Anda di halaman 1dari 10

EVIDENCE BASE EVIDENCE BASE PRAKONSEPSI

DISUSUN OLEH DEVI MARLINA NIM : 2007003

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA


SAINTIKA PADANG TAHUN 2020 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Evidence based artinya berdasarkan bukti, tidak lagi berdasarkan pengalaman atau
kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti dan bukti inipun tidak sekedar bukti.
Tapi bukti ilmiah terkini yang bias dipertanggungjawabkan. Pelayanan kesehatan perlu
dipersiapkan sejak awal prakonsepsi dengan menerapkan evidence base kebidanan.
Evidence Based Midwifery (Practice) didirikan oleh Royal College of Midwives atau RCM
dalam rangka untuk membantu mengembangkan kuat profesional dan ilmiah dasar untuk
pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. EBM secara resmi diluncurkan sebagai
sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM
Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Dirancang untuk membantu
bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama
meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi (Silverton, 2003). Evidance Based Midwifery
mengakui nilai yang berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek dan profesi
kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis
filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi,
terstruktur, logis dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi
untuk praktek, pendidikan dan penelitian lebih lanjut.Jadi pengertian Evidence Based
Midwifery dapat disimpulkan sebagai asuhan kebidanan berdasarkan bukti penelitian yang
telah teruji menurut metodologi ilmiah yang sistematis. Praktik yang berdasarkan bukti
penelitian adalah penggunaan secara sistematis, ilmiah, dan eksplisit dari bukti terbaik
mutakhir dalam membuat keputusan tentang asuhan bagi pasien secara individual.
Pelayanan prakonsepsi dimulai dari masa remaja. Remaja merupakan proses seseorang
mengalami perkembangan semua aspek dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.
Peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa sering disebut dengan masa pubertas. Masa
pubertas merupakan masa dimana remaja mengalami kematangan seksual dan organ
reproduksi yang sudah mulai berfungsi. Masa pematangan fisik pada remaja wanita
ditandai dengan mulainya haid, sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan
mengalami mimpi basah (Sarwono, 2011).

Remaja memiliki artian yang sangat luas dari segi fisik, psikologi, dan sosial. Secara
psikologis remaja adalah usia seseorang yang memasuki proses menuju usia dewasa.
Masa remaja merupakan masa dimana remaja tidak merasa bahwa dirinya tidak seperti
anak-anak lagi dan merasa bahwa dirinya sudah sejajar dengan orang lain di sekitarnya
walaupun orang tersebut lebih tua (Hurlock, 2011).

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk mempermudah


penyusunana makalah, penyusun merumuskan masalah-masalah pokok yang akan
dibahas sebagai berikut:Apa yang dimaksud dengan evidence based pada praktik
kebidanan pada masa prakonsepsi ?

C. Tujuan Untuk menghasilkan hasil yang lebih terarah, maka diperlukan adanya tujuan
dari penyusunan makalah ini. Adapun tujuan dari penyusunan makalah: bagaimana
evidence based pada praktik kebidanan pada masa prakonsepsi

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Evidence Based EBM didirikan oleh RCM dalam rangka untuk membantu mengembangkan
kuat profesional dan ilmiah dasar untuk pertumbuhan tubuh bidan berorientasi akademis. RCM
Bidan Jurnal telah dipublikasikan dalam satu bentuk sejak 1887 (Rivers, 1987), dan telah lama
berisi bukti yang telah menyumbang untuk kebidanan pengetahuan dan praktek. Pada awal
abad ini, peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, dan dalam membuka kedua atas
dan mengeksploitasi baru kesempatan untuk kemajuan akademik. Sebuah kebutuhan yang
berkembang diakui untuk platform untuk yang paling ketat dilakukan dan melaporkan penelitian.
Ada juga keinginan untuk ini ditulis oleh dan untuk bidan. EBM secara resmi diluncurkan
sebagai sebuah jurnal mandiri untuk penelitian murni bukti pada konferensi tahunan di RCM
Harrogate, Inggris pada tahun 2003 (Hemmings et al, 2003). Itu dirancang ‘untuk membantu
bidan dalam mendorong maju yang terikat pengetahuan kebidanan dengan tujuan utama
meningkatkan perawatan untuk ibu dan bayi ‘(Silverton, 2003). EBM mengakui nilai yang
berbeda jenis bukti harus berkontribusi pada praktek dan profesi kebidanan berorientasi
komunitas. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis
dan konsep serta tinjauan pustaka terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi, terstruktur, logis
dan transparan, sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan
dan penelitian lebih lanjut. Menurut Sackett et al. Evidence-based (EB)adalah suatu pendekatan
medik yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan
penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EB memadukan antara kemampuan dan
pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat dipercaya. Pengertian lain
dari evidence based adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk menemukan,
menelaah/me-review, dan memanfaatkan

hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi secara lebih rincinya
lagi, EB merupakan keterpaduan antara : 1. bukti-bukti ilmiah, yang berasal dari studi yang
terpercaya (best research evidence) 2. keahlian klinis (clinical expertise) 3. nilai-nilai yang ada
pada masyarakat (patient values). Publikasi ilmiah adalah suatu pempublikasian hasil penelitian
atau sebuah hasil pemikiran yang telah ditelaaah dan disetujui dengan beberapa petimbangan
baik dari acountable aspek metodologi maupun accountable aspek ilmiah yang berupa jurnal,
artikel, e-book atau buku yang diakui. Penggunaan kebijakan dari bukti terbaik yang tersedia
sehingga tenaga kesehatan (Bidan) dan pasien mencapai keputusan yang terbaik, mengambil
data yang diperlukan dan pada akhirnya dapat menilai pasien secara menyeluruh dalam
memberikan pelayanan kehamilan(Gray, 1997). Praktek kebidanan sekarang lebih didasarkan
pada bukti ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktek terbaik dari para praktisi dari seluruh
penjuru dunia. Rutinitas yang tidak terbukti manfaatnya kini tidak dianjurkan lagi.
B. Evidence based prakonsepsi Kesehatan pranikah merupakan suatu proses untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
yang ditunjukan pada masyarakat reproduktif pranikah. Pelayanan kebidanan diawali dengan
pemeliharaan kesehatan para calon ibu.    Remaja wanita yang akan memasuki jenjang
perkawinan perlu dijaga kondisi kesehatannya. Kepada para remaja diberi pengertian tentang
hubungan seksual yang sehat, kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan dan
pengetahuan tentang proses kehamilan dan persalinan, serta pemeliharaan kesehatan dalam
masa pra dan pasca kehamilan. Promosi kesehatan pada masa pra kehamilan disampaikan
pada kelompok remaja wanita atau pada wanita yang akan menikah. Penyampaian nasehat
tentang kesehatan pada masa pra nikah ini disesuaikan dengan tingkat

intelektual pada calon ibu. Nasehat atau informasi yang diberikan menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti karena bersifat pribadi dan sensitive.   Remaja calon ibu yang mengalami
masalah akibat gangguan system reproduksinya harus segera ditangani. Gangguan system
reproduksi tidak berdiri sendiri. Gangguang tersebut dapat berpengaruh pada kondisi pisikologi
dan lingkungan sosial remaja itu sendiri. Bila masalah kesehatan remaja tersebut sangat
kompleks, sebaiknya dikonsultasikan keahli yang relevan atau dirujuk keyunit pelayanan
kesehatan yang fasilitasnya yang lebih lengkap. Faktor keluarga juga turut mempengaruhi
kondisi kesehatan para remaja yang akan memasuki pintu gerbang pernikahan. Bidan dapat
menggunakan pengaruh keluarga untuk memperkuat mental remaja dalam memasuki masa
perakwinan  dan kehamilan.

