Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

“KEPERAWATAN LUKA DEKUBITUS PADA PASIEN TIRAH BARING


LAMA”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Luka


Dosen Pengampu :

Ns. Ahmad Jamaluddin, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.MB, WOC (ETN)

Ns. Ramlan, S.Kep., M.Kes.

DI SUSUN OLEH :
Sri Astuti 70300117004
Ismawati 70300117006
Nur Ainah Abni Abdullah 70300117007
Fina Ekawati 70300117009
Arianti 70300117011
Sri Windayanti 70300117013
Abdul Malik R Hi Tasaka 70300117027
Slamet Rudiyanto 70300117030
Israwati 70300117036
Andi Adam 70300117071

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2020/202

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah
“Keperawatan Luka Dekubitus pada Pasien Tirah Baring Lama”. Sholawat serta
salam kami curahkan kepada Nabi Muhammad Saw., kepada keluarganya, sahabatnya
dan kepada kita semua selaku umatnya. Adapun tujuan penyusunan Makalah ini salah
satunya yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Luka. Kami berharap
semoga ini bermanfaat. Kami Sadar akan keterbatasan dan kemampuan yang kami
miliki, maka kami mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam
penyusunannya. Saran dan kritik kami harapkan untuk meningkatkan kualitas makalah
ini. Kami berharap semoga ini dapat bermanfaat.

Takalar, 10 Desember 2020

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBARiii

DAFTAR KOLOM iv

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
A. Defenisi 3
B. Etiologi 3
C. Manifestasi Klinis 6
D. Patofisiologi 9
E. Pemeriksaan Penunjang 12
F. Penanganan & Pengobatan 12
G. Edukasi Nutrisi 15
BAB III PEMBAHASAN...............................................................................18
A. Kasus 18
B. Mind Map 18
C. Pengkajian (Pengkajian luka seara spesifik yang telah dipelajari) 20
D. Diagnosa Keperawatan 21
E. Intervensi Keperawatan 21
BAB IV PENUTUP.........................................................................................25
Kesimpulan 25
DAFTAR PUSTAKA 27

ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1…………………………………………………………………………… 3

Gambar 1.2…………………………………………………………………………… 4

Gambar 1.3…………………………………………………………………………… 6

Gambar 1.4…………………………………………………………………………… 7

iii
Gambar 1.5…………………………………………………………………………… 7

Gambar 1.6…………………………………………………………………………… 8

Gambar 1.7…………………………………………………………………………… 8

Gambar 1.8………………………………………………………………….…….… 10

iv
Gambar 1.19 Pathway……………………………………………………………… 11
Gambar 1.10………………………………………………………………………… 13

Gambar 1.11………………………………………………………………………… 14

Gambar 1.12………………………………………………………………………… 18

Gambar 1.13 Mind Map……………………………………………………………. 19

DAFTAR KOLOM
Tabel 1.1 Skala Norton…………………………………………………….……..…. 9
Tabel 1.2 Pengkajian luka………………………………………………….……… 20
Tabel 1.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………..….. 21

v
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasien tirah baring jangka lama berisiko mengalami gangguan integritas
kulit. Gangguan tersebut dapat diakibatkan oleh tekanan yang lama, iritasi kulit
atau imobilisasi (bed rest) yang berakibat timbulnya luka
dekubitus(Sumara,2017). Tirah baring atau bedrest yaitu suatu keadaan dimana
pasien berbaring di tempat tidur selama hampir 24 jam setiap harinya dengan
tujuan untuk meminimalkan fungsi semua sistem orang pasien (Hinchliff, 1999).
Menurut Potter dan Perry (2006) tirah baring yang berlangsung lama dapat
menyebabkan dampak yang negatif terhadap sistem tubuh pasien. Beberapa
dampak negatif tirah baring lama terhadap fisik yaitu pada sistem integumen
dapat menyebabkan kerusakan terhadap integritas kulit, seperti abrasi dan ulkus
dekubitus atau luka tekan (Asmadi, 2008 dalam Mentari, 2018).
Dekubitus merupakan masalah yang sangat serius terutama bagi pasien yang
dirawat lama di rumah sakit dengan keterbatasan aktifitas (Widodo, 2007).
Dekubitus merupakan luka pada kulit yang terlokalisasi atau pada jaringan
dibawah tulang yang menonjol akibat tekanan yang terus-menerus atau tekanan
yang disertai dengan gesekan (Osuala, 2014). Tekanan secara lokal berdampak
menurunkan atau bahkan menghambat sirkulasi yang menyebabkan
metabolisme sel terganggu dan berakhir pada kondisi iskemik jaringan. Iskemik
jaringan adalah kondisi tidak adanya atau menurunya aliran darah sebab
obstruksi mekanik (Potter, Perry, Stockert, dan Hall, 2011). Luka dekubitus
dapat menurunkan citra dan mutu pelayanan rumah sakit karena program
pengendalian terjadinya luka dekubitus merupakan salah satu indikator kendali
mutu pelayanan (E. M. D. Kosegeran, A. J. M. Rattu, 2016). Luka dekubitus
lebih mudah berkembang pada pasien di ruang ICU, gangguan neurolgi dan
lansia (Jaul & Menzel, 2014).
Berdasarkan faktor risiko dapat menjadi predisposisi perkembangan luka
diantaranya; imobilisasi dalam waktu lama, defisit sensori, gangguan sirkulasi
dan nutrisi kurang. Menurut National Institue for Health and Cere Excellence
2005 (NIHCE) dalam Jones, 2013), faktor resiko untuk perkembangan luka
dekubitus adalah penyakit akut, kronik dan terminal, komorbiditas seperti
diabetes dan malnutrisi, penurunan mobilisasi, masalah postur seperti pelvis
miring, kerusakan sensori, penuran tingkat kesadaran, infeksi sitemik, status
nutrisi kurang, kerusakan kulit akibat tekanan sebelumnya, nyeri, faktor
psikologi seperti depresi, faktor sosial, inkontenensia, pengobatan, kerusakan
kognitif, dan menurunya aliran darah (NIHCE, 2005 dalam Jones, 2013).
Kejadian ulkus dekubitus bervariasi di beberapa tempat, insiden berkisar
antara 0,4% - 38% di unit perawatan akut, 2,2% - 23,9% di unit long term care
(perawatan jangka panjang ), 0% - 7% di home care (perawatan di rumah)
(Lyder CH, 2003 dalam Reddy et al, 2006). Terdapat data yang telah dilaporkan,
prevalensi luka tekan yang terjadi di ICU dari negara dan benua lain yaitu 49%
di Eropa, berkisar antara 8,3%- 22,9%, di Eropa Barat, 22% di Amerika Utara,
50% di Australia dan 29% di Yordania (Tayyib et al, 2013, Crisp et al, 2006). Di

1
Indonesia, kejadian luka tekan pada pasien yang dirawat di ruangan ICU
mencapai 33% (Kim et al, 2015). Angka ini sangat tinggi bila dibandingkan
dengan insiden luka tekan di Asia Tenggara yang bekisar 2,1% - 31,3%
(Seongsook et al., 2004 dalam Yusuf, 2010). Berikat data yang telah didapatkan
dari beberapa Rumah Sakit di Indonesia. Didapatkan 38,18% pasien mengalami
luka tekan di RSUD Moewardi Solo dan 26,44% pasien mengalami luka tekan
di RSUD AW. Sjahranie Samarinda (Setiyawan, 2015). Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta sebesar 40% (Purwaningsih, 2001 dalam Fitriyani, 2008). Di RS Dr.
Moewardi Surakarta pada Bulan Oktober 2002 ditemukan kejadian luka tekan
sebesar 38,18% (Setyati, 2002 dalam Fitriyani, 2008). Data kejadian luka tekan
di Surabaya belum ditemukan data yang valid (Mentari,2018)
B. Tujuan
1. Menjelaskan Definisi Ulkus Dekubitus.
2. Memahami Etiologi Ulkus Dekubitus.
3. Memahami Manifestasi Ulkus Dekubitus.
4. Menjelaskan Patofisologi Ulkus Dekubitus.
5. Memahami Pemeriksaan penunjang Ulkus Dekubitus.
6. Memahami Penanganan & pengobatan Ulkus Dekubitus.
7. Memahami Edukasi nutrisi Ulkus Dekubitus.
8. Memahami Pengkajian Keperawatan Ulkus Dekubitus.
9. Memahami Diagnosa Keperawatan Ulkus Dekubitus.
10. Memahami Intervensi Keperawatan Ulkus dekubitus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal/ulkus dekubitus atau luka tekan
terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang mengganggu
sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit
yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna
Kalijana, 2008).
Ulkus dekubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena
kurangnya aliran darah didaerah yang bersangkutan. Decubitus berasal dari
bahasa latin yang artinya berbaring. Berbaring tidak selalu menyebabkan
terjadinya luka baring. Karena itu sebagian orang lebih menyukai istilah luka
tekan (pressure sore) karena tekananlah yang merupakan penyebab utama
terjadinya ulkus dekubitus.
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah setempat. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat
menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan
akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel (Nurarif & Kusuma, 2015).
Gambar 1.1

(https://m.klikdokter.com/penyakit/ulkus-dekubitus)
B. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), factor risiko terjadinya ulkus decubitus
yaitu:
1. Mobilitas dan aktivitas
2. Penurunan sensori persepsi
3. Kelembapan
4. Tenaga yang merobek (shear)
5. Pergesekan (friction)
6. Nutrisi
7. Usia
8. Tekanan arteriolar yang rendah
9. Stress emosional
10. Merokok

3
11. Temperature kulit
Luka dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan
intrinsik pada pasien, yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
Kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan
permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi. Tekanan
ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan tekanan besar
dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian
menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface
pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area antara
tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar
daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan
mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya
iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
b. Gesekan dan pergeseran
Gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser terjadi
gangguan mikrosirkulasi lokal.
c. Kelembaban
Kelembapan akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat
inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi
akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan
jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan
luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim
pada feses dapat merusak permukaan kulit.
d. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap
tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
Gambar 1.2

(https://123dok.com/document/wye4050z-pengaruh-penataan-tempat-kejadian-dekubituss-
derajat-pasien-baring.html)
2. Fase Intrinsik
a. Usia
Pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi.
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka

4
tekan karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan.
Penuaan mengakibatkan kehilangan otot, penurunan kadar serum
albumin, penurunan respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta
penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini
berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi
berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan
lemak subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya
efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis
dan rapuh.
b. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang
yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan
mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang
secara normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf
(misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
c. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran yang dimaksud seperti gangguan neurologis,
trauma, analgetik narkotik.
d. Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak
memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami
pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus
dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka.
Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia,
kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai
faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian
Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin,
dan intake makanan yang tidak mencukupi.
e. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk
merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang
yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka
tekan.
f. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut
hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara
merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.

