Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN CASE STUDY

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN STROKE NON


HEMORAGIK DI RAJAWALI 1A RSUP. DR. KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH:

AINUN MUTMAINAH
P1337420820010

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM MAGISTER TERAPAN


PROGRAM PASCASARJANA POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN CASE STUDY

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN STROKE NON HEMORAGIK


DI RAJAWALI 1A RSUP. DR. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh:

Ainun Mutmainah
P1337420820010

Telah disetujui pembimbing lahan praktik dan institusi pada hari


……………….

Praktikan,

Ainun Mutmainah
P1337420820010

Mengetahui,
Pembimbing Institusi, Pembimbing Klinik / CI,

…………………………………… ……………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan suatu kondisi perubahan neurologik yang disebabkan
oleh gangguan dalam sirkulasi darah ke bagian otak. (1) Stroke atau
cerebrovascular injury (CVA) adalah hilangnya fungsi otak akibat terhentinya
suplai darah ke otak; Stroke merupakan saalah satu masalah kesehatan serius
yang dapat menyebabkan morbiditas dan kematian.(2) Stroke juga merupakan
masalah kesehatan yang disebabkan oleh penyumbatan serebrovaskular atau
pecahnya pembuluh darah otak. Pasokan darah yang tidak mencukupi adalah
penyebab fungsi otak tidak normal atau kematian atau nekrosis sel saraf.(3)
Stroke merupakan kegawatdaruratan medik yang menjadi salah satu
penyebab kematian dan kecacatan.(4) Stroke dapat menyerang semua golongan
usia dan sebagian besar akan dijumpai pada usia 55 tahun keatas. Stroke non
hemoragik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba -tiba
terganggu atau mengalami (iskemik) yang disebabkan oleh oklusi atau tenosis
arteri. Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik.(2)
Stroke non-hemoragik adalah jenis stroke yang terjadi akibat
penyumbatan pada pembuluh darah otak.(4) Stroke yang juga disebut stroke
infark atau stroke iskemik ini merupakan jenis stroke yang paling sering terjadi.
Diperkirakan sekitar lebih dari 80% kasus stroke di seluruh dunia disebabkan
oleh stroke non-hemoragik.
Menurut WHO 2016, prevalensi stroke sebanyak 33 juta dengan 16,9
juta orang mengalami serangan stroke pertama dan sisanya untuk stroke
berulang.(5) World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa 1 diantara 6
orang di dunia akan mengalami stroke sepanjang hidupnya, sedangkan data
American Health  Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 40 detik
terdapat 1 kasus baru dengan prevalensi 795.000 pasien baru atau berulang
terjadi setiap tahunnya. Angka kematian akibat stroke ini  mencapai 1 per 20
kematian di Amerika Serikat. Sedangkan di Indonesia, Yayasan Stroke
Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa angka kejadian stroke menurut data
dasar rumah sakit sekitar 63 per 100.000 penduduk di usia diatas 65 tahun
terserang stroke.
Berdasarkan hasil Riskesdas (2018), terjadi peningkatan stroke yang
terus menerus, dimana prevalensi stroke tahun 2013 sebanyak 7 % meningkat
menjadi 10,9% pada tahun 2018, ini menunjukan bahwa indonesia mengalami
kenaikan sebanyak 3,9% dalam 3 tahun terakhir.(6) Prevalensi stroke tertinggi
berdasarkan diagnosis dokter terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (14,7%), 
diikuti Daerah Istimewa Yogyakarta (14,6%). Data dari catatan medis Rumah
sakit Umum Daerah kota Mataram menunjukan bahwa total pasien stroke
Hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Mataram pada tahun 2017
adalah 504 orang, dan pada tahun 2018 berjumlah 606 orang. Sedangkan pada
tahun 2019 berjumlah 504 orang dan diperkirakan akan terus mengalami
peningkatan.
Tingginya kejadian stroke karena banyak factor; dimana factor kejadian
stroke ada yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. (7) Faktor yang
tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, ras, serta riwayat keluarga;
sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, penyakit
kardiovaskuler, diabetes melitus, dislipidemia, anemia sel sabit, terapi hormon
pascamenopause, diet yang buruk, obesitas, kebiasaan merokok, serta pola
hidup sedentari (sedentary lifestyle).
Manifestasi klinis pada pasien stroke biasanya tiba-tiba tidak bisa
bergerak.(8) Gaya dan gesekan dinamis dan statik dapat menimbulkan tekanan
terutama pada area tonjolan tulang serta penghambatan aliran darah akan
mencegah oksigenasi jaringan dan nutrisi, sehingga terjadi nekrosis jaringan
kulit, sehingga penderita stroke berisiko mengalami luka tekan selama
pengobatan.(9) Decubitus dikenal dengan pressure injury atau Hospital Acquired
Pressure Injuries (HAPI) adalah kerusakan kulit dan atau jaringan lunak area
lokal yang cenderung terjadi karena adanya penekanan antara penonjolan
tulang dengan bidang permukaan yang keras akibat kombinasi dari tekanan
mekanis berkepanjangan seperti perangkat medis, gaya gesekan, gaya geser dan
kelembaban.
B. Algoritma Pelaksanaan

Mati rasa, weakness of the face, lengan, tungkai terutama pada salah satu sisi. Bingung, perubahan status mental,ke

Sumber: Nurdini (2017); Rahmadani & Rustandi (2019); Ekacahyaningtyas


et al (2017); Reza Fahlevi (2016) (11)
BAB II
FENOMENA KELOLAAN
A. Data umum
Pasien bernama Ny. S berusia 40 tahun di diagnose stroke hemoragik.
Pasien berasal dari Candisari, Kab Semarang masuk ke rumah sakit pada tanggal 3
September 2021 karena pasien mengalami kejang. Pasien bekerja sebagai penjual
sayur dengan Pendidikan terakhir tamatan SMP.
B. Pengkajian 13 Domain Nanda
Pasien Ny. S masuk rumah sakit karena pasien mengalami kejang;

kejang yang dirasakan kurang lebih 1-3 menit. Pasien juga mengalami gatal

diseluruh badannya; sehingga gatal bertambah parah Ketika pasien berkeringat.

Pada saat di kaji tanggal 6 September 2021, pasien mengeluh pusing dan lemah.

Kesadaran pasien compos mentis. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes

mellitus dan hipertensi yang tidak terkontrol. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat

menyebabkan stroke.(12) Stroke dapat menyebabkan bekuan darah pada otak.

Sehingga ketika volume bekuan banyak maka dapat menyebabkan suplai darah

keotak berkurang.(13) Ketika sakit, pasien tidak langsung ke rumah sakit atau

pelayanan kesehatan melainkan membeli obat di warung ataupun apotik. Sebelum

sakit, pasien tidak bisa mengontrol makanannya; pasien sering makan makanan

yang berminyak. Kebiasaan makan makanan berlemah dapat mempengaruhi

peningkatan kadar LDL dan rendahnya HDL.(14) Pola hidup tidak sehat pasien

menjadi salah satu penyebab tidak terkontrolnya hipertensi dan diabetes mellitus

pasien.(15) Berdasarkan antropometri, pasien Ny. S termasuk golongan obesitas I

(IMT: 29,09 kg/m2); sehingga hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya

diabetes mellitus maupun hipertensi.


Untuk mengontrol pola makan pasien, RSUP Dr Kariadi Semarang

menyediakan diet sesuai kebutuhan pasien. Pada Ny. S pasien diberikan diet lunak

DM 1300 ml (3x/hari= 3900), susu kacang hijau DM sebanyak 200ml, dan pasien

minum kurang lebih 1800. Saat ini, pasien terpasang infus RL 1000 cc/24 jam

dengan jumlah tetesan 20 tpm. Pengeluaran urine pasien menggunakan kateter

urine sehingga total urine dalam 24 jam sebanyak 5400cc. Berat badan pasien

sebesar 69 kg sehingga balance cairan pada Ny. S sebesar 465 cc/24jam. Pasien

selalu merasa lapar akan tetapi pasien merasa lemah. Kekuatan otot pasien

5555/5555/5555/5555; tetapi pemenuhan kebutuhan sehari-hari dibantu oleh

perawat dan keluarga. Untuk meningkatkan kekuatan otot, pasien diresepkan Vit B

complex 1 tab/8 jam, untuk mengontrok kadar kolesterol LDL pasien diresepkan

atorvastatin 20mg/oral/24 jam, serta metformin 500mg/oral/12 jam untuk

mengontrol kadar glukosa darahnya; selain itu Ny. S diresepkan juga ketokanazol

oles/24 jam untuk mengetasi infeksi jamur. Setelah minum obat, biasanya Ny. S

istirahat dan tidur sehingga frekuensi tidur ± 8 jam/hari

C. Catatan Perkembangan
1) Catatan Perkembangan
Tanggal 06-09-2021 07-09-2021 08-09-2021
Tekanan darah 133/76 mmHg 133/75 mmHg 138/81mmHg
Frekuensi nadi 107 x/menit 82 x/menit 114 x/menit
TT RR 18 x/menit 18 x/menit 21 x/menit
V Suhu 36 oC 36 oC 36,3 oC
Eye 4 4 4
GC Verbal 5 5 5
S Motorik 6 6 6

D. Pemeriksaan Diagnostik
No Jenis pemeriksaan Hasil pemeriksaan Normal Interpretasi
.
1. Kimia klinik
SPOG 11 15-34 U/L Rendah
SGPT 15 15-60U/L Normal
2. Immunoserologi
Anti Toxoplasma 231 Negatif : <4.0; equivocal Positif
IgG : 4–8; Positif : >=8.0
Anti Toxoplasma 0,03 Negatif : <0.55; Negatif
IgMc Equivocal : 0.55-0.64;
Positif : >= 0.65
Anti CMV IgG 37 Negatif: < 4; Equivocal: Positif
>=4 to < 6; Positif: >= 6
Anti CMV IgM 0.53 Negatif: < 0.70; Negatif
Equivocal: 0.70 <= i <
0.90; Positif: >= 0.90
6. GDS 257 90-199 Tinggi
7. GDP 246 70-104 Tinggi
8. Glukosa PP 2 jam 340 120-140 Tinggi
9. HbA1C 11.3 <5.7 Tinggi
10. HB 14,6 12-16 Normal
11. Eritrosit 5.14 3,8-5,2  10Ʌ6/ul Normal
12. Leukosit 13.7 3,6-11,0 10Ʌ3/ul Tinggi
13. Ureum 30 10,0-50,0 mg/dl Normal
14. Kreatinin 0.8 0,60-0,90 mg/dl Normal
15. Natrium 134 135-145 Rendah
16. Kalium 3.6 3,5-5,0 Normal

E. Analisis data
No Data focus Masalah
.
1. DS : Resiko perfusi jaringan
a. Pasien mengeluh pusing dan sakit serebral tidak efektif
kepala (D0017)
DO :
a. Pasien tampak lemah
b. Kesadaran compos mentis
c. TTV: TD=133/76mmHg, N=
107x/menit, R=18x/menit, S=36 oC
d. GCS: 15 (E4V5M6)
2. DS : Gangguan mobilitas fisik
a. Pasien mengeluh lemah (D0057)
DO :
a. Pasien tampak lemah
b. Kebutuhan sehari-hari dibantu perawat
dan keluarga
3. DS : Gangguan integritas kulit
a. Pasien mengeluh gatal pada seluruh (D.0129)
tubuhnya
DO :
a. Terdapat bintik-bintik merah pada badan
pasien
b. Ketokanazol salep

F. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif (D0017)

2. Gangguan mobilitas fisik (D0057)

3. Gangguan integritas kulit (D.0129)

G. Intervensi Keperawatan

Penentuan intervensi menggunakan Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia (SIKI), sehingga intervensi yang dapat dilakukan pada pasien Ny. S

sebagai berikut

1) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif

a. Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)

1) Monitor tanda-tanda peningkatan TIK: pusing, TD, batuk proyektil,

pupil edema

2) Monitor perlambatan respon pupil

b. Management Peningkatan intracranial

1) Monitor status hemodinamik : frekuensi jantung, tekanan darah)

2) Atur posisi kepala : berikan posisi 15-45o

3) Hindari batuk dan tahan batuk

2. Gangguan mobilitas fisik

a. Dukungan ambulasi (I.06171)

1) Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

2) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

ambulasi
3) Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

4) Lakukan ROM pasif

5) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

ambulasi

6) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi

b. Perawatan Tirah Baring (l.14572). 

1) Monitor kondisi kulit 

2) Monitor komplikasi tirah baring (kehilangan massa otot, sakit

punggung, stress, depresi)

3) Posisikan senyaman mungkin 

4) Ubah posisi setiap 2 jam 

5) Bantu klien dalam mobilisasi seperti bantu miring kiri kanan

3. Gangguan integritas kulit

a. Perawatan Integritas Kulit (I.11353)

1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (perubahan sirkulasi,

penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrim)

2) Berikan produk berbahan ringan/alami pada kulit sensitive

3) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

4) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrim

b. Pemberian obat (I.02062)

1) Dexamethasone 10mg/12 jam

2) Ketokanazol oles/24jam

H. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana

keperawatan yang telah dibuat. Pada tanggal 6 September 2021, sebelum

melakukan intervensi keperawatan, penulis melakukan identifikasi masalah pada

Ny. S seperti adanya peningkatan TIK, toleransi pasien dalam melakukan mobilitas

fisik serta penyebab perubahan intergritas kulit pasien. Untuk masalah perfusi

jaringan serebral, pasien sudah tidak merasa pusing, tidak ada perlambatan respon

pupil dan pasien tidak batuk dengan tanda-tanda vital tekanan darah 138/81 mmHg,

nadi 114 x/menit, pernapasan 21 x/menit, dan suhu 36,3 oC. Pada masalah

mobilitas fisik, pasien masih di bantu untuk melakukan mobilitas, dan untuk

gangguan integritas kulit, kemerahan yang ada di seluruh badan pasien masih ada

sehingga salep yang telah diresepkan masih dilanjutkan. Pasien Ny. S masih

merasakan pusing dan sakit kepala. Gejala ini merupakan salah satu gejala

peningkatkan TIK.(16) Tanda dan gejala peningkatan TIK ini harus segera di atasi

karena jika berlanjut dapat menyebabkan penggeseran jaringan otak yang dapat

mengakibaatkan terjadinya sindroma herniasi. Ny. S nyaman dengan posisi fowler

dan semi fowler. Pasien dalam keadaan lemah, tetapi masih bisa melakukan miring

kiri dan miring kanan secara mandiri, serta pasien sering merasa lapar. Kulit Ny. S

tampak kering dan kemerahan diseluruh tubuhnya masih ada, sehingga untuk

mengatasi jamur masih diberikan (dexamethasone 10mg/12 jam dan ketokanazol

yang dioles dan digunakan 1x/hari).

Intervensi keperawatan yang telah direncanakan masih dilakukan pada

tanggal 7 September 2021, sehingga tanda dan gejala peningkatan TIK sudah

berkurang seperti pasien sudah tidak sakit kepala, tetapi masih merasa sedikit

pusing dengan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 133/75mmHg, nadi 62


x/menit, pernapasan 18x/menit, suhu 36 oC; selain itu, untuk ambulasi pasien masih

dibantu karena pasien merasa lemah dan tidak mampu untuk menggeser badannya;

Kekuatan otot pasien 5555/5555/5555/5555. Masalah pada kulit pasien belum

sembuh; masalah kulit yang dialami pasien bertambah Ketika pasien berkeringant

sehingga menjadi gatal.

Pada hari ke 3, keluhan Ny. S pada tanda dan gejala peningkatan TIK

sudah berkurang , dimana Ny. S sudah tidak pusing dan sakit kepala, pasien tidak

mual dan muntah, tidak ada edema pada pupil, dan tanda-tanda vital pasien yaitu

tekanan darah 138/81mmHg, nadi 114 x/menit, pernapasan 21x/menit, suhu 36,3
o
C. Pada masalah ambulasi, pasien Ny. S masih merasa lemah pada seluruh

badannya, tetapi pasien mampu melakukan miring kanan dan kiri secara mandiri.

Pasien menghabiskan makanan yang telah disediakan; tidak ada masalah menelan;

Dan untuk masalah pada integritas kulit pasien masih harus ditindaklanjuti karena

kemerahan dan bitnik-bintik diseluruh badan pasien masih masih ada. Hal ini

masih perlu dilakukan evaluasi lagi sehingga diharapkan masalah yang dialami

pasien dapat berkurang bahkan hilang

I. Evaluasi Keperawatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada Ny. S dengan masalah

resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif , gangguan mobilitas fisik dan

gangguan integritas kulit masalah belum terasi sehingga masih perlu dilanjutkan

intervensi keperawatan yang telah di buat. Implementasi


DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmadani E, Rustandi H. Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragik
dengan Hemiparese melalui Latihan Range of Motion (ROM) Pasif. J Telenursing.
2019;1(2):354–63.
2. Handayani D, Dominica D. Gambaran Drug Related Problems (DRP’s) pada
Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik di RSUD Dr M
Yunus Bengkulu. J Farm Dan Ilmu Kefarmasian Indones. 2019;5(1):36.
3. Katan M, Luft A. Global Burden of Stroke. Semin Neurol. 2018;38(2).
4. Nurdini R. Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Terhadap Tingkat Kemandirian
Pasien Stroke Non Hemoragik (SNH) Stadium Recovery di RSUD Dr. Chasbullah AM
Kota Bekasi. J Kesehat Bhakti Husada. 2017;3(2):48–54.
5. Virani SS, Alonso A, Benjamin EJ, Bittencourt MS, Callaway CW, Carson AP, et al.
Heart disease and stroke statistics—2020 update: A report from the American Heart
Association. Circulation. 2020.
6. Dinas Kesehatan Jateng. SK Riskesdas KORWIL 2018. Semarang, Jawa Tengah;
2018.
7. Pramudita A, Pudjonarko D. Faktor  Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif
Penderita Stroke Non Hemoragik. J Kedokt Diponegoro. 2016;5(4):460–74.
8. Abbott LS, Gordon Schluck G, Graven L, Martorella G, Williams C, Slate E, et al.
Komunikasi dalam keperawatan gerontik. J Assoc Nurses AIDS Care. 2018;26(1).
9. Faridah U, Sukarmin S, Murtini S. PENGARUH POSISI MIRING TERHADAP
DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI RSUD RAA SOEWONDO PATI. J Ilmu
Keperawatan dan Kebidanan. 2019;10(1):155.
10. Ekacahyaningtyas M, Setyarini D, Agustin WR, Rizqiea NS. Posisi head up 30 derajat
sebagai upaya untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien stroke hemoragik dan
non hemoragik. Adi Husada Nurs J [Internet]. 2017;3(2):55–9. Available from:
https://akper-adihusada.ac.id/repository/jurnal/ahnj322017/322017.10.pdf
11. Reza Fahlevi. Alergi Antikoagulan Pada Penderita Stroke [Internet]. Klik Dokter.
2016. p. 4–5. Available from: https://www.klikdokter.com/tanya-
dokter/read/2809172/alergi-antikoagulan-pada-penderita-stroke
12. Yonata A, Pratama ASP. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya Stroke. J
Major [Internet]. 2016;5(3):17–21. Available from:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1030
13. Linggo DL. Operasi Kraniostomi Pembedahan Untuk Kasus Stroke. Vol. 49, RS
Pondok Indah. 2015. p. 4–7.
14. Puspita meylani rosa, Putra G. -ID-hubungan-gaya-hidup-terhadap-kejadian-stroke-di-
rumah-sakit-umum-d.pdf.
15. Bimo Dwi Lukito. STROKE, DON’T BE THE ONE [Internet]. RSJ Menur. 2020. p.
4–5. Available from: https://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2020-07-28/stroke-don-t-
be-the-one
16. Kayana IBA, Maliawan S, Kawiyana IKS. TEKNIK PEMANTAUAN TEKANAN
INTRAKRANIAL. 2018;3(3):395–9.

Anda mungkin juga menyukai