Back massase
intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
10 keperawatan pada Demonstrasi,
lansia dengan Role Play
masalah eliminasi
- Massase
Abdomen
- Kegel Exercise
11 Intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
keperawatan Demonstrasi
lansia dengan , Role Play
masalah keamanan-
kenyamanan dan
mobilisasi
- Balance
exercise (BE)
- Alat bantu
jalan walker
- Alat bantu
tongkat
12 Intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
keperawatan Demonstrasi
lansia dengan , Role Play
masalah demensia,
komunikasi
- Orientation
therapy

1
13 Intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
keperawatan Demonstrasi,
lansia dengan Role Play
masalah demensia,
komunikasi
- Cognitive
stimulation
14 Intervensi Lab skills, GS RS MJ SS
keperawatan Demonstrasi,
lansia dengan Role Play
masalah demensia,
komunikasi
- Brain gym
15 TAK Role Play, GS RS MJ SS
Simulasi
16 UAS
DEPRESI PADA LANJUT USIA

A. Pengertian
Depresi adalah bukan sekedar perasaan sedih. Depresi mengenai
seluruh diriindividu termasuk perasaan, pikiran dan kesehatan fisik.
Disamping itu gejala ansietas amat sering didapatkan bersamaan,
Depresi yang terjadipadausia lanjut, banyakdisertai organik
patologis, seperti kelainan neurologis, kelainan struktur otak dan
pembuluh darah subkortikal, adanya penebalan intima-media dari
arteri karotis yang merupakan marker artherosklerotik. Pasien yang
seperti ini bervariasi dalam tampilan gejala klinisnya, perjalanan
penyakitnya dan respon terhadap pengobatan tergantung pada
penyakit yang mendasarinya. Pasien dengan depresi tipe vaskular
menunjukkan penurunan kognitif secara negatif, lebih lamban
psikomotornya, lebih apatis, gangguan fungsi eksekutif dan respon
terhadap pengobatan lebih buruk (Gallagher et al., 2009).

B. Tujuan
Untuk mengetahui apakah lansia memiliki gejala depresi

C. Gejala-gejala depresi
Gangguan depresi mayor menurut DSM- IV bila selama lebih dari
2 minggu terdapat perasaan depresi/kesedihan dan kehilangan
minat dan bersama atau lebih gejala perasaan tak berguna, perasaan
bersalah, kurang kemampuan berkonsentrasi atau mengambil
keputusan, melasa lelah, psikomotor agitasi atau retardasi, insomnia
atau hipersomnia, penurunan atau peningkatan berat badan yang
bermakna dan pikiran untuk bunuh diri atau tentang kematian yang
berulang (Blazer, 2003).
Gejala-gejala depresi dapat dibagi menjadi gejala pada
perasaan, pikiran, fisik dan perilaku.
Gejala perasaan diantaranya adalah:
 kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan
 penurunan minat dan kenikmatan seksual
 perasaan tidak berharga
 tidak ada harapan dan merasa salah yang berlebihan
 tidak dapat merasakan apa-apa
 perasaan hancur yang berlebihan atau akan dihukum
 kehilangan harga diri,
 merasa sedih,
 murung yang lebih parah pada pagi hari,
 menangis tanpa sebab yang jelas,
 iritabel,
 tidak sabar,
 marah dan agresif.
Gejala proses pikir diantaranya adalah:
 pikiranbingung atau melambat,
 sulit berpikir,
 berkonsentrasi atau mengingat;
 sulit mengambil keputusan dan menghindarinya,
 pikiran berulang akan bahaya dan kehancuran,
 preokupasi dengan kegagalan atau ketidakpuasan personal
yang menyebabkan kehilangan rasa percaya diri,
 melakukan kritik terhadap diri sendiri secara kasar dan
menghukum diri, pikiran tentang keinginan bunuh diri,
 melukai diri dan tentang kematian yang persisten.
 Pada kasus yang ekstrem dapat berpikir tidak realistis,
mungkin terdapat halusinasi atau ide aneh hingga
waham
Gejala perilaku diantaranya adalah:
 penarikan dari aktivitas sosial dan hobi,
 gagal melakukan keputusan penting,
 menelantarkan pekerjaanrumahtangga,berkebun,membayar
kebutuhan sehari-hari,
 penurunan aktivitas fisik dan olahraga;
 penurunan perawatan diri seperti makan, dandan, mandi;
 peningkatan pemakaian alkohol,
 obat-obatan baik dari dokter maupun beli sendiri.
Gejala fisik diantaranya adalah:
 perubahan nafsu makan, dengan akibat penurunan berat
badan atau peningkatan berat badan;
 gangguan tidur,
 kesulitan mulai tidur,
 tidur terbangun-bangun atau tidur terlalu banyak; tidur,
namun saat bangun tidaksegar,
 sering merasa buruk di pagi hari;
 penurunan enerji,
 merasa lelah dan lemah;
 tidak dapat diam,
 ada doronogan untuk berjalan terus;
 nyeri ekstremitas,
 sakit kepala,
 nyeri otot yang bukan karena sebab penyakit isik;
pencernaan dan lambung kurang enak dan konstipasi
Banyak gejala depresi berupa gejala depresi subsindrom,
psudeodemensia, distimia atau disforik ringan. Karenanya gejala
depresi sulit didapatkan, maka dapatdilakukan skrining
menggunakan instrumen seperti Geriatric Depression Scale (GDS)
(Yesavage et al., 1983).
A. Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien
3. Menjaga perivacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
C. Tahap kerja
Lakukan pengkajian dengan form GDS
GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GSD)
Pertanyaan Yes No
1. Secara umum apakah anda merasa puas dengan 0 1
hidup anda ?
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan 1 0
dan hobi?
3. Apakah anda merasa hidup ini kosong ? 1 0
4. Apakah anda sering merasa bosan? 1 0
5. Apakah anda memiliki harapan tentang masa depan? 0 1
6. Apakah anda merasa terganggu dengan pikiran yang 1 0
tidak dapat keluar dari kepala anda ?
7. Apakah anda merasa bersemangat hampir sepanjang 0 1
waktu?
8. Apakah anda merasa takut sesuatu yang buruk akan 1 0
menimpa anda ?
9. Apakah anda merasa bahagia sepanjang waktu? 0 1
10. Apakahandasering merasa tidakadayang menolong? 1 0
11. Apakah anda sering merasa kurang istirahat dan 1 0
lemah?
12. Apakah anda lebih menyukai berada di rumah, dari 1 0
pada pergi keluar dan melakukan hal-hal baru?
13. Apakah anda sering merasa khawatir dengan masa 1 0
depan
14. Apakah anda merasa memiliki lebih banyak masalah 1 0
mengenai daya ingat dibandingkan sebelumnya?
15. Menurut anda apakah saat ini hidup terasa 0 1
menyenangkan?
16.Apakah anda sering merasa bersedih 1 0
17. Apakah anda merasa tidak berharga dengan cara 1 0
anda sekang?
18. Apakah anda khawatir terhadap hidup anda? 1 0
19. Apakah anda merasa hidup ini sangat menarik? 0 1
20. Apakah berat untuk anda untuk memulai pada hal 1 0
yang baru?
21. Apakah anda merasa penuh dengan energy? 0 1
22. Apakah anda merasa situasi sekarang tidak 1 0
adaharapan?
23. Apakah anda merasa semua orang lebih beruntung 1 0
dari pada anda?
24. Apakah anda sering merasa kecewa berlebihan 1 0
karena hal kecil?
25. Apakah anda sering merasa ingin menangis? 1 0
26. Apakah anda memiliki masalah dalam hal 1 0
berkonsentrasi?
27. Apakah anda menikmati bangun pada pagi hari? 0 1
28. Apakah anda lebih suka menghindari pergaulan 1 0
social?
29. Mudah bagi anda untuk menbuat keputusan? 0 1
30. Apakah pikiran anda sejelas/ sejernih dahulu? 0 1
Petunjuk penilaian: 1.Untuk setiap pertanyaan, lingkarilah
salah satu pilihan yang sesuai dengan kondisi anda (1atau 0), 2).
Jumlahkan seluruh pertanyaan yang mendapat poit 1.
Penilaian Geriatic Depression Scale
 Skor 0 – 9 = Normal
 Skor 10 – 19 = Depresi Ringan
 Skor 20 – 30 = Depresi Berat
D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tangan
E. Dokumentasi
1. Catat waktu pelaksanaan tindakan
2. Catat respons pasien
3. Paraf dan nama perawat jaga
RESIKO JATUH PADA LANSIA

A. Pengertian Jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring atau terduduk di lantai atau tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo,
2009).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang
sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak
termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran atau
kejang. jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam
keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley, 2006).

B. Faktor Penyebab Resiko Jatuh


Faktor penyebab jatuh pada lansia dibagi menjadi 2 bagian yaitu
faktor intrinsic dan faktor ekstrinsik:
a. Faktor Intrinsik
1) System saraf pusat
Stroke dan TIA (Tarancient Ischemic Attack) yang
menyebabkan hemiprase sering mengakibatkan jatuh
pada lansia. Parkinson yang mengakibatkan kekakuan
alat alat gerak, maupun depresi yang menyebabkan
lansia tidak terlalu perhatiaan saat berjalan.
2) Demensia
Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi
hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau memori
yang menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Lansia
dengan demensia menunjukan persepsi yang salah
terhadap bahaya lingkungan, terganggunya
keseimbangan tubuh dan apraxia sehingga insiden jatuh
meningkat.
3) Gangguan sistem sensorik
Gangguan penglihatan (gangguan sistem sensori) seperti
katarak, glukoma, degenerasi mokular, gangguan visus
paska stroke, dan reiopati diabetic meningkat sesuai

19
dengan umur. Adanya gangguan penglihatan pada lansia

20
menyebabkan lansia kesulitan saat berjalan sehingga
lansia sering menabrak objek kemudian terjatuh. Dalam
pebelitian Kerr et. all. (2011) menyatakan bahwa
gangguan penglihatan memiliki resiko untuk
menyebabkan kejadian jatuh atau insiden lain yang
membuat cidera.
4) Muskuloskeletal
Gangguan musculoskeletal menyebabkan gangguan
gaya berjalan dan keseimbangan. Hal ini berhubungan
dengan proses menua yang fisiologis. Perubahan
tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah
yang pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan
basal. Kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan
cenderung mudah goyah. Keterlambatan mengantisipasi
bila terpleset, tersandung, dan kejadian tiba-tiba
dikarenakan terjadi perpanjangan waktu reaksi sehingga
memudahkan jatuh (Reuben, 1996; Kane, 1994; Tinneti,
1992; Campbell &
Brochlehurst, 1987 dalam Darmojo, 2008).
5) Gangguan gaya berjalan
Gangguan gaya berjalan dapat disebabkan oleh karena
gangguan musculoskeletal dan ini berhubungan dengan
proses menua yang fisiologis. Ada beberapagangguan
gaya berjalan yang sering ditemukan pada lansia
diantaranya:
a. Gangguan gaya berjalan Hemiplegik
Hemiplegik yaitu adanya kelemahan dan spastisitas
ekstermitas uniteral dengan fleksi pada ekstermitas
atas dan bawah dalam keadaan ekstensi sehingga
berakibat kaki memanjang. Pasien harus
mengayunkan sambal memutar kakinya untuk
melangkah kedepan. Jenis gangguan berjalan ini
ditemukan pada lesi tipe Upper Motor Neuron (UMN)
b. Gangguan gaya berjalan Diplegik
Jenis gangguan gaya berjalan ini biasanya ditemukan
pada lesi periventricular bilateral. Ekstermitas bawah
lebih lumpuh dibandingan dengan ekstermitas atas
karena akson trakus kortikospinalis yang
mempersarafi ektermitas bawah letaknya lebih dekat
dengan ventrikel otak.
c. Gangguan gaya berjalan Neurophaty
Gangguan berjalan jenis ini biasanya ditemukan pada
penyakit perifer dimana ekstermitas bawah bagian
distal lebih sering diserang. Karena terjadi kelemahan
dalam dorsifleksi kaki maka pasien harus
mengangkat kakinya lebih tinggi untuk menghindari
pergeseran ujung kaki dengan lantai.
d. Gangguan gaya berjalan Miophaty
Adanya kelainan otot, otot-otot proksimal pelvic
girdle (tulang pelvis yang menyokong pergerakan
ekstermitas bawah) menjadi lemah. Oleh karena itu,
terjadi ketidakseimbangan pelvis bila melangkah
kedepan, sehingga pelvis miring ke kaki sebelahnya,
akibatnya ada terjadi goyangan saat berjalan.
e. Gangguan gaya berjalan Parkinsonian
Terjadi regiditas dan bradiknesia dalam berjalan
akibat gangguan di ganglia basalis. Tubuh
membungkuk kedepan, langkah kaki memendek,
lamban dan terseret disertai dengan ekspresi wajah
seperti topeng.
f. Gangguan gaya berjalan Ataxia
Langkah berjalan menjadi melebar, tidak stabil dan
mendadak akibatnya badan memutar kesamping dan
jika berat badan pasien akan terjatuh. Jenis gangguan
berjalan ini dijumpai pada gangguan cerebellum.
g. Gangguan gaya berjalan Khoreoform
Merupakan gangguan gaya berjalan dengan
hyperkinesia akibat gangguan ganglia basalis tipe
tertentu. Terdapat pergerakan yang ireguler seperti
ular dan involunter baik pada ekstermitas bawah
maupun atas. Gangguan gaya berjalan yang terjadi
akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan
oleh: kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya
massa otot, perlambatan konduksi saraf, penurunan
visus atau lapang pandang dan kerusakan
proprioseptif.
b. Faktor Ekstrinsik
1. Lingkungan
Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yanb kurang,
benda- benda di lantai (seperti tersandung karpet),
peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar,
tempat tidur atau tempat buang air terlalu rendah,
lantai yang tidak rata, licin atau menurun, karpet yang
tidak dilem dengan baik, keset yang tebal atau menekuk
pinggirnya, benda-benda alas lantai yang licin dan
mudah tergeser serta alat bantu jalan yang tidak tepat
(Yuli Reny, 2014).
2. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan
aktifitas biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga
dan mengganti posisi. Jatuh juga sering terjadi pada
lansia dengan banyak melakukan kegiatan dan olahraga,
mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar
bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada
lansia yang immobile (jarang bergerak ketika tiba-tiba
ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa
pertolongan (Suyanto, 2008).
3. Obat-obatan
Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang
bermakna terhadap penderita. Obat-obatan
meningkatkan resiko jatuh diantaranya obat golongan
sedative dan hipnotik yang dapat mengganggu stabilitas
postur tubuh, yang mengakibatkan efek samping
menyerupai sindrom Parkinson seperti diuretic/anti
hipertensi, antidepresen, antipsikotik, obat-obatan
hipoglikemik dan alkohol.

C. Akibat Jatuh Pada Lansia


Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusak fisik dan
psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh
adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi
akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan
pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah
walaupun cedera fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut
akan jatuh lagi dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk
ansietas, hilangnya
rasa percaya diri, pembatasan dalam aktifitas sehari-hari, falafobia
atau fobia jatuh (Stanley, 2006).

D. Komplikasi Jatuh
Menurut Kane (1996), dalam Darmojo (2004), komplikasi- komplikasi
jatuh adalah:
a. Perlukaan (injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak
yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya
jaringan otot, robeknya arteria tau vena, patah tulang
atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur, humerus, lengan
bawah, tungkai atas.
b. Disabilitas
Disabilitas mengakibatkan penurunan mobilitas yang
berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan
mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan
pembatasan gerak.
c. Kematian

E. Pencegahan Jatuh
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip Darmojo (2004), ada 3 usaha
pokok untuk pencegahan jatuh yaitu:
a. Identifikasi faktor resiko
Setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor intrinsic risiko jatuh, perlu dilakukan
assessment keadaan sensorik, neurologis, musculoskeletal
dan penyakit sistematik yang sering menyebabkan jatuh.
Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabakan jatuh harus dihilangkan. Penerangan harus
cukup tetapi tidak terlalu menyilau, lantai datar tidak licin
dan bersih sehingga tidak menganggu jalan atau aktivitas
lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan
Lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan tubuhnya
dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila
goyangan tubuh pada saat berjalan sangat berisiko jatuh,
maka diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitas medis.
c. Mengatur atau mengatasi faktor situasional
Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan
mengusahakan perbaikan lingkungan, faktor situasional
yang berupa aktivitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan
kondisi kesehatan lanjut usia. Aktivitas tersebut tidak boleh
melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai
pemeriksaan kondisi fisik. Maka dianjurkan lanjut usia
tidak melakukan aktivitas fisik yang sangat melelahkan atau
berisiko tinggi untuk terjadinya.
Alat ukur untuk mengukur risiko jatuh diantaranya adalah :
MFS ( Morse Fall Scall).
A. Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien
3. Menjaga privacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
C. Tahap kerja
Lakukan pengkajian dengan form MFS
D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tangan
E. Dokumentasi
1. Catat waktu pelaksanaan tindakan
2. Catat respons pasien
3. Paraf dan nama perawat jaga
Morse fall scale (MFS)

Nama lansia : usia :


Panti/wisma : tanggal:
No Pengkajian Skala Nilai
1 Riwayat jatuh, apakah lansia pernah Tidak 0
jatuh dalam 3 bulan terakhir? Ya 25 ………….
2 Diagnosa sekunder, apakah lansia Tidak 0
memiliki lebih dari satu penyakit? Ya 15 ………….
3 Alat bantu jalan;
- Bed rest/dibantu perawat 0
- Kruk/tongkat/walker 15
- Berpegangan pada benda- 30
benda disekitar (kursi, ………….
lemari,meja)
4 Terapi intravena; apakah saat ini lansia Tidak 0
terpasang infus? Ya 25 ………….
5 Gaya berjalan/ cara berpindah
- Normal/ bed rest/ immobile 0
(tidak dapat bergerak
sendiri) 10
- Lemah (tidak bertenaga) 15 ………….
- Gangguan/ tidak
normal(pincang, diseret)
6 Status mental
- Lansia menyadari 0
kondisi dirinya sendiri 15 ………….
- Lansia mengalami keterbatasan
daya ingat
Total skala ………….
Tingkatan risiko jatuh
Tingkat risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0-24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25-50 Pelaksanaan intervensi pencegahan
jatuh standar
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan
jatuh risiko tinggi
GANGGUAN POLA TIDUR

a. Pengertian Gangguan Pola Tidur


Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati, secara umum
akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan
munculnya salah satu dari ketiga masalah tersebut: insomnia,
gerakan sensasi abnormal di kala tidur atau ketika di tengah malam
atau merasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Potter dan
Perry, 2005). Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan
kuantitas waktu tidur akibat faktor ekternal (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2016).

b. Tanda dan Gejala Gangguan Pola Tidur


Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016), dalam buku Standar
Diagnosis keperawatan Indonesia tanda dan gejala gangguan pola
tidur dibagi menjadi dua yaitu:
1) Gejala dan tanda mayor
a) Secara subjektif klien mengeluh sulit tidur, mengeluh
sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola
tidur berubah, dan mengeluh istirahat tidak cukup.
b) Secara objektif tidak ada gejala mayor dari gangguan
pola tidur.
2) Gejala dan tanda minor
a) Secara subjektif klien mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
b) Secara objektif tidak ada gejala minor dari gangguan
pola tidur
c) Secara objektif tidak ada gejala mayor dari gangguan
pola tidur.
3) Gejala dan tanda minor
a) Secara subjektif klien mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun
b) Secara objektif tidak ada gejala minor dari gangguan pola
tidur
c) Penyebab Gangguan Pola Tidur
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Tim Pokja
SDKI DPP PPNI, 2016), penyebab dari gangguan pola tidur yaitu :
1) Hambatan lingkungan (misalnya : keseimbangan lingkungan
sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau
tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
2) Kurang kontrol tidur
3) Kurang privasi
4) Retraint fisik
5) Ketiadaan teman tidur
6) Tidak familiar dengan peralatan tidur

c. Tahapan Tidur
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat,
saraf perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskletal.
Menurut (Potter dan Perry, 2005), secara alamiah dalam tidur
mempunyai dua tahapan yaitu:
1) Tidur NREM (Non Rapid Eye Movement)
Tidur NREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapannya
mempunyai ciri tersendiri:
a) Tahap I
Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama
dari siklus tidur. Pada tahap ini seseorang merasa kabur
dan rileks, mata bergerak ke kanan dan ke kiri,
kecepatan jantung dan pernapasan turun secara jelas.
Gelombang alfa sewaktu seseorang masih sadar dibantu
dengan gelombang beta yang lambat. Sesorang yang
tidur pada tahap pertama dapat dibangunkan dengan
mudah.
b) Tahap II
Seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang
lebih dalam. Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun
kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Periode
tahap 2 berlangsung dari 10 sampai 40 menit. Kadang-
kadang selama tahap tidur 2 seseorang dapat terbangun
karena sentakan tiba-tiba dari ektremitas tubuhnya. Ini
normal, kejadian sentakan ini, sebagai akibat masuknya
tahapan REM.
c) Tahapan III
Pada tahapan ini kecepatan jantung dan pernapasan
serta proses tubuh berlanjut mengalai penurunan akibat
dominasi sistem saraf parasimpatis. Seseorang lebih
sulit dibangunkan. Gelombang otak menjadi tertur dan
terdapat penambahan delta lambat.
d) Tahap I
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam yang ditandai
dengan rekomendasi gelombang delta yang lambat.
Kecepatan jantung dan pernapasan turun. Selama tidur
seseorang mengalami sampai 4 sampai 6 kali suklus
tidur dalam waktu 7 sampai 8 jam. Siklus tidur sebagian
besar merupakan tidur NREM dan berakhir dengan tidur
REM.
2) Tidur REM (Rapid Eye Movement)
Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur NREM. Tidur
REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola napas dan
denyut jantung tidak teratur dan tidak terjadi pembentukan
keringat. Kadang-kadang timbul twitching (berkedut) pada
tangan, kaki, atau muka, dan pada laki-laki dapat timbul
ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada aktivitas
demikian orang masih tidur lelap dan sulit untuk
dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan
rileks. Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan
pikiran, menjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan
mempertahankan fungsi sel
–sel otak.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tidur


Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu
untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan
kebutuhannya.
Menurut (Wartonah dan Tarwoto, 2010), faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur yaitu sebagai berikut:
1) Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur
lebih banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit
menjadikan klieen kurang tidur atau tidak dapat tidur.
Misalnya pada pasien dengan hipertensi, ganguan
pernapasan seperti asma, bronchitis, dan penyakit
persyarafan.
2) Lingkungan
Klien yang biasanya tidur pada lingkungan yang tenang dan
nyaman, kemudian terjadi perubahan suasana seperti gaduh
maka akan menghambat tidurnya.
3) Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat
menimbulkan keinginan untuk tetap bangun dan waspada
menahan kantuk.
4) Kelelahan
Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap
REM.
5) Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang makan meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
6) Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas
marah.
7) Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur
antara lain:
1) Diuretic: menyebabkan insomnia
2) Antidepresan: menyupresi REM
3) Kafein: meningkatkan saraf simpatik
4) Narkotika: menyupresi REM
Alat ukur untuk mengukur risiko jatuh diantaranya adalah :
PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index).
A. Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien
3. Menjaga privacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
C. Tahap kerja
Lakukan pengkajian dengan form PSQI
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)

INSTRUKSI :
Pertanyaan – pertanyaan berikut berhubungan dengan kebiasaan
tidur yang biasa Bapak/Ibu jalani selama sebulan terakhir. Jawaban
Bapak/Ibu harus menunjukkan jawaban yang paling akurat dan yang
paling sering terjadi pada sebagian hari dan sebagian malam dalam
satu bulan terakhir. Jawablah semua pertanyaan.

1. Dalam sebulan terakhir, jam berapa biasanya bapak/ibu pergi ke


tempat tidur untuk memulai tidur dimalam hari ?.............................
2. Dalam sebulan terakhir, berapa lama (dalam menit) biasanya
yang bapak/ibu butuhkan untuk tertidur ?........................
3. Dalam sebulan terakhir, jam berapa bapak/ibu biasanya bangun
pagi ?........
4. Dalam sebulan terakhir, berapa lama (dalam jam) bapak/ibu
merasa tidur dimalam hari ? (Ini mungkin berbeda dari jumlah
jam yang bapak/ibu habiskan di tempat tidur)
5. Dalam sebulan terakhir, berapa sering bapak/ibu merasakan
masalah gangguan tidur seperti..............
T i d ak K u r a n g 1 – 2 kali 3 kali
pernah dari 1 kali d a l a m atau lebih
Masalah tidur d a l a m seminggu d a l a m
seminggu seminggu
a. Tidak bisa
tidur selama 30
menit
b. T e r b a n g u n
ditengah malam
atau dini hari
c. T e r b a n g u n
untuk kekamar
mandi

33
d. Tidak bisa
b e r n a p a s
dengan nyaman
e. Batuk atau
mendengkur
f. Merasa sangat
kedinginan
g. M e r a s a
kepanasan
h. M e n g a l a m i
mimpi buruk
i. Merasa nyeri
j. Alasan lain dan
seberapa sering
mengalami
kesulitan tidur
dengan alasan
ini
6. Dalam sebulan terakhir, bagaimana menurut bapak/ibu kualitas
tidur yang bapak/ibu rasakan ?
Sangat baik
Cukup baik
Cukup buruk
Sangat buruk
7. Dalam sebulan terakhir, berapa sering bapak/ibu menggunakan
obat-obatan untuk membantu tertidur ?
Tidak pernah
Kurang dari sekali dalam seminggu
Sekali sampai dua kali dalam seminggu
Tiga kali atau lebih dalam seminggu
8. Dalam sebulan terakhir, seberapa sering bapak/ibu mengalami
kesulitan untuk tetap terjaga saat mengendara, makan, atau
terlibat dalam kegiatan sosial ?
Tidak pernah
Kurang dari sekali dalam seminggu
Sekali sampai dua kali dalam seminggu
Tiga kali atau lebih dalam seminggu
9. Dalam sebulan terakhir, seberapa besar antusias bapak/ibu
dalam menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi ?
Tidak ada masalah sama
sekali Beberapa masalah
Banyak bermasalah
Sangat banyak/besar masalah
PETUNJUK PENILAIAN INTRUMENT PSQI
1) Penilaian efisiensi tidur
Pertanyaan no.4 x 100%
Pengurangan pertanyaan no.3 - pertanyaan no.1
= (......) apabila > 85% maka skor = 0
75-84% maka skor = 1
65-74% maka skor = 2
<65% maka skor = 3
2) Penilaian gangguan tidur, pertanyaan no. 5b-
5j Jawaban responden Skor
Tidak pernah = 0
Kurang dari 1 kali dalam seminggu =1
1 – 2 kali dalam seminggu =2
3 kali atau lebih dalam seminggu = 3
Penjumlahan skor no.5b + 5c+ 5d +5e + 5f + 5g+ 5h + 5i + 5j = (.....)
Apabila hasil penjumlahan skor 0 maka skor akhir = 0
1 -9 maka skor akhir = 1
10 – 18 maka skor =2
19-27 maka skor =3
3) Penilaian penggunaan obat bantu tidur, pertanyaan
no.7 Jawaban responden Skor
Tidak pernah =0
Kurang dari sekali dalam seminggu =1
1 – 2 kali dalam seminggu =2
3 kali atau lebih dalam seminggu =3
4) Penilaian gangguan aktivitas sehari-hari, pertanyaan no.8 dan no.
9
Pertanyaan no.8
Jawaban responden Skor
Tidak pernah =0
Kurang dari sekali dalam seminggu =1
1 – 2 kali dalam seminggu =2
3 kali atau lebih dalam seminggu =3

Pertanyaan no.9
Jawaban responden Skor
Tidak ada masalah sama sekali =0
Beberapa masalah =1
Banyak masalah =2
Sangat banyak masalah =3
Skor no 8 dan no.9 dijumlahkan (.....)
Jika jika skor = 0 maka skor akhir =0
1 – 2 maka skor akhir =1
3 – 4 maka skor akhir =2
5 – 6 maka skor akhir =3
5) Penilaian durasi tidur, pertanyaan
no.4 Jawaban responden skor
>7 jam maka skor = 0
6-7 jam maka skor = 1
5-7 jam maka skor = 2
< 5 jam maka skor = 3

6) Penilaian subjektif kualitas tidur, pertanyaan


no.6 Jika jawaban responden
Sangat baik maka skor =0
Cukup baik maka skor =1
Cukup buruk maka skor =2
Sangat buruk maka skor =3
7) Penilaian latensi tidur, pertanyaan no.2 dan 5a
Pertanyaan no. 2, Jika jawaban responden ≤ 15 menit maka skor = 0
16 – 30 menit maka skor =1
31-60 menit maka skor =2
>60 menit maka skor =3
Pertanyaan no. 5a
Jawaban responden Skor
Tidak pernah =0
Kurang dari sekali dalam seminggu =1
1 – 2 kali dalam seminggu =2
3 kali atau lebih dalam seminggu =3
Perjumlahan skor yang didapat dari pertanyaan no.2 + no. 5a = (....)
Jika jumlah yang didapat 0, maka skor akhir = 0
Jika jumlah yang didapat 1 - 2, maka skor akhir = 1
Jika jumlah yang didapat 3 - 4, maka skor akhir = 2
Jika jumlah yang didapat 5 - 6, maka skor akhir =
3

Keterangan total keseluruhan pertanyaan


Minimum skor : 0 (baik), Maksimum skor : 21 (buruk)
Bila total skor < 5 maka kualitas tidur dikatakan baik, bila skor
≥ 5 dikatakan kualitas tidur buruk
D. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tangan
E. Dokumentasi
1. Catat waktu pelaksanaan tindakan
2. Catat respons pasien
3. Paraf dan nama perawat jaga
GANGGUAN KOGNITIF PADA LANSIA

A. Konsep Kebutuhan Kognitif


1. Definisi kognitif
Arti yang luas kognitif adalah perolehan, penataan dan pengunaan
pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif
memnjadi populer sebagai salah satu domain psikologis manusia
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengelolaan informasi, pemecahan
masalah, kesengajaan, dan keyaknan (Musaa’diyah, 2014).

2. Pengertian fungsi kognitif


Fungsi kognitif dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana
semua masukan sensori (taktil, visual, dan auditorik) akan diubah,
diolah, disimpan dan selanjutnya digunakan untuk hubungan
interneuron secara sempurna sehingga individu meampu melakukan
penalaran terhadap masukan sensori tersebut. Fungsi kognitif
menyangkut kualitas pengetahuan yang dimiliki seseorang. Modalitas
dari kognitif terdiri dari sembilan modalitas yaitu, memori, bahasa,
praktis, visuospasial, antensi serta konsentrasi, kalkulasi, mengambil
keputusan, reasoning dan abstrak.
Kemampuan kognitif berubah secara bermakna bersama
dengan lajunya proses penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak
seragam. Sekitar 50% dari selutuh popilasi lansia menunjukan
penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki kemampuan
kognitif sama seperti usia muda. Penurunan kognitif tidak hanya
terjadi padea individu yang mengalami penyakit yang berpengaruh
terhadap proses penurunan kognitif tersebut, namun juga terjadi
pada individu lansia yang sehat. Pada beberapa individu, proses
penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut sedemikian
hingga terjadi gangguan kognitif atau demensia (Ekasari, 2018).

39
3. Aspek-aspek kognitif
a. Orientasi
Orientasi dinilai dengan pengacuan pada personal, tempat
dan waktu. Orientasi terhadap personal (kemampuan
menyebutkan nama sendiri ketika ditanya) menunjukan
informasi yang “overlearned”. Kegagalan dalam menyebutkan
nama sendiri sering merefleksikan negatifism, distrakti,
gangguan pendengaran, ataungangguan penerimaan bahasa.
Orientasi tepat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi
kota, gedung dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi
waktu dinilai dengan menyakan tahun, musim, bulan, hari
dan tanggal. Karena perubahan waktu lebih sering daripada
tempat, maka waktu dijadikan indeks yang paling sensitif
untuk disorientasi.
b. Bahasa
Fungsi bahasa merupakan kempuan yang meliputi 4
paramenter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan
dan naming.
1) Kelancaran
Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk
menghasilkan kalimat dengan panjang, ritme dan melodi
yang normal. Suatu metode yang dapat membantu
menilai kelancaran klien menulis atau berbicara secara
spontan.
2) Pemahaman
Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk
memahami suatu perkataan atau perintah, dibuktikan
dengan mampunya seorang untuk melakukan perintah
tersebut.
3) Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu
pertanyaan atau kalimat yang diucapkan sesorang.
4) Naming
Naming merujuk pada kemampuan seseorang untuk
menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.
c. Atensi
Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk
merespon stimulasi dengan mengabaikan stimulus yang lain
dilingkungannya.
d. Memori
1) Memori verbal, yaitu kemampuan seseorang untuk
mengingat kembali informasi yang diperoleh.
2) Memori visual, yaitu kemampuan seseorang untuk
mengingat kembali informasi berupa gambar.
e. Fungsi konstruksi
Fungsi kontruksi mengacu pada kemampuan seseorang
untuk membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat
dinilai dengan meminta orang tersebut untuk menyalin
gambar, memanipulasi balok atau membangun kembali
sesuatu bangunan balok yang telah rusak sebelumnya.
f. Kalkulasi
Kemampuan seseorang untuk menghitung angka
g. Penalaran
Kemampuan seseorang untuk membedakan baik buruknya
suatu hal, serta berpikir abstrak.

4. Fungsi kognitif pada lansia


Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya
kemampuan mengingat fungsi intelektual, berkurangnya efesiensi
transmisi saraf di otak (menyebabkan, proses informasi melambat
dan banyak informasi hilang selama transisi), berkurangnya
kemampuan mengakumulasi informasi baru dan mengambil
informasi dari memori, serta kemampuan mengingat kejadia masa
lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat yang baru saja
terjadi. Penurunan terkait penuaan ditunjukan dalam kecepatan,
memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang.
Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur
dan fungsi otak.

5. Gangguan fungsi kognitif pada lansia


a. Mudah lupa (forgetfulness)
Mudah lupa merupakan tahap yang paling ringan dan sering
dialami pada orang uusia lanjut. Berdasarkan data statistik
39% orang pada usia 50-60 tahun mengalami mudah lupa
dan angka ini menjadi 85% pada usia diatas 80 tahun.
b. Mild congnitive impairment (MCI)
Mild congnitive impairment merupakan gejala yang lebih
berat dibandingkan dengan mudah lupa. Pada Mild
congnitive impairment sudah mulai muncul gejala gangguan
fungsi memori yang menggangu dan dirasakan oleh
penderita, Mild congnitive impairment merupakan perantara
antara gangguan memori atau kognitif terkait usia dan
demensia. Keluhan pada umumnya berupa frustasi, lambat
dalam menemukan benda atau mengingat nama orang dan
kurang mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari yang
kompleks.
c. Demensia
Demensia adalah suatu sindrom penurunan kempuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi
kognitif dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan
fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. Gejala
klinis berupa kemunduran dalam hal pemahaman seperti
hilangnya kemampuan untuk emmahami pembicaraan yang
cepat, percakapan yang kompleks atau abstrak, humor yang
sarkastis atau sindiran. Dalam kemampuan bahasa dan
bicara terjadi kemunduran pula yaitu kehilangan ide apa
yang sedang dibicarakan, kehilangan kemampuan
pemrosesan bahasa secara cepat, kehilangan kemampuan
penamaan dengan cepat.

6. Faktor yang berpengaruh pada fungsi kognitif


a. Usia
Semakin tua usia seorang maka secara alamiah akan terjadi
apoptosis pada sel neuron yang berakibat terjadinya
atropi pada otak yang dimulai dari atropi korteks, atropi
sentral, hiperintensitas subtantia alba dan peraventrikuler.
Mengakibatkan penurunan fungsi kognitif pada seseorang,
kerusakan sel neuron ini diakibatkan oleh radikal bebas,
penurunan distribusi energi dan nutri otak.
b. Stres, depresi, ansietas
Depresi, stres dan ansietas akan menyebabkan penurunan
kecepatan aliran darah dan stress memicu pelepasan
hormon glukokortikoid yang dapat menurunkan fungsi
kognitif.
c. Latihan memori
Semakin sering seseorang menggunakan atau melatih
memorinya makan sinaps antar neuron akan semakin
banyak terbentuk sehingga kapasitas memori seseorang
akan bertambah.
d. Lingkungan
Pada orang yang tinggal di daerah maju dengan sistem
pendidikan yang cukup maka akan memiliki fungsi kognitif
yang lebih baik dibandingkan pada orang dengan fasilitas
pendidikan yang minimal, semakin kompleks stimulus yang
didapat makan akan semakin berkembang pula kemampuan
otak seseorang.
e. Obat-obatan
Beberapa zat seperti alkohol bersifat toksik bagi sel
neuron selain itu defesiensi vitamin B kompleks terbukti
menyebabkan penurunan fungsi kognitif seseorang.

7. Cara menstimulasi fungsi kognitif lansia


a. Senam otak
Senam otak merupakan gerakan tubuh sederhana yang
digunakan untuk merangsang otak kiri dan kanan,
merangsang sistem yang terikat dengan emosional serta
relaksasi otak bagian belakang ataupun depan.
Manfaat dan tujuan senam otak adalah:
1) Memperlambat kepikunan.
2) Menghilangkan stres.
3) Meningkatkan konsentrasi.
b. Terapi orientasi realitas
Terapi orientasi realitas adalah upaya untuk
mengonsentasiakan keadaan nyata kepada klien, yaitu dari
diri sendiri, orang lain, lingkungannya/tempat, dan waktu.
Manfaat dan tujuan orientasi realitas adalah
mengorintasikan keadaan nyata kepada lansia baik diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (waktu, tempat).
c. Terapi kenangan
Terapi kenangan adalah teknik yang digunakan untuk
mengingat dan mebicarakan tentang kehidupan seseorang.
Trrapi ini digunakan untuk lansia yang mengalami ganggua
kognitif, kesepian dan pemulihan psikologis. Terapi ini
dapat diberikan pada lansia secara individu, keluarga,
maupun kelompok. Pelaksanaa kegiatan terapi secara
kelompok memberi kesempatan kepada lansia untuk mebagi
pengalamannya pada anggota kelompok, emningkatkan
kemampuan komunikasi, dan sosialisasi dalam kelompok
serta efesiensi biaya maupun efektifitas waktu. Tujuan dari
terapi ini adalah meningkatkan hubungan lansia dengan
orang lain, memberi stimulus kognitif dan meningkatkan
kepuasaan hidup lansia.

Konsep Asuhan Keperawatan Kebutuhan Kognitif


1. Pengkajian
Status kesehatan pada lansia dikaji secara kompherensif, akurat, dan
sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama pengakajian harus
dapat dipahami dan didiskusikan dengan anggota tim, keluarga klien,
dan pemberi pelayan interdisipliner.
Tujuan melakukan pengkajian adalah menentukan kemmapuan
klien dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk
membuat rencana keperawatan, serta memberi waktu pada klien
untuk berkomunikasi. Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis,
sosial dan spritual dengan melakukan kegiatan pengumpulan data
melalui wawancara, observasi, dan pemeriksaan. Pengkajian pada
kelompok lansia di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan
melibatkan penanggung jawaban kelompok lansia, kultural, tokoh
masyarakat, serta petugas kesehatan (Sunaryono, 2016).
Pengkajian dapat dilakukan dengan :
a. Perilaku
Gangguan kognitif spesifik yang perlu mendapat perhatian
adalah delirium dan demensia. Gambar dibawah ini
menjelaskan karakteristik delerium dan demensia. Depresi
pada lansia sering kali salah didiagnosis sebagai demensia
dan karakteristik diagnosis tersebut terdapat pada gambar
dibawah ini untuk tujuan perbandingan.
b. Faktor predisposisi
Respon kognitif pada umumnya merupakan akibat dari
gangguan biologis fungsi sitem saraf pusat. Faktor yang
mempengaruhi individu mengalami gangguan kognitif
termasuk :
1) Gangguan suplai oksigen, glukosa, dan zat gizi dasar
yang penting lainnya ke otak.
2) Degenerasi yang berhubungan dengan penuaan.
3) Pengumpulan zat beracun dalam jaringan otak.
4) Penyakit Alzheimer.
5) Virus imunodefisiensi manusia (HIV).
6) Penyakit hati kronik.
7) Penyakit ginjal kronik.
8) Defesiensi vitamin (trauma tiamin).
9) Malnutrisi.
10)Abnormalitas genetik.
Gangguan jiwa mayor seperti skizofrenia, gangguan bipolar,
gangguan ansietas, dan depresi, juga dapat mempengaruhi
fungsi kognitif.
c. Stresor pencetus
Setiaprangsangan mayorpada otakcenderung
mengakibatkan gangguan fungsi kognitif. Berikut ini
merupakan kategori stresor:
1) Hipoksia
2) Gangguan metabolik, termasuk
hipotiroidisme, hipoglekimia, hipopituitarisme, dan
penyakit adrenal.
3) Toksisitas dan infeksi.
4) Respons yang berlawanan terhadap pengobatan.
5) Perubahan struktur otak, seperti tumor atau trauma.
6) Kekurangan atau kelebihan sensori.
d. Penilaian stressor
Stresor spesifik yang berhubungan dengan gangguan tidak
dapat diidentifikasi, walaupun hal ini berubah secara cepat
pengetahuan tentang saraf meningkat. Secara umum,
ketika respons kognitif maladatif, penyebab fisiologis
disingkirkan terlebih dahulu kemudian stresor psikososial
dipertimbangkan walaupun ada faktor fisiologis, stres
psokososial dapat lebih menggangu proses pikir individu.
Oleh karena itu, penilaian stresor individu sangat penting.
e. Sumber koping
Respon individu termasuk kekuatan dan keterampilan.
Pemberi perawatan dapat bersifat mendukung dan juga
dapat memberi informasi tentang karakteristik kepribadian,
kebiasaan, dan rutinitas individu. Self-help group dapat
menjadi sumber koping yang efektif bagi pemberi
perawatan.
f. Mekanisme koping
Cara individu menghadapi secara emosional respon kognitif
maladatif sangat dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang
lalu. Individu yang mengembangkan mekanisme koping
yang efektif pada masa lalu akan lebih mampu mengatasi
awitan masalah kognitif daripada individu yang telah
mempunyai masalah koping. Mekanisme koping yang biasa
digunakan mungkin berlebihan ketika individu mencoba
beradaptasi terhadap kehilangan kemampuan kognitif.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawata NANDA yang berhubungan dengan respon
kognitif
1) Ansietas.
2) Komunikasih, hambatan verbal.
3) Konfusi, kronis.
4) Koping keluarga, penurunan.
5) Koping individu, Ketidakefektifan.
6) Jatuh, Risiko.
7) Memori, Kerusakan.
8) Persepsi sensori, Gangguan: penglohatan, pendengaran, dll
9) Pola tidur, Gangguan.
10)Proses pikir, Gangguan.

C. Konsep Demensia
1. Defenisi Demensia
Demensia adalah penurunan menyeluruh dari fungsi mental luhur
yang bersifat progresif dan irevesible dengan kesadaran yang baik
(Katona, 2012). Demensia adalah keadaan dimana seseorang
mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan
penurunan kemampuan tersebut menimbulakan gangguan terhadap
fungsi kehidupan sehari-hari. Kumpulan gejala yang ditandai dengan
penurunan kognitif, perubahan mood dan tingkah laku sehingga
mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari penderita (Aspiani,
2014).

