Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KMB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALERGI

Disusun oleh:
Kelompok 3
Muhamad Ridwan (19057)
Muhammad Yusril Amin Patwa (19058)
Nabillah Almahjumi (19059)
Nurul Fitri (19060)
Nurul Izati (19061)
Popy Triliona Lavenia (19062)
Putri Ernasari (19063)
Rahayu Damayanti (19064)
Riska Mandasari (19065)
II B

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


Jln.AIPDA K.S Tubun No.92-94 JAKARTA BARAT
Telp.(021) 5484809 Ex.1313-1314, Fax.5485709 (021)
E-mail :akper.pelni@gmail.comWebsite : http://www.akper-rspelni.ac.id
Tahun Ajaran 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang atas segala rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Judul makalah ini
adalah “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Alergi”. Penulis menyadari bahwa
penyajian makalah ini masih jauh dari sempurna baik materi maupun teknik penyajiannya,
sehubungan dengan itu saran serta pandangan yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan ini penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Khumaidi,Ns,M.,Kep.,Sp.KMB selaku dosen pembimbing makalah penulis yang


telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini.
2. Orang tua dan saudara-saudara penulis yang telah memberi doa dan dukungan yang
sangat berarti bagi penulis.
3. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam penulisan makalah ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan pada kata-kata yang penulis
pergunakan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang
membutuhkan.

Jakarta, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II KONSEP TEORI


A. Definisi..................................................................................................... 3
B. Etiologi..................................................................................................... 3
C. Patofisiologi............................................................................................. 4
D. Manifestasi Klinis.................................................................................... 5
E. Komplikasi .............................................................................................. 7
F. Penatalaksanaan Medis ............................................................................ 7
G. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................. 8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat. Diperkirakan 10-20% penduduk pernah atau sedang menderita penyakit
tersebut. Alergi sering mengenai organ saluran napas, kulit, dan saluran pencernaan
(Tanjung & Yunihastuti).
Pemeriksaan Double-Blind, Placebo-Controlled Food Challenge (DBPCFC)
dianggap sebagai gold standard pemeriksaan alergi, namun waktu yang dihabiskan,
penggunaan bahan, dan kemungkinan terjadinya anafilaksis membuat dibutuhkan
pemeriksaan yang lebih aman dan murah. Pemeriksaan In vivo seperti Skin Prick Test
(SPT) dan Immunoglobulin E (IgE) spesifik adalah pemeriksaan lini pertama untuk
menilai sensitasi IgE (Baratawidjaja & Rengganis).
Tes kulit sebagai sarana penunjang diagnosis penyakit alergi, telah dilakukan
sejak lebih dari 100 tahun yang lalu, karena sederhana dan terbukti memiliki hasil positif
yang sama dengan kadar IgE spesifik atau tes provokasi. Tes kulit terbagi menjadi; skin
prick test, scracth test, friction test, patch test dan intradermal test. Di antara berbagai tes
ini yang sering digunakan adalah skin prick test karena mudah, murah, spesifik dan
aman. Menurut laporan yang ada di Indonesia, skin prick test ini hampir tidak pernah
menimbulkan efek samping (Baratawidjaja & Rengganis).
Makanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi. Walaupun kejadian
alergi makanan lebih sering ditemui pada anak-anak, penelitian terbaru melaporkan 1,4 -
6% populasi dewasa pernah mengalami alergi makanan. Prevalensi pada perempuan
dewasa dilaporkan lebih banyak daripada laki-laki dewasa. Sebagian besar alergi
makanan sudah muncul pada masa kanak-kanak (Rengganis & Yunihastuti).

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengertian alergi?
2. Bagaimana etiologi alergi?
3. Bagaimana patofisiologi alergi?
4. Bagaimana manifestasi klinis alergi?
5. Bagaimana komplikasi alergi?
6. Bagaimana penatalaksanaan medis dari penyakit alergi?
7. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi?
8. Bagaimana diagnosa asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi?
9. Bagaimana perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi?
10. Bagaimana tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi?
11. Bagaimana evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengerti dan memahami
mengenai “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengana Alergi dalam keperawatan
medikal bedah
2. Tujuan Khusus
a) Menjelaskan konsep dasar dari alergi
b) Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada pasien dengan alergi
c) Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan alergi
d) Melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan alergi
e) Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan alergi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Alergi
Alergi merupakan suatu reaksi hipersensitivitas akibat induksi oleh
imunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berikatan dengan
sel mast atau sel basofil. Ketika antigen terikat, terjadi silang molekul IgE, sel mast
manusia dirangsang untuk berdegranulasi dan melepaskan histamin, leukotrein, kinin,
Plateletes Activating Factor (PAF), dan mediator lain dari hipersensitivitas, dimana
histamin merupakan penyebab utama berbagai macam alergi. Reaksi hipersensitivitas
terjadi akibat aktivitas berlebihan oleh antigen atau gangguan mekanisme yang akan
menimbulkan suatu keadaan imunopatologik. Reaksi timbul akibat paparan terhadap
bahan yang pada umumnya tidak berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dibagi dalam 4 tipe, yaitu tipe I, II,
III, dan IV, dimana hipersensitivitas tipe I merupakan reaksi hipersensitivitas
anafilaktik atau reaksi alergi.

