Materi Akustik Kelautan
Materi Akustik Kelautan
1. PENDAHULUAN
1.1 Definisi
1.2 Sejarah Perkembangan
1.3 Keunggulan Metode Akustik
1.4 Ruang Lingkup Penggunaan
5. PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Definisi
Akustik Kelautan yang dalam bahasa Inggrisnya disebut “Marine Acoustics”,
adalah teori tentang Gelombang suara/akustik dan perambatannya di air laut. Dengan
demikian, dalam Akustik Kelautan ini proses pembentukan gelombang suara sifat-sifat
perambatannya, serta proses-proses selanjutnya hanya dibatasi pada, medium air laut,
bukan air secara keseluruhan seperti halnya pada Akustik Bawah Air (Underwater
Acoustics)
Sejarah Perkembangan
Walaupun pengukuran kecepatan suara telah dilakukan sejak tahun 1927 oleh, ahli
Fisika Swiss dan ahli Matematika Perancis, tetapi secara komersial Akustik Kelautan
mulai dikembangkan oleh Inggris pada Perang Dunia II Pada permulaan Perang Dunia II
tersebut, diketemukanlah ASDlC (Anti Submarine Detection Investigating Committee),
suatu instrumen akustik yang digunakan untuk mendeteksi kapal selam (submarine) (Urick,
1983).
Untuk tujuan-tujuan damai, khususnya dalam eksplorasi dam eksploitasi
sumberdaya hayati laut, baru dilakukan setelah Perang Dunia III. Secara garis besar sampai
dekade (dasawarsa 80-an), kiranya dapat kita catat beberapa kemajuan penting yang telah
dicapai oleh para ahli Akustik Kelautan seperti tertera berikut ini.
Ir
10 log …………………………………………………………………(1)
Ii
(2) Energy target strength (TSe)
relected energy 1 m from the target
TSe 10 log
incident energy which strikes the target
Er
10 log ……..…………………………………………………………(2)
Ei
dimana dalam hal ini intensitas dan energy (E) didefinisikan sebagai berikut :
P 2 (rec)
I …………………………………………………………………...(3)
PC
E I (t) dt ……………………………………………………………………(4)
0
Serta P(rec) adalah "pressure" yang diterima oleh "receiver" dari echo sounder yang secara
matematis dapat didefinisikan sebagai :
P (rec) s G b 2 σ
dimana :
s adalah bentuk gelombang dari sinyal echo,
G adalah cumulative gain,
b2 adalah transmit &. receive beam pattern
σ adalah scattering crosssection
Untuk lebih jelasnya, pada Gambar 1 diberikan block diagram dari sistem echo
sounder yang pada prinsipnya memberikan alasan kenapa sampai kepada dua definisi target
strength yang berbeda. Dari gambar tersebut, definisi intensity target strength dan energy
target strength, masing-masing akan menjadi :
0 0
Dimana :
P(bsc) = backscattered signal,
P(inc) = incident signal,
S(w) = the frequency transfer fuction of the transmitter,
F(w) = the frequency transfer fuction of the target,
H(w) = the frequency transfer fuction of the receiver.
Dalam prakteknya, semua parameter di atas sulit untuk diukur, dengan demikian untuk
pengukuran target strength ikan di laboratorium pada umumnya, digunakan target acuan
(reference target) yang nilai target strengthnya telah diketahui/ diukur sebelumnya. Dalam
hal ini, rumus perhitungan target strength akan menjadi (Arnaya et al,1988).
V 2 (max)
TSi 10 log 2 TSr (i) …………………………………………….(8)
V r (max)
t1 t1
dimana :
v2 (max) = the peak squared echo envelope voltage of target,
v2r (max) = the peak squared echo envelope reference of target,
TSr (i) = intensity target strength of reference target,
t2
t1
v 2 (t) dt = the echo energy of target,
t2
t1
v 2 r (t) dt = the echo energy of reference target,
Perlu diketahui bahwa bola (sphere) adalah suatu target yang paling ideal karena
“scattering cross-section (σ) nya akan = π a2. Kemudian karena target strength, TS = 10 log
(σ/4π), maka target strength teoritis dapat dihitung dengan rumus yang sangat sederhana
(hanya untuk “time-domain” saja karena untuk “frequqncy-domain” harus dilakukan
koreksi terhadap “resonance frequency”, dan sebagainya) :
Secara akustik ukuran panjang ikan (L) berhubungan linier dengan scattering cross
section (σ) Menurut persamaan σ = a L2, yang dengan demikian hubungan antara target
strength (TS) dam L menjadi sebagai berikut :
TS 20 1og L + A ..…………………………………………………………(11)
dimana A adalah nilai target strength untuk 1 cm panjang ikan (normalized target strength)
dimana tergantung dari species ikan. Khusus untuk ikan-ikan yang mempunyai gelembung
renang (bladder f ish) hubungan linier tersebut sudah banyak diteliti dan telah teruji
kebenarannya (Foote, 1987), akan tetapi untuk ikan-ikan yang tidak mempunyai gelembung
renang (bladderless f ish) masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Dalam kenyataannya, nilai 20 log L dalam persamaan (11) di atas juga bervariasi
karena sangat tergantung dari spesies, ikan dan faktor-faktor instrumen yang digunakan.
Sebagai contoh dari hubungan tersebut adalah seperti tertera pada Gambar 2 (untuk horse
mackerel) (Johannesson and Losse, 1973).
Kekomplekan hubungan antara TS dam L tergantung juga dari faktor-faktor lain
(yang akan dijelaskan pada sub-bab berikut ini) karena sulit untuk mengisolasi hanya satu
faktor mengingat ada keterpengaruhan antara kesemua faktor-faktor tersebut.
physostomes
(gelembung renang terbuka)
bladder fish
"fish"
physoclists
(gelembung renang tertutup)
Gambar 3. Perbedaan kecenderungan umum dari target strength “bladder fish” dan
“bladderless fish”
Untuk memberikan gambaran bagaimana pengaruh tilt angle (θ) tersebut terhadap
nilai target strengthnya, pada Gambar 4 diberikan contoh mekanisme perubahan target
strength dengan perubahan tilt angle (θ) yang lebih kecil dari 5 0. Jelas terlihat dari gambar
tersebut bahwa energy yang dipantulkan oleh ikan sangat tergantung dari frequensi dari
suara yang dipancarkan oleh transducer, karena untuk masing-masing frequensi memiliki
karakteristik polar diagram yang berbeda. Makin tinggi frequensi, biasanya “main-lobe”nya
makin ramping, sebaliknya makin rendah frequensi, main-lobe-nya makin lebar (broad)
sehingga lebih sensitif terhadap perubahan tilt angle.
Mengingat tilt angle sangat berpengaruh terhadap TS, maka untuk mencari
hubungan matematis antara keduanya harus dicari fungsi distribusi dari tilt angle (tilt angle
probability distribution function). Fungsi ini yang umum dikenal sebagai PDF biasanya
berbentuk normal (Gaussian) dengan nilai tengah (mean) tertentu dan simpangan baku
(standard deviation) tertentu pula. Untuk memudahkannya biasanya digunakan simbol N (θ,
sd θ), atau cukup disebut f (θ) saja. Fungsi ini sangat penting karena digunakan untuk
mendapatkan nilai rata-rata dari target strength yang akan dijelaskan pada Bab 3.
Gambar 4. “Directional pattern” dari ikan dengan “tilt angle” yang berbeda untuk panjang
ikan dan frequensi tertentu
Untuk memberikan gambaran hubungan antara fungsi tilt angle dan nilai rata-rata
target strength (dalam hal ini digunakan “normalized” target strength, A), berikut ini adalah
contoh untuk bladder fish (Gambar 5a) dan “bladderless fish” (Gambar 5b).
Dari gambar 5 tersebut jelas terlihat bahwa dengan PDF dai tilt angle yang berbeda,
maka kecenderungan perubahan nilai rata-rata TS juga berubah secara teratur juga. Di sini
hanya diberikan untuk selang panjang ikan yang kecil saja karena kesulitan dalam simulasi
(Furusawa, 1988), khusus untuk melihat perbedaan antara nilai maksimum TS dan rata-rata
menurut PDF tilt angle (0,10) dan (-5,15) dapat dilihat juga pada Gambar 3 di atas.
Gambar 7. Hubungan antara frequensi dan target strength untuk ikan dengan panjang yang
sama
2.7 Beam Pattern
Beam Pattern tergantung dari luas permukaan transducer dan frequensi yang
digunakan. Makin kecil luas permukaan transducer, maka makin besar sudut beam dari
transducer tersebut (untuk frekuensi tertentu), sebaliknya makin besar luas permukaan
transducer, maka Makin kecil sudut beam yang dihasilkan.
Mengingat perubahan dari beam pattern, khususnya sudut beam tersebut, maka
terhadap target strength juga menimbulkan pengaruh tertentu tergantung dari besar
kecilnya sudut beam tersebut. Adapun bentuk umum dari hubungan antara sudut beam dan
perubahan nilai target strength adalah seperti tertera pada Gambar 8. Dari Gambar tersebut
terlihat bahwa makin besar sudut beam, maka makin besar perubahan nilai TS yang
ditimbulkannya. Dengan demikian, untuk menghindari perubahan TS yang besar,
hendaknya digunakan beam yang relatif sempit yakni lebih kecil dari 10 0. Sudah tentu
untuk menghasilkan beam dengan lebar yang sekecil mungkin akan menemui kesulitan,
lebih-lebih untuk frekuensi rendah, karena luas permukaan transducer harus sebesar
mungkin. Secara teknis sulit dilakukan karena menjadi tidak efisien dan transducernya
menjadi besar dan berat.
Dimana :
V(e) = voltage sinyal echo dari ikan dengan tilt angle θ,
Vr = voltase sinyal echo dari standard/ reference target,
TSr = target strength dari standard target.
Untuk ukuran ikan tertentu dari species tertentu pula, akan diukur satu set target
strength mulai dari tilt angle minus 450 sampai dengan + 450 (dengan interval satu derajat).
Satu bergerak untuk, pengukuran target strength dengan “cage method” ini harus digunakan
ikan hidup. Kemudian, kalau pada “tethered method” pengukuran seekor demi seekor,
maka untuk “cage method” ini dilakukan pengukuran mulai dari densitas ikan yang paling
rendah sampai ke densitas yang paling tinggi dalam kurungan (cage).
Menurut hipotesis bahwa dalam akustik kelautan berlaku sistem lincar, maka echo
yang berasal dari gerombolan ikan adalah jumlah dari echo tiap individu ikan. Kemudian
jika proses penerimaan echo adalah linier dan tidak adanya “extinction”, maka “equivalent
received pressure field” Prec adalah (Foote, 1982) :
n
Prec = P
i 1
rec , i …………………………….………………………………..(14)
Selanjutnya jika densitas, tinggi gerombolan dan “extinction cross section” rata-rata
(σe) dari ikan, yang bersangkutan cukup besar sehingga “extinction” menjadi nyata, maka
persamaan (14) harus digeneralisasi menjadi (Foote, 1983).
n
Prec = exp (2.ρ.ρ.σe.Δ . Prec , i ……….….………………………………..(15)
i 1
dimana :
ρ = densitas ikan,
Δz = ketebalan dari lapisan distribusi ikan,
Prec, i = komponen dari “received pressure” ikan ke i tanpa extinction
Kemudian, intensitas sesaat, I, tergantung dari acoustic impedance (ρC) dari air laut
dan menurut persamaan
Prec
I …………………………………………………………………………(16)
ρC
dan energy dari echo yang diterima adalah integral (waktu) dari intensitas sesaat I :
1
E I (t)dt
2
Prec (t)dt ……………………………………………………(17)
0
ρC 0
dimana integral tersebut dalam prakteknya diambil dalam selang “duration” dari “received
echo signal”. Perlu kiranya dicatat bahwa energi echo E adalah sama apakah untuk time-
domain atau frequency-domain dan tidak tergantung dari “system phase resonance”. Akan
tetapi E tergantung dari bentuk pulsa dan orientasi dari ikan di dalam beam suara.
Dalam hal tidak adanya noise, maka energi rata-rata adalah hasil perataan dari
sejumlah besar (lebih besar dari 500 energi echo) yang berasal dari ensonifikasi terhadap
agregasi ikan :
dimana :
K = parameter dari sistem alat yang ditentukan berdasarkan teknik kalibrasi
baku,
Ρf = densitas rata-rata dari ikan yang dideteksi per ping,
<σ> = G.b 2 . .dF / G.b 2 .dF ……………………………………………(19)
Inilah persamaan pokok untuk mengestimasi, densitas ikan ρf dengan metode echo
integration.
Pada penelitian yang sebenarnya, pengukuran (SV) dapat dilakukan dengan
memasukkan jumlah tertentu ikan ke dalam kurungan (cage) mulai dari densitas terendah
sampai densitas tertinggi. Untuk masing-masing densitas tersebut, dapat dihitung “volume
backscattering rata-rata” (SV) menurut persamaaan berikut ini :
dimana :
<Ecs> = rata-rata energi echo dari ikan dan cage,
<Ec> = rata-rata energi echo dari cage kosong,
<Er> = rata-rata energi echo dari “reference target”,
<TSr> = rata-rata target strength dari “reference target”,
N = jumlah ikan di dalam cage
ρf = densitas ikan di dalam cage (fish/m3)
Akhirnya dengan regresi linier diperoleh hubungan antara <SV> dan ρf menurut
persamaan :
<SV> = a.log ρf + B ………………………………………………………….(22)
dimana kalau nilai a mendekati atau sama dengan 10, maka nilai B akan sama dengan
<TS> menurut persamaan (20) di atas.
Demikian prinsip dan prosedur pengukuran target strength dengan “cage-method”
dimana sebenarnya yang dicari adalah hubungan linier antara <SV> dan <TS>. Contoh dari
cara pengukuran adalah seperti tertera pada Gambar 11 (Arnaya, et al, 1988a, 1988b).
Untuk mendapatkan statistik backscattering cross section atau target strength dari
“received echo” yang diperoleh dari target-target tunggal, maka pengaruh dari faktor skala
k, faktor peredaman suara karena pengaruh absorpsi dan jarak 10 -2αR/ R4, dan fungsi “beam
pattern” b2 (θ,Ø) harus dicleminir dari intensitas echo tersebut.
Dari ketiga faktor tersebut di atas, yang paling sulit untuk dieleminir adalah b 2
(θ,Ø) karena tergantung dari posisi sudut target/ ikan yang menyebar secara random di
dalam beam yang bersangkutan. Sebaliknya faktor k dan (10-2αR / R4) relatif lebih mudah
dieleminir yakni dengan melakukan kalibrasi yang akurat pada time varied gain (TVG) dari
“receiver” dan “source level” (SL) serta gain dari keseluruhan sistem.
Sejumlah prosedur untuk mengeleminir faktor beam pattern telah diketemukan.
Teknik-teknik tersebut pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua yakni secara
tidak langsung mengekstrak pengaruh beam pattern dari suatu koleksi echo, dan secara
langsung mengeleminir/memindah beam pattern dari masing-masing echo tunggal.
E = T + D ……………………………………………………………………….(24)
dimana : E = 10 log I,
T = 10 log k. σbs,
D = 10 log b2 (θ,Ø).
PE (e) = P
T (x).Pd (x e)dx ……………………………………………………(25)
Gambar 12. Penampang melintang dari “acoustic beam pattern” untuk penghitungan target
strength dengan metode Craig-Forbes
dimana :
k = suatu konstanta,
b (θ,Ø) adalah faktor “beam-pattern” untuk narrow-beam transducer.
Σbs = backscattering cross section dari ikan.
Gambar 13. “Beam pattern dari dual-beam transducer
In k .b 2 ( , ).bs
b ( , ) ………………………………………………...…(28)
Iw k .b ( , ).bs
Iw Iw (Iw)2
σbs ……………………………………………(29)
k.b( , ) k.(In,Iw) k.In
Jadi jelaslah bahwa “dual-beam method” dapat mengukur nilai σbs atau TS dari
ikan tunggal menurut prinsip tersebut di atas yang dalam aplikasinya terdiri atas “dual-
beam transducer” itu sendiri, echosounder dengan dua channel “receiver”, “dual-beam
processor”, microcomputer dan program computer (software) target strength (Ehrenberg,
1984).
Dual-beam processor mengisolasi dan merekam data echo ikan tunggal yang
diterima dari elemen-elemen marrow dan wide beam-transducer. Kemudian program
komputer akan memproses data tersebut untuk menghitung nilai σbs atau TS dan
penyebarannya menurut kedalaman dan sebagainya. Informasi yang diperoleh dengan
metode ini bukan hanya akan meningkatkan akurasi dari survai pendugaan stok ikan secara
akustik, tetapi sekaligus memberikan informasi yang sangat berharga tentang ukuran ikan
di dalam populasi
C. e
θL = sin-1 ……………………………………………………….(30)
0 .d
dimana :
C = kecepatan perambatan suara di air laut,
ω0 = angular frequency = 2πf (f = acoustic frequency),
d = jarak antara pusat/ sumbu akustik dari kedua belahan transducer.
c.Δ e
Dalam kenyataannya, lokasi sudut θL akan sangat kecil sehingga θ L = .
ω 0 .d
Dengan demikian, maka koordinat sudut (θ,Ø), dari posisi target dapat dihitung dari :
Untuk sudut-sudut yang dekat acoustic-axis, maka persamaan (31) akan mejadi :
θ = θ1 θ 2 ………………….……………………..…………………..(32)
Ø = tan-1 (θ1 / θ2)
Dengan didapatnya nilai sudut θ dan Ø, maka faktor beam pattern b (θ,Ø) untuk
suatu target tunggal pada lokasi sudut θ,Ø dapat dihitung sehingga kemudian nilai σbs
dapat diestimasi berdasarkan persamaan (23) di atas.
Dibandingkan dengan dual-beam method split method ini lebih sulit
diimplementasikan karena memerlukan hardware dan software yang lebih rumit untuk
mengukur beda fase antara sinyal-sinyal yang diterima pada kedua bagian/ belahan beam.
Rincian Iebih lanjut dari kedua metode ini akan diberikan pada Bab 4 sewaktu membahas
pendugaan stok ikan.
Gambar 14. Bentuk dari split-beam transducer dan “fill-beam” transducer
Gambar 17. Kriteria untuk penentuan echo target tunggal pada echo counter
Gambar 18. Block diagram dari sistem echo counter dan echo integrator secara umum
Arnaya, I.N., N. Sano and K. Iida, 1988. Studies on acoustic target strength of squid. I.
Intensity and energy target strengthgs. Bull. Fac. Fish. Hokkaido Univ., 39(3) : 187
- 200.
Arnaya, I.N., N. Sano and K. Iida, 1989a. Studies on acoustic target strength of squid. III.
Measurement of the mean target strength of small live squid. Bull. Fac. Fish .
Hokkaido Univ., 40 (2) : 100 - 115.
Arnaya, I.N., N. Sano and K. Iida, 1989b. Studies on acoustic target strength of squid. IV.
Measurement of the mean target strength of relatively large-sized live squid. Bull.
Fac.Fish. Hokkaido Univ., 40 (3) : 168 - 181.
Arnaya, I.N., N. Sano, 1990. Studies on acoustic target strength of squid. V. Effect of
swimming on target strength of squid. Bull. Fac. Fish. Hokkaido Univ., 41 (1) 18 -
31.
Arnaya, I.N., N. Sano, 1990b. Studies on acoustic target strength of squid. VI. Simulation
of target strength by prolate spheroidal model. Bull. Fac. Fish. Hokkaido Univ., 41
(1) 32 - 42.
Burczyaski, J.J. and R.L. Johnson, 1986. Applications of dual-beam acoustic survey
techniques to limnetic population of juvenile sockeye salmon (Oncorhynchus
nerka). Can. J. Fish. Auat. Sci., 43 : 1776 - 1778.
Clay, C.S. and H. Medwin, 1977. Acoustical oceanography : principles and applications.
John Wiley & Sons, Inc., 544.pp.
Craig, R.E. and S.T. Foobes, 1969. Design of a sonar for fish counting. Fisk Dr.Skr.Sec.
HavUnders., 15 : 210 – 219.
Ehrenberg, J.E. 1972. A method for extracting the fish target strength distribution from
acoustic echoes. Proc. 1972 IEEE Conf. Eng. Ocean. Environ. Vol. 1 : 61 - 64.
Ehrenberg J.E. 1974. Two application for dual-beam transducer in hydroacoustic fish
assessment system. Proc.1974 IEEE Conf. Eng. Ocean Environ., VoI. 1 : 152-155.
Ehrenberg, J.E. 1981. Analysis of split-beam backscattering cross section estimation and
single echo isolation. Applied physic laboratory, University of Washington, Seattle,
WA. APL-UW 8108.
Ehrenberg, J.E. 1983. A review of in situ target strength estimation techniques. FAO. Fish.
Rep., 300 : 85 - 90.
Ehrenberg, J.E. 1984. The Biosomics dual beam target strength measurement system. FAO
Fish. Circ., 778 : 71 - 78.
Foote, K.G., 1982. On multiple scattering in fisheries acoustics. Intern. Counc. Explor. Sea,
CM 1982/B, 6pp.
Foote, K.G., 1982. Energy in acoustic echoes from fish aggregation. Fish.Res., 1 (1981/19
82) : 129 - 140.
Foote, K.G., 1983. Linearity of fishies acoustics, with addition theorems.J.Acoust. Soc.
Am., 73 (6) l932 - 194O.
Foote, K.G., F.H. Kristensen and H. Solli, 1984. Trial of a new, split-beam echosounder.
Intern. Counc. Expl. Sea, CM.1984/B : 21, 15 pp.
Foote, K.G., 1988. Fish target strengths for use in echo integrator surveys. J. Acoust. Soc.
Am., 82 (3) : 981 - 987.
Foote, K.G., 1988. Scheme for displaying fish position data in real time derived with a
split-beam echo sounders. J. Cons. int. Explor. Ner, 45 : 93 - 96.
Furusawa, M., 1988. Prolate spheroidal models for predicting general trends of fish target
strength. J. Acoonst. Soc. Jpn (E), 9, 13 - 24.
Johannesson, K.A and G.F. Losse, 1977. Some results of observed abundance estimations
obtained in several UNDP/FAO Resource survey Projects. Rapp. P. ver. Reun.
Cons. int. Explor. Mer., 170 : 296-318.
Johannesson, K.A. and R.B. Mitson, 1983. Fisheries acoustics : a practical manual for
aquaticbiomass estimation. FA Fish. Tech. Pap., 240. 249 pp.
Lytle, D.W. and D.R. Maxwell, 1983. Hydoacoustic assessment in high density fish
schools. FAO Fish. Rep., 300, 157 - 171.
Robinson, B.J. 1982. An in situ technique to determine fish target strength, with results for
blue whiting (Micromesistius poutassou). Cons. int. Explor. Mer., 40 : 153 – 160.
Sasakura, T., K. Minohara, J. Kagawa, 1987. Scientific sounder using quasi-ideal beam
transducer. Intern. Symp. Fish. Acoust., June 22 - 26, 1987, Seattle, Washington. 40
pp.
Urick, R.J. 1983. Principles of underwater sound. Third edition. McGraw-Hill Book
Company, 423 pp.