Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

CLOSED FRACTURE SUPRACONDYLAR HUMERUS DEXTRA

Disusun Oleh:
Torda Febriantika
112018075

Pembimbing:
dr. Arimurti Pratianto, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 08 FEBRUARI 2021 – 17 APRIL 2021

RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA


2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi Laporan Kasus dengan judul:


Closed Fracture Supracondylar Humerus Dextra

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 08 Februari 2021 - 17 April 2021

Disusun oleh:
Torda Febriantika
112018075

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Arimurti Pratianto, Sp. OT

Selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Ortopedi RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 01 April 2021


Pembimbing

dr. Arimurti Pratianto, Sp. OT

2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah laporan kasus dengan judul “Closed Fracture Supracondylar
Humerus Dextra”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan
Klinik di Stase Ilmu Bedah. Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama
kepada dr. Arimurti Pratianto, Sp. OT selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis
belajar dalam Kepaniteraan Klinik dan kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr.
Esnawan Antariksa, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah.
Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang
membacanya.

Jakarta, 01 April 2021

Penulis

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UKRIDA

Nama Torda Febriantika


NIM 112018075
Tanggal 01 April 2021
Judul kasus Closed Fracture Supracondylar Humerus Dextra
Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Pengumpulan data
Analisa masalah
Penguasaan teori
Referensi
Pengambilan keputusan klinis
Cara penyajian
Bentuk laporan
Total
Nilai %= (Total/35)x100%
Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%),
dan 5 =sangat baik (100%)

Komentar penilai

Nama Penilai

Paraf/Stempel

dr. Arimurti Pratianto, Sp. OT


LEMBAR PENILAIAN

4
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. TZ
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ngatimun Blok G.28 009/012
Pekerjaan : Pelajar
II. RIWAYAT MEDIS
 Keluhan Utama
Nyeri pada lengan kanan bagian atas setelah terjatuh dari sepeda
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan berusia 9 tahun datang ke IGD RSUD RSAU dibawa oleh orang
tuanya pada tanggal 6 Maret 2021 dengan keluhan nyeri pada lengan kanan bagian atas bila
digerakkan. Pasien tidak memiliki luka terbuka, pingsan, dan mual muntah. Sebelumnya
pasien terjatuh dari sepeda dan sudah dilakukan pemasangan spalk dengan kayu.
III. STATUS GENERALIS
 Keadaan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan darah :-
 Nadi : 111x/menit
 Pernapasan : 22x/menit
 Suhu : 36,1°C

IV. PEMERIKSAAN FISIK


 Kepala : Normocephali
 Mata : Pupil : Isokor (+/+) Sklera : Ikterik (-/-)

Konjungtiva : Anemis (-/-) Reflekscahaya : (+/+)


 Telinga : Bentuk normal, oedem (-)
5
 Hidung : Bentuk normal, oedem(-), hiperemis (-), deviasi septum(-)
 Mulut : Bentuk normal, sianosis(-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorax (Paru) :

Inspeksi : Simetris, bentuk normal


Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Batas paru relatif, dan absolut normal
Auskultasi : Suara Pernafasan : vesikuler, Suara Tambahan : (-)
 Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal
Gallop (-) , Murmur (-)
 Abdomen

Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Peristaltik normal
Palpasi : Distensi abdomen (-), nyeri tekan (-), hepar sulit dinilai
Perkusi : Tympani
 Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas

Superior : Nyeri (+) di lengan atas kanan


Inferior : Akral hangat, nyeri (-)

Pemeriksaaan Status Lokalis :


Look
Pasien tampak lemah dan mengeluh kesakitan, bengkak (+), deformitas (+)
Feel
Nyeri tekan pada lengan atas kanan (+)
Move

6
Kekakuan (+)

V. RESUME
Telah diperiksa An. TZ berusia 9 tahun datang ke IGD RSUD RSAU dibawa oleh orang tuanya
pada tanggal 6 Maret 2021 dengan keluhan nyeri pada lengan atas kanan bila digerakkan.
Pasien tidak memiliki luka terbuka, pingsan, dan mual muntah. Sebelumnya pasien terjatuh dari
sepeda.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan, bengkak (+) nyeri tekan pada lengan atas kanan (+)
kekakuan (+)

VI. DIAGNOSIS
Closed Fracture Supracondylar Humerus Dextra

VII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan laboratorium
 Foto thorax
 Foto x-ray humerus dextra

VIII. RENCANA TATALAKSANA


 IVFD Nacl 0,9%
 PCT Inj 3 x 200 mg
 Profilaksis Cefazolin 1 g
 Konsultasi Sp.OT
o Pro ORIF (Open Reduction Internal Fixation)

IX. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

7
X. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan tanggal 06 Maret 2021

NAMA PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
Waktu Perdarahan 3 menit 1 - 3 menit
Waktu Pembekuan 6 menit 1 - 7 menit
Darah Rutin
Hemoglobin 12,5 gr/dl 11,7 - 15,5
Lekosit 126000* mm3 3.600 - 11.000
Hematokrit 36 % 35 - 47
Trombosit 255000 mm3 150.000 - 440.000
Diff
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 2 % 2-4
Neutorfil Batang 2* % 3-5
Neutrofil Segmen 81* % 50 - 70
Limfosit 13* % 25 - 40
Monosit 2 % 2-8
IMUNOSEROLOGI
HbS Ag Non - Reaktif Non - Reaktif
Anti HIV Non - Reaktif Non - Reaktif
Rapid Test Covid
IgG Non - Reaktif Non - Reaktif
IgM Non - Reaktif Non - Reaktif

 Foto x-ray humerus dextra tanggal 06 Maret 2021

8
Kesan : Fraktur distal humerus kanan peri epicondilus, dengan fragmen fraktur tak segaris,
fragment distal displacement ke medial. Soft tissue edema. Subluxatio glenohumeral joint
kanan.

 Foto x-ray lateral elbow dextra (post op)

BAB II
9
PENDAHULUAN

Tatalaksana fraktur humerus distal masih menjadi tantangan hingga saat ini terutama
dalam kelompok umur tertentu. Beberapa variabel yang penting sebagai penentu keberhasilan
penatalaksanaan fraktur humerus distal meliputi artikulasi yang baik, fiksasi tulang yang
kokoh, penyembuhan tulang, gerakan fungsional yang normal, dan menghindari terjadinya
komplikasi. Pengertian yang baik sangat diperlukan, mengenai anatomi, morfologi fraktur,
pendekatan operatif, hingga implan yang akan digunakan, sebagai dasar untuk mengobati
fraktur jenis ini sehingga akurasi penatalaksanaan menjadi lebih baik.
Fraktur suprakondiler humerus terjadi di siku, di bagian distal humerus, tepat diatas
dari epikondilus humerus. Fraktur ini paling sering terjadi pada anak-anak, terutama pada
kelompok umur 5-7 tahun. Prevalensi sekitar 55% - 75% dari semua fraktur siku pada anak-
anak. Fraktur lebih sering terjadi pada tangan kiri atau tangan yang non dominan. Beberapa
penelitian terakhir menunjukkan bahwa angka insiden kejadian fraktur suprakondiler humerus
adalah sama antara pria dan wanita. Terdapat 2 macam berdasarkan mekanisme cidera, yakni
fraktur jenis ekstensi dan fleksi, dimana fraktur jenis ekstensi lebih sering terjadi (98%).
Penatalaksanaan fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak telah menjadi subjek
diskusi dan penelitian selama bertahun-tahun. Dahulu, fraktur ini dikaitkan dengan
komplikasi yang berujung pada hasil yang kurang maksimal baik dari segi kosmetik maupun
fungsional. Namun, berkat teknik operasi dan perkembangan teknologi yang semakin modern,
komplikasi ini dapat menurun.

Penatalaksanaan fraktur suprakondiler humerus fraktur pada anak-anak secara umum


dapat dibagi menjadi 2, non operatif dan operatif. Penanganan non operatif pada anak-anak
merupakan pilihan yang utama, karena masih memiliki periosteum yang lebih aktif dan
kemampuan remodeling yang baik. Beberapa jenis deformitas yang terjadi pada anak-anak
juga masih memungkinkan untuk terjadinya koreksi yang spontan, seperti yang disebutkan
oleh Blount’s Law. Namun, tidak semua fraktur pada anak dapat ditangani secara non operatif.
Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa fraktur suprakondiler humerus pada anak-anak
memiliki hasil yang lebih baik bila ditangani secara operatif.

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Fraktur Suprakondiler Humerus adalah fraktur yang terjadi di siku, di bagian distal humerus,
tepat diatas dari epikondilus humerus. Fraktur ini dihubungkan dengan terjadinya beberapa
komplikasi yaitu Volksmann iskemia, malunion, atau gangguan neurovaskuler. 1
Epidemiologi
Fraktur suprakondiler humerus adalah fraktur yang sering ditemukan pada siku, sekitar
55% - 75% dari semua fraktur siku. Fraktur suprakondiler humerus lebih sering ditemukan
pada anak-anak dibandingkan dewasa. Tingkat rata-rata pertahun penderita fraktur
suprakondiler humerus pada anak-anak diperkirakan 177,3 / 100.000. Rentang usia puncak
terjadinya fraktur suprakondiler humerus yaitu diantara usia 5– 8 tahun, dengan perbandingan
pria dan wanita adalah 3 : 2, yang mana paling sering ditemukan pada siku kiri atau sisi yang
tidak dominan.2,3
Anatomi
Humerus distal tampak seperti segitiga apabila dilihat dari sisi anterior atau posterior (gambar
2.1) Diafisis humerus terbagi menjadi dua yakni medial dan lateral. Troklea terbungkus oleh
tulang rawan artikuler di bagian anterior, posterior, dan inferior yang kemudian membentuk
lengkungan kira-kira sebesar 2700.4

Gambar 3.1 A dan B. Gambaran Anterior Dan Posterior Dari Tulang Humerus Distal

11
Gambar 3.2 A dan B. Aliran darah intraoseus bagian dorsal dari tulang humerus distal kiri.

Bagian posterior kolum lateralis dari humerus distal dilindungi oleh origo distal dari
medial head otot Triceps dan bagian distal oleh origo Anconeus. Brachioradialis dan
Ekstensor Carpi Radialis Longus berasal dari ridgesuprakondiler lateral.Common Extensor
mass terdiri dari Extensor Carpi Radialis Brevis, Extensor Digitorum Communis, dan
Extensor Carpi Ulnaris, dan bagian cephal otot anconeus yang berasal dari lateral epikondilus
lateralis, posterior terhadap lateral kolateral ligamen kompleks.4

Pendekatan posterior paling banyak dilakukan dalam pembedahan distal humerus,


karena aman untuk saraf radialis dan ulnaris (Gambar 2.3). Pada bagian lateral dari tulang
humerus, saraf radialis bercabang menjadi tiga, yaitu medial head triceps,lower lateral
brachial cutaneous nerve, dansambungan saraf radialis di lengan bawah (posterior
interosseous nervedansuperficial cutaneous nerve). Setelah bercabang,posterior interosseous
nerve menembus septum intermuskularis lateralis (Gambar 2.4)4

12
Gambar 3.3 Hubungan Struktur Anatomis Pada Ekstrimitas Atas

Gambar 3.4 Tampak Posterior Fokus Pada Humerus Terhadap Sendi Siku

13
Pada tingkat perlekatan distal daripada korakobrachialis terhadap humerus, saraf
ulnaris berjalan dari kompartemen anterior menuju kompartemen posterior dari lengan
atas dengan menembus septa intermuskularis medial. Saraf berjalan sepanjang batas
anteromedial dari medial head of triceps sepanjang septa intermuskular medialis

Mekanisme Cidera
Kemampuan hiperekstensi sendi siku umum terjadi pada masa kanak-kanak, hal ini
dikarenakan kelemahan ligamen yang bersifat fisiologis. Kemudian, kolum bagian medial dan
lateral dari humerus distal dihubungkan oleh segmen tipis dari tulang antara olecranon pada
bagian posterior dan coronoid pada fosa anterior, yang menyebabkan tingginya resiko
terjadinya fraktur pada daerah tersebut.5

Fraktur suprakondiler humerus sering terjadi akibat hiperekstensi siku (95%). Jatuh
dalam keadaan tangan terentang membentuk hiperekstensi dari siku, dengan olecranon
bertindak sebagai fulcrum pada fossa.5 Bagian anterior dari kapsul secara simultan
memberikan gaya regang pada humerus bagian distal terhadap insersinya. Tekanan ekstensi
yang kontinyu akan mengakibatkan segmen posterior humerus terdesak ke distal dan
terpluntir ke anterior, yang dapat mengakibatkan kerusakan segmen anterior neurovaskular.
Mekanisme ini mengakibatkan kerusakan periosteum anterior, namun periosteum bagian
posterior tetap intak. Arah pergeseran pada suatu bidang koronal mengindikasikan risiko
terhadap struktur jaringan otot halus. Jika patahan mengarah ke sisi medial, saraf radialis akan
berisiko sedangkan jika mengarah ke sisi lateral, akan menjepit arteri brachialis dan saraf
medianus.6
Tipe yang jarang terjadi (5%) yakni fraktur suprakondiler tipe fleksi, yang
diakibatkan jatuh dengan posisi siku fleksi. Patahan jenis ini, sangat menantang untuk
direduksi mengingat resiko kerusakan saraf ulnaris. 5

14
Klasifikasi
Klasifikasi yang dipakai adalah klasifikasi Gartland, terdiri atas:
 Tipe I
Gartland tipe I dari merupakan fraktur suprakondiler yang tidak bergeser atau
minimal displaced (<2 mm) dan disertai dengan garis anterior humeral yang utuh
dengan atau tanpa adanya bukti cedera pada tulang. Posterior fat pad sign
merupakan satu-satunya bukti adanya fraktur. Fraktur tipe ini sangat stabil karena
periosteum sirkumferensial masih utuh.

 Tipe II
Gartland tipe II merupakan fraktur suprakondiler disertai pergeseran (> 2
mm), dan korteks bagian posterior kemungkinan masih utuh dan berfungsi sebagai
engsel. Pada gambaran foto rontgen elbow true lateral, garis anterior humeral tidak
melewati 1/3 tengah dari capitelum. Secara umum, tidak tampak deformitas rotasional
pada posisi foto rontgen AP karena posterior hinge masih utuh.

 Tipe III

Gartland tipe III merupakan fraktur suprakondiler, dengan tanpa adanya


kontak pada korteks yang cukup. Biasanya disertai dengan ekstensi pada bidang
sagital dan rotasi pada frontal dan/atau bidangtransversal. Periosteum mengalami
robekan yang luas, sering disertai dengan kerusakan pada jaringan lunak dan
neurovaskular. Keterlibatan dari kolum medialis menyebabkan malrotasi menjadi
lebih signifikan pada bidang frontal dan diklasifikasikan sebagai tipe III. Adanya
deformitas rotasional yang tampak pada gambaran foto rontgen posisi AP
digolongkan pula sebagai fraktur tipe III
Modifikasi Klasifikasi Gartland yang dibuat oleh Wilkin, pada fraktur
suprakondiler humerus merupakan jenis klasifikasi yang paling diterima dan paling
banyak digunakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Barton dkk, Nilai Kappa
terhadap variabilitas intraobserver dan interobserver dari klasifikasi ini merupakan
yang tertinggi dibanding klasifikasi yang digunakan sebelumnya7. Adapun
tambahannya, yakni:
 Tipe IV

Gartland tipe IV ditandai dengan adanya instabilitas multidireksional. Hal ini

15
disebabkan terjadinya inkompetensi sirkumferensial dari periosteal hinge dan
terjadinya instabilitas pada fleksi dan ekstensi. Instabilitas multidireksional ini
ditentukan pada saat pasien dalam kondisi teranestesi saat dilakukan operasi.
Instabilitas ini dapat disebabkan oleh cedera yang terjadi, atau bisa juga disebabkan
secara iatrogenik, yaitu pada saat kita mencoba melakukan reduksi.8

Evaluasi Klinis
Penderita anak-anak yang datang dengan fraktur suprakondiler mengeluh nyeri di
sekitar bahu setelah jatuh. Keluhan lainnya adalah bengkak di daerah bahu atau gerakan
aktif bahu yang terbatas atau deformitas yang mungkin nampak.2,9
Ekstrimitas yang cidera harus diperiksa meliputi pemeriksaan pembengkakan
jaringan lunak, laserasi, abrasi ataupun kerutan pada kulit, dan penilaian ada atau tidaknya
patah pada ekstrimitas tersebut. Kerutan pada kulit disebabkan karena fragmen proximal
daripada fraktur menusuk otot brachialis dan menyebabkan tertariknya dermis bagian
dalam. Hal ini menandakan terjadinya kerusakan jaringan lunak. Adanya perdarahan pada
luka di daerah terjadinya fraktur, merupakan salah satu indikasi terjadinya suatu fraktur
terbuka.
Penting untuk menilai fungsi neurovaskuler setelah dilakukan inspeksi.Analisis
terkini dari sejumlah penelitian menunjukkan bahwa cidera saraf terjadi sebanyak 11,3%
pada pasien dengan fraktur suprakondiler. Pemeriksaan motorik dan sensorik seharusnya
dilakukan pada kasus ini. Pemeriksaan motorik meliputi jari-jari, pergelangan tangan, dan
ekstensi ibu jari (saraf radialis), fleksi index distal interphalangeal dan fleksi thumb
interphalangeal (AIN), thenar strength (medianus), interossei (saraf ulnaris). Pemeriksaan
sensorik meliputi area sensorik saraf radialis (dorsal first web space), saraf medianus
(palmar finger index), saraf ulnaris (palmar little finger). Apabila diketahui lebih awal,
maka defisit neurologi tersebut bersifat sementara dan akan membaik dalam 6-12 minggu.

Penilaian status vaskuler juga merupakan hal yang penting. Indikator klinis adanya
perfusi yang cukup di distal meliputi pengisian kapiler yang normal, suhu, dan warna kulit
(pink). Status vaskular dapat dikategorikan menjadi 3 kategori: kategori I mengindikasikan
bahwa tangan mengalami perfusi yang baik, dan a. radialis teraba, kategori II
mengindikasikan bahwa tangan memiliki perfusi yang baik, namun a.radialis tidak teraba,
dan kategori III menunjukan bahwa tangan mengalami perfusi yang sangat buruk dan tidak
terabanya a. radialis.Prevalensi terjadinya vascular compromise pada fraktur suprakondiler

16
humerus yang mengalami pergeseran disebutkan mencapai 20 % dari studi yang dilakukan
oleh Pirone dkk, 12 % pada studi yang dilakukan oleh Shaw dkk, dan 19 % pada studi yang
dilakukan oleh Campbell dkk.
Selesai pemeriksaan, siku yang cidera sebaiknya distabilisasi menggunakan backslab
dengan posisi fleksi 20-300 untuk mencegah pergeseranfraktur, mengurangi rasa nyeri, dan
mencapai kualitas radiologi yang baik. Ekstrimitas diposisikan dengan posisi yang nyaman.
Penatalaksanaan
 Terapi koservatif

Indikasi :
o Pada anak undisplaced/ minimally dispaced fractures
o Fraktur sangat kominutif pada pasien dengan lebih tua dengan kapasitas fungsi
yang terbatas.

Prinsipnya adalah reposisi dan immobilisasi. Pada undisplaced fracture hanya


dilakukan immobilisasi dengan elbow fleksi selama tiga minggu. Pembengkakan tidak
hebat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Bila reposisi berhasil 1 minggu foto
rontgen ulang. Gips dapat dipertahankan dalam waktu 3 minggu diganti dengan mitela
(agar pasien bisa melatih gerakan fleksi ekstensi dalam mitela). Umumnya
penyembuhan fraktur suprakondiler ini berlangsung cepat dan tanpa gangguan.10

 Operasi
Bila reposisi gagal, atau bila terdapat gejala volkmann ischemia atau lesi saraf tepi,
dapat dilakukan tindakan reposisi terbuka secara operatif.

Indikasi Operasi :
o Displaced fracture
o Fraktur disertai cedera vaskular
o Fraktur terbuka
o Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler sering kali
menghasilkan fragmen distal yang komunitif dengan garis patahnya berbentuk T
atau Y. Untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan tindakan operasi yaitu
reposisi terbuka dan fiksasi fragmen fraktur dengan fiksasi yang rigid.10

17
Komplikasi
 Cidera Saraf
Cidera saraf adalah komplikasi yang sering muncul berkaitan dengan fraktur
displaced suprakondiler penelitian yang dilakukan oleh Spinner dan Schreiber
melaporkan bahwa yang paling sering mengalami cedera pada fraktur suprakondiler
humerus tipe ekstension adalah saraf interosseus anterior yang ditandai dengan
paralisis fleksor longus ibu jari dan jari telunjuk tanpa disertai perubahan sensorik.2,5
5
Kerusakan pada saraf medianus berkaitan dengan pergeseran fragmen distal ke arah
posteromedial yang ditandai dengan sensoric losspada distribusi persarafan nervus
medianus, disertai dengan motoric loss pada otot-otot yang mendapat inervasi dari
saraf medianus. Penyembuhan fungsi sensorik hingga 6 bulan sedangkan fungsi
motorik membaik dalam waktu 7-12 minggu.
 Cidera Pembuluh Darah

Prevalensi terjadinya insufiensi pembuluh darah berkaitan dengan fraktur


suprakondiler dilaporkan berkisar antara 5-12%. Hilangnya pulsasi arteri
radialisterjadi pada pasien dengan fraktur suprakondiler tipe III sekitar 10% - 20%.
Hilangnya pulsasi arteri radialis bukan merupakan suatu kegawatdaruratan,
melainkan urgensi.Hal ini dikarenakan, sirkulasi kolateral masih dapat memberikan
perfusi yang memadai bagi extremitas tersebut.
Bila ada pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan fraktur
suprakondiler yang disertai dengan pergeseran yang berat disertai gangguan
vaskular, dilakukan splinting pada siku dengan posisi siku fleksi 20° - 40°.Shaw dkk,
merekomendasikan stabilisasi fraktur sesegera mungkin dengan reduksi tertutup dan
K-wire, apabila terdapat cidera pada pembuluh darah. Protokol penatalaksanaan ini
telah mengembalikan denyutan sebanyak 13 pasien dari total 17 pasien fraktur
suprakondiler dengan cidera pembuluh darah (12% dari 143 fraktur tipe III).2,5
 Deformitas
Deformitas berupa angulasi pada humerus distal sering terjadi pada pasien
dengan fraktur suprakondiler. Keterbatasan remodeling yang terjadi pada humerus
distal dikarenakan physis bagian distal hanya berkontribusi sebesar 20% terhadap
pertumbuhan tulang humerus. 2,5,10
Penyebab yang paling masuk akal terhadap
terjadinya deformitas tersebut pada fraktur suprakondiler adalah terjadinya

18
malunion dibandingkan dengan terjadinya growth arrest. Remodeling dapat terjadi
pada bagian posterior, namun tidak dapat terjadi angulasi pada bidang koronal,
sehingga mengakibatkan terjadinya deformitas cubitus varus atau valgus.
 Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemenpada fraktur suprakondiler diperkirakan antara 0,1 % -
0,3 %. Sindrom kompartemen forearm dapat terjadi dengan atau tanpa cidera arteri
brachialis dan teraba atau tidaknya nadi radialis. Diagnosis sindrom kompartemen
berdasarkan lima tanda klasik yakni pain, pallor, pulselessness, paresthesia, dan
paralysis. Selain itu, adanya tahanan terhadap gerakan pasif jari dan nyeri progresif
setelah fraktur
 Infeksi Pin Track
Rerata terjadinya infeksi pin track pada anak-anak yang ditangani dengan
fiksasi menggunakan percutaneus Kirschner wire memiliki rentang antara 1% - 21%.
Rerata terjadinya infeksi pin track yang berhubungan dengan terjadinya fraktur
suprakondiler humerus disebutkan antara 1% - 6,6%. Battle dan Carmichael
melakukan penelitian terhadap 202 kasus fraktur, dimana 92,6% ( 187 ) kasus
tersebut merupakan fraktur pada ektermitas atas, dilaporkan rerata terjadinya infeksi
sebesar 7,9% ( 16 dari 202 ). 12 dari 16 kasus yang mengalami infeksi tersebut
memerlukan antibiotik oral dan perawatan terhadap pin tracknya, Satu pasien
memerlukan antibiotik secara intravena, sedangkan 3 pasien sisanya memerlukan
tindakan operasi berupa insisi dan debridement. Gupta dkk melaporkan terjadinya 1
kasus pin track infection dari 150 pasien, dan dapat ditangani dengan antibiotik oral
dan melepas pin tersebut. Pada penelitian yang lebih besar, Mehlmann dkk
menemukan terjadinya 1 kasus pin track infection pada 198 pasien dan berhasil
ditangani dengan antibiotik oral sehingga dapat sembuh tanpa terjadinya sequele.11

19
BAB IV
KESIMPULAN

Fraktur suprakondiler humerus terjadi di siku, di bagian distal humerus, tepat diatas dari
epikondilus humerus. Fraktur ini paling sering terjadi pada anak-anak, terutama pada
kelompok umur 5-7 tahun. Prevalensi sekitar 55% - 75% dari semua fraktur siku pada anak-
anak. Fraktur lebih sering terjadi pada tangan kiri atau tangan yang non dominan. Beberapa
penelitian terakhir menunjukkan bahwa angka insiden kejadian fraktur suprakondilar
humerus adalah sama antara pria dan wanita. Terdapat 2 macam berdasarkan mekanisme
cidera, yakni fraktur jenis ekstensi dan fleksi, dimana fraktur jenis ekstensi lebih sering
terjadi (98%).

Penanganan awal yang baik menjadi penting agar mencegah terjadinya gangguan vaskular
atau peningkatan tekanan kompartemen. Oleh karena itu, pada penderita fraktur
suprakondiler humerus diperlukan penangan awal berupa pemasangan splint dengan siku
diposisikan fleksi 20° - 40° . Selanjutnya penatalaksanaan fraktur suprakondiler humerus
fraktur pada anak-anak secara umum dapat dibagi menjadi 2, non operatif dan opetatif.
Komplikasi soft tissue meliputi cidera saraf, cidera pembuluh darah, kekakuan atau myositis
ossificans, sindrom kompartemen, dan infeksi pin track. Komplikasi pada tulang yakni
kolumnar medialis yang pecah berkeping mengakibatkan tidak stabilnya reduksi tulang.
Komplikasi yang dapat muncul oleh karena reduksi yakni deformitas varus ataupun valgus.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Salter RM. Spesific Fracture & Joint Injuries in Children. Textbook of Disorders &
Injuries of the Muskuloskeletal Sytem. 3rd Edition. Lippincott Wiliams& Wilkins
1999
2. Skaggs DL, Flynn JF: Supracondylar Fracture of the Distal Humerus. In: Beaty JH,
Kasser JR, (editors) Rockwood and Wilkins Fractures in Children, 7th Edition Vol.
3. Philadelphia, Lippincott William and Wilkins; 2010. 487-531.
3. Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of Fractures Third Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. 2006
4. Barel DP, Hanel DP. Fractures of The Distal Humerus. In: Wolfe SW, Hotchkiss
RN, Pederson WC, Kozin SH. Green’s Operative Hand Surgery Sixth Edition.
Churcill Livingstone Elsevier. 2010.
5. Beaty JH, Kasser JR.Supracondylar Fracture of the Distal Humerus. In: Campbell,
11th Edition; 2007.
6. Farnsworth CL, Silva PD,Mubarak SJ. Etiology of supracondylar humerus fracture.
Journalof Pediatric Orthopaedic. 1998;18:38-42

7. Leich KK, Kay RM, Femino JD, Tolo VT,Storer SK, Skagss DL. Treatment of
multidirectionally unstable supracondylar humeral fractures in children. A modified
Gartland type – IV fracture. Journalof Bone Joint Surgery America .2006. 88. P 980-
985.
8. Barton KL, Karminsky CK, Green DW, Shean DJ, Skaggs DL. Reliability of a
modified Gartland classification of supracondylar humerus fractures. Journal of
Pediatric Orthopaedic. 2001;21:27-30.

9. Price CT, Flynn JM. Management Of Fractures. In: Morrissy RT, Weinstein SL.
Lovell & Winter’s Pediatric Orthopaedics, 6th Edition. 2006. Vol.2. 33. 1449-1452
10. Apley, Graham. Solomon, Louis. Fraktur Pada Anak. Dalam: Buku Ajar Ajar
Ortopedi dan Fraktur Sistim Apley. Edisi ke-7. Widya Medika. Jakarta.

11. Mehlman CT, Strub WM, Roy DR. The effect of surgical timing on the
perioperative complication of treatment of supracondylar humeral fracture in
children. Journal of Bone and Joint Surgery American 2001;83;323-7

21
22

Anda mungkin juga menyukai