B. Etiologi

Eiologi alergi multifaktorial. Diantaranya dapat berasal dari agen, host, dan
lingkungan. Host dapat berupa daya tahan tubuh dan usia dimana usia dini semakin
rentan terhadap alergi. Lingkungan dapat berupa suhu, musim. Agen dapat berupa
alergen. Reaksi alergi yang timbul akibat paparan alergen pada umumnya tidak
berbahaya dan banyak ditemukan dalam lingkungan dan sangat beragam. Diantaranya
adalah antibiotik, ekstrak alergen, serum kuda, zat diagnostik, bisa (venom), produk
darah, anestetikum lokal, makanan, enzim, hormon, dan lain-lain. Antibiotik dapat
berupa penisilin dan derivatnya, basitrasin, neomisin, tetrasiklin, sterptomisin,
sulfonamid. Ekstrak alergen dapat berupa rumput-rumputan atau jamur, serum ATS,
ADS, dan anti bisa ular. Produk darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat dapat
menyebabkan alergi. Makanan yang dapat menjadi penyebab alergi diantaranya susu
sapi, kerang, kacang-kacangan, ikan, telur, dan udang.

C. Patofisiologi
Patofisiologi alergi terjadi akibat pengaruh mediator pada organ target.
Mediator tersebut dibagi dalam dua kelompok, yaitu mediator yang sudah ada dalam
granula sel mast (performed mediator) dan mediator yang terbentuk kemudian (newly
fored mediator). Menurut asalnya mediator ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu
mediator dari sel mast atau basofil (mediator primer), dan mediator dari sel lain akibat
stimulasi oleh mediator primer (mediator sekunder).
Mekanisme alergi terjadi akibat induksi IgE yang spesifik terhadap alergen
tertentu berikatan dengan mediator alergi yaitu sel mast. Reaksi alergi dimulai dengan
cross-linking dua atau lebih IgE yang terikat pada sel mast atau basofil dengan
alergen. Rangsang ini meneruskan sinyal untuk mengaktifkan sistem nukleotida siklik
yang meninggikan rasio cGMP terhadap cAMP dan masuknya ion Ca++ ke dalam sel.
Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan mediator lain.

Mediator yang telah ada di dalam granula sel mast diantaranya histamin,
eosinophil chemotactic factor of anaphylactic (ECF-A), dan neutrophil chemotactic
factor (NCF). Histamin memiliki peranan penting pada fase awal setelah kontak
dengan alergen (terutama pada mata, hidung, dan kulit).

Histamin dapat menyebabkan hidung tersumbat, berair, sesak napas, dan kulit
gatal. Histamin menyebabkan kontraksi otot polos bronkus dan menyebabkan
bronkokonstriksi. Pada sistem vaskular menyebabkan dilatasi venula kecil, sedangkan
pada pembuluh darah yang lebih besar konstriksi karena kontraksi otot polos.
Histamin meninggikan permeabilitas kapiler dan venula pasca kapiler. Perubahan
vaskular menyebabkan respons wheal-flare (triple respons dari Lewis) dan jika terjadi
secara sistemik dapat menyebabkan hipotensi, urtikaria, dan angioderma. Pada traktus
gastrointestinal, histamin menaikkan sekresi mukosa lambung dan apabila pelepasan
histamin terjadi secara sistemik, aktivitas otot polos usus dapat meningkat dan
menyebabkan diare dan hipermotilitas.

