Anda di halaman 1dari 3

Pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam kasus Tanjung Priok adalah pembunuhan massal,

penangkapan sepihak, penyiksaan, dan penculikan.

Pembahasan :

HAM (Hak Asasi Manusia) dimiliki oleh setiap manusia saat mereka lahir, diantaranya hak untuk hidup,
hak untuk berumah tangga secara sah, hak untuk berpendapat, dan hak untuk berorganisasi. Di
Indonesia, pernah terjadi beberapa pelanggaran hak asasi manusia salah satunya pelanggaran HAM
berat dalam kasus Tanjung Priok (1984) yang terjadi pada masa orde baru dan banyak memakan korban.
Pelanggaran yang terjadi, yaitu sebagai berikut :

*Pembunuhan massal*

Pembunuhan massal yang juga diadakan secara mendadak ini diakibatkan oleh tindakan berlebihan dari
aparat penjaga yang terjadi yang mengakibatkan tewasnya puluhan jiwa. Pembunuhan massal adalah
termasuk dalam pelanggaran yang sangat berat.

*Penangkapan sepihak*

Penangkapan sepihak tanpa adanya kepastian dan hanya didasarkan keterkaitan pihak-pihak dalam
kasus Tanjung Priok ini juga merupakan pelanggaran hak asasi karena korban penangkapan tidak
dibiarkan berpendapat.

*Penyiksaan*

Penyiksaan yang terjadi dalam kejadian ini yaitu penyiksaan rakyat yang terlibat ataupun hanya terduga
sebagai pelaku kasus Tanjung Priok.

*Penculikan*

Penculikan ini juga dilakukan dengan menghilangkan jejak korban-korban peristiwa Tanjung Priok serta
penyembunyian identitas dari publik bahkan keluarga korban sendiri.Kerusuhan Tanjung Priok

Peristiwa Tanjung Priok adalah kerusuhan yang melibatkan tentara dan warga di Tanjung Priok, Jakarta
Utara pada 12 September 1984. Kerusuhan ini merupakan salah satu kerusuhan besar yang terjadi pada
masa Orde Baru.
Tragedi Tanjung Priok dihujani aksi penembakan yang menyebabkan 24 orang tewas dan 55 orang luka-
luka. Namun, jumlah korban secara pasti tak diketahui hingga saat ini.

Kerusuhan Tanjung Priok berawal dari cekcok Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan warga. Saat itu,
Babinsa meminta warga mencopot spanduk dan brosur yang tidak bernapaskan Pancasila. Ketika itu
Pemerintah Orde Baru melarang paham-paham anti Pancasila.

Selang dua hari, spanduk itu tidak juga dicopot oleh warga. Petugas Babinsa Sersan Satu Hermanu lantas
mencopot spanduk itu sendiri. Namun, saat melakukan pencopotan, petugas Babinsa disebut melakukan
pencemaran terhadap masjid.

Petugas Babinsa disebut tidak melepas alas kaki saat masuk ke dalam Masjid Baitul Makmur. Kabar ini
membuat warga berang dan berkumpul di masjid.

Pengurus Masjid Baitul Makmur, Syarifuddin Rambe, Sofwan Sulaeman, dan Ahmad Sahi mencoba
menenangkan warga. Namun, warga yang emosi membakar sepeda motor petugas Babinsa.

Alhasil, Syarifuddin, Sofwan, Ahmad, dan warga yang diduga membakar motor yakni Muhammad Nur
ditangkap aparat.

Keesokan harinya, pada 11 September, warga warga meminta bantuan tokoh masyarakat setempat
yakni Amir Biki untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Amir Biki dan sejumlah warga mendKerusuhan Tanjung Priok

Peristiwa Tanjung Priok adalah kerusuhan yang melibatkan tentara dan warga di Tanjung Priok, Jakarta
Utara pada 12 September 1984. Kerusuhan ini merupakan salah satu kerusuhan besar yang terjadi pada
masa Orde Baru.

Tragedi Tanjung Priok dihujani aksi penembakan yang menyebabkan 24 orang tewas dan 55 orang luka-
luka. Namun, jumlah korban secara pasti tak diketahui hingga saat ini.

Kerusuhan Tanjung Priok berawal dari cekcok Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan warga. Saat itu,
Babinsa meminta warga mencopot spanduk dan brosur yang tidak bernapaskan Pancasila. Ketika itu
Pemerintah Orde Baru melarang paham-paham anti Pancasila.

Selang dua hari, spanduk itu tidak juga dicopot oleh warga. Petugas Babinsa Sersan Satu Hermanu lantas
mencopot spanduk itu sendiri. Namun, saat melakukan pencopotan, petugas Babinsa disebut melakukan
pencemaran terhadap masjid.
Petugas Babinsa disebut tidak melepas alas kaki saat masuk ke dalam Masjid Baitul Makmur. Kabar ini
membuat warga berang dan berkumpul di masjid.

Pengurus Masjid Baitul Makmur, Syarifuddin Rambe, Sofwan Sulaeman, dan Ahmad Sahi mencoba
menenangkan warga. Namun, warga yang emosi membakar sepeda motor petugas Babinsa.

Alhasil, Syarifuddin, Sofwan, Ahmad, dan warga yang diduga membakar motor yakni Muhammad Nur
ditangkap aparat.

Keesokan harinya, pada 11 September, warga warga meminta bantuan tokoh masyarakat setempat
yakni Amir Biki untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Amir Biki dan sejumlah warga mend

Anda mungkin juga menyukai