2. Etiologi
Penyebab demensia yang reversible penting diketahu karena
pengobatan yang baik pada penederita dapat kembali menjalankan
kehidupan sehari-hari yang normal. Untuk mengingat berbagai
keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai
berikut :
D : Drugs (obat). Obat sedative.
Obat penenang minor dan mayor. Obat anti
konvulsan.
Obat anti hipertensi. Obat anti aritmia.
E : Emotional (gangguan emosi, misalnya Depresi).
M : Metabolic dan endokrin, seperti :
Diabtes Melitus. Hipoglekemi.
Gangguan ginjal.
Gangguan hepar gangguan tiroid.
Gangguan elektrolit.
E : Eye dan Ear (disfungsi mata dan telinga).
N : Nutritional.
Kekrungan vit B6 (pellagra). Kekrungan vit B1
(sindrom wernicke).
Kekurangan vit B12 (anemia pernisiosa).
Kekurangan asam folat.
T : Tumor dan Trauma.
I : Infeksi, seperti.
Ensafilitis oleh virus, contoh : Herpes simplek.
Bakteri, contoh : pneumococcus.
TBC.
Parasit.
Fugus.
Abses otak.
Neurosifili
A : Arterosklerolis (komplikasi penyakit
aterosklerosis, misal : Infark
miokard,
gagal jantung dan alkohol).
Keadaan yang secara potensial revesible atau bisa dihentikan,
seperti:
a. Intoksitasi (obat, termasuk alkohol).
b. Infekasi susunan saraf pusat.
c. Gangguan metabolik.
d. Gangguan vasikuler (dimensia multi-infark).
e. Lesi desak ruang.
f. Hematoma subdural akut/kronis.
g. Metastesa neoplasma.
h. Hidrosefalus yang bertekan normal.
i. Depresi (pseudo-dimesia depresif).
Penyebab dari Demensia Non Reversible:
1) Penyakit degeneratif seperti: penyakit alzhemeir, penyakit
pick, penyakit huntingon, kelumpuhan supranuklear
progresif, penyakit parkinson.
2) Penyakit vasikuler, seperti: penyakit serebrovaskuler oklusif
(dimensia multi-infark), embolisme selebral, arteritis,
anoksia sekunder akibat henti jantung, gagal jantung akibat
intiksikasi karbon monoksida.
3) Demensia traumatik, seperti: perilaku kranio-selebral,
dimensia pugilistika.
4) Infeksi, seperti: sindrom difisiensi imun dapatan (AIDS),
infeksi opportunistik, dimensia pasca ensefalitas.

Patologi
Beberapa ahli memisahkan demensia yang terjadi sebelum usia 65
tahun (demensia prasenilis) dan yang terjadi pada usia 65 tahun
(demensia senilis). Perbedaan ini dari asumsi penyebab yang
berbeda; degenerasi neuronal yang jarang pada orang muda dan
penyakit vasikuler atau keadaan usia lanjut usia pada orang tua.
Meskipun ekspresi penyakit dapat berbeda pada usia yang berbeda,
kelainan utama pada pasien demensia dari semua usia adalah sama
dan perbedaan berdasarkan kenyataan.
Sebagian besar penyakit yang menyebabkan dimensia adalah
degenerasi neural yang luas atau gangguan multifokal. Gejala awal
tergantung dimana proses demensia mulai terjadi, tetapi lokasi dan
jumlah neuron yang hilang yang diperlukan untuk menimbulkan
demensia sulit ditetapkan. Bertambahnya usia mengakibatkan
hilangnya neuron dan masa otak secara bertahap, tetapi hal ini tidak
disertai dengan penurunan yang signifikat tanpa adanya penyakit.
Sesungguhnya, massa otak adalah petunjuk yang buruk untuk fungsi
intelektual. Pasien dengan demensia degeneratif pada dekade
keenam mempunya massa otak lebih besar dari pada pasien normal
secara intelektual pada dekade delapan. Akibatnya dokumentasi
atrofi yang
menyeluruh dengan pemindahan CT bukan indikasi demensia yang
jelas.
Pada penyakit Alzheimer, yang merupakan penyebab demensia
paling sering, demensia akibatnya hilangnya jaringan kortikal
terutama pada lobus temporalis, parientalis dan frontalis. Hal ini
menyertai sebagai kasus dengan bertambahnya jarak antara garis
dan pembesaran vertikal. Tanda histolik adalah adanya beberapa
kekacauan neurofibrinalis dan plak senilis. Plak dan kekacauan
ditemukan dalam otak orang tua yang normal tetapi meningkat
jumlahnya penyakit Alzheimer, terutama dalam hipokampus dan
temporalis. Terkenanya hippokampal mungkin bertanggung jawab
terhadap gangguan ingatan, yang mungkin sebagian diperantarai
oleh berkurangnya aktivitas kolinergik. Aktivitas neurotransmitter
termasuk norepinefrin, serotonin, dopamin, glutamat, somatostatin
juga menurun. Perubahan-perubahaninidisertaidengan berkurangnya
aliran darah serebral dan menurunnya metabolisme oksigen dan
glukosa.
A. Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
B. Tahap orientasi
1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien
3. Menjaga privacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
C. Tahap kerja
Lakukan pengkajian dengan form MMSE & SPMSQ
MMSE (Mini Mental Status Exam)

NO ASPEK NILAI NILAI CRITERIA


KOGNITIF MAKS KLIEN
1 ORIENTASI 5 Menyebutkan dengan
benar:
- Tahun
- Musim
- Tanggal
- Hari
- Bulan
2 ORIENTASI 5 Dimana kita sekarang?
- Negara Indonesia
- Provinsi….
- Kota………
- Panti werda…
- Wisma ……
3 REGISTRASI 3 Sebutkan 3 objek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-
masing objek, kemudian
tanyakan kepada klien
ketiga objek tadi (untuk
disebutkan)
- Objek …………
- Objek …………
- Objek …………
4 PERHATIAN 5 Mintaklien untuk memulai
DAN dari angka 100 kemudian
KALKULASI dikurangi 7 sampai 5 kali
- 93
- 86
- 79
- 72
- 65
5 MENGINGAT 3 Minta klien untuk
mengulangi ke 3 objek
pada nomor 3 (
registrasi) tadi, bila benar
1 poin untuk masing-
masing objek
6 BAHASA 9 Tunjukan pada klien
1 benda dan
tanyakan namanya
pada klien (
missal jam tangan
atau pensil)

Minta kepada klien


untuk mengulang
kata berikut “tak
ada
jika,dan,atau,tetapi” boila
benar, nilai 1 point.
Pernyataan benar 2
buah: tidak ada tetapi
Minta klien untuk
mengikuti perintah
berikut ini yang terdiri
dari 3 langkah: “ambil
kertas ditangan anda,
lipat 2 dan taruh dilantai”.
- Ambil kertas
- Lipat dua
- Taruh dilantai
Perintahkan pada klien
untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai
perintah nilai 1 poin)
- Tutup mata anda
Perintah pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
- Tulis satu kalimat
- Menyalin gambar
Copying :minta klien
untuk mengcopy gambar
dibawah. Nilai 1 point
jika seluruh 10 sisi ada
dan 2 pentagon saling
berpotongan membentuk
sebuah gambar 4 sisi

TOTAL NILAI 30

Interpretasi nilai:
>23 : aspek kognitif dari fungsi mental
baik 18-22 : kerusakan aspek fungsi mental
ringan
<17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

Pengkajian kemampuan intelektual menggunakan SPMSQ (Short


Portable Mental Status Quesioner)
No Pertanyaan Jawaban Benar Salah
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden indonesia
8 Siapa presiden Indonesia
sebelumnya
9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurang 3 dari 20 dan
tetap perguruan
3 dari setiap angka baru,
secara menurun ?
Jumlah
(Sumber: Nasrullah, 2016)
Interpretasi :
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh.
Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan.
Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang.
Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat.
LATIHAN OTOT PROGRESIF

1. Pengertian Terapi Relaksasi Otot Progresif


Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam
yang tidak memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Herodes,
2010) dalam (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Terapi relaksasi otot
progresif yaitu terapi dengan cara peregangan otot kemudian
dilakukan relaksasi otot (Gemilang, 2013). Relaksasi progresif adalah
cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan
(Sustrani, Alam, & Hadibroto, 2004).

2. Tujuan Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Herodes (2010), Alim (2009), dan Potter (2005) dalam
Setyoadi dan Kushariyadi (2011) bahwa tujuan dari teknik ini
adalah:
1) Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan
punggung, tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju
metabolik.
2) Mengurangi distritmia jantung, kebutuhan oksigen.
3) Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien
sadar dan tidak memfokus perhatian seperti relaks.
4) Meningkatkan rasa kebugaran, konsentrasi.
5) Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres.
6) Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme
otot, fobia ringan, gagap ringan, dan
7) Membangun emosi positif dari emosi negatif

3. Indikasi Terapi Relaksasi Otot Progresif


Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011, hlm.108) bahwa indikasi
dari terapi relaksasi otot progresif, yaitu:
1) Klien yang mengalami insomnia.
2) Klien sering stres.
3) Klien yang mengalami kecemasan.
4) Klien yang mengalami depresi.
4. Teknik Terapi Relaksasi Otot Progresif
Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011) persiapan untuk
melakukan teknik ini yaitu:
1) Persiapan
Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta
lingkungan yang tenang dan sunyi.
1. Pahami tujuan, manfaat, prosedur.
2. Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan
mata tertutup menggunakan bantal di bawah kepala dan
lutut atau duduk di kursi dengan kepala ditopang,
hindari posisi berdiri.
3. Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata,
jam, dan sepatu.
4. Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain
sifatnya mengikat.
2) Prosedur
1). Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.
a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.
b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi
ketegangan yang terjadi.
c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi
selama 10 detik.
d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali
sehingga dapat membedakan perbedaan antara
ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.
2) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian
belakang.
a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan
tangan sehingga otot di tangan bagian belakang dan
lengan bawah menegang.
b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.
3). Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot
besar padabagian atas pangkal lengan).
a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.
b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak
sehingga otot biseps akan menjadi tegang
4). Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya
mengendur.
a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-
akanhingga menyentuh kedua telinga.
b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak
ketegangan yang terjadi di bahu punggung atas, dan
leher.
5). Gerakan 5 dan 6: ditunjukan untuk melemaskan otot-
otot wajah (seperti dahi, mata, rahang dan mulut).
a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan
alis sampai otot terasa kulitnya keriput.
b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata.
6). Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti
dengan menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di
sekitar otot rahang.
7). Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot
di sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya
sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
8). Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher
bagian depan maupun belakang.
a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang
baru kemudian otot leher bagian depan.
b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.
c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi
sedemikian rupa sehingga dapat merasakan
ketegangan di bagian belakang leher dan punggung
atas.
9). Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian
depan.
a) Gerakan membawa kepala ke muka.
b) Benamkan dagu ke dada, sehingga dapat merasakan
ketegangan di daerah leher bagian muka.
10).Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot punggung
a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.
b) Punggung dilengkungkan
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10
detik, kemudian relaks.
d) Saat relaks, letakkan tubuh kembali ke kursi sambil
membiarkan otot menjadi lurus.
11)Gerakan 12 : Ditujukan untuk melemaskan otot dada.
a) Tarik napas panjang untuk mengisi paru-paru dengan
udara sebanyak-banyaknya.
b) Ditahan selama beberapa saat, sambil merasakan
ketegangan di bagian dada sampai turun ke perut,
kemudian dilepas.
c) Saat tegangan dilepas, lakukan napas normal dengan
lega.
d) Ulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan
perbedaan antara kondisi tegang dan relaks
12)Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut
a) Tarik dengan kuat perut ke dalam.
b) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10
detik, lalu dilepaskan bebas.
c) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.
13).Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki
(seperti paha dan betis).
a) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha
terasa tegang.
b) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa
sehingga ketegangan pindah ke otot betis.
c) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.
d) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali
TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM

A. Pengertian
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien
yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang dapat
mengurangi ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga
mencegah menghebatnya stimulasi nyeri
Ada tiga hal yang utama dalam teknik relaksasi :
1. Posisikan pasien dengan tepat
2. Pikiran beristirahat
3. Lingkungan yang tenang

B. Tujuan
Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri

C. Indikasi
Dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri kronis

D. Prosedur pelaksanaan
a) Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
3. Meyiapkan alat
b. Tahap orientasi
1. Memberikan salam teraupetik
2. Validasi kondisi pasien
3. Menjaga perivacy pasien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
kepada pasien dan keluarga
c. Tahap kerja
1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika
ada ynag kurang jelas
2. Atur posisi pasien agar rileks tanpa beban fisik
3. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga
rongga paru berisi udara
4. Intruksikan pasien secara perlahan dan menghembuskan
udara membiarkanya keluar dari setiap bagian anggota
tubuh, pada waktu bersamaan minta pasien untuk
memusatkan perhatian betapa nikmatnya rasanya
5. Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama
normal beberapa saat ( 1-2 menit )
6. Instruksikan pasien untuk bernafas dalam, kemudian
menghembuskan secara perlahan dan merasakan saat
ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-
paru kemudian udara dan rasakan udara mengalir
keseluruh tubuh
7. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki
dan tangan, udara yang mengalir dan merasakan keluar
dari ujung-ujung jari tangan dan kai dan rasakan
kehangatanya
8. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini
apa bial ras nyeri kembali lagi
9. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien
untuk melakukan secara mandiri
d. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil kegiatan
2. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3. Akhiri kegiatan dengan baik
4. Cuci tangan
e. Dokumentasi
1. Catat waktu pelaksanaan tindakan
2. Catat respons pasien
3. Paraf dan nama perawat jaga
GANGGUAN NUTRISI PADA LANSIA

FORM FULL The Mini Nutritional Assessment


( Formulir Pengkajian Nutrisi Mini)