Newly synthesized mediator diantaranya adalah leukotrein, prostagladin, dan


tromboksan. Leukotrein dapat menyebabkan kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas, dan sekresi mukus. Prostaglandin A dan F menyebabkan kontraksi otot
polos dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sedangkan prostaglandin E1 dan E2
secara langsung menyebabkan dilatasi otot polos bronkus. Kalikrein menghasilkan
kinin yang mempengaruhi permeabilitas pembuluh darah dan tekanan darah. ECF-A
menarik eosinofil ke daerah tempat reaksi dan memecah kompleks antigen-antibodi
dan menghalangi newly synthetized mediator dan histamin. Plateletes Activating
Factor (PAF) menyebabkan bronkokonstriksi dan menaikkan permeabilitas pembuluh
darah, mengaktifkan faktor XII yang akan menginduksi pembuatan bradikinin.
Bradikinin menyebabkan kontraksi otot bronkus dan vaskular secara lambat, lama,
dan hebat. Bradikinin juga merangsang produksi mukus dalam traktus respiratorius
dan lambung. Serotonin dalam trombosit yang dilepaskan waktu agregasi trombosit
melalui mekanisme lain menyebabkan kontraksi otot bronkus yang pengaruhnya
sebentar.

D. Manifestasi Alergi
Manifestasi alergi tampak berbeda-beda sesuai dengan letak dan rute paparan
terhadap alergen.

1) Asma Bronkial

Alergen memasuki tubuh dari rute saluran pernapasan, gejala sesak


napas yang akan berlanjut ke serangan asma. Hal tersebut terjadi karena
penyempitan saluran napas, terutama pada malam hari. Alergen pada umumnya
menyebabkan timbulnya banyak lendir pada saluran pernapasan. Kebanyakan
anak yang menderita asma mengalami gejala pertama sebelum usia 5 tahun. 27
Gejala yang menonjol dari asma dapat berupa sesak napas, mengi, dan batuk
berulang. Hingga usia lima tahun, diameter saluran napas bagian bawah pada
anak relatif lebih kecil dibandingkan dengan dewasa sehingga lebih mudah
terjadi obstruksi. Dinding dada pada bayi kurang kaku sehingga mempercepat
penutupan saluran napas. Demikian pula tulang rawan trakea dan bronkus pada
bayi kurang kaku sehingga mempermudah kolaps saat ekspirasi. Otot bronkus
masih sedikit menyebabkan brokodilator tidak memberikan hasil yang
diharapkan. Pada dinding bronkus utama anak ditemukan banyak kelenjar
mukosa sehingga dapat mengakibatkan hipersekresi dan memperberat obstruksi.
Insertio diafragma pada bayi dan anak posisinya adalah horizontal, sehingga
pada inspirasi diafragma akan menarik dada ke dalam (retraksi).
2) Rhinitis alergi

Manifestasi klinis baru ditemukan pada anak usia 4-5 tahun dan
insidennya meningkat progresif dan akan mencapai 10-15% pada usia dewasa.
Gejalanya hidung tersumbat, gatal di hidung dan mata, bersin, dan sekresi hidung.
Anak yang menderita rinitis alergi kronik dapat memiliki bentuk wajah khas yaitu
warna gelap serta bengkak di bawah mata. Bila hidung tersumbat berat, sering
terlihat mulut selalu terbuka (adenoid face). Keadaan ini memudahkan timbul
gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering
menggosok hidung karena gatal menunjukkan tanda Allergic salute.

3) Dermatitis Atopik (Eksim)

Penyakit yang sering dijumpai pada bayi dan anak, 5 ditandai dengan
reaksi inflamasi pada kulit yang didasari oleh faktor herediter dan lingkungan.
Eksim atau dermatitis atopi terjadi pada bayi sebelum berusia 6 bulan dan
jarang terjadi dibawah usia 8 minggu. Angka kejadian1-3% di masyarakat.
Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infant, bentuk anak,
dan bentuk dewasa. Bentuk infant predileksi daerah muka terutama pipi lebih
sering pada bayi yang masih muda dan ekstensor ekstremitas pada bayi sudah
merangkak. Lesi yang menonjol adalah vesikel dan papula, serta garukan yang
menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder (infeksi bakteri maupun
jamur). Gatal merupakan gejala yang mencolok sehingga bayi sering rewel dan
gelisah dengan tidur yang terganggu.

Bentuk anak merupakan lanjutan bentuk infant. gejala klinis ditandai


kulit kering (xerosis) bersifat kronis dengan predileksi daerah flexura
antecubiti, poplitea, tangan, kaki, dan periorbita. Bentuk dewasa terjadi
sekitar usia 20 tahun. Umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka, leher,
badan bagian atas, dan ekstremitas.

4) Urtikaria (kaligata, biduran)


Sebanyak 3,2 -12,8% dari populasi pernah mengalami urtikaria. Gejalanya
bentol (plaques edematous) multipel yang berbatas tegas, kemerahan, dan
gatal. Warna memerah bila ditekan akan memutih. Berbentuk sirkuler atau
serpiginosa (merambat). Jika dibiarkan dapat menjadi pembengkakan di
hidung, muka, dan bibir. bahkan jika terjadi di mulut dapat terjadi gangguan
pernapasan.

5) Alergi saluran pencernaan

Alergi pada saluran pencernaan jarang terjadi pada bayi dengan


asupan ASI. Paling banyak terjadi pada anak yang minum susu sapi dengan
gejala muntah, diare, kolik, konstipasi, buang air besar bardarah, dan
kehilangan nafsu makan.

E. Komplikasi
 Polip hidung
 Otitis media
 Sinusitis paranasal
 Anafilaksi
 Pruritus
 Mengi
 Edema

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengendalikan gejala


alergi, meringankan intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan, dan
membatasi penggunaan obat karena pada prinsipnya alergi tidak dapat disembuhkan.
Penatalaksanaan dermatitis atopik pada sebagian penderita mengalami perbaikan
dengan sendirinya sesuai dengan bertambahnya usia. Menghindari atau mengurangi
faktor penyebab menjadi langkah pertama penatalaksanaannya. Sedangkan untuk
penatalaksanaan rinitis alergi pada anak dilakukan dengan penghindaran alergen
penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa diberikan bila perlu dengan
antihistamin oral sebagai obat pilihan utama.
Asma dibagi dalam tiga derajat, yaitu asma episodik jarang, sering dan
persisten. Untuk “asma episodik jarang” tidak perlu menggunakan anti inflamasi.
Terapi “asma episodik sering” pada anak menggunakan anti inflamasi dan obat non
steroid. Terapi “asma persisten” menggunakan anti inflamasi dan obat

steroid.

Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah diatasi dan kadang sembuh
dengan sendirinya. Sedangkan pada urtikaria kronik lebih sukar diatasi. Idealnya
tetap identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab. Selain itu, penggunaan
antihistamin penghambat reseptor histamin H1 dan H2 dan dapat dikombinasikan.
Pada kasus berat dapat ditambah dengan kortikosteroid jangka pendek.

G. Asuhan Keperawatan Pada Penderita Alergi
1. Pengkajian
a) Data dasar, meliputi :
1) Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis,
sumber biaya, dan sumber informasi)
2) Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, 
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan dengan pasien)
b) Riwayat Keperawatan, meliputi :
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien,meliputi:
Alasan masuk rumah sakit:
 Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam, bibirnya 
bengkak,timbul kemerahan pada kulit, mual muntah, dan terasa 
gatal.
 Keluhan utama
 Pasien mengeluh sesak nafas.
 Pasien mengeluh bibirnya bengkak.
 Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.
 Pasien mengeluh nyeri di bagian perut.
 Pasien mengeluh gatal dan timbul kemerahan di sekujur tub
uhnya.
 Pasien mengeluh diare.
 Pasien mengeluh demam.

2) Kronologis keluhan
Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,
timbul kemerahan pada kulit,mual muntah,dan terasa gatal
tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang
sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita.
Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami nyeri perut
,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan padakulit,mual 
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan
di RS atau pengobatan tertentu.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami
penyakit yang sama.

5) Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang
mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres, persepsi pasien 
terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saatini, dan 
sistem nilai kepercayaan.

c) Pemeriksaan fisik 
1) Keadaan umum
2) Tingkat kesadaran CCS
3) Tanda-tanda vital
4) Keadaan fisik 
5) Kepala dan leher 
6) Dada
7) Payudara dan ketiak 
8) Abdomen
9) Genitalia
10) Integument
11) Ekstremitas
12) Pemeriksaan neurologist

d) Pemeriksaan Penunjang
1) Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan allergen
hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari
rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2) Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi.Hitung 
leukosit 5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi 
makanan.
3) IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai
umur 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya
menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi
parasit atau keadaan depresi imun seluler.
4) Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya
5) Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
6) Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makananfood 
chalenge didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit 
intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan mikroskopimunofluoresen ).
7) Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

e) Analisa Data
Data Subjektif 
1) Sesak nafas
2) Mual, muntah
3) Meringis, gelisah
4) Terdapat nyeri pada bagian perut
5) Gatal – gatal
6) Batuk

Data objektif 
1) Penggunaan O2
2) Adanya kemerahan pada kulit
3) Terlihat pucat
4) Pembengkakan pada bibir 
5) Demam ( suhu tubuhdiatas 37,50C)

2. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang muncul :
a) Ketidaefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen
b) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi
dermal,intrademal sekunder
d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih
e) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (allergen,ex:makanan)

3. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
a) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen
Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien 
menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
rentang normal.
Kriteria hasil :
 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)
 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis
Intervensi :
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya
pernapasan, termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.
Rasional: kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi 
peningakatan kerja napas. Kedalaman pernapasan berpariasi
tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang 
berhubungan dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik

2) Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius
seperti krekels, mengi, gesekan pleura.
Rasional: bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap pendarahan, bekuan/ kolaps jalan napas kecil
(atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/
kegagalan pernapasan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun
dari tempat tidur dan ambulansi sesegera mungkin.
Rasional: duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan. Pengubahan posisi dan ambulansi
meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.
4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional: kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi.
Sputum berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau
antikoagulan berlebihan.
5) Berikan oksigen tambahan
Rasional: memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas
6) Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic
Rasional : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan.

b) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x.24 jam diharapkan suhu
tubuh pasien menurun
Kriteria hasil :
 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)
 Bibir pasien tidak bengkak lagi
Intervensi :
1) Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )
Rasional : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksiusaku
t.
2) Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur 
sesuai indikasi
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk 
mempertahankan mendekati normal
3) Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcoho
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam

c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi
dermal,intrademal sekunder 
Tujuan : setelah diberikan askep selama 3.x24 jam diharapkan pasien
tidak akan mengalami kerusakan integritas kulit lebih parah
Kriteria hasil :
 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odemd
 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang
Intervensi :
1) Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau
pigmentasi
Rasional: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer 
2) Hindari obat intramaskular 
Rasional: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorpsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit

d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan 
berlebih
Tujuan : setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan
kekurangan volume cairan pada pasien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
 Pasien tidak mengalami diare lagi
 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Turgor kulit kembali normal
Intervensi :
1) Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam 
memanjang,takikardia, hipotensi ortostatik
Rasional: peningkatan suhu atau memanjangnya demam
meningkatkan laju metabolic dan kehilangan cairan melalui
evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).
Rasional : indicator langsung keadekuatan volume cairan,
meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena
napas mulut dan oksigen.
3) Monitor intake dan output cairan
Raional : mengetahui keseimbangan cairan
4) Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan
Rasional : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, 
penggunaan parenteral dapat memperbaiki atau mencegah
kekurangan

e) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex:
makanan)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan nyeri pasien teratasi

Kriteria hasil :
 Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang
 Wajah tidak meringis
 Skala nyeri 0
 Hasil pengukuran TTV dalam batas normal,
 TTV normal yaitu :
 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg
 Nadi : 60-100 kali/menit
 Pernapasan : 16-20 kali/menit
 Suhu : Oral (36,1-37,50C)Rektal (36,7-38,10C)Axilla (35,5-36,40C)
Intervensi :
1) Ukur TTV
Rasional : untuk mengetahui kondisi umum pasien
2) Kaji tingkat nyeri (PQRST)
Rasional: Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri
3) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan
Rasional :memberikan rasa nyaman kepada pasien
4) Ciptakan suasana yang tenang
Rasional : membantu pasien lebih relaks
5) Bantu pasien melakukan teknik relaksasi
Rasional : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi meningkatkan perilaku positif
6) Observasi gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mua
lmuntah, palpitasi, keinginan berkemih.
Rasional : tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yangdialami pasien.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic.
Rasional : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien
.

4. Evaluasi
a) Pasien mengeluh tidak sesak lagi
b) Pasien mengatakan tidak demam lagi
c) Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah
d) Pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi
e) Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat. Diperkirakan 10-20% penduduk pernah atau sedang menderita penyakit
tersebut. Alergi sering mengenai organ saluran napas, kulit, dan saluran pencernaan.
Makanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi. Walaupun kejadian
alergi makanan lebih sering ditemui pada anak-anak, penelitian terbaru melaporkan
1,4 - 6% populasi dewasa pernah mengalami alergi makanan. Prevalensi pada
perempuan dewasa dilaporkan lebih banyak daripada laki-laki dewasa. Sebagian besar
alergi makanan sudah muncul pada masa kanak-kanak.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddarth. 2018. Buku ajar keperawatan medikal bedah,volume 3.


Jakarta :EGC.
Price and wilson.2017.Paofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.vol
2,Edisi 6. Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai