Pingky (LP & Askep Peb+sc)
Pingky (LP & Askep Peb+sc)
F DENGAN
DIAGNOSA POST SC ATAS INDIKASI PEB IUGR DI RUANG CEMPAKA
RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA
Disusun Oleh:
Pingky 2019.C.11a.1056
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik
Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangkaraya.
Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan
1.1.3 Etiologi
Menurut Bobak (2005) penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi
ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebabnya preeklampsia, yaitu bertambahnya
frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramion, dan molahidatidosa.
Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan. dapat terjadi perbaikan keadaan
penderita dengan kematian janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria,
kejang dan koma. Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan
manusia.tanda dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang dengan cepat
setelah janin lahir dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita
yang akan menderita preeklampsia. Akan tetapi,ada beberapa faktor resiko tertentu yang
berkaitan dengan perkembangan penyakit: Primigravida, grand multigravida, janain besar,
kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.kira-kira 85% preeklampsia terjadi
pada kehamilan pertama.
Preeklampsia terjadi pada 14%-20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30%
pasien mengalami anomali rahim yang berat. pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau
penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25% (Zuspan, 1991), preeklampsia ialah suatu
penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP atau
eklampsia (Bobak dkk, 2005) Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering di kenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut di antara lain :
a. Peran faktor imunologis.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
preeklampsia atau eklampsia.
b. Peran faktor genetik atau familial.
Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia atau eklamsi pada
anakanak dari ibu yang menderita preeklamsi atau eklampsia. Kecenderungan
meningkatnya frekuensi preeklampsia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
preeklampsia dan bukan pada ipar mereka. Peran rennin angiotensin-aldosteron system
(RAAS) (Bobak dkk, 2005).
Menurut Winkjosastro, (2007) faktor yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia:
1. Usia (kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun) Resiko terjadinya preeklampsia
meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan
usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara kehamilan pertama
dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena
lebih singkatnya lama paparan sperma. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin
tua usia endothel makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon
inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.
2. Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya Riwayat preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1% untuk terjadinya preeklampsia pada kehamilan
kedua dengan partner yang sama.
3. Riwayat keluarga yang mengalami preeklampsia Eklampsia dan Preeklampsia memiliki
kecenderungan untuk diturunkan secara familial (keturunan). Hasil studi di Norwegia
menunjukkan bahwa mereka yang saudara kandungnya pernah alami preeklampsia, estimasi
OR (odds ratio) adalah sebesar 2,2. Sedangkan bagi mereka yang satu ibu lain ayah Odds
Ratio sebesar 1,6. Bagi mereka yang satu ayah lain ibu Odds Rationya adalah 1,8. Sementara
itu hasil studi lain menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan Preeklampsia menunjukkan
resiko tiga kali lipat untuk mengalami Preeklampsia. Contoh dari gen-gen yang diturunkan
yang berkaitan dengan Preeklampsia adalah: gen angiotensinogen, gen eNOS (endothelial NO
synthase), gen yang berkaitan dengan TNFα, gen yang terlibat dalam proses koagulasi seperti
factor V Leiden, MTHFR (methylene tetra hydrofolate reductase) dan prothrombin.
4. Paparan sperma, primipaternitas Paparan semen sperma merangsang timbulnya suatu
kaskade kejadian seluler dan molekuler yang menyerupai respon inflamasi klasik. Ini yang
kemudian merangsang produksi GMCSF sebesar 20 kali lipat. Sitokin ini selanjutnya
memobilisasi lekukosit endometrial. Faktor seminal yang berperan adalah TGF-β1 dalam
bentuk inaktif. Selanjutnya plasmin dari semen sperma dan faktor uterus mengubahya menjadi
bentuk aktif. Sitokin TGF-β1 akan merangsang peningkatan produksi GMCSF (granulocyte
macrophage-colony stimulating factor) . Bersamaan dengan itu sperma yang diejakulasikan
juga mengandung antigen-antigen yang turut berperan dalam pertumbuhan dan kelangsungan
hidup zigot.
5. Penyakit yang mendasari
a. Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b. Obesitas, resistensi insulin dan diabetes
c. Gangguan thrombofilik
d. Faktor eksogen
e. Merokok, mnurunkan resiko preeklamsi
f. Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik
g. Infeksi saluran kemih
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada penderita
yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat.Tapi
kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan
coogulasi intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui,
a. Vasospasmus menyebabkan :
· Hypertensi
· Pada otak (sakit kepala, kejang)
· Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
· Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
· Pada hati (icterus)
· Pada retina (amourose)
b. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
· Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
· Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
· Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
· Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
c. Factor Perdisposisi Preeklamsi
· Molahidatidosa
· Diabetes melitus
· Kehamilan ganda
· Hidrocepalus
· Obesitas
· Umur yang lebih dari 35 tahun
1.1.4 Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Preeklamsi Ringan :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring terlentang,
atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, dan
sebaiknya 6 jam.
2) Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat)
3) Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+ & 2+ pada
urine kateter atau midstream.
b. Preeklamsi Berat
1) TD 160/110 mmHg atau lebih
2) Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3) Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4) Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
5) Terdapat edema paru dan sianosis
1.2 Konsep Dasar Secsio Cesaria
1.2.1 Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menujukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012) Preeklamsia berat adalah suatu
komlikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
di sertai proteinuria dan oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Bodak, 2004). Bayi
baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma
kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin
ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).
1.2.2 Anatomi Fisiologi
a. Kulit
1) Lapisan Epidermis Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang tersusun secara berkesinambungan di bentuk oleh lapisan germinal
dalam epitel silindris dan mendatar ketika di dorong oleh sel-sel baru ke arah permukaan,
tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin protein bertanduk, jaringan
ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel- selnya sangat rapat.
2) Lapisan dermis Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan
elastin. Lapisan superfasian menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papila kecil.
Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh
darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang
terdapat di bawahnya. Dalam hubungan dengan tindakan SC, Lapisan ini adalah pengikat
organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di lindungi oleh selaput
tipis yang disebut peritonium dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus.
b. Fasia
Di bawah kulit fasia superfisialis menjadi lapisan lemak yang dangkal, camper`s fasia, dan
yang lebih dalam lapisan fibrosa, fasia profunda terletak pada otot-otot perut menyatu dengan
fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara scarpa`s fasia dan perut dalam
fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdapat otot,
maka otot abdominis transveses, terletak fasia transversalis. Pada fasia transversalis di
pisahkan dari perinium parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan
ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
c. Otot perut
1.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010).
Normal
Penurunan Perfusi Uteroplasenter Perubahan Perubahan
Insisi
Fisiologis Psikologis
1.3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi
kebutuhan spesifik klien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan klien
mencakup baik respon adaptif dan maladaptif serta stressor yang menunjang. Rumusan
diagnosis adalah problem/masalah (P) berhubungan dengan penyebab (etiologi), dan
1. Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum
2. Gangguan Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan eksotoksin kuman pada
saluran nafas dan paru
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake in adekuatkeduanya ini saling berhubungan sebab akibat secara ilmiah.
1.3.3 Intervensi
Intervensi keperawatan/rencana keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan dari klien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Intervensi keperawatan harus spesifik, dinyatakan dengan jelas dan dimulai
dengan kata kerja aksi. Rencana/intervensi keperawatan didasarkan pada pengkajian
dan diagnosis dari status kesehatan klien, kekuatan, dan masalah klien. Komponen
perencanaan meliputi menilai prioritas, menentapkan tujuan jangka panjang,
menetapkan tujuan jangka pendek, mengidentifikasi strategi dan mengurai intervensi
keperawatan untuk implementasi.
serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin
dicapai.
Unsur terpenting pada tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas urutan diagnosis
keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi keperawatan.
1. Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : Tidak terpasang kanul O2
Tidak terdapat otot intercosta
Intervensi
• Observasi fungsi pernafasan pasien.
• Atur posisi pasien dengan semi fowler.
• Kaji suara nafas.
• Kolaborasi dengan tim medis
• dalam pemberian obat :
Bronkodilator
Antitusif
Kostikosterid
• Ajarkan pasien untuk batuk
efektif dengan
2. Gangguan Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan eksotoksin kuman pada
saluran nafas dan paru
Tujuan : Suhu tubuh dapat kembali normal
Krtieria hasil: Pasien tampak segar. Kulit teraba hangat. Mukosa lembab. S : 36,5 –
37,5
Intervensi
• Observasi TTV.
• Anjurkan pasien banyak minum air putih.
• Kurangi aktivitas fisik.
• Kompres dingin pada daerah lipatan paha/ketiak.
• Kolaborasi dengan tim medik
• pemberian antipiretik.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake in adekuat
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien habis 1 porsi makan makanan yang disediakan RS. Pasien
tampak segar.BB bertambah. Nafsu makan meningkat.
TTV : - TD = 120/80 mmHg
S = 36,5o C-37,5oC
N = 80x/menit
Intervensi
• Beri penjelasan pasien tentang kebutuhan nutrisi bagi tubuh.
• Hidangkan makanan selagi hangat.
• Dorong makan sedikit tapi sering.
• Selidiki anoreksia/mualmuntah
1.3.4 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien,
perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada klien
dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana. Tujuan dari
pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.
1.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam mengumpulkan,
mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status kesehatan klien dengan
kriteria hasil yang diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien. Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.