Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KUNJUNGAN PRAKTIK KESEHATAN PENERBANGAN

DI LEMBAGA KESEHATAN PENERBANGAN DAN RUANG


ANGKASA (LAKESPRA) DR. SARYANTO JAKARTA

Disusun Oleh :

Kelompok 5

1. Nurfadillah Zalzabila (NIM 173010010)

2. Nurhikma Awalia (NIM 193010008)

3. Nurindah Sari (NIM 173010005)

4. Ramadani (NIM 203010005)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS PATRIA RTHA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan telah selesainya perkuliahan program FN
2020/2021 pada bulan Maret 2021 lalu, mahasiswa keperawatan
Universitas Patria Artha (UPA) Makassar melakukan praktik program
Flight Nurse (FN). Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 1-5 September
2021 dengan melakukan kunjungan ke Pusat Pendidikan dan Pelatihan
(Pusdiklat) Garuda Indonesia yang bertempat di Kosambi, Jakarta Barat.
Praktik dan Kunjungan FN juga dilakukan di Lembaga Kesehatan
Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) Dr. Saryanto, Jakarta
Selatan.

Flight Nurse (FN) telah menjadi program unggulan pada Program


Studi S1 Ilmu Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Patria Artha,
Makassar yang telah diintegrasikan ke dalam kurikulum sejak semester
genap tahun ajaran 2014/2015.

Mahasiswa yang memiliki keilmuan terkait kesehatan penerbangan


memberikan nilai tambahan tersendiri pada kualitas diri mahasiswa
tersebut. Sebab di era teknologi yang semakin canggih termasuk pada
perkembangan teknologi pada pesawat terbang tidak menutup
kemungkinan adanya risiko-risiko jika berada pada ketinggian,
terkhususnya yang terkait dalam masalah kesehatan.

Ilmu Kesehatan penerbangan ini sebagai salah satu cabang ilmu


Kesehatan yang dilandasi oleh Fisiologi penerbangan atau Aerofisiologi.
Faktor-faktor ketinggian yang mempengaruhi faal tubuh manusia adalah
menurunnya tekanan udara, tekanan parsial oksigen, suhu udara, dan
lain-lain yang penting dianalisis keadaannya agar dapat meminimalisir
risiko dalam penerbangan sehingga awak pesawat juga para kru serta
penumpang merasa aman dan nyaman dalam pesawat.
Salah satu tanda kemajuan teknologi pada pesawat terbang yang
berguna untuk menjaga keselamatan awak pesawat yaitu adanya
Ejection Seat, ialah kursi pelontar yang dapat mengeluarkan pilot ketika
pesawatnya sedang bermasalah.

Keberadaan ejection seat diawali dengan peraturan pada tahun


1920 yang menetapkan bahwa awak pesawat harus memakai parasut
dalam penerbangan, karena semakin dirasakan perlunya pengembangan
suatu alat yang dapat membantu awak pesawat maupun penumpang agar
dapat keluar dengan aman dari pesawat yang sedang mengalami keadaan
darurat di udara.

B. Tujuan

1. Mampu memahami dan mengaplikasikan teori-teori yang


didapatkan dalam perkuliahan flight nurse
2. Mampu memahami cara untuk lolos dari pesawat yang mengalami
keadaan darurat
3. Mampu melaksanakan tahapan-tahapan penyelamatan

C. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Menambah ilmu serta wawasan dalam hal penyelamatan dalam
keadaan darurat pada ketinggian
2. Bagi masyarakat
Merasakan keamanan dan kenyamanan selama berada pada
ketinggian
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ejection Seat Trainer (EST) merupakan alat yang digunakan untuk
melatih penerbang agar dapat melakukan penyelamatan diri keluar dari
pesawat pada keadaan darurat. Pada Latihan ini, bagi para penerbang
dilaksanakan indoktrinasi bagaimana sikap tubuh yang benar sebelum
lolos darurat dari pesawat yang tidak dapat dikendalikan lagi.
Ejection Seat atau kursi lontar adalah sebuah alat yang digunakan
untuk mensimulasikan cara menyelamatkan diri dari keadaan darurat
diatas pesawat tempur. Kursi ini akan melontar keatas ketika katup/tuas
penguncinya dilepas.

Pada tanggal 1 maret 1912, Albert Perry (Amerika) melompat


pertama kali dengan parasut dari pesawatnya yang hancur. Bersamaan
dengan dikenalkannya parasut bagi pesawat-pesawat tempur di tahun
1918, pertama kali yang melakukan percobaan ejector seat adalah
negara Jerman. Pada percobaan ini mereka memakai model pengungkit
yang dipakai oleh pilot untuk melepaskan kaca kabin dari pesawat dan
melemparkan pilot dengan tekanan yang kuat, dan kemudian parasut
pada kursi itu akan membuka. Ejection seat secara operasional dipakai
pertama kali pada pesawat He-280.   Ejection seat ini menggunakan
sistem udara bertekanan tinggi, belum memanfaatkan ledakan/motor
roket seperti yang umumnya dipakai sekarang.

Penelitian teknologi ejection seat baru dimulai lagi setelah PD II


berakhir. Setelah muncul penemuan mesin jet berkecepatan di bawah
suara, proyek ejector seat ini tidak diteruskan lagi. Karena jika pilot
meluncur, dia akan menabrak ekor pesawat atau bagian-bagian lain dari
pesawat disebabkan kecepatannya yang mencapai 800-960 km/s. Oleh
karena itu, para pendesain membuat inovasi ejector seat yang di
dalamnya terdapat muatan terbakar untuk meluncur jauh lebih cepat
dari pesawat sebelum parasutnya terbuka. Pada pertengahan perang
dunia kedua, sebagian negara yang saling berperang masih menggunakan
kursi luncur berteknologi tekanan udara. Namun sebagian negara lain
sudah menggunakan teknologi pembakaran gumpalan (semacam rudal) di
dalam kursi untuk meluncurkan pilot bersama kursinya keluar pesawat.

Setelah ditemukannya pesawat berkecepatan melebihi suara,


mereka membutuhkan ejector seat yang lebih bagus untuk
mengimbanginya. Karena peluncuran pilot keluar pesawat yang meluncur
melebihi kecepatan suara ini adalah perkara yang sangat berbahaya.
Karena daya luncur pada keadaan seperti ini, bisa melebihi 20 kali lipat
gravitasi bumi, atau sama seperti pilot mengangkat bebannya sendiri 20
kali lipat, yang bisa menyebabkan luka-luka berat atau bahkan kematian.
Oleh karena itu, dibuatlah kursi penutup (untuk menjaga pilot dari
tekanan udara yang tiba-tiba) dan meluncur di dalamnya pilot bersama
kursinya. Teknologi ini berkembang pesat dengan adanya kabin tertutup
(ruang utama pilot) yang kursinya meluncur dan bisa mengeluarkan 2
sayap kecil, dan dilengkapi dengan mesin yang bisa meluncur jauh dari
pesawat. Setelah itu, kecepatan kursi itu akan menurun secara otomatis
sampai pada 500 km/s dan parasut juga akan terbuka secara otomatis.
Ejector seat ini juga mampu menghindari pendaratan di medan perang
atau daerah manapun yang tidak diinginkan oleh pilotnya mendarat di
sana (seperti hutan atau gunung) ke tempat-tempat yang aman. Ejector
seat ini juga dilengkapi dengan segala sesuatu yang memanjakan
pilotnya sebagai bentuk penjagaan hidupnya seperti kantong air minum,
makanan, senjata, kompas, wireless, dan mantel anti tenggelam.
Setelah itu, ejector seat mulai mengalami perubahan terus menerus
sampai saat ini agar pilot merasa lebih aman dan nyaman.

Ejector seat ini biasanya dipasang di kabin utama dengan tongkat


pengungkit di sela-sela bagian pemutar di tepian kursi. Tongkat
pengungkit ini bertujan untuk meluncurkan keluar pesawat pada saat-
saat tertentu. Kursi ini juga dilengkapi dengan semacam roket untuk
meluncurkan kursi ke atas ketika tongkat pengungkit itu ditarik, juga
dilengkapi alat pengontrol, dan parasut. Ejector seat ini termasuk dari
bagian sistem keluar dari pesawat, yang juga mencakup mekanisme
membuka permukaan atas kabin sebelum peluncuran ejector seat.
Sebagian pesawat lain disediakan penutup di sela-sela permukaan atas
kabin yang terlepas, sebelum akhirnya meluncur.

Setelah keluar dari pesawat dengan cepat, terbukalah parasut


kecil pelambat kecepatan dari atas kursi, dan perlahan-lahan
mengurangi kecepatan rata-ratanya untuk pendaratan pilot. Beberapa
saat setelah itu, sensor ketinggian pada kursi bekerja dan menjadikan
parasut pelambat tadi menarik parasut utama dari tasnya sampai pilot
melayang. Pada akhirnya, mesin tadi bekerja dan melepaskan kursi dari
pilot yang mendarat ke tanah dengan selamat. Ada juga sebagian
pesawat-pesawat perang yang menyediakan ejector seat lebih dari satu
buah, untuk beberapa orang kru-kru yang lain.

Kecepatan tiap ejector seat berbeda-beda tergantung modelnya.


Besar gaya gravitasinya saat meluncur mencapai antara 18-22 g.
Selanjutnya, teknologi ini sekarang digunakan pada pesawat-pesawat
perang yang hanya tergabung dalam berbagai peperangan saja, dan
dibatasi penggunaannya pada pesawat-pesawat lain.

Ejector seat ini tidak boleh digunakan bagi pilot maupun


penumpang pesawat-pesawat komersial yang tidak ada parasut
penyelamat di dalamnya. Karena sangat sulit menyuplai setiap
penumpang dengan parasut untuk keselamatan diri mereka ketika terjadi
kecelakaan, apalagi mensosialisasikan dan melatih mereka cara
penggunaannya. Terlebih lagi, kekacauan yang akan terjadi di dalam
pesawat yang hampir jatuh itu ketika semua penumpang ingin melompat
dari satu pintu pesawat. Adapun, sang pilot harus tetap bertahan di
pesawat, karena nasibnya bergantung pada nasib pesawat dan para
penumpang. Dia harus terus berusaha sekuat tenaga menyelamatkan
mereka. Oleh karena itu, pilot pesawat komersial tidak disuplai dengan
parasut penyelamat ataupun ejector seat.

Saat ini, percobaan penggunaan ejector seat terus berkembang.


Dan sasarannya saat ini adalah pesawat luncur.

B. Tujuan
Melatih sikap duduk penerbang tempur dalam menghadapi situasi
darurat untuk melaksanakan bail out dengan posisi yang benar.

C. Tata Cara Penggunaan


I. Persiapan
1. Dorong hanggar
2. Listrik ON dari panel utama
3. Motor listrik ON
4. Pegangan hidrolik ke posisi UP rel peluncur kursi lontar naik ke
posisi tegak (60°), selanjutnya pegangan hidrolik ke posisi netral
II. Sikap Penerbang
1. Visor helmet diturunkan
2. Kaki dirapatkan pada pedal
3. Siku dirapatkan ke badan
4. Dada dibusungkan
5. Kepala disandarkan ke headrest
6. Otot paha, perut, tangan, lengan, dan bahu dikencangkan.
7. Teriak eject 3 kali
8. Tarik napas
9. Pejamkan mata
10. Go! (tarik pedal disisi kanan kursi).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring berkembangnya teknologi terkhusus pada transportasi
udara, maka resiko bahaya yang ditimbulkan memerlukan perkembangan
teknologi yang lebih mutakhir agar dapat digunakan dengan aman dan
nyaman. Keberadaan Ejection Seat Trainer (EST) atau kursi pelontar
yaitu kursi yang dapat membantu pilot untuk keluar dari pesawat yang
sedang mengalami masalah darurat ketika berada di ketinggian atau
sedang mengudara, teknolgi inilah yang sangat membantu para pilot
pesawat tempur agar mereka merasa bahwa keamanan dan
kenyamanannya terjaga dalam mengoperasikan pesawat.

B. Saran dan Kesan


Berikut beberapa saran dan kesan dari anggota kelompok 5 :
1. Nur Fadillah Zalzabila
Saya pribadi sangat bersyukur dapat mengikuti program kunjungan
praktik Kesehatan penerbangan ke Lembaga Kesehatan
Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) dan ke PT. Garuda
IndonesiaTraining Centre, karena saya bisa melihat secara
langsung proses pelatihan untuk awak pesawat agar dapat
mengoperasikan pesawat di ketinggian sehingga dapat membawa
penumpang mengudara dengan aman dan nyaman. Berbagai
fasilitas dan simulator yang kami lihat untuk pertama kalinya,
berhasil membuat kami kagum dan dipenuhi dengan rasa
penasaran. Sayangnya karena dalam kondisi pandemi, kami tidak
dapat mencoba semua fasilitas tersebut. Saya pribadi sangat
berharap untuk kedepannya para mahasiswa tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu untuk mencoba fasilitas ataupun simulator yang
berada di lakespra maupun di Garuda Indonesia Training Centre.
2. Nurhikma Awalia
Saya pribadi sangat senang dan bersyukur bisa mendapatkan
kesempatan untuk berkunjung praktik Kesehatan penerbangan ke
Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA)
dan ke PT. Garuda Training Centre. Kampus saya Universitas
Patria Artha menjadi salah satu kampus di Indonesia yang
mempunyai progran unggulan yaitu Flight Nurse. Walaupun saat
ini masih pandemi covid, itu bukan penghalang bagi saya dan
tetap terus semangat.
Lakespra adalah lembaga kesehatan penerbangan dan ruang
angkasa dinas kesehatan TNI AU yang menjadi pusat latihan
Aerofisiologi. Disana, saya mendapatkan banyak ilmu pengetahuan
dan pengalaman yang baru. Aerofisologi ini terdiri dari Ejection
Seat ( Kursi lontar ), AOT ( Advance Orientation Training ), BOT
( Basic Orientation Training ), HUET ( Helicopter Underwater
Escape Training), Scuba, HPO ( Hypobaric Chamber ). Dimana HPO
ini saya mendapatkan pengalaman untuk mencoba alatnya. Dari
penjelasan yang saya dapat bahwa ketika pesawat itu mulai take
off maka diharuskan untuk menelan/Goyang rahang, dan ketika
pesawat itu mulai lending maka diharuskan untuk teknik valsava.
Pesan saya untuk kunjungan FN berikutnya jangan pernah acuh
tak acuh terhadap kegiatan ini, teruslah respek, semangat, dan
selalu berikiran positif, tanamkan pada diri kalian bahwa
kesempatan ini tidak datang dua kali, perbanyaklah ilmu dan
pengalaman saat berkunjung ke sana, baik itu Lakespra maupun
PT. Garuda Indonesia

3. Nurindah Sari
Kesan saya pribadi selama kunjungan Flight Nurse 2021, sangat
baik meskipun kurang maksimal dikarenakan pandemi covid-19.
Tapi saya tetap merasakan keseruannya, kebersamaannya, dapat
pengalaman dan ilmu baru tentunya. Di Lembaga Kesehatan
Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) dr. Saryanto saya
diperkenalkan berbagai fasilitas simulator dan mendapat
kesempatan untuk mencoba salah satunya yaitu Helicopter
Underwater Escape Training (HUET) yang langsung dibimbing oleh
ahlinya dari anggota TNI AU. Begitu pula Di Garuda Indonesia
Training Centre (GITC) saya bisa melihat langsung awak pesawat
yang sedang ditraining, melihat bagian-bagian pesawat serta
mempelajari sejarah perkembangan pesawat itu sendiri. Harapan
saya semoga nantinya para mahasiswa tidak lagi dibatasi oleh
ruang dan waktu untuk mencoba fasilitas simulator yang berada di
LAKESPRA maupun di GITC.

4. Ramadani
Saya sangat senang bisa mengikuti program Kesehatan
penerbangan. Untuk pertama kalinya saya merasakan naik
pesawat. Di lakespra, saya mendapatkan kesempatan untuk
mencoba ejection seat trainer, yaitu kursi pelontar. Perasaan saya
ketika mencoba ejection seat itu, saat menarik pedal dan kursi
naik ke atas, saya merasakan badan saya tertarik, bahkan bisa
dibilang nyawa sempat hilang sementara, tetapi setelah di atas
dan turun ke bawah, perasaan itu baik-baik saja, tidaka da efek
tambahan dari kegiatan tersebut.
Setelah dari lakespra, saya juga melihat pilot dan para
krunya sedang dilatih secara profesional di PT. Garuda Indonesia,
saya juga mendapat penjelasan tentang isi pesawat, berbagai
jenis pesawat dan kegunaannya, sejarah pesawat, dan lain
sebagainya. Ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya.
DOKUMENTASI KEGIATAN

Gambar 1. Penerimaan Mahasiswa Keperawatan Universitas Patria Artha Oleh


Petugas Aerofisiologi Bagian EST.

Gambar 2. Persiapan Pemasangan Sabuk Pengaman Kepada Petugas Sebagai


Contoh Percobaan Penggunaan EST
Gambar 3. Posisi badan yang benar untuk petugas yang akan melakukan
percobaan EST (dada dibusungkan, siku rapat pada badan, kaki rapat)

Gambar 4. Posisi kaki petugas ketika melakukan EST


Gambar 5. Kepala petugas disandarkan pada headrest sebagai langkah
persiapan melakukan EST

Gambar 6. Ketika sudah siap, petugas menarik pedal di sebelah kanan kursi
untuk dapat melakukan EST.
Gambar 7. Petugas ketika telah menarik pedal untuk melakukan EST

Gambar 8. Mahasiswa ketika mencoba melakukan EST (tahap persiapan)


Gambar 9. Posisi mahasiswa sebelum diberi instruksi oleh petugas

Gambar 10. Posisi mahasiswa ketika telah siap untuk melakukan EST
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, S., & Sofyan, M. (2021). Modul Aerofisiologi. Makassar:


Universitas Patria Artha.
Rachmawati, N., & dkk. (2014). ILA (Indoktrinasi dan Latihan
Aerofisiologi). TNI AU Komando Pendidikan, 1-24.

Anda mungkin juga menyukai