Anda di halaman 1dari 34

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT: RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

Nama : Agung Setiawan Tanda Tangan


NIM : 112019078
.......................
Dr. Pembimbing/Penguji : dr. Suzanna Ndraha, Sp.PD-KGEH, FINASIM

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 01 Juni 1962 Umur : 53 Tahun 1 bulan
Status Perkawinan : Kawin Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Tidak bekerja Agama : Islam
Alamat : Tugu Utara, Koja Pendidikan : SD

A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal 29 Mei 2020, Jam 08.00.

Keluhan utama :
Sesak sejak pagi hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :

OS datang ke UGD RSUD Koja dengan keluhan sesak sejak pagi hari SMRS. Pagi hari
SMRS, OS mengeluhkan adanya sesak. Sesak di dada yang semakin berat dengan melakukan
aktivitas, seperti jalan menuju toilet, membaik dengan istirahat, tidak disertai dengan suara.
Keluhan sesak diperparah dengan keadaan tidur. OS tidur dengan menggunakan 2 bantal, dan
terkadang terbangun selama tidur karena terasa sesak. Jantung tidak terasa berdebar. OS juga
mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki, tidak sakit pada penekanan. Bengkak dirasakan
membesar namun tidak menyulitkan OS untuk berjalan. Bengkak dilokasi lain disangkal. BAB
dan BAK tidak terdapat keluhan. Keluhan nyeri dada, demam, dan batuk disangkal. Sehingga
membuat OS datang ke IGD RSUD Koja pada tanggal 28 Mei 2020 pukul 09.24.

1
Setibanya di IGD RSUD Koja, OS dilakukan pemeriksaan EKG, kemudian Rontgen
thorax, pemasangan nasal canule dengan O2 2 L/menit disertai infus dengan Ringer Laktat 6
tetes per menit. Hasil EKG keluar dengan didapatkan Kardiomegali, LVH. Hasil Rontgen keluar
dengan didapatkan Kardiomegali, Edema Pulmonum. OS diberi obat berupa Furosemide 1 ampul
20 mg IV, Losartan 1 tablet 50 mg, dan Digoksin 1 tablet 0.125 mg. Sesudah diberi obat keluhan
belum membaik dan setelah menunggu sekitar 10 jam di IGD, OS masuk ruang rawat inap.
Ketika masuk ruang rawat inap, keluhan yang masih dirasakan adalah sesak, dan edema tungkai.

OS memiliki riwayat sakit gagal jantung sejak 5 tahun yang lalu dan pernah dirawat
akibat sesak. OS memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 10 tahun yang lalu, dan riwayat
kencing manis sejak 10 tahun yang lalu. OS pernah memiliki riwayat sering merasa haus, merasa
lapar dan sangat sering kencing disertai bangun tidur untuk buang air kecil ketika diberitahu
menderita kencing manis. OS rutin minum obat Losartan 1 tablet 50 mg perhari dan metformin 3
kali 500 mg perhari. OS mengaku minum obat tidak secara rutin. Riwayat konsumsi minuman
beralkohol dan merokok disangkal. OS tidak memiliki riwayat alergi. Di keluarga dan tetangga
sekitar rumah tidak ada yang sedang menderita keluhan serupa. Lingkungan tempat tinggal OS
dalam keadaan bersih.

Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu ginjal/Sal.kemih
(+) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Rematik
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skrofula (+) Diabetes
(+) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Khorea (+) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
(-) Demam Rematik Akut (-) Ulkus Ventrikuli (-) Pendarahan Otak
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu lain-lain : (-) Operasi
(+) Penyakit Gagal Jantung (-) Kecelakaan

2
Riwayat Keluarga

Umur Keadaan Penyebab


Hubungan Jenis Kelamin
(Tahun) Kesehatan Meninggal
Kakek (ayah) - Laki-laki Sudah Meninggal -
Nenek (ayah) - Perempuan Sudah Meninggal -
Kakek (ibu) - Laki-laki Sudah Meninggal -
Nenek (ibu) - Perempuan Sudah Meninggal -
Ayah - Laki-laki Sudah Meninggal -
Ibu - Perempuan Sudah Meninggal Jantung
Saudara - Laki-laki Sudah Meninggal Jantung
57 Laki-laki Sakit Hipertensi, DM
55 Perempuan Sakit Hipertensi
45 Perempuan Sakit Hipertensi
Anak 28 Laki-laki Sehat -
24 Laki-laki Sehat -
23 Perempuan Sehat -

Adakah Kerabat yang Menderita ?

Penyakit Ya Tidak Hubungan


Alergi - √ -
Asma - √ -
Tuberkulosis - √ -
Artritis - √ -
Rematisme - √ -
Hipertensi + - Saudara
Jantung + - Ibu, Saudara
Ginjal - √ -
Lambung - √ -

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang (-) Anemis
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
3
(-) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Gangguan Pendengaran (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
Dada ( Jantung / Paru – paru )
(-) Nyeri dada (+) Sesak Napas
(-) Berdebar (-) Batuk Darah
(+) Ortopnoe (-) Batuk
Abdomen ( Lambung Usus )
(-) Rasa Kembung (-) Perut Membesar
(-) Mual (-) Wasir
(-) Muntah (-) Mencret
(-) Muntah Darah (-) Tinja Darah
(-) Sukar Menelan (-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Nyeri Perut (-) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria (-) Kencing Nanah
(-) Stranguri (-) Kolik
(-) Poliuria (-) Oliguria
(-) Polakisuria (-) Anuria

4
(-) Hematuria (-) Retensi Urin
(-) Kencing Batu (-) Kencing Menetes
(-) Ngompol (-) Penyakit Prostat
Saraf dan Otot
(-) Anestesi (-) Sukar Mengingat
(-) Parestesi (-) Ataksia
(-) Otot Lemah (-) Hipo / Hiper-esthesi
(-) Kejang (-) Pingsan
(-) Afasia (-) Kedutan (‘tick’)
(-) Amnesia (-) Pusing (Vertigo)
(-) Gangguan bicara (Disartri)
Ekstremitas
(+) Bengkak (-) Deformitas
(-) Nyeri (-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata – rata (kg) : 70.0 kg
Berat tertinggi kapan (kg) : 75.0 kg
Berat badan sekarang : 70.0 kg
(+) Tetap () Turun () Naik

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (+) di rumah (+) Rumah Bersalin (-) R.S Bersalin
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan () Dukun ( ) lain - lain

Riwayat Imunisasi (Pasien tidak tahu)


() Hepatitis () BCG () Campak () DPT () Polio () Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3 kali/sehari
Jumlah / kali : Cukup
Variasi / hari : Bervariasi
Nafsu makan : Berkurang

5
Pendidikan
(+) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

Kesulitan
Keuangan :-
Pekerjaan : Tidak ada pekerjaan
Keluarga :-
Lain-lain :-

B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum di Ruang Rawat Inap, tanggal 29 Mei 2015, pukul 8.30
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 168.0 cm
Berat Badan : 70.0 kg
Tekanan Darah : 160/100 mmHg
Nadi : 110 kali/menit
Suhu : 36.2 0C
Pernafasaan : 28 kali/menit
Keadaan gizi : 24.8 kg/m2 (Pre-Obesitas)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Piknikus
Cara berjalan : Tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai dengan umur

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar

Kulit

6
Warna : Sawo matang
Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata, berwarna hitam
Lembab/Kering : Lembab
Suhu Raba : Hangat
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran Pembuluh Darah
Keringat : Umum (+)
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Merata
Oedem : Tidak ada

Kelenjar Getah Bening


Submandibula : Tidak teraba adanya pembesaran
Leher : Tidak teraba adanya pembesaran
Supraklavikula : Tidak teraba adanya pembesaran
Ketiak : Tidak teraba adanya pembesaran
Lipat paha : Tidak teraba adanya pembesaran

Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam, merata
Pembuluh darah temporal : Pulsasi (+)

Mata
Exophthalamus : Tidak ada
Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Edema (-)
Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-)

7
Visus : Normal
Sklera : Ikterik (-)
Gerakan Mata : Normal, Aktif
Lapangan penglihatan : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada

Telinga
Tuli : Tidak tuli
Selaput pendengaran : Intak (+), warna seperti mutiara.
Lubang : Lapang
Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada
Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada

Mulut
Bibir : Normal
Tonsil : T1-T1, tampak tenang
Langit-langit : Terbentuk sempurna
Bau pernapasan : Normal
Gigi geligi : Lengkap, caries dentis (-)
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak kotor.

Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+3 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar.
Kelenjar Limfe : Tidak membesar.
Trakea : Tidak ada deviasi.

8
Dada
Bentuk : Simetris, retraksi sela iga (-), lesi (-), benjolan (-).
Pembuluh darah : Spider Nevi (-)
Buah dada : Simetris, Ginekomastia (-)

Paru – Paru
Depan Belakang
Kanan Pernapasan simetris saat statis Pernapasan simetris saat statis dan
dan dinamis, tidak ada retraksi dinamis, tidak ada retraksi sela iga,
sela iga, lesi (-), massa (-). lesi (-), massa (-).
Inspeksi
Kiri Pernapasan simetris saat statis Pernapasan simetris saat statis dan
dan dinamis, tidak ada retraksi dinamis, tidak ada retraksi sela iga,
sela iga, lesi (-), massa (-). lesi (-), massa (-).
Kanan Fremitus taktil simetris, nyeri Fremitus taktil simetris, nyeri tekan
tekan (-), massa (-), pernapasan (-), massa (-), pernapasan simetris
simetris saat statis dan dinamis, saat statis dan dinamis, tidak ada
tidak ada retraksi sela iga. retraksi sela iga.
Palpasi
Kiri Fremitus taktil simetris, nyeri Fremitus taktil simetris, nyeri tekan
tekan (-), massa (-), pernapasan (-), massa (-), pernapasan simetris
simetris saat statis dan dinamis, saat statis dan dinamis, tidak ada
tidak ada retraksi sela iga. retraksi sela iga.
Kanan Sonor diseluruh lapang paru. Sonor diseluruh lapang paru.
Perkusi Kiri Sonor diseluruh lapang paru. Sonor diseluruh lapang paru.
Kanan Suara nafas vesikular, Suara nafas vesikular, wheezing (-),
wheezing (-), ronki (-). ronki basah kasar di basal paru.
Auskultasi
Kiri Suara nafas vesikular, Suara nafas vesikular, wheezing (-),
wheezing (-), ronki (-). ronki basah kasar di basal paru.

Jantung
Inspeksi Ictus cordis tidak tampak
Ictus cordis teraba pada sela iga ke-4, 2 jari lateral line midklavikularis
Palpasi
sinistra, ukuran 1 cm x 1 cm, kuat angkat. Nyeri tekan (-).
Batas kanan : sela iga ke-4 linea parasternalis kanan
Perkusi Batas atas : sela iga ke-2 linea sternalis kiri
Batas kiri : sela iga ke-5, linea axilaris anterior kiri
Auskultasi BJ I-II normal, murni, reguler, murmur (-), gallop Mitral (+).

Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Pulsasi (+)
Arteri Karotis : Pulsasi (+)
Arteri Brakhialis : Pulsasi (+)
9
Arteri Radialis : Pulsasi (+)
Arteri Femoralis : Pulsasi (+)
Arteri Poplitea : Pulsasi (+)
Arteri Tibialis Posterior : Pulsasi (+)
Arteri Dorsalis Pedis : Pulsasi (+)

Perut
Inspeksi : Simetris, tampak membuncit, lesi (-), benjolan (-), pembuluh darah (-).
Palpasi :
Dinding perut : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), defence muscular
(-), massa (-).
Hati : tidak teraba.
Limpa : tidak teraba.
Ginjal : Ballotement (-), Nyeri ketok CVA (-).
Lain-lain : Tidak ada.
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus 7 kali/menit
Refleks dinding perut : Baik.

Alat Kelamin (atas indikasi): Tidak ada indikasi

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Tidak tampak kelainan Tidak tampak kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Edema : Tidak ada Tidak ada
Lain-lain : - -

Tungkai dan Kaki Kanan Kiri


Luka : Tidak ada Tidak ada

10
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot : Normotonus, eutrofi Normotonus, eutrofi
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Pitting Oedema + Pitting Oedema +
Lain-lain : - -
Reflex
Kanan Kiri
Refleks Tendon
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Kulit + +
Refleks Patologis - -

Colok Dubur : Tidak dilakukan.

C. LABORATORIUM & PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA


Pemeriksaan Laboratorium. Tanggal 28 Mei 2020 Jam 08.21 di IGD RSUD Koja
a. Hemoglobin : 12.7 g/dL (13.5-18.0)
b. Hematokrit : 38.5 % (42.0-52.0)
c. Leukosit : 9.580 sel/uL (4.00-10.50)
d. Trombosit : 241.000 sel/uL (163.000-337.000)
e. Troponin I Kuantitatif : 0.018 ng/mL (< 0.020)
f. Ureum : 34.0 mg/dL (16.6-48.5)
g. Kreatinin : 1.13 mg/dL (0.67-1.17)
h. Glukosa Sewaktu : 251 mg/dL (<200)
2. Pemeriksaan Rekam Jantung (EKG) tanggal 28 Mei 2020
Sinus rhytm. Heart Rate 110x/menit. Gelombang P tidak memanjang. Kompleks
QRS tidak melebar. Tidak ada ST-Depresi T-inverted, ST-Elevasi, dan Q patologis. LVH
(+). RVH (-). Kesan: Kardiomegali, LVH.

3. Pemeriksaan Rontgen Thorax tanggal 28 Mei 2020

11
Cor : tampak membesar, aorta elongasio.
Pulmo : corakan bronkovaskular meningkat, tak tampak infiltrat.
Hilus kanan kiri tidak menebal.
Parenkim paru tampak suram setinggi parahiler tepi dan paracardial dextra dan
sinistra.
Kedua sinus dan diafragma sulit dinilai.
Tulang dan jaringan lunak baik.
Kesan : tampak kardiomegali, elongatio arcus aortae, LVH. Sesuai gambaran Edema
Pulmonum.

D. RINGKASAN (RESUME)
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang dengan keluhan adanya sesak sejak pagi hari
SMRS. Sesak semakin memberat saat melakukan aktivitas ringan dan membaik dengan istirahat.
Keluhan sesak diperparah dengan keadaan tidur sampai kadang terbangun saat tidur. Os juga
mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki. Os memiliki riwayat DM dan Hipertensi sejak 5
tahun lalu dan tidak minum obat secara teratur.. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan Tensi
160/100 mmHg, Nadi 110x/menit, Napas 28x/menit, preobesitas, peningkatan JVP, suara napas
Ronki Basah Kasar di Basal Paru. Bunyi jantung Gallop Mitral, pada ekstremitas terdapat Pitting
Oedema. Pemeriksaan Penunjang didapatkan Hb 12,7 g/dL, hematokrit 38,5%, Glukosa sewaktu
251 mg/dL. Hasil EKG tampak kesan Kardiomegali, LVH. Hasil Rontgen, Jantung tampak
Kardiomegali, Elongasi Arcus Aorta, dan LVH. Paru-paru terdapat gambaran Edema Pulmonum.

E. DAFTAR MASALAH
1. Gagal Jantung Kongestif
2. Hipertensi
3. Diabetes Mellitus

F. PENGKAJIAN DAN RENCANA TATALAKSAN


1. Gagal Jantung Kongestif
Dipikirkan adanya gagal jantung kongestif dikarenakan keluhan sesak sejak pagi
hari SMRS. Keluhan sesak ini diperberat dengan saat melakukan aktivitas dan membaik
saat istirahat. Os mengatakan aktivitas ringan seperti berjalan menuju toilet dapat
menimbulkan sesak. Os mengatakan sering terbangun pada malam hari karena sesak

12
tersebut. Pada Os juga ditemukan adanya Pitting Edema pada ekstremitas bawah.
Peningkatan JVP. Pasien memiliki riwayat hipetensi dan diabetes mellitus sejak 10 tahun
yang lalu dan tidak minum obat dengan teratur. Os mengatakan pernah gagal jantung
pada 5 tahun yang lalu. Riwayat penyakit jantung pada keluarga juga didapatkan pada
Ibu dan Saudara laik-laki Os. Hasil pemeriksaaan EKG didapatkan adanya kesan
kardiomegali dan LVH. Dan hasil rontgen tampak kesan kardiomegali dan edema
pulmonal.
Pada Os ditemukan adanya dispnue d’effort yang khas ditemukan pada pasien
gagal jantung kronik. Berdasarkan kriteria Framingham kriteria untuk mendiagnosis CHF
atau Chronic Heart Failure. Os memenuhi beberapa kriteria mayor seperti adanya
Paroksismal Nocturnal Dispnea, Ronki Basah Kasar, Kardiomegali, Peningkatan JVP.
Sedangkann untuk kriteria minor adanya Dispnea d’effort dan edema ekstremitas bawah.
Berdasarkan kriteria Framingham, diagnosis CHF dapat ditegakkan apabila minimal ada
dua kriteria mayor positif atau satu kriteria mayor positif dan dua kriteria minor positif.
Pada os didapatkan adanya empat kriteria mayor postif dan dua kriteria minor positif.
Jika dimasukan pada Klasifikasi NYHA atau New York Heart Association, maka
Os termasuk dalam Kelas 3 dimana ada keterbatasan bermakna saat melakukan aktivitas
fisik ringan dan membaik saat berisitirahat. Jika berdasarkan kriteria AHA atau American
Heart Association. Os termasuk dalam Stage C, dikarenakan memiliki risiko tinggi untuk
berkembang menjadi gagal jantung seperti adanya Hipertensi dan Diabetes Mellitus, dan
adanya keluhan simtomatik khas pada gagal jantung kongestif, seperti Dispnea d’effort,
yang berhubungan dengan kelainan struktur seperti adanya LVH dan kadiomegali.
Hasil pemeriksaan penunjang seperti EKG juga memperjelas dugaan ke arah
gagal jantung kongestif, karena adanya kesan LVH. Sedangkan untuk Rontgen terdapat
kesan kardiomegali dan edema pulmonal. Edema pulmonal khas pada pasien dengan
gagal jantung kanan. Sedangkan LVH itu banyak ditemui pada kasus gagal jantung kiri.
Rencana Diagnosis:
1. Echocardiografi
2. Doppler
3. Peptida Natriuretik tipe B (BNP)
Rencana Pengobatan
1. Losartan 50 mg 1x1
2. Injeksi furosemide 20mg 1 amp IV
Rencana Edukasi:

13
1. Tirah Baring
2. Pantau BB
3. Diet: kurangi asupan cairan dan garam
4. Kurangi berat badan
5. Teratur minum obat

2. Hipertensi.
Dipikirkan adanya hipertensi karena ada beberapa hal yang gejala khas seperti
peningguan tekanan darah. Pada Os didapatkan tekanan darahnya 160/100 mmHg.
Dengan tekanan darah tersebut Os digolongkan masuk ke Hipertensi Grade 2 berdasarkan
PERKI JNC 7. Os juga mengatakan adanya riwayat Hipertensi sejak 10 tahun lalu dan
mengkonsumsi Losartan tablet 50 mg. Namun Os tidak mengkonsumsi obat tersebut
dengan teratur, sehingga tekanan darah pasien tetap tinggi. Dilihat dari riwayat keluarga,
beberapa keluarga pasien juga menderita hipertensi seperti saudara laki-laki dan dua
saudara perempuan.
Kemungkinan adanya gagal jantung kronik diakibatkan progresifitas dari
hipertensi yang tidak terkontrol. Kemungkinan LVH pada Os dikarenakan meningkatnya
tekanan darah mengakibatkan peningkatan kerja Ventrikel kiri sehingga terjadi
Hipertropi pada Ventrikel Kiri.
Rencana Diagnosis
1. Pemeriksaaan BUN
2. Pemeriksaan Serum Kreatinin
Rencana Pengobatan
1. Losartan 50 mg x 1 sehari
Rencana Edukasi
1. Batasi konsumsi garam
2. Pantau BB
3. Minum obat secara teratur

3. Diabetes Mellitus
Dipikirkan Diabetes mellitus dikarenakan GDS Os. 251 mg/dL menurut kritearia
diagnosis diabetes mellitus dari PERKENI 2015, yang menytakan bahwa GDS >200
mg/dL dapat dikatakan sebagai diabetes mellitus. Pada OS mengatakan bahwa memiliki
riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu dan mengkonsumsi obat Metformin 3x500 mg/hari,

14
namun tidak secara teratur. Pada riwayat keluarga didapatkan saudara laki-laki OS juga
memiliki riwayat DM seperti kita ketahui bahwa ada faktor genetic yang mempengaruhi
terjadi DM.
Kondisi gagal jantung kongestif pada pasien juga dipengaruhi oleh DM yang
tidak terkontrol tersebut. Dikarenakan onset terjadi DM sudah sejak 10 tahun yang lalu
dan mengakibatkan gagal jantung pertama pada 5 tahun yang lalu.

Rencana diagnostik
1. GDP
2. HbAIC
Rencana pengobatan
1. Metformin 3x500 mg
Rencana Edukasi
1. Kurangin konsumsi gula
2. Pantau BB
3. Gunakan alas kaki saat berpergian
4. Teratur dalam mengkonsumsi obat dan minum obat setelah makan
4. Anemia
Dipikirkan Anemia dikarenakan pada Os terdapat penurunan Hb dan Hematrokit.
Penurunan Hb dan hematokrit ini khas pada anemia. Pada hasil pemeriksaan
Laboratorium Hb 12.7 g/dL dan Ht 38.5 %. Keadaan ini perlu dipikirkan lagi penyakit
yang mendasari anemia tersebut. Anemia yang berlangsung lama memungkinkan dapat
terjadinya Anemic Heart Failure. Pada Os yang juga menderita Hipertensi dan DM
kondisi anemia akan makin membuat Os semakin lemas dan sesak.
Rencana Diagnostik
1. Pemeriksaan Sediaan Apusan Darah Tepi
2. Serum Iron
3. TIBC

Rencana Pengobatan
1. Tablet Besi 3-6 mg/kgbb/hari diberikan dalam 2 dosis
Rencana Edukasi
1. Konsumsi makanan yang kaya zat besi
2. Konsumsi makanan yang mengandung vit C

15
3. Hindari makanan tinggi kalsium

G. KESIMPULAN DAN PROGNOSIS


Seorang laki-laki berusia 53 tahun dengan keluhan sesak sejak pagi hari SMRS. Sesak
muncul setelah melakukan aktivitas fisik ringan, dan membaik ketika beristirahat. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya edema tungkai, peningkatan JVP, ronki basah kasar pada
basal paru, mumur mitral dan tekanan darah 160/100 mmHg. Pada pemeriksaan EKG didapatkan
kesan Kardiomegali LVH. Pada pemeriksaan Rontgen didapatkan kesan kardiomegali dan edema
pulmonum. Pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 251 mg/dL. Kemungkinan Os
mengalami Gagal Jantung Kongestif yang disertai dengan hipertensi Gr2 dan Diabetes Mellitus.
Pengobatan pada pasien ini diberikan Losartan 1x50mg, Furosemid 1 amp 20 mg IV, Metformin
3x500mg.

PROGNOSIS
 Ad Vitam : dubia ad malam
 Ad Fungsional: dubia ad malam
 Ad Sanationam: malam

CATATAN PERKEMBANGAN

Congestive Heart Failure


Definisi
Congestive heart failure (gagal jantung kongestif) adalah suatu sindroma klinis yang
kompleks yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi
16
gangguan pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa
darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.1
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient
dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri. Beberapa istilah dalam gagal jantung:1,2
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan
fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas
fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal,
tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan
Penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel,
maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak
lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

17
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-
tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik. Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut
forward failure, hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam
jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu
diastol, peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan
tekanan vena. Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung
atau seluruh rongga jantung.

Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York Heart
Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya dengan
gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan gejala, sebagai berikut:3
Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA
Klasifikasi Fungsional NYHA

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi
aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.
Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.

Etiologi
Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering
menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya kontraktilitas
otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler dengan hipertensi, atau
adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).
18
Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit miokard, dan
70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari penyakit jantung katup
dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga. Penyebab dari gagal jantung dapat
diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri atau gagal jantung kanan dan gagal low output
atau high output.
Tabel 2. Penyebab gagal jantung
Jantung kiri primer Jantung kanan primer
 Penyakit jantung iskemik  Gagal jantung kiri
 Penyakit jantung hipertensi  Penyakit pulmonari kronik
 Penyakit katup aorta  Stenosis katup pulmonal
 Penyakit katup mitral  Penyakit katup trikuspid
 Miokarditis  Penyakit jantung kongenital
 Kardiomiopati (VSD,PDA)
 Amyloidosis jantung  Hipertensi pulmonal
 Embolisme paru masif
Gagal output rendah Gagal output tinggi
 Kelainan miokardium  Inkompetensi katup
 Penyakit jantung iskemik  Anemia
 Kardiomiopati  Malformasi arteriovenous
 Amyloidosis  Overload volume plasma
 Aritmia
 Peningkatan tekanan pengisian
 Hipertensi sistemik
 Stenosis katup
 Semua menyebabkan gagal
ventrikel kanan disebabkan
penyakit paru sekunder

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :


1.        Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
19
2.        Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
3.        Hipertensi sistemik atau pulmonal 
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena
meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung
dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

5.        Penyakit jantung lain


Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan
jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau
stenosis AV), peningkatan mendadak after load.
6.        Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis ), hipoksia
dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen
sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas
jantung

Epidemiologi
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih
lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai
4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti
tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari ada sekitar
400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung. Meskipun terapi

20
gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap
tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan
gejala gagal jantung yang ringan.

Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot
skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan
natriuretik peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga.4
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan
pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.4
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma
dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan
retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.4
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek
yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi
minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi
volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus
vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan
natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya

21
sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung.5
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung
kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan
menyebabkan hiponatremia. Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh
darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan
semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan
tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah
dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat
terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.5
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan
dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal
jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat
timbul sendiri.5

22
Gambar 1. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF3

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat latihan
fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat
beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan
semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem
organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.
Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah
gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan gejala yang
tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan
seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak merasakan keluhan
ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka untuk memenuhi kebutuhan
oksigen.6-8
Manifestasi klinis CHF sesuai dengan area yang mengalami defect dapat dibagi menjadi :

1. Gagal jantung kiri :

23
Kongestif paru terjadi pada venterikel kiri, karena venterikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi
meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi S3,
kecemasan dan kegelisahan.

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

 Dispnea
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari
yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND).

 Batuk.
 Mudah lelah.
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat Dis jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan
insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.

 Kegelisahan dan kecemasan


Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Gagal jantung kanan


Bila venterikel kanan gagal memompakan darah, maka yang menonjol adalah
kongestif visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.

Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema


dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena jugularis (vena leher), asites
(penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah

1. Kongestif jaringan perifer dan viseral.

24
2. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,
penambahan berat badan,
3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar…
4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
5. Nokturia.
6. Kelemahan.
Untuk mendiagnosis penyakit ini, kita bisa menggunakan kriteria Framingham
yang terdiri atas kriteria mayor dan minor. Diagnosis CHF memerlukan minimal 2
kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor. 5

Tabel 3. Kriteria Framingham

Kriteria Mayor Kriteria Minor


Paroxysmal Nocturnal Dyspneu Edema ekstremitas bawah bilateral
Peninggian tekanan vena jugularis Batuk malam hari
Ronkhi paru Dispnea d’effort
Kardiomegali Hepatomegali
Edema paru akut Efusi pleura
Bunyi jantung S3 Gallop Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Peningkatan tekanan vena sentral Takikardi (nadi >120x/menit)
Refluks hepatojugular Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari sebagai
respon terapi
Penurunan BB >4,5 kg dalam 5 hari
sebagai respon terapi

Kriteria minor hanya diterima bila tidak ada penyakit medis lainnya seperti
(hipertensi pulmonal, penyakit paru kronis, sirosis, asites, atau sindrom nephrotik)

Kriteria Framingham ini memiliki sensitivitas sebesar 100% dan spesifisitas sebesar
78% untuk mengidentifikasi seseorang yang memiliki gagal jantung kongestif.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Meliputi evaluasi manifestasi klinis dan pemantauan hemodinamik.

25
Pengukuran tekanan preload, afterload dan curah jantung dapat diperoleh melalui lubang-
lubang yang terl;etak pada berbagai interfal sepanjang kateter. Pengukuran CVP ( N 15-20
mmhg ) dapat menghasilkan pengukuran preload yang akura. PAWP atau pulmonary artery
wedge pressure adalaah tekanan penyempitan arteri pulmonal dimana yang diukur adalah
takanan akhir diastolik ventrikel kiri.

Pemeriksaan diagnostik gagal jantung kongestif adalah:9

 EKG
Dengan menggunakan EKG akan terlihat hipertrofi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia dan kerusakan pola juga mungkin terlihat. Distrimia,
misalnya takikardia, fibrasi atrial, kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau
lebih setelah infark miokard menunjukan adanya aneurisme ventrikuler (dapat
menyebabkan gagal/disfungsi jantung)

 Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople)


Dapat menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur
katup, atau area penurunan kontratilitas ventrikuler.

 Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan mempekirakan gerakan dinding jantung.

 Katerisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
sisi kanan versus kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi
arteri koroner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukan ukuran
abnormal dan kontraktilitas.

 Rontgen dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi
bilik atau perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan tekanan
pulmonal.

 Enzim hepar
Meningkatkan dalam gagal/kongesti hepar.

