Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

F DENGAN
DIAGNOSA POST SC ATAS INDIKASI PEB IUGR DI RUANG CEMPAKA
RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA

Disusun Oleh:
Pingky 2019.C.11a.1056

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATANTA 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Pingky
NIM : 2019.C.11a.1056
Program Studi : S-1 Keperawatan TKT III B
Judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny. F Dengan Diagnosa Post SC a.i
PEB IUGR Di Ruang Cempaka Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya”

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra Klinik
Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Kristinawaty, S.Kep,.Ners Lidya Amiyani, S.Kep.,Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners. M.Kep


LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB 1 TINJAUAN TEORI
1.1 Konsep Dasar Penyakit
1.1.1 Definisi
1.1.2 Anatomi Fisiologi
1.1.3 Etiologi
1.1.4 Klasifikasi
1.2 Konsep Dasar Sectio Ceasarea
1.2.1 Definisi
1.2.2 Anotomi Fisiologi
1.2.3 Etiologi
1.2.4 Kalsifikasi
1.2.5 Fatofisiologi ( WOC )
1.2.6 Manifestasi Klinis
1.2.7 Komplikasi
1.2.8 Pemeriksaan penunjang
1.2.9 Penatalaksanaan Medis
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.3.1 Pengkajian Keperawatan
1.3.2 Diagnosa Keperawatan
1.3.3 Perencanaan Keperawatan
1.3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian
2.2 Diagnosa Keperawatan
2.3 Intervensi
2.4 Implementasi dan Evaluasi

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Konsep Dasar Preeklamsia
1.1.1 Definisi
Preeklampsi adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin, dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, oedema, dan proteinuria tetapi tidak menunjukan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasa muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih( Mochtar, 1998). Preeklampsi adalah penyakit
dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan
(Hanifa wiknjosastro, 2007). Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmhg atau lebih disertai proteinuria ndan atau
disertai oedema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih Asuhan patologi Kebidanan, (Hidayat,
2009). Menurut (Prawirohardjo, 2010) Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 mgg atau segera setelah
persalinan.
Preeklampsia adalah sindroma yang spesifik dalam kehamilan yang menyebabkan perfusi
darah ke organ berkurang karena adanya vasospasmus dan menurunnya fungsi sel endotel.
Proteinuria merupakan tanda yang penting dari preeklampsia, tanpa proteinuria bukan
preeklampsia. Disebut proteinuria jika dalam 24 jam ditemukan 300 mg atau lebih protein
dalam urine, atau menetap 30 mg atau 1+ dengan dipstick pada contoh urine yang diambil
secara acak (Duley, 2006).
1.1.2 Anatomi Fisilogi
Perubahan Fisiologi Wanita Hamil
Segala perubahan fisik dialami wanita selama hamil berhubungan dengan beberapa sistem
yang disebabkan oleh efek khusus dari hormon. Perubahan ini terjadi dalam rangka persiapan
perkembangan janin, menyiapkan tubuh ibu untuk bersalin, perkembangan payudara untuk
pembentukan/produksi air susu selama masa nifas.
a.         Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh estrogen dan
progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh
hipertrofi otot polos uterus.Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah
advokat, agak gepeng.Pada kehamilan 4 bulan uterus berbentuk bulat dan pada akhir
kehamilan kembali seperti semula, lonjong seperti telur. (Wiknjosastro, H, 2006, hal. 89)
Perkiraan umur kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri :
1)        Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri blum teraba
2)        Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek fundus uteri berada di
belakang simfisis.
3)        Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus uteri 1-2 jari di atas
simfisis pubis.
4)        Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan simfisis dengan pusat.
5)        Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat.
6)        Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.
7)        Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat.
8)        Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan prosessus xypoideus.
9)        Kehamilan 36-38  minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah prosessus xypoideus.
10)    Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di bawah prosessus
xypoideus. (Wiknjosastro, H, 2006. Hal. 90-91 dan Mandriwati, G. A. 2008. Hal. 90).
b.         Vagina
Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon estrogen sehingga tampak lebih
merah, agak kebiru-biruan (livide).Tanda ini disebut tanda Chadwick. (Wiknjosastro, H.
2006. Hal. 95)
c.         Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai terbentuknya
plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu.Namun akan mengecil setelah plasenta
terbentuk, korpus luteum ini mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Lambat laun
fungsi ini akan diambil alih oleh plasenta. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal .95)
d.        Payudara
Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang akibat hormon
somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi belum mengeluarkan air susu.
Areola mammapun tampak lebih hitam karena hiperpigmentasi. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal.
95)
e.         Sistem Sirkulasi
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta, uterus
yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula.Volume darah ibu
dalam kehamilan bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut
hidremia. Volume darah akan bertambah kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32
minggu, diikuti dengan cardiac output yang meninggi kira-kira 30%. (Wiknjosastro, H. 2006.
Hal. 96).
f.          Sistem Respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh rasa sesak nafas.Hal ini
ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus tertekan oleh uterus yang
membesar ke arah diafragma sehingga diafragma kurang leluasa bergerak. (Wiknjosastro, H.
2006. Hal. 96)
g.         Traktus Digestivus
Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea) karena hormon estrogen yang
meningkat.Tonus otot traktus digestivus juga menurun.Pada bulan-bulan pertama kehamilan
tidak jarang dijumpai gejala muntah pada pagi hari yang dikenal sebagai moorning sickness
dan bila terlampau sering dan banyak dikeluarkan disebut hiperemesis gravidarum.
(Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
h.         Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang membesar
sehingga ibu lebih sering kencing dan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan,
namun akan timbul lagi pada akhir kehamilan karena bagian terendah janin mulai turun
memasuki Pintu Atas Panggul. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
i.           Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena pengaruh
hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang dikeluarkan oleh lobus anterior
hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung, dikenal
sebagai kloasma gravidarum. Namun Pada kulit perut dijumpai perubahan kulit menjadi
kebiru-biruan yang disebut striae livide. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 97)
j.           Metabolisme dalam Kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga 15-20 %.Kelenjar gondok
juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan pada kehamilan trimester akhir.Protein yang
diperlukan sebanyak 1 gr/kg BB perhari untuk perkembangan badan, alat kandungan,
mammae, dan untuk janin, serta disimpan pula untuk laktasi nanti.Janin membutuhkan 30-40
gr kalsium untuk pembentukan tulang terutama pada trimester ketiga.Dengan demikian
makanan ibu hamil harus mengandung kalsium, paling tidak 1,5-2,5 gr perharinya sehingga
dapat diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk keperluan janin sehingga janin
tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga memerlukan tambahan zat besi
sebanyak 800 mg untuk pembentukan haemoglobin dalam darah sebagai persiapan agar tidak
terjadi perdarahan pada waktu persalinan. (Wiknjosastro, H. 2006. Hal. 98)
k.         Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adaptasi ibu terhadap
pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat badan adalah 4 kg dalam kehamilan 20
minggu, dan 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4 kg/minggu dalam trimester akhir) jadi
totalnya 12,5 kg. (Salmah, Hajjah.2006. Hal.60-61)

1.1.3 Etiologi
Menurut Bobak (2005) penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi
ada teori yang dapat menjelaskan tentang penyebabnya preeklampsia, yaitu bertambahnya
frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda, hidramion, dan molahidatidosa.
Bertambahnya frekuensi yang makin tuanya kehamilan. dapat terjadi perbaikan keadaan
penderita dengan kematian janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi, edema, proteinuria,
kejang dan koma. Preeklampsia ialah suatu kondisi yang hanya terjadi pada kehamilan
manusia.tanda dan gejala timbul hanya selama masa hamil dan menghilang dengan cepat
setelah janin lahir dan plasenta lahir. Tidak ada profil tertentu yang mengidentifikasi wanita
yang akan menderita preeklampsia. Akan tetapi,ada beberapa faktor resiko tertentu yang
berkaitan dengan perkembangan penyakit: Primigravida, grand multigravida, janain besar,
kehamilan dengan janin lebih dari satu, morbid obesitas.kira-kira 85% preeklampsia terjadi
pada kehamilan pertama.
Preeklampsia terjadi pada 14%-20% kehamilan dengan janin lebih dari satu dan 30%
pasien mengalami anomali rahim yang berat. pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau
penyakit ginjal, insiden dapat mencapai 25% (Zuspan, 1991), preeklampsia ialah suatu
penyakit yang tidak terpisahkan dari preeklampsia ringan sampai berat, sindrom HELLP atau
eklampsia (Bobak dkk, 2005) Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering di kenal sebagai the diseases of theory. Adapun
teori-teori tersebut di antara lain :
a. Peran faktor imunologis.
Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada
preeklampsia atau eklampsia.
b. Peran faktor genetik atau familial.
Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia atau eklamsi pada
anakanak dari ibu yang menderita preeklamsi atau eklampsia. Kecenderungan
meningkatnya frekuensi preeklampsia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat
preeklampsia dan bukan pada ipar mereka. Peran rennin angiotensin-aldosteron system
(RAAS) (Bobak dkk, 2005).
Menurut Winkjosastro, (2007) faktor yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia:
1. Usia (kurang dari 16 tahun dan lebih dari 35 tahun) Resiko terjadinya preeklampsia
meningkat seiring dengan peningkatan usia (peningkatan resiko 1,3 per 5 tahun peningkatan
usia) dan dengan interval antar kehamilan (1,5 per 5 tahun interval antara kehamilan pertama
dan kedua). Resiko terjadinya Preeklampsia pada wanita usia belasan terutama adalah karena
lebih singkatnya lama paparan sperma. Sedang pada wanita usia lanjut terutama karena makin
tua usia endothel makin berkurang kemampuannya dalam mengatasi terjadinya respon
inflamasi sistemik dan stress regangan hemodinamik.
2. Riwayat Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya Riwayat preeklampsia pada kehamilan
sebelumnya memberikan resiko sebesar 13,1% untuk terjadinya preeklampsia pada kehamilan
kedua dengan partner yang sama.
3. Riwayat keluarga yang mengalami preeklampsia Eklampsia dan Preeklampsia memiliki
kecenderungan untuk diturunkan secara familial (keturunan). Hasil studi di Norwegia
menunjukkan bahwa mereka yang saudara kandungnya pernah alami preeklampsia, estimasi
OR (odds ratio) adalah sebesar 2,2. Sedangkan bagi mereka yang satu ibu lain ayah Odds
Ratio sebesar 1,6. Bagi mereka yang satu ayah lain ibu Odds Rationya adalah 1,8. Sementara
itu hasil studi lain menunjukkan bahwa riwayat keluarga dengan Preeklampsia menunjukkan
resiko tiga kali lipat untuk mengalami Preeklampsia. Contoh dari gen-gen yang diturunkan
yang berkaitan dengan Preeklampsia adalah: gen angiotensinogen, gen eNOS (endothelial NO
synthase), gen yang berkaitan dengan TNFα, gen yang terlibat dalam proses koagulasi seperti
factor V Leiden, MTHFR (methylene tetra hydrofolate reductase) dan prothrombin.
4. Paparan sperma, primipaternitas Paparan semen sperma merangsang timbulnya suatu
kaskade kejadian seluler dan molekuler yang menyerupai respon inflamasi klasik. Ini yang
kemudian merangsang produksi GMCSF sebesar 20 kali lipat. Sitokin ini selanjutnya
memobilisasi lekukosit endometrial. Faktor seminal yang berperan adalah TGF-β1 dalam
bentuk inaktif. Selanjutnya plasmin dari semen sperma dan faktor uterus mengubahya menjadi
bentuk aktif. Sitokin TGF-β1 akan merangsang peningkatan produksi GMCSF (granulocyte
macrophage-colony stimulating factor) . Bersamaan dengan itu sperma yang diejakulasikan
juga mengandung antigen-antigen yang turut berperan dalam pertumbuhan dan kelangsungan
hidup zigot.
5. Penyakit yang mendasari
a. Hipertensi kronis dan penyakit ginjal
b. Obesitas, resistensi insulin dan diabetes
c. Gangguan thrombofilik
d. Faktor eksogen
e. Merokok, mnurunkan resiko preeklamsi
f. Stress, tekanan psikososial yang berhubungan dengan pekerjaan, latihan fisik
g. Infeksi saluran kemih
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada penderita
yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat.Tapi
kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan
coogulasi intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi
vasospasmus  ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
Sebab pre eklamasi belum diketahui,
a.         Vasospasmus menyebabkan :
·           Hypertensi
·           Pada otak (sakit kepala, kejang)
·           Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
·           Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
·           Pada hati (icterus)
·           Pada retina (amourose)
b.         Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
·           Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
·           Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
·           Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus
·           Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
c.         Factor Perdisposisi Preeklamsi
·           Molahidatidosa
·           Diabetes melitus
·           Kehamilan ganda
·           Hidrocepalus
·           Obesitas
·           Umur yang lebih dari 35 tahun

1.1.4 Klasifikasi
Preeklamsi di bagi menjadi 2 golongan yaitu :
a.         Preeklamsi Ringan :
1)        Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang di ukur pada posisi berbaring terlentang,
atau kenaikan diastolic 15 mmHg atau lebih, kenaikan sistolik 30 mmHg/lebih. Cara
pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, dan
sebaiknya 6 jam.
2)        Edema umum (kaki, jari tangan dan muka atau BB meningkat)
3)        Proteinuri kuwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, sedangkan kuwalitatif 1+ & 2+ pada
urine kateter atau midstream.
b.         Preeklamsi Berat
1)        TD 160/110 mmHg atau lebih
2)        Proteinuria 5gr atau lebih perliter
3)        Oliguria (jumlah urine <500cc/24 jam)
4)        Adanya gangguan serebri, gangguan visus, dan rasa nyeri pada efigastrium
5)        Terdapat edema paru dan sianosis
1.2 Konsep Dasar Secsio Cesaria
1.2.1 Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)

Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas
yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menujukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012) Preeklamsia berat adalah suatu
komlikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih
di sertai proteinuria dan oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Bodak, 2004). Bayi
baru lahir merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma
kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin
ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011).
1.2.2 Anatomi Fisiologi
a. Kulit
1) Lapisan Epidermis Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa
bertingkat. Sel-sel yang tersusun secara berkesinambungan di bentuk oleh lapisan germinal
dalam epitel silindris dan mendatar ketika di dorong oleh sel-sel baru ke arah permukaan,
tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin protein bertanduk, jaringan
ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel- selnya sangat rapat.
2) Lapisan dermis Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan
elastin. Lapisan superfasian menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papila kecil.
Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
3) Lapisan subkutan Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh
darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang
terdapat di bawahnya. Dalam hubungan dengan tindakan SC, Lapisan ini adalah pengikat
organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di lindungi oleh selaput
tipis yang disebut peritonium dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus.
b. Fasia
Di bawah kulit fasia superfisialis menjadi lapisan lemak yang dangkal, camper`s fasia, dan
yang lebih dalam lapisan fibrosa, fasia profunda terletak pada otot-otot perut menyatu dengan
fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara scarpa`s fasia dan perut dalam
fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdapat otot,
maka otot abdominis transveses, terletak fasia transversalis. Pada fasia transversalis di
pisahkan dari perinium parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan
ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.
c. Otot perut

1) Otot dinding perut anterior dan lateral


Rektus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian
bawah. Otot itu di silang oleh beberapa pita jaringan yang membentang pada garis tengah
dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pupis, memisahkan kedua musculus rectus
abdominis. Obliquus sxternus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang
membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan ke
arah bawah dan atas ; serat obliqus internus berjalan ke atas dan ke depan ; serat
transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut ) berjalan transversal di bagian
depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi
rectus abdominis.
2) Otot dinding perut posterior
Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari
costa keduabelas di atas ke crista iliaca
1.2.3 Etiologi
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan
ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. c)
Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis
letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).

1.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010).

1. Segmen bawah : Insisi melintang


Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun dikerjakan
kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada saat persalinan
dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah uterus telah
menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang, insisi
membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior uterus
dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan
luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta
plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini
hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik.
Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal

pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya


histerektomi pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh
peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio
Caesarea Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik
pada prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum
peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh
dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
5. Histerektomi Caesarea

Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan denngan


pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap
(histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan
dapatt dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur
pilihan jika terdapat perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien
dalam keadaan jelek akibat sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini
lanjutan pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.

1.2.5 Patofisilogi ( WOC )


SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan
sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu
distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang
setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek
kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek
fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang
keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman.
Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawa tan luka dengan prinsip steril.
Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan
umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu
anestesi janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak
dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya
anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak
efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Pathway Preeklamsia
FAKTOR RESIKO

Spasme Pembuluh Darah PREEKLAMSIA

Post Sectio Caesaria Post Partum Bayi Baru lahir


Penurunan suplai darah ke
Plasenta

Normal
Penurunan Perfusi Uteroplasenter Perubahan Perubahan
Insisi
Fisiologis Psikologis

