Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di dalam kehidupan ini, pasti terdapat kekuasaan dan pemimpin. Dan dalam agama
Islam terdapat Daulah. Daulah didefinisikan sebuah sistem kekuasaan yang didalamnya
terdapat unsur-unsur kepemimpinan, perundang-undangan, wilayah tertentu, warga
masyarakat, dan ideologi yang dianut sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara
(Qardhawi, 2007: 34).
Di zaman sekarang ini, terdapat Pemerintahan Sekularisme, yaitu ideologi yang
menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau
kepercayaan. Padahal dalam Islam, agama dan daulah adalah dua hal yang tak dapat
dipisahkan karena selalu berkaitan satu sama lain.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Daulah?
2. Apa definisi Daulah menurut para ahli?
3. Apa hukum mendirikan Daulah Islam?

1.3 Tujuan Makalah

1. Mengetahui arti Daulah dan definisinya menurut para ahli.


2. Mengetahui hukum mendirikan Daulah Islam.

1.4 Manfaat Makalah

Untuk memberikan informasi mengenai daulah secara luas menurut para ahli
dan bagaimana kita dapat mendirikan daulah islam.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Daulah

Daulah berasal dari bahasa Arab dari asal kata dala-yadulu-daulah sama dengan
bergilir, beredar, dan berputar. Kelompok sosial yang menetap pada suatu wilayah
tertentu dan di organisir oleh suatu pemerintahan yang mengatur kepentingan dan
kemaslahatan mereka. Daulat dapat di artikan negara, pemerintahan, kerajaan atau dinasti
(Az-Zuhaili, 2011: 6304). Daulah didefinisikan Sebuah sistem kekuasaan yang
didalamnya terdapat unsur-unsur kepemimpinan, perundang-undangan, wilayah tertentu,
warga masyarakat, dan ideologi yang dianut sebagai pandangan hidup berbangsa dan
bernegara (Qardhawi, 2007: 34). Jika kata Daulah digabungkan dengan kata al-Islam,
maka menjadi kata majemuk Daulah Islam. Artinya sebuah bentuk kekuasaan yang
dilaksanakan dengan sistem Dienul Islam. Islam 14 adalah suatu sistem Ideologi yang
berdasarkan kepada keterangan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW
(Qardhawi, 2007: 34).
Al-Daulah al-Islamiyah berdiri ditas pilar pilar baru yang inovatif dan kreatif
yang berbeda dengan pilar pilar yang menjadi landasan Byzantium dan Persia. Di
anataranya bahwa islam mengahpus konsepsi dominasi hakim ( pemerintahan, kekuasaan
) dan menghapus kosepsi ketundukan rakyat dalam urusan agama dan dunia kepada
selain prinsip prinsip islam. Hanya Allah zat yang pemilik kekuasaan dalam urusan
akhirat berupa pahala dan siksa. Sistem pemerintahan dalam urusan duniawi
berlandaskan pada kaidah kaidah syara’ dalam menjaga kemaslahatan dan menolak
mufsadat sesuai dengan kondisi ruang dan waktu, juga berlandaskan pada asas-asas
keadilan, syura’, persamaan, kesetaraan, memperlakukan sama, moral, serta anati
terhadap semua paham di kotomi dan dikiriminasiberdasarkan ras, etnis, bahasa, warna
kulit, ataupun kedaerahan.  

Elemen dasar atau unsur-unsur dan ciri-ciri khas tersebut telah terpenuhi di dalam
pemerintahan Nabawi yang didirikan oleh Rasulullah saw. di Madinah.
1. Kaum Muslimin generasi pertama, yaitu sahabat Muhajirin dan sahabat Anshar,
adalah rakyatnya. 
2. Syariat Islam adalah tatanan hukumnya.
3. Madinah adalah wilayah teritorialnya.
4. Nabi Muhammad saw. adalah sultan atau pemimpinnya yang tidak ada suatu
kekuasaan lain yang ikut terlibat di dalamnya.
5. Sedangkan komunitas islam memerankan personalitas maknawi atau semu dan
abstrak Negara tersebut sehingga memiliki hak dan beban kewajiban.

Baiat Aqabah Pertama dan kedua yang terjadi sebelum hijrah untuk beriman
kepada Allah dan rasul-Nya serta patut dan taan kepada Rasulullah, melindunginya dan
menolongnya, kedua baiat itu merupakan pilar pertama dalam kesepakatan untuk
2
membentuk Negara Madinah.  Jadi, pemeraintahan Nabawi di Madinah itu sudah layak,
pantas, dan memiliki kapasitas untuk disebut al-Daulah al-Islamiyah. Hal ini di perkuat
oleh berbagai langkah yang di tempuh oleh nabi Muhammad saw. berupa berbagai
langkah reformasi social dan poltik sesaaat setelah hijrah. Beliau menyatukan dan
mempersaudarakan antara sahabat muhajirin dan sahabat anshar serta membuat perjanian
damai dan kompromi politik dengan penduduk yahudi madinah. Perjanjian antara kaum
muslimin dan kaum nonmuslim sebagai dikatakan sebagai dustur atau dasar konstitusi
yang mengatur urusan kaum muslimin dan hubungan mereka dengan masyarakat
nonmuslim di Madinah dan Luar Madinah yang mirip dengan apa yang pada masa
sekarang di kenal dengan piagam nasiaonal.

Unsur pertama ad-Daulahal-Islamiyah :


  Rukun Daulat

1.   Rakyat
Rakyat merupakan salah satu prinsip yang esensi terwujudnya daulat. Rakyat
merupakan gabungan individu yang berdomilsili di wilayah daulat. Tidak semua
yang menetap di wilayah daulat di anggap sebagai warga. Daulat islam
membedakan antara oaring islam dana kaum Zimmi, nonmuslim yang
mendapatkan peerlindungan di Darul Islam. Kaum zimmi yang bermukim di
daerah islam di haruskan membayar jizyah ( pajak yang di pungut dari rakayat
nonmuslim dalam Negara islam ), yang dengan mereka terjamin memperoleh
perlindungan dari Negara ( QS.9:29 ).  

Kaum zimmi terikat dengan hukum pidana yang sam dengan warga muslim.
Demikian juga dengan hukum perdata, harta kekayaan apapuan bentuk, dan alat
perdagangannya yang dilarang bagi muslim juga terlarang bagi kaum zimmi.
Dalam hukum keluarga (perkawinan, perceraian, dan warisan) mereka di
perbolehkan memberlakukan agama mereka, seperti pernikahan tanpa saksi, tanpa
penetapan mahar, dan sebagainya.  

2.   Wilayah
Yang dimaksud dengan wilayah di sini mencakup wilayah darat, laut, dan udara.
Untuk mewujudkan daulat, sekelompok orang harus menetap pada suatu wilayah
tertentu. Suku suku yang selalu berpindah tempat tidak mempunyai wilayah
sendiri dan tidak dianggap sebagai daulat.  

3.   Pemerintahan
Pemerintahan merupakan unsur utama dalam pembentukan daulat. Ia berkuasa
menjalankan urusan daulat, mengurus oraganisasinya, dan menangani urusan
rakyatnya. Dalam perkembangan sejarah islam para ahli politik islam sepakat
menyatakan bahwa Rasulullah saw telah mendirikan daulat Islam pertama di
madinah pada tahun pertama Hijriyah ( 622 M ). Dengan terbentuknya komunitas
muslim di Madinah. Maka rasulullah SAW sekaligus menjadi pemimpin agama
dan pemimipin Negara. Pengukuhan kekuasaan dinyatakan dalam konstitusi
3
tertulis yang dikenal dengan piagam madinah. Dengan piagam ini Rsulullah saw
mempunyai kekuasaan untuk menyatakan perang atau damai, menyelsaikan
konflik antar warga masyarakat, dan menentukan kebijakan menyangkut masalah
ekonomi, politik dan lain.   

4.   Undang undang atau piagam Madinah  


Piagam Madinah telah dibuat oleh Nabi Muhammad s.a.w. pada tahun 622M
bersamaan tahun pertama Hijrah, merupakan perlembagaan bertulis pertama di
dunia.

Kandungan piagam ini terdiri daripada 47 fasal.


 23 fasal piagam tersebut membicarakan tentang hubungan antara umat Islam
sesama umat Islam iaitu antara Ansar dan Muhajirin.
 24 fasal yang berbaki membicarakan tentang hubungan umat Islam dengan umat
bukan Islam iaitu Yahudi.
Selain Piagam Madinah, ia juga dikenali dengan pelbagai nama seperti Perjanjian
Madinah, Dustar al-Madinah dan juga Sahifah al-Madinah. Selain itu Piagam Madinah
juga boleh dikaitkan dengan Perlembagaan Madinah kerana kandungannya membentuk
peraturan-peraturan yang berasaskan Syariat Islam bagi membentuk sebuah negara
(Daulah Islamiyah) yang menempatkan penduduk yang berbilang bangsa atau kaum.

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwasanya negara itu terdiri dari
tiga unsur yaitu, wilayah, rakyat dan pemerintahan. Dalam mengkaji ketiga unsur pokok
sebuah negara tersebut, para fuqaha ahli tata negara telah menjabarkannnya di dalam
tema pembahasan hukum dar al Islam. Wahbah Zuhaily berkata : hijrahnya Nabi saw dari
kota Mekah menuju kota Madinah yang merupakan titik awal berdirinya sebuah Daulah
Islamiyah oleh kalangan fuqaha dimasa awal-awal Islam belum digunakan sebagai
sebuah terminologi umum, melainkan mengungkapkannya dengan istilah dar al Islam,
karena kalimat daulah belum banyak digunakan ulama saat itu. Disisi lain terdapat
korelasi makna yang bersifat talazum antara istilah kalimat Daulah dan Dar al-Islam (Az-
Zuhaili, 2011: 6304).
Beliau juga menambahkan, walaupun ada ketalazuman pengertian antara kedua
istilah tersebut, namun bila ditinjau dari sudut wilayah kekuasaan terdapat titik perbedaan
antara masing-masing istilah tersebut, pengertian istilah dari Islam lebih terfokus pada
pokok unsur yang bersifat materi (maksudnya tanah kekuasaan atau kawasan) sedangkan
konotasi istilah Daulah Islamiyah lebih bersifat sebagai sebuah instusi kekuasaan yang 15
bersifat independen. Pengertian Dar al Islam dengan ketiga unsur pokoknya sebagai
definisi sebuah negara adalah sesuai dengan pengertian negara yang dikemukakan para
ahli tata negara modern pada saat masa ini (Az-Zuhaili, 2011: 6305).

4
2.2 Definisi Daulah Menurut Para Ahli

1. Dr.V. Fitzgerald berkata, ( islam bukan hanya sekedar agama A Religion),


tetapi a merupakan tatanan politik ( A political System ). Sekalipun pada
dekade kebelakang ini muncul beberapa orang islam yang biasa disebut
“modenis”, berusaha memisahkan dua sisi ini, tetapi semua pemimpin islam
telah membangun suatu landasan bahwa dua sisi ini saling bertautan, yang
satu tidak mungkin dipisahkan dari yang lain.
2. C.A. Nallino berkata, “ pada waktu yang sama Muhammad telah membangun
agama (A Religion) dan daulah ( A State). Batasan-batasan di antara
keduanya saling berdampigan selama hidupnya
3. Dr Scahct berkata, “ karena islam ini difahami lebih sekedar agama, maka ia
juga menggambarkan teori-teori hukum dan politik. Da sejumlah pendapat
menyatakan bahwa ia adalah tatanan peradaban yang lengkap, mencakpi
agama dan daulah secara bersamaan.
4. R. Strothmann berkata, islam adalah fenomena agama yang berwawasan
politik. Sebab pendirinya adalah seorang nabi dan sekaligus seorang politikus
yang bijak, disebut juga seorang negarawan.
5. D.B. Macdonald berkata, “Di sana ( di Madinah) berdiri negara islam yang
pertama dan disana diletakkan dasar-dasar pemerintahan untuk undang-
undang islam”
6. Sir T.Arnold berkata, “ pada saat yang sama, nabi adalah seorang pemimpin
agama dan pemimpin negara”
7. Gibb berkata,” dalam keadaan seperti itu nyatalah bahwa islam bukan sekedar
keyakinan agama secara individual, tetaoi ia mengharuskan berdirinya sebuah
masyarakat yang merdeka, mempunyai tatanan tersendiri dalam hukum,
undang-undang dan sistem secara khusus.

2.3 Hukum Mendirikan Daulah Islam

Allah Swt. memberikan perintah kepada Rasulullah Saw. agar memberlakukan hukum di
tengah-tengah kaum muslimin dengan apa yang diturunkan oleh Allah. Perintah Allah
kepada Rasul tersebut berbentuk tegas (thalaban jaziman). Seruan untuk Rasulullah juga
merupakan seruan bagi umatnya, selama tidak ada (dalil) yang men-takhsis-nya. Dan di sini
tidak terdapat dalil apapun (untuk mentakhsis), maka dalil tersebut juga merupakan seruan
bagi kaum muslimin agar menegakkan pemerintahan (sesuai dengan apa yang diturunkan
Allah). Sedangkan mendirikan khilafah itu hanya bisa diartikan sebagai menegakkan hukum
dan kekuasaan.

   Hanya saja Allah SWT. memfardlukan kepada kaum muslimin untuk mentaati ulil-
amri atau para penguasa. Hal itu membuktikan adanya ulil-amri adalah wajib bagi kaum
muslimin. Allah SWT. berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak


menerimanya,dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya
kalian menetapkan yang adil. Sungguh Allah memberi pengajaran sebaik baiknya kepada
5
kalian. Sesungguhnya Allah maha mendengar agi maha meliha. Hai orang orang yang
beriman,taatilah Allah, taatilah Rasul-Nya dan ulul-Amri diamtara kalian.” (An-Nisa:58-59)

Seruan dalam ayat pertama (58) ditunjukan kepada para ulil amri dan penguasa, agar
mereka memperhtikan amanat dan menetapkan hukum secara adil. Mensiasiakan amanat
dan kedilan merupakan ancaman yang ditandai dengan kehancuran umat dan negara. Di
dalam As-sahih disebutkan (yang dimaksud):
“jika amanat disiasiakan, maka tunggulh kehancurannya. Ada yang bertanya: bagaimana
mensiasiaakannya? Baginda menjawab: jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya,
maka tnggulah saat kehancuran.” (diriwayatkan Al-Bukhari)

Sedangkan seruan pada ayat kedua (59) ditunjukan kepada rakyat yang mukmin,
bahwa mereka harus taat kepada “ulil-amri”. Tetapi dengan syarat, ketaatan ini dilakukan
setelah ada ketaatan (Sebagian diantara ulil-Amri) kepada Allah dan Rasul-Nya. Diamping
itu, adapun perintah untuk kembali keepada Al-Qur’an dan Sunnah. Hal ini mengharuskan
orang-orang muslim memiliki daulah yang ditaati. Jika tidak urusan ini pun menjadi sia-
sia.9

Allah tidak pernah memerintahkan taat kepada orang yang tidak ada. Termasuk tidak
mengharuskan taat kepada orang yang keberadaannya  hanya sunnah, maka ini
membuktikan bahwa mewujudkan waliyul-amri hukumnya adalah wajib. Sehingga ketika
Allah memerintahkan taat kepada waliyul amri, berarti itu juga merupakan perintah agar
mewujudkannya. Sedangkan adanya waliyul amri tersebut memiliki konsekuensi tegaknya
hukum syara', dan diam tidak mewujudkan waliyul amrimembawa konsekuansi lenyapnya
hukum syara', maka hukum mewujudkannya adalah wajib. Dan karena meninggalkannya
membawa konsekuensi tidak terwujudnya hukum syara', maka hukum meninggalkannya
adalah haram. Karena hal itu bisa melenyapkan hukum syara'.

   Dalil-dalil di atas, semuanya menegaskan wajibnya mewujudkan pemerintahan dan


kekuasaan bagi kaum muslimin; juga menegaskan wajibnya mengangkat khalifah untuk
memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan. Kewajiban mengangkat khalifah tersebut
adalah demi melaksanakan hukum-hukum syara', bukan sekedar mewujudkan pemerintahan
dan kekuasaan,serta harus memlih pemimpin yang amanah.

   Berdiam diri terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah bagi kaum muslimin


adalah termasuk suatu perbuatan maksiat yang paling besar. Karena hal itu berarti berdiam
diri terhadap salah satu kewajiban yang amat penting dalam Islam, di mana tegaknya
hukum-hukum Islam --bahkan eksistensi Islam dalam kancah kehidupan-- bertumpu
kepadanya. Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin akan berdosa besar bila berdiam diri
terhadap kewajiban mengangkat seorang khalifah. Kalau ternyata seluruh kaum muslimin
sepakat untuk tidak mengangkat seorang khalifah, maka dosa itu akan ditanggung oleh
seluruh kaum muslimin di seluruh penjuru bumi. Namun apabila seluruh kaum muslimin
melaksanakan kewajiban itu sedangkan sebagian yang lain tidak melaksanakannya, maka
dosa itu akan gugur bagi mereka yang telah berusaha mengangkat khalifah --sekalipun
kewajiban itu tetap dibebankan atas mereka sampai berhasil diangkatnya seorang khalifah.
Sebab menyibukkan diri untuk melaksanakan suatu kewajiban akan menggugurkan dosa
6
atas ketidakmampuannya melaksanakan kewajiban tersebut dan atau penundaannya dari
waktu yang telah ditetapkan. Hal ini karena dia telah terlibat melaksanakan fardlu juga
karena adanya suatu kondisi yang memaksanya sehingga gagal melaksanakan fardlu itu
dengan sempurna.

   Sedangkan mereka yang tidak terlibat dalam aktivitas menegakkan  khilafah, akan tetap
menanggung dosa sejak tiga hari setelah tidak adanya khilafah. Dosa itu akan tetap
dipikulnya hingga hari pengangkatan khilafah yang baru. Sebab, Allah SWT. telah
mewajibkan kepada mereka suatu kewajiban tetapi mereka tidak mengerjakannya, bahkan
tidak terlibat dalam upaya-upaya yang menyebabkan terlaksanakannya kewajiban tersebut.
Oleh karena itu, mereka layak menanggung dosa; layak menerima siksa Allah dan kehinaan
baik di dunia maupun di akhirat. Kelayakan mereka menanggung dosa ini adalah suatu hal
yang jelas dan pasti sebagaimana seorang muslim yang layak menerima siksa  karena
meninggalkan suatu kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah. Apalagi kewajiban
tersebut merupakan tumpuan pelaksaan kewajiban-kewajiban lain; tumpuan penerapan
syari'at Islam secara menyeluruh, bahkan menjadi tumpuan eksistensi tegaknya Islam
sehingga panji Allah dapat berkibar di negeri-negeri Islam dan seluruh penjuru dunia.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Jadi, Daulah adalah suatu kekuasaan yang mencakup pemerintahan, hukum, dan
politik. Apabila Daulah itu dijalankan dengan berlandaskan agama Islam, maka suatu negara
atau daulah dapat menjalankan pemerintahannya dengan baik, dengan dipimpin oleh
pemimpin yang beriman dan dapat mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya.
Maka dari itu, dalam menjalankan suatu pemerintahan seharusnya dan sebaiknya
memang kembali lagi pada hukum-hukum Islam. Karena bila kita membiarkan suatu negara
dipimpin oleh orang-orang yang tidak beriman, maka negara tersebut tidak akan baik-baik
saja. Pemimpinnya hanya akan mementingkan diri dan golongannya sendiri dibanding
dengan kepentingan pengikutnya. Sungguh rugi apabila kita tidak menerapkan Daulah Islam
tersebut.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Al-Qardhawy, Yusuf. "Fiqah Daulah Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Sunnah".


https://alkhatab2.tripod.com/fiqahdaulahdalamperspektifalqurandansunnahkedudukandaulah
/. Diakses pada: 3 Oktober 2018

_____. "Bab II Negara Dalam Perspektif Islam".


https://pustakauinib.ac.id/repository/files/original/5922587c01d2296e37cf7e860eeee0da.pdf
. Diakses pada: 3 Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai