Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes Simpleks, Herpes Zoster Dan Varicella
Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Herpes Simpleks, Herpes Zoster Dan Varicella
Disusun oleh:
Kelompok 2 AJ 1/B18
Agnes Ose Tokan 131511123003
Tri Sulistyawati 131511123005
Dwi Retna Heruningtyas 131511123011
Hardiansyah 131511123021
Agus Saputro 131511123029
Fauzan Rifai 131511123071
Aisyah Nur Izzati 131511123075
Maria Roswita Loin 131511123085
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus
(HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas
kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan oleh
Varicella Zoster Virus dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-
vesikel. (Rampengan, 2008). Sedangkan Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan
setempat yang merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang
telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus (Marwali, 2000).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun
wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar 50 juta penduduk
di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12 tahun atau lebih (Habif, 2004).
Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan
infeksi HSV tipe II biasanya terjadi sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006).
Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasus
dengan case fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1 kematian per
100.000 kasus). Menurut Mehta 2006, insiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6
tahun dan hanya terjadi 10% pada usia lebih dari 14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka
mortalitas varisela adalah 2 per 100.000 kasus. Angka mortalitas pada anak dengan
immunocompromised lebih besar. Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada
neonatus, tergantung periode infeksi pada ibu
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan dapat muncul
sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada perbedaan dalam
morbiditas antara pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa dan Amerika Utara,
diperkirakan ada sekitar 1,5-3 per 1000 orang per tahun pada segala usia dan kejadian
meningkat tajam pada usia lebih dari 60 tahun yaitu sekitar 7-11 per 1000 orang per
tahun (Gnann dan Whitley, 2002 dalam Finn, Adam 2005.). Insiden herpes zoster
meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia
lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun (Schmader & Oxman, 2012
dalam Katsambas, Andreas. 2015).
Gejala yang ditimbulkan dari herpes simpleks berupa perasaan gatal, rasa
terbakar, eritema, malaise, demam dan nyeri otot (Siregar, 2005).sedangkan pada
Varicella, virus Varicela zoster dapat menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini
mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak
dengan virus varicella zoster akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela
tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi
klinis) dan kemudian virusvaricella zoster diaktivasi oleh trauma sehingga
menyebabkan herpes zoster (Richar E, 2012).
Pada pasien dengan herpes zoster, tujuan utama terapinya adalah untuk
membatasi berkembangnya penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan lesi di
dermatom primer, mencegah penyakit di tempat lain, dan mencegah NPH (Prabhu,
2009).
Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah infeksi herpes simpleks.
Imunisasi yang ada saat ini adalah imunisasi untuk virus Varicella-Zoster atau cacar air
yang nantinya dapat mencegah herpes zoster. Tindakan prevensi tertular penyakit
herpes dengan menghindari kontak kulit ke kulit dengan orang yang sedang mengalami
infeksi primer herpes, dan tetap menjaga imunitas tubuh. Pengobatan dengan Acyclovir
pada dasarnya bertujuan untuk memperpendek masa serangan terjadi dan mencegah
kekambuhan. Pengobatan yang tepat dan sedini mungkin dipercaya akan menyebabkan
penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang (Arnold et al., 1990).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster
ini perlu dipelajari khususnya dalam praktek asuhan keperawatan sistem integumen
secara komprehensif.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan sistem integumen pada klien dengan Herpes Simplek, Varicella dan Herpes
Zoster.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu: lapisan
epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis terdiri atas:
(1) Stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang terluar dan terdiri
atas sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan keratin.
(2) Stratum lusidum merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang telah menjadi protein.
(3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) yaitu dua atau tiga lapis selsel gepeng
dengan sitoplasma butir kasar dan berinti di antaranya.
(4) Stratum spinosum (stratum Malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal dengan besar yang berbeda akibat adanya proses mitosis.
(5) Stratum basale terbentuk oleh sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal dan berbaris seperti pagar (palisade).
2.2 Varicella
2.2.1 Definisi Varicella
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang
disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,
ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008). Varisela yang mempunyai
sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,
kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh
virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya
menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit
berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel
selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986)
Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah infeksi primer
virus varicella-zoster (VZV) yang umumnya menyerang anak dan merupakan
penyakit yang sangat menular.( Hadinegoro.2010)
(http://www.medicinenet.com/image-collection/varicella_chicken_pox_picture/picture.htm)
2.2.2 Etiologi Varicella
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk
kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut
Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan
rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang
disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan
dalam darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri
dari Fibroblast paru embrio manusia.
Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes
Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella,
sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster,
sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini. (Dumasari.2008)
2.2.3 Patogenesis Varicella
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari pada anak imunokompeten (rata - rata 14 -
17 hari) dan pada anak yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang
dari 14 hari. VZV masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi dari sekresi
pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi kulit. Droplet
infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul lesi dikulit.
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian
atas, orofaring ataupun conjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke
2 - 4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus
dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya
viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4 - 6 setelah infeksi pertama). Pada
sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan
siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan
terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan
timbulnya lesi dikulit yang khas. Seorang anak yang menderita varicella akan dapat
menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi
di kulit. (Dumasari.2008)
2.2.4 Pemeriksaan Diagnostik
Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :
a. Tzanck smear
- Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian
diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s,
toluidine blue ataupun Papanicolaou’s Dengan menggunakan mikroskop
cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.
- Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.
- Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan
herpes simpleks virus.
b. Direct fluorescent assay (DFA)
- Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta
pemeriksaan dengan DFA kurangsensitif.
- Hasil pemeriksaan cepat.
- Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.
c. Polymerase chain reaction (PCR)
e. Herpes zoster
Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul beberapa
bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster virus menetap
pada ganglion sensoris.
f. Reye syndrome
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan dengan
penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik) secara luas,
kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. (Dumasari.2008)
2.2.7 Penatalaksanaan Varicella
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi
khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering
menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari
kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat
timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah
Umum
a. Isolasi untuk mencegah penularan.
b. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
c. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
d. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air
mandi
e. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
Jangan menggaruk vesikel.
Kuku jangan dibiarkan panjang.
Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pada kulit, jangan
digosok.
f. Farmakoterapi
1) Antivirus (contoh : Asiklovir, Valasiklovir)
pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu
penyembuhan akan lebih singkat
antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi
dikulit muncul
2) Antipiretik dan untuk menurunkan demam
Parasetamol atau ibuprofen. Jangan berikan golongan salisilat (aspirin)
untuk menghindari terjadinya sindrom Reye
3) Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep
antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
4) Bila lesi masih dalam bentuk vesikel, dapat diberikan bedak atau losio pengurang
gatal (misalnya losio kalamin).
2.2.8 Pencegahan Varicella
a. Hindari kontak dengan penderita.
b. Tingkatkan daya tahan tubuh.
c. Imunoglobulin Varicella Zoster
Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap VZV dengan
dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara intramuskular (IM). VZIG
profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-anak
imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung dengan
penderita varicella, neonatal yang terekspose oleh ibu yang terinfeksi varicella,
setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi yang diberikan
setelah timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang terjadi.
(Kurniawan. 2009)
Anak yang belum pernah menderita cacar air harus mendapatkan 2 dosis vaksinasi
cacar air pada usia :
Bagi yang berusia 13 tahun keatas (yang belum pernah menderita cacar air atau
mendapatkan vaksinasi cacar air) arus mendapatkan dua dosis minimal dalam jarak
waktu 28 hari. (Centers for Disease Control and Prevention)
a. Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf
(neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.
b. Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit
sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin perlu
antibiotik.
c. Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian
atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.
d. Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf
motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan
(palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.
e. Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau penyebaran
virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.
2.4.8 Penatalaksanaan Medis
Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya pengobatan
hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan inflamasi.
a. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk
mencegah vesikel pecah.
b. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik
atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.
c. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri ini
kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit.
Jika tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk
meresepkan analgesik yang lebih kuat.
d. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk ruam akan
mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila
gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.
e. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih
kontroversial. Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.
2. Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan Varicella, herpes simplek, herpes zoster
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh
klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh
atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan
adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula
timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan
pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris,
introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna,
dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada
beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut
secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis,
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;
pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran
nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih
skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah
untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
2.5.2 Diagnosa
1. Hipertermia berhubugan dengan penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi kulit (timbul
bula, kemerahan)
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakit
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
6. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit
7. Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi menular seksual
2.5.3 Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kritera hasil Intervensi
1 Hipertermia selama dilakukan tindakan a. Monitor suhu pasien
berhubugan dengan keperawatan, pasien mampu b. Monitor nadi, RR
penyakit mempertahankan kondisi pasien
normotermi dengan kriteria c. Monitor intake
hasil: output pasien
- Suhu tubuh dalam d. Berikan penjelasan
rentang normal tentang penyebab
- Nadi dan RR dalam demam atau
rentang normal peningkatan suhu
tubuh
e. Beri kompres hangat
di daerah ketiak dan
dahi
f. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antiviral,
antipiretik
2 Nyeri akut Selama dilakukan tindakan a. Lakukan
berhubungan keperawatan, nyeri pasien pengkajian nyeri
dengan agen cidera hilang dengan kriteria hasil: secara
biologis - Pasien mampu komprehensif
mengontrol nyeri b. Observasi reaksi
- Melaporkan nyeri nonverbal dari
berkurang ketidaknyamanan
menggunakan c. Kontrol lingkungan
managemen nyeri yang dapat
- Mampu mengenali mempengaruhi
nyeri (skala, intensitas, nyeri seperti suhu
frekuensi) ruangan,
pencahayaan,
kebisingan
d. Ajarkan tentang
teknik pernafasan /
relaksasi
e. Kolaborasi
pemberian
analgetik
f. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
g. Anjurkan klien
untuk beristirahat
3 Kerusakan Selama dilakukan tindakan a. Observasi keaadan
integritas kulit keperawatan, pasien bula pasien
berhubungan mampumencapai b. Anjurkan pada
dengan perubahan penyembuhan pada kulit pasien untuk tidak
pigmentasi kulit dengan kriteria hasil: menggaruk bula
(timbul bula, -
Integritas kulit yang c. Jaga kebersihan
kemerahan) baik bisa dipertahankan kulit
(pigmentasinya) d. Kolaborasi dengan
- Luka atau lesi pda kulit dokter dalam
menunjukan proses pemberian obat
penyembuhan dengan topikal
adanya regenerasi
jaringan
4 Gangguan citra diri Setelah dilakukan tindakan a. Dorong klien
berhubungan keperawatan pasien tidak mengungkapkan
dengan penyakit mengalami gangguan citra perasaannya
tubuh, dengan kriteria hasil : b. Jelaskan tentang
- body image positif pengobatan,
- Mempertahankan perawatan
interaksi sosial c. Fasilitasi kontak
individu dengan
kelompok kecil
d. Beri reinforcement
yang positif
5 Ketidakseimbangan Selama dilakukan tindakan a. Monitor
nutrisi kurang dari keperawatan, kebutuhan mual/muntah
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi b. Observasi dan kaji
berhubungan dengan kriteria hasil : intake pasien
dengan intake tidak - Tidak ada tanda-tanda c. Anjurkan makan
adekuat malnutrisi sedikit-sedikit tapi
- Tidak ada sering
mual/muntah d. Hidangkan
makanan selagi
hangat
e. Kolaborasi dengan
ahli gizi dalam
pemberian dan
penyusunan menu
favorite klien
f. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian anti
emetik dan
penambah nafsu
makan
6 Resiko infeksi Selama dilakukan tindakan a. Tekankan
berhubungan keperawatan, pasien pentingnya teknik
dengan gangguan terhindar dari infeksi cuci tangan yang
integritas kulit sekunder dengan kriteria baik untuk semua
hasil : individu yang
- Klien mampu datang kontak
mendeskripsikan dengan pasien.
proses penularan b. Gunakan skort,
penyakit, faktor sarung tangan,
yang mempengaruhi masker dan teknik
penularan serta aseptic, selama
penatalaksanaannya perawatan kulit.
- Menunjukan c. Cukur atau ikat
kemampuan untuk rambut di sekitar
mencegah timbulnya daerah yang
infeksi baru terdapat erupsi.
- Menunjukan d. Bersihkan jaringan
perilaku hidup nekrotik / yang
sehat lepas (termasuk
pecahnya lepuh)
e. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian antiviral
7 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji tingkat
pola seksual keperawatan, pola seksual kecemasan klien
berhubungan pasien kembali efektif yang berhubungan
dengan takut dengan kriteria hasil : dengan pola
infeksi menular - Pola seksualitas klien seksual
seksual normal b. Jelaskan pada klien
- Klien terlihat tidak cemas waktu untuk
terhadap aktifitas melakukan
seksualnya hubungan seksual
- Klien mampu sesuai kondisinya
menggunakan mekanisme c. Beri edukasi
koping yang efektif tentang keadaan
klien apabila
berhubungan
seksual
d. Anjurkan pada
pasien untuk
mengikuti program
pengobatan dan
perawatan sampai
tuntas
BAB 3
STUDI KASUS HERPEZ ZOSTER
Kasus
Bpk. S berumur 62 tahun, mengalami plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri sejak 3
hari yang lalu. Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah
banyak sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan.
Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul plenting. Sehari sebelumnya
penderita mengeluh tidak enak badan dan demam ringan. Belum pernah berobat untuk
keluhan ini.
3.1 Pengkajian
A. Anamnesis
1. Identitas :
a. Nama : Bpk. S
b. Umur : 62 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
d. Alamat : Mulyosari
e. Pekerjaan : Pensiunan Guru
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Plenting – plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.
Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak
sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika
digerakkan. Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul
plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan demam
ringan. Belum pernah berobat untuk keluhan ini. Pasien minum paracetamol
untuk menurunkan demamnya.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui. Tidak pernah menderita
penyakit ini sebelumnya dan tidak pernah di rawat di RS.
d. Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.
e. Kebiasaan/ Lingkungan
Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiap hari. Penderita tidak
merokok dan minum alkohol
B. Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breath)
Tidak ada keluhan batuk, pilek, sesak napas.
2. B2 (Blood)
Leukositosis
3. B3 (Brain)
Demam ringan, suhu : 37°C,
4. B4 (Bladder)
Tidak ada keluhan
5. B5 (Bowel)
Tidak ada keluhan
6. B6 (Bone)
Nyeri di daerah munculnya plenting.
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Tzanck Smear : Mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan
herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk
membedakan diagnostic herpes virus.
3. Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Kultur virus
6. Identifikasi Antigen / asam nukleat VVZ
3.2 Analisa Data
Transmisi/penularan
HSV-1
melalui
, HSV-2,
: Kontak
Varicella
langsung
zosterdengan
virus individu yang terkena virus melalui permu
Masuk ke sel epitel mukosa/permukaan kulit dan melebur dalam membran sel
Terjadi Replikasi di
dalam sel
MK : Hipertermia
-Ketidakseimba ngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
MK : Nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.
http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf
Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas
Indonesia, Jakarta, 1993.
Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.
Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New York: Spinger
Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit .
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010
Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1 Februari 2009 –
Mei 2009
Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus. Jakarta.
Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases. Indian Journal
Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta: EGC.
Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.