26
 Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretik.
 Oksimetri nadi :
Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK akut memperburuk PPOM atau GJK
kronis.

 AGD (Analisa Gas Darah)


Gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).

 BUN, kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.

 Albumin/transferin serum
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan
sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.

 Kecepatan sedimentasi (ESR).


Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut.

 Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukan hiperaktifitas tiroid sebagai pre-pencetus
GJK.

Penatalaksanaan
Tatalaksana Non-Farmakologi
Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas
fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.2
Ketaatan pasien berobat

27
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun
non-farmakologi.2
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan >
2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti C).2
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan
gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan
gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb,
tingkatan bukti C).2
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C).2

Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di
rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).2
Penatalaksanaan Farmakologis
Angiotensin-Converting Enzim Inhibitor (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI
kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada
pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.2
Indikasi pemberian ACEI
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
28
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Stenosis aorta berat

Β Blocker
Kecuali kontraindikasi, β bloker harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.2
Indikasi pemberian penyekat β
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
a. Asma
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan
fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.2
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
c. Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
a. Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
b. Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
c. Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
29
d. Kombinasi ACEI dan ARB
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:2
a. Hiperkalemia
b. Perburukan fungsi ginjal
c. Nyeri dan/atau pembesaran payudara

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI
dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan
ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif
pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena
penyebab kardiovaskular.10
Indikasi pemberian ARB
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
c. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi
simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk

Kontraindikasi pemberian ARB


a. Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
b. Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
c. Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACEI

Hydralzine dab Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-
ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
a. Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
b. Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi

30
c. Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan
ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
a. Hipotensi simtomatik
b. Sindroma lupus
c. Gagal ginjal berat

Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap
angkakelangsungan hidup.
Indikasi pemberian Digoksin
a. Fibrilasi atrial
b. Dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat aktifitas> 110 -
120x/menit
c. Irama sinus
d. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
e. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
Kontraindikasi pemberian Digoksin
a. Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika pasien diduga
sindroma sinus sakit
b. Sindroma pre-eksitasi
c. Riwayat intoleransi digoksin

Tabel 3. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung


Dosis Awal (mg) Dosis Target (mg)
ACE Inhibitor
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50- 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5 (2 x/hari) 10- 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20- 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 2,5 (1 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 2 (1 x/hari)

ARB
31
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)

Antagonis aldosterone
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)

Β Blocker
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)

Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah
untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah
mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau
retensi.
Tabel 4. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0.5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 – 100
Metolazone 2.5 2.5 – 10
Indapamide 2.5 2.5 – 5
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5 - 25 (+ACEI/ARB) 50
(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 - 200

Dosis diuretik (Tabel 4)


a. Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti
b. Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi
cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah
mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal

32
c. Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik
sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis
dari retensi cairan

Prognosis
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi
prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien
stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif.
Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%),
gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10
ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang
meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard
akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung
progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut
dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Panggabean M.M. Gagal jantung. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,


Simadibrata, Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-VI.
Jakarta: Interna Publishing.2014.h.1134-7.
2. Siswanto BB, Hersunarti N, Erwinarto, Barack R, Pratikto RS, Nauli SE, et all. Pedoman
tatalaksana gagal jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
2015.h. 1-47.
3. Ghanie A. Gagal jantung kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata,
Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-VI. Jakarta: Interna
Publishing.2014.h.1150-55.
4. Manurung D, Muhadi. Gagal jantung akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata, Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-VI.
Jakarta: Interna Publishing.2014.h.1134-7.

33
5. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J 2008;29:2388–442.
6. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2016: The
Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2016 of
the European Society of Cardiology. European Heart Journal. 2016;37:2129-200.
7. Djojodibroto R Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. h. 132-5.
8. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, Bueno H, Cleland JGF, Coats AJS, et al. ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2016: The
Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2016 of
the European Society of Cardiology. European Heart Journal. 2016;37:2129-200.
9. Bhuiyan T, Maurer Ms. Heart failur with preserved ejection fraction: persisten diagnosis,
therapeutic enigma. Juli 2016 [internet] https://link.springer.com/article/10.1007/s12170-
011-0184-2 [diakses pada 6 Juli 2020].
10. Dumitrul I. Heart failure. Mei 2018. [Internet]
https://emedicine.medscape.com/article/163062-overview [diakses pada 6 juli 2020].

34

Anda mungkin juga menyukai