Kimling Fix
Kimling Fix
Email: Devyrida@gmail.com
Abstract
Sungai – sungai maupun kali di Indonesia sekarang ini banyak yang terkena pencemaran
baik dari limbah kimia, limbah pabrik maupun limbah rumah tangga. Selain itu, deterjen
juga dapat menyebabkan pencemaran pada air sungai. Sedangkan, penggunaan detergen
sekarang ini sudah melekat pada masyarakat. Namun, sayangnya penggunaan detergen
tersebut merupakan salah satu penyebab pencemaran sungai. Seperti yang terjadi pada air
Kali Sentiong di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Tujuan dari artikel ini adalah mempelajari
formulasi Bio-Nano Surfactant dengan menggabungkan getah pepaya, daun Sengon, dan HCl
untuk mendapatkan konsentrasi yang paling efisien dalam menetralkan kalsium oksalat,
menentukan efek detergensi oleh Bio-Nano Surfactant dan menentukan tingkat kontaminasi
oleh Bio-Nano Surfactant sebagai inovasi detergen biodegradable untuk mengurangi
pencemaran pada sungai maupun kali yang disebabkan oleh penggunaan detergen.
Formulasi deterjen menggunakan desain acak lengkap (CRD) dengan dua faktor HCl (0,1%,
0,15%, 0,2%, 0,4%, 0,6%) dan konsentrasi daun saponium pepaya (10%, 20% , 30%)
Indikator penelitian ini didasarkan pada kombinasi parameter terbaik untuk menurunkan
kalsium oksalat, kadar enzim protease, dan efektivitas deterjen tertinggi dalam
membersihkan substrat. Setelah uji deterjensi, kombinasi 10% getah pepaya - daun sengon
dan 0,2% HCL sebagai kombinasi terbaik. Untuk nanofikasi, sampel terbaik dipecah menjadi
dua sampel dengan dan tanpa PEG 4000 sebagai template partikel nano. Sampel setelah
nanofikasi memiliki ukuran orde nano yang merupakan sampel dengan PEG 4000 lebih kecil
(458-686nm) daripada sampel tanpa PEG 4000 (703-897nm). Deterjen sampel nanofikasi
lebih tinggi dari sebelumnya. Hasil tingkat kontaminan "Bio-Nano Surfactant" adalah 165,2
ppm untuk COD dan 21,6 ppm untuk BOD yang lebih rendah dari batas COD dan BOD.
Keywords : Sengon Leafs, papaya sap, PEG.
getah buah pepaya akan mengubah deterjensi pada substrat dengan pengotor
ukuran partikel detergen lebih kecil menempel berupa cairan coklat. Sampel
dengan daya deterjensi terbaik dibagi kemudian dilakukan kembali pengujian
menjadi dua yaitu sampel 1 untuk sampel daya deterjensi pada substrat kotor. Air
nanofikasi dengan penambahan PEG bekas pencucian diambil untuk analisa
4000 sebagai template dan sampel COD dan BOD.
nanofikasi tanpa PEG 4000. Selanjutanya,
sample akan dinanofikasi dengan 3. Hasil dan Pembahasan
menggunakan alat freeze dryer dan
Kombinasi larutan getah pepaya-
mengukur ukuran partikel menggunakan
daun sengon dan HCl dengan berbagai
SEM (Scanning Elecron Microscopy).
perbandingan konsentrasi memberikan
Sampel nanodeterjen hasil analisa
hasil yang ditampilkan pada gambar 3.
GRAFIK A
GRAFIK B
Gambar 3. Grafik menentukan aktifitas enzim protease (A) dan Kadar asam Oksalat (B)
Berdasarkan grafik yang ada pada campuran dari larutan daun sengon-getah
gambar 1, diperoleh kadar optimum pepaya dan HCl pada konsentrasi larutan
10%, 20%, dan 30% dengan konsentrasi dihasilkan semakin besar. Namun, daya
HCL 0,2%. Dari hasil penentuan kadar deterjensi yang dihasilkan dari masing-
oksalat dan aktivitas enzim protease masing sampel masih lebih kecil dari
diperoleh hasil bahwa semakin rendah daya deterjensi yang dihasilkan oleh
kadar oksalat yang terdapat pada deterjen deterjen dengan surfaktan komersial.
semakin besar aktivitas enzim protease Berikut adalah perbandingan daya
sehingga akan memperbesar daya deterjensi yang diperoleh dari masing-
deterjensi yang dihasilkan hal tersebut masing sampel dengan daya deterjensi
dikarenakan bahwa kandungan oksalat deterjen dengan surfaktan komersial.
yang terdapat pada deterjen dapat Daya deterjensi yang dihasilkan oleh
bertindak sebagai inhibitor (penghambat) deterjen yang menggunakan surfaktan
kerja enzim protease sebagai agent komersial adalah sebesar 46,03 %
pembersih. (Arnelli, 2010). Daya deterjensi yang
lebih besar yang dihasilkan oleh deterjen
Sampel optimum selanjutanya
bersurfaktan komersial disebabkan oleh
dilakukan pengujian daya deterjensi
adanya senyawa kompleks seperti LAS
untuk mengetahui tingkat pembersihan
(Linier Alkil Sulfonat) dan ABS (Alkil
deterjen pada substrat kotor. Hasil yang
Benzene Sulfonat) yang lebih mampu
diperoleh setelah uji daya deterjensi
mengurangi tegangan permukaan pada
disajikan pada tabel 2 berikut :
substrat (Hidayati, 2007). Sedangkan
No Larutan Daya
pada deterjen bio-surfaktan hanya
Deterjen (%) Deterjensi (%)
menggunakan kandungan saponin untuk
1 10 (A) 43,36
2 20 (B) 41,33 mengurangi tegangan permukaan pada
3 30 (C) 40,52 substrat dan enzim protease untuk
4 Deterjen 46,03
membantu kerja saponin. Hasil yang
Komersial
diperoleh tidak terpaut jauh, hal ini
Tabel 2. Hasil Daya Deterjensi
membuktikan bahwa LAS dan ABS pada
Daya deterjensi yang dihasilkan adalah surfaktan komersial dapat digantikan
sampel A 43,36 %, sampel B 41,33 %, dengan zat organik ramah lingkungan
dan sampel C 40,52 %. Data ini untuk mengurangi kotoran yang terdapat
menunjukan bahwa sampel deterjen A pada substrat.
memiliki daya deterjensi terbaik. Hal ini Sampel deterjen terbaik dibagi dua
menunjukan bahwa semakin besar untuk sampel dengan penambahan PEG
aktifitas enzim protease dalam suatu 4000 dan sampel tanpa PEG 4000. Kedua
sampel makan daya deterjensi yang sampel dilakukan nanofikasi metode
pengeringan dengan proses freeze drying. besar daripada deterjen dengan
Hasil dari proses freeze drying penambahan PEG 4000.
ditampilkan pada tabel 3. berikut:
Freeze Drying
Berat sebelum (gram) Berat sesudah (gram)
Sampel
(A)
(B)
Gambar 4. Hasil analisa SEM tanpa PEG 4000 (A) dan dengan PEG 4000 (B)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari berperan sebagai template sehingga tidak
analisa SEM ukuran yang diperoleh dari terjadi penggumpalan antara partikel yang
sampel deterjen tanpa PEG berukuran telah terbentuk. Sampel deterjen tanpa
0,703 – 0,897 μm atau 703 - 897 nm dan PEG memiliki ukuran yang lebih kecil
sampel deterjen dengan PEG berukuran disebabkan karena kemungkinan adanya
0,458 – 0,686 μm atau 458 – 686 nm. penggumpalan kembali antara partikel
Hasil yang diperoleh dari kedua sampel sehingga partikel yang terbentuk
baik dengan penambahan PEG maupun memiliki ukuran yang lebih besar
tanpa PEG ukuran partikel berada pada dibandingkan dengan sampel deterjen
orde nano. Hasil SEM menunjukan dengan penambahan PEG.
bahwa sampel deterjen dengan Sampel hasil nanofikasi selanjutnya
penambahan Deterjen memiliki ukuran dilakukan pengujian daya deterjensi
partikel lebih kecil dibandingkan sampel untuk mengetahui kemampuan
deterjen tanpa PEG. Hal ini disebabkan pembersihan sampel terhadap substrat
karena adanya pengaruh dari PEG yang kotor. Hasil diperoleh ditunjukan pada
berperan sebagai salah satu template yang tabel 4.
mampu menampung partikel sampel No Sampel Deterjen Daya Deterjensi (%)
berorde nano (Hosokawa, 2007). Adanya 1 Dengan PEG 52,63
2 Tanpa PEG 51,28
PEG pada sampel mencegah partikel nano 3 Deterjen Komersial 46,03
yang telah terbentuk mengalami
Tabel 4. Daya deterjensi sampel deterjen
aglomerasi atau penggumpalan sehingga
memperbesar ukuran partikel yang Berdasarkan data-data yang
terbentuk. Partikel nano yang telah diperoleh, deterjen dengan penambahan
terbentuk akan menempel pada PEG yang PEG memiliki daya deterjensi lebih besar
dibandingkan dengan daya deterjensi terjadi. Adapun perbedaan daya deterjensi
deterjen tanpa PEG. Hal ini disebabkan yang dihasilkan antara deterjen dengan
karena ukuran partikel deterjen dengan PEG dan tanpa PEG dapat dikarenakan
penambahan PEG lebih kecil yaitu ukuran oleh adanya PEG yang menempel pada
maksimal sekitar 600 nm dibandingkan substrat sampel deterjen dengan PEG
dengan ukuran partikel deterjen dengan sehingga menambah berat substat saat
ukuran paling besar sekitar 700 nm. penimbangan akhir untuk menentukan
Semakin kecil ukuran partikel deterjen jumlah pengurangan kotoran dan
menyebabkan semakin besar kontak yang menghasilkan nilai daya deterjensi
terjadi dengan kotoran pada substrat sampel uji.
sehingga menghasilkan daya deterjensi Air sisa cucian dianalisa potensi
yang lebih besar. Ini sesuai dengan teori kontaminan nya dengan mengukur kadar
yang telah dikemukan oleh Hosokawa COD dan BOD. Hasil analisa COD dan
tentang pengaruh ukuran partikel BOD ditunjukan pada tabel 5 dibawah
terhadap luasan bidang kontak yang ini:
No Jenis-Jenis Kadar BOD Kadar COD
1. Standar Baku Mutu Air Limbah 75 ppm 180 ppm
2. Deterjen tanpa PEG-4000 17,6 ppm 118 ppm
3. Deterjen dengan PEG-4000 21,6 ppm 165,2 ppm
Tabel 5. Kadar COD dan BOD
2. Ukuran partikel yang diperoleh setelah dengan PEG dan tanpa PEG adalah
Dari tabel berikut dapat dilihat BOD, bedanya disini ialah tingkat
bahwa kadar BOD yang terkandung dalam kebutuhan senyawa kimia terhadap
deterjen tersebut memiliki nilai yang oksigen. Bisa jadi dipakai untuk mengurai
sedikit. BOD atau biological oxygen dan sebagainya. Nilai COD juga
demand ialah tingkat permintaan oksigen berbanding terbalik dengan DO, semakin
oleh makhluk hidup dalam air tersebut, rendah nilai COD maka akan semakin
jadi semakin tinggi nilainya maka semakin kualitas
banyak mikrobanya dan membuat nilai DO air. Maka dapat disimpulkan bahwa
turun. Semakin rendah nilai BOD maka deterjen biodegradable berbahan dasar
akan semakin tinggi kualitas air. Ekstrak Getah Pepaya (Carica papaya L)
Sedangkan nilai kadar COD pada deterjen dan Daun Sengon (Paraserianthes
tersebut masih dibawah angka 180 artinya falcataria L. Nielsen) dapat mengatasi
nilai COD pada deterjen tersebut belum permasalahan pencemaran kali Sentiong
melewati batas maksimum. COD atau yang disebabkan oleh limbah deterjen.
chemical oxygen demand mirip seperti
Daftar Pustaka
Ali, A., Soemarno, dan Mangku P. 2013. Kajian Kualitas Air dan Status Mutu Air Sungai Metro di
Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Bumi Lestari, 13. 265 – 274.
Arnelli. 2010. Sublasi Surfaktan dari Larutan Deterjen dan Larutan Deterjen Sisa Cucian
Serta
Penggunaan Kembali Sebagai Deterjen. Jurnal Kimia Sains & Teknologi, 13. 37–38.
Atmojo, T. 2003. Kandungan Koprostanol dan Bakteri Coliform pada Lingkungan Perairan Sungai,
Muara dan Pantai di Banjir Kanal Timur, Semarang pada Monsun Timur. Jurnal Ilmu
Kelautan, 9. 54 – 60.
Devi, Setyana. 2014. “Bio-Nanosurf” Aplikasi Deterjen Berbasis Nanoteknologi dari Ekstrak
Getah Biduri (Calotropis gigantea) sebagai Alternatif Deterjen Ramah Lingkungan.
Dalam http://skripsitipftp.staff.ub.ac.id. Diunduh pada 1 November 2019 pukul 09.15
WIB.
Eko Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum Hulu.
Jurnal
Limnotek, 1. 20 – 24.
Hosokawa, Masuo et al. 2007. Nanoparticle Technology Handbook. Inggris: Oxford.
Jiao Ding et al, 2015. Klasifikasi Kualitas Air Sungai. Bandung: Jaka Pustaka.
Radiansyah. 2011. Dampak Kandungan Deterjen dalam Tanah Terhadap Makhluk Hidup
(Hewan dan Tumbuhan). Jurnal Riset Daerah, 7. 243 – 250.
Robert Kodoatie. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu Edisi 2. Jakarta: Index.
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Bandung:
Alumni.
Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. Land-use Impacts on River Water Quality in
Lowveld Sand River Systems in South-East Zimbabwe. Land Use and Water
Resources Research, 5. 1 – 3.
Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E.
Semarang: Universitas Diponegoro.