SARI PUSTAKA PJJ Ilmu Penyakit Dalam - Bethaniel Roy Matthew - 2065050130.docx - Recovered
SARI PUSTAKA PJJ Ilmu Penyakit Dalam - Bethaniel Roy Matthew - 2065050130.docx - Recovered
Disusun Oleh :
2065050130
Pembimbing:
i
LEMBAR PENGESAHAN
SARI PUSTAKA
HUBUNGAN KARBOKSIHEMOGLOBIN PADA PASIEN HIPERTENSI
Telah disetujui
Pada: Februari 2021
Disusun Oleh:
Bethaniel Roy Matthew
2065050130
Pembimbing,
ii
Daftar Isi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini percepatan pertumbuhan di bidang transportasi dan industri dapat semakin
kita lihat dan rasakan pengaruhnya terhadap kehidupan, salah satu pengaruh yang sangat
dirasakan ialah pencemaran udara. Sumber pencemar udara utama ialah transportasi dan
industri. Pencemar udara di kota-kota besar di Indonesia adalah gas buangan kendaraan
bermotor yaitu karbon monoksida (CO)1
Karbon monoksida merupakan gas yang tidak memiliki berwarna, bau, serta tidak
menyebabkan iritasi, namun mudah terbakar dan merupakan gas yang sifatnya beracun. Sifat-
sifat tersebut menyebabkan gas ini sulit dideteksi sehingga CO dikenal sebagai silent killer.2
Dampak gas CO ini akan dirasakan pekerja yang terpapar karbon monoksida di tempat
kerjanya dengan intensitas pajanan yang cukup sering . Kadar gas CO di bengkel kendaraan
bermotor ditemukan mencapai setinggi 600 mg/m3 dan di dalam darah para pekerja bengkel
tersebut bisa mengandung COHb sampai lima kali lebih tinggi dari kadar normal.3
Gangguan awal yang akan terjadi pada tubuh akibat pajanan CO jangka panjang ialah
sakit kepala dan kelelahan bahkan dengan peningkatan kadar gas CO di dalam darah yang lebih
lanjut dapat menyebabkan koma, kejang hingga kematian. Sifat-sifat tersebut menyebabkan
gas ini sulit dideteksi sehingga CO dikenal sebagai silent killer.3
Karbon monoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin yang sangat kuat di dalam
darah. Ikatan ini dinamakan karboksihemoglobin. Konsentrasi karboksihemoglobin yang
meningkat dalam darah, mengakibatkan peningkatan kekentalan darah sehingga
mempermudah penggumpalan darah dan terjadi vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah)
yang berdampak pada gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah. 4
1
total kematian, dan prevalensinya hampir sama besar baik di negara berkembang maupun
negara maju. 5
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar
orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi.
Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta
orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. 5
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007, hipertensi berada pada
urutan ketiga penyebab kematian semua umur, setelah stroke dan TB, dengan proporsi
kematian sebesar 6,8%. Adapun prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18 tahun
adalah sebesar 31,7% menjadi 25,8% dilaporkan dalam RISKESDAS tahun 2013. Riskesdas
2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18
tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua
sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi
terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64
tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8%
terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta
32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi
tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
2
darah sistolik dan atau ≥ 90 mmHg tekanan darah diastolik. Klasifikasi yang sama digunakan
pada anak muda, subjek setengah baya dan tua, sedangkan kriteria berbeda, berdasarkan pada
persentil, diadopsi pada anak-anak dan remaja untuk siapa data dari uji intervensi tidak
tersedia. 3
Penyakit kardio-serebrovaskular adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas, dengan angka kematian mencapai 17 juta di seluruh dunia setiap tahunnya atau 31%
dari seluruh mortalitas. Di Eropa, angka ini bahkan mencapai 42%. Penyakit kardiovaskular
kerap diasosiasikan dengan gaya hidup (merokok, kurangnya aktivitas fisik, perilaku makan
yang tidak sehat, dan stress) dan beberapa faktor risiko lain seperti hipertensi, dislipidemia,
obesitas, usia, riwayat penyakit kardiovaskular pada keluarga, dan disfungsi endothelium.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun sebuah sari
pustaka yang berjudul “Hubungan Karboksihemoglobin Pada Pasien Hipertensi”.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.3 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi
karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup
sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti
obesitas dan merokok
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya
diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi
sekunder berhubungan dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab
spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma, dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya hipertensi sekunder dapat
disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara tepat.
Dalam penanganan hipertensi, para ahli umumnya mengacu kepada guideline-
guideline yang ada. Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam
penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline Joint National Committee (JNC) 8
yang dipublikasikan pada tahun 2014.7,8
5
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Klinik klasifikasi ESH-ESC
Kategori TD Sistolik TD Diastolik
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tingkat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tingkat 3 >180 dan/atau >110
Hipertensi sistolik terisolasi >140 dan < 90
6
Tabel 4. Klasifikasi Hipertensi (INASH,2019)
1). Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya usia maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi. Insiden hipertensi yang
makin meningkat dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan alamiah
dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi
pada usia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur.
7
Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Kenaikkan
tekanan darah seiring bertambahnya usia merupakan keadaan biasa. Namun apabila
perubahan ini terlalu mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya
hipertensi dengan komplikasinya.
8
saudara kandung, 0.78 untuk kembar monozigotik, 0.50 untuk kembar dizigotik, dan
0.12 antar pasangan hidup. Penelitian oleh Hunt menyatakan bahwa pada data sebanyak
94.292 orang, risiko relatif untuk menderita hipertensi adalah 4.1 pada pria dan 5 pada
wanita dengan usia kedua keompok 20-39 tahun dan memiliki setidaknya dua anggota
keluarga 14 tingkat pertama (orang tua, saudara kandung, atau anak kandung) yang
menderita hipertensi.
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih sering
menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki faktor
keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya.
Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat
kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu orang
tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang hidup
keturunannya memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua
memiliki penyakit tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut
sebesar 60%.
9
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam minimal. Konsumsi natrium kurang dari 3 gram perhari prevalensi hipertensi
presentasinya masih rendah, namun jika konsumsi natrium meningkat antara 5-15 gram
perhari, prevalensi hipertensi akan meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah. Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain
garam dapur adalah penyedap masakan atau monosodium glutamat (MSG). Pada saat
ini budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf sangat mengkhawatirkan, di
mana semakin mempertinggi risiko terjadinya hipertensi. 13,14,17,18
3). Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,
sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap
oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke
otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. 13,14,17,18
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam
tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam
darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa
10
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh
lainnya.
Merokok meningkatkan respon inflamasi dengan menginduksi vasomotor,
menyebabkan disfungsi endothelium, proliferasi otot polos, platelet dan disfungsi
trombohemostatik, yang dapat berujung pada akselerasi proses aterosklerosis. Nikotin
yang terkandung dalam rokok juga berperan sebagai agonis adrenergik. Efek
kardiovaskular utama yang disebabkan nikotin dalam tubuh meliputi Stimulasi sistem
saraf simpatis, Peningkatan pelepasan katekolamin (akut), Peningkatan tekanan darah
sistolik (akut),Peningkatan denyut jantung (akut).
4.) Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan di mana indeks massa tubuh lebih dari atau
sama dengan 30. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada
dinding arteri menjadi lebih besar.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan kadar insulin menyebabkan tubuh menahan natrium
dan air. Kincaid-Smith mengusulkan bahwa obesitas dan sindrom resistensi insulin
berperan utama dalam patogenesis gagal ginjal pada pasien hipertensi atau disebut juga
nephrosclerosis hypertension.
Obesitas dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskular melalui
mekanisme pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, peningkatkan aktivitas
simpatis, peningkatan aktivitas procoagulatory, dan disfungsi endotel. Selain
hipertensi, timbunan adiposa abdomen juga berperan dalam patogenesis penyakit
jantung koroner, sleep apnea, dan stroke. 13,14,17,18
11
perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko
hipertensi meningkat.
Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek
antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita
hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. 13,14,17,18
6). Diabetes
Peningkatan tekanan darah pada pasien diabetes memiliki beberapa
karakteristik, yakni peningkatan pada sistolik dan adanya irama sirkadian yang
abnormal. Setidaknya sepertiga pasien diabetes dan hipertensi memiliki hipertensi
sistolik dan setengah pasien diabetes menunjukkan pola tekanan darah non-dipping
pada malam hari. Pola tekanan darah non-dipping adalah tekanan darah malam hari
tidak berbeda jauh dengan tekanan darah siang hari. Hal ini disebabkan oleh irama
sirkadian yang abnormal, sehingga tekanan darah tetap tinggi pada malam hari. 13,14,17,18
7). Stres
Stres mental atau psikososial adalah salah satu faktor risiko utama untuk
hipertensi sedangkan hipertensi sendiri adalah faktor risiko untuk berbagai penyakit
kardiovaskular lainnya.Pada individu dengan keadaan stres, akan lebih banyak
epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, mengaktivasi
system RAA, yang akan berujung pada peningkatan tekanan darah. Aktivasi sistem
aksis hipotalamus12 pitutari akan berdampak pada pelepasan corticotropin-releasing
hormone (CRH) dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan akhirnya kortisol.
13,14,17,18
8). Displidemia
Dislipidemia dapat menyebabkan kerusakan pada mikrovaskular ginjal, yang
juga dapat berperan dalam terjadinya hipertensi. Dislipidemia dan hipertensi sudah
lama menjadi faktor risiko klasik kardiovaskular. Meskipun demikian, hubungan
keduanya belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Terdapat hipotesa bahwa keadaan
dislipidemia dapat mengubah mekanisme vasomotor oleh nitric oxide, yang dapat
mengakibatkan disfungsi endotel. Selain itu, dislipidemia dapat menyebabkan
12
kerusakan pada mikrovaskular ginjal, yang juga dapat berperan dalam terjadinya
hipertensi. Seperti diketahui bahwa tatalaksana hipertensi tidak semata pada derajat
hipertensinya, namun juga mempertimbangkan adanya faktor risiko kardiovaskular
lainnya. Pendekatan untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskular diterapkan
melalui penilaian faktor risiko global kardiovaskular. Model stratifikasi faktor risiko
global kardiovaskular membagi penderita hipertensi menjadi risiko rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun ke
depan. Studi Framingham menyebutkan bahwa kadar kolesterol adalah prediktor kuat
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Menurut penelitian ini, untuk setiap
peningkatan plasma kolesterol sebanyak 1%, risiko penyakit jantung coroner
meningkat 2%-3%. Sementara penurunan 1% kolesterol akan menurunkan 2% risiko
penyakit jantung koroner. Penurunan kadar LDL lebih dari 50% diperkirakan akan
menghentikan progresi, bahkan diduga dapat menyebabkan regresi dari proses
aterosklerosis coroner. 13,14,17,18
13
2.6 Tinjauan Tentang Karbonmonoksida
Karbon Monoksida (CO) adalah hasil pembakaran tidak sempurna bahan karbon atau
bahan-bahan yang mengandung karbon. Karbon Monoksida merupakan gas yang tidak berbau,
tidak berasa dan juga tidak berwarna. Oleh karena itu lingkungan yang telah tercemar oleh gas
CO tidak dapat dilihat oleh mata. 1
Karbon Monoksida dibuat manusia karena pembakaran tidak sempurna bensin dalam
mobil maupun sepeda motor, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pemanas
rumah, pembakaran di pertanian, dan sebagainya. Gas ini tidak berwarna atau berbau, tetapi
amat berbahaya Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -129°C. Gas CO sebagian
besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara berupa gas buangan. Di kota
besar yang padat lalu lintasnya biasanya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar
CO dalam udara relative tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu, gas CO dapat
pula terbentuk dari proses industry
Menurut Akmal , karbon monoksida CO jika terhisap ke dalam paru-paru akan ikut
peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan tubuh. Hal ini
dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme
dengan darah.
14
2.6.3 Pembentukan COHb didalam tubuh
Karbon monoksida masuk melalui jalur pernapasan ke alveoli dalam bentuk gas, tetapi
ketika melalui membrane pertukaran dengan darah ada dalam fase cair. Di dalam fase gas,
mekanisme penting dari transport CO adalah aliran konvektif oleh otot pernapasan dan difusi
di alveoli di alveolus dalam paru-paru. Dalam fase cair, CO berdifusi melalui membrane
alveolus kedalam plasma, masuk kedalam sel darah merah kemudian berikatan dengan Hb. CO
dengan cepat dipertukarkan dalam alveolus ke sel darah merah karena area pertukaran yang
15
sangat luas dan perbeda konsentrasi CO antara udara dan darah yang drastis. Diketahui juga
bahwa proses masuknya CO lebih cepat daripada proses eliminasinya.
Gas karbon monoksida yang diabsorpsi tubuh, memiliki afinitas dengan hemoglobin
yang sangat kuat di darah sehingga membentuk ikatan karboksihemoglobin (COHb).
Akibatnya terjadi kompetisi dengan O2 untuk berikatan dengan Hb sehingga konsentrasi
COHb di darah meningkat, sehingga meningkatkan kekentalan darah yang berdampak pada
gangguan aliran darah.
16
kerentanan individu. Penurunan kapasitas kardiovaskuler karena proses menua dan
berkurangnya fungsi elastisitas jaringan paru-paru mengakibatkan seseorang akan semakin
rentan terhadap paparan CO sehingga kadar COHb akan semakin tinggi. 22
Dalam keadaan normal, tekanan oksigen di dalam alveoli akan lebih besar dari tekanan
oksigen di dalam pembuluh darah. Dengan demikian, maka molekul oksigen menembus
dinding jaringan dan terikat oleh molekul hemoglobin di dalam sel darah merah. Sebaliknya,
beberapa gas mempunyai tekanan lebih tinggi di peredaran darah dari pada di alveoli.
Penelitian yang dilakukan oleh Wimpy, et al pada tahun 2019 tentang “Korelasi Kadar
Karboksihemoglobin terhadap Tekanan Darah Penduduk di Sekitar Terminal Bus Tirtonadi
Surakarta” menunjukan bahwa menunjukkan bahwa nilai signifikan (p) sebesar 0,027 dan
0,011 lebih kecil dari nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi kadar
COHb dengan tekanan darah. Hasil analisis kadar COHb terhadap tekanan darah pada
penduduk yang tinggal disekitar Terminal Tirtonadi Surakarta menunjukkan hasil kadar COHb
pada seluruh responden lebih dari normal yaitu > 3,5%. Hasil pengukuran kadar CO di udara
lingkungan sekitar Terminal Tirtonadi (tabel 1) :23
Tabel.1
Sumber : Wimpy & Harningsih / ALCHEMY: JOURNAL OF CHEMISTRY,
7 : 2 (2019) 53-57
17
Figur.2 Mekanisme hypoxemia terhadap hipertensi
Sumber : Virend K. Somers. Hypertension. Obesity, Hypoxemia, and
Hypertension, Volume: 68, Issue: 1, Pages: 24-26, DOI:
(10.1161/HYPERTENSIONAHA.116.07338)
Akibat paparan gas karbon monoksida (CO) adalah bercampurnya gas karbon
monoksida (CO) dengan hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi karboksihemoglobin
(COHb). Dimana dengan bertambahnya COHb, fungsi pengaliran oksigen dalam darah
terhambat dan apabila terdapat COHb 5% dalam darah (setara dengan 40 ppm gas karbon
monoksida (CO) di udara) akan menimbulkan keracunan dalam darah . 23.24
Telah lama diketahui bahwa kontak antara manusia dan CO pada konsentrasi tinggi
dapat menyebabkan kematian. Tetapi CO sebenarnya sangat berbahaya karena pada
konsentrasi relatif rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Hal ini penting untuk diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan
karena konsentrasi CO di udara pada umumnya memang kurang dari 100 ppm .
Keracunan gas Karbon Monoksida (CO) dapat ditandai dari gejala yang ringan, berupa
pusing, sakit kepala dan mual. Keadaan yang lebih berat berupa menurunnya kemampuan
18
gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian.
Gejala lain yang dirasakan antara lain sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat
banyak, pyrexia(kenaikan suhu tubuh), pernafasan meningkat, gangguan penglihatan,
kebingungan, hipotensi, hipertensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak
yang dapat muncul pada orang yang menderita nyeri dada .
19
BAB III
KESIMPULAN
Percepatan pertumbuhan di bidang transportasi dan industri dapat semakin kita lihat
dan rasakan pengaruhnya terhadap kehidupan, salah satu pengaruh yang sangat dirasakan ialah
pencemaran udara. Sumber pencemar udara utama ialah transportasi dan industri. Pencemar
udara di kota-kota besar di Indonesia diantaranya adalah gas buangan kendaraan bermotor ,
dan asap indutri yaitu karbon monoksida (CO).
Karbon monoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin yang sangat kuat di dalam
darah. Ikatan ini dinamakan karboksihemoglobin. Konsentrasi karboksihemoglobin yang
meningkat dalam darah, mengakibatkan peningkatan kekentalan darah sehingga
mempermudah penggumpalan darah dan terjadi vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah)
yang berdampak pada gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Mukti F, Bayu DS, Deasy F. Asosiasi antara polusi udara dengan IgE total serum dan
tes faal paru pada polisi lalu lintas. JPeny Dalam 2012;13(1); p: 1-9.
2. Hanna R, Wahyu W, Elisa G. Hubungan antara kadar karbon monoksida (CO) udara
dan tingkat kewaspadaan petugas parkir di tiga jenis tempat parkir. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2010; p:10-11 .
3. Wardhana WA. Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta: Andi. 2004.
4. Selvia, Indah R, Joko M. COHb dengan kapasitas vital paru. Mandala of Health 2011;
p: 5-12.
5. World Health Organization. Global status report on noncommunicable disease 2014:
Attaining the nine global noncommunicable disease targets, a shared responsibility.
Geneva, Switzerland: WHO; 2014.
12. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension (CG127) [Internet].
2011 Aug [Cited 2021 Jan 9. Available from: http://www.nice.org.uk/guidance/cg127.
13. Flack JM, Sica DA, Bakris G, Brown AL, Ferdinand KC, Grimm RH Jr, et al.
International Society on Hypertension in Blacks. Management of high blood pressure
in Blacks: An update of the International Society on Hypertension in Blacks consensus
statement. Hypertension 2010;56(5):780-800. doi:
10.1161/HYPERTENSIONAHA.110.152892.
21
14. Chris O’Callaghan. At a Glace : Sistem Ginjal (Terjemahan). Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2010. p: 78-80.
15. Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak dapat Dikontrol [internet]. [cited 2021 Jan 9].
Available from: http://smallcrab.com/kesehatan/
16. Sandhya Pruthi. Menopause and High Blood Pressure [internet].c2010 Nov [cited 2021
Jan 10]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/
17. Krzysztof Narkiewicz. Obesity and Hypertension [internet]. c2005 [cited 2021 Jan 9].
Available from: http://ndt.oxfordjournals.org.
18. Stritzke J, Markus MP, Duderstadt S. Obesity is The Main Risk factor for Left Atrial
Enlargement during Aging. The MONICA/KORA (Monitoring of Trends and
Determinations in Cardiovascular Disease/Cooperative Research in the Region of
Augsburg) Study. J Am Coll Cardiol [internet]. c2009 Nov [cited 2021 Jan 10].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/
19. Huether . S & Kathyrn L. pathologic basis of disease. 6th edn. Elsevier. 2019.
20. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/dki-jakarta/hari-hipertensi-dunia-2019-
know-your-number-kendalikan-tekanan-darahmu-dengan-cerdik
21. Khairina M. The Description of CO Levels, COHb Levels, And Blood Pressure of
Basement Workers X Shopping Centre, Malang. 2020.
22. https://www.medicinenet.com/hypoxia_and_hypoxemia/article.htm
22