Anda di halaman 1dari 159

KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA YANG DIRAWAT
DI RUMAH SAKIT

OLEH :
NOVIA KARTIKA SARI
NIM. PO7220117063

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN
SAMARINDA
2020
KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA YANG DIRAWAT
DI RUMAH SAKIT

Untuk memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep) Pada


Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kalimantan Timur

OLEH :
NOVIA KARTIKA SARI
NIM. PO7220117063

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN
SAMARINDA
2020

i
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini adalah hasil karya sendiri

dan bukan merupakan jiplakan atau tiruan dari KTI orang lain untuk memperoleh

gelar dari berbagai jenjang pendidikan di perguruan tinggi manapun, baik sebagian

maupun keseluruhan. Jika terbukti bersalah, saya bersedia menerima sanksi sesuai

ketentuan yang berlaku.

Balikpapan, 9 Mei 2020

Yang menyatakan

Novia Kartika Sari


P07220117063

ii
iii
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi :
1. Nama Lengkap : Novia Kartika Sari
2. Tempat Tanggal Lahir : Balikpapan, 09 November 1998
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jalan Mayjend Sutoyo RT.31 No.38-B
6. Email : nviakrtika.nk@gmail.com
B. Identitas Orang Tua :
1. Nama Ayah/Ibu : Suharno/Milah
2. Pekerjaan Ayah/Ibu : Wiraswasta/Ibu Rumah Tangga
3. Alamat : Jalan Mayjend Sutoyo RT.31 No.38-B
C. Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 2003-2005 : TK 10 Nopember
2. Tahun 2005-2011 : SD Negeri 007 Balikpapan Kota
3. Tahun 2011-2014 : SMP Negeri 2 Balikpapan
4. Tahun 2014-2017 : SMA Negeri 1 Balikpapan
5. Tahun 2017-2020 : Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Kalimantan Timur Prodi D-III Keperawatan
Kelas Balikpapan

v
Halaman Persembahan

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. karena telah
melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas akhir kuliah saya yaitu Karya Tulis Ilmiah ini. Tidak
lupa juga Shalawat dan salam saya limpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Saya persembahkan karya sederhana ini untuk orang yang saya
cintai dan sayangi….

Teruntuk Kedua Orang Tuaku, Mama dan Bapak terimakasih


sudah berusaha dan bekerja keras untuk biayain Ifah kuliah selama tiga
tahun ini, selalu memberikan Ifah semangat dan dukungan, selalu sabar
menghadapi Ifah, selalu support Ifah kalo Ifah udah mulai capek ngerjain
tugas kuliah Maaf kalau Ifah selama kuliah ini kadang masih suka
main-main trus dapet nilai jelek. Terimakasih juga atas kasih dan
sayangnya serta limpahan doa untuk Ifah, doain Ifah semoga bisa selalu
membahagiakan mama sama bapak. Maaf kalo selama ini Ifah masih
kayak anak kecil suka buat marah

Teruntuk Keluargaku, mba dyah dan mba yanti terimakasih sudah


selalu semangatin aku dan doain aku dalam menyelesaikan tugas kuliahku
ini, terimakasih juga atas semangatnya dalam menyusun rencana untuk
datang ke wisudaku nanti walaupun gagal gara2 corona wkwk,
terimakasih juga buat imay atas wifi rumahnya dan pinjaman hpnya
untuk dipakai konsul video call pakai jitsi meet karena hpku gabisa buat
download aplikasi itu wkwk. Teruntuk Nofan Satria terimakasih ya sayang
sudah selalu doain aku, selalu kasih semangat untuk selesaikan tugas
kuliahku walaupun aku selalu bilang capek capek dan capek, dan selalu
dengerin keluh kesahku

vi
Teruntuk Dosen Pembimbing, Ibu Ns. Siti Nuryanti, S.Kep., M.Pd
dan Ibu Rus Andraini, A.Kp., MPH, terimakasih saya ucapkan karena telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu membimbing
saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Teruntuk Dosen Keperawatan, Terimakasih telah membimbing


saya dengan sabar dalam 3 tahun ini serta ilmu dan pengalaman berharga
yang akan selalu berguna dikemudian hari.

Teruntuk Bubuhanku, Kapitalis Bersahaja (bella, bogel, ka ica,


riska, ratu, selpi, tiara) terimakasih ya guyss udah buat hari-hariku
berwarna, udah bikin rame kelas dan grup wa dengan bahas-bahas yang
aneh2 mulai dari tugas, gossip, masalah percintaan sampai masalah
perselingkuhan wkwk. Terimakasih atas kelakuan kalian yang selalu ada
ada aja, Semoga persahabatan kita selalu terjalin sampai kita saling ngasih
surat undangan nikah, punya anak dan punya cucu Amin...

Teruntuk Squad Anak Cantik, Tim Anak akhirnya kita udah pecah
telor ya guys yippiiiee wkwk. Terimakasih atas pinjaman rumahnya buat
ngumpul, makasih banget buat printernya Ani, Najah dan Bella. Makasih
selalu kasih semangat antar satu sama lain, makasih udah bote di grup
katanya belum selesai tapi pas konsul rata-rata udah sampe pembahasan
evaluasi..itu yang membuat aku panas dan termotivasi buat cepat selesain
KTI ini wkwk, makasih juga atas kepanikan kalian di grup soalnya aku
suka kalo kalian panik wkwk, pokoknya kalian luar biasaaa...

Teruntuk Angkatan 6 Keperawatan Balikpapan, Terimakasih sudah


menjadi bagian dari keluargaku, terimakasih atas kerjasama, canda dan
tawa selama 3 tahun kuliah ini, yang sabar ya guys gara2 corona ini kita
gaada wisuda huhu lulus jalur corona dan harus ukom dulu. Semoga
Angkatan 6 sukses dan lulus ukom 100% Amiinn....

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas

berkat dan kasih karunia-Nya yang telah diberikan kepada peneliti sehingga dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dalam rangka memenuhi persyaratan ujian

akhir program Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Jurusan

Keperawatan Kelas Balikpapan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien

Anak Dengan Bronkopneumonia Yang Dirawat Di Rumah Sakit”.

Dalam penyusunan KTI peneliti banyak mengalami kesulitan dan hambatan

akan tetapi semuanya bisa dilalui berkat bantuan dari berbagai pihak. Dalam

penyusunan KTI ini peneliti telah mendapakan bantuan, dorongan dan bimbingan

dari berbagai pihak baik materil maupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. H. Supriadi B., S.Kp., M.Kep selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Kaltim.

2. Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Jurusan Politeknik Kesehatan

Kemenkes Kaltim.

3. Ns. Andi Lis Arming Gandini, M.Kep selaku Ketua Prodi D-III Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim.

4. Ns. Grace Carol Sipasulta, M.Kep., Sp.Kep.Mat selaku Penanggung Jawab Prodi

D-III Keperawatan Kelas Balikpapan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kaltim.

5. Rus Andraini, A.Kp., MPH selaku Pembimbing I dalam penyelesaian KTI.

viii
6. Ns. Siti Nuryanti, S.Kep., M.Pd selaku Pembimbing II dalam penyelesaikan

KTI.

7. Seluruh pihak yang terkait yang tidak mungkin disebut satu persatu dalam

menyelesaikan Program dan KTI ini.

KTI ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu masukan, saran, serta kritik

sangat diharapkan guna kesempurnaan KTI ini. Akhirnya hanya kepada Allah

Subhanahu Wa Ta’ala kita kembalikan semua urusan dan semoga dapat

memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak dan bernilai ibadah

dihadapan Allah.

Balikpapan, 7 Mei 2020

Peneliti

ix
ABSTRAK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANAK DENGAN


BRONKOPNEUMONIA YANG DIRAWAT DI RUMAH SAKIT”

Bronkopneumonia merupakan penyakit ISPA bagian bawah dari parenkim


paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution) yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Menurut South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC)
bronkopneumonia merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara rinci dan mendalami Asuhan
Keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dalam bentuk
review kasus untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan yang dilakukan
pada dua klien anak dengan bronkopneumonia. Lokasi penelitian pada klien 1
dilakukan di RS Samarinda Medika Citra pada tanggal 12 April-15 April 2019 dan
klien 2 dilakukan di ruang alamanda RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar
Lampung pada tanggal 25 Oktober-27 Oktober 2017. Pengumpulan data
menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Hasil penelitian pada pengkajian klien 1 dan 2 ditemukan keluhan yang
sama yaitu batuk berdahak, sesak dan demam. Pada kedua klien didapatkan
diagnosa yang sama yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif dan hipertermia.
Perbedaan diagnosa pada klien 1 yaitu risiko defisit nutrisi, risiko jatuh dan risiko
infeksi sedangkan pada klien 2 yaitu ansietas. Evaluasi pada kedua klien yaitu
semua masalah teratasi.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kedua klien batuk berdahak, sesak
dan demam, diagnosa keperawatan yang sama yaitu bersihan jalan nafas tidak
efektif dan hipertermia. Hasil penelitian ini disarankan dapat meningkatkan mutu
pelayanan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien anak dengan
bronkopneumonia secara spesifik dan komprehensif.

Kata Kunci : Bronkopneumonia, Asuhan, Keperawatan, Anak

x
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul Depan

Halaman Sampul Dalam dan Prasyarat ............................................................... i

Halaman Pernyataan............................................................................................ ii

Halaman Persetujuan ........................................................................................... iii

Halaman Pengesahan .......................................................................................... iv

Daftar Riwayat Hidup ......................................................................................... v

Halaman Persembahan ........................................................................................ vi

Kata Pengantar .................................................................................................... viii

Abstrak ................................................................................................................ x

Daftar Isi.............................................................................................................. xi

Daftar Gambar ..................................................................................................... xv

Daftar Bagan ....................................................................................................... xvi

Daftar Tabel ........................................................................................................ xvii

Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 5

xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bronkopneumonia ....................................................... 6

1. Pengertian ...................................................................................... 6

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan ........................................... 6

3. Klasifikasi ...................................................................................... 12

4. Etiologi .......................................................................................... 12

5. Patofisiologi ................................................................................... 13

6. Pathway Bronkopneumonia ........................................................... 16

7. Tanda dan Gejala ........................................................................... 17

8. Pemeriksaan Penunjang………………………………………… . 17

9. Komplikasi ..................................................................................... 18

10. Penatalaksanaan ............................................................................. 18

B. Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia ........................................... 20

1. Pengkajian Keperawatan................................................................ 20

2. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 22

3. Intervensi Keperawatan ................................................................. 27

4. Implementasi Keperawatan............................................................ 36

5. Evaluasi Keperawatan ................................................................... 36

C. Konsep Keperawatan Anak………………………………………… 37

1. Pertumbuhan dan Perkembangan................................................... 37

2. Batasan Usia Anak ......................................................................... 40

3. Falsafah Keperawatan Anak .......................................................... 41

4. Prinsip Keperawatan Anak…………………………………….. .. 44

xii
5. Peran Perawat Anak ....................................................................... 46

6. Hospitalisasi ................................................................................... 48

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan/Desain Penelitian ............................................................ 56

B. Subyek Penelitian ............................................................................... 56

C. Definisi Operasional ........................................................................... 56

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 57

E. Prosedur Penelitian ............................................................................ 57

F. Metode dan Instrument Pengmpulan Data ......................................... 58

G. Keabsahan Data ................................................................................. 58

H. Analisa Data ....................................................................................... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................................... 60

1. Gambaran Lokasi Penelitian .......................................................... 60

2. Hasil Asuhan Keperawatan ............................................................ 61

a. Pengkajian ................................................................................. 61

1) Anamnesis ............................................................................ 61

2) Pemeriksaan Fisik................................................................. 67

3) Pemeriksaan Penunjang ........................................................ 72

b. Diagnosa Keperawatan.............................................................. 73

c. Intervensi Keperawatan ............................................................. 77

d. Implementasi Keperawatan ....................................................... 83

e. Evaluasi Keperawatan ............................................................... 90

xiii
B. Pembahasan ........................................................................................ 103

1. Pengkajian ...................................................................................... 103

2. Diagnosa Keperawatan .................................................................. 106

3. Intervensi Keperawatan ................................................................. 117

4. Implementasi Keperawatan............................................................ 120

5. Evaluasi Keperawatan.................................................................... 123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ......................................................................................... 125

B. Saran ................................................................................................... 126

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 128

LAMPIRAN – LAMPIRAN

xiv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernapasan .......................................................... 7

xv
DAFTAR BAGAN

Halaman
Bagan 2.1 Pathway Bronkopneumonia ............................................................... 16

xvi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Hasil Anamnesis Klien Anak dengan Bronkopneumonia................... 61
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Fisik Klien Anak dengan Bronkopneumonia ....... 67
Tabel 4.3 Skala Risiko Jatuh Humpty Dumpty................................................... 70
Tabel 4.4 Pemeriksaan Penunjang Klien Anak dengan Bronkopneumonia ....... 72
Tabel 4.5 Diagnosa Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia......... 73
Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia ........ 77
Tabel 4.7 Implementasi Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia .. 83
Tabel 4.8 Evaluasi Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia .......... 90

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Literatur Asuhan Keperawatan Anak dengan Bronkopneumonia


oleh Yoanita Chairunisa di RS Samarinda Medika Citra
Lampiran 2 Literatur Asuhan Keperawatan Anak dengan Bronkopneumonia
oleh Niken Ariska di RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar
Lampung
Lampiran 3 Lembar Konsultasi
Lampiran 4 Dokumentas

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan generasi penerus bangsa. Agar tercapainya masa

depan bangsa yang baik harus dipastikan tumbuh kembang dan kesehatan anak

juga baik. Anak berada dalam suatu rentang pertumbuhan dan perkembangan,

dimana pertumbuhan dan perkembangan akan mempengaruhi dan menentukan

perkembangan anak di masa yang akan datang.

Kesehatan seorang anak dimulai dari pola hidup yang sehat. Pola hidup

sehat dapat diterapkan dari yang terkecil mulai dari menjaga kebersihan diri,

lingkungan hingga pola makan yang sehat dan teratur (Praditya, 2016).

Menjaga kesehatan sangatlah penting untuk sistem imun karena dapat

mencegah dan melawan zat asing yang membahayakan tubuh. Sistem imun

yang melemah akan menyebabkan bakteri atau virus sangat mudah untuk

menginfeksi tubuh sehingga dapat menimbulkan penyakit (Noya, 2019).

Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak yaitu diare, infeksi saluran

pernapasan akut (ISPA), cacingan, demam berdarah dan penyakit lain

(misalnya penyakit akibat gizi, penyakit bawaan, penyakit kulit, hingga kanker

pada anak) (Salbiah, 2018).

Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) merupakan penyakit ISPA

bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus

yang berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh

1
2

bakteri, virus, jamur dan benda asing (Samuel, 2015). Faktor resiko yang dapat

menyebabkan bronkopneumonia yaitu berat badan lahir rendah (BBLR), tidak

mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi

vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan

tingginya pajanan terhadap polusi udara baik polusi industri atau asap rokok

(Roro & Noviana, 2018).

Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar 800.000

hingga 2 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat bronkopneumonia.

Bahkan United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan WHO menyebutkan

bronkopneumonia sebagai kematian tertinggi anak balita, melebihi penyakit-

penyakit lain seperti campak, malaria serta Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS). Pada tahun 2017 bronkopneumonia setidaknya membunuh

808.694 anak di bawah usia 5 tahun (WHO, 2019). Insiden bronkopneumonia

di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak dibawah usia 5 tahun, 16-

22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000 anak pada anak

yang lebih tua (Anggraini & Rahmanoe, 2015). Menurut South East Asian

Medical Information Centre (SEAMIC) influenza dan bronkopneumonia

merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia (Fadhila, 2015).

Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, lima

provinsi yang mempunyai insiden bronkopneumonia balita tertinggi adalah

DKI Jakarta (95,53%), Sulawesi Tengah (71,82%), Kalimantan Utara

(70,91%), Banten (67,60%) dan Nusa Tenggara Barat (63,64%) (Kemenkes RI,

2018).
3

Kasus bronkopneumonia pada balita di provinsi Lampung pada tahun

2018 yaitu 2.373 kasus (<1 tahun), 5.698 kasus (1-4 tahun), 505 kasus

bronkopneumonia berat dengan 254 kasus (<1 tahun) dan 251 kasus (1-4

tahun), jumlah keseluruhannya yaitu 8.576 kasus dengan persentase 46,65%

sedangkan untuk provinsi Kalimantan Timur yaitu 1.874 kasus (<1 tahun),

3.853 kasus (1-4 tahun), 133 kasus untuk bronkopneumonia berat dengan 53

kasus (<1 tahun) dan 80 kasus (1-4 tahun), jumlah keseluruhan yaitu 5.860

kasus dengan persentase 29,02% (Kemenkes RI, 2018).

Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak dengan

bronkopneumonia adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan

dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi

sputum; gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan

pengiriman oksigen; ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan

proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa

sputum, distensi abdomen atau gas; intoleransi aktifitas berhubungan dengan

insufisiensi O2 untuk aktifitas sehari-hari; resiko ketidakseimbangan elektrolit

berhubungan dengan perubahan kadar elektrolit dalam serum (diare) (Nurarif

& Kusuma, 2015).

Pada masalah keperawatan diatas, penatalaksanaan yang dapat

dilakukan oleh perawat pada pasien bronkopneumonia yaitu terapi suportif

berupa pemberian O2 1 L/menit. Oksigen diberikan untuk mengatasi


4

hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja

miokardium. Pemberian cairan N4D5 untuk kebutuhan cairan, antipiretik untuk

mengatasi demam dan antibiotik untuk mikroorganisme penyebab penyakit

(Pusponegoro et al., 2004).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan

studi kasus penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak

Dengan Bronkopneumonia Yang Dirawat Di Rumah Sakit”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien anak

dengan bronkopneumonia?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kasus

bronkopneumonia pada klien anak secara rinci dan mendalam yang

ditekankan pada aspek Asuhan Keperawatan dengan menggunakan metode

proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi hasil pengkajian pada klien anak dengan

bronkopneumonia.
5

b. Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

c. Mengidentifikasi perencanaan keperawatan pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

d. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

e. Mengidentifikasi hasil evaluasi pada klien anak dengan

bronkopneumonia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang

asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia.

2. Tempat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan khususnya

untuk perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien anak

dengan bronkopneumonia.

3. Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambahkan keluasan ilmu dan

teknologi dalam bidang keperawatan saat melakukan asuhan keperawatan

pada klien anak dengan bronkopneumonia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Bronkopneumonia

1. Pengertian

Bronkopneumonia (pneumonia lobularis) merupakan salah satu

bagian penyakit dari pneumonia, yaitu infeksi saluran pernafasan akut

bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus

yang berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur dan benda asing yang ditandai dengan gejala demam

tinggi, gelisah, dispnea, nafas cepat dan dangkal (terdengar adanya ronchi

basah), muntah, diare, batuk kering dan produktif (Samuel, 2015).

Bronkopneumonia adalah peradangan parenkim paru yang di

sebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang di tandai

dengan gejala panas tinggi, gelisah, dipsnea, napas cepat dan dangkal,

muntah, diare serta batuk kering dan produktif (Hidayat, 2013).

2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Organ yang berperan penting dalam proses respirasi adalah paru-

paru/pulmo. System respirasi terdiri dari hidung/nasal, faring, laring, trakea,

bronkus, bronkiolus dan alveolus. Respirasi adalah pertukaran antara

oksigen dan karbondioksida dalam paru-paru, tepatnya dalam alveolus

(Utama, 2018).

6
7

Gambar 2.1
Anatomi Sistem Pernapasan
Sumber: (Torwoto & Ayani, 2009)

a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).

Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar

minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).

Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat

saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal

yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.

Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang

berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Disebelah belakang rongga

hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut

choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus

dan selaput lendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke

dalam rongga hidung.


8

b. Faring

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan

percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada

bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.

Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak)

tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui

faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai

suara.

Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang

keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan,

faring juga menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara

percakapan.

c. Laring

Laring adalah saluran pernapasan yang membawa udara menuju

ke trakea. Fungsi utama laring adalah untuk melindungi saluran

pernapasan dibawahnya dengan cara menutup secara cepat pada

stimulasi mekanik, sehingga mencegah masuknya benda asing ke dalam

saluran napas. Laring mengandung pita suara (vocal cord).

Laring terdiri dari 1 tulang dan 3 tulang rawan (cartilago) yaitu

Os. Hyoid, Cartilago Epiglotis, Cartilago Tiroid, dan Cartilago Cricoid.

d. Trakea

Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring.

Trakea berfungsi sebagai tempat perlintasan udara setelah melewati


9

saluran pernapasan bagian atas, yang membawa udara bersih, hangat, dan

lembab. Pada trakea terdapat sel-sel bersilia yang berguna untuk

mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan

udara pernapasan.

e. Bronkus dan Bronkiolus

Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea.

Terdapat dua bronkus, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus

kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-

8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih

ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin dan mempunyai 2

cabang.

Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut

bronkiolus (bronkioli). Udara yang masuk ke bronkus, akan diteruskan

ke bronkiolus, untuk bisa menuju ke alveolus. Alveolus adalah kantung

udara yang menjadi tempat pengolahan udara. Di organ ini, udara kotor

atau karbondioksida sisa proses pernapasan, akan ditukar dengan oksigen

bersih yang baru dihirup.

f. Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediasternum),

dilindungi oleh struktur tulang selangka.

Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura

dibagi menjadi dua, yaitu:


10

1) Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang

langsung membungkus paru.

2) Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut

kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara,

sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat

sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaan

pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada

sewaktu ada gerakan bernapas.

Paru-paru berfungsi sebagai pertukaran oksigen dan karbon

dioksida di dalam darah. Setelah membebaskan oksigen, sel-sel darah

merah menangkap karbondioksida sebagai hasil metabolisme tubuh

yang akan dibawa ke paru-paru. Di paru-paru karbondioksida dan uap

air dilepaskan dan dikeluarkan dari paru-paru melalui hidung.

Mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu :

a. Pernapasan dada

Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antar

tulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Fase Inspirasi

Fase ini berupa berkontaksinya otot antar tulang rusuk

sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga

dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar

yang kaya akan oksigen masuk.


11

2) Fase Ekspirasi

Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antar

tulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk

sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di

dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,

sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbondioksida keluar.

b. Pernapasan Perut

Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya

melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut

dan rongga dada.

Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua tahap,

yaitu sebagai berikut:

1) Fase Inspirasi

Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma

mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi

kecil sehingga udara luar masuk.

2) Fase Ekspirasi

Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma

(kembali ke posisi semula, mengembang) sehingga rongga dada

mengecil dan tekanan menjadi lebih besar, akibatnya udara keluar dari

paru-paru.
12

3. Klasifikasi

Berikut ini klasifikasi dari bronkopneumonia (Rahajoe & Nastini,

2010) :

a. Bronkopneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak

tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotik.

b. Bronkopneumonia berat : bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih

sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi

antibiotik.

c. Bronkopneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan

yang cepat yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50

x/menit pada anak usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5

tahun.

d. Bukan bronkopneumonia : hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda

seperti di atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

4. Etiologi

Secara umum bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme

pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan

sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan

yang terdiri atas: reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan

silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral

setempat (Nurarif & Kusuma, 2015).


13

Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan

jamur, antara lain (Nurarif & Kusuma, 2015) :

a. Bakteri : Streptokokus, Stafilokokus, Haemopilus influenza, dan

Klebsiela.

b. Virus : Legionella Pneumoniae.

c. Jamur/fungi : Aspergillus Spesies, Candida Albicans.

d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-

paru.

e. Terjadi kongesti paru yang lama.

5. Patofisiologi

Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah

mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk

melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat masuk kesaluran

pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. Reaksi ini

menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh

menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.

Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama

sekret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi

semakin sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul

dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus paru dan

mengganggu sistem pertukaran gas di paru.

Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat

menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat
14

membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul

masalah gastrointestinal.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat

melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada

dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di

alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium,

yaitu (Wijayaningsih, 2013) :

a. Stadium (4-12 jam pertama/ kongesti)

Disebut hyperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini di tandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencangkup histamine dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamine dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema

antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan diantara kapiler dan

alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam darah

dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.


15

b. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh

sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu

(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena

menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan

cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti

hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal

sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat

singkat yaitu selama 48 jam.

c. Stadium III (3-8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah

putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfekasi. Pada saat ini

endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi

fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai

diresorasi, lobus masih tetap padat karena berisi kapiler darah tidak

lagi mengalami kongesti.

d. Stadium IV (7-11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon

imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan

diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya

semula.
16

6. Pathway Bronkopneumonia

Virus, bakteri, jamur, dan benda asing

Invasi saluran pernapasan

Kuman berlebih di Kuman terbawa ke Infeksi saluran nafas


bronkus saluran cerna bawah

Infeksi saluran Dilatasi pembuluh Peradangan


Proses peradangan pencernaan darah

Peningkatan
Akumulasi sekret di Peningkatan flora Eksudat masuk ke suhu tubuh
bronkus normal di usus alveoli

Hipertermia
Peningkatan (D.0130)
Bersihan Jalan Mukus di bronkus peristaltik usus Gangguan difusi gas
Nafas Tidak
Efektif
(D.0001)
Bau mulut tidak Suplai O2
sedap Malabsorpsi Gangguan menurun
Pertukaran Gas
(D.0003)

Anoreksia Diare Hipoksia

Resiko
Intake kurang Ketidakseimbangan Fatique
Elektrolit
(D.0037)

Defisit Nutrisi Intoleransi


(D.0019) Aktivitas
(D.0056)

Bagan 2.1
Pathway Bronkopneumonia
Sumber: (Anggraeni, 2019; PPNI, 2017)
17

7. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala bronkopneumonia adalah sebagai berikut

(Wijayaningsih, 2013) :

a. Biasanya didahului infeksi traktus respratori atas.

b. Demam (39oC-40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam

tinggi

c. Anak sangat gelisah, yang dicetuskan oleh pernapasan dan batuk.

d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai penapasan cuping hidung dan

sianosis sekitar hidung dan mulut.

e. Kadang- kadang disertai muntah dan diare.

f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.

g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipokisia apabila infeksinya

serius.

h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang

menyebabkan ateletaksis absorbs.

8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang bronkopneumonia adalah sebagai berikut

(Nurarif & Kusuma, 2015) :

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan darah

2) Pemeriksaan sputum

3) Analisa gas darah

4) Kultur darah
18

5) Sampel darah, sputum, dan urin

b. Pemeriksaan radiologi

1) Rontgenogram thoraks

2) Laringoskopi/bronkoskopi

9. Komplikasi

Komplikasi bronkopneumonia adalah sebagai berikut

(Wijayaningsih, 2013) :

a. Atelectalis, adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps

paru akibat kurangnya mobilisasi refleks batuk hilang apabila

penumpukan secret akibat berkurangnya daya kembang pau-paru terus

terjadi dan penumpukan secret ini menyebabkan obstruksi bronkus

instrinsic.

b. Empisema, adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam

rongga pleura terdapat di suatu tempat atau seluruh rongga pleura.

c. Abses paru, adalah penumpukan pus (nanah) dalam paru yang meradang.

d. Infeksi sitemik.

e. Endocarditis, adalah peradangan pada katup endokardial.

f. Meningitis, adalah infeksi yang menyerang pada selaput otak.

10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk bronkopneumonia

adalah sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2015) :

a. Menjaga kelancaran pernapasan dengan memberikan terapi oksigen 1-5

lpm.
19

b. Kebutuhan istirahat

Pasien ini sering hiperpireksia maka pasien perlu cukup istirahat,

semua kebutuhan pasien harus ditolong di tempat tidur.

c. Kebutuhan nutrisi dan cairan

Pasien bronkopneumonia hampir selalu mengalami masukan

makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan

masukan cairan yang kurang dapat menyebabkan dehidrasi. Untuk

mencegah dehidrasi dan kekurangan kalori dipasang infus dengan cairan

glukosa 5% dan NaCl 0,9%.

d. Mengontrol suhu tubuh

e. Pengobatan

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi.

Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi secepatnya

maka biasanya diberikan Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau

diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti Ampisilin.

Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari. Karena

sebagian besar pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang

makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan hasil

analisis gas darah arteri.

f. Pasien diposisikan untuk mendapatkan inspirasi maksimal yaitu semi

fowler 45 derajat.

g. Pengobatan simtomatis, nebulizer, dan fisioterapi dada.


20

B. Asuhan Keperawatan pada Bronkopneumonia

Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di

berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-

kaidah keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat

keperawatan bersifat humanistik, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif

klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien serta dilandasi kode etik

dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang dan tanggung jawab

keperawatan. Dalam proses keperawatan, asuhan keperawatan dibagi menjadi

5 tahap yaitu :

1. Pengkajian Keperawatan

Tahap pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu.

Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat

penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu.

a. Keluhan Utama

Anak sangat gelisah karena sesak napas.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan

bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat

mendadak sampai 39o C-40o C dan kadang disertai kejang karena demam

yang tinggi.
21

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun

menurun.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran

pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.

e. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan

dengan anggota keluarga perokok dapat menyebabkan penyakit pada

pernapasan.

f. Imunisasi

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat

penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena sistem

pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

h. Nutrisi

Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).

i. Pemeriksaan fisik

Inspeksi: Adanya takipnea, dispnea, sianosis sirkumoral, pernafasan

cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi

produktif, serta nyeri dada pada waktu menarik nafas dan tarikan dinding

dada tampak jelas.


22

Palpasi: Hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat

pada sisi yang sakit dan nadi mengalami peningkatan.

Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit.

Auskultasi: Akan terdengar wheezing, terdengar adanya ronkhi basah.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus

bronkopneumonia yaitu (PPNI, 2017) :

a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)

1) Definisi

Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas

untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.

2) Penyebab

Fisiologis :

a) Spasme jalan nafas

b) Hipersekresi jalan nafas

c) Benda Asing dalam jalan nafas

d) Sekresi yang tertahan


23

e) Proses infeksi

Situasional :

a) Merokok aktif

b) Merokok pasif

c) Terpajan polutan

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subyektif : -

Obyektif :

a) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk

b) Sputum berlebih/obstruksi di jalan napas/mekonium di jalan napas

(pada neonatus)

c) Mengi, wheezing dan/ ronkhi kering

4) Gejala dan Tanda Minor

Subyektif :

a) Dispnea

b) Sulit bicara

c) Ortopnea

Obyektif :

a) Gelisah

b) Sianosis

c) Bunyi napas menurun

d) Frekuensi napas berubah

e) Pola napas berubah


24

b. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

1) Definisi

Kelebihan atau kekurangan oksigenisasi dan/atau eliminasi

karbondioksida pada membrane alveolus-kapiler.

2) Penyebab

a) Perubahan membrane alveolus-kapiler

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subyektif :

a) Dispnea

Obyektif :

a) PCO2 meningkat/menurun

b) PCO2 menurun

c) Takikardia

d) pH arteri meningkat/menurun

e) Bunyi nafas tambahan

4) Gejala dan Tanda Minor

Subyektif :

a) Pusing

b) Penglihatan kabur

Obyektif :

a) Sianosis

b) Gelisah

c) Napas cuping hidung


25

d) Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iraguler,

dalam/dangkal)

e) Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)

f) Kesadaran menurun

c. Hipertermia (D.0130)

1) Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.

2) Penyebab

a) Proses penyakit (mis. infeksi)

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subyektif : -

Obyektif :

a) Suhu tubuh diatas nilai normal

4) Gejala dan Tanda Minor

Subyektif : -

Obyektif :

a) Kulit merah

b) Kejang

c) Takikardi

d) Takipnea

e) Kulit terasa hangat


26

d. Defisit Nutrisi (D.0019)

1) Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

2) Penyebab

a) Kurangnya asupan makanan

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : -

Objektif :

a) Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

4) Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

a) Nafsu makan menurun

Objektif :

a) Bising usus hiperaktif

b) Otak pengunyah lemah

c) Otot menelan lemah

d) Membran mukosa pucat

e. Intoleransi Aktivitas (D.0056)

1) Definisi

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

2) Penyebab

a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b) Kelemahan
27

3) Gejala dan Tanda Mayor

Subyektif :

a) Mengeluh lelah

Obyektif :

a) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

4) Gejala dan Tanda Minor

Subyektif :

a) Dispnea saat/setelah aktivitas

b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

c) Merasa lemah

Obyektif :

a) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

b) Sianosis

f. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0037)

1) Definisi

Berisiko mengalami perubahan kadar serum elektrolit.

2) Faktor resiko

a) Ketidakseimbangan cairan (mis. dehidrasi dan intoksikasi air)

b) Diare

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan

dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien.


28

Adapun intervensi dan luaran yang sesuai dengan penyakit

bronkopneumonia adalah sebagai berikut (PPNI, 2018; PPNI, 2019) :

a. Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan

napas, hipersekresi jalan nafas, benda asing dalam jalan nafas, sekresi

yang tertahan dan proses infeksi.

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka bersihan

jalan napas (L.01001) meningkat dengan kriteria hasil :

a) Batuk efektif

b) Produksi sputum menurun

c) Wheezing menurun

d) Dispnea menurun

e) Sianosis menurum

f) Gelisah menurun

g) Frekuensi napas membaik

h) Pola napas membaik

2) Intervensi keperawatan :

Observasi :

a) Identifikasi kemampuan batuk

b) Monitor adanya retensi sputum

c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

d) Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

e) Auskultasi bunyi napas


29

Terapeutik :

a) Atur posisi semi fowler atau fowler

b) Berikan minum hangat

c) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

d) Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi :

a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

b) Ajarkan teknik batuk efektif

c) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam

yang ke-3

Kolaborasi :

a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik atau ekspektoran,

jika perlu

b. Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolus-kapiler.

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka pertukaran

gas (L.01003) meningkat dengan kriteria hasil :

a) Tingkat kesadaran meningkat

b) Dispnea menurun

c) Bunyi napas tambahan menurun

d) Gelisah menurun

e) Napas cuping hidung menurun

f) PCO2 membaik
30

g) PO2 membaik

h) Takikardia menaik

i) pH arteri membaik

j) Pola napas membaik

k) Warna kulit membaik

2) Intervensi keperawatan :

Observasi :

a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

b) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,

kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)

c) Monitor adanya sumbatan jalan napas

d) Auskultasi bunyi napas

e) Monitor saturasi oksigen

f) Monitor nilai AGD

g) Monitor hasil x-ray thoraks

h) Monitor kecepatan aliran oksigen

i) Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen

Terapeutik :

a) Berikan oksigen tambahan, jika perlu

b) Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi

Kolaborasi :

a) Kolaborasi penentuan dosis oksigen

b) Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur


31

c. Dx : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka

termoregulasi (L.14134) membaik dengan kriteria hasil :

a) Menggigil menurun

b) Kulit merah menurun

c) Kejang menurun

d) Pucat menurun

e) Takikardi menurun

f) Takipnea menurun

g) Bradikardi menurun

h) Hipoksia menurun

i) Suhu tubuh membaik

j) Suhu kulit membaik

k) Tekanan darah membaik

2) Intervensi keperawatan :

Observasi :

a) Identifikasi penyebab hipertermia

b) Monitor tanda-tanda vital

c) Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam, jika perlu

d) Monitor intake dan output cairan

e) Monitor warna dan suhu kulit

f) Monitor komplikasi akibat hipertermia


32

Terapeutik :

a) Sediakan lingkungan yang dingin

b) Longgarkan atau lepaskan pakaian

c) Basahi dan kipasi permukaan tubuh

d) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat

e) Berikan cairan oral

f) Ganti linen setiap hari jika mengalami keringat berlebih

g) Lakukan pendinginan eksternal (mis. kompres dingin pada dahi,

leher, dada, abdomen, aksila

Edukasi :

a) Anjurkan tirah baring

b) Anjurkan memperbanyak minum

Kolaborasi :

a) Kolaborasi pemberian antipiretik, jika perlu

b) Kolaborasi pemberisn antibiotik, jika perlu

d. Dx : Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka status nutrisi

(L.03030) membaik dengan kriteria hasil :

a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat

b) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat

c) Perasaan cepat kenyang menurun

d) Berat badan membaik

e) Indeks massa tubuh (IMT) membaik


33

f) Frekuensi makan membaik

g) Nafsu makan membaik

h) Bising usus membaik

i) Membran mukosa membaik

2) Intervensi keperawatan :

Observasi :

a) Identifikasi status nutrisi

b) Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik

c) Monitor asupan makanan

d) Monitor berat badan

Terapeutik :

a) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

b) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

c) Berikan suplemen makanan, jika perlu

d) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan

oral dapat ditoleransi

e) Berikan makanan sesuai keinginan, jika memungkinkan

Edukasi :

a) Anjurkan orang tua atau keluarga membantu memberi makan

kepada pasien

Kolaborasi :

a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu


34

b) Kolaborasi pemberian antiemetil sebelum makan, jika perlu

e. Dx : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen dan kelemahan

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka toleransi

aktivitas (L.05047) meningkat dengan kriteria hasil :

a) Frekuensi nadi meninngkat

b) Saturasi oksigen meningkat

c) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

d) Keluhan lelah menurun

e) Dispnea saat aktivitas menurun

f) Dispnea setelah aktivitas menurun

g) Sianosis menurun

h) Warna kulit membaik

i) Tekanan darah membaik

j) Frekuensi napas membaik

2) Intervensi keperawatan :

Observasi :

a) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

b) Monitor saturasi oksigen

c) Monitor tekanan darah, nadi dan pernapasan setelah melakukan

aktivitas

Terapeutik :

a) Libatkan keluarga dalam aktivitas


35

b) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus

c) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau

berjalan

Edukasi :

a) Anjurkan tirah baring

b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

c) Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai

d) Berikan oksigen, sesuai indikasi

f. Dx : Resiko ketidakseimbangan elektrolit ditandai dengan

ketidakseimbangan cairan, dan diare.

1) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, maka fungsi

gastrointestinal (L.03019) membaik dan keseimbangan cairan

(L.03020) meningkat dengan kriteria hasil :

a) Mual menurun

b) Muntah menurun

c) Dispepsia menurun

d) Peristaltik usus membaik

e) Asupan cairan meningkat

f) Membrane mukosa membaik

g) Turgor kulit membaik

2) Intervensi keperawatan :

Observasi :

a) Identifikasi penyebab diare (mis. inflamasi gastrointestinal)


36

b) Monitor mual, muntah, dan diare

c) Monitor status hidrasi

Terapeutik :

a) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam

b) Berikan asupan cairan oral (mis. larutan garam gula, oralit)

c) Berikan cairan intravena, jika perlu

Edukasi :

a) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap

Kolaborasi :

a) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis. loperamide,

difenoksilat)

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas

keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan

dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas

intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan pasien

terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Bagian dari

pengumpulan data ini mempraksarai tahap evaluasi proses keperawatan.

Pada tahap ini, perawat harus melakukan melaksanakan tindakan

keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan. Tindakan dan respon

pasien tersebut langsung dicatat dalam format tindakan keperawatan

(Dinarti et al., 2013).


37

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa

keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnose keperawatan meliputi data

subyektif (S) data obyektif (O), analisa permasalahan (A) klien berdasarkan

S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.

Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses.semua itu dicatat pada formulir

catatan perkembangan (progress note) (Dinarti et al., 2013).

C. Konsep Keperawatan Anak

1. Pertumbuhan dan Perkembangan

a. Pengertian

Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan

berkembang sejak konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini

yang membedakan anak dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak

menunjukkan ciri-ciri pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai

dengan usianya (Kemenkes RI, 2016).

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta

jaringan interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur

tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan

panjang dan berat. Perkembangan adalah bertambahnya struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak

halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Pertumbuhan

terjadi secara simultan dengan perkembangan (Kemenkes RI, 2016).


38

Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan

saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, misalnya perkembangan

sistem neuromuskuler, kemampuan bicara, emosi dan sosialisasi.

Kesemua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia

yang utuh (Kemenkes RI, 2016).

b. Ciri-Ciri Pertumbuhan

Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Yuliastati &

Nining, 2016) :

1) Perubahan proporsi tubuh yang dapat diamati pada masa bayi dan

dewasa.

2) Hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Perubahan ini

ditandai dengan tanggalnya gigi susu dan timbulnya gigi permanen,

hilangnya refleks primitif pada masa bayi, timbulnya tanda seks

sekunder dan perubahan lainnya.

3) Kecepatan pertumbuhan tidak teratur. Hal ini ditandai dengan adanya

masa-masa tertentu dimana pertumbuhan berlangsung cepat yang

terjadi pada masa prenatal, bayi dan remaja (adolesen). Pertumbuhan

berlangsung lambat pada masa pra sekolah dan masa sekolah.

c. Ciri-Ciri Perkembangan

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak bersifat individual.

Pola perkembangan setiap anak mempunyai ciri-ciri yang sama, yaitu

(Kemenkes RI, 2016) :

1) Perkembangan menimbulkan perubahan.


39

Perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan. Setiap

pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Misalnya

perkembangan intelegensia pada seorang anak akan menyertai

pertumbuhan otak dan serabut saraf.

2) Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal menentukan

perkembangan selanjutnya.

Seorang anak tidak bisa melewati satu tahap perkembangan

sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Contoh: seorang anak tidak

akan bisa berjalan sebelum ia berdiri dan ia tidak bisa berdiri jika

pertumbuhan kaki dan bagian tubuh lain yang terkait dengan fungsi

anak terhambat. Perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena

akan menentukan perkembangan selanjutnya.

3) Pertumbuhan dan perkembangan mempunyai kecepatan yang

berbeda.

Sebagaimana pertumbuhan, perkembangan juga mempunyai

kecepatan yang berbeda-beda baik dalam pertumbuhan fisik maupun

perkembangan fungsi organ. Kecepatan pertumbuhan dan

perkembangan setiap anak juga berbeda-beda.

4) Pertumbuhan berkorelasi dengan perkembangan.

Pada saat pertumbuhan berlangsung, maka perkembanganpun

mengikuti. Terjadi peningkatan kemampuan mental, memori, daya

nalar, asosiasi dan lain-lain pada anak, sehingga pada anak sehat
40

seiring bertambahnya umur maka bertambah pula tinggi dan berat

badannya begitupun kepandaiannya.

5) Perkembangan mempunyai pola yang tetap.

Perkembangan fungsi organ tubuh terjadi menurut hukum

yang tetap, yaitu :

a) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah kepala, kemudian

menuju ke arah kaudal/anggota tubuh (pola sefalokaudal).

b) Perkembangan terjadi lebih dahulu di daerah proksimal (gerak

kasar) lalu berkembang ke bagian distal seperti jari-jari yang

mempunyai kemampuan gerak halus (pola proksimodistal).

6) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.

Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang

teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

misalnya anak mampu berjalan dahulu sebelum bisa berdiri.

7) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan.

Tahap perkembangan seorang anak mengikuti pola yang

teratur dan berurutan. Tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik,

misalnya anak mampu berjalan dahulu sebelum bisa berdiri.

2. Batasan Usia Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, Anak adalah seseorang

yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan. Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak


41

adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan

Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan

Bangsa-bangsa yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia di

bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi

anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal (Soediono, 2014).

3. Falsafah Keperawatan Anak

Falsafah keperawatan anak merupakan suatu landasan berpikir

dalam penerapan ilmu keperawatan anak. Landasan berpikir tersebut terdiri

dari empat komponen, empat komponen tersebut sebagai berikut (Yuliastati

& Nining, 2016) :

a. Manusia
Dalam keperawatan anak yang menjadi individu (klien) adalah

anak yang diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari 18

(delapan belas) tahun dalam masa tumbuh kembang, dengan kebutuhan

khusus yaitu kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual.

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang

perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dalam

proses berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola

koping dan perilaku sosial. Ciri fisik pada semua anak tidak mungkin

pertumbuhan fisiknya sama, demikian pula pada perkembangan kognitif

adakalanya cepat atau lambat. Perkembangan konsep diri sudah ada sejak

bayi akan tetapi belum terbentuk sempurna dan akan mengalami

perkembangan seiring bertambahnya usia anak. Pola koping juga sudah

terbentuk sejak bayi di mana bayi akan menangis saat lapar.


42

Perilaku sosial anak juga mengalami perkembangan yang

terbentuk mulai bayi seperti anak mau diajak orang lain. Sedangkan

respons emosi terhadap penyakit bervariasi tergantung pada usia dan

pencapaian tugas perkembangan anak, seperti pada bayi saat perpisahan

dengan orang tua maka responsnya akan menangis, berteriak, menarik

diri dan menyerah pada situasi yaitu diam.

Dalam memberikan pelayanan keperawatan anak selalu

diutamakan, mengingat kemampuan dalam mengatasi masalah masih

dalam proses kematangan yang berbeda dibanding orang dewasa karena

struktur fisik anak dan dewasa berbeda mulai dari besarnya ukuran

hingga aspek kematangan fisik. Proses fisiologis anak dengan dewasa

mempunyai perbedaan dalam hal fungsi tubuh dimana orang dewasa

cenderung sudah mencapai kematangan. Kemampuan berpikir anak

dengan dewasa berbeda dimana fungsi otak dewasa sudah matang

sedangkan anak masih dalam proses perkembangan. Demikian pula

dalam hal tanggapan terhadap pengalaman masa lalu berbeda, pada anak

cenderung kepada dampak psikologis yang apabila kurang mendukung

maka akan berdampak pada tumbuh kembang anak sedangkan pada

dewasa cenderung sudah mempunyai mekanisme koping yang baik dan

matang.

b. Sehat-Sakit

Rentang sehat-sakit merupakan batasan yang dapat diberikan

bantuan pelayanan keperawatan pada anak adalah suatu kondisi anak


43

berada dalam status kesehatan yang meliputi sejahtera, sehat optimal,

sehat, sakit, sakit kronis dan meninggal. Rentang ini suatu alat ukur

dalam menilai status kesehatan yang bersifat dinamis dalam setiap waktu.

Selama dalam batas rentang tersebut anak membutuhkan bantuan

perawat baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti apabila

anak dalam rentang sehat maka upaya perawat untuk meningkatkan

derajat kesehatan sampai mencapai taraf kesejahteraan baik fisik, sosial

maupun spiritual. Demikian sebaliknya apabila anak dalam kondisi kritis

atau meninggal maka perawat selalu memberikan bantuan dan dukungan

pada keluarga. Jadi batasan sehat secara umum dapat diartikan suatu

keadaan yang sempurna baik fisik, mental dan sosial serta tidak hanya

bebas dari penyakit dan kelemahan.

c. Lingkungan

Lingkungan dalam paradigma keperawatan anak yang dimaksud

adalah lingkungan eksternal maupun internal yang berperan dalam

perubahan status kesehatan anak. Lingkungan internal seperti anak lahir

dengan kelainan bawaan maka di kemudian hari akan terjadi perubahan

status kesehatan yang cenderung sakit, sedang lingkungan eksternal

seperti gizi buruk, peran orang tua, saudara, teman sebaya dan

masyarakat akan mempengaruhi status kesehatan anak.

d. Keperawatan

Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan


44

secara optimal dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat

tercapai dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga

merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif

dan keluarga sangat berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan

keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting

dalam perlindungan anak dan mempunyai peran memenuhi kebutuhan

anak. Peran lainnya adalah mempertahankan kelangsungan hidup bagi

anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak dan mensejahterakan anak

untuk mencapai masa depan anak yang lebih baik, melalui interaksi

tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak.

4. Prinsip Keperawatan Anak

Dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak tentu berbeda

dibandingkan dengan orang dewasa. Banyak perbedaan-perbedaan yang

diperhatikan dimana harus disesuaikan dengan usia anak serta pertumbuhan

dan perkembangan karena perawatan yang tidak optimal akan berdampak

tidak baik secara fisiologis maupun psikologis anak itu sendiri.

Prinsip keperawatan anak yaitu sebagai berikut (Yuliastati & Nining,

2016) :

a. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik,

artinya bahwa tidak boleh memandang anak dari segi fisiknya saja

melainkan sebagai individu yang unik yang mempunyai pola

pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.


45

b. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan

sesuai tahap perkembangannya. Sebagai individu yang unik, anak

memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai

tumbuh kembang. Kebutuhan fisiologis seperti nutrisi dan cairan,

aktivitas, eliminasi, tidur dan lain-lain, sedangkan kebutuhan psikologis,

social dan spiritual yang akan terlihat sesuai tumbuh kembangnya.

c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan derajat kesehatan yang bertujuan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak mengingat anak

adalah penerus generasi bangsa.

d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus

pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Dalam

mensejahterakan anak maka keperawatan selalu mengutamakan

kepentingan anak dan upayanya tidak terlepas dari peran keluarga

sehingga selalu melibatkan keluarga.

e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga

untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi dan meningkatkan

kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang

sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek atin (legal).

f. Tujuan keperawatan anak dan keluarga adalah untuk meningkatkan

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai

makhluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan


46

masyarakat. Upaya kematangan anak adalah dengan selalu

memperhatikan lingkungan yang baik secara internal maupun eksternal

dimana kematangan anak ditentukan oleh lingkungan yang baik.

g. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus

pada ilmu tumbuh kembang, sebab ini yang akan mempelajari aspek

kehidupan anak.

5. Peran Perawat Anak

Beberapa peran perawat antara lain (Yuliastati & Nining, 2016) :

a. Sebagai pendidik
Perawat berperan sebagai pendidik, baik secara langsung dengan

memberi penyuluhan/pendidikan kesehatan pada orang tua maupun

secara tidak langsung dengan menolong orang tua/anak memahami

pengobatan dan perawatan anaknya. Kebutuhan orang tua terhadap

pendidikan kesehatan dapat mencakup pengertian dasar penyakit

anaknya, perawatan anak selama dirawat di rumah sakit, serta perawatan

lanjut untuk persiapan pulang ke rumah. Tiga domain yang dapat dirubah

oleh perawat melalui pendidikan kesehatan adalah pengetahuan,

keterampilan serta sikap keluarga dalam hal kesehatan khususnya

perawatan anak sakit.

b. Sebagai konselor

Suatu waktu anak dan keluarganya mempunyai kebutuhan

psikologis berupa dukungan/dorongan mental. Sebagai konselor,

perawat dapat memberikan konseling keperawatan ketika anak dan

keluarganya membutuhkan. Hal inilah yang membedakan layanan


47

konseling dengan pendidikan kesehatan. Dengan cara mendengarkan

segala keluhan, melakukan sentuhan dan hadir secara fisik maka perawat

dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan orang tua tentang

masalah anak dan keluarganya dan membantu mencarikan alternatif

pemecahannya.

c. Melakukan koordinasi atau kolaborasi

Dengan pendekatan interdisiplin, perawat melakukan koordinasi

dan kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain dengan tujuan

terlaksananya asuhan yang holistik dan komprehensif. Perawat berada

pada posisi kunci untuk menjadi koordinator pelayanan kesehatan karena

24 jam berada di samping pasien. Keluarga adalah mitra perawat, oleh

karena itu kerjasama dengan keluarga juga harus terbina dengan baik

tidak hanya saat perawat membutuhkan informasi dari keluarga saja,

melainkan seluruh rangkaian proses perawatan anak harus melibatkan

keluarga secara aktif.

d. Sebagai pembuat keputusan etik

Perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat

keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai normal yang diyakini

dengan penekanan pada hak pasien untuk mendapat otonomi,

menghindari hal-hal yang merugikan pasien dan keuntungan asuhan

keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan pasien. Perawat juga

harus terlibat dalam perumusan rencana pelayanan kesehatan di tingkat

kebijakan. Perawat harus mempunyai suara untuk didengar oleh para


48

pemegang kebijakan dan harus aktif dalam gerakan yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan anak. Perawat yang paling mengerti tentang

pelayanan keperawatan anak. Oleh karena itu perawat harus dapat

meyakinkan pemegang kebijakan bahwa usulan tentang perencanaan

pelayanan keperawatan yang diajukan dapat memberi dampak terhadap

peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak.

e. Sebagai peneliti

Sebagai peneliti perawat anak membutuhkan keterlibatan penuh

dalam upaya menemukan masalah-masalah keperawatan anak yang

harus diteliti, melaksanakan penelitian langsung dan menggunakan hasil

penelitian kesehatan/keperawatan anak dengan tujuan meningkatkan

kualitas praktik/asuhan keperawatan pada anak. Pada peran ini

diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam melihat fenomena yang ada

dalam layanan asuhan keperawatan anak sehari-hari dan menelusuri

penelitian yang telah dilakukan serta menggunakan literatur untuk

memvalidasi masalah penelitian yang ditemukan. Pada tingkat

kualifikasi tertentu, perawat harus dapat melaksanakan penelitian yang

bertujuan untuk meningkatkan kualitas praktik keperawatan anak.

6. Hospitalisasi

a. Pengertian

Hospitalisasi merupakan keadaan yang mengharuskan anak

tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan karena suatu

alasan yang berencana maupun kondisi darurat. Tinggal dirumah sakit


49

dapat menimbulkan stress bagi anak-anak, remaja, dan keluarga mereka.

Tinggal di rumah sakit bisa sulit bagi anak pada usia berapapun. Penyakit

dan rumah sakit berpotensi besar membuat anak mengalami stress.

Proses hospitalisasi dapat dikatakan mengganggu kehidupan anak dan

dapat mengganggu perkembangan normal. Ketika anak-anak menjalani

perawatan di rumah sakit, mereka mungkin kehilangan teman-teman dan

keluarga. Mereka mungkin bosan atau takut. Anak-anak mungkin tidak

mengerti mengapa mereka berada di rumah sakit atau mereka mungkin

memiliki keyakinan yang salah tentang apa yang terjadi (Mendiri &

Prayogi, 2016).

b. Dampak Hospitalisasi

Proses hospitalisasi dapat menjadi pengalaman yang

membingungkan dan menegangkan bagi anak-anak, remaja, dan

keluarga mereka. Proses hospitalisasi mempengaruhi anak-anak dengan

cara yang berbeda, tergantung pada usia, alasan untuk rawat inap mereka,

dan temperamen.

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi

terhadap pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual

dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak,

pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia,

dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya reaksi anak

terhadap sakit adalah kecemsan karena perpisahan dengan keluarga dan


50

teman, berada di lingkungan baru, menerima investigasi dan perawatan,

serta kehilangan kontrol diri.

Kecemasan karena perpisahan dengan keluarga dan teman

berpengaruh pada terganggunya aktivitas bersaman teman, rutinitas yang

dijalani bersama keluarga, hubungan teman sebaya, dan prestasi di

sekolah. Anak yang berada di lingkungan baru selama proses

hospitalisasi juga merasa takut pada orang asing yang merawatnya

maupun lingkungan rumah sakit yang terasa asing. Selain itu,

ketidaksukaan anak pada lingkungan rumah sakit juga disebabkan oleh

ruangan rumah sakit yang ramai/gaduh, lingkungan yang panas, fasilitas

permainan yang tidak memadai, dan makanan rumah sakit yang mungkin

terasa hambar dan tidak enak.

Hal lain yang menyebabkan anak mengalami kecemasan pada

saat proses hospitaslisasi adalah anak harus menerima perawatan dan

investasi. Ketika menerima perawatan anak biasanya takut pada proses-

proses yang harus dijalaninya, seperti proses operasi, penyuntikan,

mutilasi dan mengonsumsi obat-obatan secara rutin. Ketakutan selama

proses perawatan juga bisa diakibatkan karena adanya bayangan tentang

rasa nyeri, perubahan tentang penampilan tubuh, dan kecemasan akan

kematian.

Anak juga dapat mengalami hilang kontrol diri ketika menjalani

proses hospitalisasi. Misalnya, anak kehilangan kontrol terhadap

kebutuhan-kebutuhan pribadi, waktu makan, waktu tidur, dan waktu


51

untuk menjalankan sebuah prosedur. Anak juga biasanya kehilangan

kepercayaan diri karena dianggap sakit. Biasanya orang disekitarnya

akan sangat membatasi aktivitas yang boleh dilakukan.

Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan proses hospitalisasi

sesuai dengan tahapan perkembangan anak (Wong, 2008) :

1) Fase lahir sampai 12 bulan

Bayi pada usia ini biasanya mengembangkan banyak

keterampilan baru. Berada di rumah sakit kadang-kadang tidak

memungkinkan mereka untuk berlatih keterampilan ini. Keterampilan

ini mungkin termasuk bergulir, duduk, merangkak dan berjalan. Anak

pada usia ini dapat menjadi kelompok usia yang paling menantang

untuk mempersiapkan operasi karena pemahaman mereka yang

terbatas dan penggunaan bahasa.

Anak pada usia ini juga paling sensitif terhadap lingkungan

mereka seperti nada suara, sentuhan dan gerakan tiba-tiba. Ketakutan

terbesar bagi anak usia ini adalah terpisah dari orangtua mereka.

Kehadiran dan ikatan waktu orangtua menjadi bagian paling penting

dari rumah sakit untuk proses hospitalisasi anak.

Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety

atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya.

Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis keras,

marah, ekspresi wajah yang tidak menyenangkan, dan banyak

melakukan gerakan sebagain sikap stranger anxiety.


52

2) Fase 2 sampai 24 bulan

Anak-anak pada usia ini juga mulai mengembangkan

kemampuan kepecayaan mereka. Pengembangan kepercayaan bisa

terganggu atau sulit di rumah sakit karena ada banyak orang yang

terlibat dengan perawatan anak. Hal tersebut bisa menimbulkan stres

pada anak. Stres juga diakibatkan karena anak mulai menyadari

bahwa ia berada jauh dari keluarga. Anak pada usia ini sering takut

pada orang asing dan tidak sepenuhnya memahami mengapa mereka

berada di rumah sakit.

Respons perilaku anak pada usia ini dibagi menjadi 3 tahap,

yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap

protes, respons yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit

memanggil orangtua atau menolak perhatian yang diberikan orang

lain. Sementara itu, pada tahap putus asa, anak sudah bisa mengontrol

tangisannya, menjadi kurang aktif daripada sebelumnya, kurang

menunjukkan minat untuk makan dan bermain, terlihat sedihm dan

apatis. Anak mulai secara samar menerima perpisahan ketika

mencapai tahap pengingkaran. Selain itu, pada tahap terakhir ini, anak

juga mulai membina hubungan secara dangkal dan mulai terlihat

menyukai lingkungan barunya.

3) Fase 2 sampai 5 tahun

Perawatan anak pada usia ini membuat anak mengalami stress

karena merasa berada jauh dari rumah dan kehilangan rutinitas yang
53

familiar. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia ini

adalah dengan menolak makan, menolak perawatan yang dilakukan,

menangis perlahan, dan tidak kooperawatif terhadap perawat.

Sebagian besar anak-anak dalam kelompok usia ini siap untuk

mandiri dan ingin membuat pilihan. Usia ini juga adalah usia dimana

imajinasi dan pemikiran berjalan liar sehingga menyebabkan

ketakutan dan mimpi buruk. Anak-anak mungkin takut mereka akan

terluka oleh prosedur rumah sakit. Ketakutan anak terhadap perlukaan

muncul karena menganggap tindakan dan prosedur perawatan

mengancam integritas tubuhnya. Selain itu, anak-anak mungkin

percaya bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah dan itulah

sebabnya mereka berada di rumah sakit. Perawatan dipersepsikan

sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah dan

takut. Anak-anak pada usia ini juga lebih sering bertanya karena

mereka mungkin tahu lebih banyak tentang tubuh mereka, tetapi

pemahaman mereka masih terbatas.

4) Fase 5 sampai 12 tahun

Proses hospitalisasi memaksa anak berpisah dengan

lingkungan yang dicintainya, yakni keluarga dan sekolah (teman-

teman). Hal tersebut sangat berpotensi membuat anak menjadi stress.

Adanya pembatasan aktivitas akibat proses hospitalisasi membuat

anak kehilangan kontrol diri. Hal ini berdampak pada perubahan peran
54

dalam keluarga dan kelompok sosialnya, perasaan takut terhadap

kematian, serta adanya kelemahan fisik.

Anak usia sekolah ingin menjadi sangat mandiri dari orangtua

mereka. Proses sosialisasi dan hubungan teman sebaya menjadi lebih

penting selama usia ini. Anak-anak dalam kelompok usia ini sangat

menyadari perubahan tubuh serta penampilan fisik. Mereka sangat

sensitif terhadap pemeriksaan tubuh dan mungkin merasa malu,

memberi anak-anak dalam kelompok usia ini privasi mereka selama

ini akan menjadi hal yang penting untuk dilakukan.

5) Fase 12 tahun ke atas

Ketika di rumah sakit, remaja akan merasa seolah-olah telah

kehilangan kontrol penuh dan hidup mereka telah ditahan. Mereka

akan merasa seperti telah terputus dari rutinitas normal dan dari

teman-teman serta keluarga. Penting bagi pengunjung untuk

melakukan besuk pada saat yang tepat. Orangtua diharapkan

mendorong remaja untuk membuat keputusan dan megajukan

pertanyaan tentang kondisi atau prosedur perawatan yang akan

dijalani oleh mereka. Anak pada usia remaja juga perlu dilibatkan

dalam semua percakapan yang dibuat oleh tim medis. Selain itu,

orangtua juga harus memberi mereka kesempatan sering membahas

apa yang terjadi dan untuk mengekspresikan kekhawatiran yang

mungkin mereka miliki.


55

Kecemasan yang timbul akibat proses hospitalisasi pada anak

usia remaja disebabkan adanya perpisahan dengan teman sebaya dan

hilangnya privasi diri. Anak pada usia remaja juga menunjukkan

reaksi aktif pada pembatasan aktivitas dengan menolak perawatan

yang dilakukan dan tidak kooperatif dengan petugas kesehatan. Anak

juga menarik diri dari keluarga, sesama pasien dan petugas kesehatan

(isolasi).
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan/Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dalam bentuk review kasus

untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien anak dengan

bronkopneumonia. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan asuhan

keperawatan yang meliputi identifikasi data hasil pengkajian, diagnosis

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Subyek Penelitian

Pada penelitian ini, subyeknya ialah 2 klien anak yang dirawat di rumah

sakit. Kriteria untuk sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Subyek anak terdiri dari 2 orang anak baik laki-laki maupun perempuan

2. Anak dengan diagnosa medis bronkopneumonia

3. Anak yang berusia 1 bulan sampai dengan 14 tahun

C. Definisi Operasional

Definisi Operasional pada penelitian ini adalah :

1. Bronkopneumonia

Bronkopneumonia yaitu infeksi saluran pernafasan akut bagian

bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang

berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur dan benda asing. Penyakit ini dapat menyerang pada

56
57

bayi dan anak karena belum dapat membentuk kekebalan tubuh sendiri.

Pada kasus ini untuk menentukan bronkopneumonia adalah berdasarkan

diagnosa medis dan laporan medik yang dapat di lihat pada catatan rekam

medik pasien.

2. Asuhan Keperawatan Anak dengan Bronkopneumonia

Asuhan Keperawatan anak dengan bronkopneumonia merupakan

suatu proses tindakan keperawatan yang diberikan secara langsung kepada

pasien anak dengan bronkopneumonia yang meliputi pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi untuk mengatasi

masalah anak dengan bronkopneumonia.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian pada kasus ini yaitu klien 1 di RS Samarinda Medika

Citra dan klien 2 di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Waktu

penelitian pada klien 1 yaitu 12 April-15 April 2019 dan klien 2 yaitu 25

Oktober-27 Oktober 2017.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini berupa studi kasus dengan metode case riview

melalui tahap sebagai berikut :

1. Mahasiswa mengidentifikasi laporan asuhan keperawatan terdahulu

maupun melalui media internet.

2. Mahasiswa melapor ke pembimbing untuk konsultasi mengenai kasus yang

telah diperoleh.
58

3. Setelah disetujui oleh pembimbing, kemudian membuat review kasus dari

kedua klien.

F. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pada sub bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan :

a. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang-dahulu-keluarga dll). Sumber data dari

klien, keluarga, perawat lainnya.

b. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pendekatan : inspeksi,

auskultasi, palpasi, perkusi pada sistem tubuh klien.

c. Studi dokumentasi (hasil dari pemeriksaan diagnostik).

2. Instrumen Pengumpulan Data

Alat atau instrument pengumpulan data menggunakan format

pengkajian Asuhan Keperawatan sesuai ketentuan yang berlaku.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk membuktikan kualitas data atau

informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data dengan

validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi

instrument utama), keabsahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

peneliti melakukan Asuhan Keperawatan secara koheren dan komprehensif,

peneliti juga memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan, sumber


59

informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama

yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan

dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan.

Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban

dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam

yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis

digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang

menggunakan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti

dibandingkan teori yang sudah ada sebagai bahan untuk memberikan

rekomendasi dalam intervensi tersebut.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil review penelitian dan pembahasan

mengenai gambaran lokasi penelitian dan hasil asuhan keperawatan pada kedua

klien dengan diagnosa medis bronkopneumonia. Pengambilan data dilakukan

dengan mengambil hasil laporan asuhan keperawatan dari media internet dengan

jumlah sampel sebanyak 2 klien. Klien 1 dengan judul Karya Tulis Ilmiah Asuhan

Keperawatan Anak Dengan Bronkopneumonia Di Rumah Sakit Samarinda Medika

Citra (Chairunisa, 2019). Klien 2 dengan judul Asuhan Keperawatan

Bronkopneumonia (Ariska, 2018). Hasil penelitiannya diuraikan sebagai berikut :

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang digunakan dalam penyusunan studi kasus

pada klien 1 dilakukan di RS Samarinda Medika Citra yang terletak di Jalan

Kadrie Oening No. 86 RT. 35 Air Putih Samarinda Ulu Kota Samarinda

Kalimantan Timur. RS Samarinda Medika Citra adalah Rumah Sakit milik

Perusahaan korporasi yang bersifat RSU, diurus oleh PT. Pandan Harum

perusahaan dan tercatat ke dalam RS tipe C. Rumah Sakit ini telah

teregistrasi mulai 12 Juli 2013 dengan Nomor Surat Ijin 503/RS-

002/DKK/VI/2013 dan tanggal surat ijin 16 April 2014 dari Dinas

Kesehatan Kota Samarinda dengan sifat tetap, dan berlaku sampai 2019.

Setelah menjalani akreditasi Rumah Sakit seluruh Indonesia dengan proses

60
61

penahapan I (Pelayanan 5) akhirnya ditetapkan surat lulus akreditasi rumah

sakit.

Lokasi penelitian pada klien 2 dilakukan di Ruang Alamanda RSUD

Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung di Jalan Dr. Rivai No.6,

Penengahan, Kec. Tj. Karang Pusat, Kota Bandar Lampung. Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek adalah sebuah rumah sakit type A

yang terletak di Bandar Lampung, Indonesia. Ruang Alamanda merupakan

ruang perawatan anak yang terdiri dari 4 lantai, ruang perawatan anak ini

juga dilengkapi dengan sarana pendukung antara lain; Ruang Terapi

Tumbuh Kembang Anak, Ruang Bermain Anak, dan Ruang Penitipan

Anak/ Ruang Asuh.

2. Hasil Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Anamnesis

Tabel 4.1
Hasil Anamnesis Klien Anak dengan Bronkopneumonia
No. Identitas Klien Klien 1 Klien 2
1 Nama Pasien An. R An. H
10 Agustus 29 Juli 2017/3
2 Tanggal Lahir/Umur
2017/1,8 tahun bulan
3 Suku/Bangsa Dayak/Indonesia Palembang
4 Agama Kristen Islam
5 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Jl. Asrama Brimob Jl. Wiralaga,
6 Alamat Kecamatan Mesuji
Samarinda Seberang
7 Tanggal MRS 09 April 2019 24 Oktober 2017
8 Tanggal Pengkajian 12 April 2019 25 Oktober 2017
Ruang Perawatan
9 Ruang Rawat Inap Ruang Alamanda
Anak
10 No. Registrasi 00.07.22.xx Tidak ada data
11 Diagnosa Medis Bronkopneumonia Bronkopneumonia
Nama Orang Tua
12 - Ayah Tn. A Tn. R
- Ibu Ny. R Ny. T
62

13 Suku Bangsa Orang Tua Dayak Palembang


14 Agama Orang Tua Kristen Islam
Pendidikan Orang Tua
15 - Ayah SMA SMA
- Ibu SMK
Pekerjaan Orang Tua
16 - Ayah Polisi Wiraswasta
- Ibu IRT
Jl. Asrama Brimob Jl. Wiralaga,
17 Alamat Orang Tua
Samarinda Seberang Kecamatan Mesuji
18 Keluhan Utama Ibu klien Sesak
mengatakan An. R
sesak tapi sudah
berkurang, batuk
berdahak, demam,
nafsu makan
menurun.
19 Riwayat Penyakit Orang tua Ibu klien
Sekarang mengatakan mengatakan
awalnya anaknya sebelum masuk di
sempat tersedak ruang alamanda
saat makan dirumah anaknya dirawat di
sekitar 2 hari RS Mesuji selama 4
kemudian anak hari dengan
batuk berdahak ±2 keluhan sesak,
hari dan demam kejang, dan batuk.
kemudian pada Klien mempunyai
tanggal 09 april riwayat ISPA. Pada
2019 orang tua tanggal 24 Oktober
mengatakan 2017 pukul 00.10
anaknya dibawa WIB dibawa ke
keklinik lalu IGD RSUD Dr.H.
mendapat terapi Abdul Moeloek
uap, siangnya anak oleh keluarganya
sesak dan langsung dikarenakan sesak
dibawa keIGD semakin bertambah
SMC, ibu dan tidak ada
mengatakan anak perubahan.
memiliki alergi Pada saat dilakukan
terhadap debu. pengkajian tanggal
25 oktober 2017
klien sesak
dikarenakan
terdapat sekret yang
sulit dikeluarkan,
sesak terjadi
dibagian lapang
dada terdapat
retraksi dinding
dada. Klien sesak
setiap saat dan
berkurang setelah
diberikan ventolin,
klien sesak sejak
satu minggu yang
63

lalu. Pada
pemeriksaan
didapatkan RR : 50
x/menit, suhu:
38,30c , nadi : 160
x/menit.
20 Riwayat Kehamilan dan Ibu mengatakan Ibu klien
Kelahiran hamil An. R selama mengatakan selama
39 Minggu dan An. hamil an. H tidak
R merupakan anak ada keluhan
- Pre Natal
ke 2 kehamilan dan gizi
terpenuhi ibu klien
mengatakan selalu
rutin memeriksakan
kehamilannya ke
bidan.
- Intra Natal Ibu mengatakan Ibu klien
selama hamil An. R mengatakan an. H
pernah mengalami lahir dalam usia
Tekanan Darah kandungan 9 bulan,
Tinggi dibidan dekat
rumah nya secraa
normal dengan bb
2800 gram dan
panjang 50 cm.
klien langsung
menangis spontan.
Klien merupakan
anak dari 2
bersaudra
- Postnatal Ibu mengatakan Ibu klien
melahirkan An. R mengatakan an. H
secara caesar lahir dalam keadaan
dengan berat badan sehat, tidak ada
3600 gram kelainan. Klien
lahir langsung
menangis dan klien
berikan ASI oleh
ibunya. Klien dapat
miring ke kanan
dan ke kiri.
21 Riwayat Penyakit Dahulu Ibu klien Ibu klien
mengatakan saat mengatakan klien
berusia 5 bulan An. memiliki riwayat
R pernah dirawat di ISPA sejak usia 1
RS SMC karna sakit bulan serta batuk
asma. Klien pilek. Ibu klien
memiliki riwayat mengatakan klien
alergi debu, tidak pernah dirawat di
memiliki riwayat rumah sakit dengan
penyakit menular/ keluhan asma dan
kronik, penggunaan batuk pilek sejak 1
obat, dan operasi minggu yang lalu.
riwayat imunisasi Ibu klien
lengkap. mengatakan bahwa
64

klien tidak
memiliki riwayat
alergi makanan,
oabat-obatan
22 Riwayat Penyakit Ibu klien Ibu klien
Keluarga mengatakan mengatakan bahwa
memiliki penyakit keluarganya tidak
asma dan menurun ada yang memiliki
pada An. R riwayat penyakit
menular (TBC,
hepatitis).
23 Riwayat Tumbuh BB An. R sebelum BB 3900 gram, TB
Kembang- sakit dan sesudah 50 cm
Antropometri BB sakit tidak
(sebelum dan sesudah mengalami
sakit),TB,LK,LD,LILA penurunan berat
badan 11 Kg, TB
An. R 70,7 cm, LK
48 cm, LD 52 cm,
LILA 15,7 cm.
Interpretasi hasil
KPSP jumlah
jawaban “ya” = 10,
perkembangan anak
sesuai dengan tahap
perkembangannya
- Personal Sosial An. R dapat Klien terlihat rewel
menunjukkkan apa dan gelisah
yang diinginkannya
tanpa menangis atau
merengek
- Motorik Kasar An. R mampu Klien belum
berdiri sendiri tanpa mampu merangkak
berpegangan selama ataupun berdiri.
30 detik Klien hanya
mampu miring ke
kiri dan kekanan.
Menggerakkan kai
dan tangan saat
berbaring,
mengangkat
kepala Saat
telungkup.
- Bahasa An. R dapat Klien belum
mengatakan “papa” mampu berbicara
ketika ia dengan jelas.klien
melihat/memanggil hanya bisa
ayahnya dan menangis
mengatakan
“mama” saat
melihat/memanggil
ibunya
- Motorik Halus Saat diberikan bola Klien belum
An. R dapat mampu memegang
menggelindingkan mainan, belum
65

dan melempar mampu memegang


kembali bola erat tangan yang
menggandengnya,
reflek menghisap
baik. Klien sering
memasukan
tangganya ke dalam
mulut, klien sering
menekuk jari
tangganya.
Reflek babinski (+),
reflek moro(+).
24 Pola Kesehatan Sehari- Ibu mengatakan An. Klien saat ini hanya
hari, Pola Nutrisi dan R memakan semua minum susu untuk
Metabolik makanan yang memenuhi
diberikan, namun kebutuhan nutrisi
kurang menyukai via NGT 10 cc/3
sayuran. Tidak ada jam ASI, klien
pantangan makanan, tidak muntah
makanan yang
disukai An. R
adalah belut.
Semenjak sakit, ibu
mengatakan nafsu
makan An. R
menurun anak
hanya makan ikan
yang disediakan
namun tidak mau
memakan nasinya.
- Pola Aktivitas dan latihan Ibu mengatakan An. Ibu klien
R adalah anak yang mengatakan An. H
aktif, lebih sering sangat aktif saat
bermain di dalam dirumah.
rumah bersama ayah
ataupun saudaranya.
- Pola Tidur Ibu mengatakan An. Ibu klien
R selama di rumah mengatakan tidak
tidur siang ± 3 jam ada kebiasaan
dan tidur malam ± 8 khusus saat tidur
jam, sedangkan di
rumah sakit tidur
siamg ± 1-2 jam dan
tidur malam ± 5
jam. Anak sering
terbangun dimalam
hari karena
batuknya.
- Pola Eliminasi Ibu mengatakan Ibu klien
selama di rumah dan mengatakan klien
dirumah sakit An. R BAK 8 kali/hari
untuk BAB/BAK BAB 3x/hari
dan BAB 1x/hari,
BAK ± 3-4x/hari.
66

- Pola Kebesihan Diri Ibu mengatakan An. Ibu klien


R selama dirumah mengatakan An. H
sakit mandi 1x/hari dimandikan 2x
gosok gigi 1x/hari sehari dengan
dan cuci rambut menggunakan
setiap mandi waslap
Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)
Berdasarkan tabel diatas, klien 1 berjenis kelamin laki-laki,

berumur 1 tahun 8 bulan dan dirawat di ruang perawatan anak RS

Samarinda Media Citra. Klien 1 keluhan utama sesak tapi sudah

berkurang, batuk berdahak, demam, nafsu makan menurun. Pada klien

1 mempunyai riwayat asma dan alergi terhadap debu, selama sakit

tidak mengalami penurunan berat badan, BB 11 Kg, TB 70,7 cm, LK

48 cm, LD 52 cm, LILA 15,7 cm. Klien 2 BB 3900 gram, TB 50 cm.

Klien 1 nafsu makannya menurun, klien hanya makan lauk yang

disediakan namun tidak mau memakan nasi dan tidak ada pantangan

makanan. Klien 1 sering terbangun di malam hari karena batuk. Klien

1 selama di RS BAB 1x/hari, BAK ± 3-4x/hari, kebersihan badannya

baik selama di RS mandi 1x/hari gosok gigi 1x/hari dan cuci rambut

setiap mandi.

Klien 2 berjenis kelamin perempuan, berumur 3 bulan dan

dirawat di ruang alamanda RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar

Lampung. Klien 2 keluhan utamanya yaitu sesak dikarenakan terdapat

sekret yang sulit dikeluarkan. Sebelumnya, klien 2 pernah dirawat di

RS Mesuji selama 4 hari dengan keluhan sesak, kejang, dan batuk.

Klien 2 BB 3900 gram, TB 50 cm dan mempunyai riwayat ISPA sejak

usia 1 bulan. Selama sakit, klien 2 hanya minum ASI melalui NGT
67

dengan 10 cc/3 jam. Klien 2 selama sakit BAK 8x/ hari dan BAB

3x/hari, kebersihan badannya baik dengan dimandikan 2x sehari

menggunakan waslap.

2) Pemeriksaan Fisik

Tabel 4.2
Hasil Pemeriksaan Fisik Klien Anak dengan Bronkopneumonia
No. Identitas Klien Klien 1 Klien 2
1 Keadaan Umum Sedang Lemah
2 Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis
E4M6V5 E4M6V5
3 Pemeriksaan Tanda- S : 37,8 S : 38,3
Tanda Vital N : 97 x/menit N : 160 x/menit.
RR : 35 x/menit RR : 50 x/menit
4 Pemeriksaan Kepala Kepala : Kepala :
Muka simetris, Bentuk kepala
rambut berwarna mesochepal tidak
hitam dan sulit terdapat lesi ataupun
dicabut, ubun ubun nyeri tekan,kulit
besar menutup kepala baersih
Telinga : Telinga :
Telinga tidak Tidak ada data
terdapat serumen, Mata:
bersih Bentuk dan letak
Mata: mata simetris, tidak
Sklera putih, tidak ada gangguan
cekung, pupil isokor, penglihatan, Sklera
refleks cahaya (+), anikterik,
konjungtiva tidak konjungtiva anemis,
anemis reflex cahaya (+)
Hidung : Hidung :
Tidak terdapat rinorea, Terdapat
tidak terdapat penyumbatan jalan
pernafasan cuping nafas karena
hidung produksi sekret yang
Rongga Mulut dan berlebih, tidak ada
Lidah : polip, terpasang NGT
Bibir tidak kering, dan terpasang
tidak pucat, Lidah oksigen 4 liter
tidak tremor /kotor, sungkup
gigi tidak mengalami Rongga Mulut dan
caries, ukuran tonsil Lidah :
normal Kebersihan mulut
kurang, warna bibir
sianosis, mukosa
bibir kering
68

5 Pemeriksaan Leher Kelenjar getah bening Tidak ada data


teraba, tiroid tidak
teraba, posisi trakea
letak ditengah tidak
ada kelainan
6 Pemeriksaan Thoraks Inspeksi : Inspeksi :
Bentuk dada Simetris antara kanan
simetris, frekuensi dan kiri,
nafas 35x/menit, pengembangan paru
irama nafas tidak maksimal,
teratur, cepat dan hiperventilasi,
dangkal, pernafasan terdapat retraksi
cuping hidung tidak dinding dada saat
ada, penggunaan otot bernafas
bantu nafas , An. R
Palpasi :
terpasang nasal kanul
1 lpm Thoraks kanan kiri
simetris
Palpasi :
Perkusi :
Tidak ada nyeri
tekan, saat Tidak ada data
mengembang paru Auskultasi :
kiri lebih rendah, Suara nafas
getaran lemah pada tambahan ronkhi
paru kiri paru kanan dan paru
Perkusi : kiri
Redup pada paru
sinistra
Auskultasi :
Suara nafas ronkhi
7 Pemeriksaan Jantung Inspeksi Inspeksi
- Tidak terlihat - CRT < 3 detik
adanya pulsasi iktus - Simetris kanan dan
kordis kiri
- CRT < 2 detik Palpasi
- Tidak ada sianosis - Tidak ada nyeri
Palpasi tekan
- Ictus Kordis teraba Perkusi
di ICS 5 - Tidak dilakukan
- Akral Hangat pemeriksaan
Perkusi Auskultasi
- Batas atas : ICS II - Bunyi jantung
line sternal dekstra reguler terdengar
- Batas bawah : ICS V lupdup, tidak ada
line midclavicula
bunyi mur-mur.
sinistra
- Batas kanan : ICS III
line sternal dekstra
- Batas kiri : ICS III
line sternal sinistra
Auskultasi
- BJ II Aorta : Dub,
reguler dan
intensitas kuat
69

- BJ II Pulmonal :
Dub, reguler dan
intensitas kuat
- BJ I Trikuspid : Lub,
reguler dan
intensitas kuat
BJ I Mitral : Lub,
reguler dan
intensitas kuat
- Tidak ada bunyi
jantung tambahan
- Tidak ada kelainan
8 Pemeriksaan Sistem Inspeksi : Inspeksi :
Pencernaan Bentuk perut datar, Tidak terdapat
mengikuti gerak saat pembesaran di perut
bernafas, tidak Auskultasi :
terdapat bekas luka Bising usus 13 x/menit
operasi
Palpasi :
Auskultasi
Perut tidak kembung,
Peristaltik usus tidak teraba
8x/menit pembesaran hati atau
Palpasi : limfa, tidak ada nyeri
Tidak terdapat massa tekan
ataupun juga tumor, Perkusi :
nyeri tekan tidak ada Timpani
Perkusi :
Timpani, tidak ada
nyeri ketuk ginjal
9 Pemeriksaan An. R tidak mengalami Orientasi terhadap
Persyarafan gangguan pandangan, orang asing baik, bayi
gangguan mulai memberikan
pendengaran, dan senyuman dan tertawa.
gangguan penciuman Klien belum mampu
memegang mainan,
peka terhadap
rangsangan tajam
tumpul.
10 Pemeriksaan An. R Pergerakan Klien tampak lemah
Muskuloskeletal dan sendi bebas, tidak ada Kekuatan otot
Integumen kelainan ekstermitas, 5 5
tidak ada kelainan
tulang belakang, kulit 5 5
normal, turgor kulit
baik.
Kekuatan otot :
5 5
5 5
11 Pemeriksaan Genetalia- An. R kebersihan Tampak bersih, tidak
Anus genetalia bersih, tidak tampak kemerahan
mengalami kelainan pada anus dan tidak
pada alat kelamin dan ada hemoroid
kelainan anus
Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)
70

Berdasarkan tabel diatas, keadaan umum klien 1 sedang

sedangkan klien 2 lemah. Kedua pasien kesadarannya compos mentis

dengan E4M6V5. Pemeriksaan tanda-tanda vital klien 1 yaitu S: 37,80C

N: 97 x/menit RR : 35 x/menit, klien 2 yaitu S: 38,80C N: 160 x/menit

RR: 50 x/menit. Hasil pemeriksaan fisik pada kedua klien yaitu klien

menggunakan otot bantu pernafasan, tidak terdapat pernafasan cuping

hidung, terdengar bunyi nafas tambahan yaitu ronkhi, irama nafas

tidak teratur, pernafasan cepat dan dangkal. Klien 1 pernafasannya

yaitu 35 x/menit terpasang nasal kanula 1 lpm sedangkan klien 2

pernafasannya 50 x/menit terpasang oksigen 4 liter dengan masker

sungkup. Mukosa bibir pada klien 1 lembab sedangkan pada klien 2

kering dan bibir sianosis.

Tabel 4.3
Skala Resiko Jatuh Humpty Dumpty Klien Anak
dengan Bronkopneumonia
Klien 1 Klien 2
Parameter Kriteria Nilai
(Skor) (Skor)
< 3 Tahun 4 Tidak
3-7 Tahun 3 dilakukan
Usia 4 pemeriksaan
7-13 Tahun 2
≥ 13 Tahun 1
Laki-Laki 2
Jenis Kelamin 2
Perempuan 1
Diagnosa Neurologi 4
Perubahan
Oksigenasi
(Diagnosis
respiratorik, 3
Diagnosis dehidrasi, anemia, 1
anoreksia, sinkop,
pusing, dsb)
Gangguan Perilaku 2
/Psikiatri
Diagnosis Lainnya 1
Gangguang Tidak menyadari 3
3
Kognitif keterbatasan dirinya
71

Lupa akan adanya 2


keterbatasan
Orientasi baik 1
terhadap diri sendiri
Riwayat Jatuh/bayi
diletakkan di tempet 4
tidur dewasa
Pasien menggunakan
alat bantu/ bayi
Faktor diletakkan dalam 3
2
Lingkungan tempat tidru
bayi/perabot rumah
Pasien diletakkan di 2
tempat tidur
Area diluar rumah 1
sakit
Dalam 24 jam 3
Dalam 48 jam 2
Pembedahan/S
edasi/Ane > 48 jam atau tidak -
stesi menjalani
1
pembedahan/sedasi/a
nestesi
Penggunaan multiple
: sedatif, obat
hipnosis, barbiturat,
3
fenotiazin, anti
Penggunaan depresan, pencahar,
Medikamentos diuretik, narkose 1
a Penggunaan salah 2
satu obat diatas
Penggunaan medikasi
lainnya/tidak ada 1
medikasi
Jumlah Skor Humpty Dumpty 13
Keterangan
Skor 7-11 : Resiko rendah
Skor ≥12 : Resiko tinggi
Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)
Berdasarkan tabel diatas, dilakukan penilaian resiko jatuh

berdasarkan Humpty Dumpty dan didapatkan skor 13 dengan resiko

tinggi pada klien 1, sedangkan klien 2 tidak dilakukan penilaian resiko

jatuh
72

3) Pemeriksaan Penunjang

Tabel 4.4
Hasil Pemeriksaan Penunjang Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Tindakan Klien 1 Klien 2
Pemeriksaan Jenis pemeriksaan : Jenis pemeriksaan :
penunjang Morfologi Darah Tepi Laboratorium
tanggal : 11 April 2019 tanggal : 26 Oktober 2017
Result : 1. Leukosit 14.500 ut
Eritrosit : normokrom 2. Eritrosit 3,3 dula/ul
normositer 3. Hemoglobin 9,3 g/dL
Leukosit : kesan jumlah 4. Hematokrit 28
meningkat 5. Trombosit 72.000 ut
Trombosit : kesan jumlah 6. MCV 86 Fl
meningkat 7. MCH 28 Pg
8. MCHC 33 g/dL
9. Segmen 72
Jenis pemeriksaan : 10. Limfosit 20
Thorax AP/PA 11. Monosit 8
tanggal : 11 April 2019
Kesan : Bronkopneumonia Jenis Pemeriksaan :
sinsitra Rontgen
Pulmo : tampak bercak-
bercak infiltrat parahilus
kanan dan kiri
Kesan : bronkopneumonia

Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)


Berdasarkan tabel diatas klien 1 dilakukan pemeriksaan

morfologi darah tepi dengan hasil eritrosit normokrom normositer,

leukosit meningkat, trombosit meningkat, dan dilakukan pemeriksaan

thoraks dengan kesan bronkopneumonia sinistra, sedangkan pada

klien 2 dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil Leukosit

14.500 ut, Eritrosit 3,3 dula/ul, Hemoglobin 9,3 g/dL, Hematokrit 28,

Trombosit 72.000 ut, MCV 86 Fl, MCH 28 Pg, MCHC 33 g/dL,

Segmen 72, Limfosit 20, Monosit 8 dan pemeriksaan rontgen dengan

kesan bronkopneumonia.
73

b. Diagnosa Keperawatan

Tabel 4.5
Daftar Diagnosa Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Anak 1 Anak 2
No
Tanggal Tanggal
Diagnosa Kep Diagnosa Kep
ditemukan ditemukan
1 12/ 04 /2019 (D.0001) Bersihan Bersihan jalan nafas
jalan nafas tidak tidak efektif b.d
efektif b.d hipersekresi jalan nafas
peningkatan produksi DS : -
sputum DO :
DS :
• Klien tampak
• Ibu klien
gelisah
mengatakan
anaknya • RR 50 x/menit
mengalami sesak • Suara nafas ronkhi
nafas basah
• Ibu mengatakan • Batuk produktif,
anaknya masih reflex batuk kurang
batuk • Terpasang O2
• Ibu mengatakan simple mask 4 liter
An. R batuk tapi
• Terdapat retraksi
tidak bisa dinding dada
mengeluarkan
dahaknya • Foto thoraks hasil
DO : bronkopneumonia
• Suara nafas
ronkhi pada paru
kiri
• Pernafasan cepat
dan dangkal
• Anak tidak
mampu
mengeluarkan
dahaknya secara
mandiri
• Frekuensi nafas
35x/menit
74

2 12/04/2019 (D.0003) Gangguan Peningkatan suhu tubuh


pertukaran gas b.d b.d proses penyakit
membrane alveolus (infeksi)
kapiler DS : -
DS : DO :
• Ibu mengatakan • Klien tampak lemah
An. R mengalami • Suhu 38,30C
sesak • Klien teraba panas
nafas • Mukosa bibir kering
DO : • Leukosit 14.500/ul
• Terdengar bunyi • Terpasang IVFD
• Terpasang selang
ronkhi pada paru
NGT
kiri
• Pola nafas cepat
dan dangkal
• Kesadaran
composmentis
(E4V5M6)
• Warna kulit
kemerahan

3 12/04/2019 (D.0005) Pola Ansietas b.d kurang


nafas tidak efektif terpapar informasi
b.d depresi pusat DS:
pernafasan • Ibu klien mengatakan
DS: tidak mengetahui
• Ibu mengatakan penyakit yang di
pasien kesulitan derita anaknya dan
bernafas merasa khawatir
dengan keadaan
• Ibu mengatakan
anaknya saat ini
saat posisi tidur DO:
telentang anak • Keluarga terlihat
semakin merasa gelisah
sesak nafas • Ibu sering bertanya
DO: • Klien dirawat selama
• Terdapat otot 2 hari
bantu pernafasan
dada
• Pola nafas cepat
dan dangkal
• TTV :
RR : 35x/menit
N: 105x/menit
T: 37,80C
75

4 12/04/2019 (D.0130)
Hipertermia b.d
Proses inflamasi
DS :
• Ibu mengatakan
badan An. R
teraba hangat
sejak malam
• Ibu mengatakan
An. R demam
DO :
• T : 37,80C
• Badan teraba
hangat

5 12/ 04/2019 (D.0032) Resiko


Defisit Nutrisi d.d
faktor psikologis
(keengganan untuk
makan)
DS :
• Ibu pasien
mengatakan An.
R nafsu
makannya
menurun
• Ibu pasien
mengatakan An.
R hanya makan
lauk (ikan) tapi
tidak mau
menghabiskan
nasinya.
76

DO :
• A : BB = 11kg,
TB=
70,7cm, LILA=
15,7cm
• B : terjadi
peningkatan
jumlah leukosit
dan trombosit
• C:
- Tidak ada
penurunan
berat badan
- Tidak ada
tandatanda
dehidrasi
- Rambut
hitam
mengkilat
• D : MLTKTP

6 12/ 04 /2019 (D.0143) Resiko


jatuh d.d anak usia 2
tahun atau kurang
DS : -
DO :
• Usia anak <
2tahun
• Jenis kelamin
laki-laki
• Anak
ditempatkan
ditempat tidur
orang dewasa
• Pagar tempat
tidur tidak
terpasang
• Jumlah skor
penilaian humpty
dumpty 13
(resiko tinggi)
77

7 12/04/2019 (D.0142) Risiko


infeksi d.d efek
prosedur invasive
DS : -
DO :
• Anak terpasang
IVFD ditangan
sebelah kiri
• Balutan infus
tampak bersih
namun sudah
longgar
• Tidak ada tanda-
tanda infeksi
• Terjadi
peningkatan
jumlah leukosit

Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)


Berdasarkan tabel diatas maka pada klien 1 ditegakkan 7 diagnosa

sedangkan klien 2 ditegakkan 3 diagnosa. Adapun diagnosa yang

ditegakkan sama pada klien 1 dan 2 yaitu bersihan jalan nafas tidak

efektif dan hipertermia. Sedangkan diagnosa yang berbeda yaitu

gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, ansietas, resiko defisit

nutrisi, resiko jatuh, dan resiko infeksi.

c. Intervensi Keperawatan

Tabel 4.6
Intervensi Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Tanggal
No. Diagnosa Kep. Tujuan Dan Hasil Intervensi Kep.
Ditemukan
Klien 1
1 12/04/2019 (D.0001) Setelah dilakukan 1.1 Monitor status
Bersihan jalan tindakan oksigen pasien
nafas tidak keperawatan 3 x 1.2 Monitor status
efektif 24 jam diharapkan respirasi
berhubungan jalan nafas pasien (frekuensi,irama
dengan paten dengan nafas)
peningkatan kriteria hasil: 1.3 Auskultasi suara
produksi sputum 1. Suara nafas nafas catat jika
bersih, tidak ada suara nafas
ada dypsnoe, tambahan
1.4 Atur poisi pasien
untuk
78

dan tanda memaksimalkan


tanda sianosis ventilasi
2. Jalan nafas 1.5 Lakukan
bersih, pasien fisioterapi dada
tidak merasa jika perlu
tercekik 1.6 Ajarkan teknik
3. Irama nafas batuk efektif
teratur, untuk
frekuensi mengeluarkan
nafas dalam secret
1.7 Kolaborasi
rentang
pemberian O2
normal (20-
1.8 Kolaborasi
30x/menit)
pemberian terapi
nebulizer
1.9 Kolaborasi
pemberian
antibiotik

2 12/04/2019 (D.0003) Setelah dilakukan 2.1 Observasi Tanda


Gangguan tindakan tanda vital anak
pertukaran gas keperawatan 3 x (nadi, repirasi,
berhubungan 24 jam diharapkan
suhu)
dengan masalah gangguan
perubahan pertukaran gas 2.2 Kaji frekuensi,
membrane teratasi dengan Kedalaman dan
alveolus-kapiler kriteria hasil : kemudahan
1. Suara nafas pernafasan
bersih, tidak 2.3 Observasi warna
ada dypneu kulit, membran
2. Mampu mukosa dan kuku
bernafas anak apakah
dengan mudah terdapat sianosis
3. Tanda-tanda 2.4 Mempertahankan
vital dalam
istirahat dan tidur
batas normal
pada anak
2.5 Kolaborasi
pemberian oksigen
79

3 12/ 04 /2019 (D.0005) Pola Setelah dilakukan 3.1 Observasi tanda


napas tidak tindakan tanda vital anak
efektif keperawatan 3 x (nadi, repirasi,
berhubungan 24 jam diharapkan
suhu
dengan depresi masalah pola nafas
teratasi dengan 3.2 Kaji frekuensi
pusat pernapasan
kriteria hasil : pernapasan
1. Tidak ada 3.3 Memberikan
sesak nafas posisi semi fowler
2. Mampu 3.4 Kolaborasi
bernafas pemberian
dengan mudah Oksigen
3. Menunjukkan
jalan nafas
yang paten
(pasien tidak
merasa
tercekik,
frekuensi nafas
dalam rentang
normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)

4 12/ 04 /2019 (D.0130) Setelah dilakukan 4.1 Monitor suhu


Hipertermi tindakan tubuh sesering
berhubungan keperawatan 3 x mungkin
dengan proses 24 jam diharapkan 4.2 Monitor warna
inflamasi Suhu tubuh kulit, nadi dan RR
kembali normal 4.3 Berikan kompres
dengan kriteria pada lipat paha
hasil : dan aksila
1. Suhu tubuh 4.4 Selimuti pasien
anak dalam untuk mencegah
rentang normal hilangnya
2. Tidak ada kehangatan tubuh
perubahan 4.5 Klaborasi
warna kulit pemberian obat
3. Tidak terjadi antipiretik untuk
kejang menurunkan panas
80

5 12/ 04 /2019 (D.0032) Risiko Setelah dilakukan 5.1 Kaji status nutrisi
defisit nutrisi d.d tindakan anak
faktor psikologis keperawatan 5.2 Kaji adanya alergi
selama makanan atau
3x24 jam minuman
diharapkan pasien 5.3 Ukur
dapat terhindar
tinggi/panjang
dari resiko defisit
nutrisi dengan badan dan berat
kriteria hasil: badan anak
1. Mampu 5.4 Monitor turgor
mengidentifika kulit
si kebutuhan 5.5 Monitor muntah
nutrisi pada anak
2. Nafsu makan 5.6 Monitor
anak pertumbuhan dan
meningkat
perkembangan
3. Tidak terjadi
anak
penurunan
berat badan 5.7 Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
membantu
memilih makanan
yang dapat
memenuhi
kebutuhan gizi
selama sakit

6 12/ 04 /2019 (D.0143) Risiko Setelah dilakukan 6.1 Mengidentifikasi


jatuh d.d anak tindakan perilaku dan factor
usia 2 tahun atau keperawatan 3 x yang
kurang 24 jam diharapkan mempengaruhi
tidak ada kejadian risiko jatuh
jatuh dengan 6.2 Mengidentifikasi
kriteria hasil : karakteristik
1. Tidak ada lingkungan yang
kejadian jatuh dapat
2. Perilaku meningkatkan
pencegah jatuh potensi untuk
: tindakan jatuh
orang tua atau 6.3 Memasang pagar
pemberi pengaman tempat
asuhan untuk tidur
meminimalkan 6.4 Merendahkan
factor resiko tempat tidur
yang memicu 6.5 Jelaskan kepada
jatuh keluarga pasien
tentang factor
risiko yang
memicu jatuh
81

7 12/ 04 /2019 (D.0142) Risiko Setelah dilakukan 7.1 Cuci tangan


infeksi d.d efek tindakan sebelum dan
prosedur keperawatan sesudah tindakan
invasive selama keperawatan
3x24 jam
7.2 Batasi pengunjung
diharapkan
masalah infeksi bila perlu
teratasi dengan 7.3 Monitor tanda
kriteria hasil: gejala infeksi
1. Tidak ada sistemik dan local
tanda tanda 7.4 Lakukan
infeksi perawatan infus
muncul
7.5 Mengajarkan
2. Jumlah
leukosit keluarga tentang
dalam batas tanda gejala
normal infeksi
3. Menunjukkan 7.6 Ajarkan cara
perilaku menghindari
hidup sehat infeksi
4. Menunjukkan 7.7 Kolaborasi
kemampuan pemberian
untuk antibiotic
mencegah
timbulnya
infeksi

Klien 2
1 Bersihan jalan Tujuan: Setelah 1.1 Kaji bersihan
nafas tidak dilakukan tindakan jalan nafas,
efektif keperawatan kedalaman,
berhubungan selama 1x 24 jam frekuensi nafas
dengan diharapkan jalan 1.2 Pantau tanda-
hipersekresi nafas efektif tanda sianosis
jalan nafas dengan 1.3 Pantau reflek
Kriteria hasil: batuk
1. Klien 1.4 Auskultasi bunyi
tampak nafas
tenang 1.5 Ukur tanda-tanda
vital
2. RR dalam
1.6 Kolaborasi dalam
batas normal
pemberian
30-45
oksigen
x/menit)
1.7 Kolaborasi
3. Suara nafas pemberian
vesikuler fisioterapi dada
1.8 Kolaborasi dalam
pemberian
inhalasi nebulizer
82

2 Peningkatan Tujuan : Setelah 2.1 Pantau tanda-tanda


suhu tubuh dilakukan tindakan infeksi
berhubungan keperawatan 2.2 Ukur suhu tubuh
dengan proses selama 1x 24 jam
2.3 Anjurkan ibu cuci
penyakit diharapkan suhu
(infeksi) tubuh dalam batas tangan 6 langkah
normal (36,5 oC- sebelum dan
37 OC) dengan sesudah
Kriteria hasil : memberikan ASI
1. Klien tampak 2.4 Lakukan
bugar perawatan Iv Line
2. Suhu tubuh 2.5 Berikan kompres
36,50C-37,50C hangat
3. Leukosit dalam
2.6 Anjurkan ibu
batas normal
4.800-10.800 u untuk memakaikan
4. Infus tidak pakaian yang tipis
flebitis 2.7 Pertahankan suhu
lingkungan tetap
sejuk
2.8 Kolaborasi dalam
pemberian
antipiretik
3 Ansietas Tujuan : Setelah 3.1 Kaji tingkat
berhubungan dilakukan tindakan kecemasan
dengan kurang keperawatan 3.2 Berikan
terpapar selama 1x 24 jam
pendidikan
informasi diharapkan cemas
berkurang dengan kesehatan tentang
Kriteria hasil : penyakit
1. Keluarga bronkopneumonia
tampak tenang 3.3 Memberikan
2. Ibu mengerti support dan
tentang dukungan kepada
penyakit keluarga
anaknya 3.4 Anjurkan keluarga
untuk berobat atau
kontrol kesehatan
secara rutin di
pelayanan
kesehatan terdekat

Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)


Tabel diatas menjelaskan mengenai intervensi yang akan

diberikan pada klien 1 dan klien 2 selama masa perawatan sesuai dengan

diagnosa keperawatan yang ditegakkan. Perencanaan pada kedua klien


83

sudah menggunakan buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

(SIKI) yang meliputi observasi, teraupetik, edukasi dan kolaborasi.

d. Implementasi Keperawatan

Tabel 4.7
Implementasi Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Tanggal/
No Tindakan Keperawatan Evaluasi Tindakan Paraf
Jam
Klien 1
1 12/4/2019 7.1 Mencuci tangan - Mencuci tangan 6
08:03 sebelum kontak langkah
dengan anak - Tangan tampak bersih

2 12/4/2019 1.2 Menghitung frekuensi - RR : 35x/menit


08:05 nafas dan - Irama nafas tidak teratur
memperhatikan irama
nafas An.R

3 12/4/2019 2.2 Melihat kedalaman - Pasien terlihat sesak


08:07 dan kemudahan pasien - Pernafasan cepat dan
dalam bernafas dangkal

4 12/4/2019 1.3 Mendengarkan suara - Suara nafas ronkhi pada


08:10 nafas paru kiri

5 12/4/2019 4.1 Mengukur suhu tubuh - T : 37,80C


08.10 pasien

6 12/4/2019 4.2 Memantau warna kulit - Tidak ada kebiruan


08:12 dan menghitung nadi ataupun tanda-tanda
sianosis, akral teraba
hangat, N: 97x/menit

7 12/4/2019 1.1 Melihat status oksigen - SpO2: 97%


08:15 pasien

8 12/4/2019 3.4 Memasang oksigen - Terpasang nasal kanul 1


08:17 kepada pasien lpm

9 12/4/2019 2.3 Melihat mukosa bibir - Mukosa bibir lembab,


09:00 dan kuku pasien kuku tidak ada kebiruan

10 12/4/2019 6.2 Melihat lingkungan - Side rail tidak terpasang


09:02 yang dapat - Anak ditempatkan
meningkatkan risiko ditempat tidur orang
jatuh dewasa
- Posisi tempat tidur terlalu
tinggi
84

11 12/4/2019 6.1 Mengkaji perilaku - Skor humpty dumpty : 13


09:05 anak yang dapat - Anak masih aktif
memicu Risiko jatuh bergerak

12 12/4/2019 1.9 Menginjeksikan - Obat telah diinjeksikan


09:10 cefotaxime 300mg IV dan tidak ada respon
negative

13 12/4/2019 3.3 Mengatur posisi - Menganjurkan ibu untuk


11:40 pasien untuk memangku anaknya dan
memaksimalkan mengatur posisi anak
Ventilasi menjadi semo fowler,
anak terlihat tenang

14 12/4/2019 1.8 Memberikan terapi - Anak menangis selama


11:55 nebulizer (ventolin) diuap, setelah diuap ibu
mengatakan anaknya
lebih nyaman bernafas
dan tidak gelisah

15 12/4/2019 4.3 Memberikan kompres - Kompres telah diberikan


12:00 pada An.R

16 12/4/2019 6.5 Menjelaskan kepada - Orang tua mengatakan


12:02 orang tua An.R mengerti tentang faktor
tentang faktor yang resiko yang memicu jatuh
memicu jatuh dan dapat mengulangi
kembali apa yang telah
dijelaskan perawat
6.3 Memasang side rail - Side rail terpasang, anak
tempat tidur lebih aman

17 12/4/2019 5.2 Menilai adanya alergi - Ibu mengatakan An. R


12:04 terhadap makanan tidak mempunyai alergi
atau minuman terhadap makanan
ataupun minuman

18 12/4/2019 5.1 Kaji kemampuan - Ibu mengatakan kadang


12:06 pasien untuk membelikan makanan
mendapat nutrisi yang diluar
dibutuhkan - Ibu mengatakan hari ini
An. R masih mau tidak
makan nasi

19 12/4/2019 3.3 Mengukur BB, TB, - BB : 11 kg, TB : 70,7 cm,


12:08 LILA LILA : 15,7 cm

20 12/4/2019 4.4 Merendahkan posisi - Tempat tidur telah


12:10 tempat tidur direndahkan posisinya,
tidak ada kejadian jatuh

21 12/4/2019 7.3 Melihat tanda-tanda - Tidak ada tanda-tanda


12:12 infeksi pada tangan infeksi yang muncul
pasien yang terpasang
infus
85

22 12/4/2019 7.5 Mengajarkan kepada - Orangtua mampu


12:14 orang tua pasien menyebutkan secara
tentang tanda dan umum tanda dan gejala
gejala infeksi infeksi

23 12/4/2019 7.6 Mengajarkan cara - Orangtua mengatakan


12:19 menghindari infeksi paham tentang cara
menghindari infeksi

1 13/4/2019 7.1 Mencuci tangan - Tangan tampak bersih


08:05 sebelum kontak
dengan pasien

2 13/4/2019 7.4 Melakukan perawatan - Plaster telah diganti,


08:06 infus balutan tampak bersih

3 13/4/2019 7.3 Melihat apakah ada - Tidak ada tanda atau


08:09 tanda-tanda infeksi gejala infeksi yang
yang muncul pada muncul
tangan pasien

4 13/4/2019 7.2 Memberitahu orang - Orang tua mengatakan


08:10 tua untuk membatasi akan melakukan saran
jumlah pengunjung dari perawat

5 13/4/2019 1.3 Mendengarkan suara - Terdengar suara nafas


08:12 nafas tambahan ronkhi pada
paru bagian kiri

6 13/4/2019 3.4 Menghitung frekuensi - RR : 36x/menit irama


08:15 nafas dan melihat nafas cepat dan dangkal
irama nafas pola nafas tidak teratur

7 13/4/2019 2.1 Mengukur suhu tubuh - T = 36,60C, N =


08:20 dan menghitung RR 102x/menit, RR =
dan nadi anak 36x/menit

8 13/4/2019 1.1 Mengukur status - SpO2 = 98%


08:25 oksigen An.R

9 13/4/2019 6.1 Mengkaji perilaku - Anak sedang rewel dan


08:55 An.R yang mungkin aktif bergerak
mempengaruhi resiko
jatuh

10 13/4/2019 6.2 Mengkaji factor - Side rail tidak terpasang


08:57 lingkungan yang - Ibu mengatakan lupa
memicu jatuh memasang pagar
pengaman

11 13/4/2019 6.3 Memasang side rail - Pagar tempat tidur telah


09:05 dan mengingatkan dipasang
orang tua pasien - Ibu mengatakan lain
kali akan memastikan
86

pagar tempat tidur


terpasang

12 13/4/2019 1.9 Menginjeksikan - Obat telah dimasukkan


09:08 antibiotik cefotaxime dan tidak ada respon
300mg IV negative

13 13/4/2019 2.5 Memberikan - Obat telah diberikan dan


09:22 paracetomol 100mg tidak ada respon
IV negative

3.3 Mengubah posisi - Mengubah posisi pasien


14 13/4/2019 pasien menjadi semi fowler
14:30 dan pasien terlihat
tenang

1.8 Memberikan terapi - An.R menangis dan


15 13/4/2019 nebulizer ventolin berusaha membuka
14:35 masker nebunya

1.5 Melakukan fisioterapi - Fisioterapi dada telah


16 13/4/2019 dada diberikan ibu
14:38 mengatakan ada sedikit
dahak yang keluar
1 14/04/2019 1.4 Mendengarkan suara - Suara nafas bersih
08:45 nafas

2 14/04/2019 3.5 Menghitung frekuensi - RR : 26x/menit irama


08:47 nafas dan melihat nafas teratur
irama nafas

3 14/04/2019 1.1 Mengukur status - SpO2 = 99%


08:47 oksigen An.R - An.R tidak terpasang
oksigen lagi
- Ibu mengatakan anaknya
sudah tidak sesak

4 14/04/2019 3.1 Mengukur tanda-tanda - RR : 26x/menit


08:50 vital - T : 36,30C
- N : 97x/menit

5 14/04/2019 6.1 Mengkaji perilaku An. - Anak sedang aktif


08:55 R yang mungkin bergerak
mempengaruhi resiko
jatuh

6 14/04/2019 6.2 Mengkaji factor - Side terpasang


09:00 lingkungan yang - Posisi tempat tidur
memicu jatuh rendah
- Ibu mengatakan akan
memastikan pagar
tempat tidur selalu
terpasang
87

7 14/04/2019 1.9 Menginjeksikan - Obat telah dimasukkan


09:03 antibiotik cefotaxime dan tidak ada respon
300mg IV negative

8 14/04/2019 1.4 Mengubah posisi - Mengubah posisi pasien


09:05 pasien menjadi semi fowler dan
pasien terlihat tenang

9 14/04/2019 1.8 Memberikan terapi - An. R menangis dan


09:10 nebulizer ventolin berusaha membuka
masker nebunya

1 15/04/2019 7.1 Mencuci tangan - Tangan tampak bersih


08:45 sebelum tindakan

2 15/04/2019 5.6 Mengakaji - Anak berkembang sesuai


08:47 perkembangan anak dengan usianya

3 15/04/2019 7.3 Melihat tanda dan - Tidak ada tanda gejala


08:47 gejala infeksi infeksi yang muncul

4 15/04/2019 6.1 Mengkaji perilaku - Anak sedang aktif


08:50 An.R yang mungkin bergerak
mempengaruhi resiko
jatuh

5 15/04/2019 6.2 Mengkaji factor - Side terpasang


08:55 lingkungan yang - Posisi tempat tidur
memicu jatuh rendah
- Ibu mengatakan akan
memastikan pagar
tempat tidur selalu
terpasang

6 15/04/2019 7.7 Menginjeksikan - Obat telah dimasukkan


09:00 antibiotik cefotaxime dan tidak ada respon
300mg IV negative

7 15/04/2019 5.7 Menanyakan kepada - Ibu mengatakan anak


09:03 ibu apakah pasien tidak ada muntah hari ini
muntah hari ini

8 15/04/2019 5.3 Mengukur BB, TB, - BB : 11 kg, TB : 70,7


09:05 LILA cm , LILA : 15,7 cm

Klien 2
1 25/10/2017 1.1 Mengkaji bersihan - Klien gelisah
09:00 jalan nafas, - Batuk produktif
kedalaman, dan - Terdapat retraksi dinding
frekuensi nafas dada

2 25/10/2017 1.2 Memantau tanda-tanda - CRT <3 detik


09:15 sianosis - Bibir tampak sianosis
88

3 25/10/2017 1.3 Memantau reflek - Reflek batuk berkurang


09:30 batuk

4 25/10/2017 1.4 Mengauskultasi bunyi - Suara nafas ronkhi basah


09.45 nafas +/+
- RR: 50 x/menit, N: 160
5 25/10/2017 1.5 Mengukur TTV
x/menit, T: 38,30C,
10:10
- Simple mask 4 liter/menit
6 25/10/2017 1.6 Memberikan oksigen.
terpasang
10:25
- Fisioterapi dada telah
7 25/10/2017 1.7 Kolaborasi pemberian
dilakukan dengan
10:45 fisioterapi dada
menepuk punggung klien

- Ventolin 1 ampul/8jam
8 25/10/2017 1.8 Kolaborasi dalam
telah diberikan
10:55 pemberian ihalasi
nebulizer
- Tidak ada tanda-tanda
9 25/10/2017 2.1 Memantau tanda-tanda
infkesi, NGT, IVFD
11:10 infeksi
dalam keadaan baik

- T: 38,30C
10 25/10/2017 2.2 Mengukur suhu tubuh
11:25
- Ibu melakukan cuci
11 25/10/2017 2.3 Mengajarkan ibu cuci
tangan 6 langkah sebelum
11:40 tangan 6 langkah
dan sesudah memberikan
sebelum dan sesudah
ASI
memberikan ASI
- IVFD dan NGT dalam
12 25/10/2017 2.4 Melakukan perawatan
kondisi baik
12:05 Iv Line
- Kompres hangat telah
13 25/10/2017 2.5 Memberikan kompres
diberikan
12:10 hangat
- Klien terlihat tidak
14 25/10/2017 2.6 Menganjurkan ibu
memakai pakaian tebal
12:20 untuk memakaikan
pakaian yang tipis
- Suhu lingkungan baik
15 25/10/2017 2.7 Mempertahankan suhu
(tidak panas, tidak dingin)
12:35 lingkungan tetap sejuk
- PCT injeksi 4 mg/6 jam
16 25/10/2017 2.8 Memberikan
telah diberikan
13:00 antipiretik
- Ibu klien cemas anaknya
17 25/10/2017 3.1 Mengkaji tingkat
sesak terus
13:10 kecemasan
- Ibu klien mengerti dan
18 25/10/2017 3.2 Memberikan
memahami apa itu
13:20 pendidikan kesehatan
bronkopneumonia
tentang
bronkopneumonia
89

19 25/10/2017 3.3 Memberikan support - Keluarga tampak tenang


13:35 dan dukungan kepada
keluarga

1 26/10/2017 1.1 Mengkaji bersihan - Nafas masih terlihat sesak


09:00 jalan nafas, - Terdapat retraksi dinding
kedalaman, dan dada
frekuensi nafas - Batuk produktif

2 26/10/2017 - Bibir tampak pucat


1.2 Memantau tanda-tanda
09:15 - CRT <3 detik
sianosis

1.3 Memantau reflek


3 26/10/2017 - Reflek batuk berkurang
batuk
09:30
1.4 Mengauskultasi bunyi
4 26/10/2017 - Suara nafas ronchi basah
nafas
09:45 +/-

5 26/10/2017 1.5 Mengukur TTV - RR: 44 x/menit, N: 152


09:55 x/menit, T: 370C
1.6 Memberikan oksigen.
6 26/10/2017 - Klien terpasang nasal
10:00 kanul 1 liter/menit
1.7 Kolaborasi pemberian
7 26/10/2017 - Fisioterapi dada telah
fisioterapi dada
10:25 diberikan dengan
menepuk punggung klien
1.8 Kolaborasi dalam
8 26/10/2017 - Ventolin 1 ampul/8 jam
pemberian ihalasi
10:45 telah diberikan
nebulizer

9 26/10/2017 - T: 370C
2.2 Mengukur suhu tubuh
11:10

10 26/10/2017 - Ibu melakukan cuci


2.3 Mengajarkan ibu cuci
11:25 tangan 6 langkah sebelum
tangan 6 langkah
dan sesudah memberikan
sebelum dan sesudah
ASI
memberikan ASI
11 26/10/2017 - IVFD D5 6 tetes/menit
2.4 Melakukan perawatan
11:40 (micro) diberikan
Iv Line
- Cairan infus telah masuk
melalui iv
2.5 Memberikan kompres
12 26/10/2017 - Kompres hangat telah
hangat
12:10 diberikan

13 26/10/2017 - PCT injeksi 4 mg/6 jam


2.8 Memberikan
12:25 telah diberikan
antipiretik
90

1 27/10/2017 1.2 Mengkaji bersihan - Nafas klien terlihat


09:00 jalan nafas, tenang
kedalaman, dan - Tidak terdapat retraksi
frekuensi nafas dinding dada
- Batuk produktif
berkurang

2 27/10/2017 1.3 Memantau reflek - Adanya reflek batuk


09:15 batuk

3 27/10/2017 1.5 Mengauskultasi bunyi - Suara nafas vesikuler


09:30 nafas

4 27/10/2017 - RR: 40 x/menit, N: 156


1.5 Mengukur TTV
09:45 x/menit, T: 370C

5 27/10/2017 1.6 Memberikan oksigen. - Nasal kanul 1 liter/menit


09:55 terpasang

6 27/10/2017 1.8 Kolaborasi dalam - Ventolin 1 ampul/8 jam


10:10 pemberian ihalasi telah diberikan.
nebulizer

7 27/10/2017 2.1 Mengukur suhu tubuh - T: 370C


10:25
Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)
Berdasarkan tabel diatas bahwa implementasi yang dilakukan

berdasarkan dari rencana atau intervensi yang telah dibuat. Implementasi

pada klien 1 dilakukan selama 4 hari dirumah sakit pada tanggal 12 April-

15 April 2019 sedangkan pada klien 2 dilakukan selama 3 hari di rumah

sakit mulai dari tanggal 25 Oktober-27 Oktober 2017

e. Evaluasi Keperawatan

Tabel 4.8
Evaluasi Keperawatan Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Hari/ Diagnosa
Evaluasi ( SOAP ) Paraf
Jam Keperawatan
Klien 1
Hari Dx 1 S : - Ibu mengatakan An. R masih sulit
ke 1 Bersihan jalan bernafas
nafas tidak - Ibu mengatakan An. R masih batuk
15:00 efektif berdahak
- Ibu mengatakan anak tidak bisa
mengeluarkan dahaknya
O : - Auskultasi bunyi nafas ronki pada paru
kiri
91

- RR : 35x/menit
- SpO2 : 98%
- Ada otot bantu pernafasan dada
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1.1 Monitor status oksigenasi pasien
1.2 Monitor status respirasi
(irama,frekuensi)
1.3 Auskultasi suara nafas catat jika ada
suara nafas tambahan
1.4 Atur posisi pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
1.5 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1.7 Kolaborasi pemberian O2
1.8 Kolaborasi pemberian terapi nebulizer
1.9 Kolaborasi pemberian antibiotic

15.10 Dx 2 S : - Ibu mengatakan anak masih kesulitan


Gangguan bernafas
Pertukaran Gas O : - Terdengar bunyi ronkhi pada paru kiri
- Pola nafas cepat dan dangkal
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2.1 Observasi tanda-tanda vital anak
2.2 Kaji frekuensi, kedalaman dan
kemudahan anak dalam bernafas
2.3 Observasi warna kulit, membrane
mukosa, dan kuku anak apakah ada
sianosis
2.4 Mempertahankan istirahat dan tidur
anak
2.5 Kolaborasi pemberian oksigen

15.15 Dx 3 S : - Ibu mengatakan anak masih sulit bernafas


Pola nafas - Ibu mengatakan saat posisi tidur
tidak efektif terlentang anak semakin merasa sesak
nafas
O : - Terdapat otot bantu pernafasan dada
- Pola nafas cepat dan dangkal
- TTV : RR: 36x/menit, N: 102x/menit,
T: 37,80C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
3.1 Observasi tanda-tanda vital anak
3.2 Kaji frekuensi pernafasan
3.3 Memberikan posisi semi fowler
3.4 Kolaborasi pemberian oksigen
92

15.20 Dx 4 S : - Ibu mengatakan badan anak panas


Hipertermia - Ibu mengatakan anak rewel dan demam
O : - Saat diraba badan anak teraba panas
- T: 37,80C N: 102x/menit
- Anak rewel
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
4.1 Monitor suhu tubuh
4.2 Monitor warna kulit, nadi dan RR
4.3 Berikan kompres pada lipatan paha dan
axilla
4.4 Selimuti klien untuk mencegah
hilangnya kehangatan
4.5 Kolaborasi pemberian obat antipiretik
untuk menurunkan panas

15.25 Dx 5 S : - Ibu mengatakan An. R nafsu makannya


Resiko defisit menurun
nutrisi - Ibu mengatakan An. R hanya makan lauk
(ikan) tapi tidak mau menghabiskan
nasinya
O : - A: BB: 11 kg, TB: 70,7 cm, LILA: 15,7
cm
- B: terjadi peningkatan jumlah leukosit
dan trombosit
- C:
- Tidak ada penurunan berat badan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Rambut hitam mengkilap
- D: MLTKTP
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
5.1 Kaji status nutrisi anak
5.2 Kaji adanya alergi makanan atau
minuman
5.3 Ukur tinggi/panjang badan dan berat
badan anak
5.4 Monitor turgor kulit
5.5 Monitor muntah pada anak
5.6 Monitorpertumbuhan dan
perkembangan anak
5.7 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi selama
sakit
93

15.30 Dx 6 S: -
Resiko jatuh O : - Tidak ada kejadian jatuh
- Side rail telah terpasang
- Skor humpty dumpty 13 (resiko tinggi)
- Tempat tidur dalam posisi yang tidak
terlalu tinggi
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
6.1 Mengidentifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi resiko jatuh
6.2 Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh
6.3 Memasang pagar pengaman tempat
tidur
6.4 Merendahkan posisi tempat tidur

15.35 Dx 7 S: -
Resiko infeksi O : - Terpasang IVFD ditangan sebelah kiri
- Balutan baru diganti
- Balutan tampak bersih
- Tidak ada kemerahan, atau pun bengkak
pada daerah tangan yang diinfus
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
7.1 Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan
7.2 Batasi pengunjung bila perlu
7.3 Monitor tanda dan gejala sistematik
dan lokal
7.4 Lakukan perawatan infus
7.7 Kolaborasi pemberian antibiotik

Hari Dx 1 S : - Ibu mengatakan An. R sesaknya


ke 2 Bersihan jalan berkurang
nafas tidak - Ibu mengatakan An. R masih batuk
14.45 efektif berdahak
- Ibu mengatakan anak tidak bisa
mengeluarkan dahaknya
- Ibu mengatakan hari ini anak mendapat
terapi fisioterapi dada
O : - Auskultasi bunyi nafas ronki pada paru
kiri
- RR : 33x/menit
- SpO2 : 98%
- Ada otot bantu pernafasan dada
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1.1 Monitor status oksigenasi pasien
94

1.2 Monitor status respirasi


(irama,frekuensi)
1.3 Auskultasi suara nafas catat jika ada
suara nafas tambahan
1.4 Atur posisi pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
1.5 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
1.7 Kolaborasi pemberian O2
1.8 Kolaborasi pemberian terapi nebulizer
1.9 Kolaborasi pemberian antibiotik

14.50 Dx 2 S : - Ibu mengatakan sesak anak sudah


Gangguan berkurang
pertukaran gas O : - Terdengar bunyi ronkhi pada paru kiri
- Pola nafas cepat dan dangkal
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2.1 Observasi tanda-tanda vital anak
2.2 Kaji frekuensi, kedalaman dan
kemudahan anak dalam bernafas
2.3 Observasi warna kulit, membrane
mukosa, dan kuku anak apakah ada
sianosis
2.4 Mempertahankan istirahat dan tidur
anak
2.5 Kolaborasi pemberian oksigen

14.55 Dx 3 S : - Ibu mengatakan anak kesulitan bernafas


Pola nafas - Ibu mengatakan saat posisi tidur
tidak efektif terlentang anak semakin merasa sesak
nafas
O : - Terdapat otot bantu pernafasan dada
- Pola nafas cepat dan dangkal
- TTV : RR: 36x/menit, N: 102x/menit,
T: 37,80C
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
3.1 Observasi tanda-tanda vital anak
3.2 Kaji frekuensi pernafasan
3.3 Memberikan posisi semi fowler
3.4 Kolaborasi pemberian oksigen
95

15.00 Dx 4 S : - Ibu mengatakan tadi pagi anak mendapat


Hipertermia obat paracetamol
- Ibu mengatakan badan An. R sudah tidak
panas lagi
O : - Saat diraba badan anak sudah tidak panas
lagi
- T: 36,70C N: 102x/menit
- Anak tidak rewel
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

15.10 Dx 5 S : - Ibu mengatakan An. R hanya makan ½


Resiko defisit porsi bubur tapi menghabiskan lauk
nutrisi (ikan)
O : - A: BB: 11 kg, TB: 70,7 cm, LILA: 15,7
cm
- B: terjadi peningkatan jumlah leukosit
dan trombosit
- C:
- Tidak ada penurunan berat badan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Rambut hitam mengkilap
- D: MLTKTP
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
5.1 Kaji status nutrisi anak
5.2 Kaji adanya alergi makanan atau
minuman
5.3 Ukur tinggi/panjang badan dan berat
badan anak
5.4 Monitor turgor kulit
5.5 Monitor muntah pada anak
5.6 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan anak
5.7 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi selama
sakit
96

15.30 Dx 6 S: -
Resiko jatuh O : - Tidak ada kejadian jatuh
- Side rail telah terpasang
- Skor humpty dumpty 13 (resiko tinggi)
- Tempat tidur dalam posisi yang tidak
terlalu tinggi
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
6.1 Mengidentifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi resiko jatuh
6.2 Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh
6.3 Memasang pagar pengaman tempat
tidur
6.4 Merendahkan posisi tempat tidur

15.40 Dx 7 S: -
Resiko infeksi O : - Terpasang IVFD ditangan sebelah kiri
- Balutan baru diganti
- Balutan tampak bersih
- Tidak ada kemerahan, atau pun bengkak
pada daerah tangan yang diinfus
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
7.1 Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan
7.2 Batasi pengunjung bila perlu
7.3 Monitor tanda dan gejala sistematik
dan lokal
7.4 Lakukan perawatan infus
7.7 Kolaborasi pemberian antibiotik

Hari Dx 1 S : - Ibu mengatakan An. R tidak sesak lagi


ke 3 Bersihan jalan - Ibu mengatakan An. R batuknya sudah
nafas tidak tidak berdahak
15.10 efektif O : - Tidak ada bunyi nafas tambahan
- RR : 29x/menit
- SpO2 : 99%
- Tidak ada otot bantu pernafasan dada
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
97

15.15 Dx 2 S : - Ibu mengatakan An. R tidak sesak lagi


Gangguan O : - Tidak ada bunyi nafas tambahan
pertukaran gas - Pola nafas teratur
- Tidak ada tarikan dinding dada
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi

15.20 Dx 3 S : - Ibu mengatakan An. R tidak sesak lagi


Pola nafas - Ibu mengatakan saat posisi tidur
tidak efektif terlentang anak sudah tidak terlalu sesak
O : - Pola nafas teratur
- Suara nafas bersih
- RR : 29x/menit, N: 97x/menit, T: 36,50C
- SpO2 : 99%
- Tidak ada otot bantu pernafasan dada
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi

15.25 Dx 5 S : - Ibu mengatakan An. R hanya makan ½


Resiko defisit porsi bubur tapi menghabiskan lauk
nutrisi (ikan)
O : - A: BB: 11 kg, TB: 70,7 cm, LILA: 15,7
cm
- B: terjadi peningkatan jumlah leukosit
dan trombosit
- C:
- Tidak ada penurunan berat badan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Rambut hitam mengkilap
- D: MLTKTP
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
5.1 Kaji status nutrisi anak
5.2 Kaji adanya alergi makanan atau
minuman
5.3 Ukur tinggi/panjang badan dan berat
badan anak
5.4 Monitor turgor kulit
5.5 Monitor muntah pada anak
5.6 Monitorpertumbuhan dan
perkembangan anak
5.7 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi selama
sakit
98

15.30 Dx 6 S: -
Resiko jatuh O : - Tidak ada kejadian jatuh
- Side rail telah terpasang
- Skor humpty dumpty 13 (resiko tinggi)
- Tempat tidur dalam posisi yang tidak
terlalu tinggi
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
6.1 Mengidentifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi resiko jatuh
6.2 Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh
6.3 Memasang pagar pengaman tempat
tidur
6.4 Merendahkan posisi tempat tidur

15.35 Dx 7 S: -
Resiko infeksi O : - Terpasang IVFD ditangan sebelah kiri
- Balutan baru diganti
- Balutan tampak bersih
- Tidak ada kemerahan, atau pun bengkak
pada daerah tangan yang diinfus
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
7.1 Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan
7.2 Batasi pengunjung bila perlu
7.3 Monitor tanda dan gejala sistematik
dan lokal
7.4 Lakukan perawatan infus
7.7 Kolaborasi pemberian antibiotik

Hari Dx 5 S : - Ibu pasien mengatakan An. R hamper


ke 4 Resiko defisit menghabiskan makanannya hari ini
nutrisi (tersisa 2-3 sendok saja)
15.05 O : - A: BB: 11 kg, TB: 70,7 cm, LILA: 15,7
cm
- B: terjadi peningkatan jumlah leukosit
dan trombosit
- C:
- Tidak ada penurunan berat badan
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Rambut hitam mengkilap
- D: MLTKTP
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
5.1 Kaji status nutrisi anak
99

5.2 Kaji adanya alergi makanan atau


minuman
5.3 Ukur tinggi/panjang badan dan berat
badan anak
5.4 Monitor turgor kulit
5.5 Monitor muntah pada anak
5.6 Monitorpertumbuhan dan
perkembangan anak
5.7 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yang
dapat memenuhi kebutuhan gizi selama
sakit

15.10 Dx 6 S: -
Resiko jatuh O : - Tidak ada kejadian jatuh
- Side rail telah terpasang
- Skor humpty dumpty 13 (resiko tinggi)
- Tempat tidur dalam posisi yang tidak
terlalu tinggi
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
6.1 Mengidentifikasi perilaku dan faktor
yang mempengaruhi resiko jatuh
6.2 Mengidentifikasi karakteristik
lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh
6.3 Memasang pagar pengaman tempat
tidur
6.4 Merendahkan posisi tempat tidur

15.15 Dx 7 S: -
Resiko Infeksi O : - Infus telah dilepas
- Pembekuan darah baik
- Tidak ada kemerahan, atau pun bengkak
pada daerah tangan yang diinfus
A : Masalah tidak terjadi
P : Pertahankan Intervensi
7.1 Cuci tangan sebelum dan sesudah
tindakan
7.2 Batasi pengunjung bila perlu
7.3 Monitor tanda dan gejala sistematik
dan lokal
7.4 Lakukan perawatan infus
7.7 Kolaborasi pemberian antibiotic
100

Klien 2
Hari Dx 1 S: -
ke 1 Bersihan jalan O : - Klien tampak gelisah
nafas tidak - RR 50 x/menit
11.00 efektif - Suara nafas ronkhi basah +/+
- Batuk produktif
- Reflek batuk berkurang
- Terpasang O2 simple mask 4 liter/menit
- Terdapat retraksi dinding dada
- CRT <3 detik
- Bibir tampak sianosis
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1.1 Kaji bersihan jalan nafas, kedalaman,
frekuensi nafas
1.2 Pantau tanda-tanda sianosis
1.3 Pantau reflek batuk
1.4 Auskultasi bunyi nafas
1.5 Ukur tanda-tanda vital
1.6 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
1.7 Kolaborasi pemberian fisioterapi dada
1.8 Kolaborasi dalam pemberian inhalasi
nebulizer

13.30 Dx 2 S: -
Peningkatan O : - Klien tampak lemah
suhu tubuh - T: 38,30C
- Badan klien teraba hangat
- Terpasang selang NGT dan IVFD
- Leukosit 14.500 u/
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2.1 Pantau tanda-tanda infeksi
2.2 Ukur suhu tubuh
2.3 Anjurkan ibu cuci tangan 6 langkah
sebelum dan sesudah memberikan ASI
2.4 Lakukan perawatan Iv Line
2.5 Berikan kompres hangat
2.6 Anjurkan ibu untuk memakaikan
pakaian yang tipis
2.7 Pertahankan suhu lingkungan tetap
sejuk
2.8 Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik
101

13.35 Dx 3 S : - Ibu klien mengatakan sudah mengetahui


Ansietas penyakit yang di derita anaknya
O : - Keluarga terlihat tenang
- Ibu klien mengerti tentang penyakit
anaknya
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi

Hari Dx 1 S: -
ke 2 Bersihan jalan O : - Nafas masih terlihat sesak
nafas tidak - RR: 44 x/menit
11.00 efektif - Suara nafas ronkhi basah +/-
- Batuk produktif
- Reflek batuk berkurang
- Terpasang O2 nasal kanul 1 liter/menit
- Terdapat retraksi dinding dada
- CRT <3 detik
- Bibir tampak pucat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1.1 Kaji bersihan jalan nafas, kedalaman,
frekuensi nafas
1.2 Pantau tanda-tanda sianosis
1.3 Pantau reflek batuk
1.4 Auskultasi bunyi nafas
1.5 Ukur tanda-tanda vital
1.6 Kolaborasi dalam pemberian oksigen
1.7 Kolaborasi pemberian fisioterapi dada
1.8 Kolaborasi dalam pemberian inhalasi
nebulizer
102

13.00 Dx 2 S: -
Peningkatan O : - Klien tampak lemas
suhu tubuh - Suhu tubuh 370C
- Badan klien teraba hangat
- Mukosa bibir kering
- IVFD D5 6 tetes/menit (mikro)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2.1 Pantau tanda-tanda infeksi
2.2 Ukur suhu tubuh
2.3 Anjurkan ibu cuci tangan 6 langkah
sebelum dan sesudah memberikan ASI
2.4 Lakukan perawatan Iv Line
2.5 Berikan kompres hangat
2.6 Anjurkan ibu untuk memakaikan
pakaian yang tipis
2.7 Pertahankan suhu lingkungan tetap
sejuk
2.8 Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik

Hari Dx 1 S: -
ke 3 Bersihan jalan O : - Nafas klien terlihat tenang
nafas tidak - RR: 40 x/menit
09.00 efektif - Suara nafas vesikuler
- Batuk produktif berkurang
- Reflek batuk (+)
- Tidak terdapat retraksi dinding dada
- Bibir terlihat kemerahan
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi

11.15 Dx 2 S: -
Peningkatan O : - Klien tampak bugar
suhu tubuh - T: 370C
- Badan klien teraba hangat
- Mukosa bibir lembab
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi

Sumber: Chairunisa (2019) & Ariska (2018)

Tabel di atas menjelaskan bahwa pada klien 1 dilakukan asuhan

keperawatan selama 4 hari di rumah sakit, evaluasi pada klien 1


103

menunjukan hipertermi teratasi pada hari kedua, 3 diagnosa keperawatan

teratasi pada hari ketiga yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan

pertukaran gas dan pola nafas tidak efektif. Sedangkan pada klien 2

dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari di rumah sakit, evaluasi

pada klien 2 menunjukan ansietas teratasi pada hari pertama, bersihan

jalan nafas tidak efektif dan peningkatan suhu tubuh teratasi pada hari ke

tiga.