C. Evidance Based Terkait Pada Masa Remaja Atau Prakonsepsi

1. Asuhan Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Kesehatan Reproduksi adalah kesejahteraan


fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata – mata bebas dari penyakit atau
kecatatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan
prosesnya. Tujuan progam kesehatan reproduksi remaja adalah membantu remaja agar
memahami dan menyadari ilmu tersebut sehingga memiliki sikap dan perilaku sehat dan tentu
saja bertanggung jawab kaitannya dengan masalah reproduksi. Upaya yang dapat dilakukan
dapat melalui advokasi, promosi, KIE, konseling dan pelayananan kepada remaja yang memiliki
permasalahan khusus serta pemberian dukungan pada kegiatan remaja yang bersifat positif.
Istilah reproduksi berasal dari kata re- yang artinya kembali dan kata produksi yang artinya
membuat atau menghasilkan. Jadi, reproduksi berarti suatu proses kehidupan manusia dalam
menghasilkan keturunan demi kelestarian hidup. Sedangkan yang disebut organ reproduksi
adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia. Kesehatan reprosuksi remaja
adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang
dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini tidak

semata – mata berarti bebas penyakit atau bebas kecatatan, tetapi juga sehat secara mental
serta sosial budaya.

Tujuanumum kesehatan reproduksi remaja adalah mewujudkan keluarga berkualitas melalui


peningkatan pengetahuan, kesadaran, sikap, perilaku remaja dan orang tua agar peduli,
bertanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga, serta pemberian pelayanan kepada remaja
yang memiliki permasalahan khusus.

Tujuan Umum Program kesehatan reproduksi remaja adalah sebagai berikut :

1. Menurunkan AKI dan AKB

2. Mencegah KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan)

3. Mencegah komplikasi selama kehamilan

4. Mencegah kematuan bayi dalam kandungan, prematuritas, BBLR

5. Mencegah kelainan bawaan pada bayi

6. Mencegah infeksi neonatal

7. Mencegah stunting dan KEK

8. Mencegah penularan HIV dan IMS dari ibu ke anak

9. Menurunkan risiko kejadian kanker pada anak

10. Menurunkan risiko diabetes tipe 2 dan gangguan kardiovaskuler dikemudian hari

Tujuan khusus program kesehatan repoduksi remaja adalah sebagai berikut :

1. Seluruh lapisan masyarakat mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaran tujuan ini ialah
peningkatan cakupan penyebaran informasi KRR melalui media masa.

2. Seluruh remaja di sekolah mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaran tujuan ini ialah
peningkatan cakupan penyebaran informasi KRR di sekolah umum, SLTP, SMU, Pesantren dll.

3. Seluruh remaja dan keluarga yang menjadi anggota kelompok masyarakat mendapat
informasi tentang KRR. Sasaran tujuan ini ialah peningkatan cakupan remaja dan orang tua
yang memperoleh informasi KRR melalui kelompok remaja dan orang tua, seperti karang
taruna, remaja masjid, perusahaan, remaja gereja, PKK, pramuka , pengajian, dan arisan.

4. Seluruh remaja di perusahaan tempat kerja mendapatkan informasi tentang KRR. Sasaran
tujuan ini ialah peningkatan cakupan remaja yang memperoleh informasi dan layanan KRR
melalui perusahan di tempat mereka bekerja.

5. Seluruh remaja yang membutuhkan konseling serta pelayanan khusus dapat dilayani.
Sasaran tujuan ini ialah peningkatan jumlah dan pemanfaatana pusat konseling dan pelayanan
khusus bagi remaja.

6. Seluruh masyarakat mengerti dan mendukung pelaksanaan program KRR. Sasarannya ialah
peningkatan komitmen bagi politisi. Toga, toma, serta LSM dalam pelaksanaan KRR.
Menururt Indonesian Pediatric Society Program kesehatan reproduksi remaja mulai menjadi
perhatian pada beberapa tahun terakhir ini karena beberapa alasan: Ancaman HIV/AIDS
menyebabkan perilaku seksual dan kesehatan y reproduksi remaja muncul ke permukaan.
Diperkirakan 20-25% dari semua infeksi HIV di dunia terjadi pada remaja. Demikian pula halnya
dengan kejadian IMS yang tertinggi di remaja, khususnya remaja perempuan, pada kelompok
usia 15-29.3. Walaupun angka kelahiran pada perempuan berusia di bawah 20 tahun menurun,
jumlah kelahiran pada remaja meningkat karena pendidikan seksual atau kesehatan reproduksi
serta pelayanan yang dibutuhkan. Bila pengetahuan mengenai KB dan metode kontrasepsi
meningkat pada pasangan usia subur yang sudah menikah, tidak ada bukti yang menyatakan
hal serupa terjadi pada populasi remaja. Pengetahuan dan praktik pada tahap remaja akan
menjadi dasar perilaku yang sehat pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Sehingga,
investasi pada program kesehatan reproduksi remaja akan bermanfaat selama hidupnya.
Kelompok populasi remaja sangat besar; saat ini lebih dari separuh populasi dunia berusia di
bawah 25 tahun dan 29% berusia antara 10-25 tahun. Menanggapi hal itu, maka Konferensi
Internasinal Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994 menyarankan bahwa
respon masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan reproduksi remaja haruslah berdasarkan
informasi yang membantu mereka menjadi dewasa yang dibutuhkan untuk membuat keputusan
yang bertanggung jawab.

2. Keadaan yang Berpengaruh Buruk Terhadap Kesehatan Remaja

a. Masala Gizi, Meliputi

1) Anemia

Anemia sagat berpengaruh tehadap kesehatan reproduksi terutama pada wanita. Kondisi ini
akan sangat berbahaya ketika hamil dan melahirkan. Hal tersebut dapat menyebabkan BBLR
(berat bayi kurang dari 2.500 gram). Disamping itu anemia juga dapat mengakibatkan kematian
ibu maupun bayi pada waktu proses persalinan.

2) Kekurangan zat gizi lainnya, seperti kekurangan vitamin, mineral, atau protein, dan
sebagainya yang mengakibatkan berbagai jenis penyakit dan berujung pada gangguan
kesehatan reproduksi.

3) Pertumbuhan yang terhambat pada remaja putri, mengakibatkan panggul sempit dan berisiko
melahirkan BBLR.

4) Penyakit lain, akibat infeksi atau yang berkaitan dengan keturunanan, sangat mungkin
berpengaruh pada kesehatan reproduksi.

b. Masalah Pendidikan, meliputi


1. Buta huruf Buta huruf mengakibatkan remaja tidak mempunyai akses terhadap informasi
yang dibutuhkan dan mungkin kurang mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk
kesehatan dirinya.

2. Pendidikan rendah dapat mengakibatkan remaja kurang mampu memenuhi kebutuhan fisik
dasar ketika berkeluarga dan hal ini akan berpengaruh buruk terhadap derajat kesehatan diri
dan keluarganya.

c. Masalah lingkungan dan pekerjaan antara lain :

1. Lingkungan dan suasana kerja yang kurang memperhatikan kesejahteraan remaja yang
bekerja akan mengganggu kesehatan remaja.

2. Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat bahkan merusak kesehatan fisik
mental dan emosi remaja.

d. Masalah seks dan seksualitas antara lain :

1. Pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah seksualitas misalnya mitos
yang tidak benar

2. Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang berkaitan dengan seksualitas

3. penyalahgunaan ketergantungan NAPZA yang mengarah ke penularan HIV atau AIDS


melalui jarum suntik dan melalui hubungan seks bebas masalah ini semakin mengkhawatirkan
dewasa ini

4. penyalahgunaan seksual

5. kehamilan remaja

6. kehamilan pranikah atau diluar ikatan pernikahan

e. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja

1. Ketidakmatangan secara fisik dan mental

2. Risiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih besar

3. Kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri remaja

4. Risiko bertambah untuk melakukan aborsi yang tidak aman.

Berbagai keadaan tersebut dapat dicegah atau diminimalisasi dengan cara memberi
pengetahuan dasar mengenai kesehatan reproduksi pada remaja
2.3.3

Pelayanan Remaja yang Direkomendasikan a. Konseling , informasi dan pelayanan Keluarga


Berencana (KB) b. Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang
aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal) c. Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan
penyakit menular seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan d. Konseling dan
pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR) e. Konseling, informasi dan edukasi (KIE)
mengenai kesehatan reproduksi Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki
informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang berhubungan.
Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang
bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

