Anda di halaman 1dari 354

BANTEN dalam

RAGAM PERSPEKTIF
Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat
(1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Prof. Dr. Lili Romli M.Si. dkk

BANTEN dalam
RAGAM PERSPEKTIF
Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten

Editor :
Achmad Rozi El Eroy

iii
BANTEN DALAM RAGAM PERSPEKTIF
(Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten)
@Copyright, ICMI Orwil Banten, 2020

ISBN: 978-623-7908-12-8

Penulis
Prof. Dr. Lili Romli, M.Si. dkk

Editor Cover
Achmad Rozi El Eroy Aan Anshori

Diterbitkan oleh:
ICMI ORWIL BANTEN

Hak cipta dilindungi Undang-undang


Dilarang memperbanyak dan menyebarluaskan isi buku ini, baik secara
sebagian maupun keseluruhan tanpa izin tertulis dari penerbit.
All Right Reserved

Cetakan pertama, Mei 2020

Isi diluar tanggungjawab Penerbit

iv
Catatan Editor

PERSPEKTIF CENDEKIAWAN DALAM


MEMAHAMI BANTEN

Oleh: Achmad Rozi El Eroy


Ketua Departemen Pendidikan dan Pengembangan Sumberdaya
Manusia ICMI Orwil Banten

A pa yang terpikirkan dalam benak Anda, ketika


sekumpulan cendekiawan menumpahkan gagasan dan
pemikirannya dalam sebuah buku? Apakah mereka akan
anarkis dan desdruktif? Atau mereka akan konstruktif dan solutif?
Menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu kita harus
mengeksplorasi dan memahami apa sesungguhnya fungsi dari
seorang cendekiawan? Dalam pandangan Antonio Gramsci (1891-
1937), istilah intelektual tidak hanya merujuk pada golongan
masyarakat yang berada dalam lingkungan akademis. Tentu saja
peneliti, pelajar, dan pekerja seni termasuk dalam golongan
intelektual, yang disebutnya sebagai “organizer of culture”, namun
pada saat yang sama, orang-orang yang bersifat fungsioner juga
masuk dalam golongan intelektual. Masyarakat fungsioner yang
dimaksud Gramsci adalah mereka yang bekerja di tingkat
birokrasi, politisi, dan manajer industri. Golongan intelektual
dibagi menjadi dua, yakni intelektual tradisional dan intelektual
organik, yang ditempatkan pada dimensi horizontal dalam
masyarakat.

v
Golongan intelektual organik tersebut, menurut Gramsci,
memiliki peran untuk ‘berbicara’ dengan kelas pekerja untuk
menumbuhkan kesadaran kelas dan memantik semangat
pergerakan revolusioner. Hal tersebut akan lebih mudah dilakukan
oleh intelektual organik daripada golongan intelektual di posisi
vertikal karena mereka merupakan bagian dari masyarakat sipil
yang tidak memiliki kepentingan kuasa atau politis.
Gramsci yang dikenal sebagai seorang intelektual Marxis
yang banyak memberi landasan pada perkembangan studi-studi
Marxisme di bidang sosial dan budaya. Dalam banyak catatan
penjaranya ia memberikan banyak ilham bagi para penulis untuk
membaca fenomena-fenomena social. Bagi Gramsci, Intelektual
organik, adalah intelektual yang dengan sadar dan mampu
menghubungkan teori dan realitas sosial yang ada. Ia bergabung
dengan kelompok-kelompok revolusioner untuk mendukung dan
mengonter hegemoni pada sebuah transformasi yang direncanakan
dalam mewujudkan masyarakat sosialis. Pendasaran yang paling
progresif dari Antonio Gramsci adalah bahwa orang yang memiliki
kesadaran intelektual organik adalah mereka yang mampu menjadi
seorang organisator dalam perubahan atau penyadaran. Mereka ada
untuk membangun kesadaran bahwa selama ini masyarakat
sekitarnya telah terhegemoni dan tertindas.
***
Berbeda dengan Gramsci, Edwar W Said mencela kaum
cendekia yang suka bersolek dan memilih diam demi kehati-hatian
atau malah takut jabatannya akan tercopot demi sebuah tujuan
menyatakan kebenaran dan mendukung kebenaran. Seorang
cendekiawan, baik itu kalangan mahasiswa, politisi, dosen,
bangsawan, atau apa pun namanya itu, menurut Edwar Said,

vi
tidaklah ia bebas nilai atau netral. Sebaiknya seorang intelektual
harus berpihak, yaitu kepada kelompok atau kaum lemah yang
tertindas. Ia mengingatkan kita bahwa apabila kaum intelektual
mengambil posisi kritis terhadap suatu otoritas, maka intelektual
itu akan menjadi kaum pinggiran kalau dilihat dari pemilikan,
kuasa, dan kehormatan. Sebab, ia oposisi terhadap kezaliman
Edwar W Said lebih tegas mengatakan, “Intelektual adalah
individu dengan pekerjaan menyampaikan secara nyeni. Apakah
itu berbicara, menulis, mengajar, atau muncul di televisi. Dan
pekerjaan itu penting pada tataran bahwa ia diakui publik dan
mencakup sekaligus komitmen dan risiko keberanian dan
kerawanan.”
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa seorang intelektual adalah
"pencipta sebuah bahasa yang mengatakan yang benar kepada yang
berkuasa." Seorang intelektual mengatakan yang dianggapnya
benar, entah sesuai atau tidak dengan pikiran-pikiran pihak
penguasa. Karena itu ia lebih cenderung ke oposisi daripada ke
akomodasi. Dosa paling besar seorang intelektual adalah apabila ia
tahu apa yang seharusnya dikatakan tetapi menghindari
mengatakannya. Ia hendaknya jangan sekali-kali mau mengabdi
kepada mereka yang berkuasa.
Hidup seorang intelektual, menurut Said, pada hakikatnya
adalah mengenai pengetahuan dan kebebasan. Pertanyaan dasar
yang diajukannya adalah: "Bagaimana orang mengatakan
kebenaran? Kebenaran apa? Bagi siapa dan di mana?" Intelektual
tidak dapat menjadi milik siapa-siapa. Karena itu ia sering
dianggap berbahaya. la boleh solider dengan kelompoknya, tetapi
selalu dengan kritis. la, karena itu, mudah dicurigai, dicap tidak
loyal. la pada hakikatnya berjuang sendirian. Berhadapan dengan
khalayaknya ia pertama-tama tidak mampu membuat mereka puas,

vii
melainkan menantang mereka. Karena terlibat dengan kebenaran,
ia justru tidak dapat menjual diri pada pihak mana pun. la harus
menantang "ajaran ortodoks dan dogma", baik yang religius
maupun yang politik. la harus berpihak pada kebenaran dan
keadilan. Dan itu berarti, di antara orang ia tidak berpihak. “Kalau
Anda mau membela keadilan manusiawi dasar, Anda harus
melakukannya bagi siapa saja, bukan hanya secara selektif bagi
mereka yang didukung oleh orang-orang di pihak Anda, di budaya
Anda, di bangsa Anda.", begitu Edward W Said menegaskan.
***
Buku yang ada ditangan pembaca ini, kalau kita merujuk
pada pernyataan Edward W Said atau Antonio Gramsci, setidaknya
menjadi sebuah instrument strategis dalam menjalankan peran
sebagai seorang Intelektual. Terlebih buku ini ditulis oleh
sekumpulan orang yang berada dalam sebuah wadah
kecendekiawanan. Bagi seorang Intelektual, menyampaikan
kebenaran dan kritik terhadap lingkungannya merupakan sebuah
kewajiban yang tidak bias ditawar-tawar lagi, karena hal tersebut
menjadi sebuah tugas dan peran yang memang harus dijalankan
oleh seorang intelektual.
Beragam isu dan topik yang diangkat dalam buku ini
merupakan refleksi kritis intelektual Banten yang tergabung di
ICMI Orwil Banten. Dalam buku ini telah dengan cerdas para
penulis memotret dan mengangkat berbagai permasalahan yang
terjadi, baik dalam konteks structural maupun kultural. Dan ini
menjadi sebuah pemantik bagi diskusi yang sehat ditengah-tengah
kelangkaan forum diskusi antar intelektual.
Buku ini, secara khusus kalau kita bedah secara anatomi,
isinya lebih banyak mengangkat persoalan ekonomi, sosial,

viii
budaya, dan pendidikan. Kalau kita mau jujur, Isu-isu tersebut
memang menjadi isu yang seksi untuk didiskusikan dan diangkat
kepermukaan sehingga merangsang terjadinya dialektika yang
sehat ditengah-tengah masyarakat. Misalnya, tentang Isu yang
menghangat akhir-akhir ini, yaitu tentang Bank Banten. Ada dua
penulis yang secara khusus membedah persoalan yang terjadi di
Bank Banten, dan secara umum kedua penulis memiliki perspektif
yang hampir sama yaitu mempertanyakan komitmen Pemerintah
Daerah terkait penyelesaian Bank Banten.
Dalam konteks kesejarahan Banten, secara apik telah di
potret oleh Fadhulullah dan Mufti Ali melalui tulisan yang sangat
renyah untuk dibaca, membawa kita pada suasana kebatinan yang
kuat dengan masa lalu Banten dan pergerakan tokoh Banten saat
itu. Begitu juga dalam konteks Pendidikan, terhitung ada lima
penulis yang secara serius membedah persoalan kependidikan
melalui perspektif yang beragam. Dan isu-isu lainnya yang sangat
kental dengan semangat keBantenan juga tidak luput dalam bidikan
penulis untuk diangkat, yaitu tentang isu Banten dan Kemaritiman,
yang ditulis oleh Agung Sudrajat dan Tubagus Najib. Kemudian
tulisan tentang Kepemimpinan Banten,
Dari sekian penulis yang berkontribusi dalam buku ini,
apresiasi tinggi patut diberikan kepada penulis-penulis muda yang
dengan gaya “santuy” nya mengupas beberapa isu secara natural.
Sebut saja, Syamsul Hidayat, Atih Ardiansyah, Tri Ilma Septiana,
Nurdin Sibaweh dan Muhammad Fikri. Dengan latarbelakang
keilmuan dan pengalaman yang dimiliki, menambah warna dan
menjadi kekuatan buku ini untuk dilahap. Dan buku ini ditutup
dengan sebuah tulisan yang “menampar” bagi kita semua,
manakala Atih Ardiansyah dengan lugasnya menyentil tentang
komitmen kita terhadap Kampung dan Dosa Kaum Cendekia.

ix
Beberapa artikel lainnya juga tidak kalah menarik untuk dibaca dan
di cermati, seperti Artikel tentang Kiyai, Jawara dan Modal Sosial,
Stigma SDM Banten, Kebebasan Berekspresi yang ditulis
berdasarkan pengalaman penulisnya, dan lain sebagainya.
Dengan uraian singkat terkait isi buku ini, tentu kita dapat
gambaran bagaimana menjawab pertanyaan pembuka di catatan
editor ini. Apakah para cendekiawan yang menumpahkan gagasan
dan idenya akan anarkis dan destruktif? Atau Konstruktif dan
Solutif? Silahkan Anda simpulkan sendiri, dengan membaca secara
utuh buku yang diberi judul: Banten dalam Ragam Perspektif:
Bunga Rampai pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten
Akhirnya, dengan segala hormat saya mengucapkan selamat
kepada para Intelektual/Cendekiawan Banten yang tergabung di
ICMI Orwil Banten yang masih merawat nalar intelektualnya
secara obyektif dalam memotret dan mengangkat isu-isu aktual
yang berkembang di masyarakat. Semoga dengan hadirnya buku
ini menjadi pemantik semangat untuk terus mengaktualisasikan
fungsi dan perannya sebagai Intelektual. [*]

x
Tentang Editor

Achmad Rozi El Eroy, Lahir di Serang


17 Mei, menyelesaikan pendidikan S1
dan S2 di Yogyakarta, (1992-2001). Saat
ini tercatat sebagai Dosen Tetap di
Universitas Primagraha Serang. Sejak
Tahun 2018 diberi kepercayaan sebagai
Ketua Ikatan Dosen Republik Indonesia
(IDRI) Provinsi Banten. Selain itu diberi
amanah juga sebagai Ketua Departemen
Pendidikan dan Pengembangan SDM
ICMI Orwil Banten. Disamping sebagai Dosen, mantan Aktifis
HMI Cabang Yogyakarta ini merupakan Founder dan CEO PT.
Desanta Muliavisitama, sebuah perusahaan jasa yang bergerak
dalam Penyediaan Jasa Training, Publishing, Riset, Workshop,
Seminar dan lain sebagainya. Penulis telah menerbitkan puluhan
buku yang diterbitkan dan aktif menulis di Jurnal Ilmiah Nasional
dan Bereputasi Internasional. Moto Hidup: “Sebersih-bersih
Tauhid, Setinggi-tinggi Ilmu dan Sepandai-pandai Siasat” Penulis
Aktif memberikan Training dan menjadi Narasumber dalam
berbagai event lokal maupun regional. Dan saat ini adalah
pemegang Sertifikasi Penulis Non Fiksi dan Editor Profesional dari
BNSP tahun 2019, dan penulis dapat dihubungi melalui
WhatsApp: +6288218407762, Email: enggus.ahmad@gmail.com

xi
xii
Kata Pengantar

POTENSI MEMBANGUN BANTEN


Oleh: Lili Romli
Ketua Umum ICMI Orwil Banten

B
anten sebagai sebuah Provinsi mengalami perjalanan yang
panjang. Semula ia merupakan sebuah daerah bagian dari
kerajaan Pakuan Pajajaran. Lalu saat Islam masuk ke
wilayah Banten, ia menjadi sebuah daerah otonom dengan
membentuk kerajaan Islam Banten di bawah kepemimpinan Sultan
Maulana Hasanuddin. Pada periode Kesultanan (1552-1809),
Banten merupakan daerah otonom. Sejalan dengan dihapuskannya
kesultanan Banten oleh Belanda, maka status sebagai daerah
otonom pun dihilangkan (pada tahun 1817). Sebagai gantinya,
Banten diberi status sebagai wilayah Keresidenan.
Pada periode Kemerdekaan R.I, status Keresidenan tetap
dipertahankan sampai dengan tahun 1973. Dengan mulai
diberlakukannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, Banten terus
dikondisikan di bawah Provinsi Jawa Barat. Alih-alih kondisi ini
menyebabkan Banten menunai banyak “ketidakberuntungan”, baik
dalam bidang politik, ekonomi, maupun dalam bidang sosial-
budaya. Dalam rangka itu lalu masyarakat Banten berjuang untuk
membentuk daerah otononom, ke luar dari Provinsi Jawa Barat.

xiii
Perjuangan membentuk Provinsi sendiri sesungguhnya
sudah dimulai sejak 1946 oleh KH. Achmad Chatib, Residen
Banten,yang difromalkan dengan Pembentukan Panitian Pendirian
Provinsi Banten tahun 1963. Lalu pada tahun 1953 juga hal yang
sama dilakukan, namun perjuangan itu mengalami kegagalan. Pada
awal Orde Baru, perjuangan pembentukan Provinsi digalakkan
sampai dengan tahun 1970, tetapi lagi-lagi belum membuahkan
hasil. Rezim Orde Baru tidak menyetujui Banten sebagai daerah
yang terpisah dari Jawa Barat, dan Jawa Barat sendiri tampaknya
enggan jugamelepas Banten sebagai Provinsi. Momentun
perjuangan menjadi daerah otonom muncul awal reformasi setelah
jatuhnya rezim Orde Baru. Melalui Badan Koordinasi
Pembentukan Provinsi Banten (Bakor-PBB) yang diketuai oleh
Tb.H.Tryana Sjam'un bersama elemen masyarakat dan para tokoh
Banten yang bersatu padu memperjuangkan pembentukan Provinsi
Banten. Alhamdulillah perjuangan tersebut membuahkan hasil.
Pada tanggal 4 Oktober 2000, DPR-RI menetapkan Undang-
Undang Pembentukan Provinsi Banten, yaitu UU No. 23 Tahun
2000.
Kini setelah Banten menjadi Provinsi, kemiskinan,
ketertinggalan dan keterbelakangan, baik dalam bidang
pembangunan manusia maupun pembangunan fisik, yang menjadi
raison d'être, sebagai alas an utama terbentuknya Provinsi
sehingga perlu memisahkan diri dari Jawa Barat, harus maju dan
sejahtera. Ada banyak peluang dan potensi yang dimiliki oleh
Banten, baik berupa sumberdaya manusia (SDM) maupun
sumberdaya alam (SDA).
SDM Banten, baik yang ada di luar maupun di dalam
merupakan asset penting yang dapat memberikan tenaga dan
pemikiran bagi kemajuan Banten. Begitu juga dengan para kiai dan

xiv
jawara, yang sudah terbukti dalam sejarah menorehkan peran
signifikan. Problemnya kerap kita terjebak dalam perbedaan dan
konflik serta kurangnya trust di antara elemen masyarakat Banten.
Alih-alih sepertinya antara yang satu dengan yang lain saling
menegasikan.
Kondisi geografis dimana Banten selalu digambarkan
sebagai sebuahwilayah yang mempesona, yang bergelimang
anugerah Tuhan. Karena itu, siapa pun memandang Banten dalam
segala aspeknya, akan menilai bahwa sudah selayaknya Banten
menjadi salah satu kawasan yang paling makmur di Indonesia. Ini
bukan tanpa preseden, sebab sejarah telah membuktikan Banten
pernah mengalami zaman keemasan pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa.
Bila kita lihat potensi pertanian yang dimiliki Banten cukup
besar. Menurut data BPS tahun 2018, luas lahan sawah di Provinsi
Banten sebesar 196.285 hektar, dimana 94,93% diantaranya
terletak di 4 kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang. Kabupaten
Pandeglang merupakan wilayah yang memiliki luas lahan sawah
terbesar yaitu mencapai 54.768 hektar (27,90%), Kabupaten Lebak
sebesar 47.753 hektar (24,33%), Kabupaten Serang sebesar 47.574
hektar (24,23%,) dan Kabupaten Tangerang sebesar 36.231 hektar
(18,46%). Namun sayang, hasil pertanian belum berhasil
mensejahterakan para petani, selain sebagian mereka hanya sebagai
petani penggarap, juga kerap gagal panen karena hama atau
kekeringan atau harga jatuh (murah) saat panenraya. Oleh karena
itu terobosan Gubernur Banten WahidinHalim, yang membentuk
BUMD Agro industri perlu didukung bersama. Seperti yang
dikatakan oleh Gubernur bahwa BUMD ini untuk menjawabt

xv
antangan yang berkaitan langsung dengan produk hasil pertanian,
distribusi, penyediaan barang dan jaminan kebutuhan pokok.
Terkait dengan keunggulan kewilayahan, maka tidak ada
Provinsi di Indonesia yang memiliki dua objek vital perhubungan,
yakni terminal Pelabuhan Merak dan Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Setidaknya hubungan lokal, nasional dan
internasional dalam segala aspek, bertumpu pada pelabuhan dan
bandara yang berada di Provinsi Banten. Tetapi, apakah dengan
kedua sarana tersebut hanya sekedar akses atau ada nilai lebih yang
bias dimanfaatkan oleh Provinsi Banten?
Begitu juga dengan aspek ekonomi, terdapat kawasan
industry kimia, mineral, sandang, otomotif, perdagangan, kuliner
dan jasa yang tumbuh dan berkembang di Provinsi Banten.
Menurut data BPS tahun 2017, jumlah industri di Banten sebanyak
1.862 perusahaan. Namun demikian apakah keberadaan aneka
industry hanya mensejahterakan penanam modal dan menempatkan
masyarakat local sebagai buruh tanpa ada proses transfer
knowledge, sehingga dampak pembangunan baru pada
pertumbuhan belum pada peningkatan kesejahteraan. Alih-alih
tingkat pengangguran di Banten berada pada urutan nomor wahid.
Data BPS pada Februari 2020, tingkat pengangguran terbuka di
Banten sebanyak 8,01%.
Dalam aspek pariwisata, Banten seharusnya paling mampu
menyaingi Bali, dimana wilayahnya dikelilingi pantai mulai dari
utara hingga selatan, dari Anyer hingga Sawarna. Bahkan Banten
menjadi objek pembangunan kawasan pariwisata internasional
melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung. Segala
potensi yang ada merupakan berkah tersendiri bagi Banten. Masih
banyak potensi-potensi lain yang dimiliki Banten.

xvi
Kita mengakui dan memberikan apresiasi kepada Pemeritah
Daerah, yang sudah banyak melakukan akselerasi pembangunan
disegala aspek, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan,
pendidikan, dan kesehatan dengan memberikan sekolah gratis dan
pembiayaan kesehatan gratis. Namun demikian masih banyak juga
“bolong-bolong” yang masih perlu diperbaiki secara signifikan,
seperti tingkat pengangguran yang masih tinggi tingkat
kesenjanganantara Utara dan Selatan, seperti terlihat dengan
tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2017 yang
masih rendah, seperti di Kabupaten Lebak (62,95), Kabupaten
Pandeglang (63,82), dan Kabupaten Serang (65,6).
Terakhir potensi Anggaran Pendapatan dan Pembangunan
Daerah (APBD). Bila dibandingkan dengan Provinsi-Provinsi baru
lainnya, APBD Banten sebagai sebagai Provinsi baru memiliki
APBD yang relative besar. Untuk tahun anggaran 2019, misalnya,
APBD Banten sebesar 12,139 triliun lebih. Jika ditambah atau
digabung dengan APBD Kabupaten/Kota se Banten maka dananya
bias mencapai sekitar 16 triliun lebih. Dengan jumlah dana sebesar
itu, saya kira akan leluasa bagi Pemda dalam melaksanakan
akselerasi program pembangunan di Banten sehingga menjadi
daerah yang maju seperti daerah-daerah lain. Dengan catatan:
anggaran tersebut tidak “bocor” (baca: dikorupsi) dan program
pembangunannya tepat sasaran.
Dalam konteks itu, tulisan yang disajikan teman-teman
Pengurus Ikatan Cendekiawan Islam se-Indonesia (ICMI) Orwil
Banten, mencoba menggambarkan dan menjelaskan seraya
melakukan kritik terhadap berbagai kondisi “pekerjaan rumah”
yang mesti dilakukan bersama dalam membangun Banten, bukan
hanya oleh Pemerintah Daerah (Pemda) tetapi juga segenap elemen
dan unsur masyarakat, termasuk kalangan Civil Society, Perguruan

xvii
Tinggi, dan segenap Organisasi keagmaan, organisasi
kemasyarakatan, dan para alim-Ulama serta Jawara. Tulisan-tulisan
yang tersaji dalam kumpulan artikel ini terdiri atas ragam pendapat,
mulai dari sejarah masa lalu Banten, pendidikan, sosial budaya,
ekonomi dan maritim, termasuk gugatan terhadap peran intelektual
dalam masyarakat.
Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman pengurus ICMI Orwil Banten, yang sudah
meluangkan waktu untuk menulis. Terimakasih juga kepada
Saudara Achmad Rozi El Eroy, yang sudah memprakarsai
penulisan bunga rampai, sekaligus menjadi editor buku ini dengan
judul: “BANTEN DALAM RAGAM PERSPEKTIF: Bunga
Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten”. Semoga bunga
rampai ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi
pembangunan Banten kedepan yang lebih baik.

Serang, Mei 2020

Ketua ICMI Orwil Banten

Lili Romli

xviii
Daftar Isi

Catatan Editor ......................................................................... v


Kata Pengantar .................................................................... xiii
Daftar Isi .............................................................................. xix
JEJAK ISLAM DI TANAH SUROSOWAN ......................... 1
Oleh: Fadlullah
KAWASAN SITUS KESULTANAN BANTEN: RUH HARI
JADI PROVINSI BANTEN ................................................. 23
Oleh: Tubagus Najib
OTORITAS KEAGAMAAN ISLAM DI BANTEN
HINGGA ABAD KE-19 ...................................................... 29
Oleh: Rohman
KH. TB. A. SOCHARI CHATIB (1920-2003): TOKOH
PENDIRI PROVINSI BANTEN 1963-1967 ....................... 41
Oleh: Mufti Ali
MENILIK SEJARAH, MEMBANGUN JALAN
INTELEKTUALISME ISLAM BANTEN KEKINIAN ...... 49
Oleh: Nurdin Sibaweh
BANTEN DAN TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0................................................. 61

xix
Oleh: Hj. Ade Muslimat
MENALAR TUJUAN PENDIDIKAN DI BANTEN:
CATATAN KECIL PENGAJAR ......................................... 69
Oleh: Dewi Surani
REKONTRUKSI POLA PENDIDIKAN DI BANTEN:
SEBUAH SOLUSI ............................................................... 81
Oleh: Endang Yusro
PESANTREN TRADISIONAL VS PESANTREN
MODERN DI BANTEN: SEBUAH TELAAH PEMIKIRAN
DARI NURCHOLISH MADJID .......................................... 95
Oleh: Syamsul Hidayat
JALAN SIMULTAN PENDIDIKAN HUMANIS DAN ERA
4.0 ....................................................................................... 107
Oleh: Moh. Fikri Tanzil Mutaqin
MENYEMAI ARAH PENDIDIKAN DI ERA DISRUPTION
REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ............................................... 119
Oleh: Komaruzaman
MENGGAIRAHKAN KEHIDUPAN KAMPUS
MENGGAPAI PELUANG BISNIS DALAM ARENA
KREATIFITAS SENI BUDAYA ....................................... 127
Oleh: H. Achmad Rifai

xx
MENYIAPKAN MASYARAKAT BANTEN DENGAN
KECAKAPAN ABAD XXI DI ERA REVOLUSI
INDUSTRI 4.0 ................................................................... 139
Oleh: Tri Ilma Septiana
BANTEN DITENGAH KEMISKINAN DAN
MENGGURITANYA PRAKTIK KKN ............................ 149
Oleh: Denok Sunarsi
MEWUJUDKAN BANTEN SEBAGAI PROVINSI
MARITIM .......................................................................... 161
Oleh: Agung Sudrajad
BUDAYA MARITIM YANG TERPINGGIRKAN DI
BANTEN ............................................................................ 177
Oleh: Tubagus Najib
MUTIARA KEHIDUPAN YANG TERSEMBUNYI DARI
GUNUNG KENDENG ...................................................... 183
Oleh: Encep Supriatna
KYAI, JAWARA DAN MODAL SOSIAL ....................... 191
Oleh: Lili Romli
INKUBATOR BISNIS DAN WIRAUSAHA; STRATEGI
PERCEPATAN EKONOMI DESA DAN KOTA ............. 201
Oleh: Bobby Hidayat
STIGMA SDM BANTEN .................................................. 215

xxi
Oleh: Liza Mumtazah Damarwulan ................................... 215
PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH TERHADAP
PENGEMBANGAN LOCAL GENIUS DI PROVINSI
BANTEN ............................................................................ 225
Oleh: H. Dedi Mulyadi
QUO VADIS BANK BANTEN: TOO LITTLE TOO LATE
............................................................................................ 237
Oleh: Rizqullah Thohuri
BANK BANTEN RIWAYATMU KINI: #Duh Aing ........ 247
Oleh: Khatib Mansur
MEWUJUDKAN PRODUK UNGGULAN SEBAGAI
PENUNJANG SEKTOR PARIWISATA DAN PELUANG
LAPANGAN KERJA : OPTIMASI PETERNAK LEBAH DI
BANTEN ............................................................................ 279
Oleh: Eka Sari
KITAB SUCI BUKAN (HANYA) SOLUSI ...................... 293
Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq ........................................... 293
KETAHANAN PANGAN DAN EKONOMI RAKYAT DI
MASA PANDEMI COVID-19 ........................................... 299
Oleh: Iis Solihat
KEBEBASAN BEREKSPRESI ANTARA HAK ASASI
DAN INTIMIDASI............................................................. 303
Oleh: Milla Fadhlia

xxii
DEMOKRASI KITA DITENGAH PANDEMI COVID-19
............................................................................................ 313
Oleh : Odih Hasan
KAMPUNG DAN DOSA KAUM CENDEKIA................ 321
Oleh: Atih Ardiansyah

xxiii
JEJAK ISLAM DI TANAH SUROSOWAN

Oleh: Fadlullah
Sekretaris Jendral FSPP Provinsi Banten

Sejarah Umum.
Kerajaan Islam Banten dikenal
negara maritim terbesar di
Nusantara menggantikan
kedudukan Kerajaan Islam
Malaka yang dikuasai oleh
Portugis pada tahun 1511.
Dalam posisi itu, Banten
memiliki warisan sejarah dan
budaya yang sangat kaya.
Pesisir Banten menjadi tempat
singgah berbagai suku bangsa
di Nusantara, antara lain sunda, jawa, melayu, dan bugis. Banten
dengan kultur yang kosmopolit itu terlahir dan dibesarkan dalam
tradisi nelayan dan pelaut ulung. Terbiasa melakukan pelayaran,
mengarungi samudera, bersahabat dengan ombak dan badai,
menghadapi risiko dan ketidakpastian untuk kepentingan mencari
ikan dan mutiara, berniaga dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Kita
mewaris budaya yang kuat sebagai bangsa pelaut yang bekerja dalam
suatu tim dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan,
tantangan, dan rintangan, baik yang berasal dari fenomena alam
maupun kejahatan manusia, seperti perompak dan bajak laut.

1
Nenek moyang kita terbiasa berlayar dari satu pulau ke pulau
lainnya, dari satu negara ke negara lain. Banten dengan teknologi
perahu cadik telah menyeberangi laut lepas mencapai Australia dan
pulau di Lautan Pasifik. Dengan teknologi yang sama berlayar ke
Barat hingga menjangkau Afrika dan Madagaskar sebelum wilayah
itu dijamah para pelaut Mesir, India, Yunani, dan Romawi – bahkan
sebelum bangsa Dravida menuju India Selatan. Tradisi berlayar ini
telah mengangkat tiga suku bangsa yang memimpin dan termasyhur
di dunia, yakni Melayu, Bugis, dan Jawa. Bangsa Melayu terkenal
dengan tradisi dagang, Bugis tersohor dengan keberanian, dan
bangsa Jawa memiliki keunggulan dalam bidang pertanian.
Pada semua tempat berlabuh itu, nenek moyang kita terbiasa
melakukan interaksi dengan manusia dari beragam latar belakang
etnis, budaya, status sosial ekonomi dan kepercayaan yang berbeda-
beda, kemudian menjalin komunikasi dan kerjasama perdagangan
dalam berbagai bidang. Tidak hanya itu, nenek moyang kita juga
membagi dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menggali dan
menyerap ilmu, hikmah, dan peradaban dari bangsa-bangsa lain yang
beradab. Dengan demikian, peradaban bahari itu sangat inklusif,
terbuka terhadap keragaman suku bangsa dan agama, menghormati
adat, tradisi-budaya, dan kepercayaan masing-masing, serta
menerima kemajemukan itu sebagai keniscayaan, sehingga lahirlah
budaya kosmopolit.
Akar dari semangat pelayaran nelayan tersebut tidak lepas dari
warisan sejarah dua imperium besar di Nusantara, yakni [1] Kerajaan
Sriwijaya yang berpusat di Sumatera pada abad ke-7 hingga abad ke-
13 M dan [2] Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa pada abad
ke-13 hingga abad ke-15 M. Kemudian kekuatan negeri bahari itu
dikembangkan oleh kerajaan-kerajaan Islam Nusantara, termasuk
Kerajaan Islam Banten.

2
Sejarah Banten menjadi bagian dari puzle sejarah modern
Indonesia. Dan sejarah modern Indoneisa itu, menurut M.C.
Ricklefs, profesor kehormatan di Universitas Monash, dimulai
dengan masuknya Islam di bumi Nusantara.1 Indonesia modern
ditandai dengan islamisasi Indonesia yang dimulai sekitar tahun 1200
M dan berlanjut hingga sekarang; relasi pribumi Indonesia dengan
bangsa Barat yang dimulai sekitar tahun 1500 M hingga sekarang;
dan persatuan Indonesia dalam kebhinekaan komunitas dari berbagai
pulau yang semula tersebar dalam bentuk negara-kerajaan yang
terpisah-pisah, dengan rupa-rupa etnis, suku, bahasa, agama dan
kepercayaan.
Sedangkan sejarah politik Banten dimulai dari periode
kesultanan, periode keresidenan, dan periode provinsi. Periode
kesultanan dimulai sejak Maulana Hasanudin yang dikenal
Panembahan Surosoan (1552-1570) hingga sultan yang terakhir,
yakni Sultan Muhammad Rafiudin (1813-1820). Periode
Keresidenan dimulai sejak keraton Surosoan Banten hancur dibakar
oleh Belanda hingga terbentuknya Provinsi Banten pada era
Reformasi, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 tahun
2000 pada tanggal 4 Oktober tahun 2000.
Banten dalam Konteks Islamisasi Nusantara
Islam sudah ada di kepulauan Nusantara sejak awal Islam,
yakni pada masa kekhalifahan Ustman ibn Affan (644-656).2
Khalifah ketiga, setelah Umar ibn Khatab dan Abu Bakar Ash-Shidq,
yang dikenal memiliki kegeniusan bisnis dalam menciptakan

1 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PTSerambi


Ilmu Semesta, cet-II., 2005
2 Ibid, hal 27

3
kemakmuran. Kekuasaan Islam pada masa Ustman ibn Affan
meliputi Jazirah Arab, Mesir, Yerussalam, Damaskus, dan Persia.
Islam telah masuk dan memainkan peran penting dalam urusan
perdagangan di Sumatera sejak zaman Sriwijaya, kerajaan Budha
yang didirikan pada akhir abad VII, sekitar tahun 650. Hal ini terjadi
karena kontak dagang antara dunia Islam dengan Cina terhubung
lewat jalur laut melalui perairan Indonesia yang ada dalam
kekuasaan Sriwijaya, yakni Palembang, Lampung Utara,
Minangkabau, Semenanjung Malaka, dan sekitarnya. Sriwijaya
menguasai selat-selat di Nusantara, sehingga menjadi poros maritim
dunia dan menguasai perdagangan antara Tiongkok dan Hindustan.
Pada awal zaman Sriwijaya, islamisasi terjadi melalui
perkawinan antara pelaut pengembara atau pedagang muslim Arab
dengan penduduk lokal, dan dari perkawinan itu terbentuk
komunitas-komunitas muslim. Namun demikian, belum terjadi
konversi agama dari penduduk lokal yang beragama Hindu-Budha
dalam tingkat yang cukup besar. Meskipun demikian, raja-raja
Sriwijaya telah akrab dengan Islam. Berdasarkan penelitian Fatimi,
terdapat bukti kontak Islam dengan Nusantara melalui surat
menyurat antara Raja Sriwijaya bernama Sri Indrawarman dengan
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (717-720) pada masa Dinasti
Umayyah. Di dalam surat itu, Raja Sriwijaya menyapa Khalifah
Umar ibn Abdul Aziz sebagai “Raja Arab” dan memperkenalkan
dirinya sebagai “Raja Nusantara”.3
Sriwijaya mencapai puncak kekuasaannya pada masa dinasti
Syailendra yang bertahta di tanah Jawa tahun 760, setelah
menaklukkan kerajaan Kalingga yang berpusat di Jepara. Kekuasaan

3
S.Q. Fatimi, Two Letters from Maharaja to the Khalifah, Islamic Studies 2
I, 196, h. 121-140.

4
Sriwijaya meluas meliputi sebagian Jawa, Sumatera hingga Kamboja
dan Tonkin. Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar di
Asia Tenggara, yang kebesarannya sepadan dengan imperium lain
yang sezaman dengannya, yakni Kekhalifahan Islam Abbasiyah di
Baghdad (737- 961 M) dan Dinasti Tang di Cina. Sriwijaya juga
menjadi pusat pengajaran agama Budha Mahayana dengan simbol
bukit Siguntang Mahameru di Palembang dan mahakarya Candi
Borobudur, salah satu candi Buddha terbesar di dunia, yang terletak
di Jawa Tengah.
Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang berakhir pada
tahun 1377 M ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit. Dalam
penaklukan itu, Pangeran dari Palembang bernama Parameswara
berhasil meloloskan diri dan akhirnya berlabuh di selat Malaka
sekitar tahun 1400 M. Di tempat ini, ia bersama orang laut
pengembara berhasil membuat Malaka menjadi pelabuhan
internasional yang menghubungkan jalur dagang dari Cina dan
Maluku di Timur sampai dengan India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika
Timur dan Laut Tengah di Barat; serta ke Utara sampai Siam dan
Pegu. Parameswara pada awalnya beragama Budha, tetapi pada akhir
pemerintahannya (1390-1414) ia menganut agama Islam dan
berganti nama menjadi Iskandar Syah.
Di tanah Jawa, Islam telah datang sejak zaman Majapahit.
Kerajaan Hindu yang berdiri dengan raja pertamanya Raden Wijaya
alias Raja Kertarajasa (1293-1309) dan digantikan oleh anak dari
selir bernama Indreswari puteri dari Sumatera, yakni Jayanegara
(1309-1328). Majapahit sebagaimana wajah kekuasaan kerajaan
Hindu Jawa sebelumnya – Kalingga, Mataram, Kediri, dan Singosari
merupakan negara agraris yang berhasil. Ratu Tribuwana
Wisnuwardhana (1328- 1350) yang bergelar Prabu Kenya berhasil

5
membangun Majapahat sebagai negara agropolitan yang aman, adil,
dan sejahtera.
Seiring dengan melimpahnya hasil produksi pertanian,
Majapahit melakukan ekspansi ke pantai-pantai strategis di
Nusantara. Majapahit mencapai puncaknya pada masa pemerintahan
Hayam Wuruk (1350-1389) dengan Patih yang terkenal Gajah Mada
(baca: Gaj Ahmad). Patih Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya:
”Lamun huwus kalah Nuswantara, isun amukti palapa” (“jika telah
kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat”).
Sumpah ini dikenal dengan sumpah palapa yang bertekad
menyatukan Nusantara dalam satu kekuasaan politik. Majapahit pun
menguasai wilayah Sriwijaya, bahkan meluas ke Barat hingga bagian
tertentu di Vietnam Selatan dan ke arah Timur sampai dengan bagian
barat Papua. Pada masa Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu,
Islam telah menjadi agama yang dipeluk oleh para bangsawan
keraton dalam lingkungan istana. Bukti arkeologis kedatangan Islam
di lingkungan keraton Majapahit adalah penemuan batu Nisan di
Trawulan bertarikh S 1290 (1368- 1369 M) dan di Tralaya yang
bertarikh S 1298-1533 (1376-1611 M). Islam masuk ke keraton
Majapahit melalui para bangsawan yang tertarik dengan para sufi,
yakni ulama beraliran mistik yang memiliki karomah atau kekuatan
ghaib. Hal ini dimungkinkan, karena islamisasi di Jawa terjadi ketika
sufisme mendominasi dunia Islam setelah jatuhnya Baghdad ke
tangan bangsa Mongol pimpinan Hulagu, cucu Chengez Khan, pada
bulan Februari 1258 M.4
Berbeda dengan di ibu kota Kerajaan, di pantai utara Jawa,
Islam dipeluk oleh rakyat melalui kontak dagang dari pelaut asal

4 Tamim Anshori, Dari Puncak Baghdad Sejarah Dunia Versi Islam, Jakarta:
Zaman, 2015, h. 260

6
Gujarat, Arab, Melalayu, dan Cina. Pada tahun 1406-1409 M,
laksamana Cheng Hoo atas perintah kaisar Ming telah melakukan
pelayaran perdamaian dan singgah di tanah Jawa dalam kekuasaan
Majapahit bersama 28.000 prajurit dengan 300 armada kapal. Cheng
Hoo adalah seorang laksamana yang beragama Islam.
Jadi, islamisasi di Jawa terjadi melalui kontak dagang di
kalangan rakyat, sedangkan dilakalangan elit melalui pendekatan
pendidikan dan kebudayaan bercorak fikih-sufistik. Para penyiar
Islam membangun pendidikan Islam bercorak fikih-sufistik dengan
menggunakan sistem asrama Hindu-Budha, yakni Pondok Pesantren.
Islam diajarakan secara kontekstual dengan kearifan budaya lokal,
sehingga terjadi asimilasi dan akomodasi budaya Jawa kuno dalam
ritual umat Islam. Juru dakwah Islam yang datang dari Arab, India,
Cina, dan Melayu berusaha mengisi raga budaya Hindu-Budha
dengan jiwa Islam, sehingga benturan Islam dan budaya lokal tidak
terjadi. Pengaruh Islam terhadap masyarakat lokal terlihat pada
khitan dan penguburan orang yang meninggal dunia sebagai
pengganti upacara-upacara keagamaan Hindu-Budha semacam
kremasi.
Dagang (Ekonomi)
Perkawinan
ISLAMISASI Mistisisme (Ruhani)
NUSANTARA

Penaklukan (Politik)

Akhirnya, pada tahun 1519 kerajaan Majapahit jatuh ke tangan


Kerajaan Islam Demak yang didirikan pada tahun 1478 oleh Raden
Fatah, putera raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Demak berdiri sekitar

7
25 tahun setelah Khilafah Turki Utsmani menaklukkan
Konstantinopel pada tahun 1453 dan mengirim ekspedisi dagang ke
Nusantara. Sejak itu, pola islamisasi berubah dari pendekatan
ekonomi dan budaya menjadi pendekatan politik, seperti penaklukan
kekuasaan Pajajaran pada abad XVI oleh Demak yang menjadi cikal
bakal kerajaan Islam Banten. Dengan demikian, pola islamisasi
Nusantara menjadi lengkap, sebagai berikut:
Mulai abad ke XIII, pengaruh Kerajaan Hindu dan Budha di
tanah Jawa digantikan dengan pengaruh Islam tanpa membuang
warisan budayanya. Pengaruh Hindu di ujung Timur Jawa bergerak
memusat di Bali, sedangkan di bagian barat Jawa memusat di Ujung
Kulon Banten. Pengaruh agama Hindu di Pulau Bali dan Ujung
Kulon Banten mengajarkan keharmonisan manusia dan alam yang
dilembagakan melalui ritual dan tatatertib menjaga kelestarian alam,
serta kerja seni dengan arsitektur bangunan dan keindahan yang
diakui dunia.
Kehadiran kerajaan Islam telah mengubah orientasi hidup
masyarakat agraris di pedalaman menjadi kota pantai berbasis
perdagangan dengan visi kepelabuhanan. Kita dapat menyebut
kerajaan Malaka, Aceh (menguasai semenanjung Malaya dan selat
Malaka); Demak (kerajaan Islam pertama di Jawa yang
menggantikan posisi Majapahit menguasai wilayah pantai utara Jawa
hingga kota pelabuhan Tuban, Jawa Timur), kemudian bergerak ke
Indonesia Timur dengan tokoh utamanya Sunan Giri, merambah
Gersik, Surabaya, Madura, Lombok, Ternate (Maluku), Goa,
Makasar, Bugis (Sulawesi), dan Banjar (Kalimantan).
Dari Demak islamisasi bergerak ke Jawa bagian barat dengan
tokoh utamanya Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), ke
Cirebon dan Banten menaklukkan Kerajaan Pajajaran pada abad XVI

8
dan menduduki selat Sunda dan teluk Banten pada tanggal 22 Juni
1527 sebagai cikal bakal Kerajaan Islam Banten.
Visi maritim Kerajaan Islam terlihat nyata dari peletakan batu
pertama kesultanan Banten. Sultan Maulana Hasanudin –putera
Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati– secara cerdik
memindahkan pusat pemerintahan dari pedalaman Banten Girang ke
pesisir. Di kawasan teluk Banten, sultan membangun tiga institusi
penting sebagai motor perubahan sosial di Banten sejak tahun 1552,
yakni Masjid sebagai basis kegiatan sosial keagamaan (termasuk
kaderisasi kepemimpinan), Surosowan sebagai pusat pemerintahan,
dan pelabuhan sebagai sentra ekonomi, bisnis, dan perdagangan
internasional. Teluk Banten pun menggantikan posisi Malaka yang
secara politis mengalami kemunduran karena penguasaan Portugis.
Pelabuhan Banten digerakkan oleh transaksi expor impor pelaku
bisnis dari seluruh pelosok negeri, dari berbagai latar belakang suku
bangsa, budaya, dan agama.
Kota Islam Banten
Sejak awal berdirinya, kota Banten telah dirancang sebagai
kota Islam seperti yang dikemukakan Houroni (1970: 21-23). Kota
Islam sekurangnya memiliki lima komponen, yakni [1] benteng, [2]
masjid dan sekolah keagamaan, [3] istana dan tempat pemumikan
kaum bangsawan, [4] pusat pemukiman warga pribumi, dan [5]
pinggiran kota tempat pemukiman para pendatang. Pusat kota Islam
Banten disebut kasunyatan. Pusat kota yang dikendalikan oleh
Masjid dan semangat entrepreneurship. Kasunyatan adalah “city of
intellect” yang berpenduduk muslim istimewa yang mengamalkan
tasawuf sesuai syariat; menghayati maqoshid syariah yang
dijalaninya dan memiliki kemandirian finansial, di mana seluruh
aktivitasnya lebih dipengarui oleh ide dan gagasan serta visi tentang
masa depan dunia Islam.

9
Kerajaan Islam Banten dipimpin oleh Raja bergelar sultan dan
dibantu oleh seorang wazir. Kepemipinan sultan selalu dalam
bimbingan dan nasehat mufti, qodhi, atau faqih najmudin. Sultan
adalah gelar bagi penguasa dalam sistem politik Islam. Pada tahun
1638 penguasa Banten, ‘Abd Al-Qadir (berkuasa 1626-1651)
memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah. Sultan Banten juga
menerima bendera, pakaian suci, dan apa yang dipercayai sebagai
bekas jejak Nabi Muhammad SAW dari penguasa Haramain. Semua
pemberian Syarif Makkah ini diarak dalam prosesi kelilinng kota
Banten pada acara Maulid Nabi. Gelar sultan memiliki arti penting
dalam memperkuat kekuasaan Raja dalam sistem pemerintahan
Islam yang tidak hanya bersifat sekuler, tetapi juga bersifat ilahiat.
Sultan adalah bayangan Tuhan di bumi yang segala perintahnya
wajib ditaati. Sebagai konsekwensinya, sultan tidak hanya
menangani kekuasaan eksekutif, melainkan juga legislatif dan
yudikatif sekaligus. Dalam catatan sejarah, sumber kekuasaan sang
sultan diperoleh berdasarkan keurunan.
Dalam menjalankan kekuasaannya, Sultan selalu
bermusyawarah dan meminta nasehat kepada ulama yang disebut
Qodhi. Yaitu jabatan hukum yang bertugas memberikan fatwa dan
pertimbangan kepada sultan dalam memutuskan kebijakan publik,
terutama menyangkut soal keagamaan. Jabatan qodhi diperoleh
berdasarkan keahlian, bukan warisan sebagaimana sultan. Qodhi
dipegang oleh golongan ulama atau Kyai yang pada umumya
bergelar “sayyid”, “syarif” atau “ayip”. Mereka dihormati karena
ilmunya dan kharismanya sebagai pelayan umat. Qodhi yang
masyhur di kalangan umat antara lain Syeikh Maulana Yusuf Al-
Makassari, al-Bantani. Beliau bergelar “syeikh” karena beliau adalah
guru yang berkompeten mengajarkan tasawuf dan tarekat. Beliau
adalah pembimbing ruhani para murid menuju Tuhan, Allah Ta’ala.

10
Syeikh Yusuf Al-Makassari menjadi penasehat sultan sejak
kesultanan dipegang oleh Abu Al- Mafakhir ‘Abd Al-Qadir dan
memiliki hubungan pribadi yang sangat erat dengan putera Mahkota,
Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya. Pangeran Surya adalah
nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau menjadi sultan ke-5 pada
tanggal 10 Maret 1651. Beliau juga dikenal dengan julukan
Pangeran Ratu Ing Banten. Beliau mendapat gelar dari Makkah al-
Mukarromah, dengan nama Sultan Abul Fath Abdul Fattah
Muhammad Syifa Zainal Arifin. Kedekatan Syekh Yusuf Al-
Makasari itu dilanggengkan dengan dilangsungkannya pernikahan
Syeikh Yusuf dengan puteri Sultan Ageng Tirtayasa.
Pangeran Surya sebagaimana Ayahnya, Abu Al-Mafakhir
‘Abd Al-Qodir, memiliki minat yang kuat dalam bidang akademik,
pendidikan, dan keagamaan. Meneruskan program Ayahnya, beliau
membina mental pegawai, prajurit, dan rakyat dengan mendatangkan
guru-guru agama dari Arab, Aceh, dan daerah lainnya. Beliau juga
mengirimkan puteranya, Pangeran ‘Abd Al- Qohhar dalam sebuah
misi diplomatik ke Istambul pada musim haji tahun 1669. Atas
rekomendasi Syeikh Yusuf yang telah memiliki jaringan intelektual
di India, Haramain, Yaman, dan Damaaskus, Abd Qohhar tidak
hanya menunaikan ibadah haji dan misi diplomatik, tetapi juga
belajar tentang agama Islam di pusat-pusat peradaban Islam itu.
Dalam bidang pembangunan, Pangeran Surya meneruskan dan
mengembangkan wawasan internasional yang telah disemai
leluhurnya, Sultan Maulana Hasanudin. Sultan Maulana Hasanudin
sejak awal pendirian kerajaan Islam Banten, yang secara cerdik
memindahkan pusat pemerintahan dari pedalaman ke pesisir. Di
kawasan pesisir teluk Banten, Pangeran Surya membangun kota
metropolitan multietnik. Sultan memadukan bangunan tradisional
dan pengaruh asing (baca: wawasan internasional) secara kreatif

11
dengan mengeksplorasi keunggulan lokal berbasis sumber daya
alam. Hal ini dapat dilihat pada peninggalan bangunan purbakala
seperti Masjid, keraton, benteng, kanal, danau Tasikardi, pengindelan
air bersih, balai pertemuan (tiyamah), jembatan gantung, dermaga
pelabuhan dan tembok kota.
Visi Kota juga terlihat pada penataan ruang yang dirancang
berbasis keunggulan lokal dengan inti bisnis yang unik. Satu
kampung mencerminkan keunggulan bisnis tertentu. Misalnya
ditemukan nama perkampungan Kepandaian (pusat kerajinan
logam), Kamaranggen (pandai keris), kagongan (pandai gong dan
alat kesenian), Kamasan (pandai emas dan perhiasan), dan
seterusnya. Ide membangun desa berbasis keunggulan lokal, yang
mengkombinasikan industri kreatif dan kekayaan sumber daya alam
merupakan pikiran cerdas dan modern.
Pilihan cerdas itu menjadikan Banten sebagai kerajaan maritim
tersohor sekaligus pusat perdagangan internasional. Pelabuhan yang
dilengkapi infrastruktur dan penataan kota jasa di atas mampu
menarik invesor dan Kapal Dagang dari berbagai latar belakang
kebangsaan, antara lain: Persia, Arab, Eropa, Keling, Kola, Pegu,
Cina, Melayu. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa kegiatan ekspor-
impor di Pelabuhan Banten didominasi oleh Jepang (37%), Cina
(33%), Indocina (10%), Eropa (5%), dan sisanya sebesar 15% oleh
pelaku bisnis lokal.
Pangeran Surya yang kemudian dikenal dengan gelar Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil mengembangkan konsep pembangunan
kota pantai terpadu, yang terhubung dengan kampung hijau berbasis
pertanian (agropolitan). Gelar Tirtayasa merupakan titel yang
diperoleh karena keberhasilan beliau membangun saluran air dari
Sungai Untung Jawa hingga ke Pontang. Saluran memiliki
multifungsi: untuk irigasi, kemudahaan transportasi orang dan

12
perdagangan, serta benteng pertahanan perang sepanjang pesisir
utara. Pembangunan irigasi berdampak pada kemajuan pertanian dan
perdagangan hasil bumi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat
Banten.
Secara politik, sultan Ageng Tirtayasa sangat sengit
menentang Kolonial Belanda. Maka tidak mengherankan, Banten
pun menjadi tempat perlindungan bagi para pejuang dari berbagai
pelosok Nusantara yang melarikan diri dari penjara-penjara Belanda.
Bagi Belanda yang bermarkas di Batavia, Sultan Ageng Tirtayasa
merupakan penghalang besar dalam upaya mereka memperlus
wilayah di Nusanatara.
Sepulang putera Mahkota, Abu Nasr Abd Qohhar dari Timur
Tengah dengan gelar “Sultan Haji” pada 1680, Sultan Ageng
Tirtayasa mengangkat Abu Nasr Abdul Qohar atau Sultan Haji
sebagai wazir. Wazir adalah adalah wakil sultan dalam mengurus
pemerintahan terutama dalam urusan dalam negeri. Sultan Haji
diserahi tugas memerintah kesultanan dari ibu kota Banten,
sedangkan sultan Ageng Tirtayasa pindah ke Keraton Tirtayasa
mengelola kebijakan luar negeri. Namun sayang hubungan antara
sultan Ageng Tirtayasa dan putera mahkota retak oleh karena sang
putera Mahkota cenderung memihak Belanda, sedangkan sultan
Ageng Tirtayasa gigih menentang Belanda.
Tragedi sejarah terjadi ketika Sultan Haji berkomplot dengan
Belanda dan memakzulkan pesan- pesan orangtuanya, Sultan Ageng
Tirtayasa. Atas dasar itu, pada 27 Febrauri 1682, Sultan Ageng
Tirtayasa memimpin gerakan jihad, mengambil alih Keraton
Sorosoan. Keraton dapat diambil alih, dan Sultan Haji melarikan diri
seraya meminta bantuan Belanda. Pada tanggal 6 Maret 1682
Belanda menyerang Sorosowan dan berhasil mengusai Kraton.
Sultan Ageng Tirtaya mundur ke Tanara, memimpin gerilya dan

13
kemudian ditangkap dengan cara muslihat oleh Belanda melalui
tangan Sultan Haji pada tanggal 14 Maret 1683, kemudian dipenjara
hingga wafat.
Takluk Menjadi Keresidenan Banten
Pola umum islamisasi di Nusantara dari awal abad XIII hingga
abad XVI berawal dari Aceh, Malaka, semenanjung Malaya, pesisir
utara Jawa, Brunei, Sulu, dan Maluku berlangsung melalui jalur
perdagangan internasional. Kejayaan kerajaan Islam telah
mengundang bangsa-bangsa di dunia datang ke Nusantara, bukan
hanya dari Asia dan Afrika, juga Eropa. Pengaruh Eropa ditandai
dengan kehadiran Portugis yang menguasai Malaka pada tahun 1511,
disusul Belanda dan Inggris. Malaka pada saat itu menjadi
puncaknya pusat perdagangan. Selanjutnya Raja Pajajaran berupaya
menjalin persahabatan dengan Portugal. Portugal diijinkan
mendirikan loji (factory) yang kemudian menjadi benteng di Sunda
Kelapa (1522), namun urung karena pada 1527 Sunda Kelapa telah
direbut oleh Fatahillah yang beragama Islam dan berganti nama
menjadi Jayakarta.
Belanda datang pertama kali mendarat di Banten tahun 1596
dipimpin Cornelis de Houtman setelah berlayar selama 15 bulan.
Mereka datang atas nama organisasi de Compagnie van Verre
dengan menggunakan 4 kapal milik Perhimpunan Pedagang
Amsterdam. Tujuan mereka untuk berdagang dan tidak untuk
merebut kekuasaan. Mereka berupaya untuk bersahabat dengan
mengundang para penguasa (lokal) ke kapal dan saling berkunjung
dengan para pedagang. Pada tahun 1603, Belanda berhasil
mendirikan kantor dagang “Verenigde Oost-Indische Compagnie”
(VOC) di Banten dan merupakan kantor dagang Belanda yang
pertama di seluruh kepulauan Indonesia.

14
Dalam perkembangan selanjutnya, VOC bukan hanya sekedar
kongsi dagang, tetapi juga tumbuh menjadi kekuatan kolonial yang
hegemonik. Tahun 1614 Parlemen Belanda menaikkan bantuan
keuangan kepada VOC dan memberikan 5 kapal tempur untuk kuasai
Nusantara. Sampai 1617 VOC memiliki + 40 kapal menghubungkan
benteng-benteng VOC yang berpusat di Jayakarta yang kemudian
dinamakan Batavia oleh Belanda. Pada tahun 1619 Batavia dibangun
sebagai Pusat Pengaturan Dagang VOC sekaligus Pusat
Pemerintahan Hindia Belanda oleh Jan Pie- terzoon Coen.
Belanda mengetahui kelemahan para penguasa yang ada di
Nusantara, bahwa sebenarnya mereka saling bersaing. Belanda
melancarkan politik “adu domba” dan “belah bambu”, dan kemudian
menguasai Jawa. Pada tahun 1684 Belandaa menguasai pelabuhan
Banten, menghancurkan Surosowan pada tahun 1809 dan
memindahkan pusat pemerintahan ke Serang pada tahun 1832.
Pada tahun 1809, Belanda menyerang dan membakar habis
keraton Surosowan. Sultan Muhammad Syafiudin ditangkap dan
dibuang ke Ambon, sedangkan patihnya dihukum pancung.
Kesultanan dilanjutkan oleh Sultan Muhammad Rafiudin, dan
Belanda terus melakukan penyerbuan terhadap keraton hingga
akhirnya kekuasaan politik jatuh sepenuhnya dalam kendali Kolonial
Belanda pada tahun 1820. Banten yang berdaulat takluk menjadi
sebuah Keresidenan yang merupakan bagian dari negeri jajahan
Belanda, dalam kendali Gubernur Jendral Daendels.
Belanda menjajah dengan monopoli dagang, menguasai elit
dalam masyarakat feodal, mengangkat penguasa boneka, hingga
perbudakan manusia dengan kerja paksa (1830-1870). Dalam bidang
sosial budaya dan agama, kehadiran Eropa menancapkan pengaruh
dengan misi Gereja untuk melakukan kristenisasi dengan mendirikan
Sekolah Kristen dan menjalankan program pelayanan amal. Belanda

15
yang dijiwai oleh keserakahan Kapitalisme dan semangat revolusi
Industri (1848) menandai kolonialisme–penjajahan, mulai dari
Banten menjalar ke suluruh Nusantara!
Setelah Banten jatuh dalam belenggu penjajah Belanda sistem
kesultanan digantikan menjadi keresidenan Banten di bawah kendali
Kolonial Belanda.
Api Jihad dan Perlawanan Kyai Banten
Api jihad yang dinyalakan Sultan Ageng Tirtayasa terus
berkobar. Ketika Pelabuhan dikuasai Belanda pada tahun 1684,
Surosoan dihancurkan pada tahun 1809 dan pusat pemerintahan
dipindahkan oleh Belanda ke Serang pada tahun 1832, Masjid
menjadi benteng pertahanan terakhir umat Islam yang diharapkan
mampu membela hak rakyat. Masjid menjadi simbol kekuatan
perlawanan. Masjid bukan sekedar pranata agama, melainkan
berperan sebagai kekuatan revolusioner untuk memimpin gerakan
sosial melawan penjajah Belanda. Dari Masjid yang tersebar di
seluruh kampung, di wilayah Banten, para Kiyai membina kader
untuk pengadaan satuan-satuan laskar pejuang kemerdekaan, yang
rindu syahid.
Syeikh Yusuf Al-Makassari dan Pangeran Purbaya putera
yang lain dari Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menggalang potensi
umat, termasuk kekuatan Jawara, dengan memposisikan Jawara
sebagai subordinat (pengawal gerilya) ulama (kiyai) dalam usaha
membebaskan negara dari segala penjajahan, menegakkan
kebenaran, keadilan, dan etika kesusilaan Islam.
Meskipun Syeikh Yusu ditangkap dan dibuang ke Srilanka dan
kemudian dipindahkan ke Afrika Selatan, api jihad tidak pernah
pupus. Masjid terus bergairah membangun masyarakat berdasarkan
kesatuan iman, semangat jihad, dan supremasi syari’ah. Islam pun
menjadi “senjata ideologis” perlawanan berbasis etno-religius

16
dengan menggunakan simbolisme dan jaringan keagamaan yang
berimpitan dengan etnisitas. Tahun 1888 pecah geger Cilegon di
Banten yang dipimpin KH. Wasid. Gerakan ini memberi dasar
tumbuhnya kesadaran nasional sebagaimana gerakan perjuangan
pribumi sepanjang abad 19 di Nusantara, seperti Perang Cirebon
(1802- 1806), Perang Diponogoro di Jawa (1825-1830), Perang
Paderi Imam Bonjol di Sumatera Barat (1821-1838), Perang Antasai
di Banjarmasin (1859-1862), dan Perang Aceh (1873-1903).
Motivasi jihad ini dilandasi semangat cinta tanah air dan bela
negara dalam kerangka menegakkan prinsip amar ma’ruf nahi
munkar. Amar ma’ruf nahi munkar tersebut dimenifestasikan dalam
bentuk upaya merombak tatanan sosial-ekonomi-politik bila
dianggap tidak sesuai dengan aturan agama, utamanya kemusyrikan.
Dalam hal ini, berlakulah firman Allah:
“Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya
dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-
orang yang bertakwa.” (Qs. At- Taubah/9: 36).
Atas dasar doktrin itu, kecanggihan perlengkapan perang
Belanda dianggap kecil di hadapan massa rakyat yang bergerak
melawan dengan bambu runcing. Tindak jarang benturan ideologis
Islam melawan penjajahan Belanda – dan bangsa Eropa secara
umum – diserukan dengan perang suci jihad fi sabilillah: melawan
kaum kafir! Pada titik ini, kaum Kristen yang kehadiraannya bersama
bangsa penjajah (terpaksa) mengambil risiko menjadi sasaran
perlawanan massa rakyat. Konteks sosiologis ini penting diungkap
agar kita dapat menata kembali semangat kebangsaan – Persatuan
Indonesia – dalam suasana batin yang damai.

17
Para Kyai membentuk laskar-laskar yang terdiri dari santri dan
jawara. Mereka bergerak dengan pekikan takbir: Allahu Akbar! Para
kiyai menumbuhkan semangat jihad para Santri untuk membela
Islam dan menentang penjajah. Para kiyai juga mengajarkan mereka
ilmu bela diri dan ilmu batin. Misalnya, pekikan takbir – Allahu
Akbar – mampu menggugah semangat para Santri untuk bertempur
mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Dalam hal ini, kiyai selalu
menempatkan negara pada posisi yang wajib dibela dan
dipertahankan. Membela Republik adalah perang di jalan Allah, dan
gugur dalam pembelaan itu adalah mati syahid. Karena itu, Masjid
pun tidak jarang dijadikan markas perjuangan, tempat berunding dan
menyusun strategi, bahkan gudang rahasia untuk menyimpan senjata.
Ekspresi jihad dilakukan secara berbeda oleh Syeikh Nawawi
Al-Bantani. Nawawi berhasil melakukan jihad intelektual dan
kulturan melalui konsolidasi dan kaderisasi dalam upaya pergerakan
dakwah. Nawawi mendukung gerakan KH Wasid menetang penjajah
dan mendidik tokoh pergerakan seperti KH. Hasyim Asy’ari. Syeikh
Nawawi dikenal sebagai ulama dan guru besar masjid al-Haram yang
juga menjadi pengarang produktif dan berbakat. Timbulnya inisiatif
untuk menjadi pengarang ini karena adanya dorongan, baik dari
dalam dirinya maupun dari permintaan masyareakat Islam yang
datang kepadanya, sebagaimana tercantum dalam alasan penulisan
beberapa kita yang dikarangnya.
Karangan-karangan syekh Nawawi pertama kali diterbitkan di
Mesir dan Mekah, kemudian beradar di dunia Islam, terutama di
negara-negara yang menganut mazhab Syafi’ie. Ide, gagasan, dan
pemikiran Syeikh Nawawi berpengaruh kuat, sehingga jejaknya
sampai kini masih tertanam pada masyarakat Islam. Karya yang ia
wariskan, tetap digumuli para santri di seluruh pelosok nusantara,

18
Malaysia, Thailand dan Filipina Selatan. juga di negara-negara
Timur-Tengah.
Prestasi Syeikh Nawawi sebagai pendidik memang luar biasa.
Ilmunya deras mengalir kepada murid-muridnya dan menjadi
rujukan. Syeikh Nawawi mengembangkan dakwahnya bukan dengan
cara ceramah, melainkan dengan cara penyebaran informasi melalui
karya tulis berupa buku. Nawawi juga memiliki sikap nasionalisme
dan patriotisme yang tinggi dengan menyematkan nama “al-jawi’,
“al-Bantani’, atau “at-Tanari” di belakang namanya.
Banten pada Awal Kemerdekaan/Era Revolusi
Ketika Jepang masuk ke Teluk Banten (Bojonegara) pada
tanggal 1 Maret 1942 dibawah pimpinan Letnan Hitoshi Imamura.
Para Kyai di Banten aktif bergabung dalam sukarelawan Deidanco,
Sudanco, dan Heiho menjadi militer untuk melawan tentara sekutu.
Kemudian, setelah Jepang kalah parang, Indonesia Merdeka dan
Belanda ingin kembali menjajah Indonesia, para Kiyai memperkuat
pemerintahan darurat pada tahun 1949 dengan mengisi kekosongan
jabatan pemerintahan dan militer. KH. Ahmad Khatib sebagai
residen Banten, KH. Syam’un [Pimpinan Perguruan Islam “Al-
Khairiyah” Citangkil Cilegon] sebagai Panglima Divisi Seribu
merangkap Bupati Kabupaten Serang, Kiyai Abdul Halim sebagai
Bupati Pandeglang, dan Kiyai Muhammad Hasan sebagai Bupati
Lebak.
Ketika masa pemerintahan darurat mengalami krisis keuangan,
Keresidenan Banten mencetak uang sendiri, yaitu Oeang Repoeblik
Indonesia Daerah Banten disingkat (ORIDAB) sebagai alat tukar
pembayaran. Wong Banten tidak telah menunjukkan komitmen
untuk menjaga dan merawat keutuhan negara kesatuan republik
Indonesia, dan terpikir untuk memisahkan diri dari negara Indonesia,
padahal kesempatan untuk itu sangat besar.

19
Kiyai, santri, dan jawara Banten memberi dukungan untuk
mengelola perbedaan melalui dialog dan perdebatan yang produktif
sehingga menghasilkan warisan terbesar peradaban Indonesia dalam
bidang politik, yakni dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
Pancasila dan UUD 1945 adalah jiwa, kepribadian, dan filsafat hidup
sekaligus cita-cita sosial politik bangsa Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Era Reformaasi dan Perjuangan Banten menjadi Provinsi
Banten sebagai provinsi telah diwacanakan sejak tahun 1953
bersamaan dengan pembentukan Daerah Istimewa Yogjakarta dan
Daerah Istimewa Aceh. Namun wacana ini menguap begitu saja
tanpa tindak lanjut yang berarti. Pada tahun 1963 wacana provinsi
Banten diperjuangkan kembali dengan dibentuk Panitia
Pembentukan Provinsi Banten yang diketuai Gogo Sandjadirdja.
Namun, karena situasi poltik yang tidak memungkinkan akibat
ketegangan Islam dan PKI yang menandai peralihan kekuasaan dari
orde lama ke orde baru, wacana provinsi Banten pun mandeg.
Perjuangan kembali dilanjutkan pada tahun 1967 dan masuk dalam
tahap legislasi melalui usul inisiatif anggota DPRGR pada tanggal 24
Agustus 1970. Namun, proses ini kandas karena tantangan dari
Proinsi Jawa Barat.
Pada era Reformasi 1998, masyarakat Banten kembali
memperjuangkan perubahan status Keresidenan Banten menjadi
Provinsi yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang.
Akhirnya, Banten resmi menjadi Provinsi dengan ditetapkannya
Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 pada tanggal 4 Oktober tahun
2000. Banten menjadi provinsi hasil dari pemekaran atau pecahan
dari Provinsi Jawa Barat.

20
Pada tahun 2000, awal terbentuknya provinsi Banten,
golongan santri menyerukan ditegakkannya syari’at Islam. Mereka
ingin menisbatkan kata “Darussalam” pada nama provinsi Banten.
Namun, pada akhirnya, suara mayoritas menetapkan “Iman Takwa”
sebagai moto Banten. Implementasi “iman takwa” itu antara lain
dengan menjadikan Masjid sebagai point of development, ditandai
dengan pembangunan Masjid Raya Al-Bantani di Kawasan Pusat
Pemerintahan Provinsi Banten.[*]

21
Tentang Penulis

Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si. Akademisi


UNTIRTA lahir di Serang 30 Desember 1977.
Pendidikan MI-MTs di Al-Jauharatunnaqiyah
Buah Gede dan Madrasah Aliyah di Al-
Khairiyah Tegal Buntu. Selain belajar formal
di Madrasah, juga belajar ngaji Al Qur'an dan
ngaji kitab di Rumah Guru Ngaji dan mondok
di Pesantren Al-Hikmah Cigading.
Tahun 1994 hingga 1999 melanjutkan studi S1 di Fakultas
Tarbiyah Jurusan PAI IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian
melanjutkan S2 di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta
(lulus 2002). Sejak tahun 2002 menjadi dosen tetap PAI UNTIRTA;
aktif menghidupkan Takmir Masjid Kampus "Syeikh Nawawi al-
Bantani" UNTIRTA dan bergabung sebagai penggiat Asosiasi
Masjid Kampus Indonesia (AMKI) yang berkantor pusat di Masjid
Salman ITB Bandung.
Tahun 2017 menyelesaikan S3 Teknologi Pendidikan dengan
konsentrasi PAUD di Universitas Negeri Jakarta. Kini, ia tercatat
sebagai dosen Program Studi PGPAUD dan Program Studi
Pascasarjana UNTIRTA. Selain mengajar aktif dalam gerakan
koperasi dan amal umat sebagai pendiri Koperasi Pendidikan
Tirtayasa Koperasi Civitas Akademika UNTIRTA dan penggiat LAZ
HARFA Provinsi Banten. Aktif bersama ICMI Orwil Banten, IDRI
Banten, DMI MUI dan FSPP Provinsi Banten.