B. Pembahasan

Pada pembahasan kasus ini peneliti akan mereview tentang adanya

kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil asuhan keperawatan

pada anak klien 1 dan 2 dengan kasus bronkopneumonia yang telah dilakukan

oleh peneliti di RS Samarinda Medika Citra (Chairunisa, 2019) dan Rumah

Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek (Ariska, 2018). Kegiatan yang

dilakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat

mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan

keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan,

2012).
104

Pengkajian pada klien 1 dilakukan pada tanggal 12 April 2019 di RS

Samarinda Medika Citra. Klien 1 berusia 1 tahun 7 bulan dengan hasil

secara biologis diantaranya : keadaan umum sedang, kesadaran compos

mentis, vital signs nadi 97 x/menit, respirasi 35 x/menit, suhu 37,80C, batuk

berdahak, sesak, demam, nafsu makan menurun. Sebelum sakit dan sesudah

sakit klien 1 tidak mengalami penurunan berat badan yaitu BB 11 kg, TB

70,7 cm, LK 48 cm, LD 52 cm, LILA 15,7 cm CRT dalam < 2 detik, turgor

kulit kembali dalam < 2 detik. Klien 1 mempunyai riwayat penyakit asma

dan alergi terhadap debu, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, inspeksi

dada terlihat saat mengembang paru kiri lebih rendah, terdengar suara

tambahan (ronkhi) saat di auskultasi, terpasang nasal kanul 1 lpm, skor

humpty dumpty yaitu 13 (resiko tinggi).

Pengkajian pada klien 2 dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2017 di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdul Moeloek. Klien 2 berusia 3 bulan

dengan hasil secara biologis diantaranya : keadaan umum lemah, kesadaran

compos mentis, vital signs nadi 160 x/menit, respirasi 50 x/menit, suhu

38,30C, sebelumnya anak dirawat di RS Mesuji selama 4 hari dengan

keluhan sesak, kejang, batuk. Tetapi sesak semakin bertambah parah

sehingga keluarga membawa klien ke IGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

jam 00.10 WIB, klien sesak dikarenakan sekret tertahan. Klien rewel dan

gelisah, mempunyai riwayat ISPA sejak 1 bulan, bibir klien sianosis dan

mukosa bibir kering. Adanya suara nafas tambahan ronkhi basah pada paru
105

kanan dan paru kiri. Terdapat retraksi dinding dada, pergerakan dada

hiperventilasi, klien terpasang NGT dan simple mask dengan 4 liter/menit.

Pada saat pengkajian, klien 1 dan 2 ditemukan keluhan yang sama

yaitu mengalami batuk berdahak, sesak dan demam, hal ini sesuai dengan

teori Wijayaningsih (2013) bahwa ketika mikroorganisme (bakteri, virus,

dan jamur) yang masuk ke tubuh invasi ini dapat masuk kesaluran

pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis dari tubuh. Reaksi ini

menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini tubuh

menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita. Reaksi

peradangan ini juga dapat menimbulkan sekret semakin menumpuk di

bronkus dan aliran bronkus menjadi semakin sempit sehingga pasien merasa

sesak.

Pada klien 1 didapatkan data bahwa klien mempunyai riwayat asma

dan alergi terhadap debu, hal ini sesuai dengan teori Roro & Noviana (2018)

bahwa faktor resiko yang dapat menyebabkan bronkopneumonia yaitu berat

badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI

yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens

kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap

polusi udara baik polusi industri atau asap rokok.

Pada klien 2 didapatkan data bahwa klien mempunyai riwayat ISPA,

hal ini sesuai dengan teori Kliegman (2006) bahwa manifestasi klinis

bronkopneumonia didahului beberapa hari dengan gejala infeksi saluran

pernapasan atas (ISPA), yaitu batuk dan rinitis (pada pasien ini didahului
106

dengan batuk), peningkatan usaha bernafas, demam tinggi mendadak dan

penurunan nafsu makan.

Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus. Menurut

Wijayaningsih (2013) tanda dan gejala dari bronkopneumonia yaitu demam,

anak sangat gelisah, adanya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi,

pernafasan cepat dan dangkal disertai dengan pernafasan cuping hidung,

sianosis di sekitar hidung dan mulut dan kadang-kadang disertai muntah dan

diare, pada klien 1 tidak ditemukan sianosis pada mulut sedangkan pada

klien 2 ditemukan sianosis pada mulut, dan kedua klien tidak ditemukan

adanya pernafasan cuping hidung, muntah dan diare.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai

respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang

dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis

keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan

(PPNI, 2017).

Menurut PPNI (2017) tanda dan gejala dikelompokkan menjadi dua

kategori, yaitu mayor dan minor. Data mayor ditemukan sekitar 80% - 100%

untuk validasi diagnosis, sedangkan data minor tidak harus ditemukan

namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosis. Berdasarkan

hal tersebut peneliti dalam kasus asuhan keperawatan pada klien anak
107

dengan bronkopneumonia menegakkan masalah keperawatan berdasarkan

dari pengkajian dan data yang didapatkan.

Menurut PPNI (2017) Masalah keperawatan yang lazim muncul

pada anak dengan bronkopneumonia adalah bersihan jalan nafas tidak

efektif b.d spasme jalan napas, hipersekresi jalan nafas, benda asing dalam

jalan nafas, sekresi yang tertahan dan proses infeksi; gangguan pertukaran

gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler; hipertermia b.d proses

penyakit (infeksi); defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan; intoleransi

aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan

kelemahan; dan resiko ketidakseimbangan elektrolit d.d ketidakseimbangan

cairan, dan diare.

Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data terdapat 7 diagnosa

keperawatan yang ditegakkan pada klien 1 yaitu bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, gangguan

pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus-kapiler, pola nafas

tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan, hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit, resiko defisit nutrisi berhubungan

dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan), resiko jatuh

dibuktikan dengan anak usia 2 tahun atau kurang dan resiko infeksi

dibuktikan dengan efek prosedur invasive. Sedangkan pada klien 2 terdapat

3 diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu bersihan jalan nafas tidak

efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas, peningkatan suhu


108

tubuh berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) dan ansietas

berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Berikut pembahasan diagnosa yang sama pada klien 1 dan 2 :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan

nafas

Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan

membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan

jalan nafas tetap paten (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien

1 yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum sedangkan pada klien 2 peneliti

menegakkan diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan

dengan hipersekresi jalan nafas. Menurut PPNI (2017), diagnosa yang

sesuai yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan

hipersekresi jalan nafas.

Berdasarkan PPNI (2017), gejala dan tanda mayor yang muncul

yaitu batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk, sputum berlebih, dan

adanya suara nafas tambahan. Gejala dan tanda minornya yaitu dyspnea,

sulit bicara, gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas

berubah dan pola nafas berubah. Pada klien 1 dibuktikan klien sesak

nafas, batuk tetapi tidak dapat mengeluarkan dahaknya, suara nafas

ronkhi, pernafasan cepat dan dangkal, frekuensi nafas 35 x/menit,

sedangkan klien 2 dibuktikan dengan klien tampak gelisah, frekuensi

nafas 50 x/menit, suara nafas ronchi basah +/+ (kedua paru), batuk
109

produktif, reflek batuk kurang, terpasang O2 simple mask 4 liter/menit,

terdapat retraksi dinding dada dan hasil radiologi : photo thorax kesan

bronchopneumonia.

Menurut Wijayaningsih (2013) mikroorganisme yang masuk ke

saluran pernafasan memicu peradangan yang menimbulkan sekret yang

semakin lama semakin menumpuk dibronkus sehingga aliran bronkus

menjadi sempit dan pasien merasa sesak. Berdasarkan teori tersebut,

peneliti menegakkan diagnosa bersihan jalan nafas dikarenakan pada

kedua klien mengalami batuk produktif dan tidak bisa mengeluarkan

dahaknya sehingga sekret menumpuk yang mengakibatkan klien sesak.

b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

Hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang normal

tubuh (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien 1 yaitu

hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi sedangkan pada klien

2 peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

Menurut PPNI (2017), diagnosa yang sesuai yaitu hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit.

Berdasarkan PPNI (2017), gejala dan tanda mayor yang muncul

yaitu suhu tubuh diatas nilai normal, gejala dan tanda minornya yaitu

kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit terasa hangat. Pada klien 1

didapatkan data berdasarkan hasil pengkajian yaitu klien mengalami

demam dimana suhu badan klien 37,80C, N: 97 x/menit RR: 35 x/menit

dan badan teraba hangat, sedangkan pada klien 2 klien tampak lemah,
110

suhu tubuh 38,30C, N: 160 x/menit, RR: 50 x/menit, badan teraba panas

dan mukosa bibir kering.

Menurut Wijayaningsih (2013) sebagian besar penyebab dari

bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur, bakteri, virus).

Mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet) invasi ini dapat

masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis

dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi

peradangan ini tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam

pada penderita. Berdasarkan teori tersebut, peneliti menegakkan

diagnosa hipertermia dikarenakan pada kedua klien telah terjadi

peradangan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke tubuh

sehingga pusat pengatur suhu tubuh merespons dan terjadilah demam.

Berikut pembahasan diagnosa yang berbeda pada klien 1 dan 2 :

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane

alveolus-kapiler

Gangguan pertukaran gas adalah kelebihan atau kekurangan

oksigen dan/atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolus-

kapiler (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien 1 yaitu

gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane

alveolus-kapiler sudah berdasarkan PPNI (2017).

Berdasarkan PPNI (2017) gejala dan tanda mayor pada diagnosa

gangguan pertukaran gas yaitu klien dyspnea, PCO2 meningkat/menurun,

PO2 menurun, takikardia, pH arteri meningkat/menurun dan adanya


111

bunyi nafas tambahan. Sedangkan untuk gejala dan tanda minornya yaitu

klien pusing, sianosis, diaphoresis, gelisah, terdapat nafas cuping hidung,

pola nafas abnormal dan kesadaran menurun. Peneliti menegakkan

diagnosa tersebut pada klien 1 berdasarkan hasil pengkajian yaitu ibu

mengatakan anak sesak nafas, ada suara nafas tambahan (ronkhi) dan

pola nafas yang cepat dan dangkal. Berdasarkan data hanya terdapat dua

tanda mayor dari 6 tanda mayor yang muncul yaitu klien sesak dan

adanya bunyi nafas tambahan (ronkhi), sedangkan untuk tanda minor

hanya satu dari tujuh tanda minor yang muncul yaitu pola nafas klien

cepat dan dangkal. Menurut PPNI (2017) data mayor ditemukan sekitar

80% - 100% untuk validasi diagnosis, sedangkan data minor tidak harus

ditemukan namun jika ditemukan dapat mendukung penegakan

diagnosis. Berdasarkan teori tersebut, peneliti tidak bisa menegakkan

diagnosa gangguan pertukaran gas karena tidak lengkapnya data untuk

menunjang diagnosa tersebut.

Pemeriksaan analisa gas darah dibutuhkan untuk mendukung

ditegakkannya diagnosa gangguan pertukaran gas. Analisis gas darah

merupakan prosedur yang sering dikerjakan dan merupakan standar baku

untuk menentukan status asam basa, ventilasi dan oksigenasi pasien.

Pada pasien-pasien IGD yang datang dengan keluhan sesak nafas

dilakukan screening pemeriksaan Analisa Gas Darah untuk mengetahui

status asam basa pasien (Dewi, 2014).


112

Menurut Djojodibroto (2009) gangguan pertukaran gas muncul

disebabkan daerah paru menjadi padat karna terisi oleh eksudat sehingga

terjadi penurunan ratio ventilasi dan perfusi yang berdampak pada

penurunan kapasitas difusi. Sesuai dengan teori dan data yang didapat

diatas, masalah gangguan pertukaran gas pada klien 1 terjadi karena efek

dari peradangan yang menyebar ke bagian alveolus sehingga alveolus

tidak bisa bekerja secara optimal karena terisi oleh eksudat.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

Pola nafas tidak efektif adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang

tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2017). Diagnosa yang

diperoleh pada klien 1 yaitu pola nafas tidak efektif berhubungan dengan

depresi pusat pernafasan sudah berdasarkan PPNI (2017).

Berdasarkan PPNI (2017) gejala dan tanda mayor pola nafas tidak

efektif yaitu klien dyspnea, penggunaan otot bantu pernafasan, fase

ekspirasi memanjang dan pola nafas abnormal, sedangkan gejala dan

tanda minornya yaitu adanya pernafasan cuping hidung.

Pada klien 1 dibuktikan dengan ibu klien mengatakan klien

kesulitan bernafas, saat posisi tidur telentang anak semakin merasa sesak

nafas, terdapat otot bantu pernafasan dada, pola nafas cepat dan dangkal,

frekuensi pernafasan 35 x/menit dan terpasang nasal kanula 1 liter/menit.

Pada klien 2 peneliti tidak menegakkan diagnosa pola nafas tidak efektif,

data saat pengkajian yaitu klien terdapat retraksi dinding dada, klien

rewel dan gelisah, hiperventilasi saat bernafas, frekuensi pernafasan 50


113

x/menit dan terpasang simple mask 4 liter/menit. Berdasarkan data

tersebut, peneliti dapat menegakkan diagnosa pola nafas tidak efektif

karena 3 dari 4 tanda mayor sudah terkaji pada klien tersebut.

Menurut Price (2012) sesak nafas pada bronkopneumonia

disebabkan karena berbagai macam hal, diantaranya karena adanya

obstruksi pada jalan nafas dan adanya faktor-faktor tertentu (karena

penyebaran bakteri, virus, jamur) yang menyebabkan paru-paru/alveoli

gagal mengembang dengan sempurna (kekurangan surfaktan atau adanya

desakan dari rongga abdomen/jantung). Sesak nafas yang ditimbulkan

karena paru dapat diikuti dengan adanya bunyi nafas tambahan, seperti

ronkhi (basah/kering) ataupun wheezing. Berdasarkan teori tersebut,

masalah pola nafas tidak efektif muncul dikarenakan klien mengalami

sesak nafas karena adanya obstruksi jalan nafas akibat penumpukan

lendir pada klien, sehingga pernafasan cepat, tampak retraksi dinding

dada dan gelisah.

c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif

individu terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi

bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman (PPNI, 2017). Diagnosa yang diperoleh pada klien

2 yaitu ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi sudah

berdasarkan PPNI (2017).


114

Berdasarkan PPNI (2017), gejala dan tanda mayor pada diagnosa

ansietas yaitu merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari

kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentasi, tampak gelisah, tampak

tegang dan sulit tidur. Muncul masalah ansietas pada klien 2 berdasarkan

data yaitu ibu klien mengatakan tidak mengetahui penyakit yang di derita

anaknya dan merasa khawatir dengan keadaan anaknya saat ini, keluarga

terlihat gelisah dan ibu sering bertanya tentang penyakit anaknya.

Menurut Mubarak (2007) faktor yang mempengaruhi kurangnya

pengetahuan seseorang diantaranya meliputi umur seseorang, tingkat

pendidikan, pekerjaan, minat, pengalaman, serta sumber informasi.

Berdasarkan teori tersebut, diagnosa ansietas muncul dikarenakan

kurangnya informasi orang tua terkait penyakit anaknya yang

menyebabkan orang tua cemas terhadap kondisi anaknya.

d. Risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor psikologis (keengganan

untuk makan)

Risiko defisit nutrisi adalah berisiko mengalami asupan nutrisi

tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (PPNI, 2017).

Diagnosa yang diperoleh pada klien 1 yaitu resiko defisit nutrisi

dibuktikan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan) sudah

berdasarkan PPNI (2017). Hasil pengkajian didapatkan data klien 1

selama sakit tidak mengalami penurunan berat badan yaitu BB 11 kg, TB

70,7 cm, LK 48 cm, LD 52 cm, LILA 15,7 cm.


115

Berdasarkan grafik pertumbuhan anak dengan indikator BB/U

(Berat Badan/Umur) untuk anak berjenis kelamin laki-laki menurut

WHO, status gizi klien 1 berada digaris hijau yang berarti status gizi klien

baik berdasarkan grafik namun karena kondisi sakit yang diderita oleh

anak akan mempengaruhi nafsu makan. Menurut saya, peneliti

menegakkan diagnosa risiko defisit nutrisi untuk mempertahankan status

nutrisi anak.

Penyakit infeksi menjadi salah satu faktor langsung penyebab

terjadinya gizi kurang pada balita. Apabila dimasa ini anak tidak

mendapatkan asupan yang cukup akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangannya, selain itu dengan adanya penyakit

infeksi yang berada pada tubuh anak akan menurunkan nafsu makannya

dan berakibat pada status gizi anak (Agustina, 2013).

e. Risiko jatuh dibuktikan dengan anak usia 2 tahun atau kurang

Risiko jatuh adalah berisiko mengalami kerusakan fisik dan

gangguan kesehatan akibat terjatuh (PPNI, 2017). Faktor risiko yang

sesuai dengan kasus tersebut yaitu usia anak ≤ 2 tahun. Diagnosa yang

diperoleh pada klien 1 yaitu risiko jatuh dibuktikan dengan anak usia 2

tahun atau kurang sudah berdasarkan PPNI (2017). Dari hasil pengkajian

didapatkan data bahwa klien 1 memiliki masalah risiko jatuh yang

didukung dengan data obyektif yaitu usia anak < 2 tahun, anak

ditempatkan ditempat tidur orang dewasa, pagar tempat tidur tidak

terpasang dan jumlah skor penilaian humpty dumpty 13 (resiko tinggi).


116

Pada klien 2 peneliti tidak menegakkan diagnosa risiko jatuh, padahal

usia klien 2 masih 3 bulan. Menurut analisa saya berdasarkan data

tersebut peneliti mengangkat diagnosa risiko jatuh untuk menghindari

kejadian jatuh.

Kejadian pasien jatuh merupakan masalah serius di rumah sakit

terutama pada pasien rawat inap karena kejadian pasien jatuh merupakan

salah satu indikator keselamatan pasien khususnya anak dan indikator

mutu rumah sakit (Dewi & Noprianty, 2018). Sesuai dengan teori, usia

anak berkaitan dengan risiko yang memicu jatuh karena usia anak 2 tahun

atau kurang sangat aktif bergerak namun tidak mengenal bahaya

disekitarnya.

f. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

Risiko infeksi adalah berisiko mengalami peningkatan terserang

organisme patogenik (PPNI, 2017). Faktor risiko yang sesuai dengan

kasus tersebut yaitu efek prosedur invasif. Dari hasil pengkajian

didapatkan data bahwa klien 1 terpasang IVFD ditangan sebelah kiri dan

terjadi peningkatan jumlah leukosit. Pada klien 2, peneliti tidak

menegakkan diagnosa risiko infeksi, padahal klien terpasang NGT,

IVFD dan hasil leukosit yaitu 14.500 ut dengan nilai rujukan 4.800-

10.800 ut.

Menurut Kartono (2009) infeksi nasokomial merupakan masalah

serius yang dapat menjadi penyebab kematian secara langsung atau tidak

langsung, hal yang paling ringan yang dapat dirasakan adalah menjadi
117

lamanya masa rawat inap. Berdasarkan teori tersebut peneliti

menegakkan diagnosa risiko infeksi karena penggunaan alat-alat invasif

yang sangat rentan sekali akan infeksi karena ada jaringan yang terbuka

sehingga meningkatkan risiko terpaparnya organisme patogen.

3. Intervensi Keperawatan

Tahapan ketiga dari proses keperawatan adalah intervensi. Intervensi

keperawatan adalah segala treatmet yang dikerjakan oleh perawat yang

didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran

(outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018). Tahap perencanaan dapat disebut

sebagai inti atau pokok dari proses keperawatan sebab perencanaan

merupakan keputusan awal yang memberi arah bagi tujuan yang ingin

dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana, kapan, dan siapa

yang akan melakukan tindakan keperawatan. Dalam penyusunan rencana

tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat perlu

dilibatkan secara maksmial (Asmadi, 2008).

Peneliti telah membuat intervensi keperawatan sesuai dengan buku

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Menurut buku SIKI,

terdapat empat tindakan dalam intervensi keperawatan yang terdiri dari

observasi, teraupetik, edukasi dan kolaborasi.

Intervensi keperawatan yang akan dilakukan oleh peneliti pada klien

1 dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum yaitu observasi : monitor status oksigen

pasien; status respirasi; auskultasi suara nafas, teraupetik : atur posisi


118

pasien; lakukan fisioterapi dada; edukasi : ajarkan teknik batuk efektif,

kolaborasi : kolaborasi pemberian terapi nebulizer; kolaborasi pemberian

antibiotik. Pada klien 2 dengan diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif

berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas yaitu observasi : kaji bersihan

jalan nafas, kedalaman, frekuensi nafas; pantau tanda-tanda sianosis; pantau

reflek batuk; auskultasi bunyi nafas; mengukur tanda-tanda vital, teraupetik

: berikan oksigen; lakukan fisioterapi dada, kolaborasi : kolaborasi

pemberian terapi nebulizer.

Pada diagnosa gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membrane alveolus-kapiler pada klien 1 intervensinya yaitu

observasi : observasi tanda-tanda vital; kaji frekuensi pernafasan; observasi

warna kulit, teraupetik : mempertahankan istirahat dan tidur anak,

kolaborasi : kolaborasi pemberian oksigen.

Pada diagnosa pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi

pusat pernapasan pada klien 1 intervensinya yaitu observasi : observasi

tanda-tanda vital; kaji frekuensi pernafasan, teraupetik : memberikan posisi

semi fowler, kolaborasi : kolaborasi pemberian oksigen.

Pada diagnosa hipertermia pada klien 1 intervensinya yaitu observasi

: monitor suhu tubuh; monitor warna kulit, teraupetik : beri kompres hangat

pada lipat paha dan aksila; selimuti pasien untuk mencegah hilangnya

kehangatan tubuh, kolaborasi : kolaborasi pemberian antipiretik. Pada klien

2 intervensinya yaitu observasi : pantau tanda-tanda infeksi, teraupetik :

ukur suhu tubuh; lakukan perawatan iv line; berikan kompres hangat;


119

pertahankan suhu lingkungan tetap sejuk, edukasi : anjurkan ibu cuci tangan

6 langkah sebelum dan sesudah memberikan ASI, anjurkan ibu untuk

memakaikan pakaian yang tipis, kolaborasi : kolaborasi pemberian

antipiretik.

Pada diagnosa ansietas berhubungan dengan kurang terpapar

informasi pada klien 2 intervensinya yaitu observasi : kaji tingkat

kecemasan, teraupetik : memberikan support dan dukungan kepada

keluarga, edukasi : berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit

bronkopneumonia; anjurkan keluarga untuk berobat atau control kesehatan

secara rutin.

Pada diagnosa risiko defisit nutrisi dibuktikan dengan faktor

psikologis (keengganan makan) pada klien 1 intervensinya yaitu observasi :

kaji status nutrisi anak; kaji adanya alergi makanan atau minuman; monitor

turgor kulit; monitor muntah; monitor pertumbuhan dan perkembangan

anak, teraupetik : ukur tinggi/panjang badan dan berat badan anak,

kolaborasi : kolaborasi dengan ahli gizi.

Pada diagnosa risiko jatuh dibuktikan dengan anak usia 2 tahun atau

kurang pada klien 1 intervensinya yaitu observasi : identifikasi perilaku dan

faktor yang mempengaruhi risiko jatuh; identifikasi karakteristik

lingkungan yang dapat meningkatkan potensi untuk jatuh, teraupetik :

memasang pagar pengaman tempat tidur; merendahkan tempat tidur,

edukasi : jelaskan kepada keluarga pasien tentang faktor risiko yang memicu

jatuh.
120

Pada diagnosa risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif

pada klien 1 intervensinya yaitu observasi : monitor tanda gejala infeksi,

teraupetik : cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan; batasi

pengunjung; lakukan perawatan infus, edukasi : mengajarkan keluarga

tentang tanda gejala infeksi; ajarkan cara menghindari infeksi, kolaborasi :

kolaborasi pemberian antibiotik.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi proses keperawatan terdiri rangkaian aktivitas

keperawatan dari hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan

dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap efektifitas

intervensi yang dilakukan, bersamaan pula menilai perkembangan pasien

terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Bagian dari

pengumpulan data ini mempraksarai tahap evaluasi proses keperawatan.

Pada tahap ini, perawat harus melakukan melaksanakan tindakan

keperawatan yang ada dalam rencana keperawatan. Tindakan dan respon

pasien tersebut langsung dicatat dalam format tindakan keperawatan

(Dinarti et al., 2013).

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien 1 dan 2 dilakukan

diwaktu yang berbeda yaitu pada klien 1 dilakukan pada tanggal 12 April

s/d 15 April 2019 dan klien 2 pada tanggal 25 Oktober s/d 27 Oktober 2017.

Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat dan di

sesuaikan dengan masalah keperawatan yang ditemukan pada klien.


121

Berdasarkan perencanaan yang dibuat peneliti melakukan tindakan

keperawatan yang telah disusun sebelumnya untuk mengatasi masalah

bersihan jalan nafas tidak efektif pada klien 1 yaitu melakukan monitoring

status oksigen, memonitor frekuensi dan irama nafas, auskultasi suara nafas

tambahan, melakukan fisioterapi dada, kolaborasi pemberian terapi

nebulizer dengan ventolin, injeksi antibiotik cefotaxim 300 mg dan oksigen,

sedangkan pada klien 2 yaitu mengkaji bersihan jalan nafas, memantau

tanda sianosis, memantau reflek batuk, auskultasi bunyi nafas, melakukan

fisioterapi dada, kolaborasi pemberian terapi nebulizer dengan ventolin dan

pemberian oksigen. Pemberian terapi nebulizer akan membantu

mengencerkan lendir kemudian fisioterapi dada dapat mempermudah

keluarnya lendir.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah gangguan

pertukaran gas pada klien 1 yaitu mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji

frekuensi dan kemudahan pasien dalam bernafas, mengobservasi adanya

tanda-tanda sianosis, mempertahankan istirahat, dan kolaborasi pemberian

oksigen dengan nasal kanul.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pola nafas tidak

efektif pada klien 1 yaitu mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji

frekuensi nafas, mengubah posisi untuk memaksimalkan ventilasi, serta

melakukan kolaborasi pemberian oksigen.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah hipertermia pada

klien 1 yaitu memonitor suhu tubuh, memberikan kompres pada lipatan


122

paha atau axila, menyelimuti pasien, dan melakukan kolaborasi pemberian

antipiretik sedangkan pada klien 2 yaitu memantau tanda infeksi, mengukur

suhu tubuh, menganjurkan ibu untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah

memberikan ASI, melakukan perawatan infus, memberikan kompres

hangat, menganjurkan ibu untuk memakaikan anak pakaian yang tipis,

mempertahankan suhu lingkungan dan memberikan antipiretik.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah ansietas pada klien

2 yaitu mengkaji tingkat kecemasan, memberikan pendidikan kesehatan

tentang bronkopneumonia, memberikan support dan dukungan kepada

keluarga.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah risiko defisit nutrisi

pada klien 1 yaitu mengkaji status nutrisi, mengkaji adanya alergi

makanan/minuman, mengecek turgor kulit, monitoring adanya muntah,

mengukur BB, TB, LILA dan mengkaji perkembangan anak.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah risiko jatuh pada

klien 1 yaitu mengkaji faktor lingkungan yang dapat memicu jatuh,

mengkaji perilaku anak yang dapat memicu jatuh, menjelaskan kepada

orang tua tentang faktor yang dapat memicu jatuh, memasang side rail

tempat tidur dan menghitung skor humpty dumpty.

Tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah risiko infeksi pada

klien 1 yaitu mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, membatasi

jumlah pengunjung untuk meminimalisir sumber infeksi dari lingkungan,


123

monitor tanda dan gejala infeksi, melakukan perawatan infus dan kolaborasi

untuk pemberian antibiotik.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dicatat disesuaikan dengan setiap diagnosa

keperawatan. Evaluasi untuk setiap diagnose keperawatan meliputi data

subyektif (S) data obyektif (O), analisa permasalahan (A) klien berdasarkan

S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan hasil analisa data diatas.

Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses, semua itu dicatat pada formulir

catatan perkembangan (progress note) (Dinarti et al., 2013).

Hasil evaluasi yang sudah didapatkan setelah perawatan selama 4

hari pada klien 1 dan 3 hari pada klien 2, yaitu masalah bersihan jalan nafas

pada klien 1 teratasi pada hari ke 3 tanggal 14 April 2019 dengan hasil ibu

mengatakan anak sudah tidak sesak lagi, ibu mengatakan batuk anaknya

sudah tidak berdahak, tidak terdengar bunyi nafas tambahan, RR:

29x/menit, SpO2 99% dan tidak ada otot bantu pernafasan dada. Sedangkan

klien 2 teratasi sebagian pada hari ke 2 tanggal 26 Oktober 2017 dan teratasi

pada hari ke 3 tanggal 27 Oktober 2017 dengan hasil nafas klien terlihat

tenang, RR: 40 x/menit, suara nafas vesikuler, batuk produktif berkurang,

reflek batuk (+), tidak terdapat retraksi dinding dada dan bibir terlihat

kemerahan.

Evaluasi untuk masalah gangguan pertukaran gas pada klien 1

teratasi pada hari ke 3 tanggal 14 April 2019 dengan hasil ibu mengatakan
124

anak sudah tidak sesak lagi, tidak ada bunyi nafas tambahan, pola nafas

teratur dan tidak ada tarikan dinding dada.

Evaluasi untuk masalah pola nafas tidak efektif pada klien 1 teratasi

pada hari ke 3 tanggal 14 April 2019 dengan hasil ibu mengatakan anaknya

tidak sesak lagi, ibu mengatakan saat posisi tidur terlentang anak sudah tidak

terlalu sesak, tidak ada otot bantu pernafasan dada, pola nafas teratur, suara

nafas bersih, RR: 29 x/menit N: 97 x/menit, T: 36,50C, SpO2 : 99% dan

tidak ada otot bantu pernafasan dada.

Evaluasi untuk masalah hipertermia pada klien 1 teratasi pada hari

ke 2 tanggal 13 April 2019 dengan hasil ibu mengatakan tadi pagi anaknya

mendapat obat paracetamol, ibu mengatakan badan anaknya sudah tidak

panas lagi, saat diraba badan anak sudah tidak panas lagi, T: 36,70C N: 102

x/menit, dan anak tidak rewel. Sedangkan klien 2 teratasi pada hari ke 3

tanggal 27 Oktober 2017 dengan hasil klien tampak bugar, T: 370C, badan

klien teraba hangat dan mukosa bibir lembab.

Evaluasi untuk masalah risiko defisit nutrisi, risiko jatuh dan risiko

infeksi pada klien 1 selama 4 hari perawatan yaitu masalah tersebut tidak

terjadi sampai pasien pulang.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

BAB IV peneliti mengambil kesimpulan dan saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Pengkajian

Hasil pengkajian antara klien 1 dan 2 terdapat persamaan dan

perbedaan. Pada kasus ditemukan data kedua klien mengalami keluhan

utama sesuai teori yaitu batuk berdahak, sesak dan demam sedangkan

perbedaannya yaitu pada klien 2 ditemukan adanya sianosis di mulut.

Terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus yaitu kedua klien tidak

ditemukan adanya mual dan muntah.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien bronkopneumonia

menurut teori pada bab dua terdapat 6 diagnosa. Pada klien 1 terdapat 3

diagnosa yang muncul sesuai teori yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif,

gangguan pertukaran gas dan hipertermia. Sedangkan pada klien 2 terdapat

2 diagnosa yang sesuai dengan teori yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif

dan hipertermia. Terdapat 4 diagnosa yang berbeda dengan teori pada klien

1 yaitu pola nafas tidak efektif, risiko defisit nutrisi, risiko jatuh dan risiko

infeksi. Sedangkan pada klien 2 terdapat 1 diagnosa yang berbeda dengan

teori yaitu ansietas.

125
126

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien 1 dan 2 sesuai

dengan diagnosa yang muncul. Intervensi yang diberikan pada klien 1 dan

2 disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan klien

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan

yang telah peneliti susun. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada

klien 1 dan 2 sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan sesuai

dengan kebutuhan klien anak dengan bronkopneumonia.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil

menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari

tindakan. Evaluasi keperawatan yang dilakukan peneliti dibuat dalam

bentuk SOAP. Evaluasi pada klien 1 dan 2 semua masalah teratasi.

B. Saran

1. Bagi peneliti

Hasil penelitian yang peneliti dapatkan dapat menjadi bahan acuan

dan menjadi bahan pembanding pada peneliti selanjutnya dalam melakukan

penelitian pada klien anak dengan bronkopneumonia.

2. Bagi perawat ruangan

Studi kasus pada klien 1 yang dilakukan oleh peneliti Chairunisa

(2019) di RS Samarinda Medika Citra dan klien 2 oleh peneliti Ariska

(2018) di Ruang Alamanda RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung


127

tentang asuhan keperawatan pada klien anak dengan bronkopneumonia

dapat menjadi acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

secara professional dan komprehensif.

3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan

Menambah keluasan ilmu dalam keperawatan pada klien dengan

bronkopneumonia berkembang setiap tahunnya dan juga memacu pada

peneliti selanjutnya untuk menjadikan acuan dan menjadi bahan

pembandingan dalam melakukan penelitian pada klien dengan

bronkopneumonia. Oleh karena itu, diharapkan untuk petugas medis seperti

perawat selalu memberikan pelayanan kesehatan secara optimal,

menyeluruh serta tetap mempertahankan hubungan kerjasama yang baik

antar petugas medis maupun keluarga klien sehingga dapat meningkatkan

mutu pelayananan dalam memberikan asuhan keperawatan secara optimal.

`
DAFTAR PUSTAKA

Agustina. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan Perilaku
Pencegahan Penyakit Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu.

Anggraeni, Desilva. (2019). Pathway Bronkopneumonia Anak.

Anggraini, Octaria & Rahmanoe, Murdoyo. (2015). Three Month Baby With
Bronchopneumonia.

Ariska, Niken. (2018). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia.


https://www.academia.edu/35953132/ASUHAN_KEPERAWATAN_PAD
A_BAYI_DENGAN_BRONKOPNEUMONIA.docx

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Chairunisa, Yoanita. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Anak


dengan Bronkopneumonia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra.
https://www.scribd.com/document/442918059/ASKEP-
BRONCHOPNEUMONIA-pdf

Dermawan. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dewi, Trisniawati & Noprianty, Richa. (2018). Phenomenologi Study: Risk Factors
Related To Faal Incidence In Hospitaliced Pediatric Patient With Theory
Faye G. Abdellah.

Dinarti, Aryani, Nurhaeni, & Chairani. (2013). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:


Trans Info Media.

Dinas Kesehatan. (2017). Profil Kesehatan 2017 Dinas Kesehatan Kota


Balikpapan.

Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:


EGC.

Fadhila. (2015). Penegakan Diagnosis Dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia


Pada Pasien Bayi Laki-Laki Berusia 6 Bulan.

Hidayat. (2013). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: Selemba Medika.

Kartono. (2009). Risk Factors Analysis Affecting The occurrence of Nasocomial


infection in Child. Jupri Kartono Care Unit of RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.

128
129

Kemenkes RI. (2016). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi


Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Kemenkes RI.

___________. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2018.

Kliegman. (2006). Nelson Essentials of Pediatrics. USA: El Sevier. Page: 1448-90.


USA: Elsevier.

Mendiri, Ni Ketut & Prayogi, A Sarwo. (2016). Asuhan Keperawatan Anak & Bayi
Resiko Tinggi. Yogyakarta: PT Pustaka Baru.

Mubarak. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar


Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Noya, Cindy Ayustin. (2019). Peran Ibu Dalam Peningkatan Sistem Imun Anak
Dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut.

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Jogja.

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

____. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

____. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Praditya, Regi Alvi. (2016). Gambaran Pengetahuan Ibu Tentang Nutrisi Anak
Usia Balita (0-59 Bulan) di Posyandu RW 15 Kelurahan Cicadas Kota
Bandung.

Price, Sylvia. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Bronchopneumonia.


Jakarta: EGC.

Pusponegoro, Hadinegoro, Firmanda, Tridjaja, Pudjadi & Kosim. (2004). Standar


Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Rahajoe & Nastini. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI.

Roro & Noviana. (2018). Baby 28 Days with Bronchopneumonia.

Salbiah, Nurul. (2018). 5 Penyakit Infeksi yang Paling Banyak Diderita Anak-anak,
Apa Saja? https://www.jawapos.com/kesehatan/06/08/2018/5-penyakit-
infeksi-yang-paling-banyak-diderita-anak-anak-apa-saja/
130

Samuel, Andi. (2015). Bronkopneumonia On Pediatric Patient.

Soediono, Budi. (2014). InfoDATIN Kemenkes RI Kondisi Pencapaian Program


Kesehatan Anak Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Torwoto & Ayani. (2009). Anatomi dan Fisiologis untuk Para Medis. Jakarta:
FKUI.

Utama. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.


Yogyakarta: Deepublish.

WHO. (2019). Bronchopneumonia.

Wijayaningsih. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: TIM.

Wong, Donna L. (2008). Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Yuliastati & Nining. (2016). Modul Keperawatan Anak. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan.
128
128
128
128
128
128
LEMBAR KONSULTASI KTI

Nama Mahasiswa : Novia Kartika Sari


NIM : P07220117063
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Nama Pembimbing : Rus Andraini, A.Kp., MPH

HARI/ MATERI YANG SARAN TTD


NO
TANGGAL DIKONSULKAN PEMBIMBING PEMBIMBING
1 29 April BAB IV (sampai pembahasan Mencari literature terbaru
2020 pengkajian) melalui email maksimal 5 tahun terakhir

2 4 Mei 2020 BAB IV (literature terbaru) Tambahkan interpretasi data


melalui email dibawah tabel

3 5 Mei 2020 BAB IV (sampai pembahasan BAB I-III diganti sesuai


evaluasi) melalui email, dengan buku panduan
konsultasi melalui aplikasi jitsi terbaru
meet

4 7 Mei 2020 BAB III Subyek Penelitian, Disesuaikan dengan


Konsultasi melalui aplikasi jitsi literature yang diambil
meet apakah subyek sesuai atau
tidak, Lanjutkan sampai
BAB V dan abstrak,
kemudian gabungkan BAB
1-5

5 9 Mei 2020 BAB 1-5 dan abstrak melalui


email

6 18 Mei 2020 Revisi KTI Mengirim revisi melalui


email

128
LEMBAR KONSULTASI KTI

Nama Mahasiswa : Novia Kartika Sari


NIM : P07220117063
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak dengan Bronkopneumonia
Nama Pembimbing : Ns. Siti Nuryanti, S.Kep., M.Pd

HARI/ MATERI YANG SARAN TTD


NO
TANGGAL DIKONSULKAN PEMBIMBING PEMBIMBING
1 24 April Konsultasi melalui aplikasi jitsi - Jika Data di literature
2020 meet tidak ada, bisa dituliskan
tanda (-)
- Format asuhan mengikuti
panduan
- Gambaran lokasi
disesuaikan dengan kasus
yang diambil
- Judul KTI tidak memakai
tempat dan tahun

2 28 April BAB IV (sampai pembahasan Mencari literature terbaru


2020 pengkajian) melalui email maksimal 5 tahun terakhir

3 1 Mei 2020 BAB IV (literature terbaru) Tambahkan interpretasi data


melalui email dibawah tabel

4 2 Mei 2020 BAB IV (sampai pembahasan BAB I-III diganti sesuai


diagnosa) melalui email, dengan buku panduan
konsultasi melalui aplikasi jitsi terbaru, dibawah tabel
meet tambahkan sumber

5 5 Mei 2020 Konsultasi melalui aplikasi jitsi Pembahasan dimasukkan


meet sesuai teori, disesuaikan
dengan SDKI, SIKI,
Pembahasan untuk
intervensi di narasi kan

6 6 Mei 2020 BAB IV (sampai pembahasan


evaluasi) melalui email

128
7 9 Mei 2020 Konsultasi melalui aplikasi jitsi Lengkapi KTI bab 1-5, buat
meet abstrak, buat power point

8 9 Mei 2020 BAB 1-5 dan abstrak Melalui email


9 18 Mei 2020 BAB 1-5 Mengirim revisi melalui
email

10 4 Juni 2020 Feedback revisi kti melalui jitsi Hasil revisi ditandai merah,
meet jika ada tulisan asing
dimiringkan, jika ada kata
proposal dihilangkan

4 Juni 2020 Mengirim revisi yang ditandai


melalui email

11 13 Juni 2020 Revisi KTI sudah acc Acc melalui chat Whatsapp
Lengkapi laporan KTI

128
128

Anda mungkin juga menyukai