2.4 Definisi Pranikah dan Konseling Pranikah Pranikah menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sebelum menikah, jadi artinya masa dimana beberapa waktu sebelum
menikah. Pranikah adalah masa sebelum adanya perjanjian antara laki-laki dan perempuan,
tujuannya untuk bersuami istri dengan resmi berdasarkan undang-undang perkawinan agama
maupun pemerintah. Sedangkah Konseling pranikah menurut kementrain kesehatan adalah
nasehat yang diberikan kepada pasangan sebelum menikah, menyangkut masalah medis,
psikologis, seksual, dan sosial. Konseling Pranikah dimaksudkan untuk membantu pasangan
calon pengantin untuk menganalisis kemungkinan masalah dan tentangan yang akan muncul
dalam rumah tangga mereka dan membekali mereka kecakapan untuk memecahkan masalah.
Konseling/pendidikan pranikah pada umumnya diikuti oleh pasangan yang hendak menikah dan
tidak memiliki masalah berarti dalam hubungan mereka, jadi

tidak harus pasangan yang memiliki masalah serius dalam hubungan mereka (Stahmann,
Senediak dalam Murray & Murray, Jr., 2009). Konseling pranikah merupakan ajang untuk
mendorong pasangan yang bermaksud menjalin ikatan pernikahan agar memusatkan perhatian
pada masalah proses perkembangan interrelasi yang baik dan secara berlanjut merawat relasi
yang baik tersebut dengan hasil interrelasi yang memuaskan bagi kedua belah pihak sampai
akhir hayat, melalui serangkaian konsultasi sosiologis kepada orang yang lebih dewasa serta
melakukan konsultasi medis kepada tenaga medis. Sehingga keputusan untuk menikah dibuat
setelah melalui pertimbangan yang matang dan komprehensif.

a. Evidance Based Terkait Masa Pranikah Dalam menlaksanakan profesinya bidan memiliki
peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peniliti, sebagai peran dan fungsi sebagai
pelaksana memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan
mereka sebagai klien, mencakup: a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja
dan wanita dalam masa pranikah. b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar. c.
Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien. d.
Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana. e. Mengevaluasi hasil
tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien. f. Membuat rencana tindak lanjut
tindakan/layanan bersama klien. g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

Mengingat manfaat dan pentingnya konseling pranikah untuk keutuhan dan kebahagiaan
pernikahan, dalam penelitian ini peneliti mencoba merancang suatu program konseling pranikah
bagi pasangan yang sudah berencana menikah yang bertujuan untuk: 1. Memberikan
pengetahuan mengenai kehidupan pernikahan, 2. Meningkatkan kesepakatan pasangan
mengenai isu-isu penting dalam pernikahan, dan 3. Mengenal pasangan lebih dalam sebagai
bagian dari keluarga besarnya. Dua hal pertama dari tiga tujuan program konseling pranikah
yang peneliti susun tersebut merupakan tujuan yang umum dari konseling pranikah, sedangkan
tujuan ketiga berdasarkan fenomena yang ada di masyarakat

Indonesia bahwa sistem keluarga inti di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem
di keluarga besarnya. Tak dapat dipungkiri dalam sistem keluarga Indonesia, keluarga besar
turut mempengaruhi nilai-nilai dan motivasi untuk melakukan suatu tindakan dalam diri individu.
Dalam memilih pasangan hidup misalnya, keluarga besar turut ambil bagian dalam rembuk
keluarga untuk mempertimbangkan calon pasangan anak/cucu/keponakan dengan melihat asal
usul, pendidikan, dan kebiasaankebiasaan/nilai-nilai yang ada pada diri dan keluarga calon
pasangan. Jika dianggap sesuai dengan keluarga mereka, barulah calon pasangan diterima,
jika tidak maka tidak sedikit orangtua yang campur tangan agar anaknya memutuskan
hubungan dengan calonnya. Pada akhirnya, nilai-nilai yang ada dalam keluarga besar setelah
seseorang menikah akan mempengaruhi hubungannya dengan pasangan hidupnya, misalnya
dalam menentukan peran suami/isteri dalam rumah tangga dan pola pengasuhan anak. Ketika
dua individu yang berasal dari keluarga dengan nilainilai dan kebiasaan-kebiasaan yang
bertolak belakang menikah, dapat diprediksi akan timbul konflik jika keduanya tidak dapat saling
memahami dan menerima perbedaan tersebut (Landis; DeGenova, 2008). Oleh karena itu,
pasangan yang akan menikah perlu mengetahui kebiasaan-kebiasaan dan nilainilai yang ada
dalam keluarga besar pasangannya dan memahami bagaimana hal tersebut mempengaruhi
pasangan. Konseling pranikah memiliki topik, waktu (durasi), dan metode pelaksanaan yang
sangat beragam. Dari berbagai penelitian mengenai efektivitas program konseling/pendidikan
pranikah dan topik yang dianggap paling bermanfaat dalam konseling pranikah topik yang
dianggap paling bermanfaat dalam konseling pranikah ialah komunikasi, resolusi konflik,
keuangan, pengasuhan anak, hubungan dengan orangtua/mertua, peran dan tanggung jawab
dalam rumah tangga, seksualitas, keluarga asal pasangan, agama, waktu luang/rekreasi, dan
komitmen.

2.4.1 Kriteria Konseling Pranikah Bimbingan dan konseling pranikah dapat disusun dengan
memenuhi beberapa kriteria (Hawkins, Carroll, Doherty, & Willoughby, 2009) yaitu:

1. Dimensi Konten

a. Relational Skills (Keterampilan Hubungan). Keterampilan yang perlu ada pada pasangan
sebagai keterampilan dalam mencapai visi perkawinan.
b. Awareness, Knowledge, and Attitudes (Kesadaran, Pengetahuan, dan Sikap). Keterampilan
hubungan yang baik membutuhkan kesadaran, pengetahuan, dan sikap dari setiap pasangan,
sepeti elemen kesiapan mental dan etika, harapan yang realistis, kemauan untuk membuat
pengorbanan pribadi yang signifikan.

c. Motivation/Virtues (Motivasi dan Kebajikan). Karakter dan motivasi yang diberikan individu
terhadap hubungan sangat penting untuk memahami pernikahan yang sehat, begitupun dengan
kebajikan, seperti kemurahan hati, keadilan, dan kesetiaan.

2. Dimensi II Identitas

a. Low Level (Tingkat Rendah). Internsitas tingkat rendah merupakan upaya kampanye melalui
pamflet kepada pasangan pranikah, dapat melalui pesan media yang kreatif untuk mengajarkan
prinsip dasar perkawinan sehat.

b. Moderate Level (Tingkat Sedang). Intensitas tingkat sedang memberi kerangka ruang lingkup
kurikulum dalam pendidikan pernikahan. Menghadirkan peserta, adanya waktu yang ditentukan
bersama untuk memabahas konten dalam pendidikan pernikahan.

c. High Level (Tingkat Tinggi). Intensitas tingkat tinggi sangat penting untuk strategi pendidikan
pernikahan yang komprehensif, eksplorasi mendalam terhadap topik yang lebih lengkap, dan
memungkinkan individu dan pasangan untuk mengeksplorasi masalah pribadi pada tingkat
yang lebih dalam dengan fasilitator terlatih. Di perguruan tinggi dapat dilaksanakan dengan
intensitas moderate level dengan asumsi bahwa sebagai bentuk persiapan maka kerangka
konten yang dibahas tidak begitu mendalam, namun cukup mengakomodir konten dalam
pembahasan perkawinan.