22
KAWASAN SITUS KESULTANAN BANTEN:
RUH HARI JADI PROVINSI BANTEN

Oleh: Tubagus Najib


Peneliti, Pada Pusat Penelitian Arkeologi nasional

P rovinsi Banten, walaupun usianya baru 19 tahun, namun


seyognya telah matang, dibanding dengan Provinsi-Provinsi
lainnya yang sudah lebih dahulu berdiri. Kematangannya
karena telah melalui proses panjang perjuangan menuju terbentuknya
sebuah institusi. Sehingga Banten telah dikenal sebagai Imperium
dan Emperium. Status tersebut sebagai sumber semangat, sebagai
spirit Provinsi Banten, untuk lebih unggul dibanding dengan
Provinsi-Provinsi lainnya. Hal itu telah disadari oleh Gubernur
Banten terpilih tahun 2017- 2022. Dalam langkah awal memulai dari
Banten Lama. Seakan ia tahu bahwa Spirit Provinsi Banten ada di
Banten Lama.
Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita yang punya andil dalam
menetapkan hari jadi Kabupaten Serang, ketika ditanya, kenapa hari
jadi Kabupaten Serang, pada tanggal 1 Muharram 933 H atau tanggal
8 Oktober 1526 M. Jawabannya singkat, agar hari jadi Kabupaten
Serang, memiliki Ruh Kesultanan Banten. Begitupun pada hari
penetapan hari Jadi Provinsi Banten, Prof Dr. Imat Tihami,
mengusulkan yang sama untuk menghidupkan Ruh Banten. Namun
suara terbanyak jatuh pada tanggal 4 Oktober 2000, berdasarkan di
syahkan RUU Pembentukan Provnsi Banten. Tiga belas hari
kemudian, tepatnya tanggal 17 Oktober 2000. RUU Pembentukan
Provinsi Banten di syahkan menjadi Undang-Undang. Ada dua kasus
salah bunda melahirkan. Yang pertama, hari lahirnya Kabupaten

23
Serang yang lahir pada tahun 1816 namun dibuat dalam akte
kelahirannya jatuh pada tahun 1526. Yang kedua hari jadi Provinsi
Banten yang ditetapkan pengesahannya menjadi Undang-Undang
pada tanggal 17 Oktober 2000, namun dalam akte hari jadinya ditulis
tanggal 4 Oktober 2000. Empat (4 ) Oktober 2000, merupakan baru
semacam draf RUU yang belum menjadi Undang-Undang.
Sebagaimana hari lahirnya Kabupaten, juga hari jadinya Provinsi
patut ditinjau kembali.
Memang apalah artinya sebuah hari lahir atau hari jadi. Hari
jadi menurut bahasa adalah saat pertama kali digunakan atau selesai
dibuat atau diresmikan. Artinya bukan saat pertama diusulkan atau
direncanakan tetapai pada saat pertama kali digunakan atau
diresmikan. Resmi disini adalah sudah menjadi kesepakan Hukum
dan di syahkan. Namun persolannya adalah suara terbanyak juga
menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan. Hari jadi ada beberapa
sumber dasar pijakan, disamping Undang-Undang yang di syahkan,
sumber sumber lainnya adalah; dari sumber prasasti, sumber
manuscrip, sumber arsip dan sumber foklor.
Seperti hari jadi Kabupaten Serang yang merupakan
munculnya di masa Kolonial, sumber rujukannya adalah yang
terdokumen dalam Arsip Belanda. Setelah masa Belanda, seperti
berdirinya kota-kota administrasi, sumber rujukannya adalah
Undang-Undang ketika ditetapkan sebagai kota. Demikian juga Hari
jadi Provinsi, sumber rujukannya adalah ketika diundangkan sebagai
berdiri sebuah Provinsi. Persoalannya ada hari jadi Provinsi, ada hari
jadi Kabupaten atau ada hari jadi Kota Administrasi, dan ada hari
jadi sebuah Kota. Hari jadi sebuah kota, prosesnya dari sebelum kota
menjadi kota. Hari Jadi Kabupaten Serang sesungguhnyya untuk,
menetapkan awal mulai adanya kota di Banten, bukan sebagai hari
jadi dimulai berdirinya sebuah Kabupaten. Sehingga Kabupaten

24
Serang, usianya dituakan dalam aktenya. Menurut Prof.Dr. Uka
Tjandrasasmita sebagai salah seorang yang membidaninya, “agar
Kabupaten Serang memiliki Ruh Kesultanan Banten”.
Kesultanan Banten sebagai ruh yang diperebutkan,
sesungguhnya kapan Hari Jadinya? pada masa Kesultanan, hanya ada
dua refrensi yang ditelusuri untuk mencari kapan Hari jadi
Kesultanan Banten, yaitu sumber Prasasti dan sumber manuscrip.
Tentu harus kita bedakan Banten sebagai status Kerajaan dan Banten
sebagai status Kesultanan. Banten sebagai Status Kerajaan hari
jadinya sudah dikonversi ke hari jadi Kabupaten Serang tanggl 1
Muharram tahun 933 H atau tanggal 8 Oktober 1526 M. Bagaimana
dengan Banten yang telah menyandang status Kesultanan. Kapan
hari jadi Kesultanan Banten.
Kapan Banten menyandang status Sultan dan kratonnya
disebut Kesultanan. Berdasarkan sumber manuscrip, Banten
menyandang Status Sultan pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1044 atau
7 Oktober 1634. Ditetapkan oleh Syarif Jahed dari Mekkah, sebagai
penguasa Mekkah pada saat itu. Hingga saat ini Maulid di Banten,
merupakan peringatan yang sangat meriah, yang awalnya sebagai
bentuk memeriahkan Status Banten sebagai kesultanan yang
bertepatan dengan maulid Nabi Muhmamad Saw. Namun
perkembangan berikutnya yang tersisa yang diarak, dimeriahkan
arak-arakan membawa Pajang Maulid, yang berisi, hiasan, nasi dan
lauk pauk. Setelah dibagikan nasi dan lauk pauknya, menjadi nasi
berkat. Kemeriahan peringatan Status Banten sebagai Kesultanan
telah beralih peran menjadi arak-arakan Nasi berkat.
Aneksasi Institusi Banten telah berdampak luas, hususnya
terhadap nama Kesultanan Banten, yang mulai muncul pada tanggal
12 Rabiu Awwal tahun 1044 atau tanggal 7 Oktober 1634 telah
berahir pada tanggal 22 Agustus tahun 1809 Nama Kesultanan

25
Banten setelah runtuh ditetapkan menjadi Cagar Budaya oleh
Kolonial Belanda sekitar tahun 1913, menjadi nama Old Banten atau
Banten lama. Peringatan ditetapkannya Banten sebagai Kesultanan,
dengan mengarak kebanggaan nama Kesultanan berubah dengan
mengarak nasi berkat. Yang di arak setiap bulan maulid.
Namun demikan Ruh Kesultanan Banten tetap hidup. “Banten
Lama” mejadi tempat kunjungan wisata religi, bahkan hampir yang
berkumjung ke Banten puas setelah berziarah dan lupa bahkan sekan
akan tidak ingin tahu tentang tapak tapak, jejak-jejak Kesultanan
Banten yang berada di sekitar Makbaroh makam sultan. Ini menjadi
tugas dan bagian dari Revitalisasi Banten yang sedang berjalan untuk
memberi informasi yang utuh tentang Banten lama: sebagai sebuah
kawasan Cagar Budaya.
Revitalisasi Banten kurang sempurna kalau hanya satu zoning
yaitu zoning inti. Padahal dalam Perda tahun 1990 Bahwa Banten
Lama, telah diatur dalam tiga zoning, zoning inti, zoning penyanggah
dan zoning pengembang. “Banten Lama” terdiri dari beberapa situs
Monumental. Ada Situs Keraton, Situs Gedung Ijo, Situs Jembatan
Rantai, Situs Rumah Cina, Situs Spelwijk, situs Pangindelan, situs
Tsik ardi, situs Gapura Lawang Saketeng. Belum lagi situs yang
masih diduga ada temuan yang masih berada di bawah tanah.
Persoalan aktual muncul tentang “Banten Lama”. Apakah disebut
Banten Lama ataukah akan disebut Kesultanan Banten. Dalam
diskusi tentang nama dalam forum Mang Fajar tanggal 5 September
2018, usulan yang muncul adalah Eks-Kesultanan Banten.
Munculnya usulan tersebut boleh jadi karena adanya Forum Forum
Kesultanan Nusantara atau implementasi dari Revitalisasi yang telah
berjalan. Old Banten adalah sebuah nama bentuk perlindungan,
pelestarian Situs-Situs yang berada di Banten Lama. Sebagai bentuk
kompromi apakah bernama Banten Lama ataukah Kesultanan

26
Banten, maka nama yang patut disandang adalah “KAWASAN
SITUS KESULTANAN BANTEN”. (KSKB). KSKB memiliki dua
nilai penting yaitu; Nilai Pelestarian dan Marwah Kesultanan. [*]

27
1
OTORITAS KEAGAMAAN ISLAM DI
BANTEN HINGGA ABAD KE-19
Oleh: Rohman
Sekretaris Umum ICMI Orwil Banten

Pendahuluan

K onsep otoritas keagamaan memiliki cakupan yang luas


meliputi teks, seseorang, kelompok orang, institusi, dan
lain-lain.1 Sedangkan Gudrun Kramer menganggap bahwa
konsep ini memiliki sejumlah bentuk dan fungsi yang meliputi
kemampuan (kesempatan, kekuasaan, atau hak) untuk
mendefinisikan keimanan dan praktek keagamaan yang benar,
ortodoksi atau ortopraksi; otoritas keagamaan ini juga berfungsi
untuk membentuk dan mempengaruhi pandangan-pandangan dan
perilaku agar sesuai dengannya; mengidentifikasi, meminggirkan,
menghukum atau mengeluarkan pelaku penyimpangan, bid’ah, dan
kemurtadan serta agen-agennya dan pendukung-pendukungnya.2
Pada agama-agama monoteistik yang didasari pada wahyu, otoritas
keagamaa melibatkan kemampuan untuk mengarang dan
mendefinisikan undang-undang yang berasal dari teks yang otoritatif
dan menetapkan metode interpretasi yang shahih.3

1 Nico J. G. Kaptein, The Voice of the Ulama: Fatwas and Religious


Authority in Indonesia, Archives de sciences sociales des religions,
49e Année, No. 125, Authorités Religieusesen Islam (Jan. - Mar.,
2004), pp. 115-130.
2 Gudrun Kramer dan Sabine Schmidtke, Speaking for Islam: Religious
Authorities in Muslim Societies (Leiden: Brill, 2006), h. 1-2.
3 Ibid.

29
Pada saat Rasulullah SAW masih hidup, beliau adalah
pemegang otoritas keagamaan (religious authority) sekaligus otoritas
politik (political authority). Pendeknya seluruh otoritas yang ada
berada dalam satu genggaman Rasulullah SAW. Rasulullah SAW
merupakan pemilik otoritas keagamaan karena Rasulullahlah
mendapatkan wahyu langsung dari Allah SWT dan dapat langsung
disampaikan kepada para sahabatnya. Wahyu ini kemudian
ditafsirkan langsung oleh Rasulullah dengan bimbingan Allah SWT.
Rasulullah-lah yang memiliki hak dan otoritas dalam memberikan
tafsir terhadap Al Quran. Selain itu melalui perkataan, perbuatan, dan
diamnya, Rasulullah memberi pemahaman kepada umat Islam
mengenai berbagai permasalahan yang muncul ketika itu.Sementara
dalam konteks otoritas politik, beliau adalah pemegang kekuasaan
yang memiliki wilayah, rakyat, tentara, pengaruh, dan loyalitas
pengikut yang sangat patuh kepadanya.
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, otoritas
keagamaan otoritas keagamaan dan politik beralih kepada para
khalifah yang diberi petunjuk (khulafa al rashidun) yaitu Abu Bakar,
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Para
khilafah inilah yang mewarisi otoritas keagamaan dan politik pasca
Rasulullah SAW wafat karena mereka dapat menjelaskan hukum
Islam sesuai dengan apa yang mereka dengar dan saksikan dari
Rasulullah SAW. Pasca transisi kekuasaan dari Hasan bin Ali
kepada Muawiyah yang merupakan pembangun fondasi dinasti
Umayyah, otoritas keagamaan dan politik yang disatukan Rasulullah
dan dilanjutkan oleh khulafa al rashidun berakhir.4

4 Patricia Crone dan Martin Hind, The God’s Caliph: Religious Authority in
the First Century of Islam, (Cambridge: Cambridge University Press,
2003), h. 2.

30
Pada masa Ummayah inilah, peran keagamaan dan politik
mulaidipisahkan dimana khalifah memegang otoritas politik dan
ulama memegang otoritas keagamaan. Hal ini diteruskan oleh
dinasti-dinasti Islam setelahnya karena tidak adanya sosok yang
memiliki kualitas seperti nabi Muhammad dan empat khalifah
penggantinya yang diberi petunjuk. Konsekwensinya, dimensi
relijiusitas, spiritualitas, hukum, dan militer menjadi terpisah dengan
figur dan institusinya masing-masing yang memiliki orotitas
terpisah.5 Ini yang kemudian terjadinya klaim dalam tubuh umat
Islam terkait dengan siapakah yang paling berhak untuk berbicara
mewakili Islam? Siapakah yang paling dapat mentafsirkan Al Quran
dan Hadist? Kepada siapa umat Islam merujuk untuk mendapatkan
petunjuk dan bimbingan?
Dalam konteks sejarahnya kemudian, Islam terpecah belah
dalam beberapa aliran baik aliran kalam, hukum, maupun politik
yang masing-masing mengklaim berhak untuk berbicara dan
mewakili atas nama Islam. Namun dalam batas tertentu pemiliki
otoritas keagamaan pasca wafatnya Rasulullah adalah ulama yang
memiliki kemampuan untuk menafsirkan al Quran dan menjelaskan
hadist-hadist yang bersumber dari Rasulullah. Kemampuan ini
merupakan modal utama dalam konteks kepemilikan otoritas
keagamaan.

Otoritas Keagamaan Islam di Banten Hingga Abad ke-19


Banten merupakan salah satu wilayah di Nusantara yang
memiliki reputasi sebagai wilayah Muslim yang umatnya lebih taat

5
Hamid Dabashi, Authority in Islam: From the Rise of Muhammad to the
Establishment of the Umayyad, (New Jersey: Transaction Publisher,
1989), h. 4.

31
dalam menjalankan ibadah jika dibandingkan dengan Muslim di
daerah lainnya.6 Kesultanan Banten didirikan oleh Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan putranya, Hasanuddin yang
berhasil mengalahkan kerajaan Sunda yang berpusat di Banten
Girang. Pusat kesultanan Banten kemudian dipindahkan ke pesisir
utara Banten pada tanggal 1 Muharram 933 Hijriyah bertepatan
dengan 8 Oktober 1526.7 Melalui kekuatan politik dan pada batas
tertentu militer, sultan-sultan Banten dan aparat pemerintahannya
diduga aktif dalam melakukan dakwah sehingga dapat dengan sukses
mengkonversi keyakinan sebagian besar masyarakat Banten baik
penduduk asli yang tinggal di pedalaman Banten maupun pendatang
yang datang dari berbagai wilayah di Jawa untuk bekerja sebagai
penggarap lahan pertanian dan perkebunan. Mereka yang awalnya
beragama Hindu atau Budha kemudian menjadi penganut Islam yang
taat.
Pada awal periode kesultanan Banten, posisi otoritas
keagamaan dan politik terkonsentrasi pada tangan pendiri kesultanan
Banten yaitu Syarif Hidayatullah dan Hasanuddin. Pada batas ini
nampak bahwa pendiri kesultanan Banten merupakan pemilik
otoritas keagamaan sekaligus politik yang kuat dimana mereka
berperan sebagai penafsir teks Al Quran dan hadist yang
diejawantahkan dalam kegiatan dakwah dan pengajaran agama
hingga pencarian ilmu keislaman. Pada sisi lain, mereka juga
merupakan pemegang otoritas politik karena kekuasaan berada

6
Martin Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-Tradisi
Islam di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h. 246.
7
Nina Lubis, etal., Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan Peradaban,
(Serang: Badan Perpustakan dan Arsip Daerah Provinsi Banten,
2014), h. 40.

32
dalam genggaman sehingga memudahkan untuk mengatur dan
mengambil kebijakan dalam menjalankan urusan kenegaraan
sekaligus keagamaan.
Meskipun demikian konsentrasi otoritas keagamaan dan
politik dalam satu genggaman ini tidak berlangsung lama.Hal ini
ditandai dengan mulai adanya guru-guru agama yang mengajarkan
ilmu keislaman kepada para sultan-sultan Banten berikutnya yang
memang dikenal gemar mencari dan mendalami ilmu agama. Wajar
jika kemudian mereka memiliki gelar maulana bagi pendiri dan tiga
sultan pertama kesultanan Banten yaitu Maulana Mahdum atau sunan
Gunung Jati, Maulana Hasanuddian, Maulana Yusuf, dan Maulana
Muhammad.8 Pemberian gelar maulana menurut Bruinessen
diberikan kepada seseorang yang memiliki pengetahuan agama yang
luas atau ulama sufi.9
Pemisahan antara otoritas keagamaan dan politik nampaknya
semakin jelas terjadi pada masa penguasa Banten pertama yang
bergelar sultan yaitu Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir
yang meninggal pada tahun 1651.10 Hal ini ditandai dengan adanya
permintaan sultan Abul Mufakhir dan anaknya Abul Ma’ali Ahmad
yang mengirimkan utusan kepada Syarif Besar di Mekah untuk
mengirimkan seorang ahli hukum Islam (syariah) yang
berpengetahuan luas untuk memberikan pemahaman keagamaan di
kesultanan Banten meskipun permintaan ini tidak dapat dipenuhi.11
Dalam konteks sejarah Banten, pemegang otoritas keagamaan yang
tadinya berada dalam genggaman seorang sultan pada batas tertentu

8
Martin Bruinessen, h. 249.
9
Ibid
10
Martin van Bruinessen, h. 250. Lihat juga, Nina Lubis, hal. 60.
11 Martin van Bruinessen, h. 250-251.

33
mulai dipindahkan kepada seorang qadhi yaitu seorang hakim atau
syaikh tertinggi dimana perannya mengalami dinamika sepanjang
sejarah Banten.12 Istilah qadhi sendiri kemudian dijawakan sehingga
lafalnya menjadi Kali/Ki/Kyai dimana dalam konteks kesultanan
Banten, qadhi ini mendapat gelar Kyai Pakih Najmuddin.
Dalam konteks keagamaan, qadhi kesultanan Banten
memiliki peran yang penting karena dialah yang menjadi pemutus
perkara-perkara yang terkait dengan perkawinan, perceraian, waris,
dan pemeliharaan anak.13 Sedangkan urusan pembunuhan atau
pidana berat nampaknya diserahkan kepada sultan atau mangkubumi
dan karena Banten telah dijajah oleh Belanda sejak tahun 1682 maka
Belanda melarang penerapan hukum pidana Islam seperti qisas dan
had14 walaupun aturan tentang qisas dan had terdapat dalam kitab
Undang-Undang Pidana kesultanan Banten.15 Qadhi memiliki peran
yang besar dalam perpolitikan dalam negeri kesultanan Banten. Pada
saat kematian Maulana Yusuf di tahun 1580 misalnya, qadhi
memainkan peran penting dalam memilih pengganti Maulana Yusuf
yaitu anaknya yang masih berusia 9 tahun bernama Maulana
Muhammad (1580-1596). Peristiwa ini berulang ketika Maulana
Muhammad meninggal dalam pertempuran untuk menguasai
Palembang yang kemudian qadhi melantik pangeran Abdul Qadir

12
Martin van Bruinessen, h. 252.
13
Ayang Utriza Yakin, The Register of Qadi Court: “Kiyahi Pekih
Najmuddin” of Sultanate of Banten, 1754-1756, Studia Islamica,
Vol. 22, No. 3, 2015, h.1-60.
14
Ibid
15
Dinar Boontharm, The Sultanate of Banten1750-1808: A Social and
Cultural History, Dissertation, University of Hull, 2003, h. 261-262.

34
yang masih belia untuk menggantikan posisi ayahnya dan menjadi
pengajar sekaligus penasehat sultan yang paling diandalkan.16
Melalui otoritas keagamaan yang dimiliki, qadhi memiliki
pengaruh yang luas tidak hanya sebatas pada kalangan istana namun
juga meluas di kalangan rakyat Banten. Dapat diduga bahwa qadhi
tidak hanya mengajari ilmu agama kepada anggota keluarga
kesultanan namun juga kepada para abdi istana dan rakyat Banten
sehingga proses islamisasi menjadi lebih cepat. Qadhi memiliki kaki
tangan yang bernama pengulu (petugas keagamaan yang mengawasi
pengurus masjid, perkawinan dan perceraian, dan hakim di tingkat
daerah dan kampung). Selain itu Qadhi juga memiliki staf lain yang
membantunya yaitukarta, jaksa, and paliwara.17 Mereka adalah
aparat pemerintah kesultanan Banten yang bertugas sebagai
perwakilan qadhi di tingkat kampung.18
Meskipun para staf qadhi ini belum diketahui kapasitas dan
latar belakang pendidikannya namun dapat diduga bahwa mereka
memiliki pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang cukup
memadai sehingga qadhi mempercayakan sebagian otoritas
keagamaan khususnya dalam penyelesaian masalah hukum keluarga
Islam di tingkat kampung kepada mereka. Menurut Utriza, qadhi
memiliki beberapa peran yaitu sebagai hakim, penengah, mediator,
notaris, penjaga, panitera, tempat kepercayaan warga untuk
menitipkan hartanya, sekaligus tempat memutuskan perkara jika ada

16
Martin van Bruinessen, h. 253. Lihat juga Dinar Boontharm, h.
259.
17
Ibid
18
Ibid

35
yang tidak puas dengan keputusan penghulu yang bertugas pada
level di bawahnya.19
Jabatan qadhi yang bergelar Pakih Najmuddin di kesultanan
Banten tetap bertahan pada puncak hieraki kekuasaan hingga awal
abad ke-19 dimana Pakih Najmuddin memiliki wewenang untuk
mengangkat dan memecat pejabat yang menangani permasalahan
agama yaitu penghulu dan amil(petugas untuk mengurusi zakat).
Posisi ini bertahan hingga tahun 1868 atau 36 tahun sejak kesultanan
Banten dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1832.20 Otoritas
keagamaan kyai Pakih Najmuddin kemudian diwariskan kepada staf
qadhi khususnya penghulu yang kemudian menjadi bagian dalam
sistem birokrasi pemerintah kolonial Belanda dan pejabat yang
khusus mengurusi permasalahan keagamaan.
Selain penghulu dan staf qadhi lainnya, otoritas keagamaan
di Kesultanan Banten juga dimiliki oleh para guru agama yang
berpusat di Kasunyatan yang merupakan pusat penting ilmu
pengetahuan dan pendidikan agama kesultanan Banten yang dimulai
sejak era kepemimpinan Maulana Muhammad.21 Guru-guru agama
ini datang dari berbagai tempat di Nusantara dan manca negara
karena kesultanan Banten pada puncak kejayaannya dikenal sebagai
pusat perekonomian tersibuk sekaligus sebagai pusat ilmu
pengetahuan keagamaan di Nusantara sehingga menarik para ulama
untuk bermukim di wilayah ini. Tidak jarang terjadi perbedaan
pendapat terkait dengan permasalahan keagamaan. Misalnya, qadhi
pada tahun 1780 meletakkan jabatannya karena Sultan Abul
Mufakhir Muhammad Aliyuddin (1777-1802) terpengaruh oleh

19
Ibid
20
Martin van Bruinessen, h. 257.
21
Ibid

36
ajaran ulama asing yang menggunakan teknik baru dalam penentuan
awal dan akhir bulan Ramadhan.22
Otoritas keagamaan juga dimiliki oleh para kyai independen,
yang pada awal abad ke-19 atau setelah dihapusnya kesultanan
Banten oleh Inggris pada tahun 1813, mulai secara massif membuka
pesantren untuk memberi pelajaran agama kepada generasi muda
Banten.23 Kemungkinan besar, para kyai independen ini muncul
akibat dihapuskannya kesultanan Banten dan kyai Pakih Najmuddin.
Sehingga rakyat Banten kemudian mencari otoritas keagamaan yang
dapat langsung mereka mintakan nasihat-nasihatnya tanpa melalui
birokrasi. Bisa jadi sebagian rakyat Banten enggan untuk merujuk
ilmu agama dari penghulu dan membayar zakat kepada penghulu
karena mereka dianggap sebagai bagian dari pemerintah kolonial
Belanda.

Kesimpulan
Otoritas keagamaan (religious authority) di Banten telah
terbentuk hingga abad ke-19. Terdapat beberapa bentuk otoritas
keagamaan yang ada di Banten hingga abad ke-19. Pertama, qadhi
yang merupakan rujukan utama terkait dengan persoalan keagamaan
karena kemampuannya dalam memahami dan menginterpretasikan
teks keagamaan. Selain itu qadhi juga memiliki staf-staf yang juga
memiliki pemahaman keagamaan yang baik yang dapat menjadi
rujukan bagi masyarakat kesultanan Banten. Mereka adalah
penghulu, karta, jaksa, and paliwara. Selain itu, otoritas keagamaan
di kesultanan Banten juga dimiliki oleh para kyai yang muncul
secara massif pada awal abad ke-19 yang dipicu oleh penghapusan

22
Martin Bruinessen, h. 260.
23
Ibid

37
kesultanan Banten oleh Inggris dan penghapusan Kyai Pakih
Najmudin dari sistem birokrasi pemerintahan Kolonial Belanda.
Melalui otoritas keagamaan yang dimiliki, mereka membentuk
pemahaman keagamaan masyarakat Banten melalui pengajaran dan
nasihat-nasihat keagamaan yang mereka berikan kepada masyakat
Banten.

Referensi

Boontharm, Dinar, The Sultanate of Banten1750-1808: A Social and


Cultural History, Dissertation, University of Hull, 2003.
Bruinessen, Martin Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-
Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999).
Crone, Patricia dan Martin Hind, The God’s Caliph: Religious
Authority in the First Century of Islam, (Cambridge:
Cambridge University Press, 2003).
Dabashi, Hamid, Authority in Islam: From the Rise of Muhammad to
the Establishment of the Umayyad, (New Jersey: Transaction
Publisher, 1989).
Kaptein,Nico J. G., The Voice of the Ulama: Fatwas and Religious
Authority in Indonesia, Archives de sciences sociales des
religions, 49e Année, No. 125, Authorités Religieusesen Islam
(Jan. - Mar., 2004).
Kramer, Gudrun dan Sabine Schmidtke, Speaking for Islam:
Religious Authorities in Muslim Societies (Leiden: Brill,
2006).
Lubis, Nina etal., Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan
Peradaban, (Serang: Badan Perpustakan dan Arsip Daerah
Provinsi Banten, 2014).

38
Yakin, Ayang Utriza, The Register of Qadi Court: “Kiyahi Pekih
Najmuddin” of Sultanate of Banten, 1754-1756, Studia
Islamica, Vol. 22, No. 3, 2015.

39
Tentang Penulis

Rohman, dilahirkan di Kampung Ciceri Jaya,


Kota Serang pada tanggal 30 Mei 1981.
Setelah menamatkan jenjang pendidikan
menengah di SMUN 1 Serang, sempat
bekerja di PT LOC sebagai analis Quality
Control selama 8 tahun. Sambil bekerja di
perusahaan tersebut, penulis melanjutkan
studi S-1 di kampus IAIN SMH Banten mulai
2002 hingga 2006. Setelah itu, berkesempatan untuk melanjutkan
studi S-2 di Leiden University, Belanda melalui program beasiswa
yang disponsori Kementrian Luar Negeri Belanda dengan nama
program The Indonesian Young Leader. Menjadi tenaga pengajar di
almamaternya sejak lulus S-2 pada tahun 2012 dan saat ini sedang
melanjutkan studi S-3nya di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Beberapa negara yang telah dikunjungi dalam
pengembaraan akademiknya adalah Belanda, Jerman, Belgia,
Perancis, Spanyol, Turki, dan Australia.

40
KH. TB. A. SOCHARI CHATIB (1920-2003):
TOKOH PENDIRI PROVINSI BANTEN 1963-1967

Oleh: Mufti Ali


Pengurus ICMI Orwil Banten dan Peneliti Sejarah dan Kebudayaan
Banten, Sultan Abul Mafakhir Institut (SAMI)

W acana dan gerakan pembentukan provinsi Banten bukan


ide dan praksis yang muncul masa reformasi 1997-2000
melainkan sudah ada sejak masa Tb. KH. Achmad Chatib
menjadi residen Banten tahun 1945-1949.Tokoh Ulama yang aktivis
dan entrepreneur ini pernah mengajukan protes halus kepada
Presiden Soekarno mengapa Banten tidak diberikan status daerah
istimewa seperti halnya Aceh dan Yogyakarta. Meskipun usulan dan
idenya ditolak Presiden, ia tidak putus asa. Perjuangannya
diwujudkan dengan mendirikan Panitia Pembangunan Banten pada 8
september 1946. Dipimpin langsung oleh Kh. Achmad Chatib,
panitia ini bertugas membersihkan, memperbaiki, dan memelihara
bangunan dan kawasan Banten Lama.
Ide dan gagasannya untuk mendirikan provinsi Banten tidak
padam dan dilanjutkan saat Achmad Chatib menjadi pengurus sentral
PSII dan menjadi anggota DPRGR 1962-1963. Ketika residen yang
ulama ini menjadi anggota DPRGR tahun 1961-1963 dari Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII), ia berjuang untuk mewujudkan ide
dan wacana lamanya itu dengan membentuk Panitia Pembentukan
Provinsi Banten.
Salah seorang pendukung utama ide dan gerakan perjuangan
mendirikan provinsi Banten ini adalah putera KH. Tb. Achmad

41
Chatib sendiri, KH. Tb. Sochari Chatib. Begitu diangkat Presiden
menjadi DPRGR tahun 1963-1967, ia berjuang mencari dukungan
dari berbagai partai untuk mewujudkan ide dan gagasan pendirian
Provinsi Banten ini.
Dengan kharismanya sebagai ketua MUB (Majelis Ulama
Banten) dan aktivis, ia kumpulkan kekuatan masyarakat Banten di
luar parlemen. Sebagai anggota DPRGR 1963-1967, ia berjuang
mengumpulkan dukungan dari sejumlah anggota parlemen tersebut.
Panitia penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi
Banten pun mulai dibentuk. Tanggal 26 Maret 1964, RUU ini dibawa
ke sidang paripurna DPRGR. Namun perjuangannya belum
membuahkan hasil, ganjalannya adalah PKI.
Biografi
Lahir di Caringin pada 17 agustus 1920 dari pasangan Tb. KH.
Achmad Chatib dan Ratu Hasanah. Di usianya yang ke-6, ia
ditinggal bapaknya, KH. Tb. Achmad Chatib, yang dipenjara
Belanda di Cipinang selama 1 tahun dan dibuang ke Boven Digoel
tahun 1927-1942. Sochari kecil dengan demikian diurus kakeknya,
Syeikh Asnawi Caringin. Ketika Syeikh Asnawi menjalani hukuman
tahanan rumah di Batavia dan Cianjur 1927-1934, Sochari kecil turut
serta bersama kakeknya tinggal di sana selama 7 tahun. Sochari
disekolahkan oleh Syeikh Asnawi di Muawanah Ikhwan School
(MIS) kota Cianjur. Di sekolah ini, bakatnya dalam ilmu sejarah,
ilmu bumi dan bahasa sangat menonjol, sehingga diberikan
kesempatan akselerasi.
Setelah kakeknya dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke
Caringin, Sochari kecil turut kembali dan kemudian belajar di
Madrasah Masyariqul Anwar sampai lulus. Di usianya yang baru
menginjak 15 tahun, ia diangkat menjadi guru di Madrasah

42
Masyariqul Anwar. Setelah Syeikh Asnawi wafat pada juni 1937, ia
melanjutkan sekolah di Madrasah tertua dan sekaligus termodern saat
itu di Hindia Belanda, Madrasah Jamiatul Khair di Tanah Abang.
Sore harinya ia sering mengikuti kursus-kursus politik yang diadakan
oleh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Setelah selesai kursus, ia
aktif sebagai anggota PSII. Oleh kawan-kawannya, ia dijuluki
dengan siasi kabir (ahli strategi ulung). Setelah lulus, ia diangkat
oleh Pimpinan Jamiatul Khair menjadi guru SMI Jamiatul Khair
cabang Ciamis. Setelah menikah, ia pindah ke Serang dan memimpin
PSII cabang Serang, bahu membahu membesarkan organisasi
dakwah dan politik partai ini bersama dengan kakak iparnya, Ayip
Zuchri.
Membantu Rakyat Saat Zaman Jepang 1942-1945
Di samping piawai dalam ilmu agama dan politik, Sochari
Khatib juga seorang ulama muda yang berjiwa entrepreuneur sosial.
Untuk mengatasi kelangkaan bahan pangan, kemiskinan dan
kesengsaraan mayarakat akibat penjajahan Jepang 1942-1945,
Sochari Chatibbersama ayahnya, KH Tb. Achmad Chatib mendirikan
PUPERA (Pusat Perniagaan Rakyat). Dalam struktur organisasi
PUPERA, KH. Sochari Chatib berperan sebagai komisaris. Tujuan
PUPERA antara lain adalah menghimpun kekayaan rakyat untuk
ditukarkan dengan kebutuhan-kebutuhan rakyat. Dalam menjalankan
perusahaan yang baru didirikannya ini, ia sangat sungguh-sungguh.
Ia pernah membawa satuperahu besar berisikan hasil bumi rakyat ke
Jakarta dan pulangnya naik sepeda. Selain dari pada itu banyak pula
dilakukan hubungan-hubungan dengan perusahaan-perusahaan di
seluruh daerahBanten. Pada saat kelangkaan produk sabun, ia
menjalankan usaha membuat sabun dari minyak kelapa, yang
produksinya terus meningkat berkat kegigihannya.

43
Pada januari 1944, Suchari Chatib membuka cabang PUPERA
di Rangkas Bitung untuk menjual minyak kelapa dan emping. Enam
bulan kemudian PUPERA bangkrut karena tekanan dan monopoli
pihak Jepang dengan menggunakan kekuasaan terhadap
perekonomian rakyat. PUPERA tidak bisa bergerak lagi sebab
semua hasil bumi dan minyak ditangani oleh kaki tangan Jepang.
Masa Revolusi Sosial 1945-1949
Pada masa kemerdekaan, Sochari Chatib aktif di KNID
(DPRD sekarang). Di samping itu ia juga aktif sebagai sekretaris
Masyumi dan komandan hizbullah Pandeglang. Sejak 1 Maret 1947
ia dipercaya memimpin Radio Perjuangan Banten dengan tugas
memberikan penerangan kepada masyarakat tentang program
pemerintah RI residensi Banten dan menjembatani komunikasi
antara pemerintah residensi Banten dengan pemerintah pusat di
Yogyakarta.
Pasca Revolusi Sosial 1950-1960
Setelah masa revolusi sosial sudah lewat, Sochari Chatib
dipercaya untuk mengurus Majelis Ulama Pusat Daerah Banten,
sebuah organisasi alim ulama yang didirikan tanggal 18 januari 1946
oleh KH. Tb. Achmad Chatib. Majelis Ulama ini terdiri dari 40
ulama se Banten yang berperan sebagai dewan penasehat residen
Banten. Setelah Achmad Chatib hijrah ke Jakarta, sebagai pengurus
sentral PSII, jabatan ini diserahkan kepada Sochari Chatib. Tugas
lainnya yang diemban oleh Sochari Chatib pasca perpindahan
ayahnya ke Jakarta adalah mengurus Perusahaan Alim Ulama
(PAU).

44
Turut Mendirikan Provinsi Banten 1963-1967
Sochari Chatib, Ayip Zuchri, dan didukung oleh Gogo
Sandjadiredja serta tokoh pemuda lainnya, kembali mengajukan
usulan pada tahun 1963 kepada pemerintah pusat agar Banten
mendapatkan hak otonomi daerah. Pada momen halal bil halal
masyarakat Banten di pendopo kabupaten Serang, gagasan
mendirikan Provinsi Banten kembali dicetuskan. Maka kemudian
Panitia Pembentukan Provinsi Banten dibuat. Gogo Sandjadirdja
sebagai bupati Serang ketika itu didaulat sebagai ketuanya. Ayip
Dzuhri, menantu Achmad Chatib, bertindak sebagai wakil ketua,
sementara Sochari Chatib, wakil dari PSII, ditunjuk menjadi anggota.
Dalam kepanitiaan ini juga duduk perwakilan dari PNI, Entol
Mansur, dari PKI diwakili Sukra dan M. Sanusi dari PSII serta Toha
perwakilan DPR GR Kab. Serang.
RUU Provinsi Banten Batal disahkan karena Isu PKI
Usaha Sochari Chatib, Gogo Sandjadiredja, Ayip Zuchri dkk
untuk mendirikan provinsi Banten mengalami kegagalan karena
fitnah bahwa upaya tersebut ditunggangi kepentingan PKI.Aidit,
katanya, menaruh harapan besar dapat memanfaatkan aspirasi rakyat
Bantenuntuk pendirian provinsi agar PKI memperoleh dukungan dan
simpatisan dari sana. Ketika G-30 S/PKI meletus pemerintah pusat
mendesak panitia untuk sementara waktu tidak aktif. Apalagi
didapati beberapa anggota panitia merupakan unsur PKI (seperti
Sukra dan E. Mansur). Tentu saja kerja panitia pun mendapat
perhatian khusus pemerintah pusat.
Ketika Soeharto mengambil alih kekuasaan dalam suasana
genting, ia mengeluarkan intruksi agar panitia ini tidak bergerak
untuk sementara waktu sampai situasinya benar-benar
memungkinkan. Pemerintah pusat masih tetap khawatir panitia

45
ditunggangi oleh sisa-sisa PKI yang belum diamankan. Berbagai
pendekatan persuasif pun dilakukan pemerintah kepada masyarakat
Banten, khususnya melalui usaha pembangunan daerah yang
dipimpin langsung oleh Korem Maulana Yusuf. Pembangunan
gedung Universitas Mualana Yusuf, taman wisata Batu Kuwung,
dan Danau Tasik Kardi adalah beberapa hasil yang dikaryakan
melalui program TNI berbakti.
Untuk menjawab keresahan pemerintah pusat yang
mengindikasikan bahwa gerakan pendirian provinsi ditunggangi PKI,
Sochari Chatib sebagai anggota DPR-GR dari Banten pada tanggal 5
Juli 1967 menyatakan bahwa pembentukan provinsi Banten adalah
murni dari keinginan yang terdalam dari masyarakat Banten dan
tidak ada kaitannya dengan komunisme dan PKI. Penolakan pusat
atas usulan pendirian Provinsi Banten dengan isu PKI benar-benar
menyinggung perasaan masyarakatBanten.
“Masyarakat Banten merasa prihatin dan protes apabila ada
yang mengatakan, bahwa ide perjuangan Banten jadi Provinsi pada
tahun 1963 itu idenya PKI, sehingga dikhawatirkan dengan penilaian
itulah Provinsi Banten belum disetujui oleh Pemerintahan Pusat.”
Kemudian lebih lanjut KH.Tb. Suchari Chatib menjelaskan di
hadapan Panglima ABRI, Feisal Tanjung, bahwa adalah fitnah jika
usulan pembentukan Provinsi Banten merupakan usulan dari PKI.
Untuk menghilangkan kesan fitnah itulah KH.Tb. Suchari Chatib
menceritakan duduk persoalannya. Menurut Sochari Chatib pada saat
itu, hanya PKI yang pada tangal 26 Maret 1964 menolak RUU
Provinsi Banten. Tetapi, menjelang Gestapu, PKI di Serang telah
memasang papan nama CDB PKI Banten. Menurut pengetahuan
umum saat itu, CDB itu struktur pengurus PKI setingkat provinsi.
Ide Banten jadi provinsi itu, menurut Sochari Chatib, timbul
dari beberapa pertimbangan yang antara lain bahwa Banten memiliki

46
kekayaan alam yang subur cukup bila telahdi gali untuk membiayai
pemerintahannya sendiri. Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudera
Indonesia dengan segala isinya bisa digali dan dimanfaatkan untuk
pembangunan. Demikian pula tanah yang subur, yang penuh dengan
kandungan mineral, sebagai sumber pendapatan Provinsi. Sebagai
contoh, sekalipun baru ada penggalian tambang emas di Cikotok
Lebak, Banten mampu saat revolusi 1945 membiayai dan
mempertahankan daerahnya, karena hubungan dengan Pemerintahan
Pusat Republik Indonesia di Jogjakarta saat itu agak terputus karena
Agresi Militer Belanda.
Selain daripada itu di Banten telah didirikan Pabrik Baja
tingkat internasional yang sekarang menjadi PT. Krakatau Steel
dengan segala anak perusahaanya, yang hasilnya mencukupi
kebutuhan nasional. Bermacam-macam perusahaan kini semakin
bertambah, sepanjang jalan Tol Tangerang-Merak telah semarak
pabrik-pabrik yang bahan bakunya diambil dari daerah sendiri,
demikian pula kini telah berfungsi pabrik minyak kelapa sawit,
dpabrik-pabrik karet di Lebak, dan bahkan meluas ke Kabupaten
Pandeglang.
Penduduk Keresidenan Banten yang semakin bertambah, perlu
terus ditingkatkan keterampilannya sebagai seumber daya manusia
untuk mempercepat pembangunan disegala bidang. Objek dan jalan
pariwisata sepanjang pesisir Selat Sunda sampai Pelabuhan Ratu,
apabila telah dibangun, akan lebih menguntungkan bagi
pembangunan daerah, sehingga para turis akan lebih tertarik sebagai
pusat wisata, ditambah lagi bila dihubungkan dengan sejarah
meletusnya Gunung Krakatau tahu 1883.
Sepanjang pesisir Teluk Banten bisa dijadikan pelabuhan-
pelabuhan Samudera, terutama Pelabuhan Merak, Cigading dana
Karangantu, yang pada zamannya dahulu telah dijadikan Bandar

47
pelabuhan yang menghubungkan Banten dengan dunia internasional.
Demikian pula Lapangan Udara Gorda bisa dibangun untuk
Lapangan Udara Nasional. Tidak lepas dari pertimbangan keamanan,
bahwa Banten berbatasan langsung dengan dunia internasional,
melalui Samudera Indonesia-Samudera Hindia, untuk menjaga
beberapa kemungkinanbahaya subversif dari dunia luar, penjagaan
pantai perlu ditingkatkan. Pulau Panaitan yang masih belum ada
penghuninya kiranya perlu dijadikan kekuatan pertahanan.
Pertimbangan lainya, menurut Sochari Chatib, bahwa Banten cukup
jauh dengan Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat dan harus
melewati Jakarta. Demikian butir-butir pemikiran salah seorang
tokoh pendiri Provinsi Banten tahun 1963-1967 ini dapat penulis
sarikan dari catatan hariannya. [*]

Tentang Penulis

Mufti Ali, yang lahir di Cikeusal, Serang-


Banten 7 agustus 1972, adalah staff pengajar
di Fakultas Usuludin dan Adab, Universitas
Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana
Hasanuddin Banten. Alumni Universitas
Leiden yang menempuh pendidikan tingkat
strata 2 dan 3 antara tahun 1998-2008 ini
pernah memimpin Laboratorium Bantenologi
2007-2015 dan LP2M UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten. Kini ia tinggal bersama keluarganya di Karang
Tanjung Pandeglang. Email yang dapat dihubungi:
muftiali.ali@gmail.com. No.hp. 087773535900.

48
MENILIK SEJARAH, MEMBANGUN
JALAN INTELEKTUALISME ISLAM
BANTEN KEKINIAN

Oleh: Nurdin Sibaweh

Pendahuluan

B
anten tidak hanya sekadar nama provinsi dalam struktur
pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi, menilik dari
perjalanan sejarahnya, Banten merupakan suatu entitas
budaya dan peradaban dengan wilayah yang memiliki ragam potensi
dan identitas budaya serta keunggulannya. Apabila merujuk sepuluh
Objek Pemajuan Kebudayaan yang tercantum dalam Pasal 5 UU
No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, yaitu tradisi lisan,
manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi
tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga
tradisional, hampir dipastikan bahwa secara umum dari sepuluh
objek pemajuan kebudayaan tersebut ada dan dimiliki oleh Banten.
Buku-buku tentang sejarah dan kebudayaan yang ditulis para
sejarawan dan budayawan telah banyak menjelaskan mengenai
adanya 10 objek pemajuan kebudayaan tersebut di Banten. Meskipun
tentu saja, sepuluh objek pemajuan kebudayaan tersebut masih perlu
untuk diterus dilakukan penelitian.
Mengenai Banten, dari sisi nama dan citranya, menurut
Claude Guillot (Guillot, 2011:363), Banten atau Bantam telah
dikenal di Eropa, khususnya dalam kesusastraan Inggris, Perancis
dan Belanda pada abad ke-17. Guillot menyebut bahwa reputasi
Banten santer di Eropa karena dianggap sebagai pelabuhan utama

49
Nusantara atau ibu kota Pulau Jawa. Guillot menulis bahwa menurut
para sastrawan Eropa itu, Banten merupakan kesultanan makmur
khas wilayah laut-laut Selatan yang mampu merangsang imajinasi.
Beberapa kalangan sastrawan atau seniman Eropa yang disebutkan
Guillot (Guillot, 2011: 386-392) antara lain Ben Jonson (1572-1637)
seorang penulis sandiwara Inggris termasyhur dalam The Alchemist-
nya, Aphra Behn seorang penulis teater dalam cerpen The Court of
the King of Bantam-nya, William Congreve (1670-1729) seorang
penulis komedi dalam Love for love-nya, Abbe Jean-Paul Bignon
(1662-1743) seorang penulis buku dalam Les avantures d’Abdalla-
nya, Madeleine de Gomez seorang penulis cerpen dalam La princese
de Java-nya, Onno Zwier van Haren (1713-1779) seorang Sastrawan
dalam Agon, Sulthan van Bantam-nya, dan Johan Hendrik van Balen
(1850-1920) seorang Sastrawan dalam De page van de sultane;
historisch verhaal van den oorlogmet Bantam in 1682-nya.
Popularitas Banten yang disebut Guillot telah santer disebut
dalam kesusastraan Eropa pada abad ke-17 menunjukkan bahwa
Banten telah memiliki nama besar sekaligus menunjukkan bahwa
Banten telah memiliki entitas budaya dan peradabannya tersendiri
sehingga mampu memikat para sastrawan Eropa. Meskipun diakui
Guillot, bahwa penyebutan Banten atau Bantam dalam beberapa
karya sastra di atas disebutkan hanya selintas atau hanya beberapa
kali saja. Namun hal itu sudah cukup menunjukkan ketenaran dan
eksistensi Banten dalam peta kewilayahan di dunia.
Apakah Banten baru dikenal atau populer pada abad ke-17?,
dalam buku Sejarah Banten, Membangun Tradisi dan Peradaban,
yang diterbitkan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi
Banten, dikemukakan bahwa jauh sebelum abad ke-17, yaitu sekitar
tahun 1421 M berdasarkan sumber asing, nama Banten telah dikenal
dan disebut-sebut sebagai rute pelayaran (Lubis dkk, 2014:37).

50
Dijelaskan juga berdasarkan sumber asing (Lubis dkk, 2014:37)
bahwa dalam laporan perjalanan Tomi Pires (1513) seorang
penjelajah ternama, Banten digambarkan sebagai sebuah kota
pelabuhan yang ramai dan berada di kawasan Kerajaan Sunda,
sehingga kesaksian Tomi Pires ini dapat dijadikan petunjuk bahwa
bandar Banten sudah berperan sebelum berdirinya Kesultanan
Banten (1526). Oleh Karena itu, dapat diduga bahwa Banten telah
berdiri sekurang-kurangnya pada pertengahan abad kesepuluh atau
bahkan abad ke-7. Bahkan Banten yang berada di jalur perdagangan
internasional, diduga kuat telah memiliki hubungan dengan dunia
luar sejak awal abad Masehi, dimana kemungkinan pada abad ke-7
itu Banten sudah menjadi pelabuhan yang dikunjungi para saudagar
dari luar (Lubis dkk, 2014:37). Sampai disini, apabila melihat
sejarahnya, kebesaran nama Banten tidak dapat diragukan lagi, tentu
dengan segala dinamika perjalanan sejarah, termasuk penulisan
sejarahnya.

Keunggulan Wong Banten


Apabila pada abad ke-7 Banten telah memiliki dan menjadi
pelabuhan yang dikunjungi para saudagar dari luar, dan pada abad
ke-17 telah dikenal dalam kesusastraan di Eropa, maka dalam
perjalanan selanjutnya Banten juga terus menunjukkan kebesaran
dan keunggulannya, khususnya ditunjukkan oleh orang-orang atau
para tokoh Banten sendiri. Banten memiliki para tokoh yang pada
masa tertentu telah mampu menembus batas geografis kenegaraan
dan pemerintahan, baik dari aspek kiprah, peran maupun
kontribusinya. Sebagai contoh, Martin Van Bruinessen dengan
merujuk laporan Snouck Hurgronje menyebutkan bahwa menjelang
akhir abad ke-19, orang-orang Banten merupakan kelompok paling
menonjol di antara orang-orang Asia Tenggara yang menetap di

51
Mekkah, baik sebagai guru maupun murid. Sebagai guru,
kebanyakan terkemuka dalam bidang ilmu agama, seperti Syekh
Nawawi (ulama dan pengarang kitab-kitab terkemuka), Syaikh
Abdul Karim (seorang ulama karismatik dan salah satu guru tarekat
yang sangat berpengaruh), dan H. Marzuki serta Tubagus Ismail
yang saleh dan aktivis. Dimana tokoh-tokoh tersebut semuanya
unggul dibandingkan orang-orang di Asia Tenggara pada zamannya
(Martin, 2015:311). Selain nama-nama tersebut, pada akhir abad
ke-19 itu sangat dimungkinkan ada wong Banten lainnya yang
memiliki keunggulan namun belum terungkap.
Pasca fase tersebut, tokoh-tokoh Banten juga banyak
bermunculan dan hadir sebagai tokoh baik sebagai seorang ulama,
akademisi, birokrat, maupun politisi. Beberapa nama dimaksud
antara lain KH. Achmad Hatib dan KH. Syam’un sebagai ulama,
tokoh pemerintahan dan juga tokoh militer, KH. Abdul Fatah Hasan
yang menjadi anggota BPUPKI, KH. Sadeli Hasan selaku ulama dan
wakil Rakyat Banten yang duduk di Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP), Abuya Dimyati selaku ulama dan tokoh tarekat,
Syafrudin Prawiranegara selaku ahli Ekonomi yang pernah menjadi
Gubernur BI Pertama dan Menteri Keuangan RI serta pernah
menjadi Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia, dan R.
Hoesein Djajadiningrat selaku putra Banten yang meraih sarjana di
luar negeri dengan mendapatkan gelar Doktor Pertama dari
Indonesia.
Belakangan beberapa nama tokoh Banten yang menonjol dan
populer diberbagai bidang antara lain Dorodjatun Kuntotjo Jakti
yang pernah menjadi Menko Perekonomian, Nur Hasan Wirajuda
yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri, Muchtar Mandala sebagai
seorang tokoh perbankkan, Wahab Afif sebagai sosok ulama
Banten, Ronny Nitibaskara seorang akademisi dan ahli kriminologi

52
Universitas Indonesia, Taufiqurrahman Ruki yang pernah menjadi
Ketua KPK, Muhammad Amin Suma seorang akademisi dan ulama
yang pernah menjadi Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Atho’ Mudzhar seorang
Cendekiawan Muslim yang pernah menjadi Rektor UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, dan Ma’ruf Amin seorang ulama dan politisi
yang saat ini menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia, serta
masih banyak tokoh lainya. Penyebutan nama-nama ini hanya
sebagian dan sebagai contoh dengan tidak bermaksud menutup
nama-nama besar tokoh Banten lainnya yang menonjol dan menjadi
tokoh nasional. Bahkan saat ini, banyak tokoh-tokoh muda Banten
yang unggul dan menonjol di bidangnya masing-masing.
Dari deskripsi di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa wong
Banten memiliki keunggulan dan banyak yang menonjol. Oleh
karena itu, menilik sejarahnya, tidak sepatutnya Banten menjadi
daerah yang terbelakang.

Membangun Jalan Intelektualisme Islam Banten


Bagaimana Banten kekinian?, menjelaskan Banten kekinian
banyak hal yang perlu dikemukakan mengingat kondisi saat ini
Banten menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang tentu terkait
dengan berbagai sektor, mulai dari pendidikan, ekonomi, pariwisata,
ekonomi kreatif sampai pertanian. Dari berbagai sektor itu, hal yang
ingin difokuskan dalam tulisan ini adalah mengenai pendidikan yang
dikerucutkan kepada intelektualisme Islam di Banten.
Mengapa intelektualisme Islam di Banten?, fokus ini diambil
setidaknya karena dua hal; pertama, Banten identik dengan Islam.
Hal ini antara lain disampaikan oleh Martin Van Bruinessen yang
menyebutkan bahwa Banten terkenal dengan umat Islamnya yang
lebih sadar diri dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa dan

53
lebih taat dibandingkan dengan orang Jawa lainnya dalam
melaksanakan berbagai kewajiban keagamaan (Martin, 2015:311).
Kedua, saat ini Banten memiliki banyak pondok pesantren dan
perguruan tinggi. Berdasarkan Pangkalan Data Pondok Pesantren
(PDPP) Kementerian Agama RI, Pondok Pesantren yang ada di
Banten berjumlah 4.574 dan menempati urutan terbanyak kedua
setelah Provinsi Jawa Barat (ditpdpontren.kemenag.go.id).
Sementara berdasarkan data BPS (www.bps.go.id), jumlah Perguruan
tinggi Islam di bawah Kemenag RI sebanyak 30, dengan rincian 2
negeri dan 28 swasta. Adapun jumlah perguruan tinggi di bawah
Kemendikbud RI sebanyak 110, dengan rincian 1 negeri dan 109
swasta.
Berdasarkan dua alasan di atas dan mempertimbangkan
perjalanan sejarah panjang Banten, maka dalam konteks kekinian
penulis memandang perlu untuk merumuskan dan membangun
kembali jalan intelektualisme Islam di Banten. Hal ini dikarenakan
intelektualisme Islam di Banten kekinian dipandang tidak
mengalami kemajuan, bahkan bisa dikatakan sebaliknya mengalami
kemunduran. Padahal secara umum, masyarakat Banten menyadari
bahwa khazanah intelektualisme Islam di Banten itu telah ditumbuh-
suburkan oleh para pendahulu, utamanya pada fase Syekh Nawawi di
abad ke-19. Bahkan sebelum itu, yaitu pada abad ke-17, Martin van
Bruinessen (Martin, 2015:324) menyebutkan bahwa Banten
merupakan sebuah pusat ilmu pengetahuan Islam, yaitu pada masa
kejayaan Kesultanan Banten, dimana ulama yang berasal dari
berbagai negara menjadikan Banten sebagai rumah mereka, dan para
ahli agama Islam dari berbagai tempat di Nusantara mengunjungi
Banten untuk memperoleh pengetahuan agama yang lebih dalam.
Senada dengan Martin, Azyumarda Azra mengemukakan
bahwa pada masa penguasa besar terakhir Kesultanan Banten di

54
bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa di abad ke-17,
Kesultanan Banten mencapai masa keemasan. Selain pelabuhan
Banten yang menjadi pusat perdagangan internasional yang penting
di Nusantara, Sultan Ageng Tirtayasa seperti ayahnya juga menaruh
minat khusus pada agama, dan pada masa ini Banten memilik
reputasi sebagai pusat pengetahuan dan keilmuan Islam yang penting
di Nusantara (Azra, 2007: 272-274)
Berangkat dari hal tersebut, maka untuk membangun jalan
intelektualisme Islam di Banten kekinian dapat dilakukan beberapa
langkah sebagai berikut: pertama, ‘memanjakan’ pondok pesantren
di Banten sebagai ‘pabrik’ kiai, ulama atau cendekiawan muslim.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan data BPS saat ini
Banten memiliki 4.574 pondok pesantren. Jumlah yang cukup besar
ini perlu didukung masyarakat, diperhitungkan dan dilakukan
optimalisasi oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya tradisi
intelektualisme Islam. Menurut penulis, diantara indikator
berkembangnya tradisi intelektualisme Islam, yaitu semaraknya
kajian-kajian literatur Islam di Banten dan lahirnya santri atau kader
ummat pembaharu dari pesantren yang memahami dinamika dan
trend pemikiran Islam, serta mampu memberikan solusi atas
permasalahan di masyarakat.
Menurut Dawam Rahardjo, Pesantren memang sumber dan
basis kepemimpinan ulama, dimana seorang ulama pada mulanya
umumnya adalah seorang ustadz. Kalau ia terus mengembangkan
ilmunya dengan belajar sendiri atau belajar kepada yang lebih
pandai, maka ia akan menjadi seorang faqih atau seorang sufi,
kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah keagamaan dan
mengajar itulah yang memberinya kredit, yang pada akhirnya
pengakuan masyarakatlah yang akhirnya mengangkat seseorang

55
menjadi seorang kiai atau ulama (Rahardjo, 1996:195). Panggilan
ulama atau kiai, pada tingkat kemasyarakatan yang berbeda-beda,
lahir dari pengakuan masyarakat dan bukan dari kehendak sendiri
dari ulama atau kiai tersebut. Oleh sebab itu, maka tidak munculnya
ulama-ulama dan kiai-kiai baru dewasa ini, juga karena tidak adanya
legitimasi masyarakat. Dewasa ini cukup banyak orang pintar di
pesantren-pesantren. Tidak sedikit di antara mereka lulusan
pendidikan di Mekkah dan Madinah dan negara-negara yang
dianggap sebagai pusat-pusat Islam. Dahulu, salah satu sumber
legitimasi keulamaan yang amat penting adalah pendidikan mereka
di Mekkah dan Madinah. Sekarang tidak sedikit lulusan pesantren
yang melanjutkan studi mereka di luar negeri. Tetapi, sekalipun
kembali lagi ke pesantren mereka tak kunjung juga di beri gelar
ulama (Rahardjo, 1996:196).
Apa yang disampaikan Dawam Rahardjo di atas, patut
menjadi renungan bagi masyarakat dan kalangan Pesantren di Banten
untuk menegaskan kembali identitas pesantren sebagai pusat dan
laboratorium ilmu-ilmu agama yang melahirkan para kader ummat
yang tidak hanya piawai berceramah akan tetapi juga menulis buku
atau kitab-kitab, layaknya Syekh Nawawi yang telah banyak
mengarang kitab dan menjadi rujukan para pengkaji Islam di dunia.
Selain itu, kader ummat dari pesantren juga harus diterima serta
bermanfaat bagi masyarakat.
Dengan demikian, banyaknya pondok pesantren di Banten
menjadi potensi besar untuk membangun jalan intelektualisme Islam
dan mengembalikan kejayaan Banten sebagai pusat keilmuan Islam
yang penting, setidaknya di Indonesia.
Kedua, optimalisasi perguruan tinggi Islam yang ada di
Banten. Berdasarkan data BPS, sebagaimana telah disebutkan di
atas, jumlah Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di bawah

56
Kemenag RI ada 2 yaitu UIN Syarif Hidayatullah berlokasi di
Ciputat Tangerang Selatan dan UIN Sultan Maulana Hasanuddin
Banten (SMHB) berlokasi di Kota Serang, dan masih ada 28
Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS) yang tersebar di wilayah
Banten. Kedua PTIN tersebut, merupakan perguruan tinggi ternama
yang ada di Banten dan Indonesia yang telah sama-sama
bermetamorfosis dari intitut menjadi universitas. Kedua PTIN
tersebut, bersama 28 PTIS lainnya perlu didorong dan diposisikan
sebagai lokomotif pembangunan intelektualisme Islam Banten yang
tidak hanya melahirkan para sarjana melainkan juga para pembaharu
pemikiran Islam. Setidaknya disetiap perguruan tinggi tersebut
memiliki ekosistem yang baik dalam mempraktekan kajian-kajian
keislaman, baik yang bersumber dari literatur klasik maupun modern,
termasuk mengkaji kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama dari
Banten. Diakui bahwa dari kedua PTIN tersebut, sampai saat ini
telah banyak melahirkan cendekiawan muslim dan pemikir Islam.
Dari UIN Syarif Hidayatullah, sebut saja antara lain Quraish Shihab,
Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Muhammad Amin Suma,
Fahri Ali, dan Bachtiar Effendi. Sementara dari UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten, sebut saja antara lain Tihami dan Fauzul Iman.
Selain nama-nama tersebut, masih terdapat tokoh-tokoh cendekiawan
lainnya.
Dengan adanya 2 PTIN dan 28 PTIS di Banten, serta
didukung juga dengan adanya 110 perguruan tinggi umum, Banten
memiliki sumber daya kelembagaan pendidikan yang mampu
menopang pembangunan intelektualisme Islam di Banten. Hal yang
perlu segera dilakukan adalah sinergi dan kolaborasi untuk
membangun ekosistem intelektualisme Islam dengan mendorong
para akademisi atau cendekiawan di dalamnya untuk terus
memgembangkan tradisi intelektual dalam bentuk kajian-kajian dan

57
melakukan riset-riset keislaman-kebantenan dan mengembangkan
pemikiran Islam yang bercorak kebantenan.
Selain kedua langkah yang telah dijelaskan di atas, hal
penting lain yang dapat dilakukan adalah mendorong
organisasi/lembaga keislaman seperti al-Khairiyah, Mathla’ul
Anwar, NU dan Muhammadiyah Banten, serta ICMI untuk
bersinergi dan fokus terhadap kerja-kerja intelektual, di samping
aktivitas sosial kemasyarakatannya.

Penutup
Banten pernah memiliki fase kejayaan baik dalam
pemerintahan maupun keilmuan atau intelektualisme. Sikap dan
langkah terbaik saat ini, tidak menjadikan kejayaan itu hanya
menjadi catatan atau dokumen sejarah, namun harus menjadi
pembelajaran untuk membangkitkan kembali kejayaan Banten,
setidaknya dalam hal bangkit dan berkembangnya intelektualisme
Islam di Banten. Penulis yakin, banyak masyarakat Banten
merindukan agar Banten menjadi pusat rujukan pemikiran Islam dari
berbagai wilayah di nusantara dan mungkin dunia. Ke depan,
penulis berharap Banten dapat mengambil kembali peran dan posisi
sebagai pusat pengetahuan dan keilmuan Islam di Indonesia, bahkan
setidaknya Asia.

Tangsel, 5 Mei 2020 M/12 Ramadhan 1441 H

58
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi, 2007, Jaringan Ulama Timur Tengah dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar Pembaruan
Islam Indonesia, Jakarta: Kencana.
Bruinessen, Martin Van, 2015. Kitab Kuning, Pesantren dan
Tarekat, Yogyakarta: Gading Publishing
Guillot, Claude, 2011. Banten, Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII,
Jakarta: Gramedia
Nina Lubis, Mufti Ali, Etty Saringendyanti, Miftahul Falah,
Budimansyah Suwardi, 2014. Sejarah Banten, Membangun
Tradisi dan Peradaban, Banten: Badan Perpustakaan dan
Arsip Daerah Provinsi Banten
Rahardjo, M Dawam, 1996. Intelektual inteligensia dan prilaku
politik bangsa, Risalah cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan
https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik, diunduh pada
tanggal 22 April 2020, pukul 6.51
https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1839/jumlah-
perguruan-tinggi-mahasiswa-dan-tenaga-edukatif-negeri-dan-
swasta-di-bawah-kementrian-pendidikan-dan-kebudayaan-
menurut-provinsi-2013-2014-2014-2015.html, diunduh pada
tanggal 22 April 2020, pukul 6.55
https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1840/jumlah-
perguruan-tinggi-1-mahasiswa-dan-tenaga-edukatif-negeri-
dan-swasta-di-bawah-kementrian-agama-menurut-provinsi-
2013-2014---2015-2016.html,diunduh pada tanggal 22 april
2020, pukul 7.22

59
Tentang Penulis

Nurdin Sibaweh, lahir di Cilegon pada


tanggal 19 April 1980, menjalani masa
kecil di Kampung Kaligandu Bujang
Boros-Cilegon, menempuh pendidikan
dasar dan menengah di Cilegon (SD Inpres
Purwakarta I, Madrasah Ibtidaiyah Kubang
Welingi, dan MTs serta MA di Al-
Khairiyah Karang Tengah). Selain
pendidikan formal, penulis juga pernah
mondok di Pesantren Nurul Qomar Karang
Tengah (Sekarang Ponpes Banul Qomar) Cilegon. Gelar sarjana
diperoleh dari Fakultas Ushuluddin UIN Bandung dan Magister dari
Program Pasca Sarjana Kajian Timur dan Islam Universitas
Indonesia (UI).
Aktif diberbagai kegiatan sosial, saat ini menjadi Wakil Ketua
ICMI Orda Tangsel dan Ketua HISSI (Himpunan Ilmuwan dan
Sarjana Syari’ah Indonesia) Tangsel. Saat ini Bekerja sebagai
Tenaga Ahli Komisi X DPR RI.

60
BANTEN DAN TANTANGAN PENDIDIKAN DI
ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Hj. Ade Muslimat


Pengurus ICMI Banten dan Dosen Universitas Serang Raya

P
endidikan dalam arti luas didefinisikan sebagai upaya sadar
dan rencana untuk membagikan kepribadian manusia
seoptimal mungkin. Pendidikan merupakan manifestasi
kehidupan melalui Pendidikan seseorang dipastikan untuk dapat
menghadapi berbagai tantangan kehidupan dan mampu memecahkan
masalah yang dihadapinya. Tujuan utama pendidikan adalah
membangun suatu sistem pendidikan nasional yang lebih baik, lebih
mantap, dan lebih maju dengan mengoptimalkan dan
memberdayakan semua potensi dan partisipasi masyarakat. Sebab
pendidikan merupakan struktur pokok yang memberikan fasilitas
bagi warga masyarakat untuk bisa menentukan barang dan jasa apa
yang diperlukan. Bahkan secara makro, pendidikan menjadi
indikator keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan oleh
keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbarui sektor
pendidikan.
Berbicara mengenai Pendidikan tidak bisa lepas dari Landasan
Hukum yang digunakan, secara Yuridis formal UUD 1945
menyatakan bahwa Pendidikan merupakan hak setiap warga negara
yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya Undang-
Undang Dasar telah menjamin bahwa seluruh anak bangsa apapun
jenis kelaminnya laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa

61
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh
Pendidikan. selain itu, Pendidikan memiliki peranan yang penting
dalam mepersiapakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
Oleh karena itu, Pendidikan pula dikelola baik secara kuantitas
maupun kualitas. Dalam hal kuality Pemerintah terutama Dinas
Pendidikan berusaha untuk memenuhi kebutuhan bangunan sekolah
bagi sekolah yang belum mempunyai gedung sekolah.Sedangkan
dalam hal peningkatan kualitas, selain dengan meningkatkan
profesionalisme tenaga pendidik melalui berbagai program pelatihan
atau seminar, pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun untuk
anak usia sekolah. Program wajib belajar 9 tahun yaitu, 6 tahun
disekolah Dasar atau sederajat dan 3 tahun disekolah Menengah
Pertama atau sederajat
Dunia pendidikan di dalam Provinsi Banten merupakan tempat
yang penuh dengan liku-liku permasalahan yang secara subtansial
bisa dikatakan sebagai cawah candradimuka pemeras waktu, tenaga,
biaya dan pikiran dalam membentuk manusia yang paripurna. Oleh
sebab itu, yang paling inti di dalamnya adalah pola manajemen
pengembangan kelembagaan dan kependidikan yang akan menjadi
barometer keberhasilan pendidikan itu sendiri dalam peningkatan
mutunya.
Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia.
Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat,
namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada
di Kota Serang. Sejak berdirinya Provinsi Banten pada 2000 lalu,
angka rata-rata pendidikan masih belum berbeda jauh saat
pemekaran Banten menjadi provinsi, Dalam konteks pendidikan,
belum ada peningkatan yang signifikan. Padahal berdirinya Provinsi
Banten diharapkan bisa mewujudkan cita-cita seluruh masyarakat

62
Banten terhadap ketimpangan dalam pemerataan pembangunan,
terutama aspek pendidikan. Angka rata-rata pendidikan warga sulit
naik, entah apa penyebabnya. Apakah karena disebabkan fasilitas,
jalan atau SDM-nya?
Problema pendidikan sekaligus tantangan yang dihadapi
Provinsi Banten saat ini, tanpa terkecuali diantaranya adalah: 1)
masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, 2) masih
rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; 3) masih lemahnya
manajemen pendidikan, 4) masih kurang merata jumlah guru yang
berkualitas, di samping belum terwujudnya keunggulan ilmu
pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi dan kemandirian.
Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah
pendidikan tersebut, usaha selanjutnya dalam mengatasi problema
pendidikan yaitu peningkatan kompetensi dan konvensasi pendidik
melalui pelatihan dan sertifikasi para pendidik, pengadaan buku dan
alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen lembaga pendidikan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengubah dunia sebagaimana revolusi generasi pertama melahirkan
sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh
kemunculan mesin. Berikutnya pada revolusi industri generasi kedua
ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik, penemuan ini
memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dan
lain-lain. Kemudian revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan
kemunculan teknologi digital dan internet. Selanjutnya pada revolusi
generasi keempat inilah muncul pola baru yaitu disruptif teknologi.
hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahan-
perusahaan incumbent. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi
industri keempat ini telah banyak menelan korban dengan matinya

63
perusahaan-perusahaan raksasa, kondisi inilah yang biasa disebut-
sebut dengan istilah Revolusi Industri 4.0.
Memasuki era revolusi industri 4.0 khususnya Provinsi Banten
diharuskan mempersiapkan diri dengan maksimal serta menonjolkan
keunikan atau pembeda dan nilai tambah (added value). Dalam
revolusi industry 4.0 terjadi perintegrasian antara sistrem otomasi
dan internet. (menggabungkan teknologi otomatisasi dengan
teknologi cyber). Dengan sistem produksi industri. Tandanya
persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Tidak perlu
susah payah memikirkan bagaimana caranya, sebab hal tersebut
semestinya bisa diasah atau sudah diterapkan dengan program yang
disediakan atau difasilitasi oleh kampus itu sendiri.
Ada beberapa program yang bisa diterapkan didalam kampus
atau lembaga pendidikan, pemerintahan dan perusahaan dalam
menghadapi revolusi industrin 4.0 ini, diantaranya adalah:
1. Program Magang biasa disebut istilah program ‘internship’
mahasiswa, dengan mengikuti program magang, para mahasiswa
bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan kerja setelah lulus
kuliah. Bahkan mahasiswa bisa mendapatkan gambaran nyata
sebagaimana ilmu yang didapatkan dikelas bisa langsung
diaplikasikan didunia kerja. Maka kualitas program magang dari
sebuah kampus sangatlah penting. Pastikan kampus memiliki
program magang diperusahaan bertaraf nasional dan
internasional. Contoh kampus yang sudah tidak diragukan lagi
dengan program ini salah satunya Universitas Bakrie.
2. Penerapan bahasa asing, dimasa kini, kita tidak hanya bekerja
dengan orang yang berkewarganegaraan yang sama dan
berlokasi di negara sendiri. Melainkan juga bekerja sama dengan
negara asing. Untuk itu mahasiswa dan dosen harus bisa
mengasah kemampuannya dalam berbahasa asing. Contoh di

64
Swiss German University di Tangerang, menerapkan
penggunaan bahasa Inggris secara menyeluruh dalam kegiatan
belajar mengajarnya, mulai dari penyampaian materi dikelas,
tugas, buku/modul hingga skripsi. Atau contoh lain, di Malaysia
walaupun negaranya menggunakan bahasa Melayu tapi untuk
proses belajar mengajarnya bahasa inggris dan mandarin yang
dipakai.
3. Kurikulum yang selaras dengan industri, kurikulum memiliki
peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan perkuliahan. Ini
dikarenakan kurikulum menjadi rujukan apa yang diajarkan pada
mahasiswa dan apa yang dimiliki mahasiswa setelah lulus. Maka
sebuah kampus harus punya kurikulum yang selaras dengan
industri saat ini agar bisa mencetak lulusan yang berkualitas..
Contoh dikampus Universitas Multimedia Nusantara. Contoh
lain, kurikulum yang sistemnya serba online di kampus
Universitas Terbuka, disaat kampus-kampus sekarang ini sibuk
dengan sistem onlinenya, tapi semua mengetahui UT adalah
pelopor sistem online/pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah
dimulai dari tahun-tahun sebelumnya.
4. Program Dual Degree Internasional, program ini dulu masih
jarang ditemui di Indonesia kini sudah beberapa kampus yang
memiliki program ini. Sebenarnya program ini sangat
dibutuhkan mahasiswa jaman sekarang. Melalui program gelar
ganda, mahasiswa akan punya kompetensi yang lebih
komprehensif terkait keilmuan yang dipelajarinya karena
program ini menerapkan kurikulum berstandar internasional,
perguruan tinggi di Indonesia dan rekanan dinegara lain. Selain
itu, mahasiswa akan mendapatkan dua gelar berlaku setara
melalui program ini. Contohnya di kampus Universitas Indonesia
memiliki program Dual Degree dengan kampus Australia.

