Anda di halaman 1dari 25

SARI PUSTAKA

HUBUNGAN KARBOKSIHEMOGLOBIN PADA PASIEN HIPERTENSI

Disusun Oleh :

Bethaniel Roy Matthew

2065050130

Pembimbing:

dr. Frits R.W. Suling, SpJP (K), FIHA, FAsCC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 1 FEBRUARI – 27 FEBRUARI 2021
RUMAH SAKIT UMUM UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA

i
LEMBAR PENGESAHAN

SARI PUSTAKA
HUBUNGAN KARBOKSIHEMOGLOBIN PADA PASIEN HIPERTENSI

Sari Pustaka ini diajukan untuk memenuhi


persyaratan dalam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
di Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia

Telah disetujui
Pada: Februari 2021

Disusun Oleh:
Bethaniel Roy Matthew
2065050130

Jakarta, Februari 2021

Pembimbing,

dr. Frits R.W Suling, Sp.JP(K), FIHA, FAsCC

ii
Daftar Isi

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii


BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
BAB II .............................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 4
2.1 Definisi Hipertensi .............................................................................................................. 4
2.2 Epidemiologi Hipertensi ..................................................................................................... 4
2.3 Klasifikasi Hipertensi ............................................................................................................ 5
2.4 Resiko Hipertensi ................................................................................................................ 7
2.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol .................................................................................... 7
2.4.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol ............................................................................................... 9
2.5 Patofisiologi Hipertensi ..................................................................................................... 13
2.6 Tinjauan Tentang Karbonmonoksida .............................................................................. 14
2.6.1 Definisi karbon monoksida ............................................................................................................. 14
2.6.2 Pengaruh karbon monoksida terhadap tubuh .............................................................................. 14
2.6.3 Pembentukan COHb didalam tubuh ............................................................................................. 15
2.6.4 Hubungan COHb terhadap tekanan darah .................................................................................. 16
2.6.5 Dampak COHb terhadap tubuh .................................................................................................... 18

BAB III ........................................................................................................................... 20


KESIMPULAN .............................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini percepatan pertumbuhan di bidang transportasi dan industri dapat semakin
kita lihat dan rasakan pengaruhnya terhadap kehidupan, salah satu pengaruh yang sangat
dirasakan ialah pencemaran udara. Sumber pencemar udara utama ialah transportasi dan
industri. Pencemar udara di kota-kota besar di Indonesia adalah gas buangan kendaraan
bermotor yaitu karbon monoksida (CO)1

Karbon monoksida merupakan gas yang tidak memiliki berwarna, bau, serta tidak
menyebabkan iritasi, namun mudah terbakar dan merupakan gas yang sifatnya beracun. Sifat-
sifat tersebut menyebabkan gas ini sulit dideteksi sehingga CO dikenal sebagai silent killer.2

Dampak gas CO ini akan dirasakan pekerja yang terpapar karbon monoksida di tempat
kerjanya dengan intensitas pajanan yang cukup sering . Kadar gas CO di bengkel kendaraan
bermotor ditemukan mencapai setinggi 600 mg/m3 dan di dalam darah para pekerja bengkel
tersebut bisa mengandung COHb sampai lima kali lebih tinggi dari kadar normal.3

Gangguan awal yang akan terjadi pada tubuh akibat pajanan CO jangka panjang ialah
sakit kepala dan kelelahan bahkan dengan peningkatan kadar gas CO di dalam darah yang lebih
lanjut dapat menyebabkan koma, kejang hingga kematian. Sifat-sifat tersebut menyebabkan
gas ini sulit dideteksi sehingga CO dikenal sebagai silent killer.3

Karbon monoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin yang sangat kuat di dalam
darah. Ikatan ini dinamakan karboksihemoglobin. Konsentrasi karboksihemoglobin yang
meningkat dalam darah, mengakibatkan peningkatan kekentalan darah sehingga
mempermudah penggumpalan darah dan terjadi vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah)
yang berdampak pada gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah. 4

Hipertensi merupakan masalah Kesehatan dunia yang menjadi penyebab utama


kematian dan peningkatan angka kesakitan, dan kecacatan. Saat ini, Hipertensi diperkirakan
sudah menyebabkan kematian sebanyak 7,1 juta orang di seluruh dunia atau sekitar 13% dari

1
total kematian, dan prevalensinya hampir sama besar baik di negara berkembang maupun
negara maju. 5
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar
orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi.
Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025
akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 10,44 juta
orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. 5
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007, hipertensi berada pada
urutan ketiga penyebab kematian semua umur, setelah stroke dan TB, dengan proporsi
kematian sebesar 6,8%. Adapun prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18 tahun
adalah sebesar 31,7% menjadi 25,8% dilaporkan dalam RISKESDAS tahun 2013. Riskesdas
2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia ≥18
tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua
sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang,
sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi
terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64
tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8%
terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta
32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi
tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.

Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) daan mortalitas (kematian) yang


tinggi karena hipertensi merupakan penyebab utama peningkatan risiko penyakit strok, jantung
dan ginjal. Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan
penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Bahkan sering ditemukan
penderita yang telah mengalami berbagai komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung,
otak ataupun ginjal. Hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari semua
kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik jangka pendek maupun
jangka panjang, sehingga membutuhkan penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh
dan terpadu.
Hipertensi adalah kondisi medis jangka panjang di mana tekanan darah di arteri terus
meningkat. Hubungan yang berkelanjutan antara tekanan darah, kardiovaskuler dan kejadian
ginjal membuat perbedaan antara normotensi dan hipertensi menjadi sulit ketika didasarkan
pada nilai-nilai tekanan darah. Hipertensi didefinisikan sebagai nilai ≥140 mmHg tekanan

2
darah sistolik dan atau ≥ 90 mmHg tekanan darah diastolik. Klasifikasi yang sama digunakan
pada anak muda, subjek setengah baya dan tua, sedangkan kriteria berbeda, berdasarkan pada
persentil, diadopsi pada anak-anak dan remaja untuk siapa data dari uji intervensi tidak
tersedia. 3
Penyakit kardio-serebrovaskular adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas, dengan angka kematian mencapai 17 juta di seluruh dunia setiap tahunnya atau 31%
dari seluruh mortalitas. Di Eropa, angka ini bahkan mencapai 42%. Penyakit kardiovaskular
kerap diasosiasikan dengan gaya hidup (merokok, kurangnya aktivitas fisik, perilaku makan
yang tidak sehat, dan stress) dan beberapa faktor risiko lain seperti hipertensi, dislipidemia,
obesitas, usia, riwayat penyakit kardiovaskular pada keluarga, dan disfungsi endothelium.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun sebuah sari
pustaka yang berjudul “Hubungan Karboksihemoglobin Pada Pasien Hipertensi”.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi adalah kondisi medis jangka panjang di mana tekanan darah di arteri
terus meningkat. Hubungan yang berkelanjutan antara tekanan darah, kardiovaskuler dan
kejadian ginjal membuat perbedaan antara normotensi dan hipertensi menjadi sulit ketika
didasarkan pada nilai-nilai tekanan darah. Hipertensi didefinisikan sebagai nilai ≥140
mmHg tekanan darah sistolik dan atau ≥ 90 mmHg tekanan darah diastolik. Klasifikasi
yang sama digunakan pada anak muda, subjek setengah baya dan tua, sedangkan kriteria
berbeda, berdasarkan pada persentil, diadopsi pada anak-anak dan remaja untuk siapa data
dari uji intervensi tidak tersedia. 5

2.2 Epidemiologi Hipertensi


Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13
Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan
pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap
tahunnya 10,44 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya. 5
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007, hipertensi berada
pada urutan ketiga penyebab kematian semua umur, setelah stroke dan TB, dengan proporsi
kematian sebesar 6,8%. Adapun prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur >18
tahun adalah sebesar 31,7% menjadi 25,8% dilaporkan dalam RISKESDAS tahun 2013.
Riskesdas 2018 menyatakan prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada
penduduk usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%),
sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di
Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat
hipertensi sebesar 427.218 kematian. Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun
(31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%). Dari prevalensi hipertensi
sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang
yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa
dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.6

4
2.3 Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi
karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol
homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup
sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti
obesitas dan merokok
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya
diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi
sekunder berhubungan dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab
spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma, dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya hipertensi sekunder dapat
disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara tepat.
Dalam penanganan hipertensi, para ahli umumnya mengacu kepada guideline-
guideline yang ada. Salah satu guideline terbaru yang dapat dijadikan acuan dalam
penanganan hipertensi di Indonesia adalah guideline Joint National Committee (JNC) 8
yang dipublikasikan pada tahun 2014.7,8

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi (JNC VIII)

Klasifikasi hipertensi berdasarkan panduan dari European Society of


Hypertension-European Society of Cardiology (ESH-ESC) 2018.9

5
Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Klinik klasifikasi ESH-ESC
Kategori TD Sistolik TD Diastolik
Optimal <120 dan <80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tingkat 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tingkat 3 >180 dan/atau >110
Hipertensi sistolik terisolasi >140 dan < 90

Pada klasifikasi ACC/AHA ditekankan bahwa hasil pengukuran merupakan


hasil rerata >2 pengukuran dan pada >2 kesempatan pengukuran. Bila individu
mempunyai TD sistolik dan diastolik lebih tinggi maka sebaiknya dianggap kategori
lebih tinggi.

Tabel 3. Klasifikasi Hipertensi AHA/ACC


Kategori (mmhg) TD Sistolik TD Diastolik
Normal <120 dan <80
Normal tinggi 120-129 dan <80
Hipertensi tingkat 1 130-139 atau 80-89
Hipertensi Tingkat 2 >140 atau >90

Di Indonesia menurut Indonesian National Heart Asossiaction (INASH) ,


hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut :10

6
Tabel 4. Klasifikasi Hipertensi (INASH,2019)

2.4 Resiko Hipertensi


Penyakit kardio-serebrovaskular adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas, dengan angka kematian mencapai 17 juta di seluruh dunia setiap tahunnya atau
31% dari seluruh mortalitas. Di Eropa, angka ini bahkan mencapai 42%. Penyakit
kardiovaskular kerap diasosiasikan dengan gaya hidup (merokok, kurangnya aktivitas fisik,
perilaku makan yang tidak sehat, dan stress) dan beberapa faktor risiko lain seperti
hipertensi, dislipidemia, obesitas, usia, riwayat penyakit kardiovaskular pada keluarga, dan
disfungsi endothelium. Koeksistensi dari beberapa faktor risiko akan meningkatkan risiko
kardiovaskular. Pada Buku ini akan dibahas berbagai faktor risiko hipertensi.11

2.4.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikontrol

1). Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya usia maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi. Insiden hipertensi yang
makin meningkat dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan alamiah
dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi
pada usia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan
kematian prematur.

7
Semakin bertambahnya usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50% di atas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus
hipertensi akan berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Kenaikkan
tekanan darah seiring bertambahnya usia merupakan keadaan biasa. Namun apabila
perubahan ini terlalu mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya
hipertensi dengan komplikasinya.

2). Jenis kelamin.


Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak menular
tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan
wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik.
Wanita dipengaruhi oleh beberapa hormon termasuk hormon estrogen yang
melindungi wanita dari hipertensi dan komplikasinya termasuk penebalan dinding
pembuluh darah atau aterosklerosis. Wanita usia produktif sekitar 30-40 tahun, kasus
serangan jantung jarang terjadi, tetapi meningkat pada pria. Arif Mansjoer
mengemukakan bahwa pria dan wanita menopause memiliki pengaruh sama pada
terjadinya hipertensi. Ahli lain berpendapat bahwa wanita menopause mengalami
perubahan hormonal yang menyebabkan kenaikan berat badan dan tekanan darah
menjadi lebih reaktif terhadap konsumsi garam, sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan darah. Terapi hormon yang digunakan oleh wanita menopause dapat pula
menyebabkan peningkatan tekanan darah.

3). Riwayat keluarga / Genetik


Pada awal abad 20, “teori kuman” atau The Germ Theory mendominasi etiologi
dari suatu penyakit. Namun sekarang ditambahkan “gene model”, beberapa penyakit
terdapat faktor genetik yang menyertai. Hipertensi, asma dan penyakit jantung koroner
disebut sebagai penyakit multifaktorial, terjadi interaksi gen dan lingkungan, kadang
tidak terdeteksi awalnya, dan dalam jangka panjang.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui komponen genetik yang
mempengaruhi tekanan darah dan hipertensi. The Montreal Adoption Study
menyatakan bahwa koefisien korelasi pada saudara biologis dan adoptif adalah 0.38
dan 0.16, dimana Victorian Family Heart Study koefisien korelasi adalah0.44 untuk

8
saudara kandung, 0.78 untuk kembar monozigotik, 0.50 untuk kembar dizigotik, dan
0.12 antar pasangan hidup. Penelitian oleh Hunt menyatakan bahwa pada data sebanyak
94.292 orang, risiko relatif untuk menderita hipertensi adalah 4.1 pada pria dan 5 pada
wanita dengan usia kedua keompok 20-39 tahun dan memiliki setidaknya dua anggota
keluarga 14 tingkat pertama (orang tua, saudara kandung, atau anak kandung) yang
menderita hipertensi.
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih sering
menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki faktor
keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada keturunannya.
Keluarga dengan riwayat hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat
kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu orang
tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang hidup
keturunannya memiliki peluang 25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua
memiliki penyakit tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut
sebesar 60%.

2.4.2 Faktor Risiko yang Dapat Dikontrol

1). Konsumsi garam


Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam patogenesis
hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida. Konsumsi 3-7
gram natrium perhari, akan diabsorpsi terutama di usus halus. Pada orang sehat volume
cairan ekstraseluler umumnya berubah-ubah sesuai sirkulasi efektifnya dan berbanding
secara proporsional dengan natrium tubuh total. Volume sirkulasi efektif adalah bagian
dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada
jaringan. Natrium diabsorpsi secara aktif, kemudian dibawa oleh aliran darah ke ginjal
untuk disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk
mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya
mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin
ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal. Orang-orang peka
natrium akan lebih mudah mengikat natrium sehingga menimbulkan retensi cairan dan
peningkatan tekanan darah. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga
mengkonsumsi garam berlebih atau makan-makanan yang diasinkan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah.

9
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam minimal. Konsumsi natrium kurang dari 3 gram perhari prevalensi hipertensi
presentasinya masih rendah, namun jika konsumsi natrium meningkat antara 5-15 gram
perhari, prevalensi hipertensi akan meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadai melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung dan tekanan darah. Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain
garam dapur adalah penyedap masakan atau monosodium glutamat (MSG). Pada saat
ini budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf sangat mengkhawatirkan, di
mana semakin mempertinggi risiko terjadinya hipertensi. 13,14,17,18

2). Konsumsi Lemak


Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan
risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Kandungan bahan
kimia dalam minyak goreng terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam
lemak tidak jenuh (ALTJ). Minyak goreng yang tinggi kandungan ALTJ-nya hanya
memiliki nilai tambah gorengan pertama saja. Penggunaan minyak goreng lebih dari
satu kali pakai dapat merusak ikatan kimia pada minyak, dan hal tersebut dapat
meningkatkan pembentukan kolesterol yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan
aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya hipertensi dan penyakit jantung. 13,14,17,18

3). Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi,
sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap
oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke
otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa
jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. 13,14,17,18
Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena
dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam
tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam
darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa

10
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh
lainnya.
Merokok meningkatkan respon inflamasi dengan menginduksi vasomotor,
menyebabkan disfungsi endothelium, proliferasi otot polos, platelet dan disfungsi
trombohemostatik, yang dapat berujung pada akselerasi proses aterosklerosis. Nikotin
yang terkandung dalam rokok juga berperan sebagai agonis adrenergik. Efek
kardiovaskular utama yang disebabkan nikotin dalam tubuh meliputi Stimulasi sistem
saraf simpatis, Peningkatan pelepasan katekolamin (akut), Peningkatan tekanan darah
sistolik (akut),Peningkatan denyut jantung (akut).

4.) Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan di mana indeks massa tubuh lebih dari atau
sama dengan 30. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa
sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada
dinding arteri menjadi lebih besar.
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar
insulin dalam darah. Peningkatan kadar insulin menyebabkan tubuh menahan natrium
dan air. Kincaid-Smith mengusulkan bahwa obesitas dan sindrom resistensi insulin
berperan utama dalam patogenesis gagal ginjal pada pasien hipertensi atau disebut juga
nephrosclerosis hypertension.
Obesitas dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskular melalui
mekanisme pengaktifan sistem renin-angiotensin-aldosteron, peningkatkan aktivitas
simpatis, peningkatan aktivitas procoagulatory, dan disfungsi endotel. Selain
hipertensi, timbunan adiposa abdomen juga berperan dalam patogenesis penyakit
jantung koroner, sleep apnea, dan stroke. 13,14,17,18

5). Kurangnya aktifitas fisik


Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang yang
tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung
yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada
setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar
pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan

11
perifer yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga
dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko
hipertensi meningkat.
Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek
antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita
hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan
tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. 13,14,17,18

6). Diabetes
Peningkatan tekanan darah pada pasien diabetes memiliki beberapa
karakteristik, yakni peningkatan pada sistolik dan adanya irama sirkadian yang
abnormal. Setidaknya sepertiga pasien diabetes dan hipertensi memiliki hipertensi
sistolik dan setengah pasien diabetes menunjukkan pola tekanan darah non-dipping
pada malam hari. Pola tekanan darah non-dipping adalah tekanan darah malam hari
tidak berbeda jauh dengan tekanan darah siang hari. Hal ini disebabkan oleh irama
sirkadian yang abnormal, sehingga tekanan darah tetap tinggi pada malam hari. 13,14,17,18

7). Stres
Stres mental atau psikososial adalah salah satu faktor risiko utama untuk
hipertensi sedangkan hipertensi sendiri adalah faktor risiko untuk berbagai penyakit
kardiovaskular lainnya.Pada individu dengan keadaan stres, akan lebih banyak
epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, mengaktivasi
system RAA, yang akan berujung pada peningkatan tekanan darah. Aktivasi sistem
aksis hipotalamus12 pitutari akan berdampak pada pelepasan corticotropin-releasing
hormone (CRH) dan adrenocorticotropic hormone (ACTH) dan akhirnya kortisol.
13,14,17,18

8). Displidemia
Dislipidemia dapat menyebabkan kerusakan pada mikrovaskular ginjal, yang
juga dapat berperan dalam terjadinya hipertensi. Dislipidemia dan hipertensi sudah
lama menjadi faktor risiko klasik kardiovaskular. Meskipun demikian, hubungan
keduanya belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Terdapat hipotesa bahwa keadaan
dislipidemia dapat mengubah mekanisme vasomotor oleh nitric oxide, yang dapat
mengakibatkan disfungsi endotel. Selain itu, dislipidemia dapat menyebabkan

12
kerusakan pada mikrovaskular ginjal, yang juga dapat berperan dalam terjadinya
hipertensi. Seperti diketahui bahwa tatalaksana hipertensi tidak semata pada derajat
hipertensinya, namun juga mempertimbangkan adanya faktor risiko kardiovaskular
lainnya. Pendekatan untuk mengurangi kejadian penyakit kardiovaskular diterapkan
melalui penilaian faktor risiko global kardiovaskular. Model stratifikasi faktor risiko
global kardiovaskular membagi penderita hipertensi menjadi risiko rendah, sedang,
tinggi, dan sangat tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular dalam 10 tahun ke
depan. Studi Framingham menyebutkan bahwa kadar kolesterol adalah prediktor kuat
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Menurut penelitian ini, untuk setiap
peningkatan plasma kolesterol sebanyak 1%, risiko penyakit jantung coroner
meningkat 2%-3%. Sementara penurunan 1% kolesterol akan menurunkan 2% risiko
penyakit jantung koroner. Penurunan kadar LDL lebih dari 50% diperkirakan akan
menghentikan progresi, bahkan diduga dapat menyebabkan regresi dari proses
aterosklerosis coroner. 13,14,17,18

2.5 Patofisiologi Hipertensi


Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance.
Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi
maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi.
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan
darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem
saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium,
dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung
dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh
yang melibatkan berbagai organ.19

13
2.6 Tinjauan Tentang Karbonmonoksida

2.6.1 Definisi karbon monoksida

Karbon Monoksida (CO) adalah hasil pembakaran tidak sempurna bahan karbon atau
bahan-bahan yang mengandung karbon. Karbon Monoksida merupakan gas yang tidak berbau,
tidak berasa dan juga tidak berwarna. Oleh karena itu lingkungan yang telah tercemar oleh gas
CO tidak dapat dilihat oleh mata. 1

2.6.2 Pengaruh karbon monoksida terhadap tubuh

Karbon Monoksida dibuat manusia karena pembakaran tidak sempurna bensin dalam
mobil maupun sepeda motor, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pemanas
rumah, pembakaran di pertanian, dan sebagainya. Gas ini tidak berwarna atau berbau, tetapi
amat berbahaya Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -129°C. Gas CO sebagian
besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara berupa gas buangan. Di kota
besar yang padat lalu lintasnya biasanya akan banyak menghasilkan gas CO sehingga kadar
CO dalam udara relative tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Selain itu, gas CO dapat
pula terbentuk dari proses industry

Menurut Akmal , karbon monoksida CO jika terhisap ke dalam paru-paru akan ikut
peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan tubuh. Hal ini
dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme
dengan darah.

Karbon monoksida dihasilkan pada pembakaran tidak sempurna. Contoh, 4 sampai 7


persen dari gas buangan kendaraan bermotor dan gas dari cerobong asap merupakan CO.
Senyawa ini sangatlah beracun karena dapat berikatan kuat dengan hemoglobin dan
menghambat proses pengangkutan oksigen ke jaringan- jaringan tubuh.

Karbon monoksida mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan hemoglobin,


pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan
pembentukan karboksihemoglobin (COHb) yang ikatannya 200 kali lebih stabil dibandingkan
oksihaemoglobin (HbO2). Dengan terbentuknya COHb ini, mengakibatkan berkurangnya
kapasitas darah untuk menyalurkan oksigen (O2) kepada jaringan tubuh.

14
2.6.3 Pembentukan COHb didalam tubuh

Di samping peran utama hemoglobin (Hb) sebagai pembawa O2 ke dalam jaringan,


hemoglobin juga berikatan dengan CO. Ikatan antara Hb dengan CO membentuk
Karboksihemoglobin (COHb). Dengan adanya ikatan ini, maka kemampuan darah untuk
mendistribusikan oksigen menjadi berkurang. Efek ini menggeser reaksi ke kekiri,
menghambat distribusi O2 ke jaringan dan dapat menyebabkan hipoksia. Reaksi antara
hemoglobin dengan CO adalah sebagai berikut :

Figur.1 Ikatan CO dan Hemoglobin


Sumber : labpedia.net

Karbon monoksida masuk melalui jalur pernapasan ke alveoli dalam bentuk gas, tetapi
ketika melalui membrane pertukaran dengan darah ada dalam fase cair. Di dalam fase gas,
mekanisme penting dari transport CO adalah aliran konvektif oleh otot pernapasan dan difusi
di alveoli di alveolus dalam paru-paru. Dalam fase cair, CO berdifusi melalui membrane
alveolus kedalam plasma, masuk kedalam sel darah merah kemudian berikatan dengan Hb. CO
dengan cepat dipertukarkan dalam alveolus ke sel darah merah karena area pertukaran yang

15
sangat luas dan perbeda konsentrasi CO antara udara dan darah yang drastis. Diketahui juga
bahwa proses masuknya CO lebih cepat daripada proses eliminasinya.

2.6.4 Hubungan COHb terhadap tekanan darah

Pengaruh CO serupa dengan pengaruh kekurangan oksigen. Hemoglobin yang biasanya


membawa oksigen dan udara rupanya lebih tertarik kepada CO. Akan terbentuk senyawa CO
dengan hemoglobin dengan ikatan kimia yang lebih kuat daripada dengan oksigen. Molekul
karboksi hemoglobin ini sangat mantap dan untuk beberapa jam tidak dapat lagi mengikat
oksigen yang diperlukan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar 60 bpj CO selama 8 jam,
maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah kita turun sebanyak 15%. Sama dengan
kehilangan darah sebanyak 0,5 liter. Sel tubuh yang menderita kekurangan oksigen akan
berusaha meningkatkan melalui kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau
spasme dan mengakibatkan meningkatnya tekanan darah dan terjadinya proses
aterosklerosis(penyempitan). 21

Gas karbon monoksida yang diabsorpsi tubuh, memiliki afinitas dengan hemoglobin
yang sangat kuat di darah sehingga membentuk ikatan karboksihemoglobin (COHb).
Akibatnya terjadi kompetisi dengan O2 untuk berikatan dengan Hb sehingga konsentrasi
COHb di darah meningkat, sehingga meningkatkan kekentalan darah yang berdampak pada
gangguan aliran darah.

Patofisiologi keracunan gas CO yaitu ketika gas CO masuk ke paru-paru inhalasi,


mengalir ke alveoli kemudian masuk ke aliran darah. Gas CO dalam darah akan berikatan
dengan hemoglobin membentuk COHb. Ikatan COHb yang kuat akan menyebabkan
terhambatnya pengikatan hemoglobin dengan oksigen dalam darah . Konsentrasi COHb yang
meningkat dalam darah mengakibatkan peningkatan kekentalan darah sehingga mempermudah
penggumpalan darah dan terjadinya vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah). 22

Vasokonstriksi pembuluh darah mengakibatkan aliran darah dari jantung ke seluruh


tubuh menjadi terhambat sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah . COHb dalam
darah pada seseorang semakin tinggi, jika semakin lama terpapar gas CO, hal ini
mengakibatkan proses transpor oksigen ke jaringan tubuh terganggu. Darah tidak dapat
menjalankan fungsinya sebagai alat transport oksigen ke jaringan tubuh, hal tersebut
menyebabkan hipoksemia. Kondisi hipoksemia berisiko meningkatkan denyut jantung,
tekanan sistolik, dan curah jantung .Umur seseorang juga merupakan salah satu faktor

16
kerentanan individu. Penurunan kapasitas kardiovaskuler karena proses menua dan
berkurangnya fungsi elastisitas jaringan paru-paru mengakibatkan seseorang akan semakin
rentan terhadap paparan CO sehingga kadar COHb akan semakin tinggi. 22

Dalam keadaan normal, tekanan oksigen di dalam alveoli akan lebih besar dari tekanan
oksigen di dalam pembuluh darah. Dengan demikian, maka molekul oksigen menembus
dinding jaringan dan terikat oleh molekul hemoglobin di dalam sel darah merah. Sebaliknya,
beberapa gas mempunyai tekanan lebih tinggi di peredaran darah dari pada di alveoli.

Penelitian yang dilakukan oleh Wimpy, et al pada tahun 2019 tentang “Korelasi Kadar
Karboksihemoglobin terhadap Tekanan Darah Penduduk di Sekitar Terminal Bus Tirtonadi
Surakarta” menunjukan bahwa menunjukkan bahwa nilai signifikan (p) sebesar 0,027 dan
0,011 lebih kecil dari nilai α (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi kadar
COHb dengan tekanan darah. Hasil analisis kadar COHb terhadap tekanan darah pada
penduduk yang tinggal disekitar Terminal Tirtonadi Surakarta menunjukkan hasil kadar COHb
pada seluruh responden lebih dari normal yaitu > 3,5%. Hasil pengukuran kadar CO di udara
lingkungan sekitar Terminal Tirtonadi (tabel 1) :23

Tabel.1
Sumber : Wimpy & Harningsih / ALCHEMY: JOURNAL OF CHEMISTRY,
7 : 2 (2019) 53-57

Penelitian yang dilakukan oleh Christoper , et al menunjukan bahwa kadar oksigen


yang rendah di dalam darah dapat meningkatkan secara signifikan denyut jantung manusia, hal
ini disebabkan perfusi oksigen ke jaringan yang sedikit meningkatkan sensitivitas baroreseptor
pada sistem kardiovaskular.

17
Figur.2 Mekanisme hypoxemia terhadap hipertensi
Sumber : Virend K. Somers. Hypertension. Obesity, Hypoxemia, and
Hypertension, Volume: 68, Issue: 1, Pages: 24-26, DOI:
(10.1161/HYPERTENSIONAHA.116.07338)

Beberapa penelitian yang sudah disebutkan sebelumnya didukung dengan penjelasan


bagaimana keadaan hypoxemia dapat menyebabkan kejadian hipertensi. Peningkatan
sensitifitas pada kemoreseptor menjadi salah satu peran yang penting dalam meningkatan
sistem simpatis yang dapat menyebabkan kejadian hipertensi (figur 2).24

2.6.5 Dampak COHb terhadap tubuh

Akibat paparan gas karbon monoksida (CO) adalah bercampurnya gas karbon
monoksida (CO) dengan hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi karboksihemoglobin
(COHb). Dimana dengan bertambahnya COHb, fungsi pengaliran oksigen dalam darah
terhambat dan apabila terdapat COHb 5% dalam darah (setara dengan 40 ppm gas karbon
monoksida (CO) di udara) akan menimbulkan keracunan dalam darah . 23.24

Telah lama diketahui bahwa kontak antara manusia dan CO pada konsentrasi tinggi
dapat menyebabkan kematian. Tetapi CO sebenarnya sangat berbahaya karena pada
konsentrasi relatif rendah (100 ppm atau kurang) juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Hal ini penting untuk diketahui terutama dalam hubungannya dengan masalah lingkungan
karena konsentrasi CO di udara pada umumnya memang kurang dari 100 ppm .

Keracunan gas Karbon Monoksida (CO) dapat ditandai dari gejala yang ringan, berupa
pusing, sakit kepala dan mual. Keadaan yang lebih berat berupa menurunnya kemampuan

18
gerak tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada kematian.
Gejala lain yang dirasakan antara lain sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah, berkeringat
banyak, pyrexia(kenaikan suhu tubuh), pernafasan meningkat, gangguan penglihatan,
kebingungan, hipotensi, hipertensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak
yang dapat muncul pada orang yang menderita nyeri dada .

19
BAB III

KESIMPULAN

Percepatan pertumbuhan di bidang transportasi dan industri dapat semakin kita lihat
dan rasakan pengaruhnya terhadap kehidupan, salah satu pengaruh yang sangat dirasakan ialah
pencemaran udara. Sumber pencemar udara utama ialah transportasi dan industri. Pencemar
udara di kota-kota besar di Indonesia diantaranya adalah gas buangan kendaraan bermotor ,
dan asap indutri yaitu karbon monoksida (CO).

Karbon monoksida memiliki afinitas dengan hemoglobin yang sangat kuat di dalam
darah. Ikatan ini dinamakan karboksihemoglobin. Konsentrasi karboksihemoglobin yang
meningkat dalam darah, mengakibatkan peningkatan kekentalan darah sehingga
mempermudah penggumpalan darah dan terjadi vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah)
yang berdampak pada gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah tersebut menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan darah.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Mukti F, Bayu DS, Deasy F. Asosiasi antara polusi udara dengan IgE total serum dan
tes faal paru pada polisi lalu lintas. JPeny Dalam 2012;13(1); p: 1-9.
2. Hanna R, Wahyu W, Elisa G. Hubungan antara kadar karbon monoksida (CO) udara
dan tingkat kewaspadaan petugas parkir di tiga jenis tempat parkir. Jurnal Kesehatan
Masyarakat 2010; p:10-11 .
3. Wardhana WA. Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta: Andi. 2004.
4. Selvia, Indah R, Joko M. COHb dengan kapasitas vital paru. Mandala of Health 2011;
p: 5-12.
5. World Health Organization. Global status report on noncommunicable disease 2014:
Attaining the nine global noncommunicable disease targets, a shared responsibility.
Geneva, Switzerland: WHO; 2014.

6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (Riskedas


2013). In Kementrian Kesehatan RI, editor. Jakarta :2018.

7. DEWASA, Penanganan Pasien Hipertensi. JNC 8: Evidence-based Guideline. 2016;


CDK-236 vol. 43 no.1

8. Dennison-himmelfarb C., Handler J. and Lackland D.T., Evidence- Based Guideline


for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members
Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8), 2014, 1–14.

9. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Böhm M, et al. 2013


ESH/ESC guidelines for the management of arterial hypertension: The task force for
the management of arterial hypertension of the European Society of Hypertension
(ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J.
2013;34(28):2159-219.

10. Konsesnsus pentalaksanaan hipertensi, INASH, 2019

11. Hypertension without compelling indications: 2013 CHEP recommendations.


Hypertension [Internet]. [Cited 2021 Jan 9]. Available from:
http://www.hypertension.ca/hypertension-without-compelling-indications.

12. National Institute for Health and Clinical Excellence. Hypertension (CG127) [Internet].
2011 Aug [Cited 2021 Jan 9. Available from: http://www.nice.org.uk/guidance/cg127.

13. Flack JM, Sica DA, Bakris G, Brown AL, Ferdinand KC, Grimm RH Jr, et al.
International Society on Hypertension in Blacks. Management of high blood pressure
in Blacks: An update of the International Society on Hypertension in Blacks consensus
statement. Hypertension 2010;56(5):780-800. doi:
10.1161/HYPERTENSIONAHA.110.152892.

21
14. Chris O’Callaghan. At a Glace : Sistem Ginjal (Terjemahan). Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2010. p: 78-80.

15. Faktor Risiko Hipertensi yang Tidak dapat Dikontrol [internet]. [cited 2021 Jan 9].
Available from: http://smallcrab.com/kesehatan/

16. Sandhya Pruthi. Menopause and High Blood Pressure [internet].c2010 Nov [cited 2021
Jan 10]. Available from: http://www.mayoclinic.com/health/

17. Krzysztof Narkiewicz. Obesity and Hypertension [internet]. c2005 [cited 2021 Jan 9].
Available from: http://ndt.oxfordjournals.org.

18. Stritzke J, Markus MP, Duderstadt S. Obesity is The Main Risk factor for Left Atrial
Enlargement during Aging. The MONICA/KORA (Monitoring of Trends and
Determinations in Cardiovascular Disease/Cooperative Research in the Region of
Augsburg) Study. J Am Coll Cardiol [internet]. c2009 Nov [cited 2021 Jan 10].
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/

19. Huether . S & Kathyrn L. pathologic basis of disease. 6th edn. Elsevier. 2019.

20. http://p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/dki-jakarta/hari-hipertensi-dunia-2019-
know-your-number-kendalikan-tekanan-darahmu-dengan-cerdik

21. Khairina M. The Description of CO Levels, COHb Levels, And Blood Pressure of
Basement Workers X Shopping Centre, Malang. 2020.

22. https://www.medicinenet.com/hypoxia_and_hypoxemia/article.htm

23. Wimpy & Harningsih / ALCHEMY: JOURNAL OF CHEMISTRY, 7 : 2 (2019) 53-


57

24. Virend K. Somers. Hypertension. Obesity, Hypoxemia, and Hypertension, Volume:


68, Issue: 1, Pages: 24-26, DOI: (10.1161/HYPERTENSIONAHA.116.07338)

25. FOX W, WATSON R, LOCKETTE W. Acute Hypoxemia Increases Cardiovascular


Baroreceptor Sensitivity in Humans. American Journal of Hypertension.
2006;19(9):958-963.

22

Anda mungkin juga menyukai