3. Dimensi III Dimensi

a. Instruction. Metode insruksi atau pengajaran perlu menyesuaikan dan menyajikan konten
kurikuler agar sesuai dengan pengalaman hidup peserta dengan sangat efektif, disisi lain
instruktur atau pelatih yang memberikan program pendidikan pernikahan harus terbiasa dengan
isu-isu tertentu yang dihadapi peserta.

b. Learning style (Gaya Belajar). Metode yang disesuaikan dengan beragam gaya belajar,
seperti presentasi informasi didaktik, menunjukkan contoh (misalnya, dalam video), diskusi
interaktif, dan permainan peran. Individu dan pasangan terdidik terbiasa dengan pendekatan
kognitif dan didaktik yang khas dari pendidikan tinggi mungkin lebih menyukai metode
pembelajaran eksperimental yang lebih aktif. Program BK pranikah di perguruan tinggi dapat
dirancang dengan serangkaian kurikuler/konten yang disesuaikan dengan gaya belajar di
perguruang tinggi.

4. Dimensi IV Target Target untuk pendidikan perkawinan yaitu untuk memenuhi kebutuhan
semua kelompok ras, etnis, dan sosial ekonomi. Target ini perlu dipenuhi untuk menjaga
kecemburuan sosial diantara setiap individu yang memiliki keinginan mendapat perndidikan
perkawinan.
5. Dimensi V Delivery (Penyampaian) Penyampaian pendidikan pernikahan dapat
disampaiakan oleh specialist marriage education (spesialis pendidikan pernikahan) yaitu
konselor atau psikolog di perguruan tinggi yang dapat diakses melalui pusat layanan bimbingna
dan konseling di perguruan tinggi yang tersedia di masingmasing lembaga universitas negeri
maupun swasta.

Secara keseuluruhan program yang dirancang disesuaikan dengan individu yang berada pada
masa dewasa awal khususnya mahasiswa yang berada pada perguruan tinggi, minimal
meliputi.

a. Individu pasangan. memperhatikan Pasangan latarbelakang pranikah perlu keluarga masing-


masing memperhatikan keadaan latarbelakang keluarga pasangan (Gardner, Busby, &
Brimhall, 2009).

b. Mengeksplorasi suatu hubungan melibatkan dua individu, dan karakteristik keduanya


mempengaruhi sifat hubungan komitmen terhadap pernikahan untuk mengikuti program
pendidikan pernikahan (Blair & Cordova, 2009). Selain itu faktor keadaan individu yang
mengalami gangguan stress, kecemasan, emosional dan semacamnya mempengaruhi
perkawinan pada masa dewasa. Sehingga peningkatan kecemasan setiap hari dan
ketidaksejahteraan fisik secara tidak langsung menurunkan kepuasan hubungan perkawinan
(Falconier, Nussbeck, Bodenmann, Schneider, & Bradbury, 2015) peru dibekali bagi mahasiswa
sebagai indivud pada dewasa awal.

c. Interaksi positif pasangan memungkinkan untuk mengekplorasi ekspektasi individu terhadap


pernikahan (Heafner et al., 2016) meningkatkan seluruh dimensi mental, emosional, fisik, dan
spiritual (Roberts, Booth, & Beach, 2016) dan memberi rasa aman dan kepuasaan individu
terhadap hubungan (Salvatore, Kuo, Steele, Simpson, & Collins, 2011). Persiapan pernikahan
akan memberi dampak terhadap individu yang menjalani hubungan dengan pasangan yang
berfokus pada komitmen dan harapan hubungan yang realistis. Bimbingan dan konseling
pranikah merupakan upaya membantu individu maupun pasangan dalam merencanakan dan
mempersiapkan segala sesuatu yang dianggap penting dalam hal pernikahan/perkawinan
berbasis sumber daya pasangan untuk memiliki berbagai keterampilan dan mengembangkan
visi kehidupan pernikahan.

DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 2001, Catatan Perkembangan Dalam Praktek Kebidanan, EGC
: Jakarta.. Pusdiknakes – WHO – JHPIEGO, 2003, Asuhan Intrapartum, Jakarta. Yuniati I.
2011. Filosofi Kebidanan. Bandung: Program Pascasarjana Program Studi Magister Kebidanan
Fakultas Kedokteran  Universitas Padjadjaran Bandung Saifuddin AB, dkk. 2002. Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/05/makalah-evidence-based-
kebidanandalam.html#ixzz3YZGM2flV

Anda mungkin juga menyukai