65
5. Kerjasama kuat dengan dunia industri, kampus yang
mengadakan kerjasama dengan dunia industry makin
memantapkan kompetensi lulusannya, dengan melakukan
kerjasama dengan pihak industry, mahasiswa jelas mempunyai
nilai tambah yang dibutuhkan oleh industry setelah lulus. Sebab
apa yang diajarkan oleh kampus pada mahasiswa memiliki
kesinambungan dengan dunia industri. Salah satunya kampus
Universitas Prasetiya Mulya yang memiliki program ini.

Tujuan utama dari industri 4.0 ini jika dikaitkan dengan


produksi adalah kestabilan industri barang dan kebutuhan. Industri
4.0 memungkinkan pendataan kebutuhan masyarakat secara real time
dan mengirim data tersebut ke produsen, sehingga para produsen
dapat memproduksi dengan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan.
Tentunya secara ekonomi, hal ini dapat menjaga kestabilan harga.
Secara bisnis, hal ini dapat memperluas pasar.
Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah. Ada
beberapa hal yang perlu dipersiapkan, misalnya saja merubah metode
pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Yang paling
fundamental adalah mengubah sifat dan pola pikir anak-anak zaman
sekarang. Menurut versi kemenristekdikti dalam menghadapi
revolusi industri 4.0 ini adalah dengan membangun sistem
pembelajaran yang lebih inovatif, rekonstruksi kebijakan
kelembagaan, peningkatan kualitas dosen dan terobosan hasil riset.
Maka dari itu di era ini, Provinsi Banten harus siap berkolaborasi
lintas sektor, yang semuanya mesti terlibat diantaranya yaitu
melibatkan pihak pemerintah, akademisi dan pelaku industri. Agar
dampak revolusi industri 4.0 ini benar-benar memberikan manfaat
untuk semua lapisan masyarakat. [**]

66
Tentang Penulis

Dr (Cand). Hj.Ade Muslimat, S.Mn, MM.,


Lahir di Cilegon Pada tanggal 18 November
1975. Saat ini tercatat sebagai Dosen di FEB
Universitas Serang Raya dan Pengurus ICMI
Orwil Banten bidang Pemberdayaan
Perempuan.
Dan telah menghasilkan puluhan artikel
yang sudah terbit di media cetak dan online
serta telah menulis beberapa buku diantaranya buku Ajar
“Manajemen Sumber Daya Manusia”,“Manajemen Strategik dalam
Suatu Pengantar”,“Total Quality Management di Era Revolusi
Industri 4.0”kemudian Buku Motivasi “Dulu Pernah Buta Kini
Sukses Merangkai Kata”,”Cara Mudah dan Cepat Belajar
Membaca”,”Kumpulan Kata Mutiara” dan Buku yang ditulis
bersama IDRI Banten (Ikatan Dosen Republik Indonesia) Banten;
”Quo Vadis 18 Tahun Provinsi Banten Menghadapi Revolusi
Industri 4.0”dan “SDM Banten Unggul” Penulis saat ini sedang
menanti sidang program pendidikan doktoral di Kampus University
Pendidikan Sultan Idris, Malaysia.

67
68
MENALAR TUJUAN PENDIDIKAN DI
BANTEN: CATATAN KECIL PENGAJAR

Oleh: Dewi Surani


Pengurus ICMI Orwil Banten dan Dosen UNIBA

Pengantar

B erbicara pendidikan di Indonesia, tak akan pernah habis


dibahas dalam berbagai bentuk diskusi.Nyatanya,
pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan
manusia, dari semenjak zaman Nabi Adam AS sampai dengan
manusia yang terakhir lahir nanti atau sampai akhir zaman nanti
manusia wajib belaajr, karena pendidikan merupakan sunatullah atau
ketetepan Allah SWT. Sebuah pepatah arab mengatakan “Tuntutlah
ilmu dari buaian ibu sampai liang lahat” artinya menuntut ilmu itu
adalah sebuah kewajiban bagi manusia. Peradaban manusia terus
berkembang lebih maju karena ada sebuah proses pendidikan yang
terus dipelajari dan diteliti oleh manusia, sehingga pendidikan tidak
akan pernah berhenti di suatu titik. Ia akan terus memberi cahaya
kepada orang-orang yang mau belajar dan mengajar. Allah SWT
akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu.

Menalar Tujuan Pendidikan kita


Memandang sebuah kehidupan yang merupakan sekolah The
Life is School, semakin membuat kata “belajar” semakin penting
terutama bagi pemerintah yang harus terus berbenah diri dalam
menyadarkan masyarakatnya agar supaya terus mencintai belajar.

69
Belajar apapun. Jika melihat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sangat
dapat difahami, semua proses tujuan pendidikan itu harus dilalui
dengan belajar. Belajar menjadi orang yang berimana dan bertakwa
kepada Allah SWT, belajar berakhlak mulia, belajar sehat, belajar
supaya berilmu, belajar menjadi cakap, belajar menjadi kreatif,
belajar mandiri dan belajar menjadi manusia yang bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri dan orang lain disekitarnya. “Sebaik-
baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain”.
Dalam konteks pemerintah daerah, khususnya daerah Banten,
potret pendidikan di daerah ini masih dalam kategori jauh dari tujuan
pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003. Maka tulisan ini akan
mengungkapkan nalarisasi penulis sejauh mana tujuan pendidikan
nasional tercapai di Provinsi Banten.
Era 4.0 menjadi trend yang mempengaruhi semua bidang
dalam kehidupan manusia tak terkecuali pendidikan. Pendidikan di
era 4.0 lebih menekankan pada pembelajaran dengan pemakaian
media digital yang tidak terbatas ruang dan waktu. Dalam
implementasi pendidikan 4.0 yang berbentuk pembelajaran online
atau daring tentu saja sebenarnya sudah mulai dikenal dan dilakukan
dalam bentuk media media sederhana sperti WhatssApp Group atau
yang dikenal dengan kulWap, Facebook, google classroom sampai
dengan media yang berbasis Web. Bentuk media apapun yang
digunakan dalam pembelajaran Online tentu sja membutuhkan

70
kesiapan-kesiapan agar bisa seoptimal mungkin proses pembelajaran
berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tercapai.
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam
peradaban kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia
dapat meningkatkan kemampuan soft skills, hard skills, kompetensi,
adaptasi dan komunikasinya. Kemampuan yang didapat bisa
digunakan seseorang untuk berkarya, berinovasi dan meningkatkan
kuaitas hidupnya, dan juga sekitarnya. Hal ini tidak terlepas dari
kualitas pendidikan yang akan sangat berpengaruh terhadap kualitas
sumber daya manusia.
Provinsi Banten dalam perencananya telah menetapkan
pendidikan menjadi kebijakan yang penting dan menjadi salah satu
prioritas dalam pembangumam di Banten. Kebijakan tersebut
terutang dalam misi dan visi Gubernur dan wakil Gubernur Banten
yang telah menetapkan kebijakan pembangunan pendiidkan yang
merupakan strategi dalam peningkatan kualitas pendidikan yang
lebih baik.Kualitas pendidikan tidak lepas dari kebutuhan dan juga
tuntutan yang ada terlebih dalam Era revolusi industri 4.0 sekarang
ini. Kualitas pendidikan ditentukan kebutuhan pemerataan
pendidikan melalui pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi
atau pembelajaran online. Catatan kecil ini semoga mengantarkan
kepada nalar yang baik terhadap tujuan pendidikan nasional di
Banten.

Kajian Pakar
Pokok bahasan pendidikan sudah menjadi diskusi sehari-hari
yang selalu diminati oleh berbagai kalangan masyarakat baik para
ilmuwan, praktisi bahkan orang awam. Namun berbagai kalangan
tersebut juga belum memiliki “communal opinio” tentang definisi
pendidikan secara real. Sebagai konsekuensinya, pendidikan

71
mempunyai beragam konotasi-konotasi yang kadang disalahartikan,
sehingga dapat menyebabkan perbedaan dalam memahami “pohon”
pendidikan. Cabang pendidikan yang sangat “rumit” dterjemahkan
bebas oleh kalangan masyarakat bawah. Kompleksitas yang terjadi
pada bahasan tentang pendidikan tidak hanya terjadi pada level
dialektika, namun yang menjadi problem berat adalah faktor
kepentingan praktis bagi kalangan elit yang memandang pendidikan
dapat dijadikan sebuah ladang yang menguntungkan, hal tersebut
mengalihkan definisi yang konkrit sebagai kajian ilmiah yang
independen.
Penting sekali untuk diingat bahwa pada bidang pendidikan
terletak tanggung jawab yang besar yang diharapkan menjadi
“penjaga gawang” suatu negara/daerah. Namun pada kenyataannya
tidak dapat kita hindari bahwa kepentingan kapitalistik dan
materialistik telah memberikan inspirasi dan orientasi yang berbeda
dalam mengartikulasikan pendidikan. Ironisnya, pendidikan mejadi
sumber penghasilan, bukan pada substansi mencerdaskan anak
bangsa. Memang kejam, tapi itulah realita.
Dewasa ini di Indonesia khusunya di Banten banyak yang
berpandangan bahwa pendidikan dipandang hanya sebagai investasi
masa depan daripada untuk kepentingan khasanah keilmuan. Ijazah
menjadi tujuannya. Menurut Prof. Heru Kurnianto Tjahjono,
pengorbanan berupa biaya dan waktu dianggap sebagai investasi
dengan mengharapkan pekerjaan dan pendapatan yang baik sebagai
return-nya. Sehingga banyak orang berlomba-lomba melanjutkan
pendidikannya pada perguruan tinggi dengan harapan terjadi
“mobilitas vertikal” yang kelak akan mengantarkan mereka
mencapai “kesejahteraan ekonomi”. Pada sisi lain, penyelenggara
pendidikan melihat fenomena pendidikan sebagai “pasar” yang
memiliki permintaan yang sangat melimpah. Penyelenggara

72
pendidikan, terutama swasta sangat bergairah mendirikan berbagai
program baik pada strata diploma, S1, S2 baik MM ataupun MBA
dan S3 atau program Doktor. Problemnya adalah pada “nawaitu”
atau niatnya dalam menyelenggarakan pendidikan. Newman dalam
bukunya Social Research Methods (2000) menyebutkan sebagai
fenomena pseudoscience yang erat kaitannya dengan ilmu itu sendiri.
Pseudoscience merupakan suatu fenomena yang seolah-olah
menampakkan dirinya sebagai suatu ilmu (khususnya ilmu-ilmu
sosial seperti manajemen), padahal hanya berupa jargon-jargon yang
dibumbui dengan berberapa karakteristik yang mirip dengan
karakteristik sebuah ilmu. Termasuk di dalamnya adalah
penyelenggaraan program gelar berbagai strata yang kadang
sesungguhnya tidak memiliki komitmen dan tanggung jawab
terhadap ilmu melainkan hanya kepentingan bisnis, beredarnya buku-
buku ilmiah manajemen populer yang semata-mata untuk bisnis,
penelitian dan telaah ilmiah “semu” yang bertujuan hanya untuk
mempopulerkan, mengiklankan produk, jasa, bisnis dan lain-lain
dalam berbagai media massa. Hal tersebut semakin diperparah oleh
ketidakfahaman masyarakat dan ketiadaan aturan tentang batasan
area ilmiah.
Pembelajaran ‘Dipaksa’ Online
Kualitas pendidikan tidak lepas dari kebutuhan dan juga
tuntutan yang ada terlebih dalam Era revolusi industri 4.0 sekarang
ini. Kualitas pendidikan ditentukan kebutuhan pemerataan
pendidikan melalui pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi
atau pembelajaran online. Tuntutan pembelajran online dipengaruh
dari perkembangan infomasi dan teknologi. Perkembangan teknologi
mememiliki pengaruh yang sangat signifikan, dan seiring waktu
manusia harus mengikuti perkembangan zaman, hal ini tentu saja
salah satu upaya dalam meningkatan kualitas sumber daya manusia

73
sendiri. Pembelajaran online tentu saja mempunyai capaian
pembelajaran seperti hal nya dengan pembelajaran face to face (tatap
muka). Dalam pembelajaran tersebut, guru dapat memberikan materi
dan pembelajaran secara virtual tidak terikat keberadaan di kelas, dan
akses yang lebih fleksibel terhadap bahan pembelajaran dan
penyelesian penugasan. Terlebih kondisi saat ini (2020, red) dimana
pandemi covid-19 menyerang semua sektor termasuk pendidikan,
kegiatan belajar siswa terpaksa harus dilakukan dengan jarak jauh,
mau tidak mau pembelajaran online harus dijalankan bagi sekolah,
guru, murid dan orang tua.
Dari kondisi tersebut,apakah pendidikan di Banten siap dalam
melaksanakan pembelajaran online akan berlanjut? Atau hanya
sesaat? Apakah hal tersebut sebagai suatu arah peningkatan kualitas
pendidikan di Banten? Apakah hal ini merupakan suatu keutungan
yang memajukan pendidikan di Banten atau akan menjadi tantangan
sendiri melihat selama ini pembamgunan pendidikan di Banten
termasuk yang menjadi sorotan karena kondisi pendidikan yang
masih memprihatinkan dan juga belum meratanya fasilitas
pendidikan di Banten. Pertanyaan lain ialah apakah pembelajaran
online ini merupakan keuntungan ataukah sebaliknya menjadi sebuah
tantangan di dalam pendidikan di Banten?.Melihat dari sisi pengajar,
bisa dikatakan bahwa pembelajaran Online ini bisa merupakan
keuntungan. Sebagai garda depan dalam pendidikan, pengajar baik
guru maupun dosen dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam proses
pembelajaran baik metode, media, dan materi ajar. Dengan
pembelajaran online mereka dapat meningkatkan profesionalitasnya
dan kualitas dirinya dalam melaksanakan proses pembelajaran dari
mempersiapkan metode pembelajaran, media pembelajaran serta
bahan ajar.Peningkatan kapasitas SDM (capacity building)dan
profesionalisme guru semakin terasah dan meingkat. Pengajaran

74
Online ini juga mampu meningkatakan mutu pendidikan dengan
memanfaatkan media pembelajaran multimedia secara variatif dan
efektif. Sekarang ini kita bisa asik melakukan proses pembelajaran
hanya dari satu alat yang dinamakan handphone berbasis
android/smart phone, untuk itu memanfaatkan media-media tersebut
harus memiliki kecakapan, semisal dalam penulisannya perlu
memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual,
khususnya tentang visualnya untuk menarik perhatian peserta didik.
Selain itu, media belajar dan bahan ajar sendiri merupakan
faktor yang sangat membantu siswa dalam memahami pembelajaran,
Penggunaan bahan ajar berbasis media online akan memudahkan
siswa dalam memahami materi karena siswa dapat mengulang
berkali-kali secara mandiri mempelajarinya tanpa terbatas ruang dan
waktu, akses bisa dilakukan kapan dan dimanapun berada.
Keuntunngan lainnya dalam pembelajaran online ini dapat
memungkinkan dilakukan pembelajaran tanpa harus adanya faslitas
ruang belajar. Karena ruang-ruang pembelajaran tidak lagi jadi
problem di era milenial learning sekarang ini, masalah besar dalam
menyediakan ruang kelas tidak lagi menjadi masalah, tapi tetap kita
harus berpegang pada prinsip-prinsip pembelajaran sesuai tujuan
pendidikan nasional.
Dilain sisi keberadaan pembelajaran online sebagian
menganggapnya suatu tantangan tersendiri. Hal ini dikarenakan tidak
semua pengajar baik tingkat pendidikan dasar sampai tinggi melek
teknologi, ada sebagaian dari pengajar masih ‘gaptek’ atau gagap
teknologi. Hal ini umumnya dialami olehpengajar lama yang sudah
terlampau lama mengajar menggunakan metode pembelajaran
tradisional, tatap muka dengan memakai media pembelajaran
seadanya seperti buku teks dan papan tulis.

75
Hal lain yang menjadi dilematis dalam pembelajaran online,
sejatinya, proses belajar merupakan suatu proses perubahan sikap.
Dalam pembelajaran online, pengajar sulit mengetahui bagaimana
respon siswa terkait materi yang diajarkan, apakah siswa mengerti
atau tidak, dan siswa pun kesulitan melakukan diskusi secara online,
karena hal itu tidaklah mudah apabila tidak dilakukan secara
langsung. Oleh karenanya pengajar mengalami kesulitan untuk
mengetahui perkembangan siswa dalam aspek afektif dan
psikomotorik. Melihat tak semua siswa mampu untuk menjangkau
materi pelajaran secara cepat dan ada sebagian siswa yang
berkemampuan rendah, maka guru memiliki tantangan yang cukup
besar untuk membuat media belajar yang mampu menyentuh aspek
pendidikan seutuhnya, artinya mudah dipahami oleh kebanyakan
siswa dari berbagai kemampuan belajar siswa.
Sementara itu tujuan belajar sendiri yaitu tak hanya
menitikberatkan terhadap aspek akademik, tetapi lebih dari itu, yaitu
perubahan sikap. Indonesia tak akan maju hanya dengan akademik
saja, sikap dan moral adalah yang utama. Ini merupakan tantangan
yang cukup berat bagi para pengajar. Sehingga, pembelajaran tatap
muka harus tetap dilaksanakan sampai kapanpun.Pelaksanaan
pembelajaran online atau Daring di Banten tidak terlepas dari
beberapa kendala yang harus menjadi perhatian tersendiri bagi
pemangku kebijakan di Banten. Kendala pembelajaran Online yang
penulis kemukakan adalah fasilitas belajar yang belum sepenuhnya
memadai. Belum lagi infrastruktur internet yang menjadi kendala
bagi seluruh kalangan. Sehingga, hal itu juga dinilai menghambat
proses belajar mengajar.
Media Online sangat erat dengan internet, internet dapat
tersambung melalui berbagai cara, yang paling banyak diakses
mengunakan sinyal. Permasalahan sinyal bagi daerah di perkotaan

76
mungkin bukan suatu masalah yang besar akan tetapi bagi daerah
yang keadaan geografis di pelosok tentu akan menjadi suatu kendala
yang besar mengingat tidak semua tempat tinggal pengajar maupun
siswa mempunyai kekuatan sinyal internet yang stabil. Kelancaran
sinyal menjadi syarat utama dalam pembelajran online.
Ketidaklancaran jaringan akan mengakibatkan proses pembelajaran
terganggu dan materi pembelajaran tidak optimal diterima olah
siswa.Keterbatasan kemampuan ekonomi yang menyebabkan sarana
pendukung seperti gawai dan kuota data masih menjadi kendala.
Tidak semua siswa memiliki handphone smartphone, laptop ataupun
komputer dan kemampuan membeli kuota.Sehingga proses
pembelajaran online kurang efektif karena materi yang diberikan
pengajar kurang dipahami. Pembahasan dari pengajar saat diskusi
kurang efektif dan pengungkapannya melalui lisan bukan tulisan.
Kemudian, pemberian tugas sulit dipahami. kurang efektif dan
komprehensif.
Untuk menyelaraskan antara tujuan pendidikan nasional
dengan kondisi belajar online maka perlu dirumuskan sebuah acuan
agar guru dan siswa optimal dalam melakukan pembelajaran.
Pertama adalah bagaimana guru bisa merancang sebuah program
pembelajaran yang baik. yang kedua, kalau rancangan yang sudah
ada, maka aspek materi atau kontennya seperti apa, ketiga aspek
etika baik guru maupun siswa. Keempat, penilaian akan lebih
objektif dan reralitas karena menggunakan tersistem dengan baik.
Persoalan mindset dari para guru ini masih bahwa pembelajaran
harus menuntaskan isi kurikulum. Itu yang menyebabkan kemudian
penugasan-penugasan yang diberikan kepada peserta didik ini
menjadi sangat kaku yang tampaknya adalah anak-anak menjadi
kelelahan dan motivasinya dalam perjalanan pembelajaran
onlinemembuat semangat siswa semakin menurun.

77
Masalah lain yang timbul yakni kesehatan mata juga
terganggu, terlalu lama menatap gawai menyebabkan mata lelah dan
paparan radiasi yang tinggi. Kemudian lingkungan rumah masing-
masing tidak semua kondusif utuk digunakan belajar, transfer ilmu
sedikit terhambat, dan yang paling penting transfer nilai-nilai atau
norma guru dan murid. Banten dirasa belum siap online.
Dari berbagai hal yang telah di paparkan, diperlukannya
kerjasama pemerintah dengan pengajar (guru dan dosen) untuk lebih
mensosialisasikan pembelajaran daring ini ke siswa, serta terus
menerus melakukan pelatihan pembuatan media belajar
secara virtual. Karena mau tidak mau, zaman terus berjalan dan kita
tidak hanya bisa diam ditempat, stagnan, tanpa perubahan. Selain itu,
secanggih apapun teknologi, jangan sampai kita terlena sampai
melupakan kewajiban utama seorang guru atau dosen yaitu mendidik
dan membimbing siswa agar tetap memiliki perubahan sikap yang
baik.
Harapannya, upaya-upaya yang telah dipaparkan diatas
mampu mengatasi problematika era 4.0 ini khususnya dalam bidang
pendidikan. Semoga para pendidik di Indonesia mampu bersaing
secara global dan tak pernah melupakan hakikat pengajar (guru dab
dosen) yang sesungguhnya.Di sisi lain, dengan Sistem
onlinemerupakan bentuk implementasi pembelajaran yang
memanfaatkan teknologi dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
yang dapat memberikan kemudahan peserta didik menerima materi
secara long distance. Bahkan media yang dibuat lebih
menyenangkan atau menarik bagi peserta didik, sehingga peserta
didik tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran.
Dalam pengamatan pengembangan suatu model pembelajaran yang
memanfaatkan teknologi, salah satunya online learningdalam
pembelajaran yang dirasa lebih efektif.

78
Penutup
Sebenarnya pakar pakar pendidikan Di Indonesia sudah baik
dalam menetapkan tujuan pendidikan yaitu yang dituangkan di
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu tentang sistem
pendidikan nasional, tujuan yang pertama adalah mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jadi tugas sebagai pendidik
yang paling pertama yaitu menanamkan iman dan takwa dulu,
sehingga diharapkan setelah peserta didik beriman dan bertakwa
barulah ia menjadi berahlak mulia, dan seterusnya.
Dalam rangka mengembangkan potensi untuk beriman dan
bertakwa inilah serta dalam kondisi era milenial ini, maka pendidik
harus lebih mengutamakan memberikan materi yang seimbang antara
Emotional, Intelektual dan Spritual Questionnya, dengan cara
menghubungkan semua materi pengetahuan dan keterampilan
dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga
siswa memiliki pondasi atau akar yang kuat di dalam rohani dan
jasmaninya. Seperti sebuah pohon jika memiliki akar yang kuat
dan baik maka akan menghasilkan batang yang kuat,dan batang
yang kuat dan baik akan menghasilkan cabang dan ranting yang baik
pula dan cabang dan ranting yang baik dan kuat akan menumbuhkan
daun yang baik dan sehat sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan mendapatkan buah yang baik.
Pekerjaan rumah para pendidik adalah bagaimana
mengembang potensi peserta didik agar beriman dan berahlak mulia
memang bukan pekerjaan yang ringan. Tapi ini adalah ladang amal
yang bayaranya langsung dari Allah SWT. Sebaik baiknya manusia
adalah yang bermanfaat bagi orang lain, dan pahala yang tidak
pernah putus adalah ilmu yang bermanfaat, Aamin Ya Rabbal
Alaamiiin.

79
Tentang Penulis

Dewi Surani, lahir di Klaten, 24


Nopember 1979 Jawa Tengah. Setelah
menamatkan pedidikan Sekolah Menengah
Atas diterima sebagai mahasiswa diploma
bahasa Inggris di UNSOED Puwokerto.
Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Sastra
Inggris di Universitas Negeri Sebelas Maret
Solo pada tahun 2006, bekerja sebagai guru
honor disekolah negeri dan swasta, pengajar
dilembaga kursus bahasa Inggris serta sebagai dosen luar biasa
dikota Serang.
Sejak tahun 2013 tercatat sebagai dosen tetap di Universitas
Bina Bangsa Banten (UNIBA), dengan mengajar mata kuliah bahasa
Inggris. Berbagai pengalaman sebagai pendamping dan pelatih
mahasiswa dalamperlombaan bahasa Inggris dan pemilihan
mahasiswa berprestasi Nasional membuatya dipercaya menduduki
jabatan struktural sebagai Kepala Pusat Bahasa Universitas Bina
Bangsa.
Beberapa penelitian pernah dilakukan termasuk penelitian
PDP yang didanai Hibah Dikti pada tahun 2017 dan 2019. Selain
aktif aktif dalam pengabdian masyarakat dengan memberikan
pelatihan bahasa Inggris kepada masyarakat dan UMKM di Banten
melalui kelas Bisnis PLUT Banten dan RKB Cilegon. Memberikan
yangterbaik dan mengajar dengan hati menjadi prinsipnya dalam
melaksanakan profesinya sebagai dosen. [*]

80
REKONTRUKSI POLA PENDIDIKAN DI
BANTEN: SEBUAH SOLUSI

Oleh: Endang Yusro


Pengurus ICMI Orwil Banten

T ulisan ini mengangkat pelik-pelik dan solusi permasalahan


pendidikan di Provinsi Banten. Sebagai Provinsi yang lebih
dekat dengan Jakarta, Ibu Kota Negara, Banten lebih
mudah mendapatkan akses ataupun fasilitas penunjang pendidikan.
Demikian juga dampak perilaku kehidupan sosial yang terjadi di
Kota Metropolis itu pun begitu mudah masuk di tengah masyarakat
Provinsi yang hanya berjarak 91,5 km (dihitung dari Jakarta ke
Serang, Ibu Kota Provinsi). Akibatnya berbagai segi bidang:
ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pendidikan di kota tersebut ikut
berpengaruh.
Banten merupakan daerah transportasi yang potensial, baik
darat maupun laut. Secara geografis merupakan wilayah penyangga
bagi Jakarta, dan secara ekonomi banyak memiliki industri. Sebagai
kota maritim, Banten memiliki pelabuhan laut, Merak, yang
menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera dan ditujukan menjadi
pelabuhan alternatif selain Singapura. Keberadaan Banten baik
secara geografis maupun ekonomi memengaruhi perkembangan
pendidikan generasi mudanya.
Banten dari sisi yang lain, dengan Serang-nya merupakan
salah satu kota santri di Indonesia. Banyak yang mengatakan bahwa
Serang adalah pusatnya para santri, di samping Martapura di Banjar
(Kalimantan Selatan), Tasikmalaya (Jawa Barat), Kudus (Jawa

81
Tengah), dan Gresik (Jawa Timur). Begitu pun dengan kota lainnya,
Pandeglang pun mendapat julukan Kota Santri. Pandeglang telah
dikenal sebagai Kota Santri atau Seribu Ulama Sejuta Santri. Bukan
hanya karena banyaknya Pondok Pesantren hingga ke pelosok desa,
namun memang kebudayaan yang tumbuh disana selalu berpedoman
pada nilai-nilai keagamaan. Peninggalan sejarah syiar Islam juga
menjadi wisata ziarah disana.
Banten merupakan salah satu provinsi relegius (baca, Islam)
di Indonesia, sehingga ada yang menyebutnya sabagai Serambi
Mekahnya Pulau Jawa. Namun tingkat pendidikannya sangat
mengkhawatirkan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pada
tahun 2011 lalu tercatat sebanyak 312.409 dari 604.812 anak usia 16-
18 tahun di Provinsi Banten tidak bersekolah. Hal ini sangat
kontradiktif dengan ajaran Islam yang mewajibkan umatnya untuk
menuntut ilmu sepanjang hayat. Dibandingkan dengan provinsi lain
di Jawa, menurut perhitungan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang menggunakan metode baru dilaksanakan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) Banten hanya menduduki peringkat 8 IPM, di
bawah Sulawesi Utara dan Riau. Padahal Banten lebih dekat dengan
Jakarta. Sebagaimana penjelasan di atas, akses mudah didapat dan
fasilitas lebih tersedia.
Dari fenomena dan data pendidikan Provinsi Banten di atas,
dapat ditarik hipotesa permasalahan, yaitu keterkaitan antara
penjaminan dan peningkatan mutu dengan penggunaan metode atau
pola pendidikan yang digunakan di sekolah/madrasah.
Permasalahan Pendidikan di Banten
Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

82
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha
sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau untuk
kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan
adalah proses pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti,
paham, dan membuat manusia lebih kritis dalam berpikir.
Dalam perkembangan pendidikan di Nusantara khususnya di
Banten, pesantren merupakan mata rantai yang sangat penting. Hal
ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relatif lama,
tetapi juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (society
based-education). Dalam kenyataannya, pesantren telah mengakar
dan tumbuh dari masyarakat, kemudian dikembangakan oleh
masyarakat, sehingga kajian mengenai pesantren sebagai sentral
pengembangan masyarakat sangat menarik beberapa peneliti akhir-
akhir ini.
Hasil pendidikan di Provinsi Banten dapat dilihat dari
perilaku keseharian para pemimpin, pejabat dan para pengusahanya
yang merupakan buah pendidikan sebelumnya. Hal ini dikarenakan
pola pendidikan yang tidak memanusiakan manusia. Kepribadian
manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada. Dari
pola pendidikan semacam itu melahirkan beberapa persoalan di tanah
Para Jawara ini.Masalah Pertama adalah, bahwa pendidikan di
Banten menghasilkan “manusia robot”. Hal ini bisa dipahami karena
pendidikan yang tidak seimbang antara belajar yang berpikir
(kognitif) dengan perilaku belajar yang merasa (afektif).
Adanya unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang
terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir.
Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar

83
tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.
Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan
sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan
istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai
“pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai.
Tenaga “siap pakai” berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang
dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan
teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak
bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau
komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan
diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil
bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar.
Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh
banyak lembaga pendidikan.
Kedua, sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah)
atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik
dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan
ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid)
dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai
pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara
mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan
murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit
box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid
dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal
diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan
guru.
Dalam hal ini guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek.
Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas
para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank

84
pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh
mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka
yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
Ketiga, membentuk manusia yang hanya siap untuk memenuhi
kebutuhan zaman. Manusia sebagai wujud dari dehumanisasi (objek)
merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi
humanisasi. Pendidikan semacam ini menyebabkan manusia
tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia).
Kaum muda zaman begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau
Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus
terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah
berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional.
Melihat fenomena tersebut menggelitik penulis untuk
bertanya, pola pendidikan apa yang tepat untuk menghasilkan
manusia kompeten dan berakhlak?
Definisi dan Ragam Pendidikan Pesantren
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pesantren
adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji
dsb.; pondok. Sementara dalam buku Pola Pembelajaran Pesantren,
Departemen Agama RI memberikan definisi pesantren adalah
pendidikan dan pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi
interaksi antara kiai dan ustadz sebagai guru dan para santri sebagai
murid dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman
asrama (pondok) untuk mengkaji dan membahas buku-buku teks
keagamaan karya ulama masa lalu. Dalam hal ini, maka yang
merupakan unsur terpenting adalah kiai, santri (siswa), masjid
(sekolah), tempat tinggal (boarding), dan buku-buku sumber.
Sementara Mastuhu dalam buku yang sama mengatakan
pesantren adalah suatu lembaga pendidikan tradisional Islam untuk

85
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral
keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dengan demikian
dari pengertian pesantren di atas, dapat ditarik pemikiran bahwa
dalam fenomena pembelajaran di pesantren perlu membangun
interaksi dan komunikasi antara santri sebagai siswa, ustadz sebagai
guru, dan kiai sebagai kepala sekolah. Aktifitas tersebut dilakukan
baik pada saat belajar maupun aplikasi terhadap nilai-nilai
keteladanan yang telah diajarkan.
Dari dua pengertian pesantren tersebut dapat disimpulkan
bahwa pesantren adalah sebuah pendidikan yang para siswanya
tinggal bersama (mempunyai asrama untuk tempat menginap) dan
belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan
kiai. Fungsinya adalah sebagai lembaga solidaritas sosial yang
menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim dan
memberi pelayanan yang sama kepada mereka tanpa membedakan
tingkat sosial ekonomi mereka.
Kemudian M. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo dalam
bukunya, “Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif “
menjelaskan bahwa karakteristik pesantren adalah, pertama adanya
hubungan emosional dengan menjalin kepatuhan antara kiai dengan
santri. Kedua, melatih hidup seserhana dan mandiri. Dan, ke tiga
adalah melatih hidup disiplin dalam beribadah).
Ketiga karakter di atas merupakan ciri khas dari sebuah
pesantren yang sangat menjunjung tinggi kekeluargaan dan
keihklasan akan tetapi tetap dalam koridor etika-etika yang masih
dipertahankan di lingkungan pesantren salaf. Sedangkan dalam
pesantren modern ciri khas di atas mulai sudah terkikis sedikit demi
sedikit.

86
Pola atau metode yang digunakan di pesantren secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, di mana ketiganya
mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu: sorogan, bandungan, dan
weton. Sorogan sistem belajar secara individual di mana seorang
santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling
mengenal di antara keduanya. Bandungan adalah pembelajaran
interaksi antara guru (ustadz) dengan para santri yang didahulu
pembacaan kitab oleh ustadznya dan para santri mendengarkan,
menelaah untuk kemudian didiskusikan.
Sementara Weton, bahsa Jawa berkala atau berwaktu adalah
pengajian rutin harian, misalnya pada setia selesai shalat Jum’at dan
selainnya. Untuk lebih jelas tentang pola pendidikn di pesantren akan
dijelaskan pada bagian berikutnya.

Pola Pendidikan Pesantren sebagai sebuah Solusi


Sebelum membahas lebih jauh tentang pola pendidikan ideal
yang dapat diterapkan di Banten, penulis akan membahas pengertian
rekontruksi terlebih dahulu. Kata rekontruksi terdiri dari dua
morfem, “re” berarti kembali dan “kontruksi” yang berarti susunan
(model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan
sebagainya) susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau
kelompok kata. Konstruksi juga dapat diartikan sebagai susunan dan
hubungan bahan bangunan sedemikian rupa sehingga penyusunan
tersebut menjadi satu kesatuan yang dapat menahan beban dan
menjadi kuat. Menurut kamus ilmiah, rekonstruksi adalah
penyusunan kembali; peragaan (contoh ulang) (menurut
perilaku/tindakan dulu); pengulangan kembali (seperti semula).
Sementara menurut Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa
rekonstruksi meliputi tiga poin penting, pertama, memelihara inti
bangunan asal dengan tetap menjaga watak dan karakteristiknya.

87
Kedua, memperbaiki hal-hal yang telah runtuh dan memperkuat
kembali sendi-sendi yang telah lemah. Ketiga, memasukkan
beberapa pembaharuan tanpa mengubah watak dan karakteristik
aslinya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
rekonstruksi merupakan sebuah pembentukan kembali atau
penyusunan ulang untuk memulihkan hal yang sebenarnya yang
awalnya tidak benar menjadi benar.
Sementara pola pendidikan berkaitan erat dengan kurikulum
dan metodenya. Pada tulisan ini akan membahas pola pendidikan
berkarakter yang diharapkan dapat memberi solusi atas permasalahan
pendidikan di Provinsi Banten seperti yang telah dipaparkan di atas.
Berkaitan dengan permasalahan ini, Mastuhu dalam bukunya,
Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren memberikan penawaran
pada bagian saran di akhir kajiannya, yaitu: pesantren perlu
mengadopsi dan mengembangkan wawasan berfikir keilmuan dari
Sistem Pendidikan Nasional, dengan menerapkan metode berfikir: a)
Deduktif, b) Indikatif, c) kausalitas,dan d) kritis. Dari komentar
tersebut bisa diartikan bahwa pola pendidikan di pesantren terdapat
celah-celah kekurangan, dan dapat dilengkapi dengan saran-saran
yang dikemukakannya.
Sementara menurut Soedjoko Prasodjo, dalam buku “Integrasi
Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren”, pondok pesantren
mempunyai lima pola, yaitu: masjid, rumah kyai, pondok (asrama),
tempat.latihan keterampilan, sekolah.formal baik agama maupun
umum.
Dalam menghadapi era globalisasi yang berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta
keimanan dan ketakwaan (IMTAK), pesantren cepat tanggap
menyambutnya, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan,

88
mencakup: a) motivasi dan kreativitas anak didik ke arah
pengembangan IPTEK di mana nilai-nilai Islam menjadi sumber
acuannya; b) mendidik ketrampilan kemanfaatan produk IPTEK bagi
kesejahteraan hidup umat manusia yang menciptakan jalinan kuat
antara ajaran agama (IMTAK) dan ilmu pengetahuan dan teknologi
IPTEK.
Di samping melakukan langkah strategi, pesantren juga
memiliki beberapa program pembelajaran di berbagai bidang, yaitu:
pengajaran kurikuler, administrasi, dan pembinaan. Bidang
pengajaran kurikuler merupakan kegiatan pokok dalam rangka
membekali para murid dengan berbagai ilmu pengetahuan. Kegiatan
kulikuler setiap pesantren tidak sama, namun secara umum dapat
dikalsifikasikan sebagai berikut: Jam’iyatul Qura’, Club Bahasa Arab
dan Inggris, sanggar seni, kepramukaan/kepanduan, bela diri, kajian
al-Qur’an. Bidang administrasi sebagai pengelola dan pengendali
semua bidang kegiatan di pesantren (penanggung jawab). Dan
bidang pembinaan santri berfungsi memberikan bantuan atau
pelayanan kepada santri yang bertujuan: 1). Mengembangkan
pemahaman santri untuk kemajuan pesantren, 2). Mengembangkan
pengetahuan serta rasa tanggung jawab dalam menentukan sesuatu,
dan mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri
orang lain.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi
Banten, E Kosasih Samanhudi mengatakan, “Pemprov Banten sejak
awal konsen terhadap kemajuan pendidikan. Itu sebabnya, ke depan
perlu langkah-langkah konkret dalam upaya meningkatkan
pendidikan.” Lebih jauh Kosasih mengatakan Ada beberapa langkah
yang bisa kita lakukan dalam mendorong pengembangan sekolah,
antara lain: Pertama, Pembuatan Kurikulum Muatan Lokal untuk
menggali potensi-potensi lokal yang bisa dikembangkan oleh siswa

89
dari kalangan disabilitas. Kedua, Melengkapi Sarana dan Prasarana
Pendidikan. Ketiga, Pengembangan Ketrampilan Siswa. Dan
keempat adalah Peningkatan Kualitas Tenaga Pengajar.

Penutup
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
berkaitan erat dengan kurikulum dan metodenya. Pola pendidikan
atau kurikulum di pesantren yang berkarakter diharapkan dapat
memberi solusi atas permasalahan pendidikan di Provinsi Banten.
Pola-pola seperti adanya hubungan yang akrab antara kyai, ustadz,
dan santri namun masih dalam batasan yang wajar membentuk
mental hidup para santrinya. Kepatuhan santri pada kiai akan
membentuk rasa hormat dan menghargai santri kepada gurunya yang
selama ini mulai hilang.
Selanjutnya, membiasakan hidup hemat dan sederhana,
tolong-menolong dan suasana persaudaraan akan menumbuhkan
sikap kasih sayang terhadap orang-orang di sekitarnya yang merasa
hidupnya serba kekurangan. Hidup mandiri, tidak bergantung kepada
orang tua dan membiasakan kedisiplinan, melatih kehidupan dengan
tingkat religius dan berani menderita untuk mencapai tujuan yang
terdapat pada kurikulum pesantren adalah sebagai upaya menyiapkan
siswanya untuk menjadi pemimpin kelak di kemudian hari.
Dalam Konteks rekomendasi, untuk menyelesaikan masalah-
masalah pendidikan di Provinsi Banten adalah langkah yang bijak
jika pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan berkaca pada pola pendidikan di pesantren. Walau di
luar pembahasan, pesantren pun memiliki beberapa permasalahan
namun permasalahannya tidak berdampak besar terhadap
problematika Bangsa yang akhir-akhir ini terjadi, seperti kasus
korupsi, penggelapan pajak, narkoba, dan lain sebagainya.

90
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengejawantahkan kurikulum, terutama kurikulum muatan lokal.
Bertolak pada kesimpulan di atas, maka saran yang dapat
penulis berikan adalah Pemerintah Provinsi Banten sudah saatnya
memberi kebebasan kepada sekolah/madrasah yang ada dalam
lingkungannya untuk mencontoh pola pendidikan pesantren, tanpa
ada batasan. Memberi perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan
kepada guru (pendidik) seperti yang dilakukan pesantren kepada para
ustadznya. Menghilangkan kontradiksi antara jajaran struktural dan
fungsional. Sebab, disadari atau tidak sering terjadi kesalahpahaman
antara keduanya. Dan kondisi seperti ini sangat memengaruhi
perkembangan pendidikan di Provinsi Banten. Hal ini tidak
ditemukan di pesantren, karena jika terjadi permasalahan di atas, kiai
atau pihak yayasan langsung menanganinya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan pada tulisan ini,
semoga bermanfaat dan semoga Allah memberi kemudahan kepada
semua jajaran pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan di
Provonsi Banten yang diharapkan!
***

91
Daftar Pustaka

Amin Haedari, HM., dkk. 2004. Masa Depan Pesantren. Jakarta:


IRD Press.
Arif Rohman. 2010. Pendidikan Komparatif. Yogyakarta: Laksbang
Grafika.
Azra, Azyumardi. 2000. Pendidikan Islam,Tradisi dan
Modernisasi Menuju Melinium Baru. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Dhofier, Zamakhsyari. 1981. Sikap Hidup dalam Lingkungan
Pesantren serta kaitannya dengan Nilai-nilai Budaya dalam
Pembangunan Bangsa, Analisis Kebudayaan. Jakarta: LP3ES
Dhofier, Zamakhsyari. 1985. Tradisi Pesantren: Studi Tentang
Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES.
http://fharaasgranger.blogspot.com/2011/08/masalah-pendidikan-
negara-maju-dan.html diakses pada 21 November 2017, pukul
21:00
http://sinergitasjiwa.blogspot.com/2009/02/pendidikan-di-beberapa-
negara.html
diakses pada 20 November 2017, pukul 20:01
https://www.inovasee.com/kota-santri-5864/
Ismail SM., dkk. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Global. Yogyakarta: LB.
Pressindo, Cet. Ke-1.
Jamal Ma’mur Asmani. 2003. Dialektika Pesantren dengan Tuntutan
Zaman. Jakarta: Qirtas.
Mastuhu, Prof., Dr., M.Ed. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren. Jakarta: INIS.

92
Partanto,Pius dan M.Dahlan Barry. 2001.Kamus Ilmiah Populer.
Surabaya: PT Arkala.
Sulthon Masyhud, M.Pd., Drs. HM. 2004. Manajemen Pondok
Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka.
Sulthon, M. dan Khusnuridlo, Moh. 2006. Manajemen Pondok
Pesantren Dalam Perspektif
Sutarya, Cucu, Dr., M.A. 2015. Pendidikan di Indonesia,
Permasalahan dan Solusinya. Jakarta: Media Akademi.
Syamsul Ma’arif. 2008. Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah.
Semarang: Need’s Press.
Qardhawi, Yusuf. 2014. Problematika Rekonstruksi Ushul Fiqih.(Al-
Fiqh Al-Islâmî bayn AlAshâlah wa At – Tajdîd). Tasikmalaya.

93
Tentang Penulis

Endang Yusro, Lahir di Serang 01 Maret 1975.


Sampai hari ini masih tercatat sebagai Kepala
SMAIT Bait et-Tauhied, Kota Serang, Dosen
STIT Serang, dan Guru di SMP
Muhammadiyah Pontang. Saat ini juga menjadi
Pengurus ICMI Orwil Banten. Penulis
berdomisili di Jl. K.H. Janhari No. 16 Gg. H. Tb.
Khutbi Kaloran, Kota Serang.

94
PESANTREN TRADISIONAL VS PESANTREN
MODERN DI BANTEN: SEBUAH TELAAH
PEMIKIRAN DARI NURCHOLISH MADJID

Oleh: Syamsul Hidayat


Pengurus ICMI Orwil Banten dan Dosen Uniba

P
esantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga
keagamaan yang dilihat dari sejarahnya di kalangan
masyarakat Indonesa memilki akar yang cukup panjang.
Bahkan bisa dikatakan pesantren merupakan wajah asli pendidikan
Indonesia (indigenious). Bahkan perjuangan panjang menuju
kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranannya
mengusir penjajah dari bumi pertiwi nusantara ini. Pergerakan
pesantren membuktikan bahwa kalangan santri mampu menjadi
benteng negara. Sikap santri dahulu dengan santri jaman sekarang
setelah kemerdekaan tentu memiliki perbedaan, disamping tetap
tugas utamanya adalah menuntut ilmu agama Islam secara benar.
Perbedaan itu dituangkan oleh banyak pemikir-pemikir Islam
menurut perspektifnya masing-masing. Salah satu cendekia muslim
yang militan terhadap dunia Islam dan pendidikan termasuk
pesantren yaitu Nurcholish Madjid, pemikirannya sangat
kontemporer dan maju, telaah pemikirannya masih terus dapat dikaji
hingga saat ini. Tulisan sederhana ini mencoba menjabarkan
pemikiran dari persepektif Nurcholish Madjid bahwa adanya
dikotomi antara pesantren tradisional (Salafy) dan pesantren modern.

95
Pendahuluan
Pendidikan pesantren merupakan salah satu soko guru
pendidikan nasional Indonesia, meskipun akhirnya pemerintah sejak
awal kemerdekaan mempergunakan pendidikan sistem pendidikan
Belanda sebagai acuan sistem pendidikan nasional, tetapi peran
pesanten tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam pola
pengembangan sistem pendidikannya pesantren mengalami beberapa
perubahan, perubahan itu bisa saja di dasarakan atas respond dan
tuntutan perkembangan zaman, atau juga sebagai budaya kooperatif
antara pesantren dan pembangunan pendidikan nasional.
Perubahan dan pengembangan dunia pesantren pada umumnya
dibangun melalui kurikulum pendidikannya. Kurikulum pendidikan
pesantren sudah mengalami banyak dinamika perubahan sesuai
dengan perkembangan kelembagaannya, pergeserta kurikulum
pesantren salaf, pesantren khalaf dan banyaknya pesantren modern
tentu saja perubahan itu dimulai dari kurikulum pendidikan dan
orientasi pengembangan intelektual dalam lembaga pendidikan
pesantren tersebut. Beberapa pesantren telah mengalami pergeseran
tersebut.
Dilihat dari sisi demografis, Indonesia merupakan negara
kepulauan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.000 pulau yang ada
di wilayahnya, baik yang besar maupun yang kecil, baik yang dihuni
maupun yang tidak, Indonesia juga kepulauan terbesar di dunia, dan
Negara dengan latar belakang yang beraneka ragam. Dengan sekitar
400 kelompok etnis dan bahasa yang ada di bawah naungannya,
Indonesia juga adalah sebuah Negara dengan kebudayaan yang
sangat beragam.[1] Indonesia pula merupakan salah satu bangsa
yang paling pluralis di dunia.Paradigama ini begitu menjadi sebuah
pelajaran yang sangat berharga kepada masyarakat muslim
Indonesia, sebagai umat muslim paling besar di dunia yang harus

96
bisa melakukan sebuah penyesuaian dalam menghadapi sosial
masyarakat yang beraneka ragam.
Dalam menghadapi berbagai dimensi kehidupan di Indonesia
yang tidak bisa terlepas dari sebuah peradaban Indonesia dalam
pembaharuan menghadapi tantangan zaman, seorang tokoh
cendekiawan Muslim yang sudah banyak menggemparkan bumi
Indonesia ini dengan ide-idenya yang selalu mengangkat citra
pesantren, sebagai pendidikan tertua yang menghantarkan Indonesia
ini menjadi merdeka, beliau mengungkapkan bahwa: “Dalam
pendidikan pesantren dikenal dua model system pendidikan, yakni
sistem pendidikan pesantren tradisional dan sistem pendidikan
pesantren modern, hakekatnya ini terjadi akibat adanya ekspansi
pendidikan modern ala penjajah belanda pada saat itu, yang
kemudian oleh beberapa pesantren yang ingin kontiunias dan
kelangsungannya direspon dengan cara “menolak sambil
mencontoh”.[2]
Dengan demikian pesantren yang merupakan sebuah lembaga
yang memiliki mulitifungsi sebagai pusat komuniksi masyarakat,
tanpa harus menghilangkan ciri khasnya sebagai lembaga
keagamaan, walaupun di sisi lain kedudukan pesantren dalam
stratifikasi masyarkat Indonesia banyak mengalami tantangan, harus
bisa melakukan sebuah improvisasi. Walaupun kini reputasi
pesantren dipertanyakan oleh sebagian muslim Indonesia. Mayoritas
pesantren masa kini terkesan berada di menara gading, elitis, jauh
dari realitas sosial. Problem sosialisassi dan aktualisasi ini ditambah
lagi dengan problem keilmuan, yaitu terjadi kesenjangan,
keterasingan, dan pembeda antara keilmuan pesantren dengan dunia
modern. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah dalam bersaing
belum siapnya berkompetensi dengan lulusan umum dalam
profesionalisme di dunia kerja. Dalam menghadapi permasalahan

97
globalisasi yang bisa dipastikan menjadi tanggungjawab yang tidak
ringan bagi pesantren.

Tradisi Pesantren
Tradisi pesantren memilki sejarah yang cukup panjang. Oleh
karena itu, situasi dan peranan lembaga-lembaga pesantren dewasa
ini harus dilihat dalam hubungannya dengan perkembangan Islam
jangka panjang, baik di Indonesia, maupun di Negara-negara Islam
pada umumnya. Perkembangan pesantren di Indonesia sendiri
sangat pesat, karena Indonesia merupakan tempat konsentrasi umat
Islam terbesar di Indonesia, dan memilki potensi yang menentukan
arah perkembangan Islam di seluruh dunia.[3]
Pesantren yang tumbuh subur dan berkembang di Indonesia,
yang merupakan warisan pendidikan nasional yang sangat merakyat,
dari semenjak Majapahit hingga kini, begitu banyak mengilhami
jiwa patriotisme dalam membakar semangat dalam menghadapi
perlawanan kezaliman kolonial belanda. Dengan semangat berjihad
dengan dikomandoi oleh para kiai yang punya kharisma tinggi di
kalangan para santrinya. Jadi sewajarnya dan sanga pantas kalau
memang sampai saat ini masyarakat masih banyak menaruh
kepercayaan dalam mencetak generasi muda harapan bangsa. Karena
pesantren adalah lembaga tertua yang dianggap sebagai produk
budaya Indonesia yang mempunyai kultur khas yang berbeda dengan
budaya disekitarnya.
Seandainya negeri ini tidak mengalami penjajahan, mungkin
sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh
pesantren-pesantren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang
ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, IPB, UGM, Unair,
ataupun yang lain, tetapi mungkin namanya “Universitas” Tremas,
Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya

98
Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan
secara kasar dengan sistem pertumbuhan pendidikan di negeri-negeri
Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal
bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi
keagamaan.[4] Mungkin juga seandainya kita tidak pernah dijajah,
pesantren-pesantren itu tidaklah jauh terpencil di daerah pedesaan
seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di
kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya
tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana halnya sekolah-sekolah
keagamaan di barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-
unversitas tersebut.
Penyajian fenomena di atas menunjukan bahwa untuk
memainkan peranan besar dan menentukan dalam ruang lingkup
nasional, pesantren-pesantren kita tidak perlu kehilangan
kepribadiannya sendiri sebagai tempat pendidikan keagamaan.
Bahkan tradisi-tradisi keagamaan yang dimilki pesantren-pesantren
itu sebenarnya merupakan ciri khusus yang harus dipertahankan,
karena disinilah letak klebihannya.[5]
Pendapat Nurcholis Madjid di atas, akan menjadikan sebuah
motivasi untuk selalu banyak melakukan improvisasi-improvisasi
dalam memajukan lembaga pesantren, baik pesantren yang masih
bersifat tradisional maupun sudah menjadi tradisi modern. Karena
bagaimanapun juga bila banyak melakukan perubahan-perubahan
dengan terbuka menerima kritikan atau masukan-masukan baik dari
segi metodologi pengajarannya, bisa memposisikan dirinya ditengah
realitas sosial yang harus mampu beroientasi terhadap peran
pendidikan, keagamaan, dan sosialnya.

99
Pemetaan Pesantren
Pondok pesantren memiliki karakter yang membedakan
dengan institusi pendidikan atau institusi sosial yang lain.
Karakteristik yang membedakan pesantren tersebut antara lain
karakter bangunan yang dimiliki oleh pondok pesantren.[6] Pondok
pesantren merupakan kompleks yang di dalamnya terdapat bangunan
tempat tinggal pengasuh, masjid, asrama santri, dan sekolah tempat
belajar santri.Terdapat bermacam-macam tipe pendidikan pesantren
yang masing-masing mengikuti kecenderungan yang berbeda-beda.
Secara garis besar, lembaga-lembaga pesantren pada dewasa ini
dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu pesantren
salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern).
Pertama, pesantren salaf yaitu merujuk pada lembaga
pesantren yangmempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik
sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan
hanya untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam
lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan
pengajaran pengetahuan umum.[7] Namun demikian, pesantren salaf
sebagai pusat pengkajian pendidikan generasi Islam dianggap masih
kurang memadai dari segi fasilitas sarana dan prasarana.[8]
Kedua, pesantren khalaf (modern) yang dicirikan antara lain
oleh adaptasi kurikulum pendidikan umum dalam kurikulum
pendidikan yang biasa diajarkan di pesantren.[9] Dalam prakteknya,
pesantren khalaf ini tetap mempertahankan sistem salaf. Dalam
perkembangan akhir-akhir ini, hampir semua pesantren modern
meskipun telah menyelenggarakan sekolah umum tetap
menggunakan sistem salaf di pondoknya. Dalam hal ini, pesantren
khalaf memiliki kelebihan karena mencakup penyelenggaran
pendidikan dengan materi agama dan umum sekaligus. Model
penyelenggaraan pembelajaran seperti ini dimaksudkan agar santri

100
tidak hanya memiliki pemahaman tentang bidang keilmuan agama,
tetapi juga agar santri dapat bersaing setelah lulus.
Pemetaan pesantren dalam dikotomi salaf dan khalaf
sebenarnya telah ditinggalkan. Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama memetakan
pesantren ke dalam pesantren ideal, pesantren transformatif dan
pesantren standar.[10] Klasifikasi tersebut didasarkan pada 27
komponen yang dinilai, antara lain kurikulum, sarana dan prasarana,
rasionalitas tenaga pendidikan dan kependidikan dan lain.
Namun demikian, secara umum, pengklasifikasian tersebut
tidak termasuk pada tujuan akhir daripada proses pendidikan di
pesantren. Pada umumnya, baik dalam klasifikasi pesantren salaf dan
khalaf maupun pesantren ideal, pesantren transformatif dan pesantren
standar santri sama-sama bertujuan untuk mewujudkan kemandirian
santri melalui pendidikan di dalam pesantren.
Kemudian, Nurcholis Madjid sebagai seorang cendekiawan
muslim yang banyak menangkap khazanah kekayaan Islam klasik
menyadari keunggulan perpaduan keilmuan yang telah
mengantarkan Islam pada era keemasan dan kemajuan itu.
Sementara itu realitas dunia pendidikan Islam “pesantren” tradisional
di Indonesia masih memperlihatkan keengganan untuk mengadopsi
“ilmu-ilmu umum”. Lembaga pendidikan ini mempertahankan aspek
keilmuan Islam klasik saja.[11]
Dengan demikian sistem pendidikan pesantren akan selalu
mengalami kemunduran jika memang dilihat dari paradigma
Nurcholis Madjid, yaitu kekurangan pertama adalah terletak pada
visi dan tujuan yang dibawa pendidikan pesantren. Kurangnya
kemampuan pesantren dalam meresponi dan mengimbangi
perkembangan zaman, ditambah dengan faktor lain yang sangat

101
beragam, membuat produk-produk pesantren kurang siap untuk
“lebur” dan mewarnai kehidupan modern.[12]

Salafi Vs Modern
Berdasarkan uraian di atas, sistem pendidikan pesantren
memang terbagi dua bagian besar yaitu salaf dan khalaf (Modern).
Tradisi kegiatan pendidikannya pun berbeda akan tetapi pesantren
sebagai salah satu institusi pendidikan yang mampu mencetak santri
berkualitas serta dapat hidup mandiri. Terwujudnya manusia yang
mandiri merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam
proses pendidikan. Pemikiran Nurcholis Madjid menjadi rujukan
utama dalam memberikan perspektifnya antara pesantren salafy dan
modern. Banyaknya tulisan Nurcholis madjid tentang dunia
pesantren menarik untuk diteliti lebih dalam lagi yang kemudian
implementasinya akan dibandingkan dengan kondisi pesantren saat
ini.
Sebagaimana pondok pesantren Al-Mubarok Kota Serang dan
Pondok Pesantren Bani Hamid Kab. Serang merupakan dua
pesantren yang berbeda tradisi yaitu salafi dan modern. Kedua
pesantren tersebut memiliki pengaruh yang layak diperhitungkan di
masyarakat sekitar. Pondok Pesantren Al-Mubarok dengan sistem
modernnya memiliki banyak kepercayaan dari masyarakat luas untuk
mendidik santri-santri yang mandiri, memiliki keilmuan umum yang
mumpuni dengan tetap berpegang teguh pada tali agama Islam.
Sedangkan pondok pesantren Bani Hamid yang terletak di
Kecamatan Pamarayan juga memiliki pengaruh yang baik di
masyarakat sekitar, kajian kitab kuning yang masih kuat serta
pengajian-pengajian majlis ta’lim yang sampai saat ini masih eksis.
Maka peneliti mencoba menelaah dari perspektif Nurcholis Madjid
di kedua pesantren tersebut.

102
Dalam hal ini maraknya pesantren modern yang sudah berdiri
dengan menggesernya pesantren salafi karena mampu bersaing
dalam menghadapi perkembangan zaman, maka pesantren Bani
Hamid bila masih mempertahankan sistem pendidikan leluhurnya
yang sampai sekarang tetap dipertahankan maka tidak akan pernah
bisa maju. Menurut Nurcholish Madjid, pesantren berhak, malah
lebih baik dan lebih berguna, mempertahankan fungsi pokoknya
yang semula, yaitu sebagai tempat untuk menyelenggarakan
pendidikan agama, yang penting sistem dalam cara pembelajarannya
yang harus dirubah.
Misalnya dalam pembelajaran Al-Qur’an, yaitu perlu
menitikberatkan pada pemahaman makna dan ajaran-ajaran yang
terkandung didalamnya. Di samping itu pesantren harus tanggap
dengan adanya perubahan-perubahan zaman, yang harus menjadikan
tuntutan-tuntutan anak didiknya, agar bisa tetap hidup dengan
pembekalan ilmu pengetahuan tanpa harus mengedepankan
pendidikan agama saja, tanpa ilmu yang lainnya sebagai alterntif
sesuai dengan potensi dan bakat mereka.
Sedangkan pondok pesantren Al-Mubarok mengalami
transformasi pergeseran sistem, yang awalnya berbentuk pesantren
tradisional namun dengan kemahiran kepemimpinan kiyai nya yang
mampu beradaptasi dengan perubahan jaman yang menuntuk
kebutuhan dan pelayanan pendidikan semakin meningkat maka
secara cepat respon tersebut terjadi. Pesantren Al-Mubarok dalam
kurun 3 tahun mampu bertransformasi sistem dari salafiah menjadi
khalafiah (modern) dan saat ini pesantren Al-Mubarok memiliki
beberapa lembaga pendidikan formal dan tetap mempertahankan
beberapa kegiatan khas pesantren tradisional seperti pengajian kitab
kuning, majlis ta’lim, dan kegiatan lainnya.

103
Kesimpulan
Kualitas pendidikan pesantren saat ini sedang mendapat
tantangan yang begitu besar sekali terutama dari pengaruh teknologi
informasi yang semakin cepat mengalami perubahan, sehingga
pesantren harus mampu bertahan agar tetap diminati menjadi
lembaga pendidikan yang maju, di lain hal sosok seperti Nurcholish
Madjid yang merupakan intelektual hebat yang pernah dimiliki
bangsa, pemikirannya sering dijadikan referensi bagi rakyat
Indonesia khususnya dunia pendidikan Islam. Nurcholish Madjid
membuktikan bahwa lulusan pesantren pun mampu membawa
pengaruh bagi bangsa, sebagai jiwa santri, Nurcholish Madjid patut
dijadikan contoh bagi para generasi muda bangsa, bahwa lulusan
pesantren mampu bersaing dengan lulusan yang berlabel umum.
Keberadaan pesantren salafi dan modern telah mewarnai dan
menyumbang khazanah mutiara pendidikan yang indah bagi bangsa
Indonesia. Terutma di Banten, menjadi julukan kota santri, sebab
karena sakingnya jumlah pesantren dan jumlah santri yang ada d
Provinsi Banten. Kehidupan berbagi antara pesantren Salaf dan
Modern di Banten sudah terjadi lama, sehingga membudayakan
kehidupan yang harmonis penuh cinta saling melengkapi.
Untuk itu, artikel ini selain menambah wacana khasanah
keilmuan, juga bermaksud memberikan motivasi dan semangat
kepada para generasi penerus bangsa, bahwa pesantren juga mampu
berkiprah di zaman yang serba moderen ini tanpa meninggalkan
nilai-nilai religi dan akhlak mulia yang diajarkan di pesantren.

Referensi
1. Nurcholis Madjid, Jalan Baru Islam: Memetakan Paradigma
Mutakhir Islam Indonesia, editor: Mark R. Woodward,
(Bandung: Mizan: Khazanah Ilmu-Ilmu Islam, 1998), hal 91.

104
2. Nurcholis madjid, Bilik-Bilik Pesantren: sebuah potret
perjalanan, pengantar oleh Zyumardi Azra, (Jakarta: Paramadina,
1997) hal xiv.
3. Zamakhsyari Dhofir, Tradisi pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1992),
hal. 171.
4. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: sebuah potret
perjalanan, (Jakarta: Paramadiana, 1997), hal. 4.
5. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, hal. 5.
6. Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren (Jakarta:
LP3ES, 1999), hlm. 1.
7. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani
Press, 1997), hlm. 83.
8. Nensi Golda Yuli, Sri Haningsih, and Radhika Adi Krishna,
“The Common Room Design of Islamic Boarding School: A
Preliminary Research in Yogyakarta Islamic Boarding
School”, International Journal of Engineering & Technology
IJET-IJENS Vol: 11 No: 04.
9. Pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum
seperti SMP, SMU dan bahkan perguruan tinggi dalam
lingkungannya. Ibid., hlm. 87.
10. Laporan Penelitian Pemetaan Kelembagaan Pesantren di
Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama 2014).
11. Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurchois Madjid
Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), hal. 133.
12. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, hal. 7.

105
Tentang Penulis

Syamsul Hidayat, SE., MM. Lahir di Serang


tanggal 28 Agustus 1989. Telah menyelesaikan
studi S1 di Program Studi Manajemen Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen Primagraha Serang
tahun 2013, kemudian melanjutkan studi S2 di
Program Magister Manajemen Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan lulus
cumlaude tahun 2015. Saat ini adalah dosen tetap Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bina Bangsa
Banten. Mengampu mata kuliah Manajemen Stratejik,
Kewirausahaan dan Metodologi Penelitian Manajemen. Saat ini
tercatat sebagai pengurus ICMI Orwil Banten Departemen
Kewirausahaan dan Ekonomi Umat. Aktif menulis artikel ilmiah di
berbagai jurnal nasional dan internasional. Kajian Pesantren menjadi
interest penulis dari sisi MSDM. Penulis dapat dihubungi melalui
surel: mastersyah@gmail.com.

106
JALAN SIMULTAN PENDIDIKAN HUMANIS
DAN ERA 4.0

Oleh: Moh. Fikri Tanzil Mutaqin


Departemen Riset & IPTEK Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) Provinsi Banten

S angat disadari cara berpikir dan cara kerja manusia banyak


di pengaruhi oleh perubahan “Era” yang telah dibuat dan
disepakati dalam rangka memperbaharui kurun waktu
sejarah. Setiap perubahan Era selalu memilikicara kerja baru guna
memperbaiki cara sebelumnya yang terlampau konvensional.
Termasuk setelah kemunculan Era industri 4.0 yang diperkenalkan
oleh pemerintah Jerman dalam event Hanover Fair pada tahun
2011.Istilah tersebut kemudian banyak berpengaruh dan diikuti oleh
bidang-bidang pekerjaan atau keilmuan lain dengan memunculkan
akhiran Era 4.0, sebut saja Ekonomi 4.0, Teknologi Era 4.0.
Pendidikan Era 4.0.
Sampai pada saat ini Era 4.0 masih memutarkan rodanya
untuk menggilas era sebelumnya yang pernah ada, roda itu terus
menjelajah setiap aspek kehidupan sambil menawarkan keunggulan
cemerlang untuk kemudahan kehidupan masa depan. Seiring
perjalanannya Era Industri 4.0 memantapkan kehadirannya yang
handal dalambidang pengolahan big data, membaca pola-pola
dengan algoritma, menyiapkan penyimpanan awan (clouds),
membuat teknologi kecerdasan buatan (ArtificialIntelegence) dan
juga munculnyaprinting tiga dimensi.

107
Kehadiran era ini membawa kita pada keyakinan bahwa
penggunaan teknologi cerdas sangat dibutuhkan untuk membantu
pekerjaan manusia, baik yang sederhana sampai yang paling rumit.
Sedikit mengenal cara kerjanya, era ini memulai dengan
mengumpulkan data manusia dalam jumlah besar (big data) mulai
dari data biologis, hari kelahiran, kebiasaan, hobi, pekerjaan,
penghasilan atau kesehatan untuk kemudian digunakan sebagai
modal dalam membuat pola algoritma. Selanjutnya dari pembacaan
algoritma tersebut akan digunakan oleh mesin cerdas untuk dianalisis
agar kemudian memungkinkan men-direct manusia dalam
pengambilan keputusan.
Sederhananya ketika kita sedang mencari produk kesehatan
dalam sebuah situs jual beli online (marketplace), meskipun kita
telah mengurungkan untuk membeli produk tersebut tetapii klan
tawaran produk kesehatan tersebut akan kembali muncul di beranda
facebook, email, atau situs lain di google. Kemunculan iklan produk
kesehatan tersebut dimaksudkan agar kita membuka kembali situs
marketplace dan memutuskan membelinya. Inilah hasil dari
kecanggihan mesin dalam membaca kebiasaan dan pola aktivitas
manusia yang dikumpulkan dalam penyimpanan big data untuk
dibuat algoritma sehingga menghasilkan probabilitas yang dapat
dipertimbangkan manusia dalam pengambilan keputusan. Sekali lagi,
bahwa cara kerja mesin tersebut diawali dari data, dimana saat ini
kita sangat senang mempercayakan data pribadi yang dititipkan
dalam penyimpanan awan (coluds) sementara membantu
keterbatasan kita dalam mengingat data dalam jumlah banyak.
Teknologi cerdas itu meyakinkan kita bahwa daya jelajah
perintah yang lebih rumit dengan integrasi otomatis melalui kognisi
terpusat adalah salah satu sistem kerja baru yang di tawarkan. Selain
itu kehadiran kecerdasan buatan menjadi lompatan yang pretensiusdi

108
berbagai bidang keilmuan terutama bidang transportasi darat,
kedirgantaraan, kedokteran, dan industri lainnya yang memerlukan
teknologi cerdas untuk menjalakan sistem kerja yang rumit. Bidang
lain pada sektor jasa juga sudah bergerak untuk menyesuaikan jejak
kemajuan era industri 4.0. Kemajuannya membuat kita tercengang,
dan menciptakan sebuah keadaan yang tidak biasa dimana kita akan
banyak di bantu oleh teknologi-teknologi cerdas dalam
meningkatkan produktivitas hidup.
Bahkan dalam laporan Mc Kinsey (2019) tentang Otomatisasi
dan Masa Depan Pekerjaan Indonesia bahwa dengan keberadaan
industri otomatisasi sebuah negara akan memungkinkan
meningkatnya angka Produk Domestic Bruto (PDB). Celakanya
karena hanya ingin mengejar angka produktivitas, besar
kemungkinan manusia akan berada dalam bayangan predator
teknologi.
Disisi lain era revolusi 4.0 memberikan tantangan yang besar,
diperlihatkannya sebuah upaya dehumanisasi yang menyertai
keberadaan teknologi dalam kehidupan manusia. Sentuhan teknologi
dan kecerdasan artifisial seolah memiliki jiwa yang dapat
menggantikan keberadaan manusia, serta teknologi menjadi lebih
bernilai dalam kehidupan manusia. Seperti halnya saat ketika kita
kehilangan smartphone, setidaknya akan lebih banyak mendatangkan
kecemasan (anxiety) dibandingkan dengan kehilangan sebuah buku.
Karena asumsinya kehilangan buku mudah saja digantikan dengan e-
book atau dapat membeli kembali lewat situs belanja online. Ketika
kehilangan smartphone artinya kehilangan banyak komponen seperti
data penting, pekerjaan, mobilebanking, kontak relasi, dokumentasi
momen, dan lainnya. Dari sini kita dapat melihat terdapat pergeseran
cara menilai barang berharga di masa sekarang. Inilah yang
sebelumnya pernah di wanti-wanti oleh seorang pakar sejarah umat

109
manusia dalam literatur fenomenal Homo Deus, Harari (2018) telah
memberikan prediksi bahwa manusia kedepan akan memberikan
persembahan terbaik kepada teknologi selayaknya Tuhan.
Bagaimana tidak, kebanyakan dari kita sedang dihadapkan pada
adiksi teknologi untuk menjalankan banyak aktivitas. Bahkan hanya
sekedar untuk menanyakan dan pencarian tentang kebenaran,
manusia selalu melakukannya melalui mesin pencaridalam
smartphone yang besarannya tidak melebihi manusia itu sendiri.
Semua itu menunjukkan peran penting teknologi, kecerdasan
artifisial, big data, dan algoritma dalam kehidupan. Dominasi
tersebutcukup memberikan ancaman terhadap potensi manusia
setidaknya dalam penggunaan motorik dan kognisi, perlahan
tergantikan dan hanya di gunakan seminimal mungkin. Hal ini
meyakinkan kita bahwa dehumanisasi di era 4.0 tidak bisa di bantah
lagi.
Prediksi tersebut diperkuat dari sebuah laporan yang telah di
publikasikan oleh World Economic Forum (2020) bahwa
diperkirakan sekitar 133 juta pekerjaan baru akan muncul dan
dibutuhkan akibat perubahan era ini. Sedangkan pekerjaan masa
depan tersebut akan lebih dominan menggunakan teknologi digital,
meskipun peran manusia masih tetap ada.Satu sisi lainkejutan baru
dalam bidang pekerjaan masa depan di Era 4.0berpotensi
memperluas pengembangan keilmuan, atau muncul keilmuan terapan
lainnya. Dengan begitu untuk dalam proses ini perlu kesiapan
sumber daya manusia yang disertai dengan kesiapan proses
pendidikan. Marilah kita tengok usaha dan tantangan pendidikan,
meski harus tergopoh dalam percepatan pemerataan era.

110
Melihat Tantangan Pendidikan era 4.0
Proses pendidikan akan melekat dan selalu beriringan
memadukan ritmenya dengan kemajuan zaman. Manusia pada zaman
batusetidaknya mengalami pembelajaran untuk tujuan yang
sederhana, seperti belajar membuat perkakas, mengenali cuaca,
bercocok tanam, dan keterampilan komunikasi sederhana. Penting
bagi mereka mempelajari teknologi yang sederhana untuk
diaplikasikan dalam kehidupan, fatal jika manusia pada zaman itu
tidak memiliki kemampuan bertahan hidup dan mempelajari situasi
alam yang sangat keras berikut dengan ancaman keselamatan dari
predator yang lebih kuat. Begitu juga saat ini penting bagi kita untuk
mempelajari teknologi era 4.0 agar peran manusia tidak lantas
tergantikan begitu saja,serta mengantisipasi teknologi tidak menjadi
predator bagi manusia sebagai penciptanya.
Seperti peribahasa yang mengatakan “Zaman beralih musim
bertukar” bahwa manusia hendaknya menyesuaikan segala sesuatu
dengan perubahan zaman agar tidak tertinggal dan tergerus.Proses
pendidikan di Era 4.0 terus berupaya menyesuaikan kendati
menghadapi persoalan yang tidak bisa di remehkan karena akan
menghadapipersoalanrelasi yang tidak seimbang untuk sebuah proses
pendidikan di Era 4.0. Bukan tidak mungkin pendidikan hanya akan
menjadi alat yang mekanistis dalam mendistribusikan ilmu
pengetahuanketika tidak dibarengi dengan sentuhan manusia. Saat ini
pola transfer ofknowledge mulai bergeserdengan mode
pembelajaranonline (dalam jaringan), dimanadalam mode ini
seseorang bisa mendapatkan materi ajar yang setara dengan
pertemuan tatap muka.
Persoalannya tentu hanya materi yang dapat di transferkan.
Agaknya cukup sulit jika sentuhan nilai moral yang biasanya
dilakukan oleh manusia harus dilakukan oleh gagahnya teknologi.

111
Seperti yang diketahui bersama bahwa pendidikan bukan hanya
sekedar untuk mempelajari materi, mentransfer ilmu, dan
memecahkan masalah lewat kognisi. Banyak nilai afeksi yang harus
di pelajari dan itu memerlukan keahlian dari manusia dewasa sebagai
role model untuk mentransferkan nilai-nilai luhur etika dan sikap.
Memang betul bahwa kecerdasan artifisial memiliki
kemampuan yang lebih teliti dan detail dibandingkan dengan
manusia dimana kemampuan itu akan sangat bermanfaat dalam
upaya transfer ofknowledge. Akan tetapi emosi dan kesadaran
merupakan keunggulan manusia yang tidak dimiliki secara langsung
oleh teknologi, sekalipun teknologi cerdas.Tentunya peran emosi dan
kesadaran dalam proses pendidikan sampai pada saat ini masih
dianggap penting karena menyangkut dengan transformasi nilai yang
dilakukan oleh manusia ke manusia.
Jika kemungkinan terbesar teknologi kecerdasan menjadi
pemeran utama dalam penyampaian pesan-pesan moral maka sangat
penting teknologi di bekali emosi dan kesadaran melalui algoritma
canggihnya. Hal itu perlu dilakukan sebagai upaya melestarikan
warisan karakter ditengah kecanggihan teknologi, setidaknya
kemampuan itu dapat meyakinkan umat manusia bahwa hadirnya
teknologi cerdas tidak lantas mengikis moral dan karakter. Adapun
ketika kemungkinan tersebut terjadi marilah bersiap-siap kita
memiliki dikotomi kebudayaan baru yang bukan lagi western vs
eastern.

Merajut Harmoni Pendidikan Human-Techno


Agaknya terlalu skeptis jika selalu memberikan sudut pandang
tentang ancaman dari pembaharuan era ini. Setidaknya narasi diatas
menjadi sebuah pengingat kita akan tantangan masa depan. Kiranya
penting juga membawa kecemasan tersebut dengan memadukan dua

112
gagasan secara simultan agar terjadi sebuah ekuilibrium pendidikan
masa depan yang bermodalkan kekayaan potensi manusiadengan
dikolaborasikan pertolongan teknologi cerdas. Disini kita mesti
menyadari bahwa teknologi tidak mungkin di tinggalkan dan
kedepan manusia akan selalu berdampingan dengan teknologi. Atas
dasar itu proses pendidikan tidak seharusnya berjalan sendiri dengan
usaha-usaha konvensional dan egosentris kepuasan keberhasilan
pendidikan masa kini. Pendidikan human-techno dapat dilakukan
bersamaan karena keduanya memiliki keunggulan yang dapat dipadu
padankan guna memeroleh manfaat yang lebih besar.
Kehadiran teknologi mengingatkan kita bahwa dunia
pendidikan telah menerima manfaat cukup signifikan di era industri
4.0 ini. Setidaknya ada beberapa perubahan penting yang
sukardilakukan pada proses pendidikan konvensional, juga
memotong warisan turun-temurun dalam orientasi belajar di kelas
yang hanyadilakukan dua arahdan penuh rigiditas. Kita bisa melihat
manfaat Pertama, bahwa proses“belajar dimana saja” (fleksibilitas)
dapat terwujud dengan mudah, dimana saat ini pelajar sangat
menyukai eksplorasi pengetahuan yang dilakukan melalui internet
secara mandiriyang dapat dilakukan dimana saja tidak selalu dalam
sekat tembok kelas. Kedua, belajar dalam keberagaman sangat
mungkin terwujud tanpa memandang penyamarataan kemampuan.
Ketiga, orientasi pembelajaran yang berubah menjadi student
tcentered menjadi dampak yang akan dirasakan oleh dunia
pendidikan, ketika selama ini kita hanya mengeluhkan orientasi
teacherscentered.
Sangat disadari kenyataan pendidikan di Indonesia kental
dengan teachers power/teachers centered yang hanya dilakukan
secara dua arah. Hal ini yang diyakini akan membuat peserta didik
minim eksplorasi dan tidak menyadari potensi, karena kelas hanya

113
dikendalikan oleh guru. Kondisi siswa yang dianggap kosong dan
serba tidak tahu pada akhirnya hanya akan menjejali materi-materi
yang dianggap penting oleh guru dan dianggap kurang penting oleh
siswa. Kita melihat proses itu menjenuhkan, kaku, dan minim kerja
bersama. Coba kita tengok laporan yang dikeluarkan oleh (OECD,
2015)bahwa pentingnya peran guru yang berkolaborasi dengan siswa
dapat mengembangkan skill akademik dan sikap siswa.
Disinilah kita dapat melihat sebuah proses pembelajaran
studentcentereddi Era 4.0 akan berbuah manis pada iklim
pendidikan, sambil terus dipastikan proses studentcentered tidak
hanya membiarkan siswa mempelajari materi sendiri, akan tetapi
bagaimana kemudian membangun konsep colaborationlearningdan
membentuk ekosistem yang tidak terputus antara guru, siswa orang
tua dan masyarakat. Bahkan dalam konteks Indonesia seorang filsuf
pendidikan Ki Hadjar Dewantara telah mewariskan pemikirannya
tentang konsep among yang didalamnya kental dengan nuansa
kebebasan berpikir dimana hal itu merupakan modal besar, ketika
individu tidak diberikan kebebasan berpikir maka colaboratif
learning hanya akan mendapatkan jalan kesukaran.
Proses pembelajaran kolaborasi penting dilakukan guna
memoles potensi manusia agar kelak bernilai layak permata.Seperti
yang kita tahu bahwapendidikan merupakan proses mentransformasi
sistem nilai guna pemenuhan kebutuhan manusia dan mewujudkan
sikap bestari. Sekalipun prinsip pendidikan tidak bisa di terjemahkan
dalam sebuah pengertian yang baku, ia mencair dan sesuai kebutuhan
umat manusia namun ada pokok penting bahwa pendidikan sebagai
usaha untuk membangkitkan potensi dan skill manusia pembelajar.
Dalam hal ini proses pendidikan seperti menyelami dasar gunung es,
dan menggerakkan snowball.

114
Bahwa masih banyak potensi yang tidak terlihat karena tidak
berusaha mencari yang lebih besar, kita di sudutkan pada kepuasan
puncak potensi yang terlihat saja. Begitu juga efek snowball yang
dipengaruhi dari perputaran kecil secara konsisten sampai
menghasilkan bola salju yang besar karena terus mengikat salju-salju
yang ada di permukaan. Hal ini sama percis dengan usaha manusia
dalam mencari potensi diri, mengenali diri, dan mengasah skill, dapat
diartikan seiring berjalannya waktu potensi manusia akan semakin
besar karena pencarian yang dilakukan secara berkelanjutan. Sama
pentingnya dengan proses pendidikan yang berkelanjutan dan
pendidikan sepanjang hayat, semakin manusia belajar dan bergerak
berkelanjutan disanalah ia akan menemukan titik kesadaran tentang
pentingnya pendidikan untuk bekal kehidupan serta menjadi bagian
pencarian jati diri.
Proses pendidikan berkelanjutan dan sepanjang hayat menjadi
bagian penting dalam rangka menempatkan manusia sebagai subjek
berharga dan autentik.Inilah sebuah implikasi pendidikan
berdasarkan pendekatan humanis. Dalam pandangan humanis yang
diperkenalkan pada Abad ke 20 oleh Husserl, Hediegger, atau
Merlaue-Ponty berhasil menempatkan manusia sebagai subjek yang
unik dan kaya akan fenomena (Schneider et al., 2015).
Sampai pada Abad Ke-20 proses interaksi pendidikan dan
pendewasaan banyak dilakukan oleh seorang guru atau manusia lain
yang lebih dewasa dalam membangun relasi pedagogis utama, serta
kita sepakat tidak semua orang bisa terampil dalam menerapkan
relasi pedagogis. Proses ini setidaknya memerlukan keterampilan
memahami autentiknya manusia. Seiring berjalannya waktu proses
mendidik akan di barengi dengan teknologi, dimana hal ini menuntut
keterampilan lebih dari sekedar relasi pedagogis konvensional, tetapi
pendidik perlu merancang dan melakukan pendidikan kolaborasi

115
yang di sesuaikan dengankebutuhan Era Industri 4.0. Ketika saat ini
kuasa relasi yang di bangun di kelas dominan oleh guru, bukan tidak
mungkin kedepan guru akan kehilangan kuasa relasi pedagogis. Hal
ini dikarenakan murid sebagai seorang pembelajar dapat dengan
mudah mencari jawaban soal yang diberikan oleh guru melalui
jejaring internet dibandingkan meminta penjelasan kepada guru itu
sendiri. Untuk itu pendidik perlu memperbaharui relasi pedagogis,
menjadi proses simultan antara pendidik yang humanis yang turut
mengikuti perkembangan teknologi masa kini.
Selain itu ada yang lebih penting dilakukan oleh pendidik,
seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidik harus
menjadi patron dan role model dalam rangka transformasi nilai luhur,
karakter, dan norma. Karena dalam proses ini berdasarkan
pandangan nilai humanis dan kesejahteraan subjektif yang di
populerkan oleh Diener (1984) mengungkap bahwa seseorang
termasuk juga siswa memerlukan sentuhan afeksi berupa dukungan
sosialagar mendapatkan pengalaman yang berharga selama
perjalanan hidup. Artinya Sekalipun teknologi diprediksikan akan
mendominasi pekerjaan manusia termasuk dalam pendidikan, akan
selalu ada unsur yang tidak bisa digantikan secara signifikan oleh
teknologi seperti transformasi nilai, pemahaman emosi, sikap
awareness, dan nilai afeksi—meskipun para ahli telah
mengupayakan untuk mewujudkan pencapaian tersebut.
Karenanya pendidik menjadi penggerak utama dalam ranah
transformasi nilai, pemahaman emosi, sikap awareness, nilai afeksi,
dan pemenuhan kesejahteraan psikologis ketika upaya kolaborasi
antara human-technodijalankan dalam dunia pendidikan.Karenanya
cukup penting memiliki pemahaman dalam bidang ilmu jiwa seiring
dengan permasalahan psikologis yang menyertai perkembangan
teknologi. Bukan tidak mungkin kedepan akan muncul masalah

116
psikologisdan kesehatan mental yang baru ketika menghadapi Era
4.0. Untuk itu sebagai upaya dalam mereduksi permasalahan
psikologis, para ilmuan psikologipositif seperti Martin Seligman
telah menyarankan untuk tetap meningkatkan potensi dibandingkan
dengan mencari-cari penyakit dan kelemahan yang ada (Seligman &
Csikszentmihalyi, 2000). Diakhiri dengan kemampuan mengolah
jiwa yang positif, pendidikan di Era 4.0 akan menemukan
keseimbangan ketika proses colaboratiflearning dilakukan oleh
manusia dan teknologi (human-techno). [*]

Sumber Bacaaan

Diener, E. (1984). Subjective Well-Being. Psychological Bulletin;


Washington, Etc., 95(3).
Mc Kinsey. (2019). Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia.
September.
Noah Harari, Y. (2018). Homo Deus A Brief History of Tomorrow.
PT Pustaka Alvabet.
OECD. (2015). Do teacher-student relations affect students’ well-
being at school? PISA in Focus #50, 04, 1–4.
Schneider, K. J., Pierson, J. F., & Bugental, J. T. (2015). The
Handbook of Humanistic Psychology. Sage Publications,
Inc.
Seligman, M. E. P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive
Psychology. American Psychologist, 1, 5–14.
World Economic Forum. (2020). Jobs of Tomorrow Mapping
Opportunity in the New Economy (Issue January). WEF.

117
Biografi Penulis

Moh. Fikri Tanzil Mutaqin, M.Pd. Sapaan


akrab Fikri Tanzil, lahir di Kabupaten
Pandeglang pada tanggal 20 Juni 1995.
Kegemaran dalam mengeksplorasi makna
(meaning) di implementasikan dalam
konsentrasi kajian, penelitian, dan pengabdian
seputar topik psikologi positif, kesejahteraan
subjektif dan pendidikan non formal, terutama bagi kategori
disadvantagepeople. Beraktivitas dalam bidang pendidikan dan
pelatihan di Yayasan Masyarakat Belajar Foundation. Sejak tahun
2019 ia merupakan Founder Mengupas Makna. Diberikan amanat
menjadi Asessor di Badan Akreditasi Nasional PAUD dan PNF sejak
Tahun 2017. Ia juga merupakan anggota Departemen Riset & IPTEK
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Banten
periode 2018-2023. Contactme: fikritanzil@upi.edu

118
MENYEMAI ARAH PENDIDIKAN DI ERA
DISRUPTION REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Komaruzaman
Wakil Ketua ICMI Orda Kab. Tangerang

A lvin Toffler seorang futurolog dalam bukunya The Third


Wave mengatakan bahwa gelombang peradaban dunia itu
terdiri atas tiga peradaban dunia. Pertama, Gelombang
Peradaban I yang terjadi pada tahun 800 SM sampai dengan abad ke
15, gelombang ini ditandai dengan penggunaan teknologi masih
menggunakan batu, dalam perspektif sejarah abad ini dikatakan
zaman batu dan Toffler menyebutnya zaman pertanian. Kedua,
Gelombang II yaitu Peradaban industri dimulai pada abad ke 15
sampai dengan tahun 1970an, dengan ditemukannya masin uap di
Inggris dan revolusi Industri di Prancis menandai dimulainya dunia
Industri dan peralihan dari masa peradaban pertanian (agraris)
menuju peradaban Industri. Ketiga, gelombang III, merupakan
peradaban yang lebih modern dan terbarukan, yang disebut dengan
peradaban informasi mulia tahun 1970 sampai hari ini, yaitu dengan
berkembangnya inovasi teknologi nirkabel, satelit, dan pola ekonomi
berbagi dan kolaborasi.
Saat ini kita masuk dalam fase gelombang ketiga, dimana
informasi sangat mudah diakses dan penggunaanya yang lebih
efektif, efesien dan murah. Saat ini yang banyak diperbincangan di
kalangan masyarakat khususnya masyarakat industri dalam dekade
terakhir adalah munculnya Revolusi Industri 4.0. perubahan fase ke
fase memberi perbedaan artikulasi pada sisi kegunaan revolusi

119
tersebut, fase pertama menitik beratkan pada penemuan mesin dan
mekanisme produksi, fase kedua (2.0) masuk pada bentuk produksi
masal yang terintegrasi pada quality control dan standarisasi, fase
ketiga (3.0), memasuki tahapan yang terintegrasi seluruh proses
dengan komputerisasi, fase keempat (4.0) telah menghadirkan
digitalisasi dan otomatisasi perpaduan internet dengan manufaktur.
Munculnya revolusi indutri 4.0 ini adalah adanya fenomena
disruptive innovation, dampaknya sudah merambah pada seluruh lini
kehidupan ini. Mulai dari indutri, ekonomi, politik juga pendidikan.
Fenomena ini juga telah menggeser gaya hidup (life skill) dan pola
pikir (mindset) masyarakat dunia. Renald Khasali dalam bukunya
Disruption, Menghadapi lawan-lawan tak kelihatan dalam
peradaban uber. Mengatakan bahwa istilah disruption masa dimana
bermunculan inovasi-inovasi yang tidak terlihat, tidak disadari oleh
organisasi mapan sehingga mengganggu (disrup) jalannya tatanan
sistem yang lama atau bahkan menghancurkan sistem lama.
Disruptive innovation secara sederhana dapat dimaknai
sebagai fenomena terganggunya para pelaku indutri lama
(incambent) yang sudah mapan oleh para pelaku indutri baru akibat
kemudahan teknologi informasi. Misalnya Perusahaan kamera
Kodak sangat fenomenal pada masanya, di tahun 50an sampai
1990an dimana setiap manusia yang ingin mengabadikan melalui
poto atau vidio mesti menggunakan produk ini, namun seiring
percepatan waktu dan inovasi Kodak mulai tersaingi oleh munculnya
kamera digital dan smartphone. Perusahaan Kodak lambat
mengantisipasi munculnya inovasi-inovasi baru ini. Akhirnya
perusahaan ini pun kolap. Namun berbeda dengan perusahaan Fuji
Filem yang sampai saat ini masih eksis, karena mereka mampu
mengantisipasi fenomena disrup ini dengan membuka gerai atau
toko lab photo yang tersebar dipelbagai kota, sehingga mampu

120
bertahan sampai saat ini. Fenomena lain adalah munculnya Grab,
Gojek, Fintech, klik dokter, traveloka, alibaba, tokopedia dll.
Munculnya inovator-inisiator kaum muda mampu membuat
suatu aflikasi yang berasas pada teori ekonomi berbagi (Sharing
resource) dan kolaborasi, dimana para pemilik aflikasi tersebut tidak
memiliki moda utama, misalnya pemilik Gojek bekerjasama dengan
para pemilik kendaraan roda dua atau ojek untuk mencari pelanggan
dan menghantar para pengguna jasa ini. Dengan kemudahan aflikasi
antar pemilik kendaraan dengan pengguna jasa atau masyarakat,
mereka saling memberi keuntungan dan masyarakt juga merasa
terbantu dengan adanya gojek ini. Begitu juga dengan grab, klik
dokter, blibli, tokopedia dll. Hal ini mengakibatkan benturan antar
pemain lama seperti taksi, toko-toko ritel seperti 7 eleven, matahari,
disk tarra dll, dengan pendatang baru ini. Fenomena inilah yang
disebut disruptive.

So, Bagaimana Dengan Dunia Pendidikan.


Fenomena Revolusi Indutri 4.0 dalam perspektif era disruptive
juga merambah dunia pendidikan. Istilah pendidikan 4.0 juga
menjadi diskursus tersendiri saat ini dikalangan mahasiswa, praktisi
dan ahli pendidikan. Munculnya pendatang baru dengan inovasi
yang briliant seperti “ruang guru” sebuah aflikasi pembelajaran
bimbingan belajar secara online, mampu mendisrup keberadaan
bimbingan belajar incumbent seperti, Primagama, Nurul Fikri,
Bintang pelajar, Ghanesa dll. Dengan kemudahan aflikasi terbarukan
secara online yang dikomandoi oleh anak-anak muda inovatif dan
sudah merambah ke pelosok daerah, karena aflikasi “ruang guru”
tidak memerlukan tatap muka, ruang kelas dan modul kertas.
Hanya dengan membeli aflikasi satu mata pelajaran atau
seluruh pelajar yang membutuhkan bimbel ruang guru dengan sangat

121
mudah membeli dan berkomunikasi melalui smartphone, satu
kemudahan, efektif dan efesien, maka mampu merubah tatanan
sistem pemain lama. Dan fenomena terbaru saat ini dimasa
munculnya virus covid 19, seluruh proses pembelajaran
menggunakan daring (online). Kelas-kelas pembelajaran berbasis
online menjadi tradding topik tersendiri dan menjadi media alternatif
yang sangat membantu orang tua dan siswa juga para guru. Hal ini
menunjukkan bahwa inovasi-inovasi kreatif seperti iniakan terus
memberi makna dan nilai pada kurun yang berbeda. Karenanya
sharing inovasi dan juga membangun cara fikir yang kreatif menjadi
syarat mutlak bagi masyarakat global saat ini. Menarik untuk di
cermati saat covid 19 yang terjadi saat ini adalah bermunculannya
konsep pembelajaran via daring dan masyarakat umum, mau tidak
mau harus belajar dan aware terhadap daring ini, di belahan pelosok
manapun saat covid 19 merambah, seluruh masyarakat memliki
ketergantungan terhadap konsep ini. Dan ini menjadi fenomena
tersendiri dan muncul pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif.
Begitu pula munculnya sekolah-sekolah Islam Terpadu (SIT)
dan Sekolah Alam yang di motori oleh anak-anak muda, mampu
memberikan alternatif pendidikan yang berkualitas. Munculnya SIT
(sekolah Islam Terpadu) dan sekolah Alam menganggu (disrup) akan
keberadaan sekolah-sekolah lama yang sudah mapan dan elite. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan harus terus
terbarukan, memaknai kembali kurikulum, model dan modal
pembelajaran, resource guru, cara pandang mereka dengan inovasi,
kreatifitas, kesesuaian zaman juga cara pandang pimpinan, manager,
direktur sekolah, atau para guru dalam melihat fenomena revolusi
indutri 4.0 ini.
Dalam Perspektif pendidikan munculnya Revolusi Industri 4.0
harus dimaknai sebagai sebuah perubahan mendasar pada tiga ranah;

122
Pertama, dalam hal pengelolaan kelembagaan pendidikan,
seorang manager pendidikan harus mampu mengambil moment ini
untuk berinovasi dalam peningkatan kualitas, kompetisi,
meningkatkan efesiensi dan produktifitas. Walaupun revolusi
Industri 4.0 ini lebih banyak bersinggungan dengan dunia industri,
dunia pendidikan saat ini pun sebagai pelaku bisnis nirlaba harus
mampu menjawab tantangan ini.
Kedua, pemanfaatan teknologi. Sekolah harus melakukan
loncatan yang lebih maju dalam revolusi industri 4.0 ini, melalui
pemanfaatan implementasi tekologi pembelajaran dalam bentuk
digitalisasi dan komputerisasi penggunaan proses pembelajaran.
Ketiga. perubahan cara pandang (mindset) guru dalam
memahami persaingan global ini. Pemikiran global (worldveiw) dan
cakrawala guru harus dibuka dalam memandang perubahan zaman
juga inovasi dan karakter guru sebagai manusia pembelajar dan
inovator.
Peter F Drucker dalam bukunya Managingin the Next Society
mengatakan bahwa yang dibutuhkan masyarakat masa depan adalah
masyarakat yang berpengetahuan (knowledge society). Menurutnya
pada mayarakat berpengetahuan itu yang diperlukan adalah soft skill
kemampuan mengolah pengetahuan, merekayasa dan memberi
manfaat untuk orang banyak. Nanti tidak perlu lagi orang memiliki
kantor, gedung pertemuan, ruang-ruang kantor dan sebagainya.
Karena bagi mereka cukup dengan koneksi via virtual seluruhnya
bisa dilakukan dengan sangat efektif dan efisien. Karena itu menurut
Drucker seharusnya pendidikan memberi ruang-ruang bagi para
siswa untuk memiliki kemampuan manajemen, kekuatan
komunikasi, time work, problem solving dan decession making yang
kuat melalui soft skill yang berkarakter dan berorientasi masa depan.

123
Dan inilah yang di sebut dengan model pendidikan berbasis global
inovatif futuristik.

Menjawab Tantangan; Sebuah tawaran solusi


Era disrupsi 4.0 tidak perlu ditakuti apalagi dihindari, namun
harus dihadapi dengan pikiran cerdas, dan resource yang telah kita
miliki. Hemat penulis beberapa catatan dalam merespon era disrup
ini, yaitu :
1. Diperlukan kepemimpinan sekolah yang memiliki cara pikir out
side the box, yaitu berfikir di luar kebiasaan dan keluar dari zona
nyaman. Kalau anda ingin menjadi pemain bola yang BAIK,
cukup arahkan pandangan mata anda ke arah bolanya. Tapi kalau
anda ingin menjadi pemain bola yang HEBAT, arahkan mata dan
permainan anda ke arah mana bola akan menuju. Era disrup
adalah dimana bolanya sekarang, dan era “kemajuan” adalah
kemana bolanya akan dituju. Maka diperlukan kepemimpinan
sekolah yang memiliki daya fikir dengan melihat kemana bola
akan menuju.
2. Era ini juga harus disinergikan dengan kearifan loka dan budaya
bangsa agar tidak tercerabut dari akar budaya. kurikulum
pendidikan dalam sekolah harus tetap menjaga budaya, tata nilai
dan kemanusiaan, karena pada sisi kebudayaan dan humanisme
di era revolusi industri ini akan terus terkikis. Karenanya peran
guru harus mampu menjaga nilai-nilai luhur budaya juga nilai-
nilai religiusitas dalam perilaku keseharian siswa. Sehingga guru
masih sangat diperlukan dalam menjaga nilai-nilai ini.
3. Guru harus memiliki HOTS (higer order thingking skill), guru
harus memiliki kemampuan berfikir yang tinggi dan jangan
kalah dengan kemampuan inovasi dan informasi dari siswa,

124
dengan menganalisa, mengsintesi dan mengevaluasi informasi
yang ada.
4. Kaidah fikih mengatakan‫األصلحيدبالجدواألخذالمحافظة على القديمالصالح‬
“Merawat yang lama yang masih baik, dan mengambil yang
baru yang lebih baik”. Kaidah ini memberi arah bahwa seorang
guru harus memiliki jiwa perubahan, inovatif dan memiliki
kemampuan befikir tinggi dengan hal-hal yang terbarukan. Hal
ini memiliki makna bahwa guru harus kreatif dan inovatif.
5. Dalam merespon era ini, peserta didik harus dikembangkan
potensi mereka. Karena itu menurut Drucker seharusnya
pendidikan memberi ruang-ruang bagi para siswa untuk memiliki
kemampuan soft skill yang berkarakter dan berorientasi masa
depan.
6. Nilai-nilai keagamaan harus terus ditanamkan, akhlak dan aqidah
merupakan modal utama dalam pelestarian nilai-nilai ini. Akses
negatif globalisasi adalah adanya jiwa-jiwa anak muda yang
renta sehingga mudah terjangkit jiwa hedonisme, materialisme,
individualisme juga permisivisme. Anak muda (baca siswa)
harus disadarkan, diarahkan dan dibimbing untuk menghantarkan
mereka melewati arus deras globalisasi ini dengan perisai akhlak
dan akidah yang kuat. Hanya nilai-nilai ini yang mampu
memfilter dampak negatif dari era revoluai industri 4.0 ini. [*]

125
Tentang Penulis

Komaruzaman, M.Ed. Lahir di Tangerang,


15 Desember 1973. Menempuh pendidikan
formal di SDN 1 Balaraja, melanjutkan ke
Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta.
Pendidikan S1 diselesaikan di UII
Yogyakarta. Kemudian melanjutkan S2 di
International Islamic University of Malaysia
dan National University of Malaysia dan
kandidat Doktor di UIKA Bogor. Aktivis kampus pernah menjadi
Presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se Yogyakarta
(FKSMY) tahun 1998, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI),
LEM UII, Belajar Bersama LKIS, Himata-Yo, KBY. Aktif
membidani forum kajian, Demokrasi bagi Rakyat (DeBar UII),
ForJabar, Komunitas Lebah Yogyakarta, Direktur Forum LEPPAS
forum kajian PPI Malaysia dan pembina PPIM (Persatuan Pelajar
Indonesia Malaysia).
Saat ini aktif sebagai ketua Dewan Pendidikan Kab.
Tangerang. Wakil Ketua Tanfidziah PCNU Kab. Tangerang, Wakil
Ketua ICMI Orda Kab. Tangerang, Manajer Sinergi Leadership
Training Centre, Dan menjadi pengasuh di Pondok pesantren
Terpadu Al Itqon Balaraja Tangerang Banten.

126
MENGGAIRAHKAN KEHIDUPAN KAMPUS
MENGGAPAI PELUANG BISNIS DALAM
ARENA KREATIFITAS SENI BUDAYA

Oleh: H. Achmad Rifai


Wakil Ketua Dept. Kewirausahaan dan Ekonomi Umat ICMI Orwil Banten

Pendahuluan

P
eluang untuk memadukan bisnis dan pengabdian dapat
diwujudkan dalam mengelola keberagaman seni kebudayaan
tardisional dengan kewirausahaan kreatif sangat terbuka di
wilayah Provinsi Banten yang sedang giat mengembangkan diri di
berbagai sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan
perekonomian kawasan Nasional Trans Pulau Sumatra dan Pulau
Jawa, maupun Nasional serta Internasional yang didukung dengan
adanya Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung di Kabupaten
Pandeglang dan Bandara Internasional Sukarno-Hatta di Kota
Tangerang yang berdekatan dengan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Peluang perpaduan antara usaha dan pelestarian seni budaya
tersebut dapat dilakukan oleh semua pihak dari Pelaku Bisnis
Ekonomi Kreatif, Pemerintah dan Masyarakat, serta kalangan Dunia
Pendidikan di Peguruan Tinggi yang ada di Daerah maupun
Nasional. Peluang usaha tersebut perlu dipersiapkan melalui metode
pembelajaran dan penelitian, maupun praktek lapangan yang digagas
secara sinergi melalui dunia pendidikan di Perguruan Tinggi, dalam
hal tersebut juga menjadi bagian pengamalan Tri Dharma Perguruan

127
Tinggi dalam pengabdian pada masyarakat. Berbekal pada pemikiran
yang kritis, progresiv dan inovatif, sudah seharusnya mahasiswa
dibekali juga dengan gerakan usaha nyata dalam upaya
Menggairahkan Kehidupan Kampus Sebagai Jembatan Menciptakan
Peluang Bisnis Dalam Arena Seni Budaya Banten, yang juga secara
langsung untuk merealisasikan atas pelestarian pada asset-aset Seni
Budaya Daerah yang secara umum menjadi aset-aset Seni Budaya
Bangsa.
Upaya untuk Menggairahkan Usaha Ekonomi Kreatif yang
didakukan dengan Geliat Seni Budaya Tradisional merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih layak yang dapat
dipadukan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat untuk mencari
jati diri manusia untuk belajar dan berusaha dalam dinamika
pembangunan yang selalu berubah dan berkembang diera globalisasi
milenial ini. Pada wacana gagasan ini yang akan minitik beratkan
secara khusus pada Seni Budaya Tradisional Banten yang syarat
dengan nilai-nilai Agama.
Peluang untuk memadukan bisnis usaha ekonomi kreatif
dengan seni budaya tradisional Banten dengan pengabdian guna
melestarikan nilai-nilai budaya sebagai aset Bangsa, hal tersebut
dapat diwujudkan dalam mengelola keberagaman seni kebudayaan
tardisional dengan kewirausahaan kreatif sangat terbuka di wilayah
Provinsi Banten yang sedang giat mengembangkan diri di berbagai
sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan perekonomian
kawasan Nasional Trans Pulau Sumatra dan Pulau Jawa, maupun
Nasional serta Internasional yang didukung dengan adanya Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang dan
Bandara Internasional Sukarno-Hatta di Kota Tangerang yang
berdekatan dengan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan

128
Republik Indonesia. Peluang perpaduan antara usaha dan pelestarian
seni budaya tersebut dapat dilakukan oleh semua pihak dari Pelaku
Bisnis Ekonomi Kreatif, Pemerintah dan Masyarakat, serta kalangan
Dunia Pendidikan di Peguruan Tinggi yang ada di Daerah maupun
Nasional bahkan Internasional sebagai sarana Persahabatan dan
Perdagangan Antar Bangsa.
Peluang usaha tersebut perlu disiapkan melalui metode
pembelajaran dan penelitian baik secara teori maupun praktek
lapangan yang diselenggarakan pada Kampus di Perguruan Tinggi.
Metode pembelajaran secara teori maupun praktek lapangan juga
dapat dikembangkan dengan cara menjalin kemitraan dengan
Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat maupun dengan para pelaku
usaha UKM dan Industri Perhotelan. Untuk dapat mewujudkan
metode pembelajaran, penelitian dan praktek lapangan tersebut
diharapkan Kampus-kampus yang berlokasi di Provinsi Banten dapat
menjadi pelopor guna menangkap peluang tersebut.
Peluang untuk memadukan bisnis usaha ekonomi kreatif
dengan seni budaya tradisional Banten sebagai aksi mahasiswa
dalam kehidupan kampus diharapkan untuk dapat mengembangkan
berbagai sektor kehidupan kampus yang lebih bergairah dan juga
memiliki nilai bisnis/wirausaha kreatif yang dapat dikembangkan
dengan melibatkan kemitraan dan peranserta masyarakat, Pemerintah
Daerah, Pemerintah Pusat dan Pelaku Usaha dalam kehidupan diluar
lingkungan kampus.

Menggairahkan Generasi Wirausaha Kreatif Kampus


Diera pasar terbuka saat ini ada berbagai peluang usaha baru
bermunculan dan melahirkan banyak wirausahawan baru di
Indonesia, tidak hanya pengusaha berskala besar tapi juga pengusaha
kecil dan menengah, bahkan usaha kecil menengah saat ini

129
mengalami pertumbuhan sangat pesat yang dikelola generasi muda
milenial. Munculnya berbagai peluang usaha dengan modal kecil
membuat orang bergairah untuk mencoba membangun usahanya
sendiri dengan beragam kreatifitas yang ditampilkan dan dengan
kesabaran yang dijalaninya.
Namun ada juga ada beberapa calon pelaku usaha ekonomi
kreatif memutuskan untuk mundur ketika menemukan permasalahan
dan menemui kendala saat awal memulai bisnis, padahal peluang
usaha yang menjanjikan sudah terbuka didepan mata asal dapat
dijalani dengan keuletan dan disiplin yang terus diasah, dan masalah
klasik yang sering kita dengar adalah kurangnya modal awal untuk
memulai bisnis mereka. solusi dari permasalahan dan kendala
tersebut adalah dengan memilih usaha dengan modal kecil atau
modal menengah yang memang sudah dipersiapkan untuk memulai
awal usahanya walaupun dengan perhitungan keuntungan yang
dapat dibilang masih kecil pula nanum berjangka panjang dan
menjanjikan untuk berkembang.
Industri kreatif mulai dibidik sebagai titik tolak baru untuk
memajukan perekonomian, sektor seni, desain, teknologi, film,
music, bahasa, dan sektor-sektor kreatiflainnya yang digalakan untuk
berproduksi dan memiliki kualitas jual yang tinggi dengan
keunggulan lainnya di dalam negeri maupun diluar negeri. Selain hal
tersebut industri kreatif mampu menyerap tenaga kerja yang
terbilang cukup dapat membantu dalam mengurangi dan mengurai
atas pemerataan ketenagakerjaan didalam negeri, dimana
berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia anggka
penganguran Bulan Agustus tahun 2019 termasuk pengangguran
intektual lulusan perguruan tinggi mencapai angka yang fantastis
mencapai angka 7,05 juta orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap.

130
Berdasarkan informasi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi tahun 2019 tercatat ada 3.221 universitas
diseluruh Indonesia, dan 1.020 Perguruan Tinggi Agama yang
tersebar diseluruh Provinsi, dengan jumlah tersebut setiap tahunnya
meluluskan rerata ada 750 ribu lulusan pendidikan tinggi baru dari
berbagai tingkatan. Tingginya jumlah pengannguran dari perguruan
tinggi tersebut menandakan adanya ketidaksesuaian antara
permintaan pasar tenaga kerja dengan kompetensi lulusan yang
diharapkan.
Berdasarkan dengan kondisi tersebut diharapkan perguruan
tinggi melakukan evaluasi rogram studi dan kurikulum untuk
menghasilkan sarjana dengan lulusan yang mempunyai kompetensi
usaha. Perguruan tinggi harus mampu melakukan pemetaan sehingga
lulusannya tidak saja hanya berpikir untuk mencari pekerjaan namun
juga dapat menciptakan peluang pekerjaan untuk dirinya sendiri
maupun orang lain, karena perguruan tinggi berperan strategis dalam
peningkatan daya saing Bangsa, dan daya saing menjadi kunci
kemenangan diera globalisasi.
Era persaingan sudah sangat terbuka secara seiring dengan
peningkatan yang sangat pesat disemua bidang teknologi, oleh
karenanya metode perkuliahan harus lebih cepat menyesuaikan
dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sesuai dengan
kebutuhan.Peningkatan sumber daya manusia terutama pada
mahasiswa diantara teori yang didapat, juga harus dibarengi dengan
melihat kondisi nyata atas permasalahaan yang terjadi dengan
melihat dan mempertimbangkan atas potensi yang ada dilapangan
yang bertujuan untuk dapat dijadikan pemikiran kritis dan tindakan
sebagai solusi atas pemecahan permasalahan tersebut.
Sejak awal mahasiswa harus dipersiapkan agar memiliki
mental entrepreneur supaya hidupnya mandiri berkarakter dan siap

131
bersaing diera yang semakin memaksa siapapun yang tidak mau
belajar beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat, dan
sungguh sangat prihatin apabila masih banyak generasi muda yang
mentalnya belum siap dilapangan, mereka terjebak dalam situasi
ketidak pastian, padahal sebenarnya banyak peluang yang dapat
digeluti untuk memulai usaha asalkan punya kemauan yang kuat
sabar dan selalu bergerak untuk mencari solusi untuk berbuat karya
nyata atas terbukanya peluang - peluangusaha bagi dirinya.
Seiring meningkatnya pembangunan sarana dan prasarana,
investasi industri pabrikan dan pengolahan, juga meningkat pula
industri pawiwisata, perhotelan serta berkembangnya kawasan
property dan kawasan permukiman sebagai tempat pusat
perdagangan, jasa, pendidikan dan tempat tinggal bagi penduduk di
Provinsi Banten termasuk bagi masyarakat dari daerah lainnya yang
turut mewarnai dinamika kehidupan di Provinsi Banten.

Peluang Bisnis Dalam Arena Kreatifitas Seni Budaya


Banten
Banten adalah sebuah Provinsi di Daerah Pulau Jawa,
Indonesia, provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa
Barat, dan dengan keputusan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000
terbentuk secara mandiri Provinsi banten dengan Ibu Kotanya
sebagai pusat pemerintahan yaitu Kota Serang,. Banten pada masa
lalunya merupakan daerah kota pelabuhan yang sangat ramai serta
masyarakat yang terbuka dan makmur, pada abad ke 5 merupakan
bagian dari kerajaan Tarumanegara yang beragama Hindu, namun
setelah runtuhnya kerajaan Sunda, lalu Maulana Hasanudin
mendirikan Kesultanan Banten dengan membawa ajaran agama
Islam. Sebagian besar anggota masyarakat Banten memeluk agama
Islam dengan semangat religious yang tinggi, dan dengan semangat

132
bertoleransi dapat berdampingan secara rukun dengan pemeluk
agama lainnya dengan damai.
Di Provinsi Banten terdapat peninggalan leluhur antara lain
Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan
termasuk terdapat suku asli Sunda-banten yaitu Suku Baduy Dalam
(Suku Rawayan) yang masih memegang dan menjaga tradisi anti
modernisasi, baik secara berpakaian maupun pola hidup lainnya yang
tinggal dikawasan cagar Budaya Pegunungan Kendeng, di Desa
Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Keberagaman dan potensi kekhasan seni budaya masyarakat
Banten antaranya: Seni bela diri Pencak Silat, seni Debus Surosoan,
seni Debus Pusaka Banten, seni Rudad, seni Ubruk, seni Tari Saman,
seni Tari Topeng, seni Tari Cokek, seni Dog-dog, seni Palingtung,
seni Lojor, seni Terbang Gede, seni Calung, seni Reog, seni
Patingtung, seni Marhaban, seni Dzikir Mulud, seni Wayang Golek,
seni bandrong Lesung, seni Buka pintu, seni Wayang Kulit, seni
Beluk, seni Mawalan, seni Kasidahan, seni Adu Bedug, seni Tari
Wewe, seni Angklung Buhun, seni Wawacan Syekh, seni Gacle, seni
Gambus dan seni lainnya yang terdapat di masyarakat Provinsi
Banten.
Tradisi masyarakat banten pada umumnya berkaitan dengan
ritual keagamaan yang perlu dilestarikan sebagai kekayaan budaya
yang memiliki nilai-nilai keberagaman, bertoleransi, kebinekaan dan
saling menghargai yang secara langsung dapat membangkitkan
semangat persatuan memperjuangkan pembangunan perekonomian
di Provinsi Banten dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

133
Berikut ini diantara beberapa Kesenian Tradisional di Banten;

Pencak Silat Debus

Ubrug Rudat

Angklung Zikir Saman


Gubrag Lojor

134
Tari Cokek DogDog Lojor

Untuk dapat mewujudkan program Menggairahkan Kehidupan


Kampus Sebagai Jembatan Menciptakan Peluang Bisnis Dalam
Arena Seni Budaya Banten diharapkan adanya sinergi antara
Perguruan Tinggi dengan dukungan dari Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat serta Masyarakat dengan mengeliatkan dalam
bentuk perpaduan Kewirausahaan Seni Budaya Banten yang dapat
disajikan menjadi Industri Pariwitasa yang Kreatif dan Modern
dengan tetap mempertahankan kekuatan kultur budaya lokal. Dengan
upaya yang dilakukan tersebut dapat menarik minat para Generasi
Muda Milenial untuk terjun menggeluti Bisnis Seni Budaya
Tradisional Banten yang secara tidak langsung akan melestarikan
warisan aset-aset kebudayaan yang ada, dan juga diharapkan pula
akan meningkatkan daya saing yag menarik bagi Dunia Pariwisata
dan Perekonomian di Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Provinsi
Banten, dan secara umum perekonomian berskala Nasional dan
Internasional. [*]

135
Daftar Pustaka

Dinas Budaya Dan Pariwisata Provinsi Banten,. “Analisis Daya


Saing Pariwisata” Banten 2017.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten,. 2017
Hj. D. Made Dharmawati, “Kewirausahaan” Jakarta 2016
M.A.Tihami, “Potret Budaya Banten Dulu, Kini, dan Nanti” Banten
2010”.
Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi & Makro Ekonomi, Raja Grafindo
Persada,-Jakarta 2005

136
Tentang Penulis

H.Achmad Rifai, SE.MM,. Lahir di


Kabupaten Lebak - Banten,. Tanggal 15
Agustus 1967,. Bertempat tinggal di
Komplek Depag Ciwaru, Kelurahan Cipocok
Jaya, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang-
Provinsi Banten. Menyelesaikan pendidikan
“S1 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Banten, Fakultas Ekonomi, Manajemen
2003, -S2 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
IPWI Jakarta 2012., Direktur Pengembangan Usaha & Direktur
Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Serang
2008-2016,. Pernah mendapatkan beasiswa Diklat Manajemen
Pengeloaan Air Bersih dan Air Minum Dalam Negeri dan Luar
Negeri dari JICA-ADB-Word Bank-RIWA Belanda Kementerian
PUPR Kementerian Dalam Negeri Bappenas Kementerian
Keuangan,. Ketua Unit Korpri PDAM Kabupaten Serang Banten,
tahun 2006 - 2011 dan Periode tahun 2011-2016,. Tim Panitia
Kunjungan Presiden RI KH.Abdurahman Wahid ke Pesantren Petir
Serang-Banten,. Presiden RI Megawati ke Pasar Rau Serang-
Banten,. Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono ke Pesantren
Tanara Serang-Banten,. Panitia HUT TNI ke 70 Presiden RI Joko
Widodo HUT TNI ke 70 di Pelabuhan Merak Cilegon-Banten Tahun
2015,. Pernah mengajar di Gerakan Pemberantasan Masyarakat Buta
Aksara, dan Pengelola Unit Pengelola Zakat (UPZ),. Dosen Tetap
Universitas Banten Jaya (Unbaja). Direktur Kegiatan Pusat
Inkubator Bisnis (PIBiT) Unbaja,. Dosen Pengajar di UPBJJ
Universitas Terbuka Serang. Tutor di Program Pengabdian
Masyarakat di Kecamatan Kab/Kota Serang yang diselenggarakan

137
oleh Kementerian Perhubungan,. Pengurus Paguyuban Masjid
YAMP-DAKB-Al-Muhajirin 007 Serang-Banten 2018-2023,.
Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) Orwil Banten,, Wakil Ketua Departemen Kewirausahaan dan
Ekonomi Umat 2018-2023,. Ketua Koperasi Cendekia Banten
Sejahtera (CBS) ICMI Orwil Banten 2018-2023,. Pengurus Dewan
Masjid Indonesia (DMI) Kab. Serang 2019-202,. Dimasa SLTA
aktip di Palang Merah Remaja (PMR), Organisasi Siswa Sekolah
(OSIS), Ikatan Keluarga OSIS (IKOSIS), Unit Kesehatan Sekolah
(UKS), Unit Polisi Sekolah (UPS), Saka Wana Bakti, Saka Bakti
Husada, Remaja Islam Masjid (Risma), Pramuka, Karang Taruna.”
Moto Penulis: “Jadikan Pekerjaan Dan Pengabdian Sebagai
Kreativitas, Tantangan, Motivasi Untuk Keberhasilan Yang Baik,
Bernilai Ibadah Untuk Kemaslahatan Bersama”

138
MENYIAPKAN MASYARAKAT BANTEN
DENGAN KECAKAPAN ABAD XXI DI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Tri Ilma Septiana

Pendahuluan

D ewasa ini, hampir seluruh negara yang ada di pelosok


bumi sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi
Era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan pesatnya
arus teknologi informasi dan komunikasi, perkembangan sistem
digital berbasis internet, serta kecerdasan artifisial dan virtual.
Zimmerman (2018) dalam Ristekdikti menyatakan bahwa dalam Era
Revolusi Industri 75% pekerjaan akan melibatkan kemampuan sains,
teknologi, dan matematika, internet of things, dan pembelajaran
sepanjang hayat. Senada dengan Zimmerman, Klaus Schwab (2016)
juga menekankan bahwa Era Revolusi Industri 4.0 merupakan
revolusi yang berbasis cyber physical system yang merupakan
gabungan antara domain digital, fisik, dan biologi.
Revolusi ini secara fundamental dapat mengubah cara hidup
kita, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Dari kedua pernyataan
tersebut terindikasi bahwa akan terjadi sebuah perubahan yang
sangat besar dalam kehidupan umat manusia dimana teknologi akan
mengambil alih berbagai pekerjaan yang selama ini sudah dilakukan
oleh manusia (technology disruption). Nampaknya hal ini sudah
mulai dapat kita rasakan dimana dengan hadirnya berbagai teknologi
mutakhir seperti: (1) human machine communication; (2)

139
connection: global village; (3) smart robot; (4) internet of things; (5)
3D printer; (6) driverless car; (7) big data; dan (8) online/virtual
education.
Pada dasarnya, suka atau tidak suka perubahan masif dalam
Era Revolusi Industri 4.0 harus ditanggapi dengan positif dan
responsif. Karena tidak ada satu negara ataupun individu khususnya
yang masuk dalam kriteria usia produktif dapat menghindarinya.
Prof. Dr. Catur Sugiyono, M.A dalam Satria (2018) memaparkan
bahwa dalam Era Revolusi Industri 4.0 mesin akan banyak
menggantikan peran tenaga manusia, 65% profesi yang saat ini
dijalani oleh manusia akan tidak jelas bahkan menghilang. Selain itu,
75 – 375 juta manusia akan mengalami perubahan profesi.
Banyak pakar memprediksi bahwa Era Revolusi Industri akan
mengarah kepada era disrupsi. Rhenald Kasali (2017) mengatakan
bahwa disrupsi tidak bermakna fenomena perubahan hari ini tetapi
juga mencerminkan makna fenomena perubahan hari esok. Karena
sejatinya disrupsi terjadi di semua bidang kehidupan baik itu
ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, pemerintahan, hukum, ataupun
kesehatan. Lebih lanjut, Kasali (2017) juga mendefinisikan bahwa
disrupsi adalah inovasi yang menggantikan seluruh sistem lama atau
orang lama (incumbent) dengan cara-cara baru atau orang-orang baru
(start up).
Berbicara Revolusi Industri 4.0 tentu ada kaitanya dengan usia
produktif. Menurut data Badan Kependudukan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN), pada tahun 2020–2030 Indonesia akan
mengalami bonus demografi dimana usia produktif (15 – 64 tahun)
akan lebih besar jumlahnya dari usia non-produktif (1 – 14 dan 65
tahun keatas). Khusus untuk di Provinsi Banten, pada tahun 2017
dari 12.4 juta penduduk 68.53% masuk kategori usia produktif.
Sekarang yang menjadi pertanyaan besar adalah (1) Siapkah kita

140
(baca: Masyarakat Banten) memanfaatkan bonus demografi tersebut
untuk menghadapi Era Revolusi Industri 4.0? Jawabanya harus siap,
karena jika mengutip pernyataan dari Elon Musk yang mengatakan
“Some people don’t like change, but you need to embrace change if
the alternative is disaster”. Ini artinya kita harus mampu beradaptasi
dengan perubahan atau kita yang akan jadi korban dari perubahan itu
sendiri.

Rendahnya Budaya Literasi


Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan suatu
negara dalam menghadapi ketatnya kompetisi di Era Revolusi
Industri 4.0, salah satunya melalui pendidikan. Salah satu upaya
meningkat kualitas pendidikan di Indonesia terutama kompetensi
siswa yaitu melalui peningkatan budaya literasi. Kegiatan literasi di
Abad 21 sudah lebih komplek dan tidak hanya menekankan pada
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Namun, literasi baru
sudah meliputi literasi data, teknologi, dan sumber daya manusia.
Lantas, Bagaimanakah kemampuan literasi kita?
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh The World’s Most
Literate Nations (WMLN) yang disponsori oleh Unesco pada tahun
2016, kemampuan literasi Indonesia terpuruk dan berada di peringkat
60 dari 61 negara yang disurvei. Peringkat ini hanya 1 tingkat di atas
Botswana. Sedangkan negara-negara ASEAN lainnya seperti
Malaysia berada di peringkat 53 dan Singapura pada posisi ke 36.
Adapun yang menjadi rujukan WMLN dalam menyusun peringkat
yaitu berdasarkan hasil uji PIRLS (Progress in International Reading
Literacy Study) dan PISA (Programme for International Student
Assessment) dimana mengambil sampel yaitu siswa yang berusia 15
tahun.

141
Menurut hasil PIS√√A tahun 2018 yang dirilis oleh
organization for conomic Co-operation and Development (OECD)
menunjukkanahwa (1) kemampuan literasi baca siswa Indonesia

142
masih rendah. Yuri Belfari, Head of Early Childhood and School
OECD, mengatakan bahwa skor kemampuan membaca siswa
Indonesia hanya 371 dan jauh dibawah rerata negara-negara lainnya
yang berada di angka 487; (2) skor matematika dan sains juga di
bawah rata-rata.
Matematika berkisar diangka 379 dan sains di skor 396.
Sedangkan rata-rata negara OECD lainnya untuk matematika dan
sains yaitu 489. Lalu. bagaimanakah dengan kemampuan literasi
tingkat provinsi di Indonesia? Pada Mei 2019, Kemendikbud
meluncurkan sebuah buku mengenai indeks Aktivitas Literasi
Membaca yang disingkat Alibaca. Dalam buku tersebut dipaparkan
hasil studi indeks Alibaca tingkat provinsi yang mengadopsi konsep
Miller dan McKenna (2016) mengenai beberapa faktor yang
mempengaruhi aktivitas literasi seperti (1) kecakapan sebagai syarat
mutlak seseorang untuk dapat mengakses bahan literasi; (2) akses
literasi seperti perpustakaan, toko buku, dan media massa; (3)
altrenatif yaitu beragam pilihan perangkat teknologi informasi dan
hiburan untuk mengakses bahan literasi; dan (4) budaya yang
membuat individu terbiasa dengan segala aktivitas literasi. Berikut
ini akan disajikan Indeks Alibaca Provinsi dari yang tertinggi sampai
yang terendah:
Grafik diatas mengilustrasikan bahwa dari 34 provinsi di
Indonesia, Indeks Alibaca Provinsi Banten berada di peringkat 8
dengan angka indeks 40.81 dan masuk dalam kategori sedang.
Meskipun demikian, jika melihat secara keseluruhan terlihat bahwa
tidak ada satu provinsi yang ada di Indonesia mencapai kategori
aktivitas literasi tinggi karena belum ada yang menyentuh angka
60.01. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk
meningkatkan aktivitas literasi baik di lingkungan sekolah, kerja,
maupun rumah.

143
Kecakapan Abad XXI
Data United Nations Development Programme (UNDP) tahun
2014 mengungkapkan bahwa Indonesia tercatat sebagai salah satu
negara yang berhasil mengurangi angka buta aksara (illiterate). Saat
ini persentase kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai
92.8% untuk usia dewasa dan 98.8% untuk usia remaja. Namun,
literasi lama yang terdiri dari kemampuan membaca, menulis, dan
berhitung (matematika) harus didukung dengan kecakapan literasi
baru yang meliputi literasi data, teknologi, dan literasi sumberdaya
manusia.
Joseph E Aoun dalam Lase (2019) menjelaskan bahwa literasi
data ialah kemampuan untuk membaca, analisa, dan menggunakan
informasi dari data dalam dunia digital. Kemudian, literasi teknologi
dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami sistem
mekanika dan teknologi dalam dunia kerja. Sedangkan, literasi
sumber daya yakni kemampuan berinteraksi dengan baik, tidak kaku,
dan berkarakter. Pernyataan tersebut, pada dasarnya diilhami oleh
Deklarasi Praha (Unesco, 2003) yang menekankan akan pentingya
literasi informasi yang terdiri dari kemampuan untuk mencari,
memahami, mengevaluasi secara kritis, serta mengelola informasi
menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan pribadi
dan sosialnya.
Berikutnya, menurut Word Economic Forum, agar dapat
bersaing dan bertahan di abad ke XXI ada 16 keterampilan yang
harus dikuasai. Keterampilan tersebut masuk di dalam 3 kecakapan
yang biasa disebut dengan Kecakapan Abad XXI. Kecakapan
pertama ialah literasi dasar (bagaimana menerapkan keterampilan
berliterasi untuk kehidupan sehari-hari). Kecakapan literasi meliputi
(1) literasi baca tulis; (2) numerasi; (3) literasi sains; (4) literasi
digital; (5) literasi finansial; dan (6) literasi budaya

144
kewarganegaraan. Kecakapan kedua adalah kompetensi (bagaimana
menyikapi tantangan yang kompleks). Kecakapan kompetensi terdiri
dari (1) berpikir kritis/pemecahan masalah; (2) kreativitas; (3)
komunikasi; dan (4) kolaborasi. Terakhir, kecakapan karakter
(bagaimana menyikapi perubahan lingkungan). Kecakapan karakter
yang harus dimiliki antara lain (1) keingintahuan; (2) inisiatif; (3)
ketekunan; (4) penyesuaian diri; (5) kepemimpinan; dan (6)
kepekaan sosial dan budaya.
Berdasarkan tiga kecakapan diatas, maka kecakapan pertama
yang harus dimiliki oleh seseorang ialah kecakapan literasi.
Kemampuan literasi yang baik tidak hanya terbatas pada kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung. Namun juga kemampuan
menggunakan angka, pengetahuan dan prinsip ilmiah, menggunakan
dan menciptakan konten berbasis teknologi, mamahami dan
menerapkan aspek konseptual dan ihwal keuangan dalam kegiatan
sehari-hari, serta mampu memahami, menghargai, menganalisi dan
menerapkan pengetahuan tentang kebudayaan dan kewargaan.
Kedua, seseorang harus memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi situsi, gagasan,
dan informasi. Selain itu, dia harus dapat merancang cara baru yang
inovatif untuk mengatasi masalah dan menjawab pertanyaan. Selain
itu, harus memiliki kemampuan mendengarkan, memahami,
menyampaikan informasi secara verbal, non-verbal, visual, dan
tertulis. Terakhir, dia juga harus memiliki kemampuan bekerja dalam
tim untuk mencapai tujuan Bersama, termasuk kemampuan untuk
mencegah dan mengelola konflik.
Ketiga, seseorang harus memiliki karakter yang baik. Karakter
ini tercermin dari keinginan untuk bertanya, keterbukaan pikiran dan
keingintahuan, keinginan secara proaktif melakukan tugas atau
tujuan baru, ketekunan untuk mengerjakan suatu tugas, kemampuan

145
untuk mengubah rencana, metode, atau tujuan berdasarkan hal-hal
baru, kemampuan secara aktif untuk mengarahkan, membimbing,
dan mengilhami orang lain untuk mencapai tujuan Bersama, serta
kemampuan untuk berinteraksi sosial dan budaya secara santun.

Kesimpulan dan Saran


Era Revolusi Industri 4.0 yang dikenal dengan era disrupsi
seharusnya membawa berkah untuk usia produktif. Karena dalam era
ini, setiap orang di usia produktif dituntut untuk dapat berinovasi
dengan memanfaatkan internet of things, artificial intelligence, big
data, e-commerce, augmented reality, robotics, cloud computing,
coding, serta teknologi lainnya. Namun, untuk menguasai hal-hal
tersebut diperlukan kecakapan abad XXI yang terdiri dari
keterampilan literasi, kompetensi, dan karakter. Untuk mewujudkan
itu semua, antara dunia pendidikan dan industri harus bersinergi agar
kurikulum yang ada saat ini baik di tingkat sekolah maupun
perguruan tinggi dapat link and match antara dunia pendidikan
dengan dunia usaha dan industri serta dapat menjawab kebutuhan
pasar.
Kemudian untuk membangun budaya literasi yang merupakan
sebuah kunci untuk membuka pintu gerbang ilmu pengetahuan dan
teknologi, maka kegiatan literasi hendaknya dilakukan tidak hanya di
sekolah, namun juga di lingkungan kerja dan rumah. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara menyediakan waktu untuk membaca
buku dan membuat sudut baca. Selain itu, setiap orang perlu
mengagendakan waktu untuk mengunjungi perpustakaan daerah dan
mengalokasikan dana untuk membeli buku di setiap bulannya.
Terakhir, Pemerintah Provinsi Banten perlu mengadakan kerjasama
dengan Balai Besar Latihan Kerja (BBLKI) untuk menyiapkan

146
masyarakat Banten yang berada di usia produktif dengan berbagai
keterampilan dan karakter yang handal.

Referensi

http://indonesia.go.id.Mengejar ke Barat, Utara dan Timur. Agustus


2019.
Kasali, Rhenald. (2017). Disruption. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Lase, Delipter. Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal
Sundermann.
https://www.researchgate.net/publication/337077769.
Luthfi, Wihdi. Indeks Literasi Membaca (Alibaca) Provinsi 2019.
Diakses pada 23 April 2020 dari
http://goodnewsfromindonesia.id.
Miller, John W. dan Michael M. McKenna. (2016). World Literacy:
How Countries Rank and Why It Matters. New York:
Routledge.
Romli, Mohamad. Banten Sudah Memasuki Bonus Demografi.
Diakses pada 23 April 2020 dari http://tangerangnews.com
Satria. Tantangan Manusia di Era Revolusi Industri 4.0. Diakses
pada 22 April 2020 dari http://ugm.ac.id/id/news/17203-
tantangan.manusia.di.era.revolusi.industri. 4.0.
Schwab, Klaus. The Fourth Industrial Revolution: What It Means
and How to Respond. World Economic Forum. Diakses pada
23 April 2020 dari
https://www.weforum.org/agenda/2016/01/the-fourth-
industrial-revolution-what-it-means-and-how-to-respond/.
Tim Penyusun. (2019). Indeks Aktivitas Membaca 34 Provinsi.
Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan

147
Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Unesco. (2003). The Prague Declaration. “Towards an Information
Literate Society.

Tentang Penulis

Tri Ilma Septiana adalah seorang


akademisi di UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten yang juga seorang
penggiat wirausaha makanan beku (frozen
food). Saat ini, selain aktif sebagai wakil
sekertaris di ICMI Orwil Banten penulis
juga merupakan seorang staff di Pusat
Pengembangan Bisnis UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten dan Editor di Jurnal As
Sibyan: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.
Selain itu, penulis juga merupakan seorang instruktur PTESOL di
Balai Bahasa UPI Kampus Serang. Penulis bisa dihubungi melalui
email: tri.ilma@uinbaten.ac.id

148
BANTEN DITENGAH KEMISKINAN DAN
MENGGURITANYA PRAKTIK KKN

Oleh: Denok Sunarsi


Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang

Pendahuluan

T
ujuan dibentuknya provinsi Banten oleh para founding father
adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat
Banten menjadi lebih sejahtera, baik secara ekonomi, sosial
maupun secara budaya. Namun, perjalanan hampir 19 tahun Banten
berdiri, cita-cita perjuangan para pendiri masih sangat jauh dari
harapan. Cita-cita mulia untuk meningkatkan harkat martabat
masyarakat Banten seperti menjauh dari apa yang diharapkan.
Banten terlalu banyak masalah akut yang sampai hari ini belum bisa
dituntaskan oleh para pemimpinnya yang silih berganti menjadi
Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
Menjauhnya harapan tersebut, seakan dan seolah dibiarkaan
tanpa ada upaya serius untuk membenahi atau memutus mata rantai
masalah-masalah akut yang ada. Banten masih terjebak dengan carut
marutnya pendidikan, kemiskinan terus meningkat, pengangguran
yang tidak ku jung selesai, kesehatan masyarakat yang selalu
memburuk, politik dinasti, korupsi, kolusi dan nepotisme yang
semakin meluas. Tidak hanya pada level provinsi, Kota dan
Kabupaten yang ada dibawah koordinasinya pun tidak luput dari
masalah-masalah akut diatas.

149
Pertanyaan yang selalu muncul dalam setiap diskusi dan
obrolan lepas, apakah Banten mampu memutus mata rantai masalah-
masalah akut yang sampai hari ini masih juga menjadi problem
berjamaah, ditingkat kota ataupun kabupaten? Adakah strategi
khusus untuk memutus mata rantai tersebut? Tulisan sederhana ini
mencoba memberikan ulasan dan perspektif yang lebih obyektif
sebagai sebuah sumbang saran bagi Banten yang akan memasuki
tahun ke 20 sebagai provinsi.
Secara subyektif, penulis mencoba membatasi pada dua
persoalan yang selama ini menjadi sorotan “isu seksi” masyarakat
setiap kali Provinsi Banten menghadapi hari lahirnya. Kedua
persoalan tersebut adalah; Kemiskinan dan masih mengguritanya
praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di semua level
pemerintahan, baik di provinsi maupun Kapubapten/kota. Dan kedua
masalah diatas secara riil selalu menjadi bahan kajian yang tidak
pernah selesai untuk dilakukan. Bukan karena masalah tersebut tidak
ada penyelesaiannya, tetapi karena masalah itu selalu berulang
terjadi dalam setiap rezim yang memerintah di Provinsi Banten.

Kemiskinan yang Semakin Akut


Mengutip apa yang disampaikan oleh Imam Sugema seorang
peneliti senior dari IPB, beliau mengatakan bahwa dalam sebuah
negara, penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah biasanya
ditentukan oleh seberapa jauh perbaikan di bidang ekonomi dapat
dirasakan masyarakat. Alasannya sederhana. Dibandingkan dengan
faktor politik, misalnya, faktor ekonomi seperti biaya hidup,
pengangguran, dan kemiskinan merupakan hal yang langsung
menyentuh dan dirasakan masyarakat. Indikator ekonomi lebih
"nyata" dan terukur.

150
Senada dengan hal diatas, Menurut Nasikun (1995),
kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional,
dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam
kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam
kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap
berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat
diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi,
ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam
kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang
rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup
yang sempit dan pengap
Dalam konteks tersebut, seperti yang kita pahami bersama,
bahwa Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-
hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan
kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah
kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga
negara.Kemiskinan merupakan masalah global.Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang
lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk
kepada negara-negara yang “miskin”
Hasil penelitian Dahnil A. Simanjuntak (2007), terhadap potret
kemiskinan di Banten dengan menggunakan data skunder, Susenas
2002 dari Biro Pusat Statistik (BPS) melalui pengolahan dengan
Software Stata 8 dan mencoba untuk membandingkan dengan
kemiskinan secara nasional, menyatakan bahwa;

151
Tabel 1
Perbandingan P0,P1 Dan P2 Banten dengan Nasional
Banten Nasional
P
0 0,1166587 0,2194155
1 0,190555 0,0408474
2 0,051961 0,0116656

Berdasarkan Tabel di atas, tingkat kemiskinan (P0) di Banten


sebesar 11,6% lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kemiskinan
secara nasional yang mencapai angka 21,9%. Hal ini, menjelaskan
bahwa pasca pemisahan Banten dari Jawa Barat, tingkat kemiskinan
di Banten sedikit demi sedikit tereduksir.Hal ini juga dapat diamati
melalui data tingkat kemiskinan sewaktu Banten masih bergabung
dengan Jawa Barat.
Jurang Kemiskinan (P1), di Banten menunjukkan angka
19,05% lebih besar dibandingkan dengan tingkat nasional 4,08%.
Artinya jarak kemiskinan antara penduduk miskin dengan tidak
miskin di Banten relatif tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional.
Hal ini dengan mudah dapat kita identifikasi, dengan kasat mata
bagaimana tingkat kemakmuran warga kaya yang tinggal dibanyak
perumahan mewah di Tangerang dibandingkan dengan tingkat
kemakmuran masyarakat miskin di banyak pelosok desa di Pantura,
Lebak dan Padeglang. Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2), di
Banten lebih besar dibanding secara nasional. Banten memiliki
keparahan kemiskinan mencapai angka 0,51% sedangkan secara
nasional hanya 0,11%. Artinya di Banten perbandingan antara yang
miskin dengan yang kurang miskin lebih besar di banding secara
nasional.

152
Lebih lanjut Dahnil (2007) mengemukakan bahwa kemiskinan
di Banten yang tersebar di daerah-daerah selatan Banten seperti
Lebak dan Padeglang, maupun Pantura Tangerang, mendeskripsikan
bahwa minimnya peran pemerintah di daerah bersangkutan dalam
usaha reduksir kemiskinan, sebaliknya terjadi pemiskinan secara
struktural disebabkan kebijakan pemerintah pusat seperti kenaikan
harga BBM pada 2005 yang lalu, harga beras yang tak terjangkau
dan gagalnya program BOS (bantuan operasional sekolah), ditambah
lagi rendahnya komitmen dan kemampuan pemerintah daerah
merancang kebijakan pro-poor, yang didasari oleh pemahaman akan
kemiskinan yang multidimensional tersebut.
Menujuk pada fakta di atas, diperlukan upaya keras dan serius
untuk secara sistematis menuntaskannya. Langkah-langkah
pemberdayaan ekonomi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat
merupakan salah satu langkah yang diharapkan akan menggugah
pola pikir dan prilaku masyarakat untuk keluar dari jerat kemiskinan.
Korupsi Yang Semakin Menggurita
Sampai hari ini, kalau kita mau jujur, Banten menjadi salah
satu Provinsi yang paling disorot oleh pemerintah pusat, khususnya
oleh KPK. Bagaimana tidak, saat sang Gubernur Banten Hj. Ratu
Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan
sekarang sedang dalam masa menjalani tahanan di Lapas, Banten
menjadi pembcaraan ditingkat nasional.Dan tidak berhenti pada sang
Gubernur, Kakak Kandung Gubernur Atut Chosiyah pun kemudian
mewarnai hiruk pikuk pembritaan Korupsi di Banten. TW begitu
sering orang memberi inisial kepada sang kakak Gubernur ini, tidak
luput dari cengkraman KPK. Dan sampai sekarang pun kasus-kasus
yang lain masih terus dibidik, seiring TW masih menjalani masa
pidana di Lapas.

153
Kemudian, kembali Banten dihebohkan dengan penangkapan
terhadap Alm. H. Aat Syafaat selaku mantan Walikota Cilegon, yang
didakwa oleh KPK telah melakukan tindak pidana Korupsi, dan
kemudian divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor, dan harus
menjalani masa tahanan selama kurang lebih 3 tahun. Dan
puncaknya adalah ketika tahun 2016, putra mahkota Cilegon, Tb.
Iman Atiyadi yang juga saat itu menjabat sebagai Walikota Cilegon
diperiode kedua, harus berurusan dengan KPK, dan akhirnya di vonis
bersalah oleh pengadilan Tipikor, karena di duga menerima Suap.
Belum lagi kasus Suap menyuap di Bank Banten, yang kemudian
melibatkan banyak tokoh dalam proses penyidikannya, yang
akhirnya kemudian menetapkan beberapa orang penting, baik dari
unsur Bank Banten maupun dari unsur Legislatif Provinsi Banten.
Dan masih banyak lagi kasus-kasus Korupsi di Banten yang
sampai hari ini masih dalam proses penanganan, baik dtingkat
Kejaksaan maunpun ditingkat kepolisian, dan KPK. Dan sebagai
warga Banten, kita cukup prihatin dengan kondisi yang terjadi di
Provinsi Banten, kaitannya dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Sebuah pertanyaan yang seringkali muncul dalam pikiran penulis,
apakah dengan semangat otonomi daerah yang sedang kita jalankan
ini, kemudian persoalan korupsi juga akhirnya termasuk yang di
desentralisasikan ke daerah? Sehingga praktik-praktik korupsi subur
dan semakin menggurita di daerah?
Berdasarkan catatan yang ada, jumlah kepala daerah yang
terjerat kasus Korupsi ditahun kurun waktu 2014-2019 selalu
mengalami peningkatan yang signifikan. Begitu juga korupsi yang
dilakukan oleh para Legislatif. Hampir semua daerah di baik tingkat
provinsi dan kabupaten/kota tidak pernah sepi dengan pemberitaaan
penangkapan kasus korupsi, baik itu Suap, OTT ataupun sejenisnya.

154
Seiring gelombang otonomi daerah, ada beberapa perubahan
dalam hubungan antara eksekutif dengan legislatif. Pertama,
eksekutif bersama dewan mempunyai otonomi penuh untuk
membuat kebijakan-kebijakan lokal; dan kedua, anggota dewan
memiliki otonomi penuh dan mempunyai peluang besar dalam proses
legislasi. Kewenangan dewan dalam membuat kebijakan tidak
terbatas hanya dalam memilih kepala daerah, tetapi juga berwenang
membuat undang-undang, pengawasan, investigasi, dan bersama-
sama dengan eksekutif menyusun APBD yang sebelumnya tidak
pernah dilakukan.

155
Mengutip yang disampaikan oleh Halim (2003) bahwa
Implikasi lain dari otonomi daerah adalah pelimpahan dana ini
dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan
reformasi sistem akuntansi keuangan daerah. Reformasi
penganggaran yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam
penyusunan anggaran yang mengedepankan prinsip akuntabilitas
publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi anggaran. Disamping
itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance
oriented), prinsip efisien dan efektif (Value For Money), keadilan
dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran (Mardiasmo,
2003).
Namun, euforia otonomi daerah ternyata banyak
memunculkan dampak negatif. Menurut Khudori (2004) salah satu
yang menonjol adalah munculnya "kejahatan institusional". Baik
eksekutif maupun legislatif seringkali membuat peraturan yang tidak
sesuai dengan logika kebijakan publik.Jika kejahatan institusional itu
dipraktikkan secara kolektif antara eksekutif dan legislatif. Legislatif
yang mestinya mengawasi kinerja eksekutif justru ikut bermain dan
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan cara
yang "legal". "Legal" karena dilegitimasi dengan keputusan.
Korupsi di Indonesia benar-benar sangat sistemik, bahkan
korupsi yang terjadi sudah berubah menjadi vampir state karena
hampir semua infra dan supra struktur politik dan sistem
ketatanegaraan sudah terkena penyakit korupsi. Agenda
pemberantasan korupsi sampai detik ini hanyalah dijadikan
komoditas politik bagi elit politik, lebih banyak pada penghancuran
karakter (character assasination) bagi elit yang terindikasikan
korupsi dibanding pada proses hukum yang fair dan adil. Law
enforcement bagi koruptor juga menjadi angin lalu, padahal tindakan

156
korupsi yang dilakukan koruptor sangatlah merugikan rakyat
Masduki (2002) dalam Klitgaard, dkk (2002).
Fenomena korupsi tersebut diatas menurut Baswir (1996) pada
dasarnya berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial di
negeri ini. Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh para
birokrat memang sulit dihindari. Sebab kendali politik terhadap
kekuasaan dan birokrasi memang sangat terbatas.Penyebab lainnya
karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam filsafat
kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih mentabukan sikap
oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi
patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya
fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu.
Menurut Susanto (2001) korupsi pada level pemerintahan
daerah adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian
perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan
pribadi. Sementara tipe korupsi menurut de Asis (2000) adalah
korupsi politik, misalnya perilaku curang (politik uang) pada
pemilihan anggota legislatif ataupun pejabat-pejabat eksekutif, dana
ilegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen
melalui cara-cara ilegal dan teknik lobi yang menyimpang). Tipe
korupsi yang terakhir yaitu clientelism (pola hubungan langganan).

Mengeliminasi Kemiskinan dan Korupsi di Banten


Sebuah pertanyaan yang menarik untuk dijawab, mungkinkan
Kemiskinan dan Korupsi di Banten dapat dieliminasi? Menjawab
pertanyaan ini, setidaknya diperlukan pendekatan yang komperhensif
dengan pisau analisis yang tepat, sehingga kita dapat mengambil
sebuah kesimpulan yang utuh terkait pertanyaan diatas. Menurut
penulis, gagasan yang disampaikan oleh Imal Isti’mal (2009) bahwa
untuk menghilangkan atau minimal mengurangi angka kemiskinan di

157
Banten, setidaknya diperlukan empat agenda besar yang harus
dijadikan komitmen bersama bagi semua stakeholder di Banten.
Pertama, Pihak yang berkepentingan (pemerintah dan swasta
utamanya) harus memiliki political will yang kuat. Kemiskinan
adalah masalah serius. Mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan
harus menjadi ”kewajiban” yang mendesak bagi semua pihak,
terutama bagi pemerintah dan sektor swasta. Tanpa keinginan dan
tekad yang kuat, sepertinya mustahil penyakit miskin itu bisa diatasi.
Program dan kebijakan yang dibuat harus mencerminkan prioritas
yang tinggi untuk mengatasi kemiskinan, bukan program dan
kebijakan yang setengah-setengah yang hanya memboroskan
anggaran. Kebijakan, program, dan anggaran harus pro-rakyat.
Kedua, melakukan pemberdayaan dengan melibatkan
masyarakat secara aktif dalam berbagai kegiatan. Terutama kegiatan
ekonomi. Partisipasi masyarakat dalam menggerakan ekonomi lokal
harus didorong secara sistematis dan simultan. Potensi-potensi lokal
di provinsi banten harus digali dan dikembangkan. Masyarakat
sekitar pun harus merasakan ”manisnya”, bukan kepahitan seperti
dampak limbah, kebisingan, polusi dan hal merugikan lainnya.
Ketiga, mendorong masyarakat untuk berwirausaha, terutama
kalangan petani dan buruh tani. Mereka harus didorong dan
diberikan semacam pelatihan/pendidikan untuk berwirausaha. Tidak
ada negara yang berdaya, negara yang maju, tanpa wirausaha dari
masyarakatnya. Wirausaha berbasis pertanian dan wirausaha berbasis
ekonomi kreatif harus digalakkan demi terciptanya masyarakat yang
mandiri.
Keempat, kesinambungan program. Acapkali, program yang
dibuat hanya berfungsi ”menutupi luka” dalam jangka pendek, bukan
mengobati sampai tuntas. Program pemberdayaan masyarakat harus
dijalankan secara kesinambungan dengan evalusi dan monitoring

158
yang baik. Kontrol kebijakan jangan hanya melaporkan baiknya saja,
akan tetapi keburukan/kekurangan dalam implementasi kebijakan
yang sebetulnya lebih dominan harus menjadi bahan kajian, bahan
koreksi, dan menjadi bahan referensi untuk menuju kepada kondisi
yang lebih baik.
Sementara untuk menghilangkan praktik Korupsi di Banten,
meminjam pendapat salah satu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ada cara yang dapat dilakukan,
Pertama, strategi jangka pendek dengan memberikan arahan dalam
upaya pencegahan. Kedua, strategi menengah berupa perbaikan
sistem untuk menutup celah korupsi. Ketiga, strategi jangka panjang
dengan mengubah budaya.
Solusinya?
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa tantangan pembangunan ekonomi di provinsi Banten terutama
terletak pada peningkatan kesejahteraan msyarakatnya yang semakin
berat, hal ini disebabkan oleh tingginya kesenjangan ekonomi antar
wilayah/kota, tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin
yang tinggi serta kualitas SDM di beberapa Kabupaten/Kota yang
masih harus ditingkatkan. Demikian juga, kesenjangan pendapatan
personal maupun daerah yang semakin besar dan membutuhkan
perhatian dan penanganan yang lebih baik. Hal lain yang paling
serius menjadi tantangan adalah bagaimana Pemerintah Daerah
melakukan reformasi total dilingkaran birokrasi pemda yang
terindikasi koruptif. Birokrasi yang selama ini dianggap sebagi biang
keladi dari kusutnya pembangunan di Banten, harus diganti dengan
ASN yang memiliki visi dan program yang sesuai dengan visi dan
misi Provinsi Banten.
Terkait rekomendasi atau tindak lanjut dari kondisi ini adalah
Pemerintah Provinsi Banten agar secara bertahap menetapkan

159
pengurangan kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah/kota
sebagai salah satu sasaran utama dalam pembangunan ekonominnya.
Secara operasional sasaran tersebut diimplementasikan dalam bentuk
perbaikan infrastruktur, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan
peningkatan kualitas pendidikan. [***]

Tentang Penulis:

Denok Sunarsi, lahir di Bandung. Nopember


1979. Saat ini tercatat sebagai Dosen Tetap di
Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang
(Unpam) Tangerang Selatan. Penulis aktif
menulis artikel ilmiah di Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat beberapa Jurnal
Nasional, dan telah menerbitkan buku-buku
referensi. Penulis saat ini berdomisili di Gunung Sindur Bogor

160
MEWUJUDKAN BANTEN SEBAGAI
PROVINSI MARITIM

Oleh: Agung Sudrajad


Dosen Fakultas Teknik UNTIRTA, Pengurus ICMI Bidang Kemaritiman &
Anggota Ikatan Ahli Marine Engineer Indonesia

Pendahuluan

P
emerintah telah mencanangkan bahwa akan menjadikan
Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan
mengagendakan lima pilar utama pembangunan yang salah
satunya adalah memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur
dan konektivitas maritim, dengan membangun Tol Laut, deep
seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim [1].
Pencanangan ini menjadi harapan baru bagi tumbuhnya ekonomi
maritim di tanah air. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia dengan segala potensi sumber daya
kemaritimannya, menjadi salah satu modal tersendiri untuk
mewujudkannya. Gambar 1 menjelaskan tentang jalur sutra
perdagangan dunia, yang menjadikan Indonesia sebagai jalur utama
perdagangan dunia sejak dahulu.

161
Gambar 1. Jalur Sutra Perdagangan Dunia
(sumber gambar: rofiudin23.wordpress.com)

Berbagai potensi kelautan yang dimiliki bumi Indonesia


menjadikan negara kita dapat mengembangkan dengan maksimal
ekonomi berbasis maritim. Potensi Indonesia yang juga dilalui
sebagai jalur perdagangan internasional, menjadi gerbang utama bagi
kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan,
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, serta keselarasan pembangunan
nasional dan pembangunan daerah.
Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di tanah air yang
mempunyai potensi maritim yang besar. Dengan panjang pantai
sekitar 500km, potensi luas lahan budidaya laut yang mencapai 861,6
Ha, dari total luas areal budidaya perikanan 16.011,54 Ha [4],
menjadikan provinsi ini menjadi salah satu penyumbang devisa
negara di bidang maritim. Potensi lain yang ada di Provinsi Banten

162
adalah potensi pariwisata maritim dan hasil industri olahan
perikanan. Baik itu dari jasa pelabuhan, hasil perikanan, hasil
industri olahan laut dan jasa pariwisata maritim.
Pada riwayatnya, Banten adalah salah satu daerah yang
tumbuh sebagai bandar dagang terkenal dibawah kepemimpinan
Sultan Ageng Tirtayasa,masaitu adalah masa keemasan Banten
sebagai kota perdagangan yang disinggahi oleh para pedagang dan
pelaut dari nusantara dan seluruh dunia. Pelabuhan Karangantu pada
masa itu yang terletak di pantai bagian utara Kota Serang menjadi
pusat perdagangan Internasioanal yang banyak disinggahi oleh para
pedagang dari Benua Asia,Afrika, dan Eropa.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada tahun 2018
mencapai 5,81 persen, lebih cepat dibandingkan pertumbuhan
ekonomi di tahun 2017 (5,73%) dan tahun 2016 (5,28%) [4], hal ini
menjadikan Provinsi Banten menjadi salah satu provinsi yang
diandalkan oleh pemerintah dalam menyokong pertumbuhan
ekonomi nasional.
Potensi Maritim Banten
1. Potensi Fisik
Jumlah industry besar dan menengah di Banten tercatat
sebanyak 1700-an yang tersebar di berbagai kabupaten/kota.
Sebagian besar industry tersebut terletak di daerah pesisir Banten.
Oleh karenanya kita bisa melihat, betapa besar kekayaan dan potensi
laut Provinsi Banten. Dengan panjang pantai ± 500 km, bisa
menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar pesisir melalui
ekonomi kerakyatan. Berbagai industry dapat dibangun disepanjang
pesisir tersebut, seperti galangan kapal, pusat pembangkit energi,
pelabuhan, pengolahan ikan, pengolahan rumput laut dan sebaginya.
Belum lagi berbicara potensi luas lahan budidaya laut yang mencapai

163
861 Ha, budidaya tawar 1.674 Ha dan luas lahan budidaya tambak
seluas 10.399Ha[4].

2. Potensi Pembangunan
Pembangunan maritim Banten terintegrasi dengan Provinsi
lainnya, salah satu pembangunan yang saat ini sedang dilakukan
adalah pembangunan beberapa pelabuhan kapal baik bagi kebutuhan
perdagangan, industri maupun pelabuhan wisata. Selain itu tentunya
kita ketahui pembangunan. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Tanjung Lesung yang akan menjadi ikon dan destinasi utama wisata
bahari di Indonesia bagian barat. Pembangunan kawasan maritim
lainnya yang tidak kalah penting adalah pembangunan kawasan
minapolitan dibeberapa daerah di Provinsi Banten. Pembangunan
infrastruktur daerah di seluruh pesisir Banten menunjukkan
kegairahan ekonomi di bidang kemaritiman Banten. Kejadian
tsunami pada tanggal 22 Desember 2018, yang disebabkan oleh
letusan Anak Krakatau di Selat Sunda yang menghantam daerah
pesisir Banten sedikitnya 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23
orang hilang tidak menyurutkan bangkitnya ekonomi maritim
Banten.
3. Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resources)
Potensi sumberdaya pulih yang ada di Provinsi Banten tidak
kalah menariknya adalah budidaya terumbu karang dan rumput laut.
Budidaya rumput laut tersebar di pantai bagian utara kabupaten
Serang tepatnya di daerah Domas dan Pulau Panjang. Berdasarkan
data sistem otomasi IQFAST Karantina Pertanian Cilegon, data
ekspor Januari s/d 12 Agustus 2019 tercatat rumput laut dengan
volume 96 ton diekspor ke China mencapai nilai Rp2,4 miliar [5].
Selain hasil terumbu karang dan rumput laut adalah hasil perikanan

164
tangkap dan perikanan budidaya provinsi Banten sangatlah besar.
Jumlah hasil perikanan laut Provinsi Banten adalah 108.703 ton pada
tahun 2017, sementara untuk perairan umum sebanyak 820 ton [4].
Potensi sumberdaya pulih hasil laut ini sangat potensial dan
menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun
4. Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable
Resources)
Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas di beberapa
cekungan lautnya, mineral dan bahan tambang yang besar. Hasil
penelitian awal didapat sumberdaya minyak yang ada di pantai
bagian selatan Provinsi Banten yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Data lain menunjukkan bahwa luasan lahan tambang
batubara provinsi Banten adalah 5.611 ha, lahan tambang emas
15.327 ha, lahan tambang batu gamping seluas 7.054 ha, dan luas
lahan pertambangan pasir laut adalah sebanyak 21.304 ha [4]. Tidak
dapat dipungkiri juga bahwa saat ini Provinsi banten menjadi salah
satu pusat industri semen di Indonesia. Potensi sangat
menguntungkan bagi proyeksi pembangunan maritim di Provinsi
Banten.
5. Potensi Geopolitis
Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara
faktor-faktor geografi, strategi dan politik suatu Negara sedangkan
untuk implementasinya diperlukan suatus trategi yang bersifat
nasional. Geopolitik Indonesia diterjemahkan dengan istilah
Wawasan Nusantara sedangkan dalam implementasinya telah
disusun suatu pemahaman yang disebut dengan Ketahanan Nasional
yaitu dari rumusan geostrategi.
Posisi Indonesia yang strategis, dimana diapit oleh dua benua
dan dua samudera menjadikan negara kita sebagai penghubung

165
negara negara ekonomi maju. Provinsi Banten yang juga mempunyai
letak strategis dimana berada pada ujung barat pulau Jawa dan
berdekatan dengan Pulau Sumatera. Hal ini meletakkan Provinsi
Banten sebagai daerah yang strategis baik dari sisi ekonomis maupun
sisi keamanan. Jalur selat sunda yang ramai dilalui kapal-kapal niaga
dan salah satu jalur terpendek yang menghubungkan antara
Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia menjadikan Provinsi
Banten incaran para investor asing.
6. Potensi Sumberdaya Manusia
Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari
segi SDM adalah sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di
wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti:
perdagangan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertambangan,
transportasi laut, dan Pariwisata bahari. Demikian juga Provinsi
Banten yang memiliki sekitar 25.552 [4] rumah tangga yang
bergerak dibidang perikanan, dapat digerakkan untuk peningkatan
ekonomi maritim. Tentunya juga didukung adanya beberapa pusat-
pusat Pendidikan dibidang maritim yang ada di Provinsi Banten.

Konsep Pembangunan Provinsi Maritim


Konsep Provinsi Maritim mulai digaungkan dilevel nasional.
dimana beberapa Provinsi yang memiliki potensi maritim
mencetuskan ide untuk membangun daerah berbasis kekuatan
maritim. Beberapa program kerja yang perlu dicanangkan adalah:
1. Penyiapan SDM Maritim yang Jujur dan Unggul
Kebutuhan SDM kemaritiman sesungguhnya memiliki cakup-
an yang cukup luas, yakni tenaga ahli pelayaran (transportasi laut),
kepelabuhanan, perkapalan, permesinan, teknologi penangkapan
ikan, teknologi budidaya laut dan teknologi pengolahan produk

166
kelautan. Berdasarkan estimasi dari Kementerian Kelautan dan Per-
ikanan [6] dibutuhkan rata-rata 200 ribu orang per tahun sarjana yang
ahli dalam bidang perikanan dan kelautan guna eksplorasi dan
pengolahan hasil laut Indonesia. Sedangkan kemampuan perguruan
tinggi perikanan dan kelautan hanya menghasilkan sekitar 10 ribu
sarjana setiap tahun. Dengan demikian terjadi ketimpangan yang
besar antara kebutuhan SDM kemaritiman dengan kemampuan
penyediaan tenaga terdidik secara nasional.
Data lain menunjukkan bahwa kebutuhan SDM pelayaran
yang bisa dipenuhi Indonesia baru sekitar 1.500 orang per tahun,
pada hal Indonesia kekurangan 18 ribu pelaut tingkat perwira dan 25
ribu orang tingkat ranting untuk industri transportasi laut untuk tahun
2016 [7]. Melihat kondisi diatas, peningkatan infrastruktur
Pendidikan bidang maritim sudah sangat mendesak. Percepatan
pendirian LPPPTK-KPTK (Lembaga Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan) bidang
kemaritiman perlu didukung dengan kebijakan dari pemerintah Pusat
dan Daerah.
2. Pembangunan Industri Agro Maritim Terpadu
Industri agro maritim Banten adalah industri yang sangat
menjanjikan, apalagi Banten terkenal dengan hasil laut yang sangat
diminati pasar. Industri agro ini dapat berupa hasil olahan laut seperti
makanan, kosmetik dan obat-obatan. Beberapa industry hasil laut
telah ada di sekitar pesisir utara Banten, seperti olahan dan
pengalengan ikan, olahan rumput laut dan olahan udang.
Penumbuhan industry agro yang masiv di sepanjang pesisir pantai
Banten dapat diwujudkan dengan mengaktifkan kembali konsep
minapolitan.
Konsep Minapolitan dapat didefinisikan sebagai kota
perikanan dengan konsep pembangunan ekonomi kelautan dan

167
perikanan berbasis wilayah melalui pendekatan dan system
manajemen Kawasan berprinsip integrasi, efisien, kualitas, akselerasi
tinggi. Secara konseptual, Minapolitan terbagi menjadi dua. Pertama,
pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah.
Kewewenangan tiap daerah untuk mengembangkan kawasan
pesisirnya sendiri perlu diberi dorongan. Pasalnya, setiap wilayah
pesisir di Indonesia memiliki karakteristik masing-masing yang lebih
dipahami oleh daerah itu sendiri. Kemudian yang kedua adalah
kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk
kelautan dan perikanan.
Potensi produk kelautan Indonesia sebenarnya cukup
berpotensi namun mengalami beberapa permasalahan. Salah satunya
adalah jumlah industri perikanan lebih dari 17.000 buah, tapi
sebagian besar tradisional berskala mikro dan kecil [8]. Mengacu
pada konsep tersebut maka Provinsi Banten sangat potensial untuk
mengembangkan pesisir pantai dengan konsep Minapolitan ini.
Gambar dibawah adalah Peta Lokasi Rencana Minapolitan Perikanan
Tangkap tahun 2011-2014 yang ditetapkan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI, Banten menjadi salah satu provinsi
lokasi utama.

168
Gambar 2. Peta Lokasi Minapolitan Perikanan Tangkap yang Ditetapkan
KKP (Sumber : KKP)

3. Pembangunan Sistem Manajemen Distribusi Maritim


Terintegrasi
Sistem manajemen distribusi maritime diartikan sebagai
pengembangan system supply chain management di bidang distribusi
logistik angkutan laut. Konsep tol laut dan penerapan beberapa
system teknologi seperti AIS (Automatic Identification System)
dibeberapa pelabuhan utama dapat membantu pengembangan system
distribusi. AIS adalah sebuah sistem pelacakan otomatis digunakan
pada kapal dan dengan pelayanan lalu lintas kapal untuk
mengidentifikasi dan menemukan kapal oleh elektronik pertukaran
data dengan kapal lain di dekatnya, Informasi yang didapat dari AIS
ini melengkapi informasi dari radar yang utamanya berfungsi untuk

169
menghidari tabrakan, sehingga keselamatan pelayaran dapat
ditingkatkan. Selain itu, penggunaan AIS juga bermanfaat untuk
keamanan maritim, pencarian dan penyelamatan (SAR), serta
investigasi ketika terjadi kecelakaan.

Gambar 3. Sistem Automatic Identification System


(Sumber : Kemenhub RI)

4. Pembangunan Infrastruktur Fasilitas Pelabuhan dan


Armada Kapal
Pembangunan fasilitas pelabuhan dan armada kapal adalah
salah satu langkah utama dalam pengembangan industry maritime di
Provinsi Banten. Beberapa pelabuhan besar telah lama beroperasi di
provinsi Banten, baik milik swasta maupun milik pemerintah daerah
dan pusat. Beberapa pelabuhan besar yang ada di Banten adalah
Pelabuhan Merak untuk angkutan penumpang, pelabuhan Ciwandan

170
untuk angkutan barang, pelabuhan Bojonegara untuk peti kemas dan
untuk keperluan industry sekitar Kawasan. Pelabuhan-pelabuhan lain
adalah yang dioperasikan oleh perusahaan swasta seperti untuk
keperluan industry energi, industry kimia dan industry baja.
Pemerintah provinsi Banten harus dapat mengatur dan menyusun
roadmap pengelolaan pelabuhan-pelabuhan yang berada dalam
wewenangnya. Salah satu Kawasan yang juga strategis adalah
pembangunan pelabuhan pariwisata di daerah Tanjung Lesung dan
juga pelabuhan untuk keperluan energi di pantai selatan Banten.

5. Paradigma Baru Provinsi Maritim dan Budaya Maritim


Pembangunan SDM sangat penting, terutama menumbuhkan
budaya cinta dengan laut (budaya maritim). Budaya maritim sudah
sangat kental dalam budaya masyarakat pesisir Indonesia, di mana
sejarah telah menunjukkan bangsa Indonesia yang mencintai laut
sejak dahulu dan sebagai masyarakat bahari. Nenek moyang
bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan
kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai
kepentingan antarbangsa, seperti transportasi dan perdagangan.
Masyarakat Banten sudah saatnya memparadigmakan laut
sebagai penghubung, bukan pemisah.Untuk mewujudkan provinsi
Banten sebagai provinsi Maritim perlu dikembangkan pusat-pusat
pengembangan budaya maritim dan juga perlu dibuka beberapa
program study maritim di institusi pendidikan menengah dan
tinggi di Banten. Beberapa sekolah maritim yang ada di Banten
adalah: Untirta dengan prodi Perikanan, UPI Banten dengan Prodi
Perikanan dan kelautan, Sekolah Tinggi Perikanan milik KKP di
Karangantu, Sekolah Pelayaran Menengah di Mauk, Sekolah
Menengah Atas Pelayaran di Cilegon dan beberapa pusat
penelitian maritime milik Lembaga Penelitian. Lembaga-lembaga

171
pendidikan itu menjadi ujung tombak dalam mewujudkan
paradigma baru Provinsi Maritim dan pengembangan budaya
maritim.
6. Pembangunan Infrastruktur Energi Maritim
Infrastruktur energi maritim adalah terkait dengan pemenuhan
fasilitas penunjang untuk kegiatan eksplorasi dan distribusi energi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di Provinsi Banten banyak terdapat
pusat-pusat pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur berupa
pelabuhan dan pusat pengolahan energi menjadi suatu yang harus
diutamakan. Beberapa kajian menyatakan bahwa di pantai selatan
Banten terdapat sumber energi yang dapat dikembangkan, oleh
karenanya kajian dan penelitian terhadap potensi energi di laut
Banten harus segera dilaksanakan. Termasuk pengembangan inovasi
pengembangan infrastruktur energi untuk pembangunan maritim
Banten.

7. Pembangunan Infrastruktur Perikanan dan Budidaya


Laut
Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa potensi luas
lahan budidaya laut adalah 861 Ha, budidaya tawar 1.674 Ha dan
luas lahan budidaya tambak seluas 10.399Ha [4], oleh karenanya
pembangunan infrastruktur penunjangnya sangatlah penting.
Pemerintah harus dapat membangun system infrastruktur perikanan
yang baik, seperti membangun keramba-keramba bagi budidaya ikan
laut, membangun tambak-tambak pemeliharaan ikan budidaya,
memfasilitasi nelayan untuk mendapatkan bantuan pembiayaan bagi
pembangunan infrastruktur dan peralatan penunjang budidaya ikan.
Dari sisi pengolahan hasil panen, pemerintah dapat bekerjasama
dengan swasta untuk membangun pabrik pengolahan dan

172
pengalengan ikan di sentra-sentra penghasil ikan. Infrastruktur jalan
dari dan ke sentra-sentra penghasil ikan harus juga dikembangkan
dan dibangun, agar distribusi hasil ikan menjadi optimal.

Penutup
Melihat potensi yang sangat besar dalam bidang maritim dan
capaian ekonomi maritim Provinsi Banten saat ini maka dapat
dijadikan modal untuk mewujudkan Provinsi Maritim, menuju
Banten sebagai Poros Maritim Nasional dan Dunia. Langkah-
langkah yang dapat dilakukan adalah: 1) pemerintah Provinsi Banten
harus menyiapkan Tim Terpadu untuk pembentukan Provinsi
Maritim yang mencakup beberapa bidang yaitu Bidang Budaya
Maritim, Bidang Sumber Daya Laut, Bidang Infrastruktur, Bidang
Ekonomi Maritim dan Bidang Regulasi dan Kebijakan Maritim, 2)
segera dilakukan studi pemetaan secara detail terhadap potensi laut
dan pesisir Provinsi Banten, 3) menyusun Konsep Paradigma Baru
Budaya dan Provinsi Maritim , 4) menyiapkan SDM Maritim dengan
bekerjasama lembaga-lembaga pendidikan dan latihan Maritim
dengan sistem Pendidikan dan Latihan Vokasional, 5) membuat
Petajalan menuju provinsi maritim 2025, 6) implementasi Program
termasuk pembangunan infrastruktur yang diperlukan.Kita
harapkan dengan kepemimpinan yang kuat di Provinsi Banten akan
dapat lebih menggerakkan program-program bagi percepatan
terbentuknya Provinsi Maritim.

Referensi

[1] Desvira Natasya, Rencana Pembangunan Tol Laut Indonesia,


Tugas Penelitian Sistem Transportasi Departemen Teknik Sipil
Universitas Indonesia (2014).

173
[2] Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah nomor 17
tahun 2002 tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia (2002).
[3] Pemerintah Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015 -2019, Kementerian Perencanaan
pembangunan Nasional/BAPPENAS (2014)
[4] Biro Pusat Statistik , Banten Dalam Angka 2019
[5] SINDO News, Agustus 2019
[6] BPRSDM Kementerian KKP
[7] BPRSDM Kementerian Perhubungan
[8] Tim Penyusun. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan
Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan
dan Perikanan
[9] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,
Konsep Pengembangan Minapolitan di Indonesia (2012)
[10] Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Pengembangan
Fasilitas Pelabuhan Indonesia (2015)

174
Tentang penulis

Dr. Agung Sudrajad, M.Sc, Penulis saat ini


adalah Dosen Tetap di Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak
2012. Penulis lulus Sarjana Teknik dari ITS
Surabaya Fakultas Teknologi Kelautan
(1998), Master of Engineering dari Kobe
University of Mercantile Marine Japan,
Bidang Marine Engineering (2004) dan Doctor of Engineering dari
Kobe University Bidang Ship and Marine Engineering (2007).
Pernah berkarir di salah satu BUMN bidang transportasi laut (2007-
2009) dan menjadi Dosen Senior pada University Malaysia Pahang
(2009-2012). Selain dosen saat ini aktif sebagai konsultan pada
PEMDA Provinsi Banten, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan
Kementerian Perhubungan untuk kajian-kajian kemaritiman.

175
176
BUDAYA MARITIM YANG
TERPINGGIRKAN DI BANTEN

Oleh: Tubagus Najib


Peneliti Pada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

I ssu tol laut telah digulirkan empat tahun lalu untuk


mengembalikanNusantara yang telah berperan penting di
lautan sebagai negara kepulauan. Issu tersebut telah digulirkan
ketka debat Presiden, oleh salah satu paslon, bagaimana wujudnya
setelah empat tahun digulirkan. Namun yang pasti empat ratus tahun
yang lalu, Budaya Maritim telah terwujud di Kesultanan Banten.
Sehingga Banten dijuluki “the long sixteenth Century”. Yaitu Bandar
Pelabuhan Laut yang kuat sepanjang abad 16. Dari 18 Pelabuhan di
Jawa, frekwensi keluar masuk kapal-kapal besar yang merapat di
Banten, dalam daftar Daghregister, Plabuhan Laut Banten yang
terbanyak sekitar 80 kali,setahun. Gresik hanya 15 kali, kapal
dengan bobot di atas 5 ton. Ki Wangsa Dipa adalah pemilik kapal
dari Banten. Jenis kapal Lembu atau Lambo untuk disewakan
sebagai kapal perniagaan.
Dari enam Pelabuhan yang dikenal di Dunia, salah satunya
adalah Banten, sehingga Banten tidak hanya sebagai Imperium juga
sebagai Emperium. (Dr.Rz.Setelah.Leirissa). Masuknya kekuasaan
Kolonial, Budaya Maritim Banten terpinggirkan. Demikian juga
dalam program Tol Laut, yang direncanakan terdapat 24 Plabuhan
yang akan dibangun kembali, dengan anggaran 39.5 trillyun dan 57.3
trillyun untuk pengadaan kapal-kapal laut (Dr. Nono Sampono).
Banten tidak termasuk dalam rencana program tersebut. Dari 24

177
Plabuhan tersebut antara lain; Sumatera akan dibangun 8 Plabuhan,
Jawa akan dibangun 3 Plabuhan (Tanjung Priok, Cilacap dan
Tanjung Perak), Nusa Tenggara 2 Plabuhan, Kalimantan 4 Plabuhan,
Sulawesi 3 Plabuhan, Maluku dan Papua 5 Plabuhan. Kenapa Banten
tidak termasuk dalam rencana pembangunan kembali Plabuhan?

Pendahuluan
Banten berada diujung Barat dari Pulau Jawa yang memiliki
selat Sunda dan pantai yang terluas, sekitar 520 km2. pesisir Utara,
Barat dan selatan. Pantai Barat Banten merupakan jalur migrasi
manusia masa prsejarah, jejak jejak manusia prasejarah telah
ditemukan di Anyar, telah ditemukan kubur sekunder, dari hasil lab
diperkirakan berada pada masa Prundagian sekitar 500 SM.
Memasuki masa awal sejarah atau proto sejarah, juga telah
ditemukan prasasti masa Klasik sekitar abad ke 5. Manusia
prasejarah ditemukan disekitar pantai Barat Anyar, sedangkan
prasasti ditemukan jauh dari pantai, berada di hulu sungai. Sungai
Cilemer, yang muaranya di pantai Barat Caringin. Lima abad
berikutnya setelah dibuka Tanjung Harapan, Afrika Selatan, dan
sekitar abad 10, telah ditemukan pantai Utara Banten, pelabuhan
migrasi berpindah dari pantai Barat Banten ke pantai Utara Banten.
Pantai utara Banten menjadi pelabuhan pengganti setelah
runtuhnya Malaka oleh Portugis tahun 1511, setelah kolonial dapat
menaklukkan Jayakarta sebagai Dipaten Banten, plabuhan berpindah
ke Batavia. Kolonial telah menguasai lautan, sementara Banten
sebagai negara maritim, seakan terdesak dari lautan, untuk
menghidupi rakyatnya, Banten beralih fungsi menjadi negara agraris,
mengembangkan pertanaian mencetak sawah-sawah dengan
membangun irigasi dan sungai sungai untuk mengaliri sawah sawah.

178
Setelah pesisir pantai sebagai pintu gerbang ke luar masuk,
dikuasai kolonial, berikutnya kolonial hendak menguasai Selat
Sunda, dengan membangun Pangkalan Angkatan laut. Sultan Banten
telah menggagalkan rencananya, akibat dari penggalan tersebut,
Keraton Surasowan digempur oleh Kolonial tanggal 21 Nopember
1808, satu tahun kemudian tepatnya tanggal 22 Agustus 1809,
kewenangan Kesultanan Banten dilucuti. Belum puas melucuti
kewenangannya, juga meneror para turunannnya, sebagaimana surat
rahasia yang ditulis Rafles,” persempit ruang gerak turunannya.
Banten merupakan embrio bagi daerah-daerah lainnya, hancurnya
Banten, maka akan hancur juga daerah daerah lainnya.” Budaya
Maritim yang dibangun terpinggirkan, para turunannya terisisihkan
dari pusat pemerintahan. Bagaimana membangun kembali Budaya
Maritim dan bagaimana jejak para turunan kesultanan Banten.

Banten Sebagai Emperium Terpinggirkan


Institusi Islam merupakan lanjutan dari institusi sebelumnya,
yaitu institusi Klasik (Hindhu/Budha), pada masa Banten dibawah
institusi Klasik, secara akeologi telah ditemukan tambatan kapal
bentuk berteras yang berada di Kasunyatan, sungai Cibanten. Besar
kemungkinan pada masa Institusi Klasik, Kasunyatan sebagai
pelabuhan pedalaman masa Klasik. Pada masa Institusi Islam, masa
transisi dari Klasik ke Islam, garis pantai berada di bangunan
Speelwijk.
Bangunan Spelwijck dibangun di atas benteng kota Institusi
Islam Banten, benteng kota yang berada di garis pantai berbentuk
zigzag yang berfungsi untuk memecah ombak. Pada masa Institusi
Islam Banten terdapat tiga Plabuhan yang berada di teluk Banten,
Pabuhan Pabean yang berada pada arah Barat Keraton, Pelabuhan

179
pada bagian tengah, garis lurus dengan Keraton dan Pelabuhan
Karangantu pada arah Timur keraton.
Tiga Pelabuhan dalam area Teluk Banten oleh Tomy Pires
disebut, Pelabuhan Bantam. Pelabuhan lainnya yang disebut Tomi
Pires adalah Pelabuhan Tamgara, Ciguide, Sunda Kalapa, dan
Pamanukan. Secara arkeologi di teluk Banten terdapat tiga Plabuhan,
Plabuhan Pabean, Katengahan dan Karangantu. Dalam manuscrip,
DAS Cibanten terdapat pos-pos penjagaan. Seperti pada bagian hulu
dijaga oleh Sang Ratu Langkapare pada pos hulu, lalu pada pos pintu
gerbang benteng Kota Banten dijaga oleh Sang Ratu Buyut Jatu,
berikutnya pada plabuhan, masing masing dari arah Barat, dijaga
oleh Sang Ratu Pabean, Sang Ratu Linggabuaana dan Sang Ratu
Jaya Kleber ( Karangantu).
Daerah Aliran Sungai dan Plabuhan-Plabuhan terdapat pos-
pos jagaan sebagai jalur perniagaan dari hulu hingga ke hilir, dari
Girang hingga ke Landeh, upstrem dan downstrem. Upstrem sebagai
pensupply dan downstem, yaitu demandnya. Komoditi apa yang
diburu sebagai kebutuhan Dunia pada waktu itu ?. Pada waktu itu
Dunia memburu rempah-rempah. Banten termasuk dalam katagori
jalur Spice road, bahkan menurut Jungkyun seorang musyafir dari
Cina, bahwa Rempah-rempah Banten merupakan yang terbaik. Yang
dimaksud rempah-rempah Banten menurut Jungkyun adalah Lada.
Perniagaan distribusi barang dari Upstrem (Hulu) ke
downstrem (Hilir), melalui jalur sungai. Toponim lada sebagai nama
permukiman menunjukkan suatu bukti bahwa nama lada memiliki
nilai penting sebagai komoditi Banten, bahkan memiliki nilai ekspor
ke berbagai negara. Toponim lada ditemukan tidak hanya pada
wilayah upstrem juga ditemukan pada wilayah downstrem.
Pada wilayah upstrem telah ditemukan nama permukiman
seperti, babakan pedes, Cipedes, sementara pada wilayah downstrem

180
telah ditemukan toponim Pamarican yang ditemukan di dekat
Pelabuhan Pabean. Banten. dari hasil ekskavasi telah ditemukan
artefak alat untuk menggiling merice.
Lada sebagai komoditi ekspor telah terorganisir secara
profesional, dengan pembagian tugas yang jelas sebagaimana tercatat
dalam Arsip Kolonial,( Arsip Banten no.99 dan arsip Culturr no.
526), disebutkan tugas-tugas mulai dari penanaman hingga
pemasarannya diatur, difasilitasi oleh Kesultanan Banten. Sistim
pembagian tugas; penyortir dipegang oleh seorang Keay (kyai) dan
nyay (nyai), Ratoe Aiyoe, jabatan mandor dipegang oleh kerabat
kerajaan, dengan gelar Toebagoes, maas, ingabe (y), ngabehi,
sebelum didistribusikan juga ada petugas penyortir dan pengepul.
Dalam pendistribusi lada atau pemasaran lada, diwajibkan
untuk membawa surat jalan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 6,
Undang-Undang Dalung Banten. Demikian juga Pemeliharaan dan
Pengembangan tanaman lada diwajibkan bagi Punggawa dan rakyat
untuk masing-masing setiap orang menanam 500 pohon,
sebagaimana disebut dalam pasal 11 Undang-Undang Dalung
Banten. Distribusi lada melalui perairan, mendapat perlindungan
kemanan perniagaan jalur perairan, sungai dan laut, sebagaimana
disebut dalam pasal pasal 4. Perlindungan dalam perniagaan perairan
dalam aturan kuna hanya terdapat dalam Undang_undang dalam
kerajaan Goa Makasar dan kesultanan Banten.
Demikian juga dalam aturan impor, membawa barang-barang
dari luar ke dalam kesultanan Banten, harus melalui Pabean, setelah
menyelesaikan administrasi, maka bisa melewati Tolhuis. Artefak
tolhuis telah ditemukan pada arah utara Keraton Surasowan sebagai
pintu masuk menuju kota Banten, yang dikenal dengan jembatan
Rantai. Berdasarkan seminar Internasional tahun 1995,
menyimpulkan bahwa Bahwa Banten adalah masuk dalam katagori

181
sebagai bandar Internasional pada kesultanan Banten, bahkan Banten
merupakan Bandar Laut yang terlama, “The long Sixteenth Century”.
Kekuasaan kolonial telah meminggirkan budaya Maritim yang
dibangun oleh Kesultanan Banten. Penguasaan perairan oleh kolonial
telah meruntuhkan ekonomi maritim yang telah dibangun Kesultanan
Banten. Ini adalah awal dari keruntuhan Kesultanan Banten,
kekuasaan Laut telah dikuasai oleh kolonial, pesisir hingga Selat.
Perdagangan insuler maupun interinsulernya.
Pantai utara Banten atau teluk Banten telah terjadi erosi, pada
abad ke 16 garis pantai masih disekitar dekat bangunan benteng
Speelwijck , pada abad 21 ini garis pantai sudah hampir 2 km dari
bangunan Speelwijck, artinya telah terjadi pendangkalan di teluk
Banten. Pendangkalan teluk ini juga menjadi kendala bagi nelayan
yang brangkat melaut, keberangkatannya tergantung air pasang.
Kenapa Banten yang dahulu sebagai bandar Laut Internasional,
namun tidak tersentuh oleh program Tol Laut. [*]

Tentang Penulis

Tubagus Najib, lahir di Serang. Penulis


merupakan anggota Dewan Pakar ICMI orwil
Banten, peneliti pada Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional. Penulis dikenal sebagai
arkeolog tentang siitus-situs Banten Lama dan
penemu Batik Banten.

182
MUTIARA KEHIDUPAN YANG
TERSEMBUNYI DARI GUNUNG KENDENG

Oleh: Encep Supriatna


Departemen Pendidikan dan Pengembangan SDM ICMI Orwil Banten

Pendahuluan

M
endengar kata Banten yang terbayang dibenak kita adalah
salah satu suku tradisional yang bernama Baduy, ada juga
yang menyebuta orang kanekes, orang Rawayan. Baduy
artinya pasisian, identik dengan orang Arab yang hidupnya no maden
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dan berada di
pinggiran kota atau pedalaman Arab. Orang Baduy telah ada sejak
jaman Kesultanan Banten tepatnya 1526 M, bahkan sampai sekarang
mereka setia untuk melakukan upacara “Seba” yaitu mengunjungi
Bupati Lebak dan Gubernur Banten disertai Barang Bawaan berupa
hasil alam, layaknya upeti jaman dahulu, layaknya masyarakat
tradisional lainnya, orang Baduy sangat memegang erat pikukuh dari
nenek moyang mereka, pikukuh tersebut tergambar dalam
semboyan” Lojor teu menang di potong, pendek teu menang di
Sambung”.
Masyarakat baduy terbilang unik karena mereka mampu
bertahan di tengah gempuran arus modernisasi dan globalisasi yang
sarat dengan informasi yang cepat, tapi komunitas adat Baduy
mampu menjaga tradisi dan juga berbagai “tabu’ atau ‘pamali’ yang
terus mereka jaga sebagai pedoman hidup mereka.Ada begitu banyak
nilai-nilai tradisi dan pedoman hidup masyarakat baduy yang

183
dijadikan pedoman hidup mereka diantaranya konsep Trisila (Tabu,
buyut, teu wasa) yang berisi (3 pengertian) dasar hidup orang Baduy.
Konsep Trisila ini mencakup (1) Moal Megatkeun nyawa nu lian, (2)
Moal mibanda pangaboga nu lian, (3) Moal linyok moal bohong
(Supriatna, 2017:2).
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok
masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk
luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan
para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan
Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang
berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara
dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri
sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama
wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung
mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993:140, Supriatna, 2017: 5).
Pikukuh Masyarakat Baduy.
Dalam menjalani kehidupannya, orang Baduy selalu
berpegang pada pikukuh atau amanat, pamali ti karuhun. Sesuai
dengan tatanan masyarakat adat yang ada di baduy, pikukuh Kanekes
membagi tabu (buyut) ke dalam dua tingkatan, yaitu buyut Adam
tunggal yang berlaku untuk orang tangtu dan buyut nahun yang
berlaku untuk orang panampingh dan dangka. Untuk masyarakat
tangtu berlalu tabu secara utuh baik pertabuan (larangan) pokok
maupun pertabuan (larangan) yang kecil-kecil, sedangkan
masyarakat panamping dan dangka hanya wajib mengikuti tabu yang
pokok. Pada dasarnya pertabuan di baduy dibagi menjadi tiga, yaitu
tabu untuk melindungi kemurnian sukma (manusia), tabu untuk

184
melindungi kemurnian mandala, dan tabu untuk melindungi
kemurnian tradisi (Nina, 2014:256).
Salah konsekuensi dari adanya pertabuan atau pamali, atau
buyut adalah adanya sanksi terhadap pelanggaran, yang dilakukan
melalui upacara panyapuan (pembersihan diri). Dalam kaitan ini, si
pelanggar menjalani hukuman berupa disisihkan dari lingkungan
tempat tinggalnya dan diturunkan status kemandalaannya untuk
sementara waktu, atau bila ia tidak kuat, ia boleh mengundurkan diri
dan pindah ke tempat di bawah status kemandalaannnya (Nina,
20014:256). Hal ini sejalan dengan pendapat Jamal (2014) bahwa
warga Baduy Luar dan dalam yang melanggar adat maka ia akan
menjalani hukuman dan dipencilkan tempatnya di Baduy luar 7-40
hari bahkan 100 hari sampai ia tobat dan menyadari kesalahannya.
Orang Baduy dalam dianggap oleh baduy luar atau dangka
sebagai orang yang sedang bertapa, tapa di sini dapat diartikan
bahwa orang Baduy dalam dalam kehidupannya harus
menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak baik dengan bersikap dan
bertindak teu wasa. Jika perbuatan yang tidak baik dilakukan juga,
siksaan atas dosa itu akan dijalani di Buana Larang. Tapa bagi
merkea bukan berarti bersamadi atau bertirakat sepanjang waktu,
tetapi selalu tekun bekerja, sedkit bicara dan tidak menganggur agar
tidak menyusahkan orang lain.
Menurut Helmi (2010) ada enam tugas hidup orang Baduy
berdasarkan ajaran agama Sunda Wiwitan, yaitu:
• Ngareksakeun Sasaka Pusaka Buana;
• Ngareksakeun Sasaka Parahiyang;
• Ngasuh ratu ngayak menak;
• Ngabaratakeun Nusa telu puluh telu;
• Kalanjakan Kapundayan; dan
• Ngukus Kawalu Muja Ngalaksa.

185
Adapun tugas pertama terkait dengan merawat dan menjaga
sasaka pusaka buana sebagai inti jagat, yaitu cosmic-mountain,
mountain-temple, cosmic-river, dan gate of heaven. Tugas kadua,
menjaga dan merawat inti jagat yang kedua, yaitu sasaka parahiyang;
tugas ketiga terkait dengan pengabdian urang Kanekes kepada raja
atau ratu; tugas keempat terkait dengan hakikat hidup orang
Kanekes; tugas kelima dan keenam terkait dengan upaca keagamaan
terbesar mereka yaitu upaca kawalu yang ditandai dengan membakar
kemeyan dan membuat laksa (Helmi, 2010:7-8, Rubiono, 2012:173).
Kalau pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta
memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat panamping adalah
mereka yang dikenal sebagai Baduy Luar, yang tinggal di berbagai
kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti
Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain
sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan
pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan
Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Baduy Dangka"
tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung
yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh
(Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam
buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001).
Orang Baduy menganut agama Sunda Wiwitan, agama yang
dipandang sebagai agama pertama di bumi, berakar pemujaan kepada
arwah nenek moyang, yang pada perkembangan selanjutnya
dipengaruhi agama Hindu-Budha, dan Islam. Inti kepercayaan itu
bersandar pada karuhun dan pikukuh atau ketentuan adat yang dianut
dalam keseharian orang baduy. Sasaka Domas dianggap sebagai
pusat dunia karena disanalah terletak tiang alam semesta (tihang
dunya). Dengan demikian, Desa Kanekes merupakan sumber
pengatur dari Nagara Sawidak Lima Panca Salawe nagara atau

186
Satelung puluh Sawidak lima panca salawe nagara yang berarti
sumber pengatur seluruh alam semesta. Oleh karena itu, buyut bagi
warga desa Kanekes untuk membalik-balikkan tanah (bumi) (Nina,
2014:253 dalam Supriatna, 2017:105-106).
Orang Baduy juga memiliki hari raya sebagaimana umat Islam
seperti lebaran, Hari Raya orang Baduy itu disebut Kawalu, Selama
tiga bulan perayaan Kawalu, warga Baduy dalam menutup diri
karena menjalankan ritual kepercayaan agama yang dianutnya.
Wisatawan dilarang masuk perkampungan Baduy Dalam (yang
berciri khas pakaian putih-putih), yakni wilayah Cibeo, Cikawartana
dan Cikeusik, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten
Lebak, Banten. "Jika pengunjung nekat mendatangi Baduy dalam
tentu dikenakan sanksi hukuman oleh pemuka adat," kata Ketua
Lembaga Hukum Adat Baduy Jaro 12, Saidi (65), di Rangkasbitung,
Kabupaten Lebak, Ia mengatakan: “saat ini perayaan Kawalu di
daerah Baduy memasuki bulan karo (kedua), karena bulan pertama
(kasa) sudah dilaluinya. Sedangkan bulan tiga (katiga) diperkirakan
jatuh pada bulan Mei”. Selama Kawalu ini, warga Baduy Dalam
menutup diri karena menjalankan ritual kepercayaan agama yang
dianutnya, sehingga warga luar tidak diperbolehkan untuk
mengunjunginya, termasuk pejabat daerah dan negara. Hal itu
keputusan lembaga adat.

Kesimpulan
Pada dasarnya masyarakat baduy atau ada juga yang menyebut
urang Kanekes baik itu baduy yang ada di luar atau yang ada di
dalam mereka masih taat setia menjalankan amanat dari leluhur.
Khusus untuk orang Baduy luar mereka sudah agak longgar dalam
melestarikan pikukuk dari para karuhun atau kepuunan. Orang baduy
luar ini disebut juga sebagai Baduy pananmping atau yang menjaga

187
terhadap orang-orang Baduy dalam yang sedang melakukan “tapa”
atau melestarikan adat tradisi.
Kehidupan orang baduy luar sudah selayaknya hidup orang
modern mereka kalau bepergian sudah memakai kendaraan, berjalan
memakai alas kaki, kalau mandi pakai sabun, sikat gigi, memakai
lampu penerangan dari energy matahari, memakai handphone,
memakai perhiasan untuk wanita dll, tetapi orang baduy luar pun
masih dilarang untuk sekolah. Untuk membedakan antara orang
Baduy luar dan Baduy dalam yang paling mudah adalah dilihat dari
pakaian, untuk orang baduy luar biasa mereka memakai pakaian
hitam-hitam atau biru tua, dan sudah memakai celana pendek.
Sedangkan warga Baduy dalam mereka memakai pakaian seragam
putih-putih dan celananya dalam bentuk sarung yang dililitkan
setengah lutut. Memakai ikat warna putih.
Orang Baduy dalam ini yang masih kental memegang erat
tradisi dan juga pikukuh dari para karuhun. Secara umum pikukuh
dalam bentuk pamali, tabu atau buyut itu terbagi tiga: (1) pikukuh
yang berkaitan dengan sukma (manusia) atau orang Baduy itu
sendiri, (2) Pikukuh yang berkaitan dengan tanah air atau mandala
termasuk di dalamnya menjaga lingkungan dan kelestarian alam
seperti urang Baduy tidak boleh mencangkul, mengotori sungai
dengan barang yang berbahan kimia, (3) Pikukuh yang berkaitan
dengan pelestarian adat istiadat urang Baduy termasuk di dalamnya
mengatur ajaran dan pedoman hidup urang Baduy, hubungan urang
Baduy dengan orang baduy, urang Baduy dengan orang luar (asing)
orang Baduy luar dengan Orang Baduy dalam. [*]

188
Daftar Pustaka

Garna, Y. (1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat


Terasing di Indonesia, Editor: Koentjaraningrat &
Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta:
Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk
Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.

Helmi Faizi, B.U. (2010). Ngareksakeun sasaka Pusaka Buana


Pandangan Etika Urang Kanekes Tentang Hubungan Manusia
dengan Alam, UGM Yogyakarta. Disertasi.

Lubis, N.H. et.al (2014). Sejarah Banten. Serang: Badan


Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten.

Permana, C.E. (2001). Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagat


Baduy, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Rubiono, P. (2012). Misteri Pelog & Slendro (studi music


pentatonic di Banten. Serang: Dinas pendidikan provinsi
Banten kerjasama dengan lembaga keilmuan dan kebudayaan
nimusinstitute.

Supriatna, S. (2017). Implememntasi Pembelajaran Sejarah Berbasis


Religi dan Budaya dengan Pendekatan Nature and Nurture di
SMP di SMP 1 Ciboleger Kabupeten Lebak. Dalam Buku
Kapita selekta kf doktor Kebhinekaan Ilmu dalam Satu Cita.
IPB Press.

189
Tentang Penulis

H. Encep Supriatna. Lahir di Pandeglang,


5 Januari 1976. Menyelesaikan S1 Jurusan
Sejarah (2002), Kemudian Melanjutkan ke
Jenjang S2 Pendidikan IPS Konsentrasi
Sejarah (2005), dan menyelesaikan S3 di
Jurusan yang sama pada kampus
Uiniversitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Bandung. Penulis Aktif dalam berbagai
aktifitas Organisasi, diantaranya sebagai
Sekjen IKA UPI Banten periode 2018-2023, Dewan Pakar KAHMI
Kab. Serang, periode 2017-2022, Dewan Pembina FKG IPS Provinsi
Banten Periode, 2018-2021. Ketua Komisi Organisasi di Dewan
Pendidikan Provinsi Banten, periode 2018-2022, dan Anggota
Departemen Pendidikan dan HRD ICMI orwil Banten, periode 2019-
2023. Saat ini penulis menjabat sebagai Wakil Direktur UPI Kampus
Serang. Penulis berdomisli di Komplek Permata Safira Regency
Blok D-4 No. 11 Serang, dan email/telp yang dapat dihubungi:
cepsup1976@gmail.com /081809240760

190
KYAI, JAWARA DAN MODAL SOSIAL
Oleh: Lili Romli
Ketua ICMI Orwil Banten

A da dua model kepemimpinan tradisional (informal leader)


yang sama-sama memiliki pengaruh dalam masyarakat
Banten: kepemimpinan kyai dan kepemimpinan Jawara.
Kedua kepemimpinan ini memiliki akar sejarah yang panjang dalam
masyarakat Banten. Kedua kepemimpinan ini juga lahir dari rahim
yang sama: pesantren. Pesantren merupakan eposentrum bagi kedua
kepemimpinan tersebut. Keduanya lahir dari rahim yang sama: Kyai
adalah “pemilik” pesantren, yang melahirkan ilmu kanuragan yang
dimiliki oleh jawara. Dengan demikian, jawara sesungguhnya adalah
“anak kandung” dari kyai. Oleh karena maka keberadaan jawara
tidak lepas dari kyai dan pesantren.
Tihami (1992) menulis, di pesantren, kyai dalam mengajarkan
ilmu, selain ilmu-ilmu agama juga mengajarkan ilmu-ilmu
kanuragan. Yang terakhir ini diajarkan oleh kyai dalam rangka untuk
melindungi dan mempertahankan pesantrennya dari tindakan
kriminal dari pihak lain. Tihami mengatakan, “Di dalam pesantren,
kyai tidak hanya mengajarkan kitab kuning tetapi juga kedigdayaan
atau kesaktian seperti ilmu kebathinan dan persilatan kepada para
muridnya”. Berdasarkan pelajaran yang diajarkan oleh kyai kepada
para muridnya tersebut, lalu ada sebagian murid yang memiliki
kemampuan dan minat dalam ilmu agama, yang kemudian disebut
dengan santri. Sedangkan ada sebagian murid yang memiliki
kecenderungan dalam bidang kesaktian, yang lalu dikenal dengan
istilah jawara.

191
Para jawara ini setelah lulus dari pesantren lalu mendirikan
padepokan atau perguron untuk mengembangkan ilmu kedigdayaan
dan persilatan. Meski jawara memiliki padepokan sendiri, namun ia
tetap setia pada kyai. Ia mengawal para kyai dan para santri dari
gangguan orang lain yang bermaksud jahat. Karena fungsinya ini
berkembang pepatah dalam masyarakat, jawara merupakan pengawal
(khadam) atau tentaranya (tentarane) kyai. Dengan demikian, maka
sesungguhnya antara kyai dan jawarac memiliki ikatan yang kuat di
antara keduanya. Ia tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya. Kyai dan jawara tgerikata oleh ikatan “darah” sebagai
anak kandung kyai. Dalam konteks itu, relasi kyai dan jawara adalah
relasi “ayah dan anak”.
Dalam masyarakat Banten, baik kyai maupun jawara memliki
peran penting dalam lintasan sejarah. Kyai selain berperan
melakukan perubahan sosial melalui dunia pesantren, ia merupakan
benteng bagi kejayaan Islam. Kyai juga berperan dalam upaya
mempertahankan Indonesia dari cengkeram penjajah dan merupakan
aktor terdepan dalam mengusir dan melawan penjajah.
Para kyai dan jawara hingga saat ini masih memiliki peran
penting. Meskipun peran dan kedudukan tradisional mereka terus
digerogoti arus modernisasi. Namun perubahan-perubahan tersebut
tidak sampai menghancurkan semua kedudukan dan peran sosial
mereka secara menyeluruh. Kyai sampai kini tetap merupakan salah
satu figur yang dihormati oleh masyarakat, demikian pula dengan
jawara. Relasi yang indah antara kyai dan jawara tersebut dalam
perkembangan selanjutnya, ada proses sosial dan sejarah yang sangat
kompleks dalam masyarakat Banten. Kyai dan Jawara menjadi
kelompok terpisah dan seolah berbeda. Masing-masing
mengembangkan kultur tersendiri yang berbeda, sehingga kini
menjadi subkultur dalam masyarakat Banten.

192
Dewasa ini kalangan jawara mengalami mobilitas vertikal. Di
antara mereka banyak yang terjun di dunia bisnis, baik sebagai
kontraktor maupun sebagai pemborong. Selain bergerak dalam
bidang bisnis, kalangan jawara juga masuk dalam wilayah politik
praktis, baik sebagai anggota atau pengurus partai, maupun anggota
dewan (DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota). Hal ini dapat
dikatakan bahwa arena politik kalangan Jawara kini makin
meluaskan ranahnya, semula dalam ranah kultural kini melebar ke
ranah struktural. Apabila sebelumnya ranah politik kalangan jawara
hanya di lingkungan pedesaan, mereka kini pengaruh politiknya
meluas di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.
Melebarnya ranah kalangan jawara tersebut tidak lepas dari
rezim Orde Baru. Pada masa Orde Baru, Jawara dekat dengan
kalangan penguasa. Kedekatan itu tidak lepas dari rekayasa politik
Orde Baru yang memainkan peran sentral dalam mengkondisikan
peranan kelompok jawara. Pemerintah Orde Baru, yang memiliki
format kebijakan politik yang cenderung bersikap anti-Islam politik
berupaya membendung potensi Umat Islam dalam kehidupan politik.
Dalam konteks itu, Orde Baru berkepentingan untuk menempatkan
jawara dalam mengamankan kehidupan politik di Banten. Kedekatan
kalangan jawara dengan kelompok penguasa telah menyebabkan
pula kalangan jawara mendapatkan banyak kemudahan dan fasilitas
untuk membangun kekuatan ekonominya. Sebagaimana pola kroni
dan patronase yang dikembangkan Orde Baru, maka para pendukug
rezim diberikan privilage untuk tidak saja untuk menciptakan
akselerasi pembangunan namun pula sebagai sarana penopang
kesetiaan terhadap rezim.
Pada era reformasi dan pasca pembentukan Provinsi Banten
peran jawara atau keterlibatan jawara dalam politik dan bisnis
semakin meningkat. Keterlibatan jawara dalam politik yang semakin

193
meningkat tersebut dapat dilihat dari menyebarnya para jawara
dalam partai-partai politik. Bila pada era sebelumnya (Orde Baru),
mereka hanya terkonsentrasi pada Golkar, pada era reformasi ini
menyebar ke partai-partai politik lain. Dengan masuknya para jawara
ke partai-partai politik tersebut serta terlibat dalam bisnis dan dunia
usaha, sesungguhnya ini menjadi modal dasar bagi jawara untuk
berkiprah membangun dan mensejahterakan rakyat Banten.
Bukankah semangat dan etos yang dimiliki jawara adalah membela
kaum yang lemah, membela orang-orang yang tertindas, mengangkat
orang-orang yang terpinggirkan, dan menguatamakan kepentingan
umum daripada kepentingan perseorangan?
***
Dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi yang kita kenal melalui
buku buku teks selalu menyebut tiga modal yang menjadi kunci
keberhasilan pembangunan suatu wilayah yaitu, modal alam, modal
fisik (uang dan bangunan), dan modal manusia (sumberdaya
manusia). Dalam konteks ini juga Piere Bourdieu (1986),
mengemukan jenis modal-modal lain, yaitu modal ekonomi, modal
kultural, modal simbolik, dan modal sosial. Dari jenis-jenis modal
tersebut, modal sosial merupakan jenis modal yang tidak kalah
pentingnya sebagai hasil interaksi manusia yang terlibat dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.
Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya
yang dimiliki seseorang ataupun sekelompok orang dengan
memanfaatkan jaringan, atau hubungan yang terlembaga dan ada
saling mengakui antar anggota yang terlibat di dalamnya. Besarnya
modal sosial yang dimiliki seseorang tergantung pada kemampuan
orang tersebut memobilisasi hubungan dan jaringan dalam kelompok
atau dengan orang lain di luar kelompok. Dalam modal sosial,

194
menurut Robert Putnam (1993), ada tiga hal penting, yaitu: jaringan
sosial (social network), kepercayaan (trust), dan kerjasama. Jaringan
sosial memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat
menumbuhkan rasa saling percaya di antara sesama anggota
masyarakat. Kepercayaan memiliki implikasi positif dalam
kehidupan bermasyarakat. Berbagai keberhasilan yang dicapai
melalui kerjasama dalam jaringan akan mendorong bagi
keberlangsungan kerjasama pada waktu selanjutnya.
Francis Fukuyama (1995) berpendapat bahwa modal sosial
akan menjadi semakin kuat apabila dalam suatu masyarakat berlaku
norma saling balas membantu dan kerjasama yang kompak melalui
suatu ikatan jaringan hubungan kelembagaan sosial. Fukuyama
menganggap kepercayaan itu sangat berkaitan dengan akar budaya,
terutama yang berkaitan dengan etika dan moral yang berlaku.
Karena itu ia berkesimpulan bahwa tingkat saling percaya dalam
suatu masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang dimiliki
masyarakat bersangkutan (Rusydi Syahra, 2003).
***
Jika kita baca dari berbagai sumber, sebagai sebuah entitas
Banten memiliki modal sosial berupa budaya yang relijius sebagai
warisan kesultanan banten yang pernah berjaya di abad 16 s/d abad
18 lalu. Perjalanan sejarah yang panjang juga dapat dijadikan sebagai
modal sosial bagi masyarakat Banten, sebagai mana sejarah
Kesultanan Banten yang merupakan kerajaan maritim dan
mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya.
Modal sosial masyarakat Banten yang tak kalah menonjol adalah
karakter anti penjajahan, atau semangat perlawnan terhadap kaum
penjajah. Karakter anti penjajahan ini tercermin dari beberapa
kejadian sejarah.

195
Peristiwa-peristiwa hereoik di Banten dalam rangka mengusir
dan melawan penjajah tidak lepas dari peran dan kepemimpinan para
kyai. Sebut saja peristiwa “Geger Cilegon”, yang dalam bahasan
Sartono Kartodirdo sebagai ‘Pemberontakan Petani Banten 1888”,
merupakan salah satu eposode peran kyai dalam mengusir Banten.
Ketika Indonesia merdeka para kyai pun tampil memimpin
pemerintahan. Sebut saja misalnya KH. Ahmad Chatib, bekas
pemimpin perlawanan tahun 1926, sebagai Residen Banten. KH.
Syam’un, cucu KH. Wasid, pemimpin Geger Cilegon sebagai Bupati
Serang. KH. Tb. Abdul Halim, pemimpin ondok pesantren
Kadupeusing sebagai Bupati Pandeglang dan KH. Tb. Hasan sebagai
Bupati Lebak.
Begitu juga dengan Jawara. Setiap perlawaan yang dilakukan
oleh kyai selalu didukung oleh para jawara. Dalam tahun 1808
terjadi pemberontakan oleh bojolaut menentang kerja paksa dan
pembuatan pelabuhan di Ujung Kulon yang diberlakukan Daendels.
Terus pemberontakan Pasir Peutey (Pandeglang) di bawah pimpinan
Nuriman. Tahun 1811 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh
Mas Jakaria. Pada tahun 1815 terjadi serangan besar dan
pengepungan keraton Sultan di Pandeglang. Pada tahun 1818 dan
awal 1819, Haji Tassin, Moba, Mas Haji dan Mas Rakka memimpin
pemberontakan di Banten Selatan. Demikian juga pada tahun 1820,
1822, 1825 dan 1827 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mas
Raye. Pada tahun 1836 terjadi lagi pemberontakan yang dipimpin
oleh Nyai Gumparo, peristiwa Cikande Udik tahun 1845,
pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851,
peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus
Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger
Cilegon tahun 1888 yang dipimpin oleh Ki Wasid. Peristiwa Geger
Cilegon sebagai bentuk perlawan Kyai-Jawara, merupakan

196
perlawanan bersenjata paling menonjol yang pengaruhnya bergetar
keseluruh penjuru Banten
Nilai-nilai religius dan keagamaan yang kuat yang dimiliki
masyarakat Banten merupakan modal sosial utama. Jika merujuk
pendapat yang dimukakan oleh Max Weber (1905) mengemukakan
pentingnya spirit agama sebagai modal dasar bagi berkembangnya
awal kapitalisme, yang menekankan kerja keras dan sungguh tanpa
pamrih. Maka masyarakat Banten dengan nilai-nilai ajaran Islam
yang kental juga memiliki spirit dan semangat kerja keras untuk
mengejar kemajuan, seperti telah dicontohkan oleh warisan masa lalu
dan para pejuang. Apalagi bila merujuk kepada ayat-ayat suci Al-
Quran dan Hadist Nabi, banyak perintah-perintah perlunya kerja
keras dan semangat mengejar kemajuan.
Sebagai masyarakat pesisir, masyarakat Banten juga memiliki
nilai-nilai, seperti semangat kerja keras, dinamis, kebersamaan,
egaliter, toleran, saling percaya, dan berorientasi kedepan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh kembangnya perdaban
Banten. Saya berharap dengan modal sosial yang dimiliki
masyarakat Banten tersebut menjadi fondasi utama bagi akselerasi
pembangunan Banten.
Semangat kita tatkala untuk membentuk Banten sebagai
daerah otonom yang terpisah dari Provinsi Jawa Barat adalah dalam
rangka untu mengejar ketertinggalan Banten dari daerah-daerah lain
yang sudah lebih dulu maju. Sekarang Banten sudah menjadi
provinsi tersendiri dan kurang lebih sudah sepuluh tahun menjadi
daerah otonom. Pertanyaannya: sudahkah memajukan dan
mensejahterakan masyarakat Banten terwujud? Sudahkah
masyarakat Banten terbebas dari kemiskinan, keterbelakang dan
kebodohan?

197
Bagi masyarakat Banten, kyai dan jawara adalah modal sosial.
Peranan kepemimpinannya dalam lintasan sejarah telah memberikan
andil yang besar, yang ditulis dalam tinta emas dan dikenang
sepanjang zaman. Tentu saja peranan tersebut tidak dibiarkan hilang
ditelan arus perkembangan zaman dan ketidakpedulian akan
keterpurukan masyarakat Banten dalam kemiskinan,
keterbelakangan, dan kebodohan.
Oleh karena itu, perana kyai dan jawara dalam membangun
Banten saat ini begitu dinantikan. Saatnya antara kyai dan jawara
bersatu padu membangun Banten. Dengan politik desentralissai dan
otonomi daerah saat ini, banyak kesempatan bagi dua kepemimpinan
tersebut untuk membangun Banten. Kyai dan jawara adalah modal
soial sekaligus modal politik bagi Banten.
Kini Provinsi Banten sudah berusia 19 tahun, namun kita
masih menghadapi masalah yang relatif sama dalam hal
kesejahteraan. Banyak hasil pembangunan yang sudah dicapai pada
masa kepemimpinan Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Gubernur
Andika Azruny. Namun demikian masih banyak pekerjaan rumah
yang harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Pemprov sekarang
sedang giat-giatnya melakukan pembangunan.baik pembangunan
infrastruktur maupun non-infrastruktur. Semoga tujuan utama
pembentukan provinsi Banten untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat Banten dapat terwujud.[*]

198
Tentang Penulis

Lili Romli, lahir di Serang, merupakan


Ketua ICMI Orwil Banten. Ia adalah
Profesor Riset pada Pusat Penelitian Politik
LIPI, Staf Pengajar di Departemen Ilmu
Politik FISIP UI dan Pascasarjana Ilmu
Politik UNAS serta Pengurus Pusat Asosiasi
Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Aktif
melakukan penelitian tentang Partai Politik,
Pemilu dan Pilkada, Sistem Pemerintahan dan Lembaga Perwakilan,
dan Otonomi Daerah. Beberapa kali pernah menjadi Koordinator
Penelitian tentang Partai, Pemilu dan Lembaga Perwakilan. Lili
Romli aktif menulis di beberapa Jurnal Ilmiah dan Buku. Beberapa
bukunya, antara lain, Islam Yes, Partai Islam Yes; Potret Otonomi
Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal; Potret Partai Politik
Pasca Orde Baru; Menggugat Partai Politik; Pelembagaan Partai
Politik Pasca Orde Baru; Pemilu Era Reformasi; dan Sistem
Presidensial Indonesia. Ia juga menjadi kontributor beberapa buku,
antara lain, Pengawasan DPR Era Reformasi; Masa Depan Partai
Islam di Indonesia; Partai dan Sistem Kepartai Era Reformasi;
Fraksionalisme dan Konflik Internal Partai-Partai Politik di
Indonesia Era Reformasi; Personalisasi Partai Politik di Indonesia
Era Reformasi; dan Menimbang Demokrasi Dua Dekade Reformasi

199
200
INKUBATOR BISNIS DAN WIRAUSAHA;
STRATEGI PERCEPATAN EKONOMI DESA
DAN KOTA

Oleh: Bobby Hidayat


Pengurus ICMI Orwil Banten, Dept. Kewirausahaan dan Ekonomi Umat

Dasar Pemikiran

B
erdasarkan Amanat konstitusi, Tujuan Pembangunan
Nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945
alinea IV, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
Dalam upaya menunaikan amanat konstitusi, Pemerintah baik
Pusat maupun Daerah, menghadapi beragam permasalahan, yang
menghalangi tercapainya tujuan Pembangunan Nasional.
Diantaranya permasalahan yang sangat krusial dan genting untuk
segera diatasi Pemerintah adalah permasalahan kemiskinan dan
pengangguran. Karena jika tidak segera diatasi, bisa menjadi pemicu
dan pemacu masalah sosial, seperti kriminalitas, konflik sosial
karena disparitas (kesenjangan) juga stabilitas ekonomi hingga
politik.

201
Potret Kemiskinan dan Pengangguran
Secara Nasional, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat
angka kemiskinan pada September 2019 mencapai 9,22 persen.
Angka ini turun 0,19 persen poin pada Maret 2019 dan menurun 0,44
persen poin di September 2018.. Sementara jumlah penduduk miskin
pada September 2019 tercatat 24,79 juta orang. Angka tersebut turun
0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang
terhadap September 2018. Selain angka kemiskinan masih cukup
besar, juga muncul masalah tingginya disparitas kemiskinan antara
perkotaan dan perdesaan. Persentase kemiskinan di kota pada
September 2019 tercatat 6,56 persen, sedangkan persentase
kemiskinan di perdesaan mencapai 12,60 persen. (www.Tempo.co)
Adapun di Provinsi Banten, Angka Kemiskinan Per September
2019 Turun 0,15 Persen. Hasil survei sosial ekonomi nasional
(Sesenas) bulan September 2019, angka peduduk miskin
di Banten sebesar 4,94 persen, mengalami penurunan sebesar 0,15
poin dibanding periode sebelumnya (Maret 2019) yang sebesar 5,09
persen. (www.faktabanten. co.id)
Tingkat Pengangguram Terbuka (TPT) di Indonesia
mengalami penurunan sejak tahun 2015, sampai dengan tahun 2019.
Pada Agustus 2019. TPT turun menjadi 5,28 % disbanding tahun lalu
yang sebesar 5,34 %. Terdapat 5 orang pengangguran dari 100 orang
angkatan kerja di Indonesia.
Adapun Provinsi Banten, berbicara tentang pengangguran
sempat menjadi treeding topic, ramai dibicarakan, karena BPS
mengungkap data tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Banten
sempat tertinggi se Indonesia, yaitu 8,11 %. Namun Gubernur
Banten Wahidin Halim menyebutkan trend pengangguran di banten
tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan Agustus 2017 yaitu
9,28 % (520.000 orang), turun di Agustus 2018 yaitu 8,52 %

202
(496.730 orang) dan turun lagi pada Agustus 2019 menjadi 8,11 %
(490.800 orang). WH juga menambahkan selain angka pengangguran
yang terus menurun, angka kemiskinan Banten berada di urutan ke 6
terendah se Indonesia. Serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Banten katagori baik, berada di urutan ke 8 se Indonesia. (7/11/2019,
bantennews.co.id)
Terlepas dari polemik data Pengangguran di Provinsi Banten
dan ketidaksesuaian persepsi dengan angka kemiskinan yang
terendah ke enam se Indonesia. Permasalahan Kemiskinan dan
Pengangguran tetap menjadi perhatian utama untuk dicarikan
solusinya. Terlebih dengan efek penyebaran wabah virus Corona
(Covid-19) yang sejak diumukan kasus pertama pada dua maret 2020
di Indonesia, terus meluas dan berdampak pada kesehatan serta
ekonomi masyarakat, juga sangat memberi andil pada melonjaknya
angka pengangguran dan kemiskinan. Seperti yang dikatakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan angka
pengangguran yang diprediksi meningkat 2,9 juta hingga bisa
mencapai 5,2 juta orang. Begitu pula angka kemiskinan bisa
meningkat menjadi 1,1 juta orang, bahkan bisa mencapai 3,78 juta
orang. (Mediaindonesia.com 14/4/2020)

Gagasan Solusi Permasalahan


Gagasan untuk mengatasi permasalahan Kemiskinan dan
Pengangguran adalah Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha di
Desa dan Kota yang akan dilaksanakan selama 2 tahun. Karena
dengan buah pikiran ini kiranya akan terjadi recovery ekonomi pasca
Covid-19, juga Percepatan Tumbuhkembang ekonomi di Desa dan
Kota. Bahkan ketika perubahan terjadi, manfaat hasilnya bisa
dirasakan dan dinikmati banyak pihak serta bertahan lama atau
permanen.

203
Awalnya Program Inkubator Bisnis lahir di Amerika, dan dari
studi penelitian di Amerika, menunjukan bahwa 87 % dari usaha
start-up yang melalui program inkubasi dapat bertahan dan
menjalankan bisnis dengan baik. Kemudian diadopsi juga oleh
Negara-negara di Eropa, Korea, Peru, Malaysia, Vietnam dan
Indonesia.
Makna, Tujuan dan Output
Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti
incubator adalah perkakas yang dipanasi dengan aliran listrik dan
sebagainya dipakai untuk mengerami dan menetaskan telur atau
tabung untuk memanaskan bayi yang lahir sebelum waktu-nya.
(kbbi.web.id). Jadi Inkubator dapat dimaknai sebagai tempat untuk
para start-up (early stage) bisnis melakukan proses percepatan
“pematangan”, agar bisnisnya tumbuh menghasilkan serta sukses
hingga mandiri.
Lebih lengkap lagi, NBIA (National Business Incubator
Association) menjelaskan bahwa Inkubator bisnis berwujud
dukungan bisnis untuk mempercepat kesuksesan pengembangan
start-up serta perusahaan pemula dengan cara menyediakan berbagai
sumber daya serta layanan yang dibutuhkan kepada para pengusaha.
Layanan yang ditawarkan ini umumnya dikembangkan atau diatur
oleh manajemen inkubator serta ditawarkan baik dalam inkubator
bisnis itu sendiri dan melalui jaringan milik inkubator bisnis.
(https://www.wartaekonomi.co.id/read219041/apa-itu-inkubator-
bisnis)
Namun jika di cermati, gagasan yang disampaikan bukan
hanya Program Inkubator Bisnis tetapi juga ditambahkan Wirausaha.
Apa maknanya?. Maknanya, bukan hanya orang yang telah atau baru
memiliki bisnis saja yang dibantu biar maju dan sukses. Tetapi
diperluas, banyak orang dalam suatu kawasan, dalam hal ini di Desa

204
dan Kota (Kelurahan), diberikan motivasi, wawasan, keilmuan dan
skill Kewirausahaan, dibantu juga untuk mengeksplorasi potensi
bisnis baik secara perorangan maupun kolektif di kawasan itu dan
mendampingi serta mengembangkannya.
Hingga nantinya di desa atau kelurahan itu banyak bisnis yang
tumbuh baik kepemilikan perorangan maupun milik bersama, milik
Desa atau Kelurahan. Juga lahirnya banyak pengusaha dan orang
yang mengerti wirausaha, giat berusaha dan bahkan menjadi pengiat
usaha yang bisa ditransformasi pada yang lain. Sehingga tercipta
manfaat jangka panjang bahkan permanen, seperti peningkatan
pendapatan dan taraf hidup masayarakat secara luas dikawasan
tersebut. Pada akhirnya berbagai pihak menikmati hasilnya, generasi
muda, ibu-ibu, bapak bapak, aparat Desa/ Kelurahan dan pihak
lainnya yang bekerjasama dan bermitra dengan kawasan tersebut.
Adapun tujuan dari Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha
adalah;
1. Membuat sebuah Model Program untuk percepatan
tumbuhkembangnya ekonomi di Desa dan Kota
2. Menciptakan daya dukung dari berbagai pihak untuk Suksesnya
Program, baik pada Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Permodalan,
Kebijakan, Legalitas dan lainnya
3. Membentuk Tim Pengarah (konsultan) Program, sebagai
formulator konsep agar bisa di implementasi, sekaligus sebagai
Pembina, Trainer, Pendamping serta konsultan. Dan Tim
Pelaksana Program, yaitu orang pilihan dari beberapa kelompok
masayrakat di Desa dan kota yang dilatih dan didampingi untuk
melaksanakan dan mensukseskan Program
4. Membangun kesadaran bersama tentang pentingnya kemauan
dan kemampuan wirausaha dan berbisnis untuk meningkatkan

205
pendapatan dan taraf hidup atau ekonomi keluarga di Desa dan
Kota (Kelurahan).
5. Meningkatkan wawasan, ilmu dan alih teknologi serta skill
wirausaha dan pengelolaan bisnis dari start-up hingga mandiri,
Usaha Mikro Kecil (UMK) hingga Indutri Kecil (IK).
6. Menggali potensi individu juga kawasan Desa dan Kelurahan
untuk ditumbuh kembangkan perekonomiannya
7. Melahirkan suatu Kawasan desa dan Kota, sebagai percontohan
implementasi Program Inkubator Wirausaha dan Bisnis untuk
percepatan tumbuhkembang ekonomi di Desa dan kota
(kelurahan)

Output (hasil) yang diharapkan, yaitu:

1. Lahirnya sebuah Konsep Program Implementatif percepatan


tumbuhkembang ekonomi di Desa dan Kota
2. Tercipta serta terbinanya kemitraan dan Jaringan kerja yang
kokoh, mendukung secara penuh untuk keseuksesan Program
3. Terbentuknya Tim Pengarah Program serta Tim Pelaksana
Program di Desa dan Kota (Kelurahan)
4. Munculnya kesadaran serta semangat perubahan dan
kebersamaan yang melahirkan kerja keras dan kerjasama dalam
upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat Desa
dan Kota
5. Meningkatnya kemampuan dan penguasaan terhadap ilmu
pengetahuan, skill dan transfer tekhnologi pada masyarakat di
kawasan Program di Desa dan Kota
6. Munculnya baik secara perorangan atau berkelompok juga
sebuah Kawasan, yairu pembisnis sukses, Usaha Mikro Kecil,

206
Hingga Industri Kecil di Desa dan Kota, juga munculnya
Brading Bisnis tertentu di Desa dan Kelurahan
7. Sedangkan Outcome (hasil) yang akan didapat adalah Konsep
Program percepatan tumbuhkembang perekonomian di Desa dan
Kota, yang telah teruji dan sukses dalam pelaksanaannya, yang
akan dijadikan sebagai Roll Model (Percontohan) untuk
dipelajari serta diterapkan bagi Desa dan Kota (kelurahan)
lainnya.

Proses Implementasi
Proses penerapan dari Program ini melalui 3 tahap yaitu Pra
Program, Pelaksanaan Program & Pasca Prgram
Pertama, Pra Program. Gagasan Inkubator Bisnis dan
Wirausaha di bahas oleh dua lembaga untuk dibuat Konsep
Programnya, yaitu ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia)
Orwil (Organisasi Wilayah) Banten, dengan salah satu Perguruan
Tinggi Negeri di Provinsi Banten. Setelah itu disiapkan orang-orang
ahli meliputi bidang Ekonomi dan Wirausaha, Sospol (Kebijakan
Publik), Manajemen, Akutansi-Keuangan, IT (Informasi Teknologi)
juga termasuk Digital Marketing didalamnya. Kemudian konsep
Program di bahas lebih matang lagi oleh Tim, yang disebut sebagai
Tim Pengarah (konsultan) Program. Untuk uji awal gagasan dan
lebih memahami kondisi rill dilapangan, maka selanjutnya diadakan
FGD (Focus Group Discusion) untuk brainstorming dengan
Pemerintah Provinsi Banten, Kota Serang dan Kabupaten Serang
sebagai sasaran pilot project, Aparatur pemerintahan Desa dan
Kelurahan, Pihak Perbankan, Asosiasi Perusahaan BUMN dan
Swasta (untuk diberdayakan potensi CSR atau PKBL nya), Pihak IT
atau Proveder (misal IndiHome, Xl dan Telkomsel). Pasca itu
finishing konsep program, juga disiapkan modul-modul pelatihan,

207
sarana prasarana, pembiayaan Program serta ditentukan secretariat
Tim Pengarah (Konsultan).
Kedua, Pelaksanaan Program. Awalnya adalah sosialisasi
Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha kepada pada tokoh
masyarakat di Desa dan kota (kelurahan) didampingi Aparatur
setempat, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi. Kemudian
diadakan perektutan dan seleksi untuk dilatih, diberi wawasan, ilmu
dan skill wirausaha dan bisnis, seperti Produk yang berkualitas,
Manajemen dan Etika Bisnis, Akutansi-Keuangan, Multimedia dan
IT, Marketing, Networking, kebijakan dan Program pemerintah yang
sejalan, Legalitas lembaga Ekonomi serta Pajak untuk Usaha.
Selanjutnya adalah penentuan kawasan Desa dan Kota sebagai
pilot project. Baiknya beberapa Desa dan Kelurahan yang berbeda
potensi, geografi dan demografinya. Misalnya untuk Kota Serang,
kelurahan yang di pilih Kasemen, Sawah Luhur dan Curug.
Kelurahan Kasemen dan Kelurahan Sawah Luhur, di Kecamatan
Kasemen. Kedua kelurahan ini memiliki multi potensi yang bisa
digarap jadi kawasan bisnis. yaitu sebagai kawasan wisata religi,
ziarah dan sejarah, selain itu ada kawasan tambak ikan, salah satunya
ikan bandeng sawah luhur yang terkenal berkualitas baik, lebih berisi
padat dagingnya dan tidak bau lumpur. Juga ada kawasan laut,
daerah tangkap ikan, juga persawahan. Sawah luhur sendiri
merupakan daerah lumbung Padi Kota Serang. Kelurahan Curug, di
kecamatan Curug, di kawasan tersebut ada pusat pemerintahan
Provinsi Banten dan kedepan pusat pemerintahan kota Serang
rencanaya juga pindah kesana, di dalamnya juga ada kawasan
perguruan tinggi.
Untuk Kabupaten Serang, misalnya kawasan yang cukkup
menarik dan berbeda, Desa Pontang, di kecamatan Pontang, adalah
kawasan pertanian yang luas dan lumbung padi Provinsi Banten.

208
Juga ada kawasan laut dan tangkap ikan. Kemudian Desa Anyer, di
Kecamayan Anyer, merupakan kawasan pariwisata pantai dan
pegunungan. Serta Desa Cikande, yang ada dikecamatan Cikande,
walaupun Desa namun merupakan kawasan industri yang ramai dan
juga banyak komplek perumahan.
Adapun terkait Pembentukan Tim Pelaksana Program di desa
dan kota (kelurahan). Para tokoh masyarakat dijadikan sebagai
Pembina. Dan lainnya Tim akan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
Kelompok Kebijakan dan Networking yaitu para orang dewasa pria
atau bapak-bapak, Kelompok Penggerak dan Penggiat yaitu generasi
muda (mahasiswa/i dan Pemuda/i) untuk mengelola bisnis,
keuangan, multimedia (seperti desain dan kemasan), marketing,
Publikasi, hingga mengurus Legalitas atau perizinan serta pajak
usaha. Terakhir Kelompok Produksi yang di isi oleh ibu-ibu.
Didalam pelaksanaan program Tim Pengarah (konsultan)
melakukan proses Pelatihan, Pendampingan, Monitoring, Evaluasi
dan Konsultasi, serta Membentuk Forum Bersama yang bertemu
secara berkala per 3 bulan, untuk mengevaluasi, menerima saran dan
kritik konstruktif untuk perbaikan perjalanan program. Dan
karenanya juga penting untuk memiliki sekertariat atau Kantor
Program di Desa dan Kelurahan, sebagai tempat koordinasi, kontrol
kegiatan, evaluasi berkala serta konsultasi program selama 2 tahun.
Ketiga, Pasca Progam. Diakhir pelaksanaan program setelah 2
tahun, akan diadakan evaluasi keselurahan pelaksanaan program,
dengan memperhatikan laporan dan evaluasi berkala per 3 bulan juga
masukan, pendapat akhir semua pihak terkait program. Akhirnya
akan di buat laporan akhir, yang diberikan pada pihak terkait, baik
Aparatur Desa/ Kelurahan, Camat, Pemerintah Kabupaten, Kota serta
Provinsi, Proveder IT, Perbankan, Asosiasi Perusahaan serta semua
pendukung program. Endingnya program ini akan dijadikan sebuah

209
Roll Model Program yang direkomendasikan, karena menghasilkan
suatu kawasan yang didalamnya masyarakat baik secara individu dan
berkelompok, giat dan bergeliat dalam bisnis, juga kawasan itu akan
melahirkan brand/ merek baru, seperti Desa Cibaduyut, penghasil
sepatu di Bandung, Desa Jaring, pengrajin pembuat jarring di
Cirebon, Desa Desain, di jawa tengah, Desa Pengrajin Anyaman
Pandan Duri di Pandeglang, Desa Pengrajin Tas di Petir dan
Perumahan Koperasi Tahu Indonesia di Kramat Watu yang keduanya
berada di Kabupaten Serang, juga ada Kelurahan Sukawana sebagai
kawasan konveksi di Kota Serang dan lain sebagainya. Kawasan
yang melakukan percepatan tumbuhkembang ekonomi, yang mampu
meningkatkan pendapatan, serta taraf hidup masyarakat, dalam
waktu lama bahkan bisa permanen yang dapat terus berkembang.
Kunci Keberhasilan
Kesimpulannya Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha
sebagai sebuah strategi percepatan tumbuh kembang ekonomi di
Desa dan Kota (kelurahan), dapat berjalan dengan lancar, sukses dan
dalam waktu yang lama, adalah bergantung success key berikut ini:
1. Kerjasama dan Kebersamaan Cendekiawan, para Ahli,
Perguruan Tinggi, Pemerintah, Perbankan, Perusahaan,
Proveder, dan Tokoh Masyarakat di Desa dan Kota (kelurahan)
2. Konsep Program yang bisa diimplementasikan, terintegrasi,
bertahap dan sistematis serta berkelanjutan yang akhirnya dibuat
menjadi Model, setelah sukses dalam pelaksanaannya
3. Sikap Optimisme, Semangat dan Kerja keras serta Optimalisasi
Keterlibatan Masyarakat dan Totalitas kerja Tim Pengarah dan
Tim Pelaksana, serta berjalan efektif, efisien froum bersama
pelaksanaan program.
4. Transformasi wawasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan proses
edukasi yang optimal, berupa Pelatihan dan Monitoring, evaluasi

210
juga qulity contol yang menyeluruh, setiap saat dan juga
Problem solving yang cepat penanganannya, serta konsultasi
yang berjalan baik
5. Serta daya dukung terus menerus dari berbagai pihak,baik ICMI,
Perguruan Tinggi, pemerintah Provinsi, kabupaten dan kota,
serta aparat Desa dan kelurahan, Perbankan, Perusahaan,
Proveder seluler/ IT dan berbagai pihak terkait lainnya, untuk
mempertahankan serta mengembangkan Program ini.

***

211
Tentang Penulis

Bobby Hidayat, biasa dipanggil dengan


nama Bobby. lahir 13 Juni 1974.
Menyelesaikan pendidikan Sarjana di IAIB
Serang Banten tahun 1999. Saat ini
menjabat Pengurus ICMI orwil Banten
Departemen Kewirausahaan dan Ekonomi
Umat, kemudian menjabat sebagai
Direktur HIKPA Akademi(Lembaga
Pelatihan HIPKA). Penulis juga aktif di
ASPERWI Banten (Asosiasi Perjalanan Wisata – Banten) daan juga
aktif terlibat di FHT Banten (Forum Halal Tourism) Banten sebagai
Sekretaris. Pendiri dan sebagai Sekjen di Rumah Pemasaran (2019-
skrng)
Penulis pernah sebagai Manajer Pemberdayaan Ekonomi LAZ
DAAI (Lembaga Amil Zakat Dompet Amanah Amal Insani) Kota
Cilegon tahun 2001-2003, kemudian Manajer Pemberdayaan
Ekonomi LAZ HARFA (Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa)
Banten tahun 2006-2008. Sebagai Folentir Pemberdayaan Ekonomi
LAZ HARFA (Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa) Banten tahun
2009-2013; pernah juga menjadi Trainer Organisasi dan Manajemen
OSIS & Life Skill, BeST (SMU) Tahun 2005-2008; Surveyor,
Survey tentang penggunaan listrik dan air tanah pada industry
(Surveyor Indonesia) 2010; Konsultan/ Penyelia Mitra Tani Program
PNPM Pertanian (PUAP) 2008–2013; Trainer Life Skill dan
Entrepreneur Skill, YOURS/ Young Rising Star (Mahasiswa &
Masyarakat Umum) Tahun 2013–Sekarang; dan terakhir sebagai
Sekretaris Umum di OK OCE dan sekaligus Trainer OK OCE PKK

212
DKI se Jakarta (2018-sekarang). Penulis saat ini berdomisili di
Perum Permata Safira Regency, Blok E5 no. 18, Rt 05/ Rw 06
Kelurahan Sepang, Kec. Taktakan, kota Serang, Banten No yang
dapat dihubungi; 081386543717 (WA)/ 087797975146 [*]

213
214
STIGMA SDM BANTEN

Oleh: Liza Mumtazah Damarwulan


Ketua Depertemen Pemberdayaan Perempuan ICMI Orwil Banten

K
ondisi paradox antara pertumbuhan industri yang pesat
dengan tingkat pengangguran yang tinggi di provinsi
Banten, menjadi tanda tanya besar, ada apa dengan SDM
Banten? Berdasarkan data BPS tahun 2017, provinsi Banten
merupakan salah satu dari lima provinsi yang tingkat
penganggurannya tertinggi di tingkat nasional yakni sekitar 9,28%
dibandingkan tingkat pengangguran nasional 5,1%. Bahkan pada
tahun 2020 ini, posisi Banten menyandang predikat peringkat satu
penyumbang pengangguran di Indonesia. Kondisi ini sangat
menyesakkan dada saya sebagai warga asli Banten. Kondisi ini
sangat miris dan membingungkan atau anomali. Mengapa Banten
menjadi lumbung pengangguran? sementara begitu banyaknya pabrik
dan perusahan-perusahaan berskala besar berada di Banten.
Penanaman Modal Asing pun di Tanah Banten menduduki peringkat
ke-4 se-Indonesia. Lantas apa penyebab kondisi anomali ini?
sebenarnya ada masalah apa dengan SDM Banten ?
Penelusuran jejak dan bedah masalah coba dilakukan, dengan
mengadakan seminar sampai FGD, lalu di mapping akar masalahnya.
Kenyataan tak bisa dipungkiri, angka-angka tak mungkin di geser
tanpa upaya. Pencarian jawaban dan berbagai alasan agar ada
pemakluman terhadap kondisi tersebut, harus dilakukan. Bukan alih-
alih mencari solusi, malah mencari kambing hitam masalah.

215
Peran berbagai pihak sangat diperlukan dalam mengatasi
masalah pengangguran di Provinsi Banten. Keterbukaan informasi
dari berbagai pihak terkait sangat diperlukan agar dapat ditemukan
akar permasalahan pengangguran, sehingga dapat dirumuskan
strategi yang tepat dan terarah, sehingga angka pengangguran di
Provinsi Banten dapat berkurang secara signifikan dari tahun ke
tahun. Kolaborasi berbagai pihak pemangku kepentingan perlu
dilakukan sebagai bentuk penyelesaian masalah pengangguran di
Provinsi Banten
Berdasarkan hasil kegiatan FGD (Focus Group Discussion)
yang dilakukan Dinas tenaga kerja, Dinas Pendidikan, Disperindag
bekerjasama dengan Bappenas dengan Skill Development Center
(SDC) Provinsi Banten sebagai motor penggerak dan beberapa
perusahaan di Banten pada tahun 2018, ditemukan beberapa masalah
penyebab tingginya pengangguran di Banten. Dari banyak faktor
penyebab tingginya pengangguran di Banten, diantaranya yang
paling menonjol adalah ketidak selarasan (mismatch) antara
kompetensi pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan pasar
kerja. Mismatch disebabkan terutama karena adanya kesenjangan
antara dunia pendidikan dan pelatihan dengan dunia kerja.
FGD Mapping supplyand demandtenaga kerja dilakukan di
seluruh daerah Kota dan Kabupaten di Banten oleh SDC. Contohnya,
pada tahun 2018 di Kabupaten Lebak dilaksanakan FGD yang
bertujuan untuk mengetahui peta lulusan dan calon tenaga kerja
serta peluang kerja di Kabupaten Lebak Rangkasbitung.Lebak adalah
salah satu daerah tertinggal di provinsi Banten, dan berdampak pada
rendahnya daya saing mengakibatkan rasio pengangguran melebihi
Provinsi Banten. Peserta yang hadir kurang lebih 35 orang, terdiri
dari unsur KOMPAK BAPPENAS, BNSP, PEMKAB, PEMPROP.
kepala sekolah SMK maupun SMA di Rangkasbitung, Kadin

216
kabupaten Lebak dan Ketua MKKS.. Hasil FGD Lebak pun
diketahui, perlu di tingkatkannyaskill dan mental lulusan agar
memiliki daya juang dan mampu menggali potensi Kabupaten Lebak
yang sebenarnya masih ada dan bisa dikembangkan, seperti
pertanian, jasa, industri kreatif dan pariwisata.
Pada saat FGD Mapping supply and demand di Kabupaten
Lebak juga diketahui bahwa terjadinya kesulitan Sekolah, khususnya
SMK dalam menjalin kerjasama dengan perusahaan/industri untuk
kunjungan, studi lapangan, pemagangan dan mengakses informasi
lowongan pekerjaan dari perusahaan. Selain masalah tersebut, SMK
juga masih memiliki keterbatasan peralatan, sarana dan prasarana
dan guru produktid yang menunjang kompetensi dan kualitas lulusan
mereka. SMK di kabupaten Lebak sangat berharap agar ada jalan
untuk membantu dan menjembantani SMK dengan industri, baik
dalam hal kerjasama dg industri, BLK, Kuliah vokasi dan
mengundang praktisi industri, mengadakan job fair, mengadakan uji
kompetensi, memberikan akses kunjungan ke perusahaan,
menginformasikan peluang kerja.
Secara umum, dari beberapa FGD yang dilakukan di seluruh
Kota dan Kabupaten di Banten, diketahui miss match yang selama ini
terjadi dikarenakan diantaranya seperti kualitas lulusan yang tidak
sesuai, proses belajar dan kurikulum yang minim pada pembangunan
karakter dan attitude lulusan, serta aksesibilitas SMK yang masih
terbatas.
Belum optimalnya hasil penanganan masalah pengangguran di
Provinsi Banten sejak tahun 2017 sebagaimana ditunjukkan dalam
data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, bahwa dari jumlah
angkatan kerja sebesar 5.596.963 jiwa, masih terdapat 519.563 jiwa
dalam kategori pengangguran, atau sekitar 9,28 persen tingkat
pengangguran di Provinsi Banten, jumlah terbesar angkatan kerja

217
yang belum terserap adalah dari Sekolah Menengah Atas/Sekolah
Menengah Kejuruan. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa masalah
pengangguran perlu perhatian dan penanganan yang strategis.
Untuk menyelesaikan masalah pengangguran di Banten, perlu
adanya political will terhadap masalah pengangguran, dengan
membuat regulasi yang mendorong pengentasan pengangguran,
regulasi bidang pendidikan seperti penyediaan tenaga pendidik
maupun kebijakan/regulasi juga dalam hal anggaran. Penyelesaian
jangka pendek dapat dilakukan dengan mengadakan job fair,
menjembatani SMK dengan industri melalui MoU, mengadakan
pelatihan soft skill bagi lulusan smk calon tenaga kerja dan physical
training serta membantu terealisasi nya kurikulum yang mendorong
lulusan dg soft skills yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Salah satu bentuk kegiatan dalam upaya menggali dan
mendapatkan sumber permasalahan pengangguran di Provinsi
Banten yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan FGD, RTD,
capacity building, Mapping Supply Demand dan kolaborasi program
kegiatan. Upaya ini dilakukan untuk membangun langkah strategis
dan memberikan solusi dalam perancanaan kegiatan menurunkan
angka pengangguran. Kemudian dengan melibatkan pemangku
kepentingan dari unsur dunia usaha, sektor industri, manufaktur, jasa
perdagangan dan pariwisata, dan Perguruan Tinggi dapat
dilaksanakan program link and match, start up, dan 3 D (Dilatih,
Disertifikasi, Ditempatkan) serta program-program lainnya yang dapt
dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan daerah.
Setelah diketahui salah satu akar masalah pengangguran di
Banten adalah dikarenakan kualitas SDM Banten yang rendah,, hal
ini menjadi tantangan bagi para cendekiawan Banten dan kembali
pertanyaan menggaung dibenak saya, ada apa dengan SDM Banten?
Bukankah professor pertama yang dimiliki Indonesia adalah dari

218
Tanah Banten? Prof Hussein Jayadinigrat. Bukankah sejak jaman
kolonial, Banten telah memiliki keistimewaan dengan memiliki jalur
diplomatik yang mengagumkan, memiliki mata uang sendiri, dan
berbagai keunggulan SDM lainnya dengan kapasitas yang tidak bisa
diremehkan ? Lantas kini, ada apa dengan SDM Banten ?
Saya teringat saat pertama kali merantau ke Yogyakarta,
teman-teman langsung menggoda saya, saat saya katakan asal saya
dari Banten. Mereka telah memiliki stigma bahwa orang Banten
punya “ilmu”, maksudnya ilmu hikmat, ilmu santet, ilmu pelet dll
yang sepertinya melekat pada orang-orang Banten. Padahal saya
tidak punya bekal ilmu seperti itu, Walaupun kakek moyang saya
terkenal memiliki ilmu yang diluar nalar, seperti menyatukan jempol
yang putus dengan kalimat Bismillah dan bermodalkan air liur, maka
jempol tangan kembali tersambung. Tapi saya sama sekali tidak
menunut ilmu semodel itu. Saya juga pernah bertemu orang, lalu
berdiskusi berbagai hal, menyentuh keilmuan, saya juga
menunjukkan semangat kerja yang tinggi, pantang menyerah, haus
ilmu, berani bicara dan tiba-tiba dia berkata, apakah benar saya orang
Banten ? Duh rasanya miris, ada apa dengan stigma orang Banten ?
Dia berkata, biasanya orang Banten malas kerja, malas menuntut
ilmu, maunya “malak” atau meminta-minta. Kinerja buruhnya pun,
kebanyakan istirahat dari pada kerjanya, jauh dibandingkan kinerja
buruh dari Cirebon atau Jawa tengah. Saya protes, memang
begitukah SDM kita ?.
Suatu waktu, dalam acara diksusi dengan mengundang satu
perusahaan yang dengan gamblang menyodorkan hasil riset mereka,
bagaimana calon tenaga kerja yang mereka wawancarai saat
merekrut tenaga kerja dengan membandingkan orang Banten dan
orang Jawa Tengah. Saya malu hati, tapi mau protes bagaimana lagi
? ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri dan memang hal

219
tersebut ada disebagian besar SDM Banten. Hasil riset mereka
diantaranya, dilihat dari nilai akademik, lulusan Jawa Tengah lebih
baik dari lulusan anak Banten. Disisi attitude, calon tenaga kerja dari
Jawa lebih rajin dan semangat, mau ditempatkan kerja dimanapun,
berbanding terbalik dengan calon tenaga kerja dari Banten, yang
enggan ditempatkan di tempat yang jauh, kurang gigih dan tidak
rajin, arogan tidak seperti orang jawa yang berkarakter manut. Dan
beberapa point lainnya yang saya lupa untuk mengingatnya.
Pertanyaan saya, benarkah semua orang Banten memiliki karakter
seperti itu ? Batin saya menolaknya !
Kita punya Pahlawan Nasional seperti Maulana Hasanudin,
Sultan Ageng Tirtayasa yang berani melawan Penjajah Belanda,
beliau memperhatikan pendidikan. Kita juga punya Mr. Syafruddin
Prawiranegara, kelahiran Serang Banten, pernah menjabat sebagai
Presiden pada saat RI mengalami masa darurat. Kita punya Brigjen
KH. Syam’un seorang patriot dari Cilegon. Residen pertama Banten
pada periode 1945-1949. Seorang ulama yang sangat berpendidikan.
Kita juga punya KH. Syekh Nawawi Al Bantani, seorang ulama
berkelas internasional. Imam besar Masjidil Haram. Yang memiliki
karya-karya besar yang diterbitkan dan menjadi rujukan berbagai
ulama, beberapa murid beliau diantaranya Kiai Haji Wasid, Syekh
Arsyad Thawil Al Bantani Al Jawi, KH. Hasyim Asy’ari pendiri NU
yang juga para pejuang, ulama berpendidikan. Para Srikandi Banten
pun tak kalah berjuang, Nyimas Gamparan, memimpin pasukan
perang Cikande, Nyimas Melati, pejuang perebut kemerdekaan yang
gagah berani lagi cerdik pandai. Maria Ulfah Santoso seorang
menteri perempuan yang dimiliki Indonesia.
Tokoh-tokoh Banten lainnya seperti; Eki Syahrudin, Jendral
Soerdjadi Soedirdja, Taufiequrachman Ruki, Tb. Nitibaskara, Tb.
Dedi Gumelar, Tb. Hasanuddin dan masih banyak lagi tokoh-tokoh

220
besar lainnya yang berkiprah di tingkat nasional dan besar namanya
di luar Banten.
Pertanyaannya, mengapa SDM Banten saat ini tak lagi
mewarisi jiwa dan semangat para pendahulu kita? Yang memiliki
semangat menuntut ilmu, yang memiliki daya juang, yang
emenjunjung tinggi nilai-nilai agama? Banten bukan hanya berisi
jawara saja, bukan hanya berisi dan di dominasi oleh golongan
tertentu, apalagi merasa dimiliki oleh kelompok tertentu karena
merasa leluhurnya memiliki jasa di tanah Banten ini. Di tanah
Banten ini lahir para pejuang, bangsawan yang berpihak pada
rakyatnya, agamawan yang haus akan ilmu dan menjadi panutan
umat. Politikus yang berani di dalam ruang-ruang sidang.
Lantas apa yang salah dengan pola pendidikan kita? Mengapa
nilai-nilai para pejuang, agamawan, negarawan dan figur-figur baik
yang dimiliki Banten tidak menginspirasi kita? Mengapa attitude
yang justru mendominasi adalah perilaku jawara? penghisap
kekayaan bagi diri sendiri? korupsi berjamaah merajalela, politikus
yang mengaspirasi semakin sedikit? akhlak dan iman semakin
menjauh, semangat menuntut ilmu semakin meredup, SDM Banten
kehilangan jati diri, hingga akhirnya hanya mampu bersaing
dikandang sendiri, tidak berani berjuang, malas, arogan dan berbagai
stigma negative lainnya yang melekat. Dan akhirnya, menjadi
sumber yang disalahkan atas naiknya angka pengangguran di Banten.
SDM Banten yang tidak secemerlang dan sehebat tokoh-tokoh besar
Banten masa lalu.
Akhirnya, untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang
berkompetensi yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha, perlu
kiranya kita mengembalikan nilai-nilai mental yang di adopt dari
karakter tokoh-tokoh Banten, melalui pelatihan mental switching,
lalu mendorong SDM untuk memiliki kualitas yang tersertifikasi,

221
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja pada sektor
manufaktur, perdagangan, jasa dan pariwisata serta utamanya adalah
menciptakan wirausaha baru. Dan iklim semodel pemalakan bagi
pencari kerja, harus diberantas. Karena sejatinya nilai jawara
bukanlah para pemeras, bukan para perampok, bukan para pemalak,
jawara Banten adalah pelindung rakyat, pembela kebenaran, berani
dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Mari kembalikan
kejayaan SDM Banten !

222
Tentang Penulis

Liza Mumtazah Damarwulan, Lahir di


Pandeglang, 29 November 1974. Anak ketiga
dari pasangan Prof. Dr. HM. Athoullah
Ahmad, MA dan Hj. Siti Murtafiah, S.Sos.I.
Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas
Ekonomi Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY), Menyelesaikan S2 di Universitas
Jendreal Soedirman (UNSOED) dan S3 di
Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegooro (UNDIP).
Aktid dalam berbagai kegiatan di Kampus saat kuliah (Mapala
UMY, BEM FE, Teater, Jurnalistik, dll). Saat ini dipercaya menjadi
Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pendidikan Forum CSR
Banten, Kepala Divisi pelatihan SDC Banten, Ketua Departemen
pemberdayaan Perempuan ICMI Orwil Banten, dan Kepala
Laboraturium Manajemen FEB Untirta. Penulis pernah bekerja di
PT. PAN Asia Rattan tahun 19999, menjadi Training di PINBUK
Indonesia sejak tahun 2000-sekarang, menjadi Credit Officer PT.
Bank Danamon Indonesia, tbk Cabang Labuan tahun 2003. Dan
sejak tahun 2003 sampai sekarang tercatat sebagai Dosen di FEB
Untirta. Selain bekerja, penulis juGa memiliki usaha dan
berpengalaman sebagai wirausaha.

223
224
PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH
TERHADAP PENGEMBANGAN LOCAL
GENIUS DI PROVINSI BANTEN

Oleh: H. Dedi Mulyadi


Ketua Departemen Organisasi ICMI Orwil Banten

D alam perjalanan pemerintahan daerah di Provinsi Banten


telah menapak hingga yang ke 20, sejak berdirinya melalui
Undang-Undang N0 23 tahun 2000 yang disahkan pada
tanggal 17 Oktober 2000, ini merupakan usia pemerintahan yang
sudah dianggap lepas dari krisis identitas dari keajegan dalam
melaksanakan pembangunan baik dalam konteks struktural maupun
fungsional. Tinjauan pemikiran terhadap hal ini tentu perlu mengkaji
secara kontekstualitas dari berbagai varian dominan yang
mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah terhadap eksistensi
Pemerintah Provinsi Banten beserta seluruh Pemerintahan yang
meliputi 4 Kabupaten dan 4 Kota. Sebagaimana diketahui regulasi
pengembangan otonomi daerah sejak kemerdekaan Republik
Indonesia mengalami berbagai perubahan dan pengembangan,
dimulai sejak UU No. 1 tahun 1945, yang mengatur tentang
kedudukan Komite Nasional Daerah (KND).
Komite ini dibentuk dalam rangka mempersiapkan pemilihan
umum. KND terdapat pada beberapa tingkatan daerah, yaitu
Kabupaten, Kota, dan Keresidenan. KND diharapkan menjadi BPRD
(Badan Perwakilan Rakyat Daerah) yang setara dengan DPRD pada
saat ini. Di dalam UU ini juga ditentukan bahwa 5 orang dari KND

225
menjadi Badan Eksekutif yang bersama dengan kepala daerah
menjalankan kewajiban untuk mengatur rumah tangga di daerahnya.
Berangsur-angsur diikuti dengan UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 44
Tahun 1950, UU No. 1 tahun 1957, UU No. 18 tahun 1965, UU No.
19 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1974, UU No. 5 tahun 1979, UU
No. 22 tahun 1999 (UU ini mulai diundangkan pada Era demokrasi
reformasi.
Di dalam UU ini disebutkan bahwa jenis dan tingkatan daerah
yang berlaku yaitu daerah provinsi, kabupaten, dan kota, yang
membedakan dengan UU pemerintahan daerah yang sebelumnya
yaitu di dalamnya disebutkan bahwa kepala daerah beserta perangkat
daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah dan
DPRD sebagai Badan legislatif Daerah). Selanjutnya UU No. 32
tahun 2004, UU No. 12 tahun 2008 dan UU No. 23 tahun 2014. UU
No. 9 Tahun 2015 (Keberadaan UU yang terakhir ini tidak lepas dari
adanya pengaruh dari perubahan aturan mengenai pemilihan kepala
daerah). Adapun tindak lanjut dari undang-undang ini yang mengatur
mekanisme Pemerintahan di daerah , diantaranya adalah Peraturan
Pemrintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah, Peraturan Pemerintah N0 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.
Ditataran lapangan Peraturan Daerah merupakan landasan
yang visibel, karena sesuai dengan TAP nomor III/MPR/2000 dan
UU nomor 10 tahun 2004, Perda (Peraturan Daerah) diakui sebagai
bagian dari hukum positif dan mempunyai tata urutan “resmi” dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun beberapa
waktu silam Kemendagri membatalkan kurang lebih 3.143 Perda
terkait Investasi yang dianggap kurang mengembangkan daya saing
dan menghambat pertubuhan ekonomi.

226
Hal yang perlu menjadi pemikiran dan perlu selalu dicermati
dalam konteks legislasi adalah jangan sampai terjadi terhindarnya
adanya pengaturan yang bersifat kriminogenik dan viktimogenik.
Peraturan yang bersifat kriminogenik adalah peraturan yang
berpeluang/berpotensi menimbulkan kejahatan. Misalnya dibuat
peraturan-peraturan yang bersifat koruptif dalam arti ketika
diterapkan akan menimbulkan kerugian keuangan negara. Apabila
Peraturan Perundang-undangan sudah bersifat kriminogenik, maka
peluang untuk bersifat viktimogenik juga besar. Peraturan yang
bersifat viktimogenik adalah peraturan yang berpeluang/berpotensi
menimbulkan korban. Korban yang dimaksudkan disini bisa
manusia, lingkungan hidup, kemandekan investasi dan lain-lain.
Misalnya pemda membuat Peraturan Daerah tentang pengelolaan
bahan tambang galian C, maka apabila pengaturannya tidak
memperhatikan konservasi dan pemulihan lingkungan, maka
lingkungan hidup disekitar kawasan pertambangan akan rusak dan
dalam konteks ini lingkungan telah menjadi korban.
Pada hakekatnya, menurut Soetjipto Rahardjo (2006),
pembuatan Peraturan Perundang-undangan adalah sebuah proses
memberi bentuk terhadap sejumlah keinginan dan pemberian bentuk
tersebut dirumuskan melalui bahasa ke dalam norma yang tertulis.
Perumusan melalui bahasa ke dalam norma adalah tahap akhir dari
suatu proses panjang penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
Proses ini dapat disebut sebagai proses transformasi.
Tahap pertama dari proses tersebut adalah memberi bentuk
terhadap berbagai kepentingan yang bersimpang siur dan
mengubahnya menjadi harapan dan keinginan. Tahap kedua
diusahakan agar keinginan perorangan menjadi keinginan suatu
golongan atau kategori sosial. Tahap ketiga menjadikan keinginan
perorangan yang sudah menjadi keinginan umum itu menjadi urusan

227
pemerintah. Hal ini adalah tahap untuk menjadikan keinginan umum
tersebut sebagai problem. Tahap keempat adalah pengakuan
golongan-golongan politik, bahwa problem tersebut adalah urusan
yang membutuhkan campur tangan pemerintah. Tahap kelima
adalah menempatkan problem tersebut dalam agenda pembuatan
peraturan perundang-undangan. Tahap keenam adalah proses
pembuatan/perumusan peraturan perundang-undangan
Beberapa kasus yang muncul dibeberapa media yang
terberitakan dan hampir telah diadvokasi oleh segenap komponen
masyarakat diantaranya Penggalian tambang yang meyebabkan
longsor dan banjir bandang di beberapa Wilayah Kabupaten Lebak
dan penggalian gunung batu di daerah Bojonegara Kabupaten
Serang.
Otonomi Daerah Sebagai Solusi
Otonomi daerah sebagai sebuah solusi stagnasi koordinasi
vertikal dan pemerataan pembangunan guna mengurangi distorsi dan
disparitas Pusat dan Daerah. Inilah salah satu quote yang hingga kini
masih menjadi sebuah proses struktural akomodatif yang masih terus
diperjuangkan. Sebagai bentuk koordinasi vertikal tersebut diantara
terdapat beberapa proyek strategis nasional di daerah seperti
beberapa proyek strategis nasional yang ada di wilayah Provinsi
Banten tersebut yakni proyek pembangunan jalan tol Serang-
Panimbang (83,6 km), jalan tol Serpong-Balaraja (30 km), proyek
kereta api ekspres Soekarno Hatta-Sudirman (SHIA), proyek bandara
Banten Selatan, Panimbang, pengembangan Bandara Soekarno Hatta
(termasuk terminal 3), terminal LPG Banten kapasitas 1 juta
ton/tahun, proyek energi asal sampah kota-kota besar (Semarang,
Makassar, Tangerang), proyek pembangunan Bendungan Sindang
Heula, pembangunan Bendungan Karian, pembangunan KEK
Tanjung Lesung, dan percepatan infrastruktur transportasi, listrik dan

228
air bersih untuk 10 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN)
prioritas Danau Toba, Pulau Seribu, Tanjung Lesung dan tujuh
kawasan lainnya.
Sebagai bukti pertanggung jawaban secara moral
moralresponsibility (Pertanggungjwaban moral) dan matrial
accountability (pertanggungjawaban materiil), berdasarkan Laporan
Hasil Pemeriksaan Keuangan Oleh Perwakilan BPK Provinsi Banten
tahun 2018 yang dilaporkan pada pertengahan tahun 2019,
Pemerintahan di wilayah Provinsi Banten baik 4 Kabupaten dan 4
Kota serta Provinsi mendapat mendapat predikat Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP), artinya ini sebuah predikat yang cukup
membanggakan sebagai sebuah prestasi pertanggung jawaban
pembangunan.
Perpspektif lainnya, bahwa Implementasi Otonomi Daerah
merupakan upaya percepatan mengatasi ketertinggalan daerah dari
marjinalisasi ketidakmampuan daerah dalam mengikuti arus
perkembangan zaman. Hal menilik Keberhasilan, ditinjau dari
status pembangunan mansuia di Banten Menurut Kepala Biro Pusat
Statistik Provinsi Banten Adhi Wiriana (2019) ; IPM merupakan
indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan
pembangunan manusia di suatu wilayah. Untuk melihat kemajuan
pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan,
yaitu kecepatan dan status pencapaian. IPM dihitung berdasarkan
rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pengetahuan, dan
pengeluaran.
Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan melalui standardisasi
dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen
indeks. Indeks Pembangunan Manusia di Banten (IPM) 72, 44,
terjadi peningkatan, dengan perincian: ; Kabupaten Pandeglang
64,91 dari 64,34, Kabupaten Lebak 63,88 dari 63,37, Kabupaten

229
Tangerang 71,93 dari 71,59. Selanjutnya Kabupaten Serang 66,38
dari 65,39, Kota Tangerang 78,43 dari 77,92, Kota Cilegon 73,01
dari 72,65. Lalu Kota Serang 72,10 dari 71,68 serta Kota Tangsel
81,84 dari 81,17, bila dipandingkan IPM Nasional yang berkisar 71,
92, maka rata-rata IPM Provinsi Banten menunjukkan kenaikan.
Adapun Komponen Penunjang, menunjukkan bahwa Umur Harapan
Hidup (UHP) 69, 84 tahun, Harapan Lama Sekolah (HLS) 12,88
tahun, Rata-rata lama sekolah (RLS) 8,74 tahun, Pengeluaran Per
Kapita disesuaikan (PKP) Rp.12.3 Juta.
Persepektif lain yang perlu dicermati, berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) tercatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di
Banten tertinggi kedua se-Indonesia sebesar 7,58 persen atau
465.800 orang. Angka ini juga lebih tinggi dari angka rata-rata
nasional sebesar 5,34 persen. Menurut tingkat pendidikan, lulusan
SMK paling mendominasi TPT di Indonesia. TPT yang berasal dari
pendidikan SMK sebesar 11,24 persen, lulusan SMA sebesar 7,95
persen, lulusan diploma I/II/III sebesar 6,02 persen, lulusan
universitas sebesar 5,89 persen, lulusan SMP sebesar 4,80 persen,
dan sekolah dasar (SD) sebesar 2,43 persen. Angka kemiskinan di
Provinsi Banten pada triwulan I tahun 2019 sebesar 5,25 persen,
sedangkan rata-rata nasional sebesar 9,66 persen. Dengan capaian
angka kemiskinan sebesar 5,25 persen menempatkan posisi Provinsi
Banten pada urutan ke-5 tertinggi se-Indonesia.
Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, Penilaian
Ombudsman Perwakilan Banten mencatat indikator kualitas
pelayanan publik 5 daerah di Banten masuk kategori buruk. Hanya
Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan yang memiliki
nilai baik dalam memberikan informasi dasar pelayanan publik.
Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Banten Teguh P Nugroho
(2019) mengatakan Ombudsman memiliki penilaian menggunakan

230
zonasi merah, kuning, dan hijau. Tiga daerah Tangerang Raya
dikategorikan baik atau memasuki zona hijau.
Sementara Pandeglang dan Kabupaten Serang masih masuk
kategori pelayanan publik yang buruk atau merah. Sisanya, Lebak,
Cilegon, dan Kota Serang masuk zona kuning atau kurang baik.
Sedangkan bila menilik IKM Pemerintah Provinsi Banten (Penelitian
Bapeda, 2018 ) menujukkan hasil 81,92 dengan kategori Baik.
Melengkapi hasil evaluasi, sebuah survey yang dilakukan oleh Visi
Research and Consulting (VISI) (2019) terhadap Kinerja Gubernur
dan Wakil Gubernur, menunjukkan bahwa ;“Kinerja Gubernur
Banten sangat atau cukup memuaskan, yaitu sebesar 59,1%. Dan
hanya 32,8% yang menilai kurang atau tidak memuaskan. Data ini
tidak jauh berbeda dengan penilaian kinerja Wakil Gubernur Banten
yang dinilai sangat cukup memuaskan, yaitu 52,9%," .
Tinjauan dari beberapa pemikiran di atas menujukkan bahwa
geliat otonomi daerah memiliki varian yang bertingkat, dengan
menunjukkan ciri hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah
otonom (Provinsi, Kabupaten dan Kota) adalah bersifat tergantung
dan bawahan (dependent and subordinate). (Prinsip ini berbeda
dengan hubungan antara negara bagian dengan pemerintah federal
yang menganut prinsip federalisme yang sifatnya independen dan
koordinatif). Melalui prinsip hubungan tersebut, sejak dulu hingga
sekarang ini, ketika terdapat persoalan di Daerah (Kabupaten dan
Kota) yang nampaknya tidak mampu “ditangani” atau “tidak
tertangani” baik secara kewenangan, tuposi dan prioritas maupun
finansial, maka Daerah dapat meminta Provinsi sebagi Pemegang
Otoritas Vertikal di daerah menaggulangi, mengatasi dan
menyelesaikan persoal yang terjadi di Daerah tersebut, contoh Klasik
misalnya Pembangunan Konservasi Banten Lama, yang sejak
ditangani Kabupaten lalu beralih hingga kepada Kota Serang,

231
akhirnya melalui Pemerintah Provinsi Banten, dapat ditangani dan
tertangani, walaupun prosesnya masih berlangung.
Pengembangan Local Genius.
Salah satu kekuatan pembangunan kapasitas sumber daya
manusia yang menjadi character building adalah melalui aspek
pengembangan yang menjadi banch mark dari suatu entitas budaya
masyarakat tertentu. Secara Antropologis, Local genius ini
merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch
Wales, (Ayatrohaedi, 1986) yang menunjukkan bahwa identitas atau
kepribadian budaya bangsa yang mampu menyerap dan mengolah
kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuan diri. Ciri-ciri
local genius yang akhirnya menjadi sebuah kearifan lokal
diantaranya; mampu bertahan terhadap budaya luar, memiliki
kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, mampu
mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli, mampu
mengendalikan, dan mampu memberi arah pada perkembangan
budaya. Dalam konteks kebantenan, keterbukaan masyarakat yang
sejak dulu dikenal dengan permisif, yang terkadang tanpa reserve,
inilah yang menyebabkan Cornelis De Houtman, pada taun 1596,
ekspedisi pertama Belanda yang akhirnya, menginjakkan kakinya,
mudah diterima oleh masyarakat Banten, yang pada akhirnya
menjadi “tunas-tunas kolonialisme dan imperialisme” di Indonesia.
Kita mengenal secara eksisting budaya lokal yang menjadi
kekuatan local genius, diantaranya Potensi dan kekhasan budaya
masyarakat Banten, antara lain Seni Bela Diri Pencak Silat, Debus,
Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog,
Palingtung, dan Lojor dan lainnya
Analisis terhadap pengembangan local genius pada dasarnya
bukan hanya mempertahankan berbagai seni dan budaya yang selama
ini berkembang dan menjadi kebangggan masyarakat, akan tetapi

232
seberapa jauh peresapan nilai seni tersebut menjadi pemicu “Self
Defence” terhadap budaya luar, yang secara sistematis, masif dan
terstruktur mengikis secara pelan tapi pasti melalui berbagai media
yang berkembang. Masalah lainnya adalah sudah pudarnya anak-
anak zaman sekarang dalam memainkan permainan lokal di
Indonesia. Zaman dahulu permainan anak-anak itu seperti bermain
congklak, bermain layang-layang, gobag, gatrik, boy-boyan, petak
umpet, enggrang, bermain lompat tinggi dan lain sebagainya sudah
hilang tergantikan dengan gadget sehingga anak-anak sekarang
menjadi individualis dan materialistis. Lalu remaja zaman sekarang
lebih cinta dengan budaya negara lain yang kekinian seperti K-Pop
(Korean Pop), budaya barat, bahkan hingga menari tarian modern
(modern dance) daripada tarian tradisional. Ini merupakan masalah
serius jika terus dibiarkan dalam jangka yang panjang.
Beberapa hal yang menjadi penyusup bahkan memperngaruhi
pemikiran masyarakat khususnya kaum milenial, diantaranya adalah;
1. Gaya idola, beberapa kalangan hampir lebih banyak memiliki
histeria terhadap Gaya selebritas luar negeri dibanding dengan
selebritas nasional; 2. Musik, dibandingkan dengan musik dangdut
atau musik tradisonal, mereka lebih terkesiap dengan raungan musik
K-Pop, grunge, dan Musik DJ, yang beberapa kali pertunjukkan di
hall tertutup maupun terbuka, seperti terbawa arus dan terbius
dengan mudahnya, 3. Busana, hampir satu dekadean, gaya jean ketat
terutama perempuan muda, hampir tidak tergeser dan berubah
kecenderungannya, 4. Kuliner, sajian fast food, junk food dan
bergaya rasa luar negeri, sudah hampir mewabah dalam berbagai
sajian dari mulai kelas warung sampai cafe dengan berbagai variasi
tempat, yang bila dibandingkan beberapa tahun silam, sangat frontal
perkembangannya, 5. Pergaulan, berbagai kasus dampak pergaulan
hingga penyimpangan seksual, hampir nampak secara frontal dan

233
ekstrim terjadi di sekitar kehidupan masyarakat, 6. Komunitas,
maraknya pergaulan secara komunitas yang bergaya sosialita dan
selebritas, sudah sedemikian maraknya. 7. Penggunaan alat
komunikasi, gagdet dan Android serta sejenisnya, menyebabkan
tingkat sentuhan sosial, terlihat individualitas sekali, dan masih
banyak lagi gejala patologi sosial lain yang berlangsung di sekitar
masyarakat kita
Berbagai fenomena sosial yang berkembang tersebut sengaja
kita ungkap agar menjadi bahan kajian oleh pemangku kepentingan
dalam menentukan arah kebijakan dan implementasi pembangunan
secara terprogram. Oleh Karena itu, kebijakan otonomi daerah
dengan berbagai kewenangan, tupoksi dan prioritas yang dimiliki
Provinsi, Kabupaten dan Kota, sudah saatnya memiliki fokus
tersendiri terhadap pengembangan social building yang berbasis
kearifan lokal. Upaya yang selama ini masih belum efektif secara
optimal, bisa di mulai di lingkungan birokrat, misalnya secara
periodik pada hari atau saat tertentu, harus dipaksakan menggunakan
bahasa daerah sebagai pengantar komunikasi baik antar sesama
maupun dengan masyarakat secara konsisten, mengenakan busana
daerah, dalam berbagai jamuan, menyajikan kuliner khas daerah,
mengingat Banten sebagai daerah religius, maka nilai-nilai
keagamaan ditunjukkan secara konsisten termasuk pada pelaksanaan
simbol-simbol upacara resmi, kebijakan penerapan muatan lokal
pada semua jenjang pendidikan. Apabila pembiasaan kebijakan yang
bertumpu mengembangkan local Genius tersebut secara sistematif,
masif dan terstruktur diantaranya dengan tetap mengadakan festival
atau pagelaran budaya daerah secara terprogram di berbagai
tempat,di samping merupakan potensi wisata daerah, maka
masyarakat akan tergerak, tersentuh dan mengikuti perilaku
panutannya untuk selalu menjung tinggi kearifan lokal yang ada

234
disekitarnya tanpa dipaksa dan timbul melalui kesadaran secara
mandiri. Akhirnya, Local genius sebagai simbol paradigma dan
eksistensi daerah harus tetap dijaga, dipertahan dan dipelihara serta
terus dikembangkan, gunan menangkal borderless globalisasi. [*]

235
Tentang Penulis

H. Dedi Mulyadi, Drs.M.Si, Lahir di Cilegon,


2 Januari 1962, lulus. Menyelesaikan S1
Program Pendidikan Management IIKIP
Bandung dan Lulus S2 Ilmu Administrasi
Negara UNPAD Bandung, sejak 1986/ 1987
menjadi Dosen Tetap di STIA Maulana Yusuf
Banten dan pernah menduduki Jabatan dari
mulai Staf hingga Unsur Pimpinan hingga
sekarang ini. Selain menjalankan fungsi Tri Dharma Perguruan
Tinggi, juga sebagai Tenaga Edukatif di beberapa PTS di Kota
Serang. Kegiatan Penelitian dan Konsultan atau Nara Sumber
dilakukan secara mandiri dan kelembagaan baik internal maupun
kerja sama dengan berbagai DIBAROKAN baik Kabupaten, Kota
dan Provinsi (khususnya pada awal dan pertengahan perkembangan
Pemerintahan Provinsi Banten). Dalam berorganisasi di Masyarakat,
menjadi Pengurus wadah perguruan Tinggi yaitu APTISI dan
ABPTSI Provinsi Banten, ICMI Orda Cilegon dan Orwil Banten,
Lembaga Pernafasan Sapta Daya Banten, BKM, Hipmikindo, Salah
seorang Pendiri Lembaga Pendidikan Husada Pratama dan lainnya.
Aktif diberbagai even lokal, regional dan Nasional sesuai dengan
kapasitasnya. Ketika menjadi Mahasiswa menggeluti bidang Seni
Teater di Studi klub Teater Bandung (STB)

236
QUO VADIS BANK BANTEN: TOO
LITTLE TOO LATE

Oleh: Rizqullah Thohuri


Wakil Ketua ICMI Orwil Banten

M
asyarakat Banten belakangan ini dikejutkan dengan
adanya pemberitaan di media tentang penarikan dana Kas
Daerah Pemprov Banten di Bank Banten dan dipindahkan
ke Bank BJB Jawa Barat berdasarkan SK Gubernur BANTEN NO.
580/Kep.144-Huk/2020 tgl 21 April 2020, dengan alasan untuk
mengamankan pelaksanaan social safety netdan adanya gagal bayar
dimana Bank Banten tidak dapat melaksanakan permintaan Pemprov
Banten untuk menyalurkan dana bagi hasil pajak ke kabupaten kota
se Provinsi Banten dengan total nilai mencapai hampir Rp.900 miliar
(https://cnbcindonesia.com, tanggal 24 April 2020, pkl 14:52 dan
berbagai media lain).
Surat Keputusan Gubernur tersebut telah menimbulkan
kepanikan di masyarakat, terutama nasabah Bank Banten, yang
kemudian berramai-ramai melakukan penarikan dana via ATM yang
ternyata tidak ada dananya. Kekosongan uang pada mesin ATM bank
merupakan peristiwa fatal karena hal tersebut berarti bank tidak
mampu memberikan layanan kepada nasabahnya yang ingin uangnya
sendiri dan sekaligus menurunkan kepercayaan nasabah dan
masyarakat kepada bank tersebut. Padahal, bank adalah lembaga
kepercayaan dalam arti bahwa bisnisnya adalah mengelola
kepercayaan masyarakat. Himbauan Gubernur agar masyarakat tidak

237
panik tentu saja tidak memiliki makna karena dengan dialihkannya
dana kas daerah dari Bank Banten ke bank BJB adalah merupakan
bentuk kepanikan dan ketidak percayaan Gubernur terhadap bank
miliknya sendiri. Jadi bagaimana mungkin Gubernur meminta
masyarakat untuk tidak panik sementara dirinya sendiri sudah panik
lebih dahulu?. Bilamana dana kas daerah tersebut merupakan dana
untuk pengamanan sosial, Gubernur berada dalam posisi dilematis
karena disatu sisi, beliau harus mengamankan dana masyarakat via
socialsafety net yang sekarang ini sangat dibutuhkan sehubungan
dengan adanya musibah covid-19, tetapi disisi lain, beliau juga
adalah Gubernur Pemprov Banten yang memiliki Bank Banten yang
selama ini berupaya untuk menyelamatkan Bank Banten dari
kerugian yang terus menerus dan menggerogoti dana APBD Banten
untuk menambah modal bank tersebut.
Sejak memiliki Bank Banten pada tahun 2017, Pemprov
Banten telah menggunakan dana APBD untuk penambahan modal
bank tersebut mencapai Rp. 615 miliar. Keputusan Gubernur untuk
mengalihkan pengelolaan uang kas Daerah dari Bank Banten ke
Bank BJB secara langsung bermakna penarikan kepercayaan &
dukungan terhadap Bank Banten dan secara bersamaan pemberian
kepercayaan & dukungan kepada bank BJB yang sejalan dengan
adanya rencana penggabungan Bank Banten kedalam Bank BJB
sesuai Letter of Intent (LOI) yang ditanda tangani oleh Gubernur
Banten dan Gubernur Jawa Barat tertanggal 23 April 2020,
sebagaimana tersebut pada butir 1 surat Bank Banten No.395/DIR-
BB/IV/20, tgl 23 April 2020 yang ditujukan kepada PT Bursa Efek
Jakarta dalam rangka pemenuhan keterbukaan informasi.
Surat Keputusan Gubernur dan LOI diatas adalah suatu
rangkaian upaya penggabungan Bank Banten ke dalam Bank BJB,
bukan penyelamatan Bank Banten, karena dengan penggabungan

238
tersebut berarti Bank Banten dilebur ke bank BJB sehingga nama dan
operasional Bank Banten akan hilang.Apakah rencana penggabungan
tersebut menguntungkan masyarakat Banten dan dapat berjalan baik
tentunya membutuhkan analisis lebih mendalam karena hal tersebut
tergantung bagaimana hasil due diligence yang akan dilakukan oleh
Bank BJB terhadap bank Banten. Yang jelas, nama Bank Banten
akan hilang dan harapan masyarakat Banten untuk memiliki bank
daerahnya sendiri akan ikut punah. Pertanyaannya adalah mengapa
hal ini sampai terjadi?. Analisis dibawah ini berusaha untuk
menjawab pertanyaan tersebut secara objektif dengan maksud agar
kita semua dapat memahami dengan baik dan komprehensif tentang
permasalahan Bank Banten.

Bermasalah sejak awal.


Bank Banten pada awalnya bernama Bank Eksekutif yang
berdiri pada tahun 1993 dengan fokus bisnis pada sektor korporasi
atau usaha berskala besar tetapi dalam perjalanannya tidak berjalan
baik dan mengalami penurunan kecukupan modal yang
dipersyaratkan oleh otoritas. Bank Eksekutif adalah bank sakit yang
tidak pernah sembuh sampai akhirnya pada pertengahan tahun 2010
dijual kepada Perusahaan Investasi bernama PT. Recapital Securities,
yang salah satu pemegang sahamnya waktu itu adalah mantan calon
wakil Presiden. Oleh Recapital, nama Bank Eksekutif diganti dengan
Bank Pundi dengan merubah model bisnisnya ke sektor UMKM dan
memperbanyak jumlah kantor cabang ke berbagai daerah provinsi
sampai ke Makasar, Denpasar, Manado dan ke daerah luar jawa
lainnya. Setelah 6 (enam) tahun berjalan, bank Pundi tidak juga
menunjukkan perkembangan bisnis yang baik. Pada tahun 2014,
bank Pundi memiliki aset sebesar Rp 9,0 triliun dengan kerugian
sebesar -Rp120 miliar dan pada tahun 2015, asetnya turun 34%

239
menjadi Rp5,9 triliun dengan kerugian naik tajam sebesar 175%
menjadi -Rp331 miliar.
Pada pertengahan tahun 2016, bank Pundi yang dalam kondisi
sakit tersebut akhirnya dijual ke Pemprov Banten dan berubah nama
menjadi Bank Banten. Yang menarik adalah pada awal menjadi bank
Banten, sahamya sempat diperdagangkan pada harga tertinggi Rp135
per lembar, tetapi selama tahun 2017 harga saham bank Banten
menurun terus dan stagnan di harga Rp50 per lembar hingga saat ini.
Artinya, kinerja bank Banten (ex. Bank Pundi) dinilai tidak bagus
dan sahamnya tidak diminati oleh investor di pasar modal.
Disamping itu, yang patut disayangkan adalah bahwa pembelian
bank Pundi menjadi bank Banten tidak melibatkan Pemerintah
Kabupaten kota, padahal bisnis bank itu adanya di daerah kabupaten
kota, bukan di tingkat provinsi sehingga menyulitkan bank Banten
untuk melakukan penetrasi pasar dan untuk memenuhi kebutuhan
tambahan modalnya sewaktu-waktu, mengingat Pemerintah Provinsi
memiliki keterbatasan pendanaan melalui ABPDnya.
Pada akhir tahun 2016 atau sekitar 6 (enam) bulan setelah
Pemprov Banten memiliki bank, aset bank Banten sebesar Rp5,2
triliun atau turun 11% dari tahun 2015 dengan kerugian bersih
mencapai -Rp405 miliar atau meningkat sebesar 22% dari tahun
2015.Artinya, prosentase peningkatan kerugian bank Banten adalah 2
(dua) kali lebih besar dari prosentasi penurunan asetnya pada tahun
2016.Namun demikian, Manajemen Bank Banten terutama sejak
tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 sebenarnya telah berupaya
untuk memperbaiki kinerjanya dan telah berhasil menurunkan angka
kerugian secara signifikan. Total Aset meningkat sebesar 53,84%
dari Rp.5,2 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp. 8,1 triliun pada
tahun 2019. Kerugian bank Banten selama 3 tahun (2017-2019)
totalnya -Rp313 miliar, jauh lebih kecil dari dari total kerugian

240
selama 2 tahun sebelumnya (2015-2016) yang mencapai -Rp736
miliar atau penurunan kerugian (kinerja positif) sebesar 57% dengan
keterbatasan permodalan yang dimilikinya. Efisiensi operasional
juga membaik sebagaimana tercermin pada rasio Biaya
Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO), yaitu dari 195,70%
pada tahun 2016 menjadi 129,22% pada tahun 2019. Bahkan kinerja
Bank Banten pada tahun 2017 dan 2018 masih relatiflebih baik dari
2019. Aset meningkat menjadi Rp7,66 triliun pada 2017 dan
meningkat lagi menjadi Rp9,48 triliun pada 2018. Kerugian pada
tahun 2017 hanya sebesar -Rp76,28 miliar tetapi naik lagi menjadi –
Rp100,13 miliar pada 2018 vs. –Rp405,12 miliar pada tahun 2016
dan -Rp137,56 miliar pada tahun 2019.
Kinerja yang relatif lebih baik pada 2017 dan 2018 tersebut
tidak segera diikuti dengan penambahan modal yang sebenarnya
sudah dibutuhkan sejak 2017 dimana rasio kecukupan modalnya
(Capital Adequacy Ratio/CAR) menurun dari 13,22% pada 2016
menjadi 10,22% pada 2017. Dalam dunia perbankan, permodalan
diatur secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan setiap
bank harus memiliki modal minimum yang ditetapkan oleh lembaga
tersebut. Adalah tanggung jawab pengurus dan pemilik bank untuk
selalu memenuhi ketentuan permodalannya. Oleh karena kebutuhan
tambahan modal tidak kunjung dipenuhi, selain juga masalah
manajemen dan pengawasan internal, maka kinerja Bank Banten
terus memburuk hingga akhir tahun 2019 dan berujung pada
kegagalan bayar Bank Banten kepada nasabah dan bahkan ke
Pemprov Banten sendiri.
Secara bisnis, bank Banten sebenarnya memiliki prospek dan
potensi bisnis yang sangat besar karena wilayah kerja Banten
terutama dari Tangerang, Serang sampai ke Cilegon merupakan
kantong-kantong bisnis dengan ratusan perusahaan (perusahaan

241
dalam dan luar negeri) beroperasi, ribuan karyawan yang bekerja,
jutaan warga masyarakat yang berdomisili, termasuk proyek-proyek
Pemda dan jutaan ASN, yang semuanya membutuhkan layanan
perbankan. Oleh karenanya, kinerja bank Banten yang positif diatas,
dalam arti sudah mampu menurunkan angka kerugian secara
siginifikan, masih dapat ditingkatkan lagi dengan re-orientasi model
bisnis, fokus pada pemanfaatan potensi ekonomi dan bisnis daerah
Banten dan tentunya pemenuhan kebutuhan permodalan. Re-
orientasi model dan fokus bisnis perlu dilakukan terutama karena
hingga saat ini Bank Banten masih mempertahankan kantor-kantor
cabang yang berada diluar wilayah Banten seperti di Semarang, Solo,
Denpasar, Karawang, Manado dan lainnya sementara potensi bisnis
di wilayah Banten sendiri belum dimanfaatkan secara optimal.
Kantor-kantor cabang tersebut perlu dievaluasi dan dapat direlokasi
ke wilayah Banten yang masih sangat luas.
Too Little Too Late.
Pemprov Banten seyogyanya melihat permasalahan bank
Banten secara objektif dan mengesampingkan faktor diluar
pertimbangan bisnis dalam upaya mencari solusinya. Masalah bisnis
tentu harus diselesaikan secara bisnis. Harus diakui bahwa bank
Pundi sebelum dibeli dan menjadi bank Banten adalah bank yang
sakit parah tetapi manajemen bank Banten dalam kurun waktu 3
tahun terakhir telah mampu mengurangi tingkat sakitnya (dengan
keberhasilan menurunkan angka kerugian secara signifikan), dan
dengan memperhatikan prospek & potensi bisnis kedepan masih ada
harapan besar bagi bank Banten untuk sembuh total. Tentu saja,
harapan besar tersebut hanya mungkin terwujud bila bank Banten
mendapatkan dukungan penuh dari pemiliknya, bukan malah
menghentikan pengelolaan dana kas daerah. Penarikan dana kas

242
daerah dari bank Banten sama artinya dengan penarikan selang infus
terhadap pasien yang sedang sakit.
Penggabungan bank Banten ke dalam Bank BJB bukanlah
merupakan solusi bisnis yang tepat dan dinilai sebagai langkah yang
“too little too late” karena Pemprov tidak segera mengatasi masalah
permodalan sejak awal sehingga kondisi Bank Banten saat ini
semakin memburuk. Penggabungan tersebut akan otomatis
menghilangkan harapan besar masyarakat Banten untuk memiliki
sebuah bank karena nama bank Banten akan hilang. Penggabungan
tersebut juga sangat tergantung kepada hasil due diligence bank BJB
terhadap bank Banten sehingga hasilnya belum pasti sementara
bisnis bank Banten dipastikan akan menurun tajam karena telah
kehilangan kepercayaan dari pemiliknya (Pemprov Banten) yang
telah lebih dahulu mengalihkan pengelolaan dana kas daerahnya ke
bank BJB, yang tentunya akan diikuti dengan kehilangan
kepercayaan dari masyarakat.
Hal yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa pengalihan
pengelolaan dana kas tersebut bukan semata-mata pengalihan uang
kas sehingga dukungan pendanaan bagi bank Banten menurun
signifikan tetapi yang lebih penting adalah bahwa pengalihan
pengelolaan uang kas pemda tersebut dapat dinilai sebagai bentuk
ketidak percayaan Pemprov dan penarikan dukungan kepada Bank
Banten. Bagaimana mungkin bank Banten yang nota bene adalah
bank daerah dengan nama legal “PT Bank Pembangunan Daerah
Banten Tbk” tidak diberi kepercayaan untuk mengelola dana kas
daerah oleh pemiliknya sendiri dan untuk kemajuan bank Banten dan
masyarakat Banten?.
Rencana penggabungan bank Banten ke dalam Bank BJB juga
tidak memiliki momentum yang tepat saat ini karena kondisi
ekonomi dan bisnis yang sedang terpuruk dengan adanya wabah

243
Covid-19. Semua sektor usaha apapun termasuk perbankan akan
mengalami penurunan bisnis dalam 1 – 2 tahun kedepan sehingga
peluang berhasilnya rencana penggabungan tersebut menjadi relatif
kecil. Sekalipun berhasil, bisa dipastikan bank BJB akan menerima
bank Banten dengan nilai yang sangat kecil dan mungkin tidak
berarti karena dengan kondisi bank Banten dan lingkungan bisnis
yang kurang baik, Pemprov Banten akan memiliki daya tawar
(Bargaining Position) yang lemah. Kesediaan memindahkan dana
kas daerah ke bank BJB sebelum dilakukan due diligence dapat
dianggap bahwa Pemprov Banten telah lempar handuk dalam
mengatasi masalah permodalan bank Banten. Pemprov Banten akan
dapat kehilangan dana modal bank Banten yang bersumber dari
APBD yang nota bene dana masyarakat Banten dan juga akan
kehilangan peluang untuk mengkapitalisasi dana tersebut dengan
hilangnya bank Banten yang selama ini berada dalam kendalinya.
Alternatif Solusi.
Provinsi Banten adalah daerah yang religius, memiliki motto
“Iman dan Taqwa” serta memiliki visi membangun masyarakat
Banten yang berakhlakul karimah. Artinya nilai-nilai keagamaan
sangat mewarnai kehidupan masyarakat dan pengelolaan daerah
disetiap tingkatan pemerintahan daerah. Sejalan dengan visi misi dan
motto tersebut dan mengingat usia Provinsi Banten sudah mencapai
20 tahun, maka sudah waktunya Banten juga memiliki sebuah bank
syariah untuk memberikan jaminan kehalalan aktifitas ekonomi
keuangan masyarakat dan sekaligus ikut mewujudkan pengamalan
kehidupan keagamaan khsusnya dibidang ekonomi & keuangan
masyarakat Banten secara kaffah. Siapapun muslim terlebih lagi
mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk mewujudkannya.

244
Ketentuan OJK yang masih berlaku saat ini tentang
persyaratan modal untuk bank syariah yang masuk dalam kategori
BUKU 1 (bank syariah dengan aset maksimal Rp10 triliun) adalah
Rp1 triliun. Bank Banten masih masuk dalam kategori ini karena
asetnya masih dibawah Rp10 triliun. Sementara persyaratan modal
untuk bank konvensional dalam kategori yang sama adalah Rp3
triliun. Dengan demikian, bank Banten dapat dikonversi menjadi
Bank Banten Syariah tanpa harus menambah modal dalam jumlah
yang sangat besar. Bank-bank Pembangunan Daerah yang telah lebih
dahulu dikonversi menjadi bank syariah adalah Bank Aceh Syariah,
Bank NTB Syariah. Saat ini, sedang proses konversi ke bank syariah
adalah Bank BPD Sumbar, BPD Riau dan BPD Jambi. Banten
seharusnya lebih layak memiliki bank syariah karena selain
masyarakatnya religius tetapi juga memiliki potensi ekonomi dan
bisnis yang jauh lebih baik dari kelima daerah provinsi diatas.
Konversi bank Banten menjadi Bank Banten Syariah tentunya
akan mendapat dukungan lebih besar dari masyarakat daripada
penggabungan Bank Banten ke dalam Bank BJB yang berarti
mematikan atau menghapus Bank Banten yang selama ini menjadi
harapan dan kebanggaan masyarakat Banten.
Dengan upaya keras manajemen Bank Banten selama ini dan
ditambah dengan perlunya re-orientasi model bisnis dan keterlibatan
aktif semua pemangku kepentingan dalam memajukan bank Banten
(Syariah), Banten masih dapat mempertahankan kepemilikan
banknya, menjaga kepercayaan dan kebanggaan masyarakatnya
sebagai modal besar untuk menyongsong masa depan Banten yang
lebih baik dan berakhlakul karimah. Dengan demikian, konversi
Bank Banten menjadi Bank Banten Syariah adalah solusi terbaik saat
ini. Wallahu a’lam bissawab.

245
Tentang Penulis

Dr. H. Rizqullah Thohuri, MBA lahir di


Serang tanggal 16 Februari 1957.
Menyelesaikan pendidikan dasar hingga
menengah atas di Serang. Melanjutkan
pendidikan di Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta (S1-1982), Baldwin Wallace
College, Ohio, USA (S2-1985) dan Universitas
Trisakti Jakarta (S3-2012). Memiliki
pengalaman perbankan selama 40 tahun dan pernah menduduki
posisi sebagai General Manager di Bank BNI Cabang Utama
Padang, Medan dan London, Inggiris. Pemimpin Wilayah Bank BNI
Jawa Timur dan Pemimpin Divisi Usaha Syariah dan Divisi
Manajemen Risiko Kantor Pusat Bank BNI. Jabatan terakhir adalah
Direktur Utama dan Komisaris Independen Bank BNI Syariah dan
Komisaris Independen PT Grha 165 dan PT Asuransi Tri Pakarta.
Selama 15 tahun sejak 2005, menjadi dosen di Universitas Trisakti
dan Universitas Indonesia untuk mata kuliah Perbankan Syariah,
Manajemen Risiko dan Desain Produk Keuangan Islam. Menjadi
Ketua Tim Penyusunan 3 buah Buku berjudul Mengenal Bank
Syariah, Mengelola Bank Syariah dan Strategi Bisnis Bank Syariah.
Di ICMI orwil Banten menjabat sebagai Wakil Ketua.

246
BANK BANTEN RIWAYATMU KINI:
#Duh Aing

Oleh: Khatib Mansur

Pendahuluan

P
ada malam jelang hari pertama bulan suci Ramadhan 1441
Hijriyah, saya duduk di teras rumah. Daun jendela sengaja
saya buka agar ada semilir angin malam masuk. Malam itu
sepi. Tanpa sengaja mata saya tertuju pada jam dinding. Di bawah
jam dinding itu ada foto berfigura ukuran 40x50 cm, gambar
Presiden H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sedang bersalaman
dengan tokoh-tokoh masyarakat Banten di Bina Graha, Jakarta, (18
Juli 2000), dalam rangkaian Perjuangan Pembentukan Provinsi
Banten.
Detak jarum jam malam itu baru menunjukkan waktu tepat
pukul 21.00 WIB. Suasana malam itu belum terlalu larut, tapi sudah
sepi. Sesekali angin malam menerpa lembut. Kopi dalam gelas baru
separuh habis, namun kretek sin masih berada di antara jari-jari
tangan yang baru saya sulut. Perlahan-lahan malam itu semakin larut.
Seakan-akan semuanya terlelap dalam tidur. Lalu saya merenung.
Terlintas dalam pikiran. Saya membayangkan berita
kemarin, Rabu, 22 April 2020, yang “meledak” di tengah matahari
cerah siang itu. Berita online yang saya baca berjudul: “Di Tengah

247
Covid-19, WH Tunjukan Gaya Koboi Tarik Kasda Bank Banten ke
BJB”.1
Pikiran saya terbang membayangkan sejarah Bank Banten
sewindu yang lalu, karena Bank Banten yang dibentuk atas dasar
aspirasi rakyat Banten melalui Perda Nomor: 4 Tahun 2012 tentang
RPJMD Pemprov Banten 2012-2017, tidak lepas dari semangatnya
membangun Banten untuk kesejahteraan rakyat.
Bank Banten memang punya catatan sejarah. Meskipun
secara fisik monument Bank Banten sudah tidak ada, namun sejarah
bicara itu. Sama nilainya dengan pendirian monument perjuangan
para Pahlawan Nasional di Surabaya, 10 Nopember 1952 – sebagai
upaya merawat semangat patriotisme dalam mengisi pembangunan
nasional bangsa Indonesia – Presiden Soekarno berharap agar
monument tersebut terus bercerita kepada anak-anak kita, kepada
semua angkatan yang masih akan lahir di bumi Indonesia.
“Tiap-tiap orang yang melewati monument pahlawan itu
akan berhenti sejenak, dan merasa terharu hatinya, merasa
jantungnya berdenyut lebih cepat, dan darahnya mengalir lebih deras
karena ingat perjuangan para pahlawan kemerdekaan masa lalu,
membangkitkan kembali semangat pahlawan bangsa Indonesia
secara massal, setelah berabad-abad lamanya terpendam,
bersembunyi di dalam debunya sejarah”, katanya.2
Sebagai perbandingan dari semangat itu, pada permulaan
revolusi Amerika Serikat, Patrick Henry berseru: Is life so dear, or
peace so sweet, as to be purchased at the price of chains and
slavery? Forbid it Almighty God! I know not what course others may

1. Dikutip dari KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020, pukul
17.06.00 WIB.
2. Dikutip dari buku: Kumpulan Amanat Penderitaan Rakyat, (tanpa tahun), halaman
1853-1854.

248
take, but as for me, give me liberty or give me death!” (Apakah
hidup demikian tinggi nilainya dan damai demikian manisnya,
sehingga layak dibeli dengan rantai dan perhambaan sebagai
harganya? Ya…Tuhan Yang Maha Kuasa, hindarkanlah itu! Aku tak
tahu apa yang akan diperbuat oleh orang-orang lain, tapi bagiku
sendiri, berilah aku kemerdekaan, atau berilah aku mati!).3
Iman Takwa
Perjuangan di era reformasi (1999-2000), Provinsi Banten
terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000
tentang Provinsi Banten, yang ditandatangani oleh Presiden4 H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tanggal 17 Oktober 2000, dan
masuk dalam Lembaran Negara Nomor: 182. Setelah itu,
Pemerintahan Provinsi Banten diresmikan pada tanggal 18
Nopember 2000, bersamaan dengan pelantikan Pj. Gubernur Banten,
Drs. H. Hakamuddin Djamal, berdasarkan Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 286/M/2000.5 Peresmian Provinsi Banten dan
Pelantikan Pj. Gubernur Banten itu dilaksanakan oleh Mendagri
Suryadi Soedirdja di Alun-alun sebelah Barat Kabupaten Serang
(kini, Kota Serang).6
Dua tahun kemudian, guna memantapkan visi-misi ke depan,
Pemda Provinsi Banten membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor:
2 Tahun 2002 tentang Makna Lambang sebagai motto juang
pembangunan Provinsi Banten dengan ruh: iman takwa.

3. Ibid.
4. Pasal 4 ayat [1] Undang-Undang Dasar 1945: “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahahan menurut Undang-Undang Dasar”.
5. Khatib Mansur, dalam buku: Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan
Kesaksian Seorang Wartawan, 2001: 485.
6. Ini awal sejarah di era reformasi, pelantikan pejabat Gubernur dilaksanakan di
lapangan terbuka.

249
Judul tulisan tersebut di atas, saya mencoba menelaah
kembali untuk mengukur seberapa besar dan seberapa lurusnya
menjabarkan nilai-nilai luhur itu dalam mewujudkan kesejahteraan
rakyat Banten, sebagai berkah dari cita-cita dan ide besar, yakni
mewujudkan kesejahteraan rakyat Banten selama dalam perjalanan
mengisi pembangunan Provinsi Banten, karena dari aspek ekonomi
Banten punya potensi besar, namun belum tergali secara maksimal
untuk kesejahteraan rakyat Banten.
Oleh karena Pemprov Banten ini sudah “mematenkan”
semangat iman takwa, maka untuk mengukurnya harus diurut dari
sejarah perjalanan asal-usul lahirnya ruh iman takwa itu sendiri,
yakni diutusnya Nabi Muhammad SAW, di muka bumi ini untuk
menyempurnakan akhlak: “Innamaa bu’its-tu li utammima
makaarimal akhlaq” (Sesungguhnya aku diutus oleh Allah SWT,
untuk menyempurnakan akhlak). Selain itu, Allah SWT sudah
mendeklarasikan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan di
muka bumi ini.7
Sebelum Nabi Muhammad SAW, diutus di muka bumi
dinamika politik di penjuru dunia tergolong rusak, yang berkuasa
menindas yang lemah, sewenang-wenang karena akal pikiran
manusia masih ditutupi kabut jahiliyah (kebodohan). Dalam kondisi
politik yang kacau dan tak berprikemanusiaan itulah asal-usul Al-
Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, diusia 40 tahun
(awal kenabian).
Sebagai gambaran atau potret masyarakat zaman tua itu,
berkaca pada abad V Masehi, sudah ada kerajaan besar, yakni

7. “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Bani Israail: 70).

250
kerajaan Romawi Timur yang terletak di antara Laut Andalusia
(Spanyol) di sebelah Barat, yang batas-batasnya antara lain sebelah
Timur pinggir sungai Dajlah, sebelah Utara sampai ke Negeri Tatar
dan sebelah Selatan sampai ke Ethiopia (Habsyi).
Kerajaan Romawi Timur itu mencapai puncaknya sesudah
lepas dari zaman Constantin Agung dengan seorang Raja Justinianus
(522-565 Masehi), yang berkuasa selama 37 tahun.8 Raja itu bercita-
cita hendak menghidupkan kembali kebesaran Romawi yang lama.
Oleh sebab itu, diutusnya pahlawan-pahlawan angkatan perangnya
yang gagah perkasa menaklukkan negeri-negeri yang jauh di belahan
bumi ini, ditaklukkannya Afrika Utara sampai Spanyol sesudah
perang selama 20 tahun lamanya. Tercatat lebih dari 40 negeri yang
telah ditaklukkan oleh Raja Justinianus ini, dan 930 daerah yang
subur makmur jatuh dalam kuasanya.
Di tiap-tiap negeri yang sudah takluk itu disuruhnya
memajukan bidang pertanian, pertukangan dan beraneka usaha
kerajinan (ekonomi kreatif). Setelah itu dikeluarkanlah berbagai
peraturan untuk mengatur negeri, dibangun tempat-tempat ibadah,
istana-istana, sarana lainnya. Selain sukses menaklukkan wilayah
Barat dan Timur, kemudian memperluas wilayahnya sampai ke Iran
(Parsi). Karena kerakusan Raja itulah sering terjadi bentrok dan
peperangan, menindas jutaan orang penduduk negeri yang menolak
adanya pejajahan.
Namun peperangan yang tiada henti-hentinya itu
menyebabkan kerajaan Romawi Timur (Bizantium) lama kelamaan
menjadi lemah, dan akhirnya mengalami kemunduran (sympton of
decline).9 Apalagi setelah Raja Justinianus mangkat, kelemahan itu

8. Prof. Dr. HAMKA, dalam buku: Sejarah Umat Islam, 1975:120.


9. “Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan di antara manusia agar
mereka mendapat pelajaran…..”. (Q.S. Ali Imron: 140).

251
tak dapat ditahan-tahan lagi. Kekuasaan Romawi Timur diserahkan
kepada anak saudaranya, Justinianus II. Silih berganti kekuasaan
terus terjadi. Muncul raja generasi berikutnya, Tibarius, dan setelah
itu diganti oleh Marius, dan diganti lagi oleh Focas sebagai raja
berikutnya.
Akan tetapi, Raja Focas dibenci oleh rakyat kerajaan itu,
bahkan dianggap percuma jadi Raja, karena Raja Focas itu ternyata
dungu,10 tidak mengerti mengurus negara, tata kelola pemerintahan
kacau, hukum tak ditegakkan, sewenang-wenang dan lain sebagainya
sehinggga rakyat hidup dalam kecemasan dan kesengsaraan, muncul
rasa benci terhadap Raja Focas, karena ia menjadi seorang Raja tapi
tidak menguasai permasalahan rakyatnya, bahkan sudah sangat
memalukan karena pemerintahan yang ia pimpin banyak
kebohongan.
Rakyat kerajaan Romawi Timur itu sangat berharap semoga
muncul seorang raja yang dapat melepaskan mereka dari
pemerintahan raja yang dungu. Terdengar kabar bahwa ada seorang
Gubernur yang memerintah di Afrika, namanya Hiraclius (Hilaqlu),
memiliki kecerdasan luar biasa. Penduduk Constantinopel
mengharapkan ia pulang untuk melepaskan negeri dari pimpinan raja
yang tidak berpengetahuan itu. Hiraclius mengabulkan permintaan
mereka, kemudian ia datang dengan iring-iringan armada
pengawalan memasuki Kota Constantinopel.
Raja Focas yang sudah disingkirkan dari kerajaan Romawi
Timur itu dibunuh. Dan Hiraclius duduk di dalam singgasana
kerajaan Romawi Timur pada Tahun 610 Masehi. Pada masa
pemerintahan Hiraclius juga kacau karena nilai kemanusiaan sudah

10. Dapat dipastikan istilah “dungu” yang sering dilontarkan oleh pengamat
politik Rocky Gerung di forum ILC dan di forum lainnya kemungkinan berasal dari
sejarah ini.

252
terjerumus dalam jurang ketidakadilan, tanpa aturan dan jauh dari
tuntunan agama, penindasan terhadap rakyat semakin menjadi-jadi.11
Raja Hiraclius sangat berkuasa di kerajaan Romawi Timur selama 31
tahun (610-641).12
Dalam kondisi itulah, Muhammad SAW diusia 40 tahun
menerima wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril – selama 22
tahun, dua bulan dan 22 hari di tanah tandus kerontang, tanah suci
Makkah Al-Mukaromah, kemudian hijrah ke Yatsrib (Madinah Al-
Munawwaroh, sekarang)–untuk mengemban amanah, menata
kembali kehidupan politik ummat manusia dengan berpegang pada
ajaran tauhid.
Mujizat dari ayat pertama membekali budaya literasi
(kemampuan membaca dan menulis), melahirkan metoda jurnalistik
atau korespondensi sebagai awal pendidikan dan pengajaran Allah
SWT kepada ummat manusia dalam menyampaikan tuntunan Islam
sebagai agama rahmatan lil ‘alamin bagi kehidupan ummat manusia
di muka bumi ini. Nabi Muhammad SAW, memulai dakwah dengan
metoda ini kepada para raja di dunia dan pembesar-pembesar bangsa
Arab. Dalam metoda jurnalistiknya itu beliau mengajak mereka ke
dalam Islam dan kepada petunjuk Allah SWT, dengan cara yang
baik, untuk mencegah “bencana akhlak” di muka bumi ini.
Bahkan dalam Riwayat Bukhari tentang Bab Jihad,
dijelaskan biasanya raja-raja itu tidak akan menerima surat yang
tidak diberi cap/stempel. Nabi Muhammad SAW, menyuruh
utusannya agar dibuatkan cap/stempel dari perak yang bertuliskan

11. Peristiwa ini melahirkan teori: Homo Homini Lupus, oleh Thomas Hobbes
(1588-1679) yang menjadi pertimbangan asal usul pembentukan negara. (lihat
Soehino, SH, dalam buku: IMU NEGARA).
12. Ibid, Prof. Dr. HAMKA.

253
Muhammad Rasulullah SAW.13 Sejumlah raja yang menerima surat
jurnalistik dari Nabi Muhammad SAW, itu antara lain Raja Romawi,
Heraclius; Raja Persia, Ebrewiz; Raja Ethiopia (Habasyah), Najasyi;
Raja Mesir, Maqauqis.
Jasa dan keberhasilan Nabi Muhammad SAW, terhadap
manusia dan kemanusiaan dari metode jurnalistik antara lain.
Pertama, ajaran akidah, ketauhidan yang tinggi dan murni, yang
amat besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kekuasaan. Akidah
tauhid berhasil melenyapkan kepercayaan terhadap tuhan-tuhan
palsu. Satu akidah yang tiada bandingannya telah meresap ke dalam
hati miliaran manusia14 di muka bumi, tak dapat digoyahkan akan
bertahan sampai kiamat.
Dengan kepercayaan tauhid itu, manusia terjaga dan
terpelihara dari perasaan memperhambakan diri kepada apapun dan
siapapun, terhindar berharap dan perasaan takut kepada makhluk,
terhindar dari segala yang memecah belah jalan pemikiran, yang
memperkusut jalan berpikir sehingga manusia merasa kesatuan
dalam kebanyakan, memandang dirinya adalah semulia-mulia
makhluk Allah. Dengan cara demikian, maka menjadi kenyataanlah
kemuliaan kemanusiaan yang agung, kebesaran kemanusiaan yang
kekal yang tidak pernah dimiliki manusia sebelumnya dari zaman
yang amat lama.15
Kedua, Dakwah Nabi dengan metode jurnalistik itu tauhid
menjadi dasar kesatuan ummat manusia dan persamaan. “Wahai

13. Ibid.
14. Sumber CNN Indonesia dalam Siaran Business, bertema: “Taipan
Penggenggam Dunia” (Property of CNN) menyebutkan sebanyak tujuh miliar
penduduk bumi saat ini.
15. Iman Munawwir mengutip Abulhasan Ali Al-Hasany An-Nadwy,
halaman 25.

254
manusia, sungguh Tuhanmu adalah satu, bapakmu adalah satu,
masing-masing kamu berasal dari tanah, sungguh yang paling mulia
di antara kamu ialah yang paling takwa, tidak ada kelebihan bagi
orang Arab atas orang bukan Arab. Siapa yang lebih takwa di
antara kamu ialah yang paling mulia.”16 Setiap manusia adalah
saudara dari manusia yang lain atas dua aspek. Manusia saudara
manusia dua kali. Pertama ialah dasar, karena Allah SWT adalah
satu. Kedua karena berasal dari satu bapak.17
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari satu orang,
daripadanya Allah menciptakan istrinya, daripada
keduanya (ibu-bapak) Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Bertakwalah kamu kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain dan peliharalah hubungan silaturahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” (Q.S. An-Nisaa: 1).
Ketiga, Sebelum terutusnya Muhammad S.A.W., manusia
sudah berada di tingkat terendah derajatnya. Bahkan di muka bumi
ini manusialah makhluk yang paling hina, sementara binatang dan
pepohonan mendapat julukan “suci” dan “terhormat” yang
didongengkan dan dipercayai dengan berbagai kepercayaan khusus
yang lebih disucikan dan lebih dihormati oleh manusia itu sendiri,
karena mereka menyembahnya jauh melebihi manusia.
Padahal sesungguhnya manusialah makhluk Allah SWT
yang paling mulia di muka bumi ini. Sebagaimana firman-Nya:

16. Ibid.
17. Ibid.

255
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-
anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan – untuk memperoleh penghidupan
berkat kemudahan transportasi – Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah
Kami ciptakan.” (Q.S. Bani Israil: 70).
Keempat, agama Islam megajarkan akhlak mulia manusia
untuk memotivasi harapan, cita-cita dan kehormatan manusia di
muka bumi. Nabi Muhammad SAW, telah menanamkan pengertian
dasar bahwa semua kejahatan, dosa, kesalahan dan kekhilafan
bukanlah karakter atau pembawaan hidup setiap manusia, ia adalah
sesuatu yang dapat datang dan dapat pergi, dihilangkan dalam
kehidupan manusia.
Semua itu adalah akibat kebodohan dan keterpedayaan saja,
karena pandangan yang amat pendek atau karena perdaya syetan dan
iblis, atau karena perdaya hawa-nafsu yang dapat datang sewaktu-
waktu. Setiap manusia diseru untuk bertobat, dibeberkannya arti dan
pengaruh tobat sejelas-jelasnya. Tobat inilah ajaran terpenting dalam
Islam.
Kelima, ajaran Islam mempersatukan kesatuan-kesatuan
yang saling bermusuhan. Agama-agama terdahulu, khususnya
Kristen telah membagi kehidupan manusia ke dalam dua bagian,
yakni urusan agama dan urusan dunia. Kedua bagian ini bukan saja
dipecah, tetapi di antara keduanya dibentangkan selat yang amat
lebar, yang berdiri di tengahnya satu dinding pemisah yang sukar
dapat ditembus.
Keduanya secara terus menerus saling menyerang. Baik
golongan agama maupun golongan dunia sama-sama berpendapat

256
bahwa antara agama maupun golongan dunia tidak dapat disatukan,
akan terus menerus bermusuhan. Kalau ada manusia yang ingin
berhubungan satu dari keduanya, haruslah memutuskan
hubungannya dengan yang lain. Tidaklah mungkin menurut mereka
sekaligus seseorang menumpang dua perahu.
Pengaruh kelima ajaran Nabi Muhammad SAW, ialah bahwa
beliau sudah dapat menutup jurang yang amat luas antara “agama”
dan “dunia”. Islam telah menjadikan dua perkara yang berjauhan
yang selalu dalam permusuhan yang abadi, yang saling membenci
terus menerus ini menjadi dua hal yang saling merangkul dengan
mesra dan keduanya dapat hidup damai saling membutuhkan.
Sungguh Rasulullah benar-benar merupakan Rasul pemersatu,
pemberi kabar gembira dan ancaman dalam waktu yang bersamaan.
Keenam, Nabi Muhammad SAW, sudah memberi petunjuk
kepada ummat manusia menuju tempat yang layak dan terhormat
dalam mempergunakan kekuatannya, tempat yang tinggi, luas dan
layak di mana manusia harus berada. Ketahuilah bahwa ummat
manusia sebelum Nabi diutus, tidak memiliki tujuan hidup yang
benar, tidak tahu ke mana harus menghadap, ke mana harus
melangkah, dan ke mana tujuan harus berjalan, kapan sampai, dan
kapan berhenti.
Manusia menempatkan dirinya di atas tujuan-tujuan khayali,
dalam daerah yang amat sempit dan terbatas. Semua kekuatan,
tenaga dan kepintarannya ditujukan untuk mendapatkan harta benda
yang banyak, atau kekuasaan dan pengaruh yang besar, yang dapat
mengendalikan sebanyak-banyak manusia, dalam daerah kekuasaan
yang seluas mungkin. Berjuta-juta di antara mereka itu bertujuan
mencari kesenangan hidup, kelezatan dan kegembiraan dengan
berbagai kemewahan hidup.

257
Akan tetapi, dunia berubah sesudah terutusnya Nabi
Muhammad SAW, dengan ajaran-ajaran beliau yang demikian
seperti perubahan musim. Berpindahlah manusia dari musim gugur
yang kering, atau musim panas terik membakar kepada satu musim
kembang yang terus menerus, menjadi taman-taman yang mengalir
di dalamnya sungai-sungai. Mengubah karakter manusia, hati-hati
manusia mendapat siraman nur Ilahi.
Hati manusia yang selama ini dingin, kosong, tandus, sakit-
sakitan menjadi sehat segar bugar kembali setelah mendapat
hangatnya keimanan dan kekuatan perasaan kasih sayang. Akal
manusia menjadi cerah mendapatkan sinar baru, setiap jiwa mencium
bau wangi semerbak. Ummat manusia terlepas dari kurungan sempit
yang gelap ke jalan lempang, luas yang benar, menuju ke tempatnya
yang terhormat.
Ternyata ummat manusia sudah sembuh dan sudah bangun
dari tidur nyenyaknya, mata mereka sudah terbuka lebar setelah tidur
berabda-abad lamanya. Mereka telah dapat membuka sumber-
sumber yang berlimpah ruah menyemburkan ilmu pengetahuan,
keimanan dan kesantunan. Mereka sudah berhasil mendidik bangsa-
bangsa yang tertindas yang lemah dan hina, mereka sudah merasakan
bahwa manusia yang sama derajatnya dengan manusia lain dan
bangsa manapun. Mereka rangkul semua manusia yang dihina dan
diasingkan karena dianggap kelas kambing, atau karena hidup
melarat yang dikesampingkan oleh masyarakat, dijauhi oleh famili
dan keluarga mereka. Mereka rangkul semua itu dengan perasaan
kasih sayang. Kebaikan mereka dapat disaksikan di mana-mana, di
mana setiap manusia hidup saling menghormati dan tolong
menolong.
Perubahan besar yang dilakukan Nabi Muhammad SAW,
disebut periode cemerlang berkat peran jurnalistik, termasuk

258
aktivitas menuliskan wahyu-wahyu oleh para sahabat – ayat suci Al-
Quran yang mula-mula turun adalah mengajak pada budaya literasi18
– sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW, salah satu bekas
peninggalan setelah terutusnya beliau, salah satu hembusan dari
hembusan-hembusan rahmat Ilahiah yang merata dapat dirasakan
oleh setiap tempat dan waktu, sampai kapan pun dan di mana saja di
permukaan bumi yang luas ini, sungguh benar firman Tuhan Yang
Maha Esa: Tidakkah Kami (Allah SWT) mengutus engkau
Muhammad, kecuali sebagai rahmatan lil ‘alamin, untuk
menyelesaikan berbagai problematika di dalam masyarakat.
Satu kelebihan Nabi Muhammad SAW, dibanding dengan
pemimpin spiritual lainnya secara gamblang telah disampaikan oleh
sejarawan Michael Hart dalam menuliskan tokoh-tokoh dunia
berhasil telah menempatkan Nabi Muhammad S.A.W., pada urutan
nomor satu. Nabi ikut serta dalam kehidupan sosial. Ia seorang
suami, ayah, kepala negara, hakim dan panglima perang dan
mengalami berbagai bahaya yang umum dialami dalam kehidupan
manusia terutama peranannya sebagai pendiri negara dan masyarakat
baru di Madinah.
Tetapi dari semua kegiatan itu, hatinya beristirahat dalam
ketentraman dan kepuasan terhadap Yang Agung dan secara batin ia
terus menerus mencari kedamaian yang abadi, sesungguhnya
keikutsertaan Nabi dalam kehidupan sosial politik adalah untuk
mengintegrasikan keduanya ke dalam suatu titik pusat spiritual.
Ungkapan beliau yang sangat melekat dalam hati nurani ummat
Islam di seluruh dunia adalah sekembalinya dari medan perang:

18. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan; Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah;
Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam; Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5).

259
“Kita telah kembali dari jihad kecil ke jihad besar.” (Raja’na min
jihadil ashgar ila jihadil akbar).19 Jihad besar mempunyai arti
spiritual yang penting sebagai perang melawan hawa nafsu yang
sering menjadi kecenderungan manusia menjauhkan diri dari Allah
SWT, alias kufur nikmat.
Bank Banten 9 September 1957
Pasca Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, para mantan
pejuang kemerdekaan Indonesia yang ada di Pandeglang punya
semangat mendirikan Bank Banten. “Bank tersebut menjadi ikon
Ibukota Pandeglang, sekaligus menjadi salah satu penggerak roda
perekonomian di wilayah Kresidenan Banten,” kata salah seorang
peneliti sejarah dari Banten Heritage, Dadan Sujana, kepada saya
(10/12/2015).20
Bank Banten ini diresmikan oleh Dr. Mohammad Hatta –
beliau tak lagi menjadi Wapres RI, sejak 1 Desember 1956, dan
dikenal luas sebagai Bapak Koperasi Indonesia – pada 9 September
1957. Pada peresmian Bank Banten itu dihadiri oleh Kepala Staf
Angkatan Darat, Abdul Haris Nasution, Gubernur Bank Indonesia,
Mr. Sjafruddin Prawiranegara (beserta nyonya), Residen Banten,
Raden Achjad Penna (1955-1957) dan para pelaku usaha setempat
dan Jakarta.
Pendirian bank ini sungguh unik, karena lembaga perbankan
Maskapai Andil Indonesia (MAI) atau dalam bahasa Belanda
disebut, Inlandsche Maatschappij op Aandeelen Bank Banten ini
mengacu pada Staatsblad Nomor: 567 Tahun 1939, yang mulai
diberlakukan pada Tahun 1940. Bank Banten ini lembaga perbankan
milik para veteran melalui sistem saham gabungan.

19. Ibid.
20. H. Khatib Mansur dalam buku: Bank Banten Dalam Pusaran Politik, 2016: 41.

260
Ide besar pendirian Bank Banten ini antara lain adanya
gagasan dari para pejuang kemerdekaan di Kabupaten Pandeglang,
merintis lembaga keuangan perbankan dengan tujuan untuk
menghidupkan kembali rasa persaudaraan yang pernah terjalin dalam
satu kesatuan militer dan relawan pejuang rakyat pada masa revolusi
fisik di Banten, agar kelak mereka hidup lebih sejahtera. Pada Tahun
1949, pasca pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah
melalui Menteri Pertahanan mengeluarkan Surat Keputusan (SK)
Nomor: 193 Tahun 1950, tertanggal 9 Mei 1950 tentang Prosedur
Pengembalian Tenaga-tenaga Darurat TNI kepada masyarakat
semasa Agresi Militer Belanda pada Tahun 1948, yang isinya antara
lain, bagi siapa yang ingin masuk TNI diberi kesempatan melalui
testing (keuring). Namun bagi yang tak ingin masuk TNI dan/atau
tak lulus testing akan dikembalikan kepada masyarakat disertai
pemberian SK demobilisasi, surat tanda penghargaan, paket
demobilisasi berisi pakaian, bonus demobilisasi satu kali tunjangan.21
Lebih dari itu, tekad petinggi militer di Pandeglang
mengajukan realisasi tunjangan bagi pejuang dibarengi niat lain,
yaitu mendirikan lembaga (instelling) koperasi dan perbankan yang
dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum. Dalam
menyusun daftar personil pejuang untuk dapat tunjangan, disusun
pula pendirian lembaga yang akan bergerak di bidang jasa keuangan,
yakni koperasi dan perbankan.
Adapun maksud dan tujuan pendirian Bank Banten secara
rinci sebagai berikut. Pertama, membantu perusahaan orang mantan
gerilya dan/atau veteran RI pada khususnya, koperasi dan
pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya, dengan cara
memberikan kredit. Kedua, melakukan semua pekerjaan urusan

21. Ibid.

261
bank, baik untuk segala urusan mengenai dalam negeri, maupun
untuk urusan luar negeri dalam arti yang luas. Ketiga, memberikan
kredit kepada usaha perdagangan, industri, kerajinan dan pertanian.
Keempat, memperdagangkan saham (effecten) dan obligasi
(coupons). Kelima, melayani jasa wesel (pengiriman uang) dalam
dan luar negeri. Keenam, menjalankan perusahaan pemungutan atau
penerimaan uang (incaso-bedrijf). Ketujuh, menjalankan segala
sesuatu yang memberikan manfaat bagi maskapai, dan yang tidak
bertentangan dengan peraturan pemerintah.
Lima bulan setelah dibuatkan Akta Pendidian Bank Banten itu,
terbitlah SK Menteri Kehakiman Nomor: J.A.5/20/9, tanggal 23
Pebruari 1955, (Lembaran Negara Nomor: 80, tanggal 7 Oktober
1955). Pendaftaran di Kantor Panitera Pengadilan Negeri
Pandeglang, Nomor: 1/1955, tertanggal 21 Maret 1955. Seperti
dalam ungkapan pepatah: “Pucuk dicinta ulam tiba.” Pengajuan
tunjangan bagi pejuang/veteran disetujui Mabes AD degan tunjangan
demobilisasi untuk 3.733 orang tenaga darurat TNI fase pertama
yang pernah bergabung dalam kesatuan perang Sektor
XV/Pandeglang. Besarnya dana tunjangan tersebut Rp 187,30/orang.
Dari dana itu, masing-masing personil mengalokasikan untuk
Bank Banten sebagai modal Rp 100/orang, koperasi Rp 50/orang,
Pusat Koperasi Kabupaten Pandeglang Rp 20/orang, Yayasan
Beasiswa Pandeglang Rp 1/orang, biaya administrasi dan penyaluran
Rp 2,30/orang, sedangkan untuk para demobilisasi sendiri Rp
14/orang. Dari dana iuran itu terkumpul Rp 373.300 yang kemudian
disetorkan sebagai tambahan modal Bank Banten dari
pejuang/veteran. Setahun kemudian, keluarlah SK Menteri
KeuanganNomor: 26904/U.M.II, tanggal 5 Maret 1956 tentang Izin
Usaha Bank Tabungan. Dengan demikian, resmilah Bank Banten

262
beroperasi. Bank Banten ini pernah membuka Kantor Cabangnya di
Rangkasbitung dan di Jakarta.
Bank Banten Era Ratu Atut-Rano
Di era kepemimpinan Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut
Chosiyah, SE – H. Rano Karno (Periode 2012-2017), menguat lagi
rencana pendirian Bank Banten dengan pertimbangan yang kuat.
Saya mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat Banten – yang
notabene adalah para pejuang pembentukan Provinsi Banten – satu di
antaranya adalah Ketua DPRD Banten (2009-2014), H. Aeng
Haerudin, SE.22 Ia menjelaskan panjang lebar latar belakang rencana
pendirian Bank Banten.
Setelah Banten menjadi provinsi,23 dirasakan perubahan yang
sangat besar pembangunan di segala bidang untuk menuju cita-cita
perjuangan Provinsi Banten, yaitu menyejahterakan masyarakat. Di
antaranya ialah pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana,
pendidikan, sarana prasarana kesehatan, jalan, jembatan, irigasi dan
lainnya. Akan tetapi, yang dicapai masih sangat jauh dari harapan
ideal akan manajemen pemerintah dalam pengelolaan keuangan
daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Juga
kualitas infrastruktur yang dibangun tersebut sangat rendah.
Selanjutnya ialah menyambut adanya Peraturan Presiden RI
Nomor: 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang sangat besar dari
pemerintah pusat di wilayah Banten. Di antaranya:

22. H. Khatib Mansur. 2016. BANK BANTEN DALAM PUSARAN POLITIK.


Serang. Penerbit SengPho Utama.
23. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Provinsi
Banten, yang ditandatangani Presiden H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), 17 Oktober
2000.

263
1. Ditetapkannya sebagian pantai Kabupaten Pandeglang menjadi
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Wisata Tanjung Lesung;
2. Adanya Keputusan Bersama antara Gubernur Banten dan
Gubernur Lampung Nomor: 34 Tahun 2002, Nomor: 38 Tahun
2002, tertanggal 13 Desember 2002 tentang Kesepakatan
Kerjasama Pembangunan Wilayah Perbatasan Antara Pemprov
Banten dengan Pemprov Lampung. Ini diikuti dengan adanya:
2.1. Penandatanganan Nota Kesepahaman/Memorandum of
Understanding (MoU) Antara Gubernur Banten dengan
Gubernur Lampung Nomor: G/395/IV.01/HK/2004,
Nomor: 550/20-HUK/2004, tertanggal 7 Desember 2004
tentang Rencana Peningkatan dan Pengembangan
Prasarana dan Sarana Transportasi Penghubung Provinsi
Banten dengan Provinsi Lampung.
2.2. Penandatanganan MoU Antara Pemprov Banten dan
Pemprov Lampung Nomor: 630/31-HUK/2007, tertanggal
10 Agustus 2007 tentang Percepatan Pembangunan
Jembatan Selat Sunda (JSS).
2.3. MoU Antara Pemprov Banten dan Pemprov Lampung
dengan PT. Bangun Graha Sejahtera Mulia, tertanggal 3
Oktober 2007 tentang: (a) Membentuk Perusahaan
Bersama untuk Pengembangan Kawasan dan Selat Sunda;
(b) Melakukan pra-Studi Kelayakan Kawasan dan JSS.
3. Adanya Perpres Nomor: 36 Tahun 2009 dan Perpres Nomor: 86
Tahun 2011 tentang Pembangunan Kawasan Strategis
Infrastruktur Selat Sunda (KSISS/JSS) dan Kawasan
Pertumbuhan Ekonomi Baru yang mencakup lima wilayah
kecamatan di Kabupaten Serang dan kabupaten Pandeglang;

264
4. Perluasan Bandara Soekarno-Hatta ke Utara sekira 90 hektar
dan pembangunan rel KA double track dari Ciputat, Kota
Tangerang Selatan ke Bandara Soekarno-Hatta;
5. Masuknya investasi lain, dibangunnya industri hulu dan hilir di
wilayah Kabupaten/Kota Tangerang dan Kota Cilegon serta
Kabupaten Lebak. Sebelumnya pun, akan halnya industri di
Banten, ribuan pabrik berdiri dengan tenaga kerja mencapai
jutaan orang.
Dari pertimbangan tersebut di atas dan melihat sejarah Banten
pasca Indonesia merdeka–bahkan pada zaman pemerintahan
Kesultanan Banten pun, sudah pernah mencetak uang sendiri24 –
telah memiliki Bank Banten. Para tokoh masyarakat Banten
menginginkan segera dibentuk Bank Banten agar bisa lebih mudah
dan cepat merealisasi cita-cita perjuangan pembentukan Provinsi
Banten, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten.
Di awal kepemimpinan Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut –
Rano, diterbitkanlah Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 4 Tahun 2012
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Provinsi Banten 2012-2017, yang di dalamnya ada program
pembentukan Bank Banten. Dalam RPJMD itu ada program lain
yang dijabarkan secara terperinci dalam Bab VI tentang Strategi dan

24. Heriyanti O. Untoro, Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan


Budaya UI, menjelaskan pada masa Pemerintahan Maulana Muhammad/Pangeran
Ratu Ing Banten (1580-1596) sudah mencetak uang sendiri sebagai alat tukar yang sah.
Mata uang tersebut ada tulisan Jawa yang berarti “Pangeran Ratu”, serta ada yang
ditulis dengan huruf Arab pada salah satu sisinya yang berarti “Pangeran Ratu Ing
Banten”. Pecahan logam berbahan tembaga berbentuk bulat tanpa lubang, dan
berbentuk bulat dengan lubang segi enam dan segi empat. Demikian hasil analisis
melalui proses elektrolisa di laboratorium. (Ragam Pusaka Budaya Banten, BPPPS,
2005: 128).

265
Arah Kebijakan Pembangunan oleh masing-masing misi. Dari misi 1
sampai misi 5.
Misi 1 (ada 30 strategi pembangunan) mengangkat tema:
Peningkatan pembangunan infrastruktur wilayah mendukung
pembanngunan wilayah/kawasan berwawasan lingkungan; Misi 2
(ada 21 strategi pembangunan) dengan tema: Pemantapan iklim
investasi yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten; Misi 3
(ada 54 strategi pembangunan) dengan tema: Peningkatan kualitas
SDM masyarakat Banten yang religius, cerdas dan berdaya saing
dalam kerangka penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misi 4 (ada 15 strategi pembangunan) dengan tema: Penguatan
semangat kebersamaan antarpelaku pembangunan dan sinergitas
pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang selaras, serasi dan
seimbang; Misi 5 (ada 29 strategi pembangunan) dengan tema:
Peningkatan mutu dan kinerja Pemprov Banten menuju tata kelola
pemeritahan yang baik (good governance), bersih dan efisien. Pada
nomor 29 dalam misi 5 ini disebutkan, guna meningkatkan rasio
kemandirian daerah melalui pembentukan Bank Pembangunan
Daerah (disebut: Bank Banten).
Dalam perspektif politik hukum, strategi pembangunan
Provinsi Banten, khususnya menyoroti RPJMD 2012-2017 itu adalah
produk hukum. Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, menyatakan dengan
menggunakan asumsi dasar bahwa hukum sebagai produk politik.
Politik akan sangat menentukan hukum sehingga studi ini
meletakkan politik sebagai variable bebas, dan hukum sebagai
variable terpengaruh.25

25. Mahfud MD dalam bukunya: Politik Hukum di Indonesia, halaman 22.

266
Di dalam negara yang konfirgurasi politiknya demokratis,
seperti Indonesia yang berlandaskan Demokrasi Pancasila, produk
hukumnya berkarakter responsif, penuh dengan nilai
spiritual/religius yang menjiwai setiap aktivitas masyarakat Indoesia.
Produk hukum responsif/populistik ialah produk hukum yang
mencerminkan rasa keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha
Esa untuk memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses
pembentukannya, berperan besar dan partisipasi penuh kelompok
sosial atau individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif
atas tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.26
Demikian juga produk politik berupa RPJMD Pempreov
Banten 2012-2017 pada saat berjalannya Panitia Khusus sampai
ditetapkannya rencana pendiran Bank Banten di Rapat Paripurna
tidak terdengar dari siapapun dan dari manapun, baik langsung
maupun tidak langsung adanya gerakan penolakan pembentukan
Bank Banten.
Menurut Ketua Tim Pansus DPRD Banten tentang RPJMD
2012-2017, Drs. H. Makmun Muzakki,27 rencana pendirian Bank
Banten yang sering dibahas dalam Tim Pansus memiliki dua
alternatif. Pertama, bank yang diusulkan ialah Bank Banten
Syari’ah. Alasannya, secara ideologis jelas mengacu pada latar
belakang historis. Ini sesuai dengan tujuan Rencana Strategis
(Renstra) bahwa pendirian Provinsi Banten bertujuan menjadikan
Provinsi Banten maju dan sejahtera, dengan landasan motto juang
pembangunan: iman takwa. Nah, implementasi praktis dari iman
takwa dalam bidang ekonomi di antaranya ialah Pemprov Banten

26. Ibid.
27. H. Khatib Mansur. 2016. BANK BANTEN DALAM PUSARAN POLITIK.
Serang. Penerbit SengPho Utama.

267
harus memiliki Bank Syariah. Ini tentu saja sesuai dengan sejarah
Kesultanan Banten sejak abad XV Masehi.
Kedua, dengan mengacu pada alasan ekonomi dalam rangka
mendukung potensi pertumbuhan ekonomi Banten yang cukup
tinggi, kita membutuhkan jaringan institusi/lembaga keuangan yang
berfungsi menjadi aliran darah segar bagi perekonomian Banten.
Bahkan setelah Perda Nomor: 5 Tahun 2013 tentang
Penyertaan Modal ke PT. BGD yang menjadi dasar hukum bagi
pendirian Bank Banten Syariah itu terbit, kemudian Tim Pansus
berkoordinasi terlebih dahulu kepada Mendagri. Responnya: oke!
Pemda Jawa Barat pernah menawarkan agar bank jabar banten
(bjb) Syari’ah diambil alih oleh Pemprov Banten dengan cara
membeli saham mayoritas, sehingga Pemprov Banten memiliki bjb
Syariah. Alasan itupun tidak jelas ke mana arahnya? Pada
kenyataannya, setiap ada rencana Pemprov membeli saham, Pemda
Jawa Barat pun akan melakukan hal yang sama. Walhasil,
penguasaan saham mayoritas bjb Syari’ah oleh Pemprov Banten
tidak pernah terealisir.
Pendirian Bank Banten Syariah itu tidak perlu modal besar,
cukup dengan modal yang ada sesuai dengan kemampuan Pemprov
Banten Rp 950 miliar sudah berdiri, ini relatif murah. Tapi ternyata,
dalam perjalanannya berubah akan mengakuisi bank lain, tinggal
ganti nama menjadi Bank Banten. Banyak orang terkejut. Loch kok,
begitu? Ini salah besar!,” tegas Muzakki.
Jauh sebelum Perda Nomor: 4 Tahun 2012 tentang RPJMD
Provinsi Banten 2012-2017 yang di dalamnya mengamanatkan
pendirian Bank Banten, rupanya Pemda Jawa Barat ingin
memperkuat banknya di Provinsi Banten meskipun sudah pisah dari
Jawa Barat.

268
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat berdasarkan
hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, di Bogor pada tanggal, 3
Juli 2007, sesuai dengan SK Gubernur Bank Indonesia, Nomor:
9/63/KEP.GBI/2007, tanggal 26 Nopember 2007 tentang Perubahan
Izin Usaha Atas Nama PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
menjadi Izin Usaha Atas Nama PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa
Barat dan Banten. Selain itu ada SK Direksi Nomor: 1065/SK/DIR-
PPN/2007, tanggal 29 Nopember 2007, nama perseroan berubah
menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten,
dengan call name (sebutan) bank jabar banten (bjb).28
Akan tetapi Pemprov Banten – termasuk DPRD Banten saat
itu – terkesan acuh, diam saja, dan tidak mau pusing dengan
pencatutan nama “Banten” oleh Pemda Jawa Barat untuk mengganti
BPD menjadi bjb, meskipun pihak OJK membela Pemprov Banten
agar semangat mendirikan jasa perbankan mendorong keberhasilan
pembangunan dan kesejahteraan rakyat Banten berhasil.
Awalnya, pembentukan Bank Banten berharap akan seperti
pribahasa: “Sekali mendayung, beberapa pulau dilalui.” Artinya,
dengan Bank Banten ini diharapkan rakyat Banten hidup mandiri dan
sejahtera. Akan tetapi secara politik Bank Banten cenderung lemah
dari aspek komunikasi dan koordinasi. Pro-kontra dalam proses
pembentukannya berujung pada kasus suap yang terjaring Operasi
Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT-KPK) di
Istana Nelayan, Cikokol, Tangerang, 1 Desember 2015.
Kemudian, pada Rabu, 9 Desember 2015, Ketua DPRD
Banten, Asep Rahmatullah bersama jajaran Pimpinan dan sejumlah

28. Pencatutan nama “Banten” oleh BPD Jawa Barat menjadi bjb ini, sudah
diperingatkan oleh OJK agar mencabut nama “Banten” agar tidak terjadi “duplikasi
bank” setelah Pemda Provinsi Banten mendirikan Bank Banten.

269
Ketua Komisi, mengadakan second opinion (meminta pandangan dan
pendapat) dari sejumlah tokoh masyarakat/pendiri Provinsi Banten,
mengasilkan beberapa point antara lain sebagai berikut. Pertama,
pendirian Bank Banten adalah untuk mencapai keyakinan bersama
antara Pemprov Banten dan DPRD Banten dan tokoh pendiri/tokoh
masyarakat Banten bahwa Bank Banten pada prinsipnya yes! Tidak
perlu diperlu diperdebatkan lagi.
Kedua, diharapkan rencana pendirian Bank Banten kelak jauh
lebih baik, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada generasi
penerus Banten sebagai amal sholeh bersama dari tokoh-tokoh
masyarakat Banten sesuai dengan cita-cita perjuangan pembentukan
Provinsi Banten, serta motto juang pembangunan: iman takwa.
Ketiga, mendirikan bank itu tidak mudah, beresiko tinggi
(high risk). Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian, termasuk
dipersiapkan terlebih dahulu sumber daya manusia (SDM)
profesional. Keempat, mengelola bank itu sensitif. Diperlukan
integritas dari para pengelola. Akhlak yang baik sangat diutamakan,
karena dalam mengelola bank itu banyak godaannya.
Kelima, keberadaan Bank Banten sangat diperlukan untuk
menunjang perekonomian Banten, keberadaannya harus menyebar di
setiap kabupaten/kota dengan sistem perkreditan rakyat (BPR)
hingga ke tingkat desa, lebih komprehentif. Keenam, hal yang pokok
ialah jangan sampai rencana pendirian Bank Banten hanya untuk
kepentingan segelintir orang atau kelompok.
Pemprov Banten dalam perencanaan pendirian Bank Banten
kurang membangun komunikasi dan koordinasi dengan cara
mengadakan seminar dan dialog dengan tokoh-tokoh pendiri Banten,
bersama-sama Pemda Kabupaten/Kota se-Banten, akademisi, pihak
Bank Indonesia (BI) Perwakilan Banten, para praktisi perbankan dan
elemen masyarakat Banten lainnya guna menyerap padangan dan

270
pendapat rencana pendirain Bank Banten. Kenyataanya semua itu
tidak ditempuh, terkesan: “Kumaha aing!”.
Bank Banten Era Wahidin-Andika
Kepemimpinan Gubernur Banten, Dr. H. Wahidin Halim, M.Si
– H. Andika Hazrumy, S.Sos., M.AP, selalu berhasil dalam setiap
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten
mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang disampaikan
ke BPK RI setiap tahunnya. Dalam Sidang Paripurna yang dipimpin
Ketua DPRD Banten, Andra Soni, Kamis, 30 April 2020, yang
dihadiri anggota V BPK RI, Bahrullah Akbar pun diterima dengan
opini WTP.
Keberhasilan ini memperkuat visi-misi yang telah ditetapkan.
Visi: Banten yang maju, mandiri, berdaya saing, sejahtera dan
berakhlakul karimah. Misi: (1) Menciptakan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance); (2) Membangun dan meningkatkan
kualitas infrastruktur; (3) Meningkatkan akses dan pemerataan
pendidikan berkualitas; (4) Meningkatkan akses dan pemerataan
pelayanan kesehatan berkualitas; (5) Meningkatkan kualitas
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Keberhasilan ini pula boleh jadi akan ada sebutan baru,
“Gubernur WTP”, dan “Wagub WTP”. Inilah kebiasaan di kita.
Contoh, saya pernah beberapa tahun lalu mencari salah satu saudara
karena lama tidak pernah ketemu. Ia tinggal di Kota Serang. Sudah
dua orang saya tanya rumahnya, tak ada yang tahu. Tapi setelah saya
tanya lagi kepada yang lain, ternyata ada yang bilang bahwa yang
dimaksud adalah “Pak Fulan Kucing”. Setelah saya sampai ke
rumahnya, rupanya ia pelihara kucing banyak.
Bahkan seringkali nama orang disandingkan dengan pekerjaan,
profesi, dan lain sebagainya, sebut saja misalnya, “Pak Fulan Beras”
(karena berjualan beras). “Pak Fulan Lurah” (karena cukup lama

271
menjabat Lurah). “Pak Fulan Emas” (karena berjualan emas). “Pak
Fulan Kambing” (karena berjualan/punya ternak kambing). “Pak
Fulan Profesor” (karena rektor/guru besar di perguan tinggi), dan
sebutan lainnya. Ini hal yang wajar untuk menghindari kekeliruan
orang.
Di tengah pandemi corona virus disease (Covid-19), Gubernur
WH menetapkan Surat Keputusan Nomor: 580/Kep.144-Huk/2020
tentang Penunjukan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan
Banten (ditulis dengan huruf kecil: bjb) melalui Kantor Cabang
Khusus Banten sebagai tempat penyimpanan uang milik Pemprov
Banten, yang awalnya berada di Rekening Kas Umum Daerah
(RKUD) Bank Banten. Berita online pada Rabu, 22 April 2020, dan
Kamis 23 April 2020, berseliweran masuk WhatsApp HP.
Judul berita online pada Rabu dan Kamis itu mirip sama
menulis “gaya koboy”. Berita online pertama berjudul: “Di Tengah
Covid-19, WH Tunjukan Gaya Koboi Tarik Kasda Bank Banten ke
BJB.”29 Sedangkan berita pada Kamis berjudul: “Gaya Koboi WH
Matikan Bank Banten Dipersoalkan Tokoh Pendiri Banten.”30
Setelah berita online itu berseliweran di medsos dan WhatsApp
nasabah Bank Banten “menyemut” di depan Bank Banten bermaksud
menarik uang mereka.
Rupanya Pak WH suka mengenakan topi lacken yang biasa
dipakai di lapangan saat sedang belusukan. Bahkan foto di media
online itupun WH mengenakan topi style koboy, sehingga
berpengaruh pada judul berita tersebut.

29. Disiarkan KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020, pukul
17.06.00 WIB.
30. Disiarkan KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Kamis, 23 April 2020, pukul
00.28.00 WIB.

272
WH beralasan, karena Bank Banten sejak Tahun 2016 –
sebelum WH-Andika menjadi Gubernur dan Wagub – dana Pemprov
dan Kas Daerah disimpan di Bank Banten. Pada tanggal 17 April
2020, Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Banten sudah
memerintahkan agar Bank Banten segera menyalurkan dana bagi
hasil pajak ke Pemda Kabupaten/Kota se-Banten, namun ternyata
dana tersebut tidak disalurkan. Dana tersebut jumlah seluruhnya
sekitar Rp 900 miliar.31
“Makanya, yang terbayang oleh saya sebagai Gubernur adalah
bagaimana nanti dana buat bantuan sosial, bagaimana nanti dana buat
gaji pegawai, bagaimana dengan kas daerah,” ujar WH kepada pers.
Ia menambahkan, dirinya sudah sampaikan ke berbagai pihak untuk
menyelamatkan Bank Banten ini dan semua telah difasilitasi oleh
OJK. WH minta agar masyarakat (nasabah) tidak panik dan tidak
melakukan penarikan dana besar-besaran.32
Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R. Sumedhi,
menyatakan kebijakan yang diambil WH berdampak pada
kepercayaan masyarakat terhadap Bank Banten. “Tentunya kita
menyesalkan dengan gaya Pak WH seperti ini. Kita sangat terkejut,
karena tidak ada komunikasi sama sekali soal itu,” terangnya Rabu,
22 April 2020.33
Ini perlu segera ada solusi terbaik, agar di internal Direksi dan
1.000 pegawai Bank Banten pun tidak terguncang. Kedepankan
bangun komunikasi dan koordinasi dengan semangat filosofi iman

31. CNBC Indonesia online, 24/4/2020; 14.52 WIB.

32. Ibid.
33. Disiarkan KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020,
pukul 17.06.00 WIB.

273
takwa dan akhlakul karimah yang sudah dipatrikan sebagai filsafat
pembangunan Provinsi Banten.
Padahal Gubernur WH dan Wagub Andika sudah punya
komitmen akan membenahi Provinsi Banten dari praktik KKN
dengan mengedepankan transparansi untuk kesejahteraan rakyat
Banten! Sadarlah itu, bahwa kepemimpinan WH-Andika adalah
amanah rakyat yang harus dipikul, betapapun itu berat.
Ketua MUI Pusat, Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin, saat
menyampaikan tausiyah dalam acara halal bihalal yang
diselenggarakan oleh tokoh-tokoh Banten yang tergabung dalam
Perkumpulan Urang Banten (PUB) yang diketuai oleh Irjen Pol
(Purn) Taufiqurrahman Ruki atau yang lebih akrab Ki Mpik, Sabtu,
21 Juli 2018, beliau menyebut kelemahan orang Banten itu cuma
satu. “Kurang bersatu!”
Sebelumnya, ada pengalaman pahit yang dialami tokoh-tokoh
pejuang pembentukan Provinsi Banten dalam wadah organisasi
“Paguyuban Warga Banten” (Puwanten), yang di dalamnya ada Pak
Suryadi Soedirdja – Mendagri di Era Presiden H. Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) sebagai Penasihat Puwanten – kirim surat minta
audiensi dengan Gubernur Rano Karno. Konon, surat itu tidak
pernah ada jawaban hampir satu tahun.
Akhirnya, Ketua Puwanten Tubagus Farich Nahril dan
Sekretaris Puwanten, H. Mardini, kirim surat kedua kalinya yang
isinya membatalkan rencana audiensi dengan Gubernur. Surat
pertama menyebut: “Kepada Yth Gubernur Banten.” Bunyi surat
kedua sebaliknya: “Kepada Yth Saudara Gubernur Banten.” Ini
artinya marah!
Komunikasi dan koordinasi di internal Pemprov Banten menjadi
catatan sangat buruk. “Audiensi itu tidak harus dengan Gubernur,
kan ada Wakil, ada Sekda atau Assda. Didelegasikan saja itu. Tapi

274
ini tidak. Surat itu “digantung” begitu saja tidak jelas. Tabiat buruk
inilah yang harus dirubah dari atas bila Provinsi Banten benar-benar
serius mau maju. Hilangkah tabiat: Kumaha aing!
Sekali waktu, saya ingat humor Gus Dur: Konon, di dunia ini
ada empat macam sifat bangsa. Pertama, sedikit bicara, sedikit kerja
(Nigeria/Angola). Kedua, sedikit bicara, banyak kerja
(Jepang/Korea). Ketiga, banyak bicara, banyak kerja
(Amerika/Cina). Keempat, banyak bicara, sedikit kerja
(Pakistan/India). Seseorang bertanya, “Kalau bangsa Indonesia,
masuk yang mana?” Gus Dur: “Tidak bisa dimasukkan di antara
yang empat itu”. “Lohh… kenapa Gus?” Gus Dur: “Karena di
Indonesia, yang dibicarakan beda dengan yang dikerjakan!”
Save Bank Banten![*]

Daftar Pustaka.
1. Al-Quran Mushaf Al-Bantany. 2013. Diterbitkan oleh MUI
Banten.
2. Prof. Dr. HAMKA. 1975. Sejarah Umat Islam. Jakarta. Penerbit
Bulan Bintang.
3. John M. Echols dan Hassan Shadily. 1982. KAMUS INGGRIS
INDONESIA. Jakarta. Penerbit Gramedia.
4. Drs. Imam Munawwir. 1985. KEBANGKITAN ISLAM dan
Tantangannya. Surabaya. Penerbit Pustaka Nasional PTE LTD
Singapura.
5. Drs. Halwany Michrob, M.Sc dan Drs. A. Mudjahid Chudari.
1993. Catatan Masa Lalu Banten. Serang. Penerbit “Saudara”
Serang.

275
6. H. Khatib Mansur. 2001. PERJUANGAN RAKYAT BANTEN
MENUJU PROVISI, Catatan Kesaksian Seorang Wartawan.
Serang. Penerbit SengPho Utama.
7. Soehino, SH. 2002. ILMU NEGARA. Yogyakarta. Penerbit
Liberty Yogyakarta.
8. Buku: Ragam Pusaka Budaya BANTEN. 2005. Diterbitkan oleh
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BPPPS).
9. Dadan Sujana. 2011. BANK BANTEN. Serang. Diterbitkan oleh
Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
10. Buku: UUD 195 DAN PERUBAHANNYA. 2015. Depok.
Penerbit Huta Publisher.
11. H. Khatib Mansur. 2016. BANK BANTEN DALAM PUSARAN
POLITIK. Serang. Penerbit SengPho Utama.
12. H. Khatib Mansur. 2018. MEMUTUS “MATA RANTAI”
KORUPSI DI BANTEN. Serang. Penerbit SengPho Utama.
13. H. Khatib Mansur. 2018. PANTAREI, dari WhatsApp Grup
Urang Banten sampai Deklarasi Perkumpulan Urang Banten.
Serang. Penerbit SengPho Utama.
14. Buku: Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan
Rakyat (tanpa tahun). Jilid II/Cetakan III. Penerbit Permata
Surabaya.
15. KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April
2020, Pukul 17.06.00 WIB.
16. KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Kamis, 23 April
2020, Pukul 00.28.00 WIB.

276
Tentang Penulis

H. Khatib Mansur, kelahiran Kampung


Kelapadua, Kabupaten Serang, Banten, 6
April 1962. Kampung kelahirannya itu,
pada zaman pemerintahan Kesultanan
Banten dari abad XV – bahkan jejak itu
sampai sekarang sudah jadi jalur alternatif
Kota Serang – salah satu jalur transportasi
Pemerintah Kesultanan Banten dalam
ekspedisi dagang dan lainnya.
Khatib yang kadang disapa “Deya” ini
juga bagian dari kenangan masa kecilnya.
Ia rajin nulis artikel dan buku, bukan berarti pinter. Justru ia
mengaku masih banyak kekurangan, karena pekerjaan nulis buku itu
seperti berenang di samudera luas yang tak bertepi. Masih di sekitar
pantainya saja. “Kegiatan menulis itu, harus dimaknai sebagai
transformasi getaran mukjizat dari ayat pertama yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW, Surat Al-‘Alaq ayat satu sampai
lima,” tegasnya.
Khatib yang pernah bekerja sebagai wartawan Lembaga
Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Perwakilan Banten
(1992-2001) ini merasa plong! Tak punya beban moral kepada rakyat
Banten, karena setelah perjuangan pembentukan Provinsi Banten
terwujud, 17 Oktober 2000, ia persembahkan satu buku catatannya,
“Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan Kesaksian
Seorang Warawan.”
Buku the best buah tangannya setebal 829 halaman itu
adalah wujud transformasi dari getaran mukjizat itu, atas hidayah

277
Allah SWT, sebagai jalan hidup paling mulia, terutama memperbaiki
akhlak manusia di muka bumi ini. Mukjizat inipun, Rasulullah SAW,
berdakwah dengan metoda jurnalistik atau korespondensi mengajak
kebaikan kepada raja-raja yang sombong dan angkuh, dari Raja
Heraclius, Ebrewiz, Najasyi dan Maqauqis.
Menulislah, karena buku akan hilang dari muka bumi!

278
MEWUJUDKAN PRODUK UNGGULAN
SEBAGAI PENUNJANG SEKTOR
PARIWISATA DAN PELUANG LAPANGAN
KERJA: OPTIMASI PETERNAK LEBAH DI
BANTEN

Oleh: Eka Sari


Pengurus ICMI Orwil Banten

Pendahuluan

S
ejak lama masyarakat Indonesia sudah mengkonsumsi
madu.Madu yang dihasilkan dari lebah dipercaya memiliki
segudang khasiat untuk kesehatan.Lebah mengambil sari
bunga yang baik dan mengolahnya untuk dijadikan madu untuk
kesehatan. Seperti yang tercantum dalam Al Qur’an Surat An Nahl
ayat 68 -69, yang artinya “Dan Tuhanmulah yang mewahyukan
kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung,
pepohonan, maupun tempat-tempat yang dihuni, lalu makanlah
berbagai jenis hasil tumbuhan kemudian tempuhlah hamparan
ketentuan Tuhanmu" bahwa perut lebah menghasilkan bermacam-
macam minuman yang mengandung obat untuk umat manusia,
sungguh dalam hal demikian terdapat bukti-bukti pertanda bagi
kaum yang mempertimbangkan. Sesuai dengan ayat tersebut madu
sudah sejak zaman nabi digunakan sebagai obat dan untuk kesehatan.
Banyaknya manfaat dari madu dan dapat menjadi komoditi
yang dapat dijual dan memberikan penghasilan, maka masyarakat
lokal Banten banyak berburu sarang lebah madu di hutan liar
maupun sudah membuat peternakan lebah. Cukup banyak peternak

279
lebah, baik lebah madu maupun lebah trigona. Lebah madu liar yang
berjenis Apis Cerana dan Apis Dorsata yang banyak tumbuh di hutan
Banten dan dimanfaatkan oleh masyarakat diambil madunya dari
hutan selanjutnya di jual. Lebah madu ada juga yang di ternakan oleh
masyarakat yaitu jenis lebah Apis melipera. Selain lebah madu,
Indonesia juga kaya dengan species lebah trigona atau lebah tanpa
sengat. Lebah ini memiliki madu yang sedikit berbeda dengan lebah
madu yang bersengat, rasa madu lebah ini sedikit asam dan jenisnya
juga sangat banyak.
Provinsi Banten masih memiliki hutan yang sangat luas
terutama didaerah Pandeglang, Lebak dan Rangkas bitung.Beberapa
daerah yang subur areanya, banyak masyarakat yang berburu lebah
madu dihutan dan selanjutnya diolah secara sederhana dan dijual.
Peternakan lebah di provinsi Banten juga cukup banyak, tetapi
sebagian masyarakat masih mengandalkan berburu sarang lebah dan
mengambil madunya. Beberapa daerah di Banten seperti daerah
pandeglang, lebak dan rangkas bitung terdapat juga peternak lebah
tradisional, baik lebah madu maupun lebah trigona. Para peternak ini
masih kesulitan mengembangkan usaha peternakannya karena
terkendala pengolahan yang sangat sederhana dan kualitas kemasan
produk madu yang masih belum baik sehingga pemasaran produk
madu mereka masih belum banyak. Sejauh ini belum ada produk
turunan lebah dari Banten baik produk obat herbal maupun kosmetik,
sampai saat ini baru hanya madu yang dimanfaatkan.
Peternak Lebah di Provinsi Banten dan Permasalahannya
Masyarakat di Provinsi Banten yang mengolah madu dari
lebah dibagi 3 jenis yang pertama mengolah madu odeng dimana
lebahnya adalah lebah liar dan diburu sarangnya dan diambil
madunya dan diolah sederhana dan dimasukkan dalam botol dan
dipesarkan. Golongan kedua adalah peternak lebah sengat, golongan

280
peternak ini mengembangkan peternakan lebah madu dan mengolah
sederhana dan memasarkan madunya.Golongan ketiga adalah
peternak lebah Teuwel atau lebah trigona atau lebah tanpa sengat.
Peternak lokal lebah ini cukup banyak dan tersebar di daerah anyer,
rangkas bitung kabupaten Lebak dan Pandeglang.
Beberapa peternak lebah yang sudah dikenal adalah sebagai
berikut: Peternakan lebah Nabila Natural yang diketuai oleh Bapak
Badrul Munir yang berlokasi di Kampung lebong desa Kolelet
kecamatan Kolelet Kabupaten Lebak Rangkas Bitung Banten. Bapak
Badrul munir menjelaskan bahwa peternakan lebah yang beliau
miliki berisi lebah sengat seperti apis ceranadan lebah trigona
seperti itama dan species lainnya. Adapun jumlah kotak lebah secara
keseluruhan mencapai 1.000 kotak lebah. Keadaan peternakan lebah
Nabila Natural ini dapat dilihat pada Gambar 1.

281
Gambar 1. Keadaan Lokasi Peternakan Lebah Nabila Natural di
Kabupaten Lebak Rangkas Bitung Banten

Gambar 1 menunjukkan keadaan peternakan lebah Nabila


Natural. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Badrul munir pemilik
peternakan lebah ini, Nabila Natural memiliki hamper 1.000 kotak
lebah, saat ini produksi madu hanya mencapai 100 botol madu
perbulan. Dengan jumlah kotak lebah yang cukup banyak ini maka
dapat dievaluasi bahwa produktifitas produksi madu pada peternakan
ini masih rendah.Kendala selain produktifitas lebah yang masih
sedikit, kemasan madu yang ada untuk mengemas madu dari
peternakan ini masih sangat sederhana dan tradional.Hal ini juga
yang menyebabkan pemasaran dari produk ini masih terbatas di
sekitar kabupaten lebak belum merambah pasar lokal Banten, apalagi
pasar nasional dan pasar ekspor. Selain itu sistem pemasaran juga
masih sederhana hanya dengan pemasaran dari mulut kemulut
sehingga jumlah yang terjual masih sangat sedikit.
Selain Nabila Natural, banyak lagi peternak lebah lainnya
seperti didaerah Anyer, terdapat peternak lebah Bapak Asep yang

282
berlokasi di Desa Cinangka Anyer, Bapak Asep Haq peternak lebah
yang berlokasi di Pandeglang, Bapak Nana juga peternak lebah dari
Rangkas Bitung dan Bapak Wandi juga berlokasi di rangkas Bitung.
Informasi yang dikumpulkan dari para peternak lebah menyebutkan
hampir terdapat 30 peternakan lebah yang tersebar di Provinsi
Banten.
Dari Survei lokasi dari para peternak lebah ini permasalahan
yang dihadapi oleh peternakan ini adalah
1. Produktifitas hasil madu masih rendah
2. Proses pengolahan masih tradisional dan sederhana
3. Kemasan yang masih sangat sederhana
4. Sistem pemasaran tradisional
5. Belum ada penelitian yang mendampingi produk madu ini
sebagai pangan fungsional
6. Belum ada produk turunan yang dikembangkan dari produk
madu atau produk lebah lainnya seperti bee polen, propolis dan
lainnya.
Evaluasi dari indentifikasi permasalahan yang ada peternakan
lebah di Banten ini perlu adanya sentuhan teknologi dan dukungan
riset dari para akademisi untuk membantu peternakan ini menjadi
usaha baru yang produktif dan dapat diandalkan menjadi produk
unggulan yang akan dapat dipasarkan secara nasional maupun ekpor.
Dari Kajian permasalahan yang didapat dari survey lapangan
maka dilakukan kegiatan dua tahap kegiatan yaitu tahap pertama
adalah perbaikan untuk kemasan dan pemasaran. Dalam program ini
akan diarahkan peternak untuk menggunakan kemasan yang cukup
baik dan dengan botol-botol kemasan dan stiker yang banyak dipakai
oleh produk madu yang sudah ada dalam pasaran nasional maupun
internasional. Untuk tahap kedua adalah tahap yang perlu
pendampingan penelitian dalam kehidupan lebah dilapangan untuk

283
meningkatkan efektifitas produksi madu dan evaluasi karakteristik
madu dan uji uji lab agar ada dukungan akademisi untuk madu yang
dihasilkan dari peternakan lebah ini menjadi produk pangan
fungsional sehingga dapat meningkatkan pemasarannya. Untuk
tahapan yang kedua ini memerlukan waktu agak lama, karena
memerlukan analisis dan uji lab agar data yang dapat mendukung
keterangan produk madu ini valid dan dapat digunakan untuk
promosi.

Perencanaan Pengembangan Produk Peternak Lebah


menjadi Produk Unggulan Banten Sebagai Penunjang
Sektor Pariwisata

Dalam rangka membantu pengembangan dari produk berbasis


lebah dari peternak lebah tradisional Banten maka perlu dilakukan
pengembangan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan pada
saat survey indentifikasi permasalahan dilapangan.Perencanaan
penyelesaian permasalahan peternakan lebah tradisional di Banten
ini ditargetkan adalah
1. Perbaikan Kemasan dan pemasaran untuk menjadi produk
unggulan Banten
2. Peningkatan produktifitas produksi Madu menjadi produk
pangan fungsional dengan didukung kajian laboratorium masuk
pasar nasional.
3. Peningkatan kualitas madu dan kajian fungsionalnya untuk
masuk pasaran ekspor.
4. Pengembangan produk turunan berbasis lebah untuk bahan baku
obat herbal atau kosmetik
Untuk mewujudkan tiga target pengembangan yang akan
dilakukan perlu adanya kerjasama tripartid antara pemerintah daerah,

284
Perguruan tinggi yang memiliki para akademisi dan perternak lebah
selaku UMKM yang akan di inkubasi pengembangannya.
Pengembangan untuk pencapaian target pertama yaitu
perbaikkan kemasan dan pemasaran untuk menjadi produk unggulan
Provinsi Banten. Upaya ini dapat dilakukan dengan berkerjama
dengan pihak akademisi yang dapat mendesaikan kemasan maupun
pemilihan kemasan yang modern. Hal ini dapat diintegrasikan
dengan program pemerintah melalui dinas perindustrian dan
perdagangan yang biasa melakukam pelatihan untuk desain kemasan.
Program ini dapat diikuti oleh para peternak lebah dengan luaran dari
program adalah kemasan yang modern dan siap bersaing ke pasar
lokal maupun nasional.Jika kemasan sudah modern dan baik, maka
diperlukan pengurusan perizinan yang sesuai untuk produk madu,
sehingga madu dari peternak lebah ini dapat dijual bebas dan
memiliki izin sesuai dengan peraturan Balai Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) dan dari kementerian kesehatan.
Dalam pengurusan izin ini pemerintah daerah dapat membantu
dari segi fasilitas maupun pendanaan atau penyiapan lembaga yang
dapat membantu untuk pengurusan perizinan tersebut. Dalam
pengurusan perizinan tersebut terdapat standar pengolahan produk
madu yang sesuai sehingga standarisasi pengolahan madu dapat
dilakukan peternak lebah dalam mempersiapkan produk madunya
masuk ke pasaran. Jika kemasan yang sudah baik dan modern dan
perizinan yang sudah dimiliki maka sangat mudah untuk pemasaran,
produk madu masyarakat dapat dijual di toko baik dijual secara
online maupun secara offline.
Pengembangan untuk pencapaian target kedua yaitu
peningkatan produktifitas produksi Madu menjadi produk pangan
fungsional dengan didukung kajian laboratorium masuk pasar
nasional. Dalam rangka meningkatkan produktifitas sehingga madu

285
yang dihasilkan peternak lebah meningkat signifikan, maka
diperlukan kajian khusus setup dan kajian biologi untuk kehidupan
yang lebih produktif. Kajian ini dapat melibatkan para peneliti lebah
dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sehingga secara keilmuan
dapat menunjang peningkatan produktivitas produksi madu dan
kesehatan setup.
Pengembangan untuk pencapaian target ketiga yaitu
peningkatan kualitas madu dan kajian fungsionalnya untuk masuk
pasaran ekspor. Untuk mencapai target ini diperlukan kerjasama
dengan universitas dan jaringan internasional untuk pengembangan
penelitian karakteristik madu dan evaluasi fungsional dari madu. Hal
ini perlu kajian dan analisis karakteristik madu dan ujicobanya
terhadap penyakit spesifik dan didapatkan aktivitasnya dalam
penghambatan mikroorganisme atau penyakit yang diuji coba.
Dengan penelitian ini maka hasil karakterisasi dari produk madu bisa
menjadi rujukkan atau rekomendasi sehingga madu dapat dikenalkan
secara luas dan ujilaboratoriumnya sehingga lebih mudah untuk
promosi pada saat penjualan.
Penelitian Internasional dan Jaringan pemasaran internasional
sangat membantu untuk pencampaian target ini. Kerjasama peternak
lebah dan para penliti lebah dapat membuka peluang pengembangan
dan pencapaian target ketiga ini. Sebagai salah satu contoh untuk
kegiatan menguji karakteristik madu dan uji laboratorium
menyangkut kajian fungsional madu dapat memanfaatkan kerjasama
penelitian Dr. Eka Sari, S.T., M.T. dengan pihak International Food
and Water Reasearch Center (IFWRC) Singapura, dimana sudah ada
kerjasama riset antara Dr. Eka Sari, S.T., M.T. dengan pihak IFWRC
yang sudah disepakati dalam pertemuan ilmiah dan kerjasama antara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang disepakati Rektor Prof. Dr.
Ir. Fatah Sulaiman, M.T. dan direktur IFWRC pada sekitar bulan

286
November 2019, dimana dalam kesepakatan ini berisi kerjasama
analisis sample produk madu trigona Indonesia yang akan
dipersiapkan untuk memasuki komunitas pasar Internasional ke
eropa dan Amerika. Analisis yang akan dilakukan oleh IFWRC
adalah analisis senyawa aktif didalam madu dan akan dilakukan uji
untuk mendukung kajian fungsionalnya. Dari kerjasama ini maka
sample madu trigona yang akan diprioritaskan untuk dianalisis
adalah madu dari peternakan lebah dari peternak lebah di Banten.
Pengembangan untuk pencapaian target keempat yaitu
pengembangan produk turunan berbasis lebah untuk bahan baku obat
herbal atau kosmetik. Produk berbasis lebah tidak hanya madu, tetapi
banyak sekali produk berbasis lebah yang dapat diolah, yaitu
propolis, bee polen, wax lebah dan lainnya. Propolis adalah cairan
anti mikroba yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Propolis dapat
diekstrak dari sarang lebah menggunakan pelarut seperti etanol.
Kegunaan propolis tidak hanya untuk di konsumsi tetapi banyak
sekali produk propolis dan turunannya dapat dikembangkan. Sifat
antimikroba dari propolis dapat dimanfaatkan sebagai zat tambahan
pada pembuatan sabun, shampoo dan kosmetik.
Salah satu produk turunan propolis adalah shampoo anti
ketombe yang memanfaatkan kemampuan propolis mematikan
mikroba kulit kepala atau penyebab terjadinya ketombe. Produk lain
misalnya sabun anti gatal dengan tambahan propolis yang memiliki
kemampuan sebagai anti mikroba kulit. Produk lainnya seperti
produk mouthwash, deodorant, lotion, krim kulit dan produk turunan
lainnya dapat dikembangkan dengan memnafaatkan propolis. Selain
propolis, ada juga bee pollen.Bee pollen adalah superfood alami yang
sangat baik untuk kesehatan. Demikian juga wax lebah dapat dibuat
beberapa produk turunan seperti lips balm dan pomade.

287
Produk produk ini dapat dikembangkan sehingga menjadi
produk berbasis lebah yang handal berdasarkan dukungan dari para
peneliti yang ada di universitas. Universitas sultan Ageng Tirtaya
memiliki laboratorium Bioengineering and Biomedical Engineering
yang berlokasi di Research Centre CoE Fakultas Teknik.
Laboratorium ini banyak mengembangkan penelitian untuk produk
turunan berbasis lebah, baik untuk obat herbal atau kosmetik.
Peternak lebah di Banten dapat bermitra dengan para peneliti untuk
pengembangan produk berbasis lebah dan turunannya sehingga dapat
dihasilkan produk produk unggulan Banten dan berbasis riset.

Pengembangan Produk Unggulan Berbasis Lebah


membuka Lapangan Pekerjaan untuk masyarakat Lokal
Perencanaan untuk pengembangan produk berbasis lebah
berbentuk madu dan produk turunan lainnya dari lebah, dengan
kemasan dan proses rekomendasi fungional yang merupakan dari
hasil penelitian para peneliti dari perguruan tinggi maka diharapkan
akanada produk unggulan yang akan menjadi primadona sebagai
oleh-oleh bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang
berlibur di berbagai tempat wisata di Provinsi Banten.
Pengembangan ini dapat didorong dalam bentuk sentra oleh oleh
atau pun pusat eduwisata Lebah yang menghadirkan sebuah wisata
baru dengan mempilkan peternakan lebah yang sudah dikelola secara
modern dengan branding wisata dan menikmati madu langsung dari
sarangnya. Hal ini sepertinya menarik untuk dikembangkan dan
penempatan lokasi searah dengan tempat wisata yang saat ini sudah
ada, misalnya daerah anyer, atau wisata ziarah di kota Serang.
Pengembangan sentra oleh-oleh yang merupakan sentra wisata
oleh oleh khas Provinsi Banten dapat menampilkan berbagai produk
yang menjadi produk unggulan Banten, termasuk dengan hasil

288
pengembangan produk berbasis lebah. Jika pengembangan ini
dilakukan dengan sangat baik dan terintegrasi juga dengan fasilitas
pariwisata yang telah ada maka tentu kan menjadi tempat yang ramai
dikunjungi oleh para wisatawan yang berkunjung ke Banten, dan
dapat bergulir pengembangan ekonomi masyarakat, para umkm
dapat memasarkan produknya, selanjutnya akan membuka lapangan
pekerjaan bagi masyarakat lokal dan akan banyak pula pengusaha
muda dengan ide kreatif yang akan berinovasi menampilkan produk
unggulan lainnya. Demikian juga dengan Eduwisata lebah yang
keberadaannya membutuhkan tenaga yang cukup banyak, memberi
peluang lapangan kerja bagi masyarakat lokal dan eduwisata
memberikan nuansa baru bagi perkembangan wisata di Provinsi
Banten.
Selain sentra industri oleh oleh dan Eduwisata berbasis lebah,
untuk meningkatkan akses wisatawan mendapatkan produk unggulan
berbasis lebah, maupun membuka peluang pemasaran yang baik bagi
para umkm dan peternakan lebah memasarkan produknya, ada
baiknya Dinas Pariwisata dapat bekerjasama dengan berbagai hotel
dan penginapan yang ada di Banten untuk memberikan tempat atau
Space display atau mini toko di tempat wisata baik hotel maupun
penginapan, hal ini juga mendorong pemasaran produk unggulan
Banten berbasis lebah tentunya dengan kemasan dan desain yang
sudah sangat modern dan dapat menjadi oleh oleh yang berkelas bagi
wisatawan. Produk-produk ini dapat berupa madu, sabun, shampoo
atau kosmetik (lotion, cream, body scrub, lips balm dan produk
cosmetic lainnya). Pengembangan ini diharapkan akan menjadikan
wisata ke Banten jadi sangat menyenangkan dan wisatawan dapat
terpesona dengan alam dan wisata alam yang ada sekaligus menjadi
wisata belanja yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat
dan akan meningkatkan pula pendapatan daerah. [*]

289
Daftar Pustaka

Adalina, Y. 2008. Analisis Finansial Usaha Lebah Madu. Jurnal


Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol.V No. 3. hal. 217-
237.
Andri Setiawan., Rudianda Sulaeman., Tuti Arlita., 2016 , Strategi
Pengembangan Usaha Lebah Madu Kelompok Tani Setia Jaya
di Desa Rambah Jaya Kec. Bangun Purba Kabupaten Rokan
Hulu, Jom Faperta Vol. 3 No.1 Februari 2016,
https://media.neliti.com/media/publications/203135-strategi-
pengembangan-usaha-lebah-madu-k.pdf
Buku PANDUAN SINGKAT BUDIDAYA &BREEDING LEBAH
Trigona sp. BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU J BALAI
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
HASIL HUTAN, http://balitbangtek-
hhbk.org/2019/07/unggah/file-publikasi/panduan_trigona-
ilovepdf-compressed_(1).pdf
Desri Hamzah, 2011, Produksi Lebah Madu (Apis Cerana) yang
dipelihara pada Sarang Tradisional dan Modern di desa
Kuapan Kampar, Universitas Riau
Febriani, W. 2010.Prospek Pengembangan Budidaya Lebah Madu Di
Kelurahan Gunung Gede Kecamatan Kawalu Kota
Tasikmalaya.Skripsi Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Siliwangi. Jawa Barat.
Hadisoesilo, 2011, Peningkatan Produktivitas Lebah Madu melalui
penerapan Sistem Integrasi dengan Kebun Kopi, JIIPB 2011
Vol 21 No: 29-39
Melissa. 2008. Studi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu.
Rajawali Press. Jakarta

290
Trubus. 2010. Propolis Dari Lebah Tanpa Sengat. PT Trubus
swadaya. Bogor.
Novita, Rustama Saepudin, Sutriyono., 2013., Analisis
Morfometrik Lebah Madu Pekerja Apis cerana Budidaya pada
Dua Ketinggian Tempat yang berbeda, Jurnal Sains
Peternakan Indonesia, Vol 8 No. 1
Retno Widowati, Studi Usaha Ternak Lebah Madu Indigenous
Indonesia Apis Cerana Secara Tradisional di Bali, Prosiding
Seminar Nasional Prodi Biologi F. MIPA UNHI ISBN:978-
602-9138-68-9
Savitri, N.P.T., Hastuti, E.D., dan Suedy, S.W.A., (2017), Kualitas
Madu Lokal dari Beberapa Wilayah di Kabupaten
Temanggung, Buletin Anatomi dan Fisiologi, 2 (1): 58-66.
Tedjo Budiwijono, 2012, Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah
Apis Melipera melalui Mortalitas dan Luas Eraman Pupa di
Sarang Pada Daerah Ketinggian yang berbeda, JURNAL
GAMMA, ISSN: 2086-3071, 7(2) p : 111 - 123

291
Tentang Penulis

Dr. Eka Sari, S.T., M.T. adalah Dosen


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Saat ini
sebagai Kepala Laboratorium Bioengineering
and Biomedical Engineering (B & B Lab),
Research Center, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Lulus S1 dari JurusanTeknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
(UNSRI) pada tahun 1998. Selanjutnya Lulus
program magister pada JurusanTeknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2007
dan menyelesaikan Program Doktor di Jurusan Teknik Kimia
Fakuktas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) padaTahun 2015.
Pernah menjadi dosen Tamu di Institute of Bioproduct Development,
Universiti Malaysia, Johor Bahru Malaysia pada Tahun 2019 dan
menjadi Keynote Speaker pada Seminar Nasional “Eksplorasi Hulu
Demi Hilirisasi Produk” di Universitas Lampung pada tahun 2018.
Aktif pada penulisan artikel ilmiah dan jurnal nasional maupun
Internasional dan aktif penelitian pada bidang Bioengineering dan
Biomedical Engneering khususnya topic pengelolaan bahan alam
untuk bahan baku biosupplement dan kosmetik dan pengembangan
produk hilirisasi riset. Saat ini sedang menginisiasi pembangunan
pabrik kosmetik dan biosupplement dari bahan alam berbasis
tanaman dan produk lebah. Penulis dapat dihubungi melali Email/Hp:
ekasari_gt@yahoo.com, ekasari@untirta.ac.id/ 087807061974

292
KITAB SUCI BUKAN (HANYA) SOLUSI

Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq


Santri Kampung

emula, tulisan ini saya beri judul tanpa “hanya”. Namun,

S setelah berdiskusi dengan rekan saya satu angkatan dan satu


jurusan waktu kuliah di Aqidah Filsafat IAIN SGD Bandung,
dia menyarankan agar judul tulisan agak diperhalus, untuk
mengantisipasi kesalah pahaman pembaca yang bisa menuai
kontroversi.
Saya bilang, bukankah kajian seperti ini telah menjadi
kebiasaaan dan rutinitas kita selama kuliah dan setelahnya? Dia
sampaikan, bahwa pembaca itu beragam, baik latar-belakangnya,
lingkungannya, pemikirannya, gurunya, bahan bacaannya, dan
tingkat pemahamannya. Heterogenitas pembaca mesti
dipertimbangkan. Demikian katanya.
Andai tanpa “hanya” yang saya selipkan dalam tanda kurung,
bisa jadi anda pun sebagai pembaca merasa “terganggu” dan tak
setuju dengan statement diatas kan? Tapi sabar dulu ya! Baca dulu
penjelasannya hingga tuntas. Hanya saja, sebelum kebenaran
statement itu terpatahkan, saya sodorkan beberapa fakta yang
menjadi pembenar atas benarnya statement (sementara) itu.
Begini. Kebenaran agama itu kadang datangnya terlambat.
Malah telat. Dalil agama kerap muncul hanya sebagai jawaban atas
sebuah persoalan. Padahal, model begitu itu hanya terjadi dulu,
ketika Nabi SAW menerima wahyu.

293
Islam, sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam, diturunkan
secara temurun sejak Nabi Adam AS turun ke bumi. Prinsip dasar
ajaran Islam diturunkan oleh Allah SWT secara berkelanjutan oleh
para nabi; dari nabi pertama hingga nabi terakhir. Mulai Nabi Adam
AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi
Muhammad SAW. Bagi pembaca yang sudah khatam baca sirah
nabawiyah pasti paham, mengapa saya hanya menukil beberapa
nama nabi tersebut.
Sama seperti para nabi sebelumnya, Muhammad SAW sebagai
nabi terakhir, mendapat wahyu dari Allah SWT lewat Malaikat Jibril.
Sebagai seorang yang “ummi”, beliau selalu menunggu wahyu dari
Allah SWT atas jawaban bagi setiap persoalan dan permasalahan
yang dihadapi oleh umat.
Bila ketika lama tak ada kabar yang dibawa oleh Malaikat
Jibril, Nabi SAW kadang langsung “berijtihad” sendiri. Tentu
ikhtiarnya ini senantiasa berada dalam bingkai bimbingan langsung
Allah SWT. “Akhlak Nabi SAW adalah Al-Quran”, demikian
menurut Aisyah RA saat ditanya oleh Hisyam bin Amir.
Hampir 23 tahun lamanya Nabi SAW senantiasa memberikan
jawaban atas setiap persoalan yang dihadapi oleh umat Islam saat itu.
Hingga kemudian pada suatu hari di akhir kenabian beliau, Allah
SWT menegaskan bahwa “pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu”.
Dengan demikian, Islam hadir ditengah umat sebagai solusi
atas problematika keumatan. Prinsip, norma, dan nilai Islam
senantiasa menjadi pegangan dan pedoman bagi umat Islam dalam
berpikir, bertutur, dan bertindak.
Sudah lebih dari 1400 tahun konsep sempurna ini diterapkan
secara turun-temurun oleh kita sebagai penganutnya. Pada masa
keemasannya bahkan mampu menguasai dua per tiga dunia. Mulai

294
dari Jazirah Arab hingga daratan Afrika, Eropa, dan Asia. Islam
menguasai dunia.
Dalam rentang waktu yang demikian panjang, kini mestinya
Islam bukan hanya menjadi dan berada pada posisi pemberi solusi.
Bukan hanya menjadi pemberi jawaban, bukan hanya menjadi
pembenar atas penemuan dan penelitian yang dilakukan oleh
manusia.
Kerap kali norma agama, khususnya dalil agama, atau kutipan
kitab suci, datang belakangan dan sekedar menjadi pembenar atas
penemuan manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Orang
lain yang menemukan, mereka yang susah payah melakukan
penelitian, mereka yang berkeringat, lalu dengan entengnya kita
mengatakan “itu semua sudah ada dalam kitab suci”. Agama hanya
jadi pembenar belaka.
Padahal, Islam sudah berumur lebih dari 14 abad. Rentang
yang sudah amat lama. Mestinya, Islam bukan hanya menjadi solusi.
Bukan menjadi pahlawan yang kesiangan. Bukan hanya jago
mengklaim. Mestinya, Islam menjadi inspirasi.
Dengan ajaran yang terkandung dalam kitab suci, yang telah
kita yakini kebenarannya, mestinya kita bisa melakukan penelitian
dan penemuan lewat ilmu pengetahuan dan teknologi. Bayangkan,
Galileo dengan fisika dasarnya, Newton dengan gravitasinya,
Copernicus dengan heliosentrisnya. Lalu, untuk tidak ingin dikatakan
bahwa Islam datang terlambat, dengan mudahnya kita mengklaim
bahwa semua teori itu sudah ada dalam kitab suci.
Itu beberapa contoh magnum-opusnya para ilmuwan dunia.
Pada contoh yang lebih sederhana dan dekat dengan keseharian kita,
maka fenomena cocoklogi yang kerap kita lakukan adalah bentuk
lain dari fenomena “pahlawan kesiangan” itu.

295
Cocoklogi yang saya maksud adalah perilaku kita yang kerap
mencocok-cocokkan sebuah kejadian faktual dan mutakhir dengan
kutipan kitab suci. Gejala ini marak terjadi dan mencapai puncaknya
ketika agama dijadikan dan diseret sebagai media bagi kepentingan
politik.
Demo atas nama agama yang dilakukan secara berjilid, tanggal
dengan nomor cantik yang dipilih sebagai waktu yang pas dan tepat
untuk melakukan aksi, makna yang dipaksakan atas nomor urut
pasangan calon yang didukung, yang kemudian seolah mendapat
legitimasi dari angka-angka pada ayat dan surat dalam kitab suci,
adalah sebagian kecil dari beberapa contoh gejala cocoklogi. Seolah
mendapat pembenaran dari kitab suci.
Yang terbaru, memaksakan untuk mencocokkan antara wabah
corona dengan kalimat “waqorna” pada awal Ayat 33 Surat Al-
Ahzab dengan cara memotongnya menjadi “qorna” yang dipahami
sebagai “corona”. Cocok kan? Iya cocok, karena dipaksa untuk
cocok.
“Subhanallah, astaghfirullah, tidak ada kebetulan di dunia ini”,
adalah beberapa contoh diksi yang kerap dipakai sebagai gambaran
ungkapan benarnya ajaran agama atas apa yang terjadi. Kalimat
mulia itu seolah menjadi justifikasi atas cocoknya ayat dengan fakta.
Mengapa kita tidak melakukan sebaliknya; kitab suci menjadi
inspirasi, bukan hanya dijadikan sebagai solusi.
Akhirnya, agama, kitab suci, dalil naqli, hanya menjadi
justifikasi. Datang belakangan. Telat. Padahal, bila kita
menempatkan agama, kitab suci, dan dalil naqli sebagai inspirasi,
maka kebenaran yang dibawa agama akan semakin teruji. Norma dan
nilai islami menginternalisasi pada seluruh aspek kehidupan.
Mari kita hadirkan agama sebagai pembawa inspirasi. Bukan
hadir dan datang hanya sebagai pemberi solusi. Mari kita sajikan

296
kebenaran agama secara argumentatif. Karena menyajikan dan
membela agama dengan cara konyol –dan kebiasaan cocoklogi
adalah salah satu bentuk kekonyolan- hanya akan membuatnya
sebagai bahan olokan belaka. Wallahualam. [*]

Tentang Penulis

Ocit Abdurrosyid Siddiq, lahir di Lebak, 7


Juli 1973. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana
di Prodi Aqidah Filsafat IAIN SGD Bandung
tahun 1997. Penulis pernah menjadi Guru
Ponpes Daar el Qolam Gintung Tangerang,
Dosen Fisip Unma Pandeglang. Pernah juga
menjadi Konsultan Japan International
Cooperation Agency, Anggota Panwaslu
Kabupaten Tangerang, dan saat ini sebagai
Anggota Bawaslu Provinsi Banten. Penulis pernah aktif dalam
organisasi, diantaranya; Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah,
Himpunan Mahasiswa Islam, Keluarga Mahasiswa Banten-Bandung
Keluarga Alumni Korps Mahasiswa Islam, dan sekarang aktif di
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.

297
298
KETAHANAN PANGAN DAN EKONOMI
RAKYAT DI MASA PANDEMI COVID-19

Oleh: Iis Solihat


Anggota ICMI Orwil Banten

T
erjadi fenomena di dunia dengan ditetapkannya pandemi
COVID-19, berbagai negara yang telah terjangkit
melakukan berbagai upaya untuk menghentikannya
termasuk Pemerintah Indonesia berbagai upaya, arahan dan
simulasi dari Pemerintah terus menerus digencarkan mulai dari
tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota termasuk
wilayah pedesaan aktif dalam pencegahan, pengobatan dan
penanggulangan dampak dari penyakit yang berasal dari virus
corona ini.
Pandemi mendatangkan efek dan ujian bagi masyarakat
Indonesia oleh karenanya sebagai masyarakat Muslim kita wajib
bersabar atas segala ujian dari Allah Swt. sambil terus berdoa dan
berupaya dalam melakukan pencegahan dan mengikuti semua
himbauan Pemerintah, untuk menekan penyebaran Pandemi
COVID-19 ini. Sektor pangan atau makanan merupakan penyokong
utama pertumbuhan perekonomian Indonesia dan memiliki
kontribusi yang besar di Indonesia. Sektor pangan dan makanan saat
pandemic COVID-19 mengalami penurunan, selain itu dampak dari
COVID-19 para karyawan dari berbagai perusahaan maupun
instansi dirumahkan.

299
Masalah atau problema lain bagi Bangsa Indonesia ada
banyak pula karyawan yang terancam pemberhentian hak kerja
(PHK) akan mengakibatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan
baru karena banyak pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk
dikerjakan dirumah, seperti halnya kegiatan produksi perusahaan
manufaktur yang bergantung pada mesin yang berada di tempat
produksi. Berbagai perusahaan yang berhenti beroperasi dapat
meningkatan jumlah angka pengangguran dan mengurangi produk
domestik bruto (PDB) serta menghambat pertumbuhan ekonomi
Indonesia
Perekonomian yang terjadi pada saat pandemic ini,
mengakibatkan kemacetan sistem perekonomian di Pasar tradisional
maupun minimarket yang menjual kebutuhan dasar masyarakat. Para
pelaku ekonomi kesulitan dalam aktifitas ekonomi para pembeli di
pandemic COVID-19 adalah harga yang melonjak sangat tinggi
namun pendapatan para konsumen yang kurang untuk memenuhi
kebutuhan mengakibatkan kemacetan dalam perputaran uang kutipan
dari rachmaniar S.A.P (2020).
Analisa dalam pemberitaan media Televisi, Media On Line
berbagai Radio tengah membahas mengenai ekonomi banyaknya
antrian pembagian sembako, pembagian nasi bungkus dan tingkat
criminal yang meningkat dalam masa pandemi, penulis melakukan
wawancara dengan berbagai pelaku ekonomi kecil, observasi dan
pengamatan di lapangan: di Warung, Minimarket, Warung
Makanan, Pasar Traditional dengan pengamatan jarak jauh
Sosial distancing yang mempengaruhi perubahan sistem
pasar ekonomi permintaan dari suatu barang. Dalam kondisi ini
pembeli lebih memilih membeli kebutuhan dasar. Saat ini
permintaan pasar kebutuhan dasar yaitu makanan atau sembako
meningkat tajam selain barang-barang yang menunjang seperti :

300
masker, sabun cuci tangan, sarung tangan, hand sanitizer. (Chusnah,
2020).
Berbagai bentuk kepedulian berdatangan dari berbagai
kalangan sebagai bukti solidaritas dan usaha-usaha mengatasi
pandemi corona ini, kepedulian kepada roda ekonomi masyarakat
supaya tetap bergerak dan berputar terutama dalam perekonomian
dari kalangan masyarakat bawah. Penulis melakukan analisa yang
terjadi pada masyarakat bahwa kegiatan ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan dasar saat pendemi ini seharusnya lebih ditekankan
pada layanan kesehatan, ketahanan pangan, langkah yang perlu
segera dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat maupun daerah
adalah dengan meningkatkan produksi pangan serta menjaga
gudang penyimpanan pangan untuk meningkatkan ketahanan
pangan. Mekanisme pasar regular semakin banyak produk pangan
dan tidak mengalami kelangkaan maka stabilitas harga akan terjaga.
[*]

Daftar Pustaka

Rachmaniar, S. A. P. (2020). Mekanisme Penawaran Pasar Porong


Yang Terjadi Saat Pandemi Covid-19.

Chusnah, A. (2020). Pengaruh Kondisi Pandemi Pada Permintaan


Pasar Fast Food.

Rejekiningrum, P. (2013). Model optimasi surplus beras untuk


menentukan tingkat ketahanan pangan nasional.

301
Tentang Penulis

Iis Solihat, S., M.Ak. Lahir di Tangerang, 11


April 1984 Putri pertama dari dua bersaudara
dari Ayahanda bernama Eri Suheri, S.H. dan
sang Ibunda bernama Yuyum Haryunani.
Llulus S1 pada Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Mercu Buana Jakarta, lulus S2 di Program
Magister Akuntansi Universitas Mercu
Buana. Sebagai Pengajar (Tutor) pada Tutorial On Line Fakultas
Ekonomi Universitas Terbuka mata kuliah Akuntansi Manajemen
dan Akuntansi Biaya, Pengajar pada STIE Al-Khairiyah Cilegon
mata kuliah Akuntansi Manajemen, Budgeting Perusahaan,
Operational Research, Manajemen Investasi Portofolio hingga
sekarang. Telah mengikuti pelatihan Chartered Global Management
Accountant (CGMA) di Jakarta.

302
KEBEBASAN BEREKSPRESI ANTARA HAK
ASASI DAN INTIMIDASI

Oleh: Milla Fadhlia


Pengurus ICMI Orwil Banten

P ada saat saya on-air di salahsatu media elektronik radio


hari Selasa, 9 April 2019 pukul 09.30 wib terkait
pernyataan sikap atas kebijakan Pemerintah Kabupaten
Pandeglang muncul pertanyaan: “Apakah ada terror atau intimidasi
yang ditujukan kepada ibu pasca statement ibu dimuat di beberapa
media online dan pasca on-air di radio ini?” saya hanya jawab:
“Setiap yang kita lakukan pasti akan ada pro dan kontra, kita harus
siap dengan berbagai resiko yang akan terjadi”. Resiko yang terjadi
diantaranya adanya terror dan intimidasi, bagi ASN seperti saya
resiko tidak hanya itu tetapi juga ada sangsi kedinasan ketika sikap
yang dilakukan dipandang menentang kebijakan sekalipun
maksudnya benar.
Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman pribadi ketika
melakukan sebuah penolakan terhadap kebijabakan Pemerintah
Kabupaten Pandeglang yang ditujukan kepada ASN hususnya di
lingkungan dinas pendidikan dan juga beberapa pernyataan sikap
terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan yang semua bentuk
pernyataan sikap tersebut dimuat di tiga media online.

303
Kebebasan Berekspresi
Salah satu kecenderungan manusia dalam melakukan
hubungan interpersonal adalah menyampaikan perasaan, sikap dan
pikiran-pikirannya kepada orang lain baik dalam bentuk verbal,
grafis, tingkahlaku maupun isyarat tertentu lainnya. Perasaan, sikap
dan pikiran itu disampaikan dengan maksud agar mendapat
tanggapan dari orang lain sesuai dengan apa yang diharapkannya.
Penyampaian perasaan, sikap dan pikiran-pikiran yang disebut
dengan ekspresi ini akan disikapi sesuai dengan pesan yang
disampaikannya.
Dalam berekspresi, setiap orang memiliki gayanya masing-
masing begitupun dengan metode dan media yang digunakan juga
bermacam-macam ada yang melakukannya dengan orasi, unjuk rasa,
tulisan, pameran, karikatur, kampanye dan yang lainnya. Sejalan
dengan ini, peristiwa ekspresi manusia banyak ayat dalam Al-Quran
yang menjelaskannya diantaranya yaitu Surat An-Nahl ayat 58 yang
artinya:
“Padahal apabila seseorang dari mereka diberi
kabar dengan kelahiran anak perempuan, wajahnya
menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat
marah”.
Marah adalah salah satu bentuk ekspresi sikap yang dimiliki
manusia dan pada kondisi tertentu disadari atau tidak ekspresi ini
akan nampak dengan sendirinya. Selain itu dalam UUD 1945
Amandemen ke II yaitu dalam pasal 28 E ayat (2) menyatakan
bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat”.
Dalam pasal 22 ayat (3) UU No. 39 1999 tentang Hak Asasi
Manusia juga menyatakan:

304
“Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya
secara lisan atau tulisan melalui media cetak
maupun media elektronik dengan memperhatikan
nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum dan keutuhan bangsa’.
Undang-Undang Nomor 9 Tahun1998 pasal 5 tentang
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum memberikan
hak yang sama kepada warga Indonesia untuk mengeluarkan pikiran
secara bebas sekaligus memperoleh perlindungan hukum.
Dalam pandangan agama, sekalipun berekspresi diberi
kebebasan namun tidak berarti bebas tanpa batas. Berekspresi tetap
harus dilakukan dengan mengedepankan etika sehingga pesan yang
disampaikan dapat diterima. Oleh karena itu, berekspresi apapun
bentuknya harus tetap memperhatikan faktor tanggungjawab,
kesopanan, kebenaran dan kejujuran. Tanggung jawab adalah suatu
sikap yang selalu dituntut dalam setiap aktivitas. Ucapan yang
dilontarkan, perbuatan yang diwujudkan dalam tingkahlaku termasuk
apa yang diyakini dalam hati merupakan hal yang harus
dipertanggungjawabkan baik secara moral, intelektual dan spiritual
dihadapan Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat
Al-Zalzalah ayat 7-8 yang artinya:
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat
zarrah, niscaya dia akan mendapat balasannya.
Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat
zarrah, niscaya dia akan mendapat balasannya”.

Sebagai individu, manusia memiliki keinginan untuk bebas


melakukan aktivitas apasaja yang dikehendakinya, ingin bebas

305
bereskpresi tanpa dihalangi aturan apapun. Namun sebagai mahluk
sosial manusia harus mempertimbangkan keberadaan orang lain
sehingga dituntut untuk tidak berbuat sekehendaknya yang membuat
orang lain terganggu. Dalam hal ini, agama mengajarkan bahwa
menyampaikan pendapat, ide, saran dan gagasan harus dilakukan
dengan sopan.
Selain itu, kebenaran dan kejujuran juga merupakan hal yang
sangat penting dalam setiap aktivitas yang dilakukan begitupun
dalam berekspresi. Seringkali kita jumpai sekelompok orang
berteriak-teriak di jalanan seolah-olah memperjuangkan sesuatu
padahal yang dilakukannya karena dibayar bukan atas dasar
ketulusan hati memperjuangkan sebuah nilai. Ada juga yang
bersikukuh pada argumentasinya sekalipun tidak didukung oleh data-
data uang akurat dan valid.

Ekspresi dan Hak Asasi


Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat Hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Dari
pengertian ini dapat diketahui bahwa Hak Asasi Manusia memiliki
ciri-ciri yang tidak bisa diganggugugat oleh siapapun yakni bersifat
hakiki dan universal.
Hak Asasi Manusia bersifat hakiki artinya Hak Asasi Manusia
adalah hak semua manusia yang sudah ada sejak lahir sedangkan
universal adalah Hak Asasi Manusia berlaku untuk semua orang
tanpa memandang status , suku bangsa, gender atau perbedaan
lainnya. oleh karena itu, Hak Asasi Manusia itu tidak dapat
diabaikan, apalagi dihapuskan.
Ekspresi merupakan salahsatu Hak Asasi Pribadi (Personal
Right) dan merupakan hak dari setiap manusia sebagaimana

306
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 28f (amandemen ke 2) yaitu: “Setiap
oprang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia”.

Sejak lahir ke dunia manusia sudah melakukan ekspresi


berupa tangisan sebagai tanda bahwa ia hidup. Tangis ini kemudian
direspon dengan ekspresi suka cita sebagai ungkapan rasa bahagia
atas kelahiranya. Ekspresi demi ekspresi dilakukan oleh manusia
untuk menunjukkan eksistensi dihadapan orang lain dan ini tidak
bisa diabaikan apalagi dihilangkan.
Karena ekspresi adalah hak asasi maka siapapun memiliki
kebebasan untuk melakukannya dimanapun ia berada. Namun,
kebebasan berekspresi ini bukan berarti mengabaikan hak asasi
manusia yang lainnya oleh karena itu ekspresi sebagai hak asasi
harus tetap menghormati dan menghargai hak asasi orang lain.

Ekspresi dan Intimidasi


Sebagaimana diuraikan diatas bahwa ekspresi adalah hak asasi
yang mendapat jaminan dan dilindungi oleh Undang-Undang.
Kendati demikian pada tataran implementasinya tidaklah demikian
sehingga berakibat buruk pada system pemerintahan karena ketika
kebebasan berekspresi dan berpendapat terbelenggu maka kontrol
terhadap pemerintahan itu tidak akan ada.
Dalam system demokrasi, kebebasan berekspresi dan
berpendapat adalah syarat utama karena dalam system ini kekuasaan
tertinggi terdapat ditangan rakyat. Hal ini sebagaimana tertuang

307
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pasal 1 ayat (2) yaitu: “kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”. Ini membuktikan
bahwa Rakyat Indonesia memegang kedaulatan.
Dalam teori kedaulatan rakyat dinyatakan bahwa kekuasaan
tertinggi dalam suatu Negara berada ditangan rakyat. Teori ini
berusaha mengimbangi kekuasaan tunggal raja atau pemimpin
agama. Dengan demikian, teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa
teori ini menjadi dasar dari Negara-negara demokrasi.
Indonesia sebagai Negara demokrasi sejatinya memegang
teguh kedaulatan rakyat karena dengan rakyat berdaulat Negara akan
kuat. Rakyat sebagai agent of control tidak perlu di intimidasi ketika
berekspresi mengeluarkan pendapatnya. Hingga saat ini, masih
terdapat upaya-upaya kelompok tertentu di masyarakat untuk
melakukan persekusi terhadap praktek kebebasan berekspresi
dikarenakan perbedaan pandangan. Kebebasan berekspresi
dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap penguasa padahal
yang sebenarnya tidaklah demikian.
Dalam beberapa kasus yang saya temui, ASN sajapun tidak
memiliki keberanian untuk berbeda pendapat dengan atasannya.
Alasannya sangat klasik yaitu takut kehilangan jabatan, dinon jobkan
atau di mutasikan ke daerah yang terisolir sehingga dengan terpaksa
selalu menerima setiap kebijakan. ASN memang dituntut untuk
memiliki loyalitas namun menurut saya tidakberarti harus nrimo dan
sumuhun dawuh pada atasan atau pimpinan.
Intimidasi terjadi tidak hanya dilingkungan kedinasan namun
hampir disetiap lembaga atau instansi apapun bisa kita jumpai. Setiap
bentuk perbedaan pandangan dalam menyikapi kebijakan selalu
dipandang sebagai sebuah perlawanan sehingga menganggap perlu
untuk diintimidasi bahkan tidak hanya karena perbedaan pandangan,

308
memberitakan yang sebenarnya sajapun diintimidasi seperti yang
terjadi pada para jurnalis yang mendapat perlakuan kekerasan fisik
dan intimidasi seperti yang dilansir Mediabantencyber.co.id tanggal
26 September 2019 bahwa wartawan Banten melakukan aksi prihatin
dan mengecam adanya tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap
rekan wartawan di beberapa daerah pada saat melakukan tugas
jurnalistiknya. Bahkan belum lama ini, SuaraBanten.id tertanggal 20
April 2020 memberitakan bahwa beberapa jurnalis di kota Serang
diintimidasi dengan bentuk menghalang-halangi tugas jurnalis pada
saat meliput tragedy meninggalnya seorang ibu miskin karena wabah
corona di Banten bahkan video hasil liputannya dihapus secara
paksa.
Ironis memang, di tengah-tengah perkembangan zaman yang
serba canggih yang konon generasinya disebut sebagai generasi
millennial ternyata rakyatnya masih dirundung ketakutan untuk
berbeda pandangan atau menyampaikan yang sebenarnya terjadi
padahal sepanjang perbedaan itu rasional dan argumentative dapat
dijadikan masukan dan pertimbangan dalam membuat sebuah
keputusan. Sepanjang pemberitaan para jurnalis itu benar sejatinya
dapat dijadikan evaluasi dan motivasi untuk bertindak secara cepat
dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Jangan sampai hanya
karena ingin meraih sebuah prestasi demi prestise mengabaikan nilai-
nilai kemanusiaan. Akan lebih bermartabat jika prestasi itu diperoleh
dengan cara-cara yang elegan dan normative. Saat ini, sudah bukan
zamannya lagi untuk melakukan intimidasi. Semua manusia,
memiliki hak untuk berekspresi sepanjang sesuai dengan norma-
norma yang berlaku. [*]

309
Tentang Penulis

Milla Fadhlia, lahir di Pandeglang, 25


September 1971. Menyelesaikan pendidikan
Sarjana S1 di IAIN SGD Bandung tahun
1997, kemudian melanjutkan ke jenjang S2 di
STAI At Thohiriyah Jakarta tahun 2010. Saat
ini aktif sebagai Sekretaris Daerah ‘Aisyiyah
Kabupaten Pandeglang sejak tahun 2015-
sekarang, menjadi Anggota Majlis
Kebudayaan ‘Aisyiyah wilayah Banten tahun 2015-sekarang, Ketua
Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga MUI Kabupaten
Pandeglang tahun 2016-sekarang, dan diangkat sebagai Ketua
FORHATI Kabupaten Pandeglang tahun 2018-sekarang. Penulis
aktif juga di Organisasi Profesi, sebagai Ketua Bidang
Pemberdayaan Perempuan KORPRI kecamatan Saketi 2012-2017,
Sekretaris Bidang Publikasi dan Literasi IGI Kabupaten Pandeglang
2016-sekarang, dan Ketua Gerakan Literasi Sekolah SMPN 1 Saketi
tahun 2015 – sekarang.
Penulis juga aktif sebagai Instruktur, diantara pernah menjadi
Instruktur Kurikulum 2013 LPMP Banten tahun 2014-2018,
Instruktur Kurikulum 2013 Mapel PABP Kementrian Agama RI di
Maluku Utara, Pemateri di Latihan Kader Mahasiswa HMI dan
IMM, Pemateri pelatihan Kompetensi guru tahun 2017 di
Pandeglang, dan Pemateri pada Sosialisasi Pilkada KPU Kabupaten
Pandeglang tahun 2015 dan 2020. Selain sebagai Instruktur, penulis
telah juga aktid menulis artikel dan buku. Buku yang pernah di
terbitkan adalah Membentuk Karakter anak Masa Depan (2016).
Saat ini penulis berprofesi sebagai Guru di SMPN 1 Saketi sejak
tahun 2003 sampai sekarang., dan pernah juga menjadi Dosen

310
Luarbiasa di STAIBANNA tahun 2005-2010, STAISMAN tahun
2007-2010, dan UNMA tahun 2007-2010. Penulis berdomisili di Jln.
Raya Labuan KM. 28 Pasirwaru Menes Pandeglang, no WhatsApp
yang dapat dihubungi: 081283759292

311
312
DEMOKRASI KITA DITENGAH PANDEMI
COVID-19

Oleh : Odih Hasan


Pengurus ICMI BANTEN

P
andemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia,
hingga saat ini tak dapat diprediksi keberlangsungannya. Di
satu sisi, negara dihadapkan pada kehidupan demokrasi yang
tetap berjalan demi menjaga keberlangsungan kedaulatan rakyat.
Pandemi Covid-19 bisa menjadi ganjalan dalam upaya penguatan
demokrasi yang menjadi salah satu amanat reformasi. Di tengah
pandemi COVID-19 ini secara substansi demokrasi kita memang
tidak banyak perubahan. Kita pada dasarnya masih akan menghadapi
problematika demokrasi yang sama. Beberapa fenomena terakhir
cenderung mengkonfirmasi hal ini. Pertama, masih terus
lemahnya checks and balances dari DPR. Kondisi semacam ini
tampak telah menjadi natur DPR era Jokowi yang pada umumnya
kurang kritis dan sekadar menjadi pendukung penguasa.
Ini terkonfirmasi dari bagaimana sikap DPR yang tampak
tidak terlalu terusik dengan kelambanan respon pemerintah pusat
sejak virus mulai merebak. Begitupula saat munculnya beberapa kali
inkonsistensi kebijakan yang membingungkan masyarakat. Bahkan
hingga ketika tidak lancarnya pemberian bantuan sosial dan
munculnya pencitraan bagi-bagi sembako, DPR tampak tak
bergeming. Meski mulai ada suara-suara kritis, secara umum
nuansa over-protective parlemen kepada pemerintah masih terasa.

313
Di sisi lain, Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 menjadi
tantangan demokrasi tersendiri di era ini. Selain menjamin
kedaulatan rakyat, pelaksanaan Pilkada juga perlu menjamin
keselamatan dan kesehatan masyarakat. Meski Jadwal Pilkada
serentak 2020 ini diundur tiga bulan dari semula 23 September 2020.
Penundaan ini dilakukan mengingat pandemi virus Corona 2019 atau
Covid-19 yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia yang tiap
hari kasusnya semakin bertambah.
Sebelumnya presiden melalui Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang ditanda-
tangani 5 Mei 2020, memilih 9 Desember 2020 sebagai waktu
pelaksanaan Pilkada Serentak.Meski, dalam perppu itu juga dibuka
kemungkinan perubahan waktu bila krisis pandemi COVID-19
belum tuntas diatasi.
Pilkada serentak , sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1)
UU nomor 8 Tahun 2015, dilaksanakan lima tahun sekali secara
serentak di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Melalui Undang- undang No. 8 Tahun 2015, butir ’’g’’ keluar
fomulasi ulang tahapan pilkada serentak. Undang – undang itu
mengamanatkan pilkada serentak digelar menjadi tujuh gelombang.
Gelombang pertama (Desember 2015), gelombang kedua (Februari
2017), gelombang ketiga (2018), gelombang ke empat (2020),
gelombang kelima(2022), gelombang keenam (2023), untuk kepala
dan wakil kepala daerah hasil pilkada 2018.
Pilkada serentak pada gelombang ketujuh, akan dilakukan
serentak secara nasional pada tahun 2027. Dan, untuk lima tahun
selanjutnya dan seterusnya, pilkada akan dilakukan serentak secara
nasional. Dengan ini, kesan setiap dua atau tiga hari berlangsung satu
kali pilkada lagsung di Indonesia akan hilang. Kesan itu bukanlah
berlebihan, mengingat negeri ini terdiri dari 34 provinsi, 399

314
kabupaten dan 98 kota. Sejak 1 Juni 2005 hingga desember 2014,
telah berlangsung 1.027 kali pilkada langsung, dengan perincian
sebanyak 64 pilkada di provinsi, 776 pilkada di kabupaten dan
sebanyak 187 pilkada di kota.
Kita mengerti bagaimana sibuknya penyelenggara pilkada
(KPU) baik di kabupaten, kota, provinsi dan pusat dalam
menyiapkan semua tahapan pilkada langsung. Kita juga mengerti
bagaiamana masyarakat yang dalam hal ini memiliki hak memilih,
tentu saja juga menyita waktu untuk bertemu dan mendengarkan
ceramah dari para pasangan calon maupun tim sukesnya. Demikian
juga kita mengerti bagaimana aparat keamanan dalam menyiapkan
pengamanan prima agara pilkada langsung itu berjalanan dengan
tertib dan aman.
Belum lagi mengenai konflik yang terjadi setelah pembacaan
hasil pilkada. Mahfud MD, ketika masih memimpin Mahkamah
Konstitusi, menangani 396 gugatan sengketa pilkada sepanjang 5
tahun. Jumlah tersebut, menurutnya, mencapai 80 persen dari seluruh
pilkada di Indoneisa. Sebagai contoh, pada tahun 2012, sebanyak 77
daerah melaksanakan pilkada (saat itu namanya pemilukada), yang
terdiri atas 6 provinsi, 18 kota, dan 53 kabupaten di seluruh
Indonesia. Dari jumlah tersebut, sengketa yang diajukan ke MK
berasal dari 4 provinsi, 12 kota, dan 43 kabupaten. Totalnya
berjumlah 59 daerah atau 76,62 persen pilkada yang di sengketakan
ke MK. Menurut Mahfud MD, hamper 100 persen pilkada di
Indoneisa bermasalah (walaupaun tidak semua berperkara di MK).
Saat sedang menulis artikel ini saya sempat membaca
beberapa diskusi di salah satu Grup WhatsApp, saya terenyak oleh
pertanyaan seorang kawan di grup itu.”Apa risikonya jika pemilu
(pilkada serentak) yang di paksakan desember nanti yang mahal ini
tak menghasilkan pemimpin yang diharapkan?”

315
Tentu saja, Mahalnya biaya kekuasaan pantas dirisaukan.
Indonesia begitu cepat menandingi fenomena yang sama di Amerika
Serikat, dengan produk nasional bruto (GNP) yang tak tertandingi
negara kita. Indikasinya bisa dilihat dari kenaikan secara
eksponensial total belanja iklan politik.
Menurut Nielsen (Media Indonesia), pada Pilpres 2014 total
belanjaiklan politik sebesar Rp109,74 triliun. dan masa kampanye
Pemilu pada 24 Maret-13 April 2019 terdapat peningkatan belanja
iklan sebesar Rp 500 miliar.Ini berbeda tajam pada saat awal
reformasi medio 1999 total belanja iklan politik hanya berkisar 35
Miliar saja.
Dari total belanja iklan pemerintahan dan organisasi politik,
kontributor terbesarnya adalah iklan pasangan calon presiden dan
wakil presiden sebesar Rp 206,6 miliar atau 20%. Posisi kedua
disumbangkan oleh iklan Komisi Pemilihan Umum (KPU) senilai Rp
93,2 miliar dan calon anggota legislatif (caleg) sebesar Rp 92 miliar.
Ditengah terkurasngnya kas negara untuk membiaya Covid 19
ini tentu saja Jumlah di atas akan kian mengerikan jika ditambah
pembiayaan pelaksanaan pemilu serentak desember nanti tetap
dipaksakan karena kita sedang dalam masa paceklik perekonomian
yang mengimpit negeri akibat pendemi covid -19. Belum
sepenuhnya pulih ekonomi kita, seketika muncul pandemi Covid - 19
yang membuat krisis ekonomi global dan membawa luberan krisis
baru yang melumpuhkan.
Kontradiksi harus diwaspadai karena David Morris Potter
pernah berhipotesis, ”Demokrasi lebih cocok bagi negara dengan
surplus ekonomi dan kurang cocok bagi negara dengan defisit
perekonomian.” Upaya memperjuangkan demokrasi dengan ongkos
mahal, dalam kondisi paceklik, bisa berujung pada penggalian
kuburan demokrasi.

316
Institusi demokrasi
Isu utamanya bukanlah muncul atau tidaknya pemimpin yang
diharapkan, tetapi sehat atau tidaknya institusi demokrasi sebagai
produk ekstravaganza politik itu. Penekanan pada penyehatan
institusi ini adalah konsekuensi dari pilihan Indonesia untuk keluar
dari rezim stabilitas yang tertutup menuju rezim stabilitas yang
terbuka.
Pada rezim pertama, stabilitas negara sangat bergantung pada
karisma pemimpin secara individual. Kapasitas pemerintah untuk
mengimplementasikan kebijakan cenderung mengalami sentralisasi
yang memusat pada pemimpin besar.
Durabilitas dari stabilitas negara semacam itu dibatasi siklus
karisma pemimpinnya; sedangkan ketertutupannya terhadap
dinamika intern dan ekstern membuatnya tak memiliki kelenturan
dalam menghadapi guncangan (shock) sehingga mudah terjerembab
ke dalam krisis.
Pada rezim kedua, stabilitas negara bergantung pada karisma
institusi-parlemen yang representatif dan responsif, eksekutif dengan
kapasitas direktif-koordinatif, birokrasi yang impersonal, lembaga
peradilan yang independen, lembaga pemilihan yang tepercaya dan
imparsial, serta komunitas-komunitas kewargaan yang partisipatif.
Kebijakan negara terbuka bagi dinamika arus informasi dan ide dari
luar maupun dalam negeri, yang membuatnya memiliki daya
absorpsi terhadap guncangan.
Negara yang bertransisi dari rezim stabilitas yang tertutup
menuju stabilitas yang terbuka akan menjalani periode instabilitas
yang berbahaya. Celakanya, tidak ada jalan pintas untuk itu dan tidak
selamanya bisa dilalui. Trayek yang dilalui bisa membawa negara
pada empat posisi: negara tanpa stabilitas (failed state), berstabilitas
rendah, berstabilitas moderat, dan berstabilitas tinggi.

317
Beruntung transisi politik Indonesia saat ini tidak membuatnya
terjerembab ke dalam failed state, yang ditandai dengan
ketidakmampuan negara untuk mengimplementasikan dan
menegakkan kebijakan. Indonesia saat ini berada pada status negara
berstabilitas rendah; ditandai dengan otoritasnya yang masih diakui
dan hingga taraf tertentu masih mampu menegakkan hukum, tetapi
masih berjuang untuk bisa mengimplementasikan kebijakan efektif
dan efisien.
Demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi, reformasi dalam
institusi perekonomian, politik, dan birokrasi menjadi keharusan.
Industri yang tidak efisien harus ditutup atau disehatkan, pemborosan
sumber daya alam diakhiri, ketergantungan pada pihak asing
dikurangi dengan memperkuat kemandirian; prosedur dan
kelembagaan politik disederhanakan dan diberdayakan; birokrasi
dirampingkan, disinergikan, dan diresponsifkan. Semuanya bukan
tanpa pengorbanan. Banyak pihak yang akan merasa dirugikan oleh
reformasi kelembagaan. Pengangguran dan dislokasi sosial yang
ditimbulkan bisa membawa instabilitas, yang acap kali mendorong
sebagian warga untuk menyerukan restorasi dengan mengorbankan
manfaat reformasi yang digulirkan.
Betapapun mengguncangkan, pemimpin mesti siap dan
mampu mengeluarkan modal politik demi membawa perubahan.
Termasuk dalam kesiapan ini adalah komitmen mengurangi ongkos
politik dan ketidakpopuleran demi tercapainya efektivitas
pemerintahan.
”Tiada yang lebih sulit dilakukan, lebih sangsi menuai hasil,
dan lebih gawat ditangani, ketimbang memulai suatu perubahan,”
ujar Machiavelli. Siapa berani jadi pemimpin haruslah berani
menanggung risiko: melakukan pengorbanan bagi perwujudan
tatanan baru.

318
Karena tugas terberat seorang presiden,” ujar Lyndon B
Johnson, ”bukanlah mengerjakan apa yang benar, melainkan
mengetahui apa yang benar.” Untuk mengetahui apa yang benar,
seorang presiden harus menemukan panduan dari norma-norma
fundamental. Bahwa praktik demokrasi harus disesuaikan dengan
mandat konstitusi, karena pengertian ”demokrasi konstitusional” tak
lain adalah demokrasi yang tujuan ideologis dan teleologisnya adalah
pembentukan dan pemenuhan konstitusi
Kesimpulan
Masa depan demokrasi kita tampaknya belum akan pulih
dalam waktu dekat. Model post-democracy akan tetap bercokol
dalam kehidupan politik kita. Memang kita tidak akan mengarah
pada model pemerintahan otoriter, namun juga belum akan mengarah
pada bentuk pemerintahan demokrasi tulen. Berbagai indikasi
menjelang dan saat terjadinya pandemi COVID-19, tidak
menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada dukungan bagi
perbaikan demokrasi.
Jika tidak ada sebuah terobosan politik yang berarti, bisa jadi
kualitas demokrasi kita semakin melorot pasca-pandemi ini.
Munculnya berbagai regulasi yang bernuansa sentralisasi kekuasaan,
selain juga karakter demokrasi kita yang mengarah pada post-
democracy, dan situasi politik yang tengah berjalan saat pandemi,
menjadi persoalan-persoalan pokok demokrasi kita hari ini. Belum
lagi kondisi kehidupan ekonomi yang makin melemah dan potensi
renggangnya kohesi sosial yang dapat memperburuk situasi. [*]

319
Tentang Penulis

Odih Hasan, lahir di Serang 16 Agustus 1983.


Menyelesaikan Studi S1 di Institut Agama
Islam Al-Aqidah, Jakarta (2004–2008),
kemudian Lembaga Tahfidz Ma’had Utsman
Bin Afan, Jakarta (2004-2007) dan Pesantren
Modern Darul Falah, Serang – Banten (2000-
2003). Penulis pernah bekerja di Asia
Muslims Charity Foundation (AMCF) Jakarta
Tahun 2008–2009; Research And
Developmen (R&D) PT. Shinta Woo Sung Tahun 2010; Konsultan
PNPM Mandiri Perdesaan Prov. Banten Tahun Tahun 2012 –
2014; Guru Tahfidz di Mts As-Syukriyah, Cipondoh Tahun 2015;
BAZNAS Pusat, Divisi Pemberdayaan Ekonomi Produktif Tahun
2015-April 2016 dan Konsultan Rumah Zakat Jakarta Tahun 2016
Organisasi yang diikuti adalah; . Sekretaris Umum Ikatan
Persaudaraan Imam Masjid (IPIM ) Kota Tangerang; Ketua Ikatan
Dai Muda Indonesia (IKDMI) Provinsi Banten; Wakil Ketua KNPI
Banten; Wakil Sekretaris PW GP Ansor Banten; ICMI Banten;
Karang Taruna Banten; Ketua Pemuda PUI Kota Tamgerang; dan
sekarang sebagai Ketua AMS Kota Tangerang. Penulis dapat
dihubungi melalui; Hp 0819 111 51932 E-mail:odie_hiphop@yahoo.com

320
KAMPUNG DAN DOSA KAUM CENDEKIA

Oleh: Atih Ardiansyah


Founder dan CEO Cendekiawan Kampung

M enjelang Ramadan 2020, jagat Indonesia dihadapkan


pada dua istilah vis a vis: mudik dan pulang kampung.
Perdebatan itu bahkan melibatkan kalangan terdidik,
mulai dari ahli bahasa Indonesia sampai pemerhati sosial. Ujungnya,
muncullah dialektika yang jomplang antara kalangan terdidik dengan
kalangan awam. Perdebatan yang sungguh menghabiskan energi dan
waktu produktif, di tengah pandemi Covid-19 yang meresahkan.
Karena tidak ingin memperpanjang perdebatan yang kurang
bermutu itu, saya ingin membuka tulisan ini dengan mundur dua
tahun ke belakang. Menjelang Lebaran 2018, Sandiaga Salahuddin
Uno sebagai Wakil Gubernur DKI melambungkan dua harapan
kepada para pemudik. Pertama agar para pemudik non warga Jakarta
tidak kembali lagi ke Ibu Kota selepas libur Lebaran nanti. Kedua,
dengan uang yang dibawa dari Jakarta, para pemudik diharapkan bisa
membuka investasi di kampung halamannya masing-masing
sehingga tercipta lapangan kerja. Sandi bahkan menyebut para
pemudik sebagai duta ekonomi bagi kampungnya.
Tentu saja bukan sesuatu yang keliru saat harapan tersebut
diungkapkan. Dari tahun ke tahun, Jakarta memang hanya menghirup
udara lengang sekejap saja, untuk kemudian kembali bertambah
sesak saat arus balik tiba. Pada tahun 2017 saja misalnya, menurut
catatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, terdapat
70.752 pendatang baru yang mengundi nasib di Ibu Kota.Para

321
pemudik yang kembali ke Ibu Kota beserta orang baru yang
menyertainya rupanya masih menjadi biang persoalan Jakarta dan
Indonesia serta umumnya negara-negara berkembang di seluruh
dunia.

Urbanisasi dan Dosa Pertama Orang Terdidik


Selama ini, istilah urbanisasi telanjur kita imani sebagai
perpindahan penduduk dari kampung ke kota semata-mata. Padahal,
sebagaimana diungkapkan Lefebrve (1970) urbanisasi juga meliputi
perpindahan atau perubahan seluruh cara hidup. Istilah-istilah yang
kita kenal hari ini seperti “daerah/masyarakat urban” atau yang
terdahulu yakni “kota” merupakan label-label yang kita cantumkan
pada perubahan cara berkehidupan itu.
Selama ini, pandangan kita telah dibingkai ke dalam satu
pemahaman umum mengenai urbanisasi. Bahwa arus urbanisasi
terjadi lantaran ada kesenjangan antara kampung dan kota. Kota
adalah simbol kemajuan, yang di sanalah segala sumber daya berada.
Sementara kampung telanjur identik dengan segala yang beraroma
ketertinggalan: kemiskinan, kebodohan dan sebagainya meski selama
ini tersamar dalam frasa “kampung yang indah”, “kearifan kampung”
dan semacamnya.
Benarkah demikian? Benarkah urbanisasi disebabkan oleh
faktor ekonomi semata-mata?
Rachman (2015) justru menyebut bahwa faktor pendidikan
merupakan penyumbang paling signifikan bagi terciptanya arus
urbanisasi. Orang-orang kampung pergi ke kota, motifnya bukan
semata-mata ekonomi, melainkan karena ingin mengenyam
pendidikan yang lebih tinggi. Semakin tinggi pendidikan orang
kampung, semakin tinggi pula motivasi mereka untuk meninggalkan
kampungnya. Kampung ditinggalkan orang-orang pandai karena

322
memang hanya orang-orang pandai atau paling tidak berasal dari
keluarga dengan ekonomi cukup yang sanggup menembus
pendidikan tinggi di perkotaan.
Ke manakah orang-orang kampung yang pandai itu setelah
menyelesaikan pendidikannya di kota? Mereka bertarung di kota-
kota, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, dan kebanyakan
tidak menjadi duta ekonomi bagi kampungnya. Mereka yang berhasil
menjadi kelas menengah, kata Rachman (2015), malah memutuskan
untuk tidak pulang kampung. Mereka hidup di pinggiran kota dengan
membeli atau menyewa tanah dan rumah, ngiridit kendaraan dan
hidup secara konsumtif. Akibatnya, jalan di kota-kota menjadi
bertambah macet di saban jam masuk dan pulang kerja sehingga
pemerintah mencurahkan konsentrasi pembangunan infrastruktur di
kota-kota dengan alasan mengurai kemacetan. Nah, di sinilah
sebenarnya akar kesenjangan pembangunan kota dan kampung itu
berada—sekaligus ujung benang yang mestinya bisa diurai.
Setelah orang-orang terdidik pergi ke kota dan tidak kembali,
kampung dihuni oleh “orang-orang biasa”. Lahan-lahan pertanian,
karena digarap oleh orang-orang yang kurang termotivasi dan
nirinovasi, akhirnya tidak mampu lagi menghasilkan produk-produk
pertanian yang dapat diunggulkan. Sawah ladang pun, sedikit demi
sedikit, berpindah kepemilikan karena makin melambungnya
berbagai kebutuhan ditambah gempuran media yang menyajikan
konsumerisme. Anak-anak mudanya pun lalu memandang bahwa
tinggal di kampung, apalagi menjadi petani, bukanlah sesuatu yang
membanggakan dan menjanjikan masa depan lagi. Menurut Eric
Hobsbawm (1994:288-289), keengganan menjadi petani merupakan
sebuah masalah serius, karena jendela untuk menengok masa
lampau—dan sejarah kita—adalah pertanian (Ardiansyah, 2017).

323
Kehilangan tanah dan lahan-lahan pertanian akhirnya
membuat orang-orang di kampung, dengan bekal pendidikan dan
keterampilan yang minim, memutuskan pergi ke kota. Mereka
bekerja sebagai kelas terendah, hidup di wilayah-wilayah kumuh dan
marjinal di kota-kota (Jellinek, 1977) dan mudah berpindah-pindah
alias footlose labor (Jan Breman, 1977). Mereka inilah yang dewasa
ini kita saksikan sebagai korban penggusuran karena membikin kota
semakin kumuh.
Tetapi orang-orang yang bekerja dengan bekal pendidikan dan
keterampilan rendah, yang kerap mendapat perlakuan kurang
manusiawi itu, mendapatkan peghargaan yang tinggi dari masyarakat
kampung saban mudik Lebaran tiba. Sebagai bentuk katarsis, mereka
pandai melakukan dramaturgi: berpakaian dengan pakaian terbaik,
berbicara dengan bahasa kota, menggunakan gadget, dan sebagainya.
Mereka tampil beyond orang-orang terdidiknan kaya raya. Mereka
kemudian menjadi magnet kampung sehingga pada ujung masa libur
lebaran, mereka akan kembali ke kota dengan membawa serta
kerabat dan tetangganya yang juga minim pendidikan dan
keterampilan. Kelak, orang-orang baru itu akan pulang saat libur
lebaran tahun depan, berpenampilan menarik, lalu membawa serta
kerabat lainnya. Begitu seterusnya bagai lingkaran setan
(Ardiansyah, 2017).
Sementara, anak-anak terdidik (baca: mahasiswa) asal
kampung, saat libur lebaran tidak mampu menjadi daya tarik
masyarakat. Mereka pulang berlibur ke kampung halaman dengan
penampilan yang umumnya kurang memberikan impresi. Di
kampung pun mereka kurang pandai bergaul dan enggan berbaur
dengan masyarakat. Hal ini, tanpa disadari, semakin memperlebar
kesenjangan terdidik-tidak terdidik (kota-kampung).

324
Memutus rantai urbanisasi, tidak cukup dengan harapan atau
anjuran agar pemudik tak kembali lagi ke Ibu Kota. Pemangku
kebijakan bisa memulainya dengan bekerjasama dengan lembaga-
lembaga pendidikan tinggi. Di samping itu, komunikasi dan sinergi
antara Ibu Kota dengan kampung-kampung juga perlu ditumbuhkan.

Selanjutnya...
Jika Sandiaga Salahuddin Uno (2018) menyebut bahwa para
pemudik adalah duta ekonomi, maka saya menyebut orang-orang
terdidik nan cendekia yang pulang ke kampung halaman dan
berkarya di sana sebagai Duta Kampung. Dalam istilah saya, menjadi
Cendekiawan Kampung. Kok se-lebay itu?
Karena pada kenyataannya, jarang sekali kita menemukan
orang terdidik yang menjadi cendekiawan di kampungnya. Kaum
cendekiawan telanjur nyaman hidup sebagai rajawali yang
bertengger di menara gading, dan merasa enggan menjadi cacing
yang bergulung dengan tanah.
Mereka baru mau menuruni anak tangga menara tinggi itu kala
usia sudah tidak produktif lagi. Kampung pada akhirnya hanya
menerima putranya yang sudah tidak bisa memberi sumbangsih apa-
apa lagi. Hanya menerima macan ompong nan ringkih. Malangnya
kampung, hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir. Kaum
cendekia hanya memberikan, maaf, bangkainya pada kampung. Dan
itu, menurut saya, adalah dosa selanjutnya yang dia bawa ke liang
lahat.
Semoga saja kita tidak termasuk cendekia semodel demikian.
Aamiin.
--0--

325
Tentang Penulis

Atih Ardiansyah lahir di Pandeglang, 12


Juni 1987. Telah menulis ratusan artikel
yang tersebar di berbagai media massa dan
menerbitkan puluhan buku (sebagian besar
berupa karya fiksi/novel) di berbagai
penerbit nasional. Selain menjadi murid
yang berguru pada orang-orang hebat di
ICMI Banten, kini bekerja sebagai dosen di
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bersama istrinya, dia
mendirikan Cendekiawan Kampung, sebuah platform yang
mempertemukan genius kampung dengan pemberi beasiswa. Sebuah
ikhtiar menciptakan cendekiawan-cendekiawan baru dari kampung
dan berkhidmat untuk kampung.

326

Anda mungkin juga menyukai