No Pertanyaan Keterangan Skor


nilai
Screening
1 Apakah anda mengalami 0 : m e n g a l a m i
penurunan asupan penurunan asupan
makanan selama makan yang parah
tiga bulan terakhir 1 : m e n g a l a m i
dikarenakan hilangnya penurunan asupan
selera makan,masalah makanan sedang
pencernaan,kesulitan 2: tidak mengalami
mengunyah atau penurunan asupan
menelan makan
2 Apakah anda kehilangan 0: kehilangan berat
berat badan selama 3 badan lebih dari 3
bulan terakhir kg
1: tidak tahu
2:kehilangan berat
badan antara
1sampai 3 kg
3:tidak kehilangan
berat badan
3 Bagaimana mobilisasi 0: hanya ditempat
atau pergerakan anda tidur atau kursi roda
1:dapat turun dari
tempat tidur namun
tidak dapat jalan-jalan
2: dapat pergi keluar/
jalan-jalan
4 Apakah anda mengalami 0: ya
stress psikologis atau 2: Tidak
penyakit akut selama 3
bulan trakhir
5 Apakah anda memiliki 0: demensia atau
masalah neuropsikologi? depresi berat
1:demensia ringan
2:tidak mengalami
masalah neuropsikologi
6 Bagaimana hasil BMI 0: BMI kurang dari 19
(Body Mass indeks) 1:BMI antara 19-21
anda 2.BMI antara 21-23
? (berat badan 3.BMI lebih dar 23
(kg)tinggi badan(m2))
Nilai skrining ≥ 12: normal/ tidak
berisiko, tidak
( total nilai membutuhkan
maksimal14) pengkajian lebih
lanjut
≤ 11: mungkin mal
nutrisi
No Pertanyaan Keterangan Skor
nilai
Pengkajian
7 Apakah anda hidup 0: tidak
secara mandiri? (tidak 1: ya
dirumah perawatan,
panti atau rumah sakit)
8 Apakah anda diberi obat 0: tidak
lebih dari 3 jenis obat 1: ya
per hari?
9 Apakah anda memiliki 0: tidak
luka tekan/ ulserasi 1: ya
kulit?
10 Berapa kali anda 0: 1 kali dalam sehari
makan dalam sehari 1: 2 kali dalam sehari
2: 3 kali dalamsehari
11 Pilih salah satu jenis 0: jika tidak ada atau
asupan protein yang hanya 1 jawaban
biasa anda konsumsi? diatas 0,5: jika
a. Setidaknya salah terdapat 2 jawaban ya
satu produk 1: jika semua
dari susu (susu, jawaban ya
keju,yoghurt per
hari)
b. Dua porsi atau
lebih kacang-
kacangan/ telur
perminggu
c. Daging, ikan atau
unggas setiap
hari
12 Apakah anda 0: tidak
mengkonsumsi sayur 1:ya
atau buah 2 porsi atau
lebih setiap hari?
13 Seberapa banyak asupan 0: kurang dari 3 gelas
cairan yang anda minum 0,5: 3-5 gelas
per hari (air putih, jus, 1: lebih dari 5 gelas
kopi, the, susu, dsb)
14 Bagaimana cara anda 0: jika tidak dapat
makan? makan tanpa dibantu
1: dapat makan sendiri
namun mengalami
kesulitan
2: jika dapat
makan sendiri
tanpa ada masalah
15 Bagaimana persepsi 0: ada masalah gizi pada
anda tentang status gizi dirinya
anda 1: ragu/ tidak tahu
terhadap masalah
gizi dirinya
2: masalah tidak ada
masalah terhadap
status gizi dirinya
16 Jika dibandingkan 0 : tidak lebih baik
dengan orang lain,dari orang lain
bagaimana pandangan 0,5: tidak tahu
anda tentang status 1 : sama baiknya
kesehatan anda? dengan orang
lain
2 : lebih baik dari
orang lain
17 Bagaimana hasil lingkar 0 : LLA kurang dari
lengan atas (LLA) anda 21 cm
(cm)? 0,5: LLA antara 21-22
cm
1 : LLA lebih dari 22 cm
18 Bagaimana hasil lingkar 0: jika LB kurang dari 31
betis (LB) anda (cm)? 1: jika LB lebih dari 31
Nilai pengkajian:
(nilai maksimal
16)
Nilai skrining
( nilai maksimal 14)
Total nilai skrining Indikasi nilai malnutrisi
dan pengkajian (nilai ≥ 24 : nutrisi baik
maksimal 30) 17-23,5: dalam resiko
malnutrisi
< 17 : malnutrisi
KEMANDIRIAN LANSIA

1. Pengertian
Kemandirian adalah kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung
pada orang lain, tidak terpengaruh pada orang lain dan bebas
mengatur diri sendiri atau aktivitas seseorang baik individu maupun
kelompok dari berbagai kesehatan atau penyakit (Ediawati, 2012).
Kemandirian pada lansia sangat penting untuk merawat dirinya
sendiri dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia.
Kemandirian lansia dalam Activity Daily Living (ADL)
didefinisikan sebagai kemandirian seseorang dalam melakukan
aktivitas dan fungsi - fungsi kehidupan sehari - hari yang dilakukan
oleh manusia secara rutin dan universal. Untuk menilai ADL
digunakan berbagai skala seperti Katz Index,Barthel yang
dimodifikasi, dan Functional Activities Questioner (FAQ) (Ediawati,
2013).

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kemandirian


Lanjut Usia
a) Faktor kesehatan
Kemunduran fisik yang ditandai dengan beberapa serangan
penyakit seperti gangguan pada sistem kardiovaskuler,
persendian, sistem pernafasan, neurologi, metabolik,
neoplasma dan mental akan mempengaruhi kemandirian
lanjut usia (Suhartini, 2004)
b) Usia
Hubungan antara usia dan penyakit amat erat, terutama
disebabkan oleh menurunnya kemampuan lansia berespon
terhadap stres, baik stres fisik maupun stres psikologik.
Perubahan yang terjadi cenderung mengarah
padapenurunan berbagai fungsi tubuh (Pranarka, 2006).
c) Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko 1,4 kali lebih besar untuk
mengalami ketergantungan dibandingkan pria (Handajani,
2006). Kejadian osteoporosis lebih tinggi pada wanita
daripada pria dan merupakan masalah kesehatan yang
menyebabkan disabilitas.
3. Pengukuran Kemandirian Lanjut Usia
Pengkajian ADL umumnya mengikuti indeks pengukuran yang
dikembangkan oleh Barthel dan Kats. Pengkajian status kesehatan
lansia yang digunakan untuk menilai kemandirian lansia adalah :
a. Activity of Daily Living (ADL)
ADL adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri.
ADL meliputi antara lain: ke toilet, makan, minum,
berpakaian (berdandan), mandi dan berpindah tempat.
Pengkajian ADL penting untuk mengetahui tingkat
ketergantungan.
b. ADL instrumental
ADL instrumental yaitu ADL yang berhubungan dengan
penggunaan alat atau benda penunjang kehidupan sehari-
hari seperti menyiapkan makanan, menggunakan telefon,
menulis, mengetik, mengelola uang.

4. Indeks Barthel (BI)


Indeks Barthel adalah suatu alat/instrument ukur status fungsional
dasar berupa kuisioner yang berisi atas 10 butir pertanyaan terdiri
atas mengendalikan rangsang buang air besar dan kecil,
membersihkan diri, penggunaan toilet, makan, berpindah posisi,
mobilisasi, berpakaian, naik turun tangga dan mandi.

Instrument Indeks Barthel dalam Pemenuhan Kemandirian


Lansia
No Aktivitas Kemampuan Skor
1 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
transfer (perpindahan posisi) Dibantu satu orang 2
dari posisi tidur ke posisi
duduk? Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
2 Bagaimana kemampuan Mandiri 3
berjalan (mobilisasi) Dibantu satu orang 2
Dibantu dua orang 1
Tidak mampu 0
3 Bagaimana penggunaan toilet Mandiri 2
(pergi ke/dari WC, melepas/ Perlu pertolongan 1
mengenakan celana, orang lain
menyeka, menyiram)?
Tergantung orang 0
lain
4 Bagaimana kemampuan Mandiri 1
dalam membersihkan diri Perlu pertolongan 0
(mencuci muka, sisir rambut, orang lain
sikat gigi)

5 Bagaimana kemampuan Kontinen teratur 2


mengontrol BAB Kadang-kadang 1
Inkontinen
Inkontinen 0
6 Bagaimana kemampuan Mandiri 2
mengontrol BAK Kadang-kadang 1
Inkontinen
Inkontinen/ 0
kateter
7 Bagaimana kemampuan Mandiri 1
dalam membersihkan diri Tergantung orang 0
(Mandi) lain
8 Bagaimana kemampuan Mandiri 2
dalam berpakaian Sebagian dibantu 1
Tergantung orang 0
lain
9 Bagaimana kemampuan Mandiri 2
dalam makan Perlu pertolongan 1
Tergantung 0
pertolongan orang
lain
10 Bagaimana kemampuan Mandiri 2
untuk naik turun tangga Perlu pertolongan 1
Tidak mampu 0
Skor total (0-20)

Sumber : Indeks Barthel modifikasi Collin C dalam Agung 2010


Interpretasi Hasil:
Skor total antara 0-20.
 Skor 20 = mandiri
 Skor 12-19 = ketergantungan ringan
 Skor 9 -11= ketergantungan sedang
 Skor 5-8 = ketergantungan berat
 Skor 0-4 = ketergantungan total
GANGGUAN KESEIMBANGAN

1) Pengertian
Keseimbangan (balance) adalah kemampuan untuk
mempertahankan sistem saraf otot tersebut dalam suatu posisi atau
sikap yang efisien selagi kita bergerak. Gangguan keseimbangan yang
terjadi pada lansia disebabkan oleh adanya perubahan perubahan
sistem neurologis atau saraf pusat, sistem sensoris terutama sistem
visual, propioseptif dan perubahan pada sistem vestibuler serta
sistem musculoskeletal (Miller, 2004).

2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan Gangguan


Keseimbangan
Keseimbangan lansia dapat dipengaruhi oleh faktor internal (usia,
jenis kelamin, pekerjaan, riwayat jatuh, aktivitas fisik, status nutrisi,
hipotensi ortostatik dan takut jatuh ) dan faktor eksternal
(lingkungan dan penggunaan alas kaki) (Achmanagara, 2012).
Keseimbangan postural berkaitan erat dengan melemahnya
otot ekstremitas bawah. Penuaan dapat mengakibatkan perubahan
fisiologis sistem muskuluskeletal yang bervariasi. Salah satu
diantaranya adalah perubahan struktur otot, yaitu penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot (atrofi otot).

3) Pengukuran Keseimbangan Tubuh


Alat ukur tes keseimbangan postural yang sering digunakan adalah
Berg Balance scale (BBS).

4. Berg Balance scale (BBS)


a) Pengertian
Berg Balance Scale Tes merupakan instrument yang
digunakan untuk mengukur kemampuan keseimbangan
statis dan dinamis secara objektif, yang terdiri dari 14 item
tugas keseimbangan (Balance task) yang umum dalam
kehidupan sehari-hari yang dinilai dengan menggunakan
skala ordinal (Langley & Mackintosh, 2007).
b) Tujuan
Tujuan untuk mengukur keseimbangan baik secara statis
maupun dinamis pada lansia dan menentukan risiko jatuh
pada lansia (rendah, sedang, atau tinggi) 3). Interpretasi
hasil Rentang nilai 0-4, dimana 0 berarti lansia tidak mampu
melakukan dan 4 berarti lansia mampu melakukan tanpa
bantuan. Skor maksimum adalah 56. Dengan hasil untuk
nilai 0-20 resiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat
bantu jalan berupa kursi roda, nilai 21-40 resiko jatuh
sedang dan perlu menggunakan alat bantu jalan seperti
tongkat kruk dan walker dan nilai 41-56 resiko jatuh
rendah dan tidak memerlukan alat bantu.
c) Prosedur
1) Alat dan bahan yang digunakan
a) Stopwatch atau jam tangan
b) Penggaris atau penanda dengan penanda 5 cm, 12,5
cm, dan 25 cm
c) Kursi dengan penyangga lengan dan kursi tanpa
penyangga lengan.
d) Objek untuk diambil dari lantai
e) Blok injakan kaki (step tool)
f) Form penilaian Berg balance scale waktu tes
dilakukan 15 – 20 menit.
2) Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ini
a) Hitung tanda-tanda vital untuk mengetahui tekanan
darah. Apabila tekanan darah tinggi tidak boleh
dilakukan penilaian Berg Balance Scale
b) Tanyakan apakah lansia merasa pusing. Apabila
lansia merasa pusing, penilaian ini tidak bisa
dilakukan.
c) Tes dilakukan pada lingkungan yang aman. Klien
harus sadar dan mampu mengerti perintah yang
diberikan. Tes bisa dihentikan jika lansia merasa
pusing atau tidak kuat
d) Prinsip tindakan ini dimulai dari gerakan yang paling
mudah.
e) Dokumentasikan nama, tanggal, waktu, jam dan
respon lansia Para peneliti menyatakan bahwa Berg
balance
scale adalah alat yang terbaik untuk memprediksi
resiko jatuh pada lansia (Vincent, 2007).
3) Indikator Berg Balance Scale
Indikator Berg Balance Scale berdasarkan Canadian
centre for activity and aging tahun 2007 adalah sebagai
berikut :
1) Duduk ke berdiri
Instruksi: tolong berdiri, cobalah untuk tidak
menggunakan tangan sebagai sokongan. Skor 4:
mampu berdiri tanpa menggunakan tangan 3 :
mampu untuk berdiri namun menggunakan bantuan
tangan
2 : mampu berdiri menggunakan tangan setelah
beberapa kali mencoba 1 : membutuhkan bantuan
minimal untuk berdiri 0 : membutuhkan bantuan
sedang atau maksimal untuk berdiri.
2) Berdiri tanpa bantuan
Instruksi: berdirilah selama dua menit tanpa
berpegangan. Skor 4 : mampu berdiri selama dua
menit 3 : mampu berdiri selama dua menit dengan
pengawasan 2 : mampu berdiri selama 30 detik
tanpa bantuan 1 : membutuhkan beberapa kali untuk
mencoba berdiri selama 30 detik tanpa bantuan 0 :
tidak mampu berdiri selama 30 detik tanpa bantuan.
3) Duduk tanpa sandaran punggung tetapi kaki sebagai
tumpuan di lantai
Instruksi: duduklah sambil melipat tangan Anda
selama dua menit. Skor 4 : mampu duduk dengan
aman selama dua menit 3 : mampu duduk selama dua
menit di bawah pengawasan 2 : mampu duduk
selama 30 detik 1 : mampu duduk selama 10 detik 0 :
tidak mampu duduk tanpa bantuan selama 10 detik
4) Berdiri ke duduk
Instruksi: silahkan duduk. Skor 4 : duduk dengan
aman dengan pengguanaan minimal tangan 3 : duduk
menggunakan bantuan tangan 2 : menggunakan
bantuan bagian belakan kaki untuk turun 1 : duduk
mandiri tapi tidak mampu mengontrol pada saat dari
berdiri ke duduk 0 : membutuhkan bantuan untuk
duduk
5) Berpindah
Instruksi: buatlah kursi bersebelahan. Minta klien
untuk berpindah ke kursi yang memiliki penyangga
tangan kemudian ke arah kursi yang tidak memiliki
penyangga tangan. Skor 4 : mampu berpindah dengan
sedikit penggunaan tangan 3 : mampu berpindah
dengan bantuan tangan 2 : mampu berpindah dengan
isyarat verbal atau pengawasan 1 : membutuhkan
seseorang untuk membantu 0 : membutuhkan dua
orang untuk membantu atau mengawasi
6) Berdiri tanpa bantuan dengan mata tertutup
Instruksi: tutup mata Anda dan berdiri selama 10
detik. Skor 4 : mampu berdiri selama 10 detik dengan
aman 3 : mampu berdiri selama 10 detik dengan
pengawasan 2 : mampu berdiri selama 3 detik 1 :
tidak mampu menahan mata agar tetap tertutup
tetapi tetap berdiri dengan aman 0 : membutuhkan
bantuan agar tidak jatuh.
7) Berdiri tanpa bantuan dengan dua kaki rapat
Instruksi: rapatkan kaki Anda dan berdirilah tanpa
berpegangan. Skor 4 : mampu merapatkan kaki dan
berdiri satu menit 3 : mampu merapatkan kaki dan
berdiri satu menit dengan pengawasan 2 : mampu
merapatkan kaki tetapi tidak dapat bertahan selama
30 detik 1 : membutuhkan bantuan untuk mencapai
posisi yang diperintahkan tetapi mampu berdiri
selama 15 detik 0 : membutuhkan bantuan untuk
mencapai posisi dan tidak dapat bertahan selama
15detik.
8) Meraih ke depan dengan mengulurkan tangan ketika
berdiri
Instruksi: letakkan tangan 90 derajat. Regangkan jari
Anda dan raihlah semampu Anda (penguji
meletakkan penggaris untuk mengukur jarak antara
jari dengan tubuh) 4 : mencapai 25 cm (10 inchi) 3
: mencapai
12 cm (5 inchi) 2 : mencapai 5 cm (2 inchi) 1 : dapat
meraih tapi memerlukan pengawasan 0 : kehilangan
keseimbangan ketika mencoba/memerlukan bantuan.
9) Mengambil objek dari lantai dari posisi berdiri
Instruksi: Ambilah sepatu/sandal di depan kaki Anda
4 : mampu mengambil dengan mudah dan aman 3 :
mampu mengambil tetapi membutuhkan pengawasan
2 : tidak mampu mengambil tetapi meraih 2-5
cm dari benda dan dapat menjaga keseimbangan
1 : tidak mampu mengambil dan memerlukan
pengawasan ketika mencoba 0 : tidak dapat
mencoba/ membutuhkan bantuan untuk mencegah
hilangnya keseimbangan atau terjatuh.
10)Melihat ke belakang melewati bahu kanan dan kiri
ketika berdiri
Instruksi: tengoklah ke belakang melewati bahu kiri.
Lakukan kembali ke arah kanan 4 : melihat ke
belakang dari kedua sisi 3 : melihat ke belakang
hanya dari satu sisi 2 : hanya mampu melihat ke
samping tetapi dapat menjaga keseimbangan 1 :
membutuhkan pengawasan ketika menengok 0 :
membutuhkan bantuan untuk mencegah
ketidakseimbangan atau terjatuh.
11)Berputar 360 derajat
Instruksi: berputarlah satu lingkaran penuh,
kemudian ulangi lagi dengan arah yang berlawanan
4 : mampu berputar 360 derajat dengan aman selama
4 detik atau kurang 3 : mampu berputar 360 derajat
hanya dari satu sisi selama empat detik atau kurang 2
: mampu berputar 360 derajat, tetapi dengan gerakan
yang lambat 1 : membutuhkan pengawasan atau
isyarat verbal 0 : membutuhkan bantuan untuk
berputar.
12)Menempatkan kaki secara bergantian pada sebuah
pijakan ketika berdiri tanpa bantuan
Instruksi: tempatkan secara bergantian setiap kaki
pada sebuah pijakan. Lanjutkan sampai setiap kaki
menyentuh pijakan selama 4 kali. 4 : mampu berdiri
mandiri dan melakukan 8 pijakan dalam 20 detik 3 :
mampu berdiri mandiri dan melakukan 8 kali pijakan
> 20 detik 2 : mampu melakukan 4 pijakan tanpa
bantuan 1 : mampu melakukan >2 pijakan dengan
bantuan minimal 0 : membutuhkan bantuan untuk
mencegah jatuh/tidak mampu melakukan.
13)Berdiri tanpa bantuan satu kaki di depan kaki lainnya
Instruksi: tempatkan langsung satu kaki di depan
kaki lainnya. Jika merasa tidak bisa, cobalah
melangkah
sejauh yang Anda bisa 4 : mampu menempatkan
kedua kaki (tandem) dan menahan selama 30 detik
3 : mampu memajukan kaki dan menahan selama 30
detik 2 : mampu membuat langkah kecil dan
menahan selama 30 detik 1 : membutuhkan bantuan
untuk melangkah dan mampu menahan selama 15
detik 0
: kehilangan keseimbangan ketika melangkah atau
berdiri.
14)Berdiri dengan satu kaki
Instruksi: berdirilah dengan satu kaki semampu Anda
tanpa berpegangan 4 : mampu mengangkat kaki dan
menahan >10 detik 3 : mampu mengangkat kaki dan
menahan 5-10 detik 2 : mampu mengangkat kaki dan
menahan >3 detik 1 : mencoba untuk mengangkat
kaki, tidak dapat bertahan selama 3 detik tetapi dapat
berdiri mandiri 0 : tidak mampu mencoba
4). Rentang nilai BBS
 0 – 20 Resiko jatuh tinggi dan perlu menggunakan alat
bantu jalan berupa kursi roda.
 21 – 40 Resiko jatuh sedang dan perlu menggunakan alat
bantu jalan seperti tongkat, kruk, dan walker.
 41 – 56 Resiko jatuh rendah dan tidak memerlukan alat bantu.
FORM BERG BALANCE SCALE (BBS)

No. Item Keseimbangan SKOR


1. Duduk ke berdiri 4: mampu berdiri tanpa
menggunakan tangan
3: mampu untuk berdiri namun
menggunakan bantuan tangan
2: mampu berdiri menggunakan
tangan setelah beberapa kali
mencoba
1: membutuhkan bantuan minimal
untuk berdiri
0: membutuhkan bantuan sedang
atau maksimal untuk berdiri
2. Berdiri tanpa 4: mampu berdiri selama dua menit
penunjang 3: mampu berdiri selama dua menit
dengan pengawasan
2: mampu berdiri selama 30 detik
tanpa bantuan
1: membutuhkan beberapa kali
untuk mencoba berdiri selama 30
detik tanpa bantuan
0: tidak mampu berdiri selama 30
detik tanpa bantuan
3. Duduk tanpa tanpa 4: mampu duduk dengan aman
sandaran punggung selama dua menit
3: mampu duduk selama dua menit
di bawah pengawasan
2: mampu duduk selama 30 detik
1: mampu duduk selama 10 detik
0: tidak mampu duduk tanpa
bantuan selama 10 detik
4. Berdiri ke duduk 4: duduk dengan aman dengan
pengguanaan minimal tangan
3 : duduk menggunakan bantuan
tangan
2 : menggunakan bantuan bagian
belakan kaki untuk turun
1 : duduk mandiri tapi tidak mampu
mengontrol pada saat dari berdiri ke
duduk
0 : membutuhkan bantuan untuk
duduk

5. Transfer 4 : mampu berpindah dengan sedikit


penggunaan tangan
3 : mampu berpindah dengan
bantuan tangan
2 : mampu berpindah dengan
isyarat verbal atau pengawasan
1 : membutuhkan seseorang untuk
membantu
0 : membutuhkan dua orang untuk
membantu atau mengawasi

6. Berdiri tanpa bantuan 4 : mampu berdiri selama 10 detik


dengan mata tertutup dengan aman 3 : mampu berdiri
selama 10 detik dengan pengawasan
2 : mampu berdiri selama 3 detik
1 : tidak mampu menahan mata agar
tetap tertutup tetapi tetap berdiri
dengan aman
0 : membutuhkan bantuan agar
tidak jatuh.
7. Berdiri tanpa bantuan 4 : mampu merapatkan kaki dan
berdiri satu menit
3 : mampu merapatkan kaki
dan berdiri satu menit dengan
pengawasan
2 : mampu merapatkan kaki tetapi
tidak dapat bertahan selama 30
detik
1 : membutuhkan bantuan untuk
mencapai posisi yang diperintahkan
tetapi mampu berdiri selama 15
detik
0 : membutuhkan bantuan untuk
mencapai posisi dan tidak dapat
bertahan selama 15detik.
8. Meraih ke depan 4 : mencapai 25 cm (10 inchi)
dengan mengulurkan 3 : mencapai 12 cm (5 inchi)
tangan ketika berdiri 2 : mencapai 5 cm (2 inchi)
1 : dapat meraih tapi memerlukan
pengawasan 0 : kehilangan
keseimbangan ketika mencoba/
memerlukan bantuan.

9. Mengambil objek 4 : mampu mengambil dengan


dari lantai dari posisi mudah dan aman 3 : mampu
berdiri mengambil tetapi membutuhkan
pengawasan
2 : tidak mampu mengambil tetapi
meraih 2-5 cm dari benda dan dapat
menjaga keseimbangan 1 : tidak
mampu mengambil dan
memerlukan pengawasan ketika
mencoba
0 : tidak dapat mencoba/
membutuhkan bantuan untuk
mencegah hilangnya keseimbangan
atau terjatuh.
10. Melihat ke belakang 4 : melihat ke belakang dari kedua
melewati bahu kanan sisi
dan kiri ketika berdiri 3 : melihat ke belakang hanya dari
satu sisi
2 : hanya mampu melihat ke
samping tetapi dapat menjaga
keseimbangan 1 : membutuhkan
pengawasan ketika menengok 0 :
membutuhkan bantuan untuk
mencegah ketidakseimbangan atau
terjatuh.
11. Berputar 360 derajat 4 : mampu berputar 360 derajat
dengan aman selama 4 detik atau
kurang
3 : mampu berputar 360 derajat
hanya dari satu sisi selama empat
detik atau kurang
2 : mampu berputar 360 derajat,
tetapi dengan gerakan yang lambat
1 : membutuhkan pengawasan atau
isyarat verbal
0 : membutuhkan bantuan untuk
berputar.

12. Menempatkan kaki 4 : mampu berdiri mandiri dan


secara bergantian pada melakukan 8 pijakan dalam 20 detik
sebuah pijakan ketika 3 : mampu berdiri mandiri dan
berdiri tanpa bantuan melakukan 8 kali pijakan > 20 detik
2 : mampu melakukan 4 pijakan
tanpa bantuan 1 : mampu
melakukan
>2 pijakan dengan bantuan minimal
0 : membutuhkan bantuan untuk
mencegah jatuh/tidak mampu
melakukan.
13. Berdiri tanpa bantuan 4 : mampu menempatkan kedua
satu kaki di depan kaki kaki (tandem) dan menahan selama
lainnya 30 detik
3 : mampu memajukan kaki dan
menahan selama 30 detik
2 : mampu membuat langkah kecil
dan menahan selama 30 detik
1 : membutuhkan bantuan untuk
melangkah dan mampu menahan
selama 15 detik
0 : kehilangan keseimbangan ketika
melangkah atau berdiri.

14. Berdiri dengan satu 4 : mampu mengangkat kaki dan


kaki menahan >10 detik
3 : mampu mengangkat kaki dan
menahan 5-10 detik
2 : mampu mengangkat kaki dan
menahan >3 detik
1 : mencoba untuk mengangkat kaki,
tidak dapat bertahan selama 3 detik
tetapi dapat berdiri mandiri
0 : tidak mampu mencoba

SKOR TOTAL =
KOMPRES HANGAT DI TENGKUK

1). Pengertian
Kompres hangat adalah suatu metode yang digunakan untuk
memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan
cairan atau alat yang dapat menimbulkan rasa hangat pada bagian
tubuh yang memerlukan. Tindakan ini dapat digunakan untuk
memperlancar sirkulasi darah, menghilangkan rasa sakit,
merangsang peristaltik ususdan memberikan rasanyaman
untukpasien. Pemberian kompres dapat dilakukan pada radang
persendian, kekejangan atau kekauan otot, perut kembung dan
kedinginan (Hidayat, 2015).

2). Tujuan
Kompres hangat merupakan salah satu penatalaksanaan nyeri
dengan memberikan energi panas melalui konduksi, dimana panas
tersebut dapat menyebabkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh
darah), meningkatkan relaksasi otot sehingga meningkatkan
sirkulasi dan menambah pemasukan, oksigen, serta nutrisi ke
jaringan (Potter & Perry, 2010). Kompres hangat juga dapat
meningkatkan curah jantung, peningkatan tersebut dikarenakan
sebagai hasil vasodilatasi perifer yang berlebih, yang mengalihkan
sejumlah besar suplai darah dari organ dalam dan menghasilkan
penurunan tekanan darah (Koizer & Erb, 2009), jika tekanan darah
menurun secara berangsur perfusi O2 (oksigen) di otak akan adekuat
atau bertambah, sehingga nyeri kepala akan menurun.
Tujuan Pemberian Tujuan dari pemberian kompres hangat
adalah untuk melunakan jaringan fibrosa membuat otot tubuh menjadi
lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar sirkulasi
darah (Hidayat, 2015). c. Pengaruh kompres hangat Penggunaan
kompres hangat/panas untuk area yang tegang dan nyeri dianggap
dapat
meredakannyeri.Panasdapatmengurangispasmeototyangdisebabkan
oleh iskemia neuron yang memblok transmisi lanjut rangsang nyeri
yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi (pelebaran pembuluh
darah) dan peningkatan aliran darah di daerah yang dilakukan (Potter
& Perry, 2010). Kompres hangat juga dapat meningkatkan curah
jantung, peningkatan tersebut dikarenakan sebagai hasil vasodilatasi
81
perifer yang berlebih, yang mengalihkan sejumlah besar suplai darah

82
dari organ dalam dan menghasilkan penurunan tekanan darah (Koizer
& Erb, 2009), jika tekanan darah menurun secara berangsur perfusi
oksigen di otak akan adekuat atau bertambah, sehingga nyeri kepala
akan menurun. Pemberian kompres hangat dapat diberikan pada
pasien hipertensi dengan cara kompres hangat pada leher pasien
hipertensi. Pada leher tedapat arteri dan arteriol yang memperdarahi
kepala dan otak. Arteriol merupakan pembuluh resistensi utama
pada pohon vaskuler. Dinding arteriol hanya sedikit mengandung
jaringan ikat elastik, namun pembuluh ini mempunyai lapisan otot
polos yang tebal dan dipersarafi oleh serat saraf simpatis. Otot
polosnya juga peka terhadap perubahan kimiawi lokal dan terhadap
beberapa hormon dalam sirkulasi. Lapisan otot polos berjalan
sirkurel mengelilingi arteriol, sehingga apabila berkontraksi,
lingkaran pembuluh akan mengecil. Dengan demikian resistensi
meningkat dan aliran melalui pembuluh berkurang (Sherwood, 2001,
hlm.306). Vasodilatasi yang terjadi akibat kompres hangat dapat
melebarkan pembuluh darah arteriol, sehingga mengakibatkan
penurunan resistensi, peningkatan pemasukan O2 (oksigen), dan
menurunkan kontraksi otot polos pada pembuluh darah.
Tengkuk terasa tegang atau nyeri leher diakibatkan karena
terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah di daerah
leher yang mana pembuluh darah tersebut membawa darah ke otak
sehingga ketika terjadi peningkatan tekanan vaskuler ke otak yang
mengakibatkan terjadi penekanan pada serabut saraf otot leher
sehingga penderita merasa nyeri atau ketidaknyamanan pada leher.
Nyeri yang dirasakan oleh penderita hipertensi akan menggangu
aktivitasnya sehari-hari. Salah satu terapi nonfarmakologis yang
digunakan untuk meredakan nyeri salah satunya kompres hangat.

3) SOP kompres hangat


1) Indikasi/ Kontraindikasi
A) Indikasi
Pasien dengan suhu tinggi, pasien dengan suhu rendah
dan pasien yang kesakitan hebat (misal : infiltrat
appendikuler, sakit kepala yang hebat).
B) Kontraindikasi
1. Pada 24jam pertama setelah cedera traumatik. Panas
akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan.
2. Perdarahan aktif. Panas akan menyebabkan
vasodilatasi dan meningkatkan perdarahan.
3. Edema nonflamasi. Panas meningkatkan permeabilitas
kapiler dan edema. (d) Tumor ganas terlokalisasi.
Karena panas mempercepat metabolisme sel,
pertumbuhan sel, dan dapat meningkatkan sirkulassi,
panas dapat mempercepat metastase.
2). Persiapan alat dan bahan
1. Baskom berisi air hangat dengan suhu 40-500C
2. Termometer air
3. Handuk kecil atau kain
4. Pengalas
5. Handscoon
3). Cara kerja
a) Dekatkan alat-alat kedekat pasien
b) Perhatikan privacy pasien
c) Cuci tangan
d) Atur posisi pasien yang nyaman
e) Pasang pengalas kedaerah yang akan dikompres
f) Ambil handuk kecil, lalu masukan kedalam kom yang berisi
air hangat.
g) Kemudian peras handuk tersebut hingga tidak ada air yang
menetes, lalu bentangkan dan letakkan pada area leher
bagian belakang.
h) Bila pasien menoleransi kompres hangat tersebut, lalu
ditutupi/dilapisi dengan handuk kering.
i) Lakukan tindakan ini selama 30 menit.
j) Lepaskan sarung tangan.
k) Atur kembali posisi pasien dengaan posisi yang nyaman.
l) Bereskan alat-alat.
m) Cuci tangan.
4). Evaluasi
a) Kaji nyeri yang dirasakkan pasien
b) Rencana tindak lanjut
c) Kontrak waktu
(Kusyati Eni,dkk, 2006) (Amin Samiasih,dkk, 2014)
BACK MASASE

A. Pengertian
Back massage adalah suatu pijatan menggunakan sentuhan tangan
di daerah punggung dengan lotion/balsem yang dapat memberikan
sensasi hangat dan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah
lokal. Intervensi back massage difokuskan pada area punggung
bagian bawah yaitu dari segmen spinal T.12 sampai L.4. Vasodilatasi
pembuluh darah akan meningkatkan peredaran darah pada area
yang diusap sehingga aktivitas sel meningkat dan akan mengurangi
rasa sakit serta menunjang proses penyembuhan luka (Kusyati,
2006).

B. Tujuan
 Melancarkan sirkulasi darah
 Menurunkan respon nyeri
 Menurunkan tegangan otot

C. Indikasi dan
Kontraindikasi 1). Indikasi:
Menurut Lynn, 2011
 Klien yang mengalami gangguan tidur ( insomnia)
 Klien dengan gangguan rasa nyaman nyeri
2). Kontra indikasi:
Menurut Lynn (2011) & Perry & Potter (2005) back message tidak
dianjurkan pada klien:
 Klien dengan kondisi fraktur tulang rusuk atau vertebra
 Luka bakar
 Daerah kemerahan pada kulit
 Luka terbuka pada daerah punggung suhu tubuh tinggi
 Menderita penyakit kulit yang menular
 Gangguan jantung seperti radang pembuluh darah.
D. Prosedur Pelaksanaan
Gosok punggung yang efektif memerlukan waktu 3 sampai 5 menit
(Potter & Perry, 2005). Pemberian massage selama 10 menit selama
3 hari sebelum tidur pada lansia karena efek relaksasi dari massage
(Zulfikar, 2016). Pelaksanaan back massage melakukan beberapa
perisapan alat, persiapan klien dan persiapan lingkungan serta
persiapan perawat (Potter & Perry, 2005).
a. Persiapan alat
Alat-alat yang perlu adalah selimut atau handuk untuk
menjaga privasi klien dan aplikasikan pada kulit (lotion atau
baby oil ) untuk mencegah terjadinya friksi saat dilakukan
massage.
b. Persiapan lingkungan
Mempersiapkan tempat tidur yang nyaman bagi klien. Selain
mengatur cahaya, suhu dan suasana dalam ruangan untuk
meningkatkan relaksasi klien, persiapkan posisi klien.
c. Persiapan klien
Mengatur posisi yang nyaman bagi klien dan membuka
pakaian klien pada daerah punggung serta tetap menjaga
privasi klien. Posisi tengkurap atau berbaring miring adalah
posisi yang baik untuk mendapatkan massage pada daerah
punggung, denganposisisetengahdudukjugabisadigunakan.
1) Sebelum melakukan massage, perawat perlu
mendentifikasi terkait kondisi klien : Mengkaji kondisi
kulit, apakah ada kemerahan pada kulit kilen atau
inflamsi, luka bakar atau luka terbuka.
2) Mengkaji tekanan darah klien yang memiliki hipertensi.
d. Persiapan perawat
Perawat perlu menjelasakan tujuan terapi kepada klien,
mengkaji kondisi klien dan mencuci tangan sebelum
melakukan tindakan untuk mempertahankan kebersihan dan
menghindari mikroorganisme
E. Langkah-langkah pelaksanaan massage
1) Beritahu klien bahwa tindakan akan segera dilakukan.
2) Cek alat-alat yang akan digunakan.
3) Dekatkan alat ke satu tempat tidur pasien.
4) Posisikan klien senyaman mungkin.
5) Cuci tangan.
6) Priksa keadaan kulit dan tekanan darah sebelum memulai
massage punggung.
7) Bantu klien melepas baju.
8) Bantu klien dengan posisi pronasi.
9) Buka punggung klien, bahu, lengan atas tutup sisanya
dengan selimut mandi/handuk.
10)Aplikasikan laburkan atau lation pada bagian bahu dan
punggung. Meletakan kedua tangan pada sisi kanan dan kiri
tulang belakang klien. Memulai massage dengan Gerakan
effleurage, yaitu massage dengan gerakan sirkuler dan
lembut secara perlahan ke atas menuju bahu dan kembali
kebawah hingga kebokong. Menjaga tangan tetap

menyentuh kulit.
1) Gerakan kedua mengunakan Petrissage (finger kneading)
diberikan pada saat effleurage selesai pada tahap pertama
dengan cara ujung jari-jari tangan kanan merapat lurus diperkuat
dengan jari-jari tangan kiri, diletakan pada tengkuk kanan bagian
atas. Pijatan ini dilakukan degan cara menekan dan memutar
kearah lateral (searah jarum jam) degan tekanan setengah
lingkaran menekan kuat dan setengah lingkaran menekan ringan.

2) Gerakan Ketiga mengunakan Friction (gerusan dengan ibu jari/


tiga jari) Gerusan pada kanan kiri sacrum dengan cara : kedua
belah ibu jari diletakan pada samping sacrum, dengan cara :
kedua belah ibu jari diletakkan pada samping sacrum bagian atas
tangan menyentuh diatas crista illiaca bagian belakang. Ibu jari
menekan dan memutar kecil-kecil dikiri dan kanan ossa sacrum
secara bergantian, lalu bergeser kearah sacrum bagian bawah.
3) Dan diakhiri dengan Effleurage sesi massage punggung.
4) Massage ini dilakukan sekitar 10-15 menit.
5) Akhiri gerakan dengan massage memanjang ke bawah.
6) Bersihkan sisa lotion pada punggung dengan handuk.
7) Bantu klien memakai baju kembali.
8) Bantu klien ke posisi semula.
9) Beritahu bahwa tindakan sudah selesai.
10)Bereskan alat-alat yang telah
digunakan.
11)Kaji respon klien.
12)Berikan reinforcement positif pada
klien. 13)Akhiri kegiatan dengan baik.
DIET RENDAH GARAM

A. Pengertian
Diet rendah garam adalah diet yang diberikan kepada pasien dengan
keadaan hipertensi. Hipertensi adalah keadaan dimana tekanan
darah seseorang diatas normal. Tekanan darah normal orang dewasa
biasanya mencapai rata-rata 120/80, (100/60) sampai 140/85
mmhg.
Diet rendah garam adalah diit yang mengandung makanan
yang terdiri dari bahan makanan yang rendah natrium seperti yang
terdapat dalam garam dapur, soda kue, baking powder & fitsin ( MSG
), Dalimartha (2008).
Diet rendah garam merupakan diet yang dimasak dengan atau
tanpa menggunakan garam namun dengan pembatasan tertentu.
Garam rendah yang digunakan adalah garam natrium. Natrium
merupakan kation utama dalam cairan ekstraselular tubuh yang
berfungsi menjaga keseimbangan cairan. Asupan natrium yang
berlebihan dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan
tubuh sehingga menyebabkan edema atau asites, dan hipertensi.
Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan pasien dan
jenis makanan dalam daftar diet. Garam yang dimaksud adalah
garam natrium yang terdapat dalam hampir semua semua bahan
makanan yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu
sumber utama garam natrium adalah garam dapur. Oleh karena itu,
dianjurkan konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¾ - ½ sendok teh
/ hari atau dapat menggunakan garam laindiluar natrium. Anjuran
diet sesuai dengan kandungan garam/natrium, yakni: Diet rendah
garam I (200-400 mg Na), untuk hipertensi berat, dengan edema,
ascites, pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam
dapur, Diet rendah garam II (600-800 mg Na), untuk hipertensi tidak
terlalu berat, edema,asites, pada pengolahan masakannya boleh
ditambahkan
½ sdt garam dapur (2 gram), Diet rendah garam III (1000-1200 mg
Na) untuk hipertensi ringan, pada pengolahan masakannya boleh
ditambah dengan 1 sdt garam dapur (4 gram).
Diet rendah garam dilakukan dengan pembatasan penggunaan
garam pada makanan. Seseorang yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan tinggi garam dapat menyebabkan
91
peningkatan tekanan darah. Tingginya konsumsi garam juga dinilai

92
sebagai penyebab terjadinya penyakit jantung (Strazzullo, D’Elia,
Kandala, Cappuccio, 2009 dalam Matyas, Jeitler, Horvart, Semlitsch,
Hemkens, Pignitter, dan Siebenhofer, 2011). Mengurangi jumlah
asupan garam direkomendasikan sebagai salah satu intervensi
pada pengobatan hipertensi (ESH, 2007; NICE, 2010; WHO, 2010,
Chobanian, Bakris, Black, Cushman, Green, Izzo, et.al,2003; CHEP,
2010 dalam Matyas, Jeitler, Horvath, Semlitsch, Hemkens, Pignetter,
dan Siebenhofer, 2011). Pada seseorang yang mengalami hipertensi
dilakukan pembatasan penggunaan garam yaitu, 1/2 sendok teh
per hari jika tekanan darah 140-159/90-100 mmHg, 1/4 sendok
teh per hari jika tekanan darah 160/179/100-109 mmHg, dan tidak
menggunakan garam jika tekanan darah >180/110 mmHg.

B. Tujuan Diet Rendah Garam :


1. Membantu menurunkan tekanan darah
2. Membantu menghilangkan penimbunan cairan dalam tubuh
3. Mencegah komplikasi hipertensi.
Tujuan dari diet rendah garam adalah membantu menurunkan
tekanan darah serta mempertahankan tekanan darah menuju
normal. Pasien dengan tekanan darah yang tinggi diatas normal akan
diberi makanan dengan konsumsi garam yang rendah sesuai tingkat
keparahannya. Diet rendah garam I hanya boleh mengkonsumsi
natrium sebanyak 200-400 mg Na per hari, diet rendah garam II
hanya akan mengkonsumsi natrium sebanyak 600-800 mg Na per
hari, dan diet rendah garam III hanya boleh mengkonsumsi 1000-
1200 mg Na per hari yang akan dimasukan dalam makanan yang
dimakan.

C. Macam – macam diit rendah garam


1. Diet Rendah Garam I ( 200 – 400 mg Na )
Dalam pemasakan tidak ditambahkan garam dapur sama
sekali, dihindari makanan tinggi natrium dan diet ini
diberikan pada pasien dengan odema, asitesis, dan makanan
ini diberikan pada penderita hipertensi berat (systole > 180,
diastol > 110 mmHg).
Contoh menu :
Pagi : Nasi 1 gelas belimbing (70 gr), Telur 1 butir (50 gr),
Sayuran ½gelas belimbing (50 gr), Minyak ½ sdk makan (5
gr), Gula pasir 1 sdkmakan (10 gr).
Siang dan Sore : Nasi 2 gelas belimbing (140 gr), Daging 2
potong (50 gr), Sayuran ¼ gelas (75 gr), 1 buah pisang (75
gr), Minyak 1 sdk makan (10 gr).
2. Diet Rendah Garam II ( 600 – 800 mg Na )
Pemberian makan sehari sama dengan diet rendah garam
I, dalam pemasakan dibolehkan menggunakan 1/2 sendok
garam dapur ( 2 gr ). Makanan ini diberikan pada penderita
odema, asitesi dan hipertensi sedang (systole 160 – 179
mmHg, diastol 100 – 110 mmHg).
Contoh menu :
Pagi : Nasi , telur rebus , tumis kacang panjang , sayur lodeh,
papaya atausemangka.
Siang : Nasi, ikan acar, telur, bacem, pisangSore : Nasi,
daging, tempe kering, sayuran.
3. Diet Rendah Garam III ( 1000 – 1200 mg Na )
Pemberian makanan sehari sama dengan diet rendah garam
I, dalam pemasakannya boleh diberikan 1 sendok garam
dapur (4 gr). Makanan ini diberikan pada penderita
hipertensi ringan (systole 140 – 160 mmHg, diastole 90 – 99
mmHg). Untuk mempertinggi cita rasa dapat digunakan gula,
cuka, bawang merah/ bawang putih, Dalimartha (2008).

D. Syarat dan bahan makanan diit rendah garam


Syarat untuk diit rendah garam adalah :
1) Cukup energi, protein, mineral dan vitamin
2) Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit
3) Jumlah Natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi
garam dan air dan / atau hipertensi
4) Makanan beraneka ragam mengikuti pola gizi seimbang.
5) Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi
penderita
6) Konsumsi garam dapur beryodium kurang dari 5gr/hari (1
sendok the peres) dan batasi sumber natrium lainnya.
7) Konsumsi makanan sumber kalium, kalsium, dan
magnesium ditingkatkan.
8) Pembatasan konsumsi lemak jenuh maksimal 10% dari
energy total/hari.
Tabel 2. Bahan Makanan Yang Diberikan Sehari
Bahan Makanan Berat(gr) Ukuran Rumah Tangga
Beras
Daging 350 5 gelas nasi
Telur 100 2 potong sedang
Tempe 50 1 butir
Kacang hijau 100 4 potong sedang
Sayuran 25 2 ½ sendok makan
Minyak 200 2 gelas
Buah 25 2 ½ sendok makan
Gula pasir 150 2 buah
25 2 ½ sendok makan

E. Cara diit rendah garam


Cara diet rendah garam yang bisa anda lakukan untuk menjaga kadar
garam yang sesuai dalam tubuh anda menurut WHO 2012 yaitu 2400
mg natrium setiap harinya adalah sebagai berikut :
1) Gunakan bahan makanan yang segar. Jauhi makanan yang
diproses terlebih dahulu seperti sosis, makanan kaleng
ataupun telor asin.
2) Kurangi penggunaan garam, bumbu penyedap, terasi dan
kecap saat memasak.
3) Untuk mengganti rasa asin dalam masakan anda bisa
menggunakan gula atau cuka pada masakan anda. Tomat
segar pada sup, atau gunakan bumbu kare, bumbu gulai dan
bumbu rawon. Anda juga bisa menggunakan bahan rempah
lain sesuai selera anda seperti jahe, kunyit, belimbing wuluh
dan sebagainya.
4) Makan makanan anda selagi hangat agar aroma masakannya
masih segar sehingga menutupi rasa asin yang kurang
terasa.
F. Makanan yang boleh dan tidak boleh diberikan
Tabel 3. Makanan yang boleh dimakan dan tidak
Bahan Makanan Boleh diberikan Tidak boleh diberikan
Sumber Hidrat Beras, kentang, Roti, biskuit dan kue
arang sing- kong yangdimasak dengan
garam dansoda
Sumber protein Daging, ikan, telur Otak, keju, abon dan
hewani makananyang diawet-
kan dengan garam
Sumber protein Semua kacang-ka- Keju kacang tanah
nabati cangandan hasilnya dan hasilnyayang
yang diolahtanpa dimasak dengan
garam garam
Sayuran Semua sayuran Sayuran yang
se- gar diawetkan dengan
Buah-buahan Semua buah-buahan garam
segar Buah-buahan yang di-
awetkandengan garam
Lemak Minyak, margarin dapur.
tanpagaram. Margarin dan mentega
biasa.
Bumbu Semua bumbu se-
gar dan kering Garam dapur, baking
yang tidak powder,soda kue
mengandung kecap, tauco.
garam dapur
Minuman Teh dan minuman Coklat
botol

ringan
Bahan makanan yang dianjurkan
 Sumber Karbohidrat : Beras Merah, Havermouth, Roti,
Gandum, Singkong, Ubi, Kentang, Jagung,
 Sumber Protein Hewani : Daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, hati, ikan, susu rendah lemak dan hasil olahannya.
 Sumber Protein Nabati : Tahu, Tempe, Kacang-kacangan
 Sayuran : Sayuran Segar
 Buah : Pisang
Bahan makanan yang dibatasi/dihindari
 Sumber Karbohidrat : Biskuit, kue-kue yang diolah dengan
margarine dan soda kue, krackers.
 Sumber Protein Hewani : Ikan asin, telur asin, bakso, sosis,
dendeng, abon, kornet, sarden, daging asap, keju dan bahan
makanan lain yang diawetkan dengan garam.
 Sumber Protein Nabati : Selai kacang
 Sayuran : Sayuran yang diawetkan dengan garam
 Buah-buahan : Buah yang diawetkan dengan garam
 Sumber Lemak : Margarine, santan kental, lemak hewan,
minyak untuk menggoreng
Lain-lain : Kecap, tauco, terasi, petis, saos, bumbu instan, keripik,
kerupuk, minuman bersoda, soda kue.
Cara Mengatur Diet :
 Citarasa masakan dapat ditingkatkan dengan menambah
gula merah, gula pasir, bawang merah, bawang putih, jahe,
kencur, salam dan bumbu lain yang tidak mengandung
sedikit garam natrium.
 Pengolahan makanan dengan cara ditumis, dipanggang,
walaupun tanpa garam.
 Dapat menggunakan garam yang mengandung rendah
natrium (konsultasi ke ahli gizi).
MASASE ABDOMEN

A. Pengertian
Tindakan pijatan atau masase yang dilakukan pada area perut untuk
merangsang pergerakan usus besar dan membantu menyembuhkan
sembelit serta rasa sakit perut intens. Teknik ini sangat bermanfaat
terutama saat terjadi masalah- masalah seperti masalah pencernaan.
Perut adalah pusat dan inti dari tubuh. Banyak kebudayaan di
seluruh dunia telah menggunakan teknik ini untuk membantu penyakit
tertentu dan mempertahankan sirkulasi yang tepat di organ visceral.
Pijat ke daerah perut juga dapat mempengaruhi pusat keseimbangan
klien sehingga klien akan nyaman selama dan setelah masase
diberikan.

B. Tujuan Massage Abdomen


a) Menekal Laju Tekanan Darah
b) Meningkatkan Sirkulasi Darah
c) Mengendurkan Otot, Sekaligus Merangsang Otot Yang
Lemah UntukBekerja
d) Menghilangkan Nyeri

C. Indikasi dan Kontraindikasi


a. Indikasi:
 Sakit Perut
 Konstipasi
 Saraf motorik bladder rendah
b. Kontraindikasi:
 Saraf motorik bladder tinggi
 Mentruasi
 Penggunaan IUD
 Sesaat setelah pembedahan pada bagian abdomen
 Terdapat infeksi atau kanker pada region pelvic
 Inflamasi uterus, bladder, ovarium dan tuba fallopi
 Batu ginjal
 Pijatan yang lurus dan keras setelah makan berat

D. Alat Dan Bahan


 Minyak kayu putih, zaitun, baby oil, minyak terapi atau
minyak sesuai dengan selera
 Handuk
 Stopwatch
 Stetoskop

E. Prosedur Tindakan
1) Siapkan alat dan bahan
2) Jaga privasi klien
3) Jelaskan prosedur dan tujuan intervensi
4) Auskultasi bising usus klien
5) Oleskan minyak pijat di sekitar abdomen. Buka hanya bagian
tubuh yang akan dilakukan pemijatan. Klien posisi tidur
telentang
6) Kemudian perawat menggosokkan kedua tangan sampai
hangat, mulailah memijit perut klien dengan pelan-pelan.
Gunakan jari-jari dan telapak tangan untuk menggosok
dengan putaran berlawanan dengan arah jarum jam di
sekitar daerah perut, mengikuti jalur kolon yaitu mulai dari
kanan ke kiri. Berikan tekanan secara wajar dengan sedikit
tegas ketika memberikan terapi abdominal massage
(pastikan bahwa klien merasa nyaman).
7) Remas seluruh abdomen, pemijatan tidak hanya pada otot
perut tetapi juga menstimulasi organ perut.
8) Untuk memijat usus besar secara keseluruhan, lakukan
circular friction untuk waktu lama. Dimulai dari area bawah
kuadran kiri abdomen sekitar 100 kali per menit. Gerakan
ini mendorong isis kolon menuju rectum.
9) Genggam sebanyak mungkin jaringan abdomen dengan cara
mengangkatnya dan menggetarkannya (gerakan mencubit)
10)Lakukan gerakan meluncur. Dimulai dari satu sisi klien
dan raih sisi yang lain (berlawanan). Tarik bagian tubuh
(abdomen) klien ke arah pemijat. Ketika satu tangan sudah
selesai memijat, tangan yang lain memulainya
11)Pindah ke sisi lain dan ulangi langkah ke tujuh di sisi lain
tubuh klien.
12)Setelah selesai, auskultasi kembali bising usus klien
KEGEL EXCERCISE

A. Pengertian
Senam untuk menguatkan otot panggul. Saat menahan dan
melepaskan air seni, sama halnya degan menggerakkan otot panggul.

B. Tujuan
Memperkuat otot- otot panggul otot pubococcygeal sehingga seorang
wanita dapat memperkuat otot-otot saluran kemih menguatkan otot
dasar panggul dan mengatasi inkontinensia urin mengencangkan dan
memulihkan otot di daerah alat genital dan anus

C. Manfaat
1. Bagi Pria
 Mengontrol dan mengatasi ejakulasi dini, ereksi yang
lebih kuat
 Meningkatkan kepuasan seksual saat orgasme,
 Mengangkat testis dan mengencangkan otot kremaster
sama seperti mengencangkan sfingter ani
2. Bagi Wanita
 Menguatkan otot panggul untuk mengontrol masalah
inkontinesia urin
 Meningkatkan kepuasan seksual, lebih mudah mencapai
orgasme, vagina akan semakin sensitif dan peka
ransangan dan mudah untuk

D. Indikasi dan Kontraindikasi


1. Indikasi Senam Kegel
 Pria dan Wanita memiliki masalah inkontinensia (tidak
mampu menahan buang air kecil)
 Wanita yang sudah monopause untuk
mempertahankan kekuatan otot panggul dari
penurunan kadar estrogen

101
 Wanita yang mengalami prolaps uteri (turunnya rahim)
karena melemahnya otot dasar panggul,
 Wanita yang mengalami masalah seksual, pria yang
mengalami masalah ejakulasi dini serta ereksi lebih
lama.
2. Kontra Indikasi Senam Kegel
Penderita penyakit Jantung yang dapat mengakibatkan nyeri
dada saat melakukan gerakan minimal, penderita diabetes,
penderita hipertensi, dan penderita penyakit kelamin

E. Tahap Latihan
Terbagi menjadi tiga bagian yang disesuaikan dengan kemampuan
klien:
1. Pelatihan gerak cepat
Adalah pelatihan gerak cepat, dilakukan dalam posisi duduk,
berdiri, berbaring, jongkok, atau posisi yang terbaik saja
2. Pelatihan mengencangkan
Mengencangkan otot dasar panggul, dengan mengencangkan
kuat- kuat selama satu hingga dua detik kemudian lepaskan
dan ulangi masing- masing dengan sepuluh hitungan.
Tegangkan, tahan dan lepaskan otot tersebut.
3. Pelatihan super kegel
Mengencangkan otot dasar panggul sekencang- kencangnya
sampai hitungan sepuluh kemudian lepaskan. lekukan
berulang- ulang dengan sepuluh hitungan setidaknya sekali
sehari

F. Langkah-langkah Latihan
1. Posisi berdiri tegakdengan posisi kaki lurus dan agak terbuka.
2. Fokuskan konsentrasi pada kontraksi otot daerah vagina,
uretra dan rectum.
3. Kontraksikan ODP seperti saat menahan defekasi atau
berkemih.
4. Rasakan ODP, pastikan kontraksi sudah benar tanpa adanya
kontraksi otot abdominal, contoh jangan menahan napas,
kontraksi otot abdominal dengan meletakkan tangan pada
perut.
5. Pertahankan kontraksi sesuai kemampuan kurang lebih
sepuluh detik.
6. Rileks dan rasakan ODP dalam keadaan rileks
7. Kontraksikan ODP kembali, pastikan kontraksi otot sudah
benar
8. Rileks dan coba rasakan otot-otot berkontraksi dan rileks.
9. Sesekali percepat kontraksi, pastikan tidak ada kontraksi
otot lain
10. Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada tahap
awal, lakukan tiga kali pengulangan karena otot yang lemah
mudah lelah
11. Target latihan ini adalah sepuluh kali kontraksi lambat dan
sepuluh kali kontraksi cepat. Tiap kontraksi dipertahankan
selama sepuluh hitungan Lakukan enam hingga delapan kali
selama sehari atau setiap saat.
12. Senam Kegel dapat pula dilakukan secara sederhana dengan
cara:
a) Saat berkemih coba untuk menahan aliran urin sampai
beberapa kali.
b) Pada posisi apapun, coba lakukan kontraksi ODP.
c) Pertahankan selama tiga sampai lima detik jika sudah
terbiasa latihan dapat ditingkatkan menjadi sepuluh
detik
BAB IV
PENUTUP

Praktikum Keperawatan Gerontik bertujuan untuk membekali


mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan terkait proses
asuhan keperawatan, khususnya pengkajian dan intervensi pada
lansia dengan berbagai masalah kesehatan. Pengetahuan dan
keterampilan tersebut dapat diperoleh mahasiswa melalui
pembelajaran praktikum yang dilaksanakan dengan jelas dan
sistematis merujuk pada tujuan dan kompetensi yang harus dicapai
mahasiswa.
Buku panduan ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi
mahasiswa dalam melakukan pembelajaran praktikum Keperawatan
Gerontik dan memfasilitasi mahasiswa dalam pencapaian
kompetensi dan tujuan akhir mata ajar.

105
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, BR, Martono, HH. 2004. Buku ajar geriatri (ilmu kesehatan
usia lanjut). Jakarta: FK UI.
Ediawati, Eka. 2013. Gambaran Tingkat Kemandirian Dalam Actuvity
Of Daily Living (ADL) Dan Resiko Jatuh Pada Lansia DI Panti
Sosial Trsna Wredha Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur.
(Skripsi, Universitas Indonesia). Diunduh dari:
digital_20314351- S43833-Gambaran tingkat.pdf
J. Rose Bebra. 2003. Berg Balance Scale. Canadian Centre For Activity
and Aging.
Matyas, E., Jeitler, K., Horvart, K., Semlitsch, T.,, Hemkens, L. G,
Pignitter, N., & Siebenhofer, A. (2011). Benefit assessment of salt
reduction in patients with hypertension: Systematic overview.
Journal of Hypertension, 29,821-828.
Meiner S.E. (2015). Gerontologic Nursing. Mosby: Elsevier Inc.
Touhy, T., Jett, K. (2016). Ebersole& Hess’ Toward Healthy Aging. 10th
edition. Mosby: Elsevier Inc
Miller, C.A. (2004). Nursing for wellness in older adults: theory and
practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin.
Black, JM., Matassin E. (2002). Medical surgicalnursing,
clinicalmanagement for continuity of care. JB. Lipincott.co
Craven, R.F., Hirnle, C.J. (2007). Fundamental of nursing: Human
health and function. Fifth edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins
Chenitz, W.C, Stone, J.T., Salisbury, S.A. (1991). Clinical Gerontological
Nursing: a guide to advanced practice. Philadelphia: WB
Saunders.
http://eprints.umpo.ac.id/4470/1/Lampiran.pdf
http://repository.unimus.ac.id/2863/3/BAB%20II.pdf
https://www.scribd.com/document/368307359/SOP-Masase-
Abdomen
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J. & Snyder (2004). Fundamental
nursing: Concepts, process, and practice. Seventh edition. New
Jersey: Pearson Education, Inc.

107
Maryam, R. Siti, dkk. 2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya,
Jakarta : Salemba Medika
Mahoney Fl, Barthel DW. 1965.Functional evaluation: the Barthel
Index. Md State Med J 14:2
Matteson, MA. And Mc Connel, E.S (1988). Gerontological Nursing:
concept and practice. Philadelphia: WB Saunders.
Miller, C. A. (2005). Nursing care of older adults : theory and practice.
Philadelphia: JB. Lippincot.
Orem, D. E. 2001. Nursing : Concept of practice. (6th Ed.). St. Louis :
Mosby Inc.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010). Fundamental Keperawatan (3-vot set).
Edisi Bahasa Indonesia7. Elsevier (Singapore) Pte.Ltd.
Roach, S. (2006). Introductory Gerontological Nursing. Philadelphia
:Lippincot.
Nanda International. (2009). Nursing diagnoses: definition &
classification 2009-2011. United Kingdom: Blackwell
Publishing.
Bulechek G.M., Butcher H.K., Dochterman J.M., Wagner C. (2013).
Nursing Interventions Classifications (NIC). 6th edition. Mosby:
Elsevier Inc.
Moorhead S., Johnson M., Maas M.L., Swanson E. (2013). Nursing
Outcomes Classifications (NOC): Measurement of Health
Outcomes. 5th edition. Mosby: Elsevier Inc.
Stanley, M., & Beare, P.G. (2007). Buku ajar keperawatan gerntik. Edisi
2. Jakarta : EGC

108

Anda mungkin juga menyukai