5
g. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
i. Anemia
j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.
C. Manifestasi Klinis
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel
sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu
diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan
sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan
perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan
sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di dalamnya antara lain
demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, dan nyeri . Gejala
utama ulkus dekubitus adalah luka pada bagian tubuh yang terus-menerus
tertindih atau mengalami tekanan. Karena itu, kondisi ini biasa terjadi pada
bagian kulit yang menyelubungi tulang, seperti punggung dan bokong
(Arwaniku, 2007).
1. Gejala umum ulkus dekubitus
a. Perubahan warna atau tekstur kulit
b. Rasa sakit pada area yang terkena ulkus
c. Infeksi
d. Kulit yang lecet atau luka terbuka
e. Kulit yang berubah warna menjadi lebih pucat saat disentuh
f. Kulit yang terasa lebih lunak atau keras dibanding kulit di sekitarnya
g. Area kulit yang terasa lebih dingin atau hangat saat disentuh daripada
area kulit lain
2. Gejala ulkus decubitus berdasarkan stadiumnya. Menurut Nurarif & Kusuma
(2015), ada beberapa stadium ulkus dekubitus dengan gejala yang berbeda,
berikut penjelasannya:
Gambar 1.3

(https://onesynergyinternational.com/2017/08/012/decubitus/amp/)
a. Stadium I

6
1) Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah
satu tanda sebagai berikut: perubahan temperature kulit (lebih dingin
atau lebih hangat).
2) Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
3) Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
4) Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada berkulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warnaa merah yang menetap, biru atau ungu.
Gambar1.4

(Sumber: NPUAP 2014)


b. Stadium II
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dakal.
Gambar 1.5

(Sumber: NPUAP 2014)


c. Stadium III
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau
nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada
fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.

7
Gambar 1.6

(Sumber: NPUAP 2014)


d. Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari luka tekan.
Gambar 1.7

(Sumber: NPUAP 2014)


3. Gejala infeksi pada ulkus dekubitus
Ketika kulit robek, bakteri akan lebih mudah masuk ke dalam tubuh dan
menyebabkan infeksi. Karena itu, infeksi merupakan salah satu gejala yang
sering ditemukan pada penderita ulkus dekubitus. Tanda-tanda ulkus sudah
terinfeksi meliputi:
a. Luka bernanah
b. Bau yang tidak sedap
c. Rasa sakit pada kulit dan diiringi kemerahan serta rasa hangat ketika
disentuh
d. Demam
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), penilaian decubitus berdasarkan skor
Norton yaitu:

8
Tabel 1.1
Item Skor
Kondisi fisik umum
- Baik 4
- Lumayan 3
- Buruk 2
- Sangat buruk 1
Kesadaran
- Komposmentis 4
- Apatis 3
- Konfus/soporis 2
- Stupor/koma 1
Aktivitas
- Ambulan 4
- Ambulan dengan bantuan 3
- Hanya bisa duduk 2
- Tiduran 1
Mobilitas
- Bergerak bebas 4
- Sedikit terbatas 3
- Sangat terbatas 2
- Tak bisa bergerak 1
Inkontinensia
- Tidak 4
- Kadang-kadang 3
- Sering inkontinensia urine 2
- Sering inkontinensia alvi dan urine 1
Skor total
Keterangan: Risiko decubitus jika skor total ≤ 14
D. Patofisiologi
Tekanan akan menimbulkan daera iskemik dan bila berlanjut terjadi
nekrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan
total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang
terpaksa berbaring bermingguminggu tidak akan mengalami dekubitus selama
dapat mengganti posisi beberapa kali perjamnya (Suriadi, 2004). Selain faktor
tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan
terjadinya dekubitus yaitu:
1. Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada
penderita dengan posisi setengah berbaring
2. Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

9
3. Faktor teregangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas
tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan
setempat (Beeckman et al., 2009).
Keadaan ini terjadi bila penderita immobilisasi, tidak dibaringkan terlentang
mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk (iin novita, 2019).
Gambar 1.8

(Sumber: Nigel and Chow, 2013).


Gambar di atas Tekanan pada setiap tulang yang menonjol disalurkan
melalui jaringan sekitar menuju permukaan kulit pada suatu gradien 3 dimensi
bentuk kerucut.

10
Pathway
Gambar 1.9

Faktor tekanan, toleransi Tekanan eksterna >


jaringan, durasi & besar tekanan dasar
tekanan

Aliran darah menurun


Hipoksia
atau menghilang

Tidak mendapat suplai


nutrisi & leukosit yang Risiko infeksi
cukup

Iskemik jaringan & Kematian jaringan


infeksi

Perubahan temperature Dekubitus


kulit
Nyeri Akut
Hilang sebagian lapisan
kulit, terjadi luka
Gangguan
integritas kulit

Keterbatasan gerak Lapisan kulit hilang


Kerusakan integritas
secara lengkap, meluas &
jaringan
luka dalam

Gangguan citra tubuh Tingkat kesakitan


tinggi

Penurunan peristaltik Gangguan rasa


Gangguan mobilitas
usus nyaman
fisik

Anoreksia Inkontinensia urin


fungsional
Defisit nutrisi

11
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi,
sehubungan dengan perpindahan atau kehilangan cairan dan untuk
mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi leukositosis
karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi
terhadap edema. Glukosa senam yang terjadi peningkatan karena respon
stres.
b. Biopsi luka, untuk mengetahui jumlah bakteri
c. Kultur swab, untuk mengetahui jumlah bakteri
d. Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau
ulkus dan dipergunakan unutk perbaikan setelah dilakukan terapi
F. Penanganan & Pengobatan
1. Penanganan
Pendekatan dari berbagai aspek perawatan luka membutuhkan tim
multi-disiplin dalam penanganannya. Beberapa langkah penanganan ulkus
dekubitus adalah:
a. Mengurangi/meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah,
yaitu : Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua
jam. Kelemahan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga
perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang
mengganggu istirahat penderita bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh
penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik
turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur(keterbatasan alat
canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendiri harus baik dan
dapat rusak).
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah
setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain dengan enjaga posisi
penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah
memungkinkan untuk duduk dikursi.
d. Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan
sore), tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus
dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat dilakukan sendiri, dengan bantuan
penderita lain ataupun keluarganya. Perawatan kulit termasuk
pembersihan dengan memandikan setiap hari. Sesudah mandi keringkan
dengan baik lalu digosok dengan lotion yang mengandung emolien,
terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang.
Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua
ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agar tidak
menyebabkan lecet pada kulit penderita. Menjaga kulit tetap bersih dari
keringat, urin dan feces. Kulit yang kemerahan dan daerah di atas tulang
yang menonjol seharusnya tidak dipijat karena pijatan yang keras dapat
mengganggu perfusi ke jaringan.

12
e. Mengkaji status mobilitas
Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika
menggunakan posisi lateral, hindari tekanan secara langsung pada daerah
trochanter. Untuk menghindari luka tekan di daerah tumit, gunakanlah
bantal yang diletakkan dibawah kaki bawah. Bantal juga dapat digunakan
pada daerah berikut untuk mengurangi kejadian luka tekan yaitu di antara
lutut kanan dan lutut kiri, di antara mata kaki, di
f. Meminimalkan terjadinya tekanan Hindari menggunakan kassa yang
berbentuk donat di tumit. Perawat rumah sakit diIndonesia masih sering
menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau balon untukmencegah
luka tekan. Menurut hasil penelitian Sanada (1998) ini justru dapat
mengakibatkan region yang kontak dengan kasa donat menjadi iskemia.
Mengkaji dan meminimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga
yang merobek(shear).
g. Mengkaji inkontinensia Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia
dapat menyebabkan maserasi. Lakukanlah latihan untuk melatih kandung
kemih (bladder training) pada pasien yang mengalami inkontinesia.
Untuk mencegah luka tekan tekan pada pasien dengan inkontinensia
adalah : bersihkanlah setiap kali lembab dengan pembersih dengan PH
seimbang, hindari menggosok kulit dengan keras karena dapat
mengakibatkan trauma pada kulit, pembersih perianal yang mengandung
antimikroba topikal dapat digunakan untuk mengurangi jumlah mikroba
didaerah kulit perianal, gunakanlah air yang hangat atau sabun yang
lembut untuk mencegah kekeringan pada kulit, berikan pelembab pada
pasien setelah dimandikan untuk mengembalikan kelembaban kulit,
pilihlah diaper yang memiliki daya serap yang baik,untuk mengurangi
kelembapan kulit akibat inkontinensia.
h. Memberikan klien pendidikan kesehatan berupa penyebab dan faktor
risiko untuk luka dekubitus dan cara untuk meminimalkannya (Suriadi,
2004). Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode dan pendekatan. Salah satunya dengan melakukan bed
side teaching dimana hanya membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit
sambil perawat atau keluarga melakukan tugas keperawatannya seperti
saat membantu mobilisasi, memberi makan atau saat memandikan klien.
Gambar 1.10

(https://fiinur.blogspot.com/2013/03/gemuk-dan-obese-menurunkan-risiko-ulkus.html?m=1)

13
2. Pengobatan
a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah luka. Secara umum sama
dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di atas.
Pengurangan tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh
selama masih ada tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
Gambar 1.11

(https://caredise.com/informasi-terkini/perawatan-luka/ulkus-dekubitus/)
b. Mempertahankan keadaan bersih pada luka dan sekitarnya Keadaan
tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan
baik. Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian,
pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti
larutan NaC10,9%, larutan H202 3%, larutan plasma dan larutan Burowi
serta larutan antiseptik lainnya. Pranarka (2001) menyatakan bahwa pada
dekubitus Stadium I, kulit yang tertekan dan kemerahan harus
dibersihkanmenggunakan air hangat dan sabun, lalu diberi lotion dan
dipijat 2-3 x/hari untukmemperlancar sirkulasi sehingga iskemia jaringan
dapat dihindari.
c. Mengangkat jaringan nekrotik Adanya jaringan nekrotik pada luka akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh
karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses
penyembuhan ulkus. Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara
lain: Sharp debridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain), enzymatic
debridement (dengan enzim proteolitik, kolageno-litik, dan fibrinolitik),
mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilasan, kompres
dan hidroterapi)
d. Mengatasi infeksi Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan
beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%,
povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB)
mempunyai efek bakterisidal. Dilakukan pemeriksaan kultur sensitivitas
untuk menentukan antibiotika spesifik.
e. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan
epitelisasi. Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain : bahan-
bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn
SO), oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap

14
sejumlah bakteri, juga mempunyai efek proliferatif epitel, menambah
jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular, radiasi infra
merah; short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi, terapi
ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap
terapi dekubitus.
f. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk
mempercepat penyembuhan dan penutupan luka, terutama ulkus
dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan tandur kulit
ataupun myocutaneous flap (Suriadi, 2004).
g. Mengkaji status nutrisi Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki
serum albumin dan hemoglobin yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan mereka yang tidak terkena luka tekan. Mengkaji status nutrisi
yang meliputi berat badan pasien, intake makanan, nafsu makan, ada
tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan pada gigi, riwayat
pembedahan atau intervensi keperawatan/medis yang mempengaruhi
intake makanan.
h. Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan
luka meliputi: 1) Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan
(granulasi, nekrotik, eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter,
bau), serta ada tidaknya infeksi. 2) Stadium dari luka tekan 3) Kondisi
kulit sekeliling luka 4) Nyeri pada luka
i. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan 1) Penyembuhan
luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti malignansi,
diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia. 2) Medikasi seperti
steroid, agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga akan
mengganggu penyembuhan luka.
j. Mengevaluasi penyembuhan luka 1) Luka tekan stadium II seharusnya
menunjukan penyembuhan luka dalam waktu 1 sampai 2 minggu.
Pengecilan ukuran luka setelah 2 minggu juga dapat digunakan untuk
memprediksi penyembuhan luka. Bila kondisi luka memburuk,
evaluasilah luka secepat mungkin. 2) Menggunakan parameter untuk
penyembuhan luka termasuk dimensi luka, eksudat, dan jaringan luka.
k. Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti
abses, osteomielitis, bakteriemia, fistula.
l. Mengatasi dan meminimalisir faktor resiko intrinsik dan ekstrinsik
dekubitus. Hal ini penting untuk memastikan tidak mudah terulangnya
kasus serupa (Suriadi, 2004).
G. Edukasi Nutrisi
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan
yang rusak (Boyle 2009). Penyembuhan luka merupakan rangkaian komplek
dari reaksi dan interaksi antara sel-sel dan mediator inflamasi dalam upaya
proses perbaikan jaringan. Terdapat tiga fase dalam proses penyembuhan luka
yaitu fase inflamasi, proliferasi dan resorbsi.
Pengetahuan tentang gizi merupakan dasar perubahan perilaku sesorang
dalam pemenuhan asupan zat gizi dalam proses penyembuhan luka. Asam amino

15
glisin, prolin, dan hidrosipolin memiliki peran penting dalam pembentukan
fibroblast yang menghasilkan mukopolisakarid dan serat-serat kolagen dalam
fase proliferasi. Selain sebagai sumber energi utama setelah glukosa, lemak juga
berperan sebagai anti inflamasi pada proses penyembuhan luka yaitu asam
linolenat dan linoleat (Widodo, Rusjianto, dan Rakhma, 2015).
Nutrisi pada seseorang adalah faktor utama yang mempengaruhi proses
pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh agar tetap sehat. Seseorang
yang mengalami injury atau luka berarti terjadi gangguan kontiunitas dan
struktur pada jaringan tubuh. Dengan demikian diperlukan perbaikan untuk
menjaga agar struktur dan fungsi jaringan tubuh yang mengalami gangguan
dapat kembali seimbang atau tidak mengalami komplikasi lain (Suriadi 2007).
Kurangnya nutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya
kekuatan luka, meningkatnya dehisensi luka, meningkatnya kerentanan terhadap
infeksi, dan parut dengan kualitas yang buruk. Defisiensi nutrient tertentu dapat
berpengaruh pada penyembuhan (Boyle 2009).
Intake energi dan protein adekuat penting untuk membatasi kehilangan
protein dan lemak. Namun, kebanyakan responden tidak dapat makan dengan
cukup untuk memenuhi peningkatan dan/atau mencegah penurunan BB setelah
pembedahan. Masalah yang sering terjadi seperti nyeri, mual, pengobatan mulut
kering, rasa tidak nyaman di lambung dan distensi, puasa, prosedur tidak
menyenangkan, ansietas, makanan yang tidak familiar dan rutinitas rumah sakit
semuanya berpotensi menurunkan nafsu makan dan intake. Responden yang
tidak makan atau tidak cukup makan, cadangan protein dan lemaknya akan
berkurang dengan cepat. Hal ini mendatangkan konsekuensi klinis yang
signifikan, khususnya bagi responden dengan luka operasi disertai gizi kurang
sebelum operasi (Said, Taslim, dan Bahar, 2013).
Nutrisi yang optimum merupakan kunci utama untuk pemeliharaan seluruh
fase penyembuhan luka. Terdapat dua proses yang dapat melengkapi
penyembuhan luka yaitu aktivasi respon stres pada fase akut terhadap luka serta
malnutrisi energi dan protein yang terjadi. Pemberian dukungan nutrisi pada
periode perioperatif tersebut dapat menurunkan komplikasi terutama infeksi
berat pada pasien malnutrisi.(Meilanny, dkk 2012).
Menurut sebuah studi oleh Keys et al. Albumin dibawah 3.5 g/dL
diasosiasikan dengan rekurensi terjadinya ulkus didalam 1 tahun, maka
diperlukan koreksi albumin dan prealbumin yang rendah. Namun, dalam
mendeteksi adanya malnutrisi tidak hanya dilihat dari hasil albumin dan
prealbumin saja, status nutrisi lainnya juga perlu diperhatikan seperti berat
badan yang rendah atau asupan makanan yang kurang.
Kebutuhan energi dari pasien harus disesuaikan berdasarkan usia, jenis
kelamin, berat badan, tinggi dan aktivitasnya. Asupan nutrisi yang baik untuk
pasien dengan luka tekan adalah tinggi kalori dan tinggi protein. Menurut The
Trans Tasman Dietetic Wound Care Guidelines, kebutuhan energy pada pasien
ulkus dekubitus  dewasa adalah 30 - 35 kcal/kgBB dan 1.25-1.5 gram
protein/kgBB/hari. Tambahan untuk vitamin dan mineral diberikan apabila
pasien terbukti mengalami defisiensi

16
Rekomendasi umum nutrisi yaitu mulai dari pengkajian status gizi bagi
setiap individu yang berisiko terjadinya decubitus dan rekimendasi untuk segera
merujuk pasien dengan resiko nutrisi kepala ahli gizi. Sedeangkan rekomendasi
khususnya adalah pemberian tinggi protein lebih dari biasanya yang
pemberiannya tidak melalui rute kombinasi dari beberapa rute. (Novitasar, E.
2018).

17
BAB III
PEMBAHASAN
SKENARIO II
TIRAH BARING LAMA
A. Kasus
Seorang wanita berusia 58 tahun datang ke praktik mandiri dengan keluhan
luka pada bokong, luka dialami sejak 2 bulan yang lalu. Keluarga klien
menyampaikan klien memiliki riwayat strok, semenjak terkena serangan klien
hanya bisa berbaring dan tidak bisa berjalan. Klien kurang nafsu makan, berat
badan turun 10 kg selama sakit.
Gambar 1.12

B. Mind Map

18
Gambar 1.13
Usia

Tekanan
Penurunan
persepsi sensori
Gesekan
Dekubitus adalah Kerusakan lokal
dari kulit dan jaringan dibawah Penurunan
Kelembapan
kulit yang disebabkan penekanan kesadaran
yang terlalu lama pada area Kebersihan t4
tersebut. Malnutrisi
tidur
Merokok
I Temperatur
Definisi kulit

Anemia
Etiologi
E
Manifestasi
Kliniss Pemeriksaan
Penunjang

Pemeriksaan
penunjang pada Pemeriksaan
ulkus decubitus yaitu penunjang pada
pemeriksaan ulkus decubitus yaitu
Laboratorium; Darah pemeriksaan
lengkap, Biopsi luka, Laboratorium; Darah
kultur swab, lengkap, Biopsi luka,
Pembuatan foto kultur swab,
klinis Ulkus Dekubitus Pembuatan
klinis
foto

Patofisiologi Edukasi nutrisi

Tekanan akan menimbulkan Nutrisi secara langsung mempengaruhi proses


daera iskemik dan bila penyembuhan luka. Gangguan nutrisi atau
disebut juga malnutrisi dapat mengakibatkan
berlanjut terjadi nekrosis
penurunan anabolisme. Penyembuhan luka
jaringan kulit. Seorang yang secara normal memerlukan nutrisi yang tepat,
terpaksa berbaring karena proses fisiologi penyembuhan luka
berminggu-minggu tidak bergantung pada tersedianya protein, vitamin
akan mengalami dekubitus (terutama vitamin A dan C) dan mineral.
selama dapat mengganti Kolagen adalah protein yang terbentuk dari
posisi beberapa kali asam amino yang diperoleh fibroblas dari
protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan
perjamnya
untuk mensintesis kolagen.

19
C. Pengkajian
Nama pasien : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 58 tahun
Tabel 1.2 Pengkajian luka

Riwayat penyakit Faktor penyulit proses penyembuhan


luka
Klien datang ke praktik mandiri dengan Klien kurang nafsu makan sehingga
keluhan luka pada bokong, luka dialami kebutuhan kolagen, protein dan vitamin
sejak 2 bulan yang lalu, keluarga klien tidak terpenuhi, usia klien juga
menyampaikan klien memiliki riwayat mempengaruhi dimana luka cenderung
strok, semenjak terkena serangan klien lebih lama sembuh pada orang lanjut
hanya bisa berbaring dan tidak bisa usia.
berjalan. Klien kurang nafsu makan, berat
badan turun 10 kg selama sakit.

Lokasi luka : Bokong Gambar luka :


Tipe luka : Luka kronis
Proses penyembuhan luka :
Proses penyembuhan luka terjadi pada fase
proliferasi, dikarenakan pada luka terdapat
sedikit jaringan granulasi sekitar 20 %.
Luka tampak adanya slough dan nekrotik
yang dapat menghambat vaskularisasi pada
granulasi, yang menandakan terjadinya
perlambatan kesembuhan luka serta salah
satu karkteristik dari luka kronis (Aryani,
2018)

Nyeri (1-10)
Pemeriksaan penunjang

Pengkajian pada luka


1. Dimensi luka : 18 cm × 15 cm
2. Warna dasar luka : hitam (nekrotik) 50 %
Kuning (slough) 30 %
Merah (granulasi) 20 %
3. Jenis eksudat : Purulent (kuning)
4. Jumlah eksudat : Banyak
5. Tepi luka/epitel : Menebal
6. Kulit sekitar luka : Memerah

20
7. Stadium luka : IV
D. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (0129)
2. Gangguan Mobilitas Fisik (0054)
3. Devisit Nutrisi (0019)
4. Risiko Infeksi (0142)
E. Intervensi
1. Intervensi Keperawatan Luka secara Umum (Buku SIKI)
Tabel 1.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
. Keperawatan Hasil
1. Gangguan integritas Tujuan : Perawatan Luka :
kulit/jaringan b.d. Setelah dilakukan Observasi :
Faktor mekanis (mis. Asuhan Keperawatan - Monitor karakteristik
Penekanan pada selama 1 x 8 jam luka (mis. Drainase,
tonjolan tulang, diharapkan integritas warna, ukuran, bau)
gesekan) d.d. kulit atau jaringan - Monitor tanda-tanda
kerusakan jaringan membaik infeksi
dan/atau lapisan kulit Kriteria Hasil : Terapeutik :
- Perdarahan - Lepaskan balutan dan
menurun plaster secara
- Kemerahan perlahan
menurun - Bersihkan dengan
- Pigmentasi cairan NaCl atau
abnormal pembersih nontoksik
menurun - Bersihkan jaringan
- Jaringan parut nekrotik
menurun - Pasang balutan sesuai
- Nekrosis jenis luka
menurun - Jadwal perubahan
- Suhu kulit posisi setiap 2 jam
membaik atau sesuai kondisi
- Sensasi pasien
membaik - Berikan suplemen
- Tekstur vitamin dan mineral
membaik Edukasi :
- Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
- Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur

21
Debridement, Jika
perlu
- Kolaborasi
pemberian antibiotic,
Jika perlu
2. Gangguan Mobilitas Tujuan : Dukungan mobilisasi :
fisik b.d. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
neuromuskuler d.d. Asuhan Keperawatan - Identifikasi toleransi
gerakan terbatas selama 1 x 8 jam fisik melakukan
diharapkan mobilitas pergerakan
fisik membaik - Monitor kondisi
Kriteria Hasil : umum selama
- Kekuatan otot melakukan mobilisasi
meningkat Terapeutik
- Rentang gerak - Fasilitasi melakukan
(ROM) pergerakan
meningkat - Libatkan keluarga
- Gerakan untuk membantu
terbatas pasien dalam
menurun meningkatkan
- Kelemahan pergerakan
fisik menurun Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi mandiri
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk diatas tempat
tidur, duduk disisi
kanan tempat tidur,
pindah dari tempat
tidur ke kursi)
3. Defisit nutrisi b.d. Tujuan : Manajemen nutrisi :
faktor psikologis (mis. Setelah dilakukan Observasi
Keenggangan untuk Asuhan Keperawatan - Identifikasi status
makan) d.d. nafsu selama 1 x 8 jam nutrisi
makan menurun diharapkan status - Identifikasi
nutrisi membaik kebutuhan kalori dan
Kriteria Hasil : jenis nutrient
- Porsi makan - Monitor asupan
yang makanan
dihabiskan - Monitor berat badan
meningkat Terapeutik
- Verbalisasi - Berikan makanan

22
keinginan tinggi kalori dan
untuk tinggi protein
meningkatkan Edukasi
nutrisi - Anjurkan posisi
- Berat badan duduk
membaik - Ajarkan diet yang
- Indeks Massa diprogramkan
Tubuh (IMT) Kolaborasi
membaik - Kolaborasi d3ngan
- Nafsu makan ahli gizi untuk
membaik menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, Jika
perlu
4. Risiko infeksi b.d. Tujuan : Pencegahan Infeksi
ketidakadekuatan Setelah dilakukan Observasi
pertahanan tubuh Asuhan Keperawatan - Monitor tanda dan
primer: kerusakan selama 1 x 8 jam gejala infeksi dan
integritas kulit diharapkan tingkat sistemik
infeksi menurun Terapeutik
Kriteria Hasil : - Batasi jumlah
- Kultur darah pengunjung
membaik - Berikan perawatan
- Kultur area luka pada area yang
luka membaik edema
- Cuci tangan sebelum
dan setelah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan

23
2. Intervensi Khusus pada Luka dengan Metode TIME
T : Autolisis debridement
I : Cuci dengan mengggunakan cairan NaCl + gentle anti septic (cutisoff)
M : zincream (metovazin) + padding (menyerap sedikit-sedang eksudent) +
orthopedic wool (menyerap eksudat, fiksasi, menjaga kelembaban) +
transparan film (menjaga kelembaban, fiksasi, anti air)
E: support nutrisi dengan makanan yang mengandung protein untuk
menambah kadar albumin seperti, ikan, tahu, tempe, telur, daging rendah
lemak + buah delima (untuk menambah zat besi akibat kekurangan
hemoglobin) + decubitus beed.

24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah kulit yang
disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut.
2. Luka dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan intrinsik
pada pasien. Faktor ekstrinsiknya yaitu tekanan, gesekan atau pergeseran,
kelembapan dan kebersihan tempat tidur, sedangkan faktor intrinsiknya yaitu
usia, penurunan persepsi sensori, penurunan kesadaran, malnutrisi, mobilitas dan
aktivitas, merokok, temperature kulit, kemampuan system kardiovaskuler,
anemia, hiperalbuminemia, dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh
darah.
3. Gejala umum decubitus yaitu perubahan warna atau tekstur kulit, rasa sakit pada
area yang terkena ulkus, infeksi, kulit yang lecet atau luka terbuka, kulit yang
berubah warna menjadi lebih pucat saat disentuh, kulit yang terasa lebih lunak
atau keras dibanding kulit di sekitarnya, dan area kulit yang terasa lebih dingin
atau hangat saat disentuh daripada area kulit lain.
4. Tekanan akan menimbulkan daera iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis
jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada
kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa
berbaring bermingguminggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat
mengganti posisi beberapa kali perjamnya.
5. Pemeriksaan penunjang pada ulkus decubitus yaitu pemeriksaan Laboratorium;
Darah lengkap, Biopsi luka, kultur swab, Pembuatan foto klinis.
6. Penanganan pada ulkus decubitus yaitu mengurangi/meratakan faktor tekanan
yang mengganggu aliran darah, Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekan
yang terjadi pada tubuh penderita, Regangan kulit dan lipatan kulit yang
menyebabkan sirkulasi darah, Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua
kali sehari (pagi dan sore), Mengkaji status mobilitas, Meminimalkan terjadinya
tekanan Hindari menggunakan kassa yang berbentuk donat di tumit, Mengkaji
inkontinensia Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat
menyebabkan maserasi, Memberikan klien pendidikan kesehatan berupa
penyebab dan faktor risiko untuk luka dekubitus dan cara untuk
meminimalkannya.
7. Pengobatan pada ulkus decubitus yaitu tekanan lebih lanjut pada daerah luka,
Mempertahankan keadaan bersih pada luka dan sekitarnya, Mengangkat jaringan
nekrotik Adanya jaringan nekrotik pada luka, Mengatasi infeksi Antibiotika
sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami sepsis, Merangsang dan
membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi, Tindakan bedah
selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan luka, Mengkaji status nutrisi Pasien, Mengkaji dan
memonitor luka tekan, Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan,
Mengevaluasi penyembuhan luka, Mengkaji komplikasi yang potensial,
Mengatasi dan meminimalisir faktor resiko intrinsik dan ekstrinsik.

25
8. Nutrisi secara langsung mempengaruhi proses penyembuhan luka. Gangguan
nutrisi atau disebut juga malnutrisi dapat mengakibatkan penurunan anabolisme.
Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat, karena proses
fisiologi penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin
(terutama vitamin A dan C) dan mineral. Kolagen adalah protein yang terbentuk
dari asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C
dibutuhkan untuk mensintesis kolagen.

26
DAFTAR PUSTAKA
Huda, N., Febriyanti, E., & de Laura, D. (2018). “Edukasi Berbasis Nutrisi dan
Budaya pada Penderita Luka Kronis. Jurnal Pendidikan Keperawatan
Indonesia” 4 (1), 1-12
Mentari, R. N. (2018). “Pemberian Massage Effluragedengan Menggunakan Virgin
Coconut Oil (VCO) Untuk Pencegahan Luka Tekan (Pressure Ulcer) Terhadap
Pasien Tirah Baring Lama di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Siti
Khodijah Sepanjang (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surabaya)”.
Novitasari, E. 2018. “Pengaruh pemberian posisi alih baring kejadian decubitus pada
pasien stroke (studi di ruang flamboya rumah sakit umum daerah jombang).
(doctoral dissertation, stikes insan candikia medical jombang)”
Novita, I. 2019. “Pencegahan dan Tatalaksana Dekubitus Pada Geriatri. Journal of
Biomedika”
Nurarif, Amin H. & Kusuma, H. 2015. “Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1”. Jogjakarta:
Mediaction Jogja
Sugeng (2011). “Decubitus : Penanganan Fisioterpi Pada Kondisi Decubitus Ulces
Pasien post Strok”.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia”. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”. Edisi
1. Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan”. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

27

Anda mungkin juga menyukai