Kelompok 3 : PTK 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penyusunan makalah
ini disusun untuk memeniuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Ekologi tentang Ekosistem yang di
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang bagaimana
itu ekosistem dan bagaimana pula karakteristik, dekomposisi dan stabilitas dari ekosistem
tersebut, agar nantinya bisa dengan mudah untuk dipahami dan di pelajari lebih lanjut.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu kami dalam memfasilitasi, memberi masukan dan memberi dukungan terkait dalam
pembuatan makalah ini, sehingga pembuatan makalah bisa selesai tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak sepenuhnya benar, sehingga kami
harap adanya keritik dan saran yang membangun agar nantinya kami dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi. Harapan kami makalah ini dapat berguna dan bermanfaat untuk orang
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAGVTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik
2.2 Dekomposisi
Di dalam ekosistem, organisme yang ada selalu berinteraksi secara timbal balik dengan
lingkungannya. Interaksi timbal balik ini membentuk suatu sistem yang kemudian kita kenal
sebagai sistem ekologi atau ekosistem. Dengan kata lain ekosistem merupakan suatu satuan
fungsional dasar yang menyangkut proses interaksi organisme hidup dengan lingkungannya.
Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan biotik (makhluk hidup) maupun abiotik
(non makhluk hidup). Sebagai suatu sistem, di dalam suatu ekosistem selalu dijumpai proses
interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, antara lain dapat berupa adanya aliran
Ekosistem juga dapat didefinisikan sebagai suatu satuan lingkungan yang melibatkan unsur
unsur biotik (jenis-jenis makhluk) dan faktor-faktor fisik (iklim, air, dan tanah) serta kimia
(keasaman dan salinitas) yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Gatra yang dapat digunakan
sebagai ciri keseutuhan ekosistem adalah energetika (taraf trofi atau makanan, produsen,
konsumen, dan redusen), pendauran hara (peran pelaksana taraf trofi), dan produktivitas (hasil
keseluruhan sistem). Jika dilihat komponen biotanya, jenis yang dapat hidup dalam ekosistem
ditentukan oleh hubungannya dengan jenis lain yang tinggal dalam ekosistem tersebut. Selain itu
keberadaannya ditentukan juga oleh keseluruhan jenis dan faktor-faktor fisik serta kimia yang
Berbagai konsep ekosistem pada dasarnya sudah mulai dirintis oleh beberapa pakar ekologi.
Pada tahun 1877, Karl Mobius (Jerman) menggunakan istilah biocoenosis. Kemudian pada tahun
1887, S.A.Forbes (Amerika) menggunakan istilah mikrokosmos. Di Rusia pada mulanya lebih
banyak digunakan istilah biocoenosis, ataupun geobiocoenosis. Istilah ekosistem mula-mula
diperkenalkan oleh seorang pakar ekologi dari Inggris, A.G.Tansley, pada tahun 1935. Pada
akhirnya istilah ekosistem lebih banyak digunakan dan dapat diterima secara luas sampai
sekarang
1. Apa saja karakteristik yang dimiliki oleh ekosistem darat dan ekosistem air
3. Bagaimana stabilitas ekosistem darat dan ekosisitem air yang ada di dunia
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui tentang dekomposisi ataupun proses dekomposis yang terdapat dalam
ekosistem
Kita mengetahui bahwasannya di Bumi ini mempunyai beberapa macam eksosistem. Pada
dasarnya memang ekosistem di Bumi dibagi menjadi dua macam, yakni ekosistem daratan dan
juga ekosostem air. Namun ekosistem tersebut dipecah lagi menjadi beberapa macam. Artikel ini
akan membahas mengenai eksosistem daratan secara lebih spesifik, maka dari itulah berikut ini
merupakan ciri- cici dari ekosistem darat:
1. Ekosistem yang memiliki lingkungan fisik berupa daratan
Lingkungan fisik dari ekosistem daratan memang ada di wilayah daratan, namun bukan berarti
tidak ada perairan sama sekali. Di ekosistem daratan pun kita juga bisa menemukan perairan,
namun yang disoroti secara umum adalah wilayah daratannya, sedangkan perairan hanya sebagai
tambahan saja.
2. Memiliki tipe struktur vegetasi dominan dalam skala luas
Ekosistem daratan merupakan gambaran interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya secara
umum. Sehingga ekosistem daratan tidak hanya mencakup wilayah yang sempit saja, namun
meliputi wilayah yang luas. Maka dari itulah ekosistem daratan ini juga dikenal sebagai bioma.
3. Jenis tumbuhan dan juga hewan beradaptasi pada lingkungan atau wilayah daratan
Karena ekosistem darat, maka dari itulah binatang dan tumbuhan atau flora dan fauna juga
beradaptasinya dalam wilayah daratan. Hal ini karena daratan menjadi habitat dari flora dan
fauna tersebut. Oleh karena ekosistem daratan ini terdiri dari beberpa jenis dan setiap jenis
mempunyai karakteristiknya masing- masing, maka dari itulah setiap jenis ekosistem daratan ini
mempunyai flora dan fauna yang khas dari masing- masing.
2) Bioma Sabana
Bioma sabana merupakan ekosistem darat yang berupa padang rumput dengan diselingi
oleh beberapa pohon. Sabana ini berada di daerah yang memiliki iklim tropis. Wilayah yang
banyak terdapat bioma sabana adalah di Australia Utara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara
Batat, dan Kenya. Bioma sabana ini dibedakan menjadi dua jenis, yakni bioma sabana murni
(yaitu sabana yang terdiri atas satu jenis pohon), dan bioma sabana campuran (yaitu sabana yang
terdiri atas beberapa jenis pohon). Beberapa jenis pohon yang hidup di bioma sabana ini adalah
rumput, Aucalyptus, tumbuhan gerbang, dan Acacia. Sedangkan beberapa hewan yang
menempati bioma sabana ini antara lain macan tutul, gajah, rusa atau kijang, zebra, singa, kuda,
dan beberapa macam serangga termasuk rayap. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai bioma
sabana ini, berikut ini merupakan ciri- ciri dari bioma ini:
1. Mempunyai curah hujan antara 90 – 150 cm/ tahun
2. Merupakan padang rumput yang diselingi oleh beberapa pohon
3. Ditumbuhi oleh beberapa jenis flora, seperti tumbuhan gerbang, rumput, Acacia,
Aucalyptus
4. Dihuni oleh beberapa jenis fauna, seperti gajah, macan tutul, kijang, zebra, singa, kuda,
dan beberapa jenis serangga
3) Bioma Tundra
Jenis ekosistem darat selanjutnya adalah bioma tundra. Bioma tundra ini bisa dikatakan
sebagai bioma yang paling dingin. Bioma tundra ini dipecah menjadi dua macam, yakni tundra
Arktik dan juga tundra Alpin. Tundra Arktik merupakan tundra yang berada di daerah kutub
utara atau Artktik, dan tundra Alpin terdapat di puncak pegunungan yang tinggi, seperti di
puncak pegunungan Jaya Wijaya. Bioma tundra ini banyak kita jumpai di daerah kutub Utara
atau Arktik, Siberia, Finlanda, Rusia, dan juga Kanada. Bioma tundra ini merupakan ekosisten
darat yang mempunyai ciri- cicri sebagai berikut:
1. Mengalami musim dingin yang sangat panjang, hingga mencapai 9 bulan
2. Mendapatkan sangat sedikit radiasi sinar matahari ketuka musim dingin, sehingga terlihat
gelap
3. Mengalami musim panas selama 3 bulan saja
4. Tumbuhan- tumbuhan mulai tumbuh dan berkembang di musim panas ini
5. Tanahnya ditutupi oleh salu- salju yang mencaik ketika musim panas berlangsung
6. Memiliki flora yang khas, yaitu lumut sphagnum, dan lichen “reindeer”, pohon willow,
birch, serta tumbuhan berbiji pendek yang mana mempunyai masa perkembangan sangat
singkat, yakni 2 bulan saja
7. Mempunyai fauna yang khas juga, yakni muskoxem (bison yang berbulu teba), reindeer
atau caribou atau rusa kutub, rubah, dan burung ptarmigan.
4) Bioma Gurun
Ekosistem darat yang selanjutnya adalah bioma gurun. Gurun merupakan padang yang
mempunyai ukuran sangat luas dan mempunyai sifat tandus. Hal ini karena curah hujan yang
turun sangatlah sedikit. bisa dikatakan bahwasannya hujan sangat jarang menimpa wilayah gurun
ini. Contoh gurun yang terkenal di dunia adalah gurun Sahara di Afrika, dan gurun Gobi di Asia.
Untuk mengetahui lebih dalam mengenai gurun ini, berikut merupakan ciri- ciri yang dimiliki
oleh gurun:
1. Mempunyai curah hujan yang sangat rendah, yakni kurang dari 25 cm/ tahun
2. Keadaan tanah sangat tandus
3. Tanah tidak dapat menyimpan air
4. Mempunyai kecepatan evaporasi atau tingkat penguapan yang sangat tinggi
5. Memiliki kelembapan udara yang sangat rendah
6. Terdapat perbedaan suhu yang sangat ekstrim pada malam dan siang hari. Suhu pada siang
hari bisa mencapai 60ᵒ Celcius, sedangkan di malam hari suhu bisa mencapai 0ᵒ Celcius.
5) Bioma Taiga
Jenis ekosistem darat yang selanjutnya ada bioma taiga. Bioma taiga ini juga disebut
sebgai hutan boreal. Bioma taiga ini berada di wilayah atau daerah di antara daerah pemiliki
iklim sub tropis denagan daerah yang memiliki iklim kutub.
Selain di daerah yang demikian, bioma taiga ini juga berada di daerah yang memiliki iklim
dingin. Daerah- daerah yang memiliki bioma ini antara lain Alaska, Amerika Utara, Rusia, dan
semenanjung Skandinavia. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai bioma ini, berikut ini
merupakan ciri- ciri bioma taiga ini:
1. Terdapat di antara daerah iklim sub tropis dengan daerah iklim kutub atau di daerah iklim
dingin
2. Terdapat perbedaan suhu yang sangat mencolok antara musim panas dan juga musim
dingin
3. Terjadi pertumbuhan tanaman ketika musim panas, yakni selama 3 hingga 6 bulan
4. Memiliki flora atau tumbuhan yang bersifat homogen atau berseragam
5. Tumbuhan yang dominan tumbuh disana adalah tumbuhan yang memiliki daun runcing
seperti jaru (tumbuhan konifer), yang tampak selalu hijau sepanjang tahunnya
6. Dihuni oleh berbagai fauna khas, yakni srigala, burung, beruang hitam, moosem ajak, dan
lynx.
7) Padang Rumput
Jenis ekosistem darat yang terakhir adalah padang rumput. Sama seperti hutan hujan
tropis, padang rumput ini juga terdapat di wilayah atau daerah tropis hingga mempunyai iklim
sedang. Beberapa negara yang mempunyai banyak padang rumput antara lain Amerika Selatan,
Hongaria, Australia, Rusia bagian Selatan, dan beberapa di wilayah Indonesia.
Daerah di Indonesia yang banyak mempunyai padang rumput adalah di wilayah Nusa Tenggara.
Untuk mengenal lebih dekat mengenai padang rumput ini, berikut merupakan ciri- ciir dari
padang rumput:
1. Terdapat di daerah yang mempunyai iklim tropis dan juga sub tropis
2. Mempunyai curah hujan rata- rata sebesar 25 hingga 50 cm/ tahun. Curah hujan yang
demikian ini turun dengan tidak teratur
3. Di daerah yang memiliki curah hujan tinggi, terdapat rumput yang tumbuh subur yang
tingginya mencapai 3 meter, seperti bluestem grasses. Sementara di daerah surah hujannya
hanya sedikit terdapat rumput- rumput yang pendek seperti grama dan bufallo grasses.
4. Suhu di padang rumput umumnya terasa panas
5. Terdapat posoritan dan juga drainase yang tidak teratur, hal ini akan menyebabkan
tumbuhan sukar untuk dapat mengambil air
6. Dihuni oleh beberapa hewan khas padang rumput, yakni reptil, burung, kijang, singa,
kanguru, srigala, cheetah, jaguar, zebra, jerapah, hewan- hewan pengerat, dan berbagai
jenis serangga.
2. Danau
Danau adalah perairan darat yang ukurannya lebih besar daripada kolam. Akan tetapi
batas-batas ukuran danau tidak jelas. Para ahli menyebutkan danau adalah perairan darat yang
mempunyai kedalaman air sedemikian rupa, sehingga dasar perairannya selalu gelap karena tidak
dapat tercapai oleh cahaya matahari.
3. Sungai
Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah.Air sungai dingin dan jernih
serta mengandung sedikit sedimen dan makanan.Aliran air dan gelombang secara konstan
memberikan oksigen pada air.Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang.
4. Rawa
Ekosistem air tawar berupa rawa memiliki habitat dengan ciri-cirinya adalah variasi
temperatur atau suhu rendah, kadar garam rendah, penetrasi cahaya yang kurang, dipengaruhi
iklim dan cuaca di sekitar, dan memiliki tumbuhan-tumbuhan tingkat tinggi (dikotil dan
monokotil), tumbuhan tingkat rendah (alga, jamur, gulma, ganggang hijau) yang berfungsi
sebagai produsen, serta memiliki ikan air tawar yang dapat dijadikan sebagai sumber pangan
protein hewani (Irwan 1997).
2. Ekosistem Air Laut
Ekosistem air laut merupakan sumber daya hayati dan non hayati, lebih kurang 70% dari
permukaan bumi tertutup oleh laut. Wilayah indonesia yang terdiri atas lebih dari 13000 pulau,
dikelilingi oleh laut. Ilmu yang mempelajari ekosistem air laut disebut oceanologi.
Adapun ciri-ciri dari ekosistem air laut adalah:
a. Salinitas tinggi terutama di daerah tropis , sedangkan di daerah dingin salinitasnya rendah.
b. Mineral air laut 75% berupa NaCl (garam dapur)
c. Pada kedalaman 200 m , suhu air laut dari kutub sampai khatulistiwa berkisar 0 ͦ – 22 ͦ C.
d. Pada bagian yang lebih dalam, hampir tidak ada perbedaan suhu.
e. Jumlah energi cahaya yang diterima air laut dipergunakan untuk fotosintesis organisme
autotrofik.
f. Aliran air laut menyebarkan senyawa kimia yang diperlukan organisme yang hidup di laut ,
serta mempengaruhi suhu dan kadar garam.
g. Aliran air laut di pengaruhi oleh pola angin dan putaran bumi.
2. Pantai
Pantai adalah wilayah yang menjadi batas antara daratan dan lautan.Bentuk-bentuk pantai
berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan proses yang ada di wilayah tersebut seperti
pengikisan, pengangkutan dan pengendapan yang disebabkan karena adanya gelombang, arus
dan angin yang berlangsung secara terus menerus sehingga membentuk daerah pantai.
Pesisir adalah wilayah antara batas pasang tertinggi hingga batas air laut yang terendah
pada saat surut. Pesisir dipengaruhi oleh gelombang air laut. Pesisir juga merupakan zona yang
menjadi tempat pengendapan hasil pengikisan air laut dan merupakan bagian dari pantai.
Bagi kehidupan, terutama di daerah tropis pantai dapat dimanfaatkan sebagai :
a. Areal tambak garam.
b. Daerah pertanian pasang surut.
c. Wilayah perkebunan kelapa dan pisang.
d. Objek pariwisata.
e. Daerah pengembangan industri kerajinan rakyat bercorak khas daerah pantai, dan lain-
lain.
3. Estuari
Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari
oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara
bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian
dengan pasang surut aimya.Nutrien dari sungai memperkaya estuari.
Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang,
dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.
Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat
kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar.Estuari juga merupakan tempat mencari
makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air.
4. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh
biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis-¬jenis karang batu dan alga berkapur,
bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬-jenis moluska, crustasea,
echinodermata, polikhaeta, porifera, dan tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di
perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton dan jenis-jenis nekton.
Pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas,
cahaya, kedalaman, gelombang dan arus.Fungsi dari terumbu karang sendiri adalah untuk tempat
asuhan, mencari makan, dan pemijahan ikan.Ekosistem terumbu karang di pangandaran banyak
ditemukan di pantai sebelah barat dan timur. Pada ekosistem terumbu karang terjadi interaksi
makan-memakan hingga terbentuklah jaring makanan.
Penggolongan Ekosistem Air Laut Berdasarkan Intensitas Cahaya Yang Diterima
Berdasarkan Intensitas cahaya yang diterima air laut , habitat air laut dapat di bedakan menjadi 3,
yaitu:
a. Daerah fotik: Daerah yang masih mendapatkan cahaya matahari.
b. Daerah twilight (disfotik): Daerah dari kedalaman 200-2.000 m , cahaya bersifat remang-
remang dan tidak efektif , sehingga fotosintesis lebih kecil atau sama dengan respirasi.
c. Daerah Afotik: Daerah dengan kedalaman lebih dari 2.000 m, daerah ini tidak terkena
cahaya matahari dan fotosintesis tidak ada.
2.2 Dekomposisi
A. Dekomposisi
Dekomposisi adalah proses di mana zat organik mati dipecah menjadi bahan organik atau
anorganik yang lebih sederhana seperti karbon dioksida , air , gula sederhana dan garam mineral.
Proses tersebut merupakan bagian dari siklus nutrisi dan penting untuk mendaur ulang materi
terbatas yang menempati ruang fisik di biosfer . Tubuh organisme hidup mulai membusuk segera
setelah kematian. Hewan, seperti cacing, juga membantu menguraikan bahan organik.
Organisme yang melakukan ini dikenal sebagai pengurai. Meskipun tidak ada dua organisme
yang membusuk dengan cara yang sama, mereka semua mengalami tahap penguraian berurutan
yang sama. Ilmu yang mempelajari dekomposisi umumnya disebut sebagai taphonomy dari kata
Yunani taphos , yang berarti makam. Dekomposisi juga bisa menjadi proses bertahap untuk
organisme yang memiliki periode dormansi yang lama.
Satu dapat membedakan abiotik dari substansi biotik ( biodegradasi ). Yang pertama
berarti "degradasi suatu zat oleh proses kimia atau fisik, misalnya, hidrolisis . Yang terakhir
berarti" pemecahan metabolik bahan menjadi komponen yang lebih sederhana oleh organisme
hidup", biasanya oleh mikroorganisme.
B. Dekomposisi hewan
Pembusukan dimulai pada saat kematian, disebabkan oleh dua faktor:
1.) autolisis: pemecahan jaringan oleh bahan kimia dan enzim internal tubuh sendiri , dan
2.) pembusukan: pemecahan jaringan oleh bakteri . Proses ini melepaskan senyawa seperti
kadaverin dan putresin , yang merupakan sumber utama bau busuk dari jaringan hewan yang
membusuk.
Pengurai utama adalah bakteri atau jamur , meskipun pemakan bangkai yang lebih besar
juga memainkan peran penting dalam pembusukan jika tubuh dapat diakses oleh serangga ,
tungau , dan hewan lainnya. Yang paling arthropoda penting yang terlibat dalam proses ini
termasuk kumbang bangkai , tungau, yang daging-lalat (Sarcophagidae) dan blow-lalat
( Calliphoridae ), seperti botol hijau lalat terlihat di musim panas. Di Amerika Utara, hewan non-
serangga terpenting yang biasanya terlibat dalam proses termasuk mamalia dan pemakan bangkai
burung, seperticoyote , anjing , serigala , rubah , tikus , gagak , dan burung nasar . Beberapa dari
pemulung ini juga membuang dan menyebarkan tulang, yang mereka telan di lain waktu.
Lingkungan perairan dan laut memiliki agen pemecah yang meliputi bakteri, ikan, krustasea,
larva lalat an pemakan bangkai lainnya.
C. Tahapan dekomposisi
Lima tahapan umum digunakan untuk mendeskripsikan proses pembusukan pada hewan
vertebrata: segar, kembung, pembusukan aktif, pembusukan lanjut, dan sisa-sisa kering. Tahap
umum dekomposisi digabungkan dengan dua tahap dekomposisi kimiawi: autolisis dan
pembusukan . Kedua tahap ini berkontribusi pada proses kimiawi pembusukan , yang memecah
komponen utama tubuh. Dengan kematian, mikrobioma organisme hidup runtuh dan diikuti oleh
nekrobioma yang mengalami perubahan yang dapat diprediksi dari waktu ke waktu.
1. Segar
Di antara hewan yang memiliki jantung, tahap "segar" dimulai segera setelah jantung
berhenti berdetak. Dari saat kematian, tubuh mulai mendingin atau menghangat agar sesuai
dengan suhu lingkungan sekitar, selama tahap yang disebut algor mortis . Tak lama setelah
kematian, dalam waktu tiga sampai enam jam, jaringan otot menjadi kaku dan tidak mampu
rileks, selama tahap yang disebut rigor mortis . Karena darah tidak lagi dipompa ke seluruh
tubuh, gravitasi menyebabkannya mengalir ke bagian tubuh yang bergantung, menciptakan
perubahan warna ungu kebiruan secara keseluruhan yang disebut livor mortis.atau, lebih umum,
pucat. Tergantung pada posisi tubuh, bagian-bagian ini akan berbeda-beda. Misalnya, jika orang
itu telentang saat meninggal, darah akan terkumpul di bagian-bagian yang menyentuh tanah. Jika
orang itu tergantung, itu akan terkumpul di ujung jari, jari kaki, dan daun telinga mereka.
Begitu jantung berhenti, darah tidak dapat lagi memasok oksigen atau mengeluarkan karbon
dioksida dari jaringan. Penurunan pH dan perubahan kimiawi lainnya menyebabkan sel
kehilangan integritas strukturalnya , menyebabkan pelepasan enzim seluler yang mampu
memulai pemecahan sel dan jaringan di sekitarnya. Proses ini dikenal sebagai autolisis .
Perubahan yang terlihat yang disebabkan oleh dekomposisi terbatas selama tahap baru, meskipun
autolisis dapat menyebabkan lepuh muncul di permukaan kulit.
Sejumlah kecil oksigen yang tersisa di dalam tubuh dengan cepat terkuras oleh
metabolisme sel dan mikroba aerobik yang secara alami ada di saluran pernapasan dan saluran
pencernaan, menciptakan lingkungan yang ideal untuk perkembangbiakan organisme anaerobik.
Ini berkembang biak, mengonsumsi karbohidrat, lipid, dan protein tubuh, untuk menghasilkan
berbagai zat termasuk asam propionat, asam laktat, metana, hidrogen sulfida, dan amonia. Proses
perkembangbiakan mikroba di dalam tubuh disebut pembusukan dan mengarah ke tahap kedua
pembusukan, yang disebut kembung.
Lalat dan lalat daging adalah serangga bangkai pertama yang datang, dan mereka mencari lokasi
oviposisi yang sesuai.
2. Mengasapi
Tahap mengasapi memberikan tanda visual pertama yang jelas bahwa proliferasi mikroba
sedang berlangsung. Pada tahap ini, terjadi metabolisme anaerobik, yang mengarah pada
penumpukan gas, seperti hidrogen sulfida, karbon dioksida, metana, dan nitrogen. Akumulasi gas
di dalam rongga tubuh menyebabkan perut membengkak dan membuat mayat terlihat
membengkak secara keseluruhan. Gas yang dihasilkan juga menyebabkan cairan alami dan
jaringan yang mencair menjadi berbusa. Saat tekanan gas di dalam tubuh meningkat, cairan
dipaksa keluar dari lubang alami, seperti hidung, mulut, dan anus, dan masuk ke lingkungan
sekitarnya. Penumpukan tekanan yang dikombinasikan dengan hilangnya integritas kulit juga
dapat menyebabkan tubuh pecah.
Bakteri anaerob usus mengubah hemoglobin menjadi sulfhemoglobin dan pigmen
berwarna lainnya. Gas terkait yang terakumulasi di dalam tubuh saat ini membantu
pengangkutan sulfhemoglobin ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah dan limfatik,
memberikan tubuh penampilan marmer secara keseluruhan.
Jika serangga memiliki akses, belatung menetas dan mulai memakan jaringan tubuh.
Aktivitas belatung, biasanya terbatas pada lubang alami, dan massa di bawah kulit, menyebabkan
kulit terlepas, dan rambut terlepas dari kulit. Pemberian makan maggot, dan penumpukan gas di
dalam tubuh, pada akhirnya menyebabkan kulit pecah-pecah yang selanjutnya akan
memungkinkan pembuangan gas dan cairan ke lingkungan sekitarnya. Pecahnya kulit
memungkinkan oksigen masuk kembali ke dalam tubuh dan menyediakan lebih banyak area
permukaan untuk perkembangan larva lalat dan aktivitas mikroorganisme aerobik. Pembersihan
gas dan cairan menghasilkan bau khas yang kuat yang terkait dengan pembusukan.
3. Peluruhan aktif
Peluruhan aktif ditandai dengan periode kehilangan massa terbesar. Kehilangan ini terjadi
sebagai akibat dari pemberian makan belatung yang rakus dan pembersihan cairan dekomposisi
ke lingkungan sekitarnya. Cairan yang dibersihkan menumpuk di sekitar tubuh dan membuat
pulau dekomposisi mayat (CDI). Pencairan jaringan dan disintegrasi menjadi jelas selama waktu
ini dan bau yang kuat tetap ada. Berakhirnya pembusukan aktif ditandai dengan migrasi
belatung menjauhi tubuh menjadi kepompong.
A. Peluruhan tingkat lanjut
Dekomposisi sebagian besar terhambat selama pembusukan lanjut karena hilangnya
bahan kadaver yang tersedia. Aktivitas serangga juga berkurang selama tahap ini. Jika bangkai
berada di tanah, area di sekitarnya akan menunjukkan bukti kematian vegetasi. CDI yang
mengelilingi bangkai akan menunjukkan peningkatan karbon tanah dan nutrisi, seperti fosfor,
kalium, kalsium, dan magnesium; perubahan pH; dan peningkatan nitrogen tanah yang
signifikan.
B. Keringkan / sisa
Selama tahap kering / sisa, dapat terjadi kebangkitan kembali pertumbuhan tanaman di
sekitar CDI dan merupakan tanda bahwa unsur hara yang ada di tanah sekitarnya belum kembali
ke tingkat normalnya. Yang tersisa dari mayat pada tahap ini adalah kulit kering, tulang rawan,
dan tulang, yang akan menjadi kering dan memutih jika terkena elemen. Jika semua jaringan
lunak dikeluarkan dari jenazah, itu disebut kerangka sepenuhnya, tetapi jika hanya bagian tulang
yang terbuka, itu disebut kerangka sebagian.
D. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi tubuh
Mayat yang terpapar elemen terbuka, seperti air dan udara, akan membusuk lebih cepat
dan menarik lebih banyak aktivitas serangga daripada tubuh yang dikubur atau dikurung di alat
pelindung atau artefak khusus. Hal ini sebagian disebabkan oleh terbatasnya jumlah serangga
yang dapat menembus peti mati dan suhu yang lebih rendah di bawah tanah.
Laju dan cara pembusukan dalam tubuh hewan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Suhu;
b. Ketersediaan oksigen;
c. Sebelum pembalseman;
d. Penyebab kematian;
e. Penguburan, kedalaman penguburan, dan jenis tanah;
f. Akses oleh pemulung;
g. Trauma, termasuk luka dan pukulan telak;
h. Kelembaban, atau basah;
i. Curah hujan;
j. Ukuran dan berat badan;
k. Komposisi;
l. Pakaian;
m. Permukaan tempat tubuh bersandar;
n. Makanan/benda di dalam saluran pencernaan spesimen (bacon dibandingkan dengan
selada).
Kecepatan terjadinya dekomposisi sangat bervariasi. Faktor-faktor seperti suhu,
kelembapan, dan musim kematian semuanya menentukan seberapa cepat tubuh segar akan
membentuk kerangka atau menjadi mumi. Panduan dasar untuk pengaruh lingkungan pada
dekomposisi diberikan sebagai Hukum Casper (atau Rasio): jika semua faktor lain sama, maka,
ketika ada akses bebas udara, tubuh membusuk dua kali lebih cepat jika direndam dalam air dan
delapan kali. lebih cepat dibanding jika terkubur di bumi. Pada akhirnya, laju pembusukan
bakteri yang bekerja pada jaringan akan bergantung pada suhu di sekitarnya. Suhu yang lebih
dingin menurunkan laju dekomposisi sementara suhu yang lebih hangat meningkatkannya.
Tubuh yang kering tidak akan terurai secara efisien. Kelembaban membantu pertumbuhan
mikroorganisme yang menguraikan bahan organik,tetapi terlalu banyak uap air dapat
menyebabkan kondisi anaerobik yang memperlambat proses dekomposisi.
Variabel terpenting adalah aksesibilitas tubuh terhadap serangga, khususnya lalat. Di
permukaan di daerah tropis, invertebrata saja dapat dengan mudah mengecilkan bangkai yang
berdaging lengkap untuk membersihkan tulang dalam waktu kurang dari dua minggu. Kerangka
itu sendiri tidak permanen; asam dalam tanah dapat menguranginya menjadi komponen yang
tidak dapat dikenali. Inilah salah satu alasan yang diberikan atas kurangnya sisa-sisa manusia
yang ditemukan di bangkai kapal Titanic , bahkan di beberapa bagian kapal yang dianggap tidak
dapat diakses oleh pemulung. Tulang baru kerangka sering disebut tulang "hijau" dan memiliki
karakteristik rasa berminyak. Dalam kondisi tertentu (biasanya sejuk, tanah lembab), tubuh dapat
mengalami saponifikasi dan mengembangkan zat lilin yang disebut adipocere., disebabkan oleh
aksi bahan kimia tanah pada protein dan lemak tubuh. Pembentukan adipocere memperlambat
dekomposisi dengan cara menghambat bakteri penyebab pembusukan.
Dalam kondisi yang sangat kering atau dingin, proses pembusukan normal terhenti - baik
karena kurangnya kelembaban atau kontrol suhu pada bakteri dan aksi enzimatik - menyebabkan
tubuh diawetkan sebagai mumi. Mumi beku biasanya memulai kembali proses dekomposisi saat
dicairkan (lihat Ötzi the Iceman), sementara mumi yang dikeringkan dengan panas tetap seperti
itu kecuali terkena kelembapan.
Tubuh bayi baru lahir yang tidak pernah menelan makanan merupakan pengecualian
penting untuk proses pembusukan normal. Mereka kekurangan flora mikroba internal yang
menghasilkan banyak pembusukan dan cukup sering menjadi mumi jika disimpan bahkan dalam
kondisi yang cukup kering.
E. Anaerobik vs aerobik
Dekomposisi aerobik terjadi dengan adanya oksigen. Ini paling umum terjadi di alam.
Organisme hidup yang menggunakan oksigen untuk bertahan hidup memakan tubuh.
Dekomposisi anaerobik terjadi tanpa adanya oksigen. Ini bisa menjadi tempat di mana tubuh
terkubur bahan organik dan oksigen tidak bisa mencapainya. Proses pembusukan ini memiliki
bau tidak sedap yang disertai dengan adanya hidrogen sulfida dan bahan organik yang
mengandung belerang.
F. Dekomposisi tanaman
Penguraian materi tanaman terjadi dalam banyak tahap. Ini dimulai dengan pencucian
dengan air; senyawa karbon yang paling mudah hilang dan larut dibebaskan dalam proses ini.
Proses awal lainnya adalah pemecahan fisik atau fragmentasi bahan tanaman menjadi potongan-
potongan kecil yang memiliki luas permukaan lebih besar untuk kolonisasi dan serangan
mikroba. Pada tumbuhan mati yang lebih kecil, proses ini sebagian besar dilakukan oleh fauna
invertebrata tanah, sedangkan pada tumbuhan yang lebih besar, bentuk kehidupan parasit utama
seperti serangga dan jamur memainkan peran utama dalam kerusakan dan tidak dibantu oleh
banyak spesies detritivora.
Selanjutnya, detritus tanaman (terdiri dari selulosa, hemiselulosa, produk mikroba, dan
lignin) mengalami perubahan kimiawi oleh mikroba. Berbagai jenis senyawa terurai dengan laju
yang berbeda. Ini tergantung pada struktur kimianya. Misalnya, lignin adalah salah satu
komponen kayu yang relatif tahan terhadap pembusukan dan bahkan hanya dapat terurai oleh
jamur tertentu, seperti jamur pelapuk hitam. Dekomposisi kayu adalah proses kompleks yang
melibatkan jamur yang mengangkut nutrisi ke kayu yang langka nutrisi dari lingkungan luar.
Karena pengayaan nutrisi ini fauna serangga saproksil dapat berkembang dan pada gilirannya
mempengaruhi kayu mati, berkontribusi pada dekomposisi kayu dan siklus nutrisi di lantai hutan.
Lignin adalah salah satu produk sisa dari tanaman yang membusuk dengan struktur kimia yang
sangat kompleks yang menyebabkan laju kerusakan mikroba melambat. Kehangatan
meningkatkan kecepatan pembusukan tanaman, dengan jumlah yang sama terlepas dari
komposisi tanaman.
Di sebagian besar ekosistem padang rumput, kerusakan alami dari api, serangga yang
memakan materi yang membusuk, rayap, mamalia yang merumput, dan pergerakan fisik hewan
melalui rumput adalah agen utama pemecah dan siklus nutrisi, sedangkan bakteri dan jamur
memainkan peran utama dalam dekomposisi lebih lanjut.
Aspek kimiawi dari pembusukan tumbuhan selalu melibatkan pelepasan karbondioksida .
Faktanya, dekomposisi menyumbang lebih dari 90 persen karbon dioksida yang dilepaskan
setiap tahun.
G. Dekomposisi makanan
Penguraian makanan, baik tumbuhan maupun hewan, yang disebut pembusukan dalam
konteks ini, merupakan bidang studi penting dalam ilmu pangan. Pembusukan makanan dapat
diperlambat dengan konservasi. Pembusukan daging terjadi, jika daging tidak diolah, dalam
hitungan jam atau hari dan mengakibatkan daging menjadi tidak enak, beracun atau menular.
Pembusukan disebabkan oleh infeksi yang hampir tidak dapat dihindari dan pembusukan daging
oleh bakteri dan jamur, yang ditularkan oleh hewan itu sendiri, oleh orang yang menangani
daging, dan oleh peralatannya. Daging dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama - meskipun
tidak untuk waktu yang tidak terbatas - jika kebersihan yang baik diamati selama produksi dan
pemrosesan, dan jika keamanan makanan sesuai, pengawetan makanan dan prosedur
penyimpanan makanan diterapkan.
Pembusukan makanan dikaitkan dengan kontaminasi dari mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, dan ragi, bersama dengan pembusukan alami makanan. Bakteri dekomposisi ini
berkembang biak dengan kecepatan tinggi di bawah kondisi kelembaban dan suhu yang disukai.
Ketika kondisi yang tepat kurang, bakteri dapat membentuk spora yang mengintai sampai
kondisi yang sesuai muncul untuk melanjutkan reproduksi.
H. Tingkat dekomposisi
Laju penguraian diatur oleh tiga rangkaian fakto lingkungan fisik (suhu, kelembapan, dan
sifat tanah), kuantitas dan kualitas bahan mati yang tersedia untuk pengurai, dan sifat komunitas
mikroba itu sendiri.
Laju dekomposisi rendah pada kondisi sangat basah atau sangat kering. Tingkat
penguraian paling tinggi dalam kondisi lembab dan lembab dengan tingkat oksigen yang
memadai. Tanah basah cenderung kekurangan oksigen (terutama di lahan basah ), yang
memperlambat pertumbuhan mikroba. Di tanah kering, dekomposisi juga melambat, tetapi
bakteri terus tumbuh (meskipun dengan laju yang lebih lambat) bahkan setelah tanah menjadi
terlalu kering untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Ketika hujan kembali turun dan tanah
menjadi basah, gradien osmotik antara sel bakteri dan air tanah menyebabkan sel memperoleh air
dengan cepat. Dalam kondisi ini, banyak sel bakteri pecah, melepaskan denyut nadi. Laju
penguraian juga cenderung lebih lambat di tanah asam. Tanah yang kaya akan mineral lempung
cenderung memiliki laju dekomposisi yang lebih rendah, sehingga kadar bahan organiknya lebih
tinggi. Partikel tanah liat yang lebih kecil menghasilkan luas permukaan yang lebih besar yang
dapat menampung air. Semakin tinggi kadar air suatu tanah, semakin rendah kadar oksigen dan
akibatnya, semakin rendah laju dekomposisi. Mineral tanah liat juga mengikat partikel bahan
organik ke permukaannya, sehingga sulit diakses oleh mikroba. Gangguan tanah seperti
mengolah meningkatkan dekomposisi dengan meningkatkan jumlah oksigen di dalam tanah dan
dengan memaparkan bahan organik baru ke mikroba tanah.
Kualitas dan kuantitas bahan yang tersedia untuk pengurai merupakan faktor utama lain
yang mempengaruhi laju penguraian. Zat seperti gula dan asam amino mudah terurai dan
dianggap labil. Selulosa dan hemiselulosa, yang dipecah lebih lambat, "cukup labil". Senyawa
yang lebih tahan terhadap pembusukan, seperti lignin atau cutin, dianggap bandel. Sampah
dengan proporsi lebih tinggi dari senyawa labil terurai jauh lebih cepat daripada sampah dengan
proporsi bahan bandel yang lebih tinggi. Akibatnya, hewan yang mati membusuk lebih cepat
daripada daun mati, yang dengan sendirinya membusuk lebih cepat daripada cabang yang
tumbang. Seiring bertambahnya usia bahan organik dalam tanah, kualitasnya menurun. Senyawa
yang lebih labil terurai dengan cepat, meninggalkan peningkatan proporsi bahan bandel. Dinding
sel mikroba juga mengandung bahan bandel seperti kitin, dan ini juga terakumulasi saat mikroba
mati, selanjutnya mengurangi kualitas bahan organik tanah yang lebih tua.
A. Stabilitas Ekosistem
Satuan pokok ekologi adalah ekosistem atau sistem ekologi, yakni satuan kehidupan yang
terdiri atas suatu komunitas makhluk hidup (dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati
yang berinteraksi membentuk suatu sistem. Ekosistem dicirikan dengan berlangsungnya
pertukaran materi dan transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung di antara berbagai
komponen dalam sistem itu sendiri atau dengan sistem lain di luarnya. Kehidupan akan
berlangsung dalam berbagai fenomena kehidupan menurut prinsip, tatanan dan hukum alam atau
ekologi seperti homeostatis (keseimbangan), kelentingan (resilience atau kelenturan), kompetisi,
toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi, hukumminimum, hukum entropi dan sebagainya
(ingat lagi materi dasar Biologi dan Ekologi). Penelaahan terhadap sifat dan perilaku sistem
ekologi amat penting,karena persepsi kita terhadap sistem ekologi akan menentukan metode
yang kita pakai dalam penelaahan dan pemecahan permasalahan lingkungan dan sumber daya
alam.
Hal penting yang perlu kita ketahui bahwa sebelum manusia ada di bumi,sistem alam
telah mengalami berbagai bentuk gangguan yang berkonsekuensi pada perubahan-perubahan
ekologi. Akan tetapi gangguan ini justru membentuk sistem alam yang kokoh dan luwes dalam
arti mampu menyerap dampak gangguan selanjutnya serta mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan
Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang bersifat dinamis (homeostasis).
Artinya ekosistem tersebut memiliki kemampuan untuk menahan berbagai perubahan yang
mengenai lingkungan tersebut. Mekanisme keseimbangan tersebut diatur oleh berbagai faktor
yang rumit. Mekanisme ini terdiri atas :
a. penyimpanan bahan-bahan
b. pelepasan hara makanan
c. pertumbuhan organisme dan produksi
d. dekomposisi bahan-bahan organik.
Oleh karena ekosistem memiliki kemampuan untuk mengatur keseimbangannya, maka
ekosistem memiliki sifat sibernetiks (kybernetes: pandu/mengatur. Fungsi sibernetika adalah
untuk mengendalikan faktor-faktor ekosistem agar berada dalam keadaan seimbang yang
dinamis. Fungsi ini dapat dikerjakan oleh beberapa jenis komponen lingkungan. Hal ini
memungkinkan adanya sifat stabilitasi suatu ekosistem. Derajat stabilitas suatu ekosistem akan
bervariasi, tergantung padahambatan-hambatan lingkungan dan efisiensi dari pengendalian di
alam. Ada 2 jenis stabilitas, yakni :
1. Stabilitas resistensi, yakni kemampuan suatu ekosistem untuk bertahan menghadapi
tekanan lingkungan
2. Stabilitas resiliensi, yakni kemampuan untuk cepat pulih.
Meskipun suatu ekosistem mempunyai daya tahan yang besar sekali terhadaap
perubahan, tetapi bisanya batas mekanisme homeostasis dengan mudah dapat diterobos oleh
kegiatan manusia. Jika masalah ini berlangsung, maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan.
Kedua kemampuan ekosistem yakni Stabilitas resistensi dan stabilitas resiliensi adalah
dua kemampuan yang tidak dapat ditemukan dalam waktu yang sama. Misalnya, di hutan yang
memiliki kulit tebal biasanya tahan akan api, namun bila hutan tersebut terbakar maka hal ini
akan menyebabkan sulit untuk pulih kembali. Artinya, hutan tersebut memiliki stabilitas
resistensi yang tinggi, namun berdaya resiliensi yang rendah. Sebaliknya, padang ilalang
memiliki stabilitas resistensi yang rendah terhadap api,namun bersifat stabilitas resiliensi yang
tinggi. Pada umumnya, ekosistem yang kompleks memiliki resistensi yang tinggi tetapi memiliki
resiliensi yang rendah.
Dinamika di alam adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari. Segala sesuatu yang
sekarang ada sebenarnya hanyalah merupakan suatu stadiumdari deretan proses perubahan yang
tidak pernah ada akhirnya. Keadaankeseimbangan yang tampaknya begitu mantap, hanyalah
bersifat relatif karenakeadaan itu segera akan berubah jika salah satu dari komponennya
mengalami perubahan.
Lucy E. Braun (1956) mengatakan bahwa vegetasi merupakan sistem yangdinamik,
sebentar menunjukkan pergantian yang kompleks kemudian nampak tenang, dan bila dilihat
hubungan dengan habitatnya, akan nampak jelas pergantiannya setelah mencapai keseimbangan.
Pengamatan yang lama pada pergantian vegetasi di alam menghasilkan konsep suksesi.
B. Pengertian Suksesi
Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi
pada suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang
berbeda dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain, suksesi dapat diartikan sebagai
perkembangan ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang.
Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks.
Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil(tidak berubah) yang mencapai
keseimbangan dengan lingkungannya. Komunitasklimaks ditandai dengan tercapainya
homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatukomunitas yang mampu mempertahankan kestabilan
komponennya dan dapat bertahan dari berbagai perubahan dalam system secara keseluruhan.
C. Tahap suksesi
Dalam suksesi terjadi suatu proses perubahan secara bertahap menujusuatukeseimbangan.
Clements menyusun urutan kejadian secara rasional ke dalam 5 fase, yaitu:
1. NUDASI :proses awal terjadinya pertumbuhan pada lahan terbuka/kosong.
2. MIGRASI : proses hadirnya biji-biji tumbuhan, spora dan lain-lainnya.
3. ECESIS : proses kemantapan pertumbuhan biji-biji tersebut.
4. REAKSI :proses persaingan atau kompetisi antara jenis tumbuhan yangtelah ada/hidup,
dan pengaruhnya terhadap habitat setempat.
5. STABILISASI : proses manakala populasi jenis tumbuhan mencapai titik akhir kondisi
yang seimbang (equilibrium), di dalam keseimbangan dengan kondisi habitat lokal
maupun regional.
Suksesi lebih lanjut tersusun atas suatu rangkaian rute perjalanan terbentuknya komunitas
vegetasi transisional menuju komunitas dalamkesetimbangan. Clements memberi istilah untuk
tingkat komunitas vegetasitransisi dengan nama SERE/SERAL, dan kondisi akhir yang
seimbang disebutsebagai Vegetasi Klimaks. Untuk komunitas tumbuhan yang berbeda akan
berkembang pada tipe habitat yang berbeda.
D. Jenis suksesi
Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan 2 macamsuksesi, yaitu
suksesi primer dan suksesi sekunder.
1. Suksesi Primer
Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguanyang mengakibatkan
komunitas awal hilang secara total sehinggaterbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat
terjadi secara alamimaupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa
tanah longsor, letusan gunung berapi, dan endapan lumpur dimuara sungai. Gangguan oleh
campur tangan manusia dapat berupakegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak
bumi).
Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak.
Lumut kerak mampu melapukkan batuan menjaditanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan
diuraikan oleh penguraimenjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada
tanahsederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks.
Benih yang jatuh pada tempat tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan tumbuh
rumput, semak, perdu, dan pepohonan. Bersamaan dengan itu pula hewan mulai memasuki
komunitas yang baru terbentuk.Hal ini dapat terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan
biasanya selalu diikuti dengan suksesi komunitas hewan. Secara langsung atau tidak langsung.
Hal ini karena sumber makanan hewan berupa tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu
wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang
ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks atau ekosistem seimbang yang tahanterhadap
perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya
gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu
sampaikedalaman rata – rata 30 m.
2. Suksesi sekunder
Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatukomunitas tidak bersifat
merusak total tempat komunitas tersebut sehinggamasih terdapat kehidupan / substrat seperti
sebelumnya. Proses suksesisekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas
pionir.
Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa
alami atau akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir,
kebakaran, pohon besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan.
Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan
tanah. Lingkungan sangat menentukan pembentukkanstruktur komunitas klimaks. Misalnya, jika
proses suksesi berlangsung didaerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti
(klimaks) padatahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah,
maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer,serta jika berlangsung di
daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatanyang sama akan terhenti pada hutan hujan
tropic.
Lalu proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisilingkungan. Proses suksesi pada
daerah hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun. Coba kalian
bandingkan kejadiansuksesi pada daerah yang ekstrim (misalnya di puncak gunung atau
daerahyang sangat kering). Pada daerah tersebut proses suksesi dapat mencapairibuan tahun.
Faktor penentu kecepatan proses suksesi
Kecepatan proses suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :.
a. Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan.
b. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.
c. Kehadiran pemencar benih.
d. Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, sporam dan
benih serta curah hujan.
e. Jenis substrat baru yang terbentuk
f. Sifat– sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/172947373/STABILITAS-EKOSISTEM