Malapdasi Hipoksia Terputusnya Adaptasi Jaringan Lemak


Uterus Plasenta Kontinuitas Proses Involusi Kelahiran Bayi Fisiologis
Jaringan

Iskhemi Gangguan Pernafisan


Luka Post Operasi Estrogen & Penambahan Sistem imun
Pertumbuhan Suhu Luar
Progesteron anggota baru
Plasenta
Turun
Pelepasan
Tropoblastik Invasi Bakteri
Perubahan Daya Tahan Penyesuaian
Intrauterine
Pola Peran Tubuh Suhu Tubuh
Growth Peningkatan
Rendah
Endotheliosis Retardasi Kadar Ocytocin
Resiko Infeksi & Prolaktin
pada
Gangguan
Glomerolus D.0142 Proses Resiko Infeksi Resiko
Lahir
keluarga D.0142 Hipotermia
Prematur Meransng ASI
D.0120 D.0140
Peningkatan Trauma jaringan
Permeabilitas
kapiler
Paru-Paru Proses Kemampuan
terhadap Premature
Janin Belum Nyeri Akut menyusui tidak merawat
protein
Terbentuk efektif bayi & diri
Sempurna D.0077 sendiri
meningkat
Sistem Sistem
Proteinuria Mastitis Pembendungan persyarafan pernafasan
ASI Khawatir belum belum
Vaskuler Paru
menjalankan sempurna sempurna
Imatur
Produksi peran sebagai
Urine Menyusui Tidak Resiko Gangguan Ibu
menurun Efektif Gangguan
Peningkatan Perlekatan Vaskular
Thermoregula
Keria Nafas D.0029 D.0127 Imatur
si
Organ
Gangguan
pencernaan
eliminasi
Pola Nafas Perpindahan belum Hipotermia
urine Resiko
Tidak Efektif Cairan Edema sempurna D.0131
Aspirasi
D.0040 ontravaskuler ke
D.0005 D.0006
intersisial
Edema Di paru-paru Peristaltik Reflek
Penurunan Penurunan Gangguan belum menelan & Resiko defisit
kadar Tekanan Pertukaran Gas sempurna menghisap nutrisi D.0032
Sesak nafas
akbumin Onkotik belum
D.0003 sempurna
darah Plasma
1.2.6 Manifestasi Klinis
Ada beberapa hal tanda dan gejala post Sectio Caesarea (SC) :
1. Pusing
2. Mual muntah
3. Nyeri sekitar luka operasi
4. Peristaltic usus menurun
Manifestasi Klinis PEB menurut (Nanda, 2013) :
a. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang di ikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal.
b. Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya.
c. Nyeri perut pada bagian ulu hati yang terkadang disertai dengan muntah.
d. Gangguan pernafasan sampai sianosis.
e. Terjadi gangguan kesadaran.
1.2.7 Komplikasi
a. Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
 Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
 Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
 Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
 Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
 Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.
b. Komplilasi Preeklamsi Berat
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi antara lain atonia
uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver Enzymes, Low
Platelet Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi Intra Vaskular Diseminata), gagal
ginjal, perdarahan otal, oedem paru, gagal jantung, syok dan kematian. Komplikasi
pada janin berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya
pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram ( EEG )
Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT
Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging (MRI)
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang
radio, berguna untuk memperlihatkan daerah -daerah otak yang itdak jelas terlihat
bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi
lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak.
e. Uji laboratorium
1. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler.
2. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit.
3. Panel elektrolit.
4. Skrining toksik dari serum dan urin.
5. AGD
6. Kadar kalsium darah
7. Kadar natrium darah
8. Kadar magnesium darah
1.2.9 Penatalaksanaan Medis
a. Keperawatan
1. Letakan pasien dalam posisi pemulihan.
2. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama jam pertama, kemudian
tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
3. Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
4. Transfusi jika diperlukan.
5. Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan
ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
b. Diet Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu di
mulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan
jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air
putih dan air teh.
c. Mobilisasi Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar
3. Hari kedua post operasi, penderita dapat di dudukkan selama 5 menit dan diminta
untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
5. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk
selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai
hari ke5 pasca operasi.
d. Fungsi gastrointestinal
1. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
2. Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul
3. Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
4. Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik
5. Perawatan fungsi kandung kemih
6. Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam
7. Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih
8. Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai
minimum 7 hari atau urin jernih.
9. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari
sampai kateter dilepas
10. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
e. Pembalutan dan perawatan luka
1. Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak
jangan mengganti pembalut
2. Jika pembalut agak kendor , jangan ganti pembalut, tapi beri plester untuk
mengencangkan
3. Ganti pembalut dengan cara steril
4. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
5. Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan
pada hari kelima pasca SC.
f. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan
1. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa
perdarahan dan hematoma pada daerah operasi
2. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
3. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar
diding abdomen tidak tegang.
4. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
5. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi
6. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat. Selama waktu 3 bulan
tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen
pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi
kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebab-kan karena pengaruh
obatobatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting
untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia
kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10- 15 menit dan kesadaran
selama 2 jam dan 4 jam sekali. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik
berupa nyeri dan kenyamanan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya
orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
7. Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi
dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,
singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan.
g. Medis Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejangkejang. Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang
dapat di berikan:
1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan intramuskulus
bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam
menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis baik,
reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat tersebut
selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat
pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max.
120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang
ICU. Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:
1) Anti hipertensi
a) Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
b) Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c) Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai
5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.
d) Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet anti hipertensi
secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 5-10 mg oral
yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
2) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan digitalisasi cepat
dengan cedilanid D. Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan
karena dengan menurunnya tekanan darah kemungkinan kejang dan apolpeksia
serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi
glukosa 20% secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar rutin.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada.
Tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi dan mendapatkan data yang sesuai tentang
klien. Oleh karenanya, fokus utama dari pengumpulan data adalah respon klien terhadap
kekhawatiran, atau masalah kesehatan yang bersifat biofisik, sosiokultural, psikologis,
dan spiritual. Kegiatan keperawatan dalam melakukan pengkajian keperawatan ini adalah
dengan mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta faktor
penyebab, memvalidasi data dari klien dan keluarga, mengelompokan data, serta
menempatkan masalah klien.

1.3.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi
kebutuhan spesifik klien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan klien
mencakup baik respon adaptif dan maladaptif serta stressor yang menunjang. Rumusan
diagnosis adalah problem/masalah (P) berhubungan dengan penyebab (etiologi), dan
1. Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum
2. Gangguan Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan eksotoksin kuman pada
saluran nafas dan paru
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake in adekuatkeduanya ini saling berhubungan sebab akibat secara ilmiah.
1.3.3 Intervensi
Intervensi keperawatan/rencana keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku
spesifik yang diharapkan dari klien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Intervensi keperawatan harus spesifik, dinyatakan dengan jelas dan dimulai
dengan kata kerja aksi. Rencana/intervensi keperawatan didasarkan pada pengkajian
dan diagnosis dari status kesehatan klien, kekuatan, dan masalah klien. Komponen
perencanaan meliputi menilai prioritas, menentapkan tujuan jangka panjang,
menetapkan tujuan jangka pendek, mengidentifikasi strategi dan mengurai intervensi
keperawatan untuk implementasi.
serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin
dicapai.
Unsur terpenting pada tahap perencanaan ini adalah membuat prioritas urutan diagnosis
keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi dan merumuskan
intervensi keperawatan.
1. Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : Tidak terpasang kanul O2
Tidak terdapat otot intercosta
Intervensi
• Observasi fungsi pernafasan pasien.
• Atur posisi pasien dengan semi fowler.
• Kaji suara nafas.
• Kolaborasi dengan tim medis
• dalam pemberian obat :
Bronkodilator
Antitusif
Kostikosterid
• Ajarkan pasien untuk batuk
efektif dengan
2. Gangguan Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan eksotoksin kuman pada
saluran nafas dan paru
Tujuan : Suhu tubuh dapat kembali normal
Krtieria hasil: Pasien tampak segar. Kulit teraba hangat. Mukosa lembab. S : 36,5 –
37,5
Intervensi
• Observasi TTV.
• Anjurkan pasien banyak minum air putih.
• Kurangi aktivitas fisik.
• Kompres dingin pada daerah lipatan paha/ketiak.
• Kolaborasi dengan tim medik
• pemberian antipiretik.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake in adekuat
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien habis 1 porsi makan makanan yang disediakan RS. Pasien
tampak segar.BB bertambah. Nafsu makan meningkat.
TTV : - TD = 120/80 mmHg
S = 36,5o C-37,5oC
N = 80x/menit
Intervensi
• Beri penjelasan pasien tentang kebutuhan nutrisi bagi tubuh.
• Hidangkan makanan selagi hangat.
• Dorong makan sedikit tapi sering.
• Selidiki anoreksia/mualmuntah

1.3.4 Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan klien,
perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada klien
dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana. Tujuan dari
pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping.

1.3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam mengumpulkan,
mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status kesehatan klien dengan
kriteria hasil yang diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien. Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan
identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai