Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PANCASILA 33

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM PEMBANGUNAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10

FATIMATUL AZZAHRA 2010212025

MOHAMMAD HAFIZ AL HADI 2010212012

TRI ALDO FARIZKI 2010212021

YUDHA YUDISTIRA 2010211041

PANCASILA KELAS 33

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................1

BAB I.........................................................................................................................................2

PENDAHULUAN.....................................................................................................................2

1.1 Latar belakang................................................................................................................2

1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................4

1.3. Tujuan Penulisan...........................................................................................................6

BAB II.......................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

1.1. Pengertian dari Paradigma..........................................................................................6

1.2. Pancasila Sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang Pembangunan....................7

1. Pembangunan Bidang Politik...................................................................................7

2. Pembangunan Bidang Ekonomi...............................................................................9

3. Pembangunan Bidang Sosial Budaya......................................................................9

4. Pembangunan Bidang Hukum...............................................................................10

BAB III....................................................................................................................................11

Kesimpulan.............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Berbicara tentang Pancasila tampaknya tidak mungkin melupakan nama Bung Karno
sebagai salah seorang tokoh terpenting dalam perumusannya. Rumusan Pancasila yang
berlaku resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai sebuah pemikiran, ia tak
muncul mendadak pada 18 Agustus 1945. Bahkan nukapun secara historis diakui bahwa
Pancasila dilahirkan tanggal 1 Juni 1945 maka ia pasti sudah dipersiapkan lama, jauh
sebelum secara formal dinyatakan.
Pancasila adalah suatu philosofische grondslag,suatu Weltanschauung yang diusulkan
oleh Bung Karno di depan sidang BPUPKI 1 Juni 1945 sebagai dasar bagi negara Indonesia
yang kemudian merdeka. Bung Karno pada 1 Juni 1964 mengemukakan “Akhirnya marilah
kita selalu berpegang teguh pada tiga pokok pengertian dari Pancasila, yaitu (1) Pancasila
sebagai pemerasan jiwa kesatuan Indonesia, (2) Pancasila sebagai manifestasi persatuan
bangsa dan wilayah Indonesia, serta (3) Pancasila sebagai ‘weltanschauung’ bangsa
Indonesia dalam penghidupan nasional dan internasional.”
Dalam ketiga pengertian tersebut, Pancasila lebih dikualifikasikan sebagai falsafah
dan ideologi yang menunjukkan jati diri atau citra visioner bangsa Indonesia. Komitmen jati
diri itu lebih ditunjukan oleh pengertian pertama, tendensi ideologis pada pengertian kedua,
dan pandangan visioner pada pandangan ketiga. Keseluruhannya dalam tema aktual
mengkristal kedalam wawasan kebangsaan yang memberi nuansa persatuan pada sisi internal
dan nuansa kesatuan pada sisi eksternal.
Kapasitas internal dan eksternal Pancasila akan senantiasa aktual untuk
diperbincangkan. Relevansinya bukan saja berdasarkan data sejarah bahwa munculnya
Pancasila memang lebih didorong oleh persatuan dan kesatuan bangsa, melainkan juga oleh
kenyataan kekinian bahwa proses pembangsaan itu selalu dihadapkan pada tantangan baru.
Kebangsaan dan pembangsaan pada akhirnya adalah dua sisi dari satu kepentingan serupa.
“Bangsa” bukanlah suatu produk, bukan pula sebuah cetakan selesai oleh misalnya ikrar
Sumpah Pemuda atau proklamasi kemerdekaan. Ia lebih merupakan kontuinitas adonan nilai-
nilai yang terus membutuhkan rempah-rempah baru. Dari lain pihak, betapa pun elemen baru
pantas terlibat dalam proses pembangsaan hingga perkembangannnya menjadi dinamis,

2
elemen statika yang menjiwakannya tetap penting untuk direvitalisasikan. Statika tersebut
terbangun oleh prinsip-prinsip dasar kefalsafahan, yang terlekat pada segi kejiwaan kelompok
manusia yang disebut bangsa yang terpantul dalam kebudayaan bangsa itu.
Pada simpul ini, adalah sah untuk berbicara tentang jiwa bangsa sebagaimana
dijelaskan Von Savigny, “Setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-masing yang disebut
‘volkgeist’ atau jiwa rakyat/bangsa” Bung Karno, mengutip Ernest Renan, menyatakan,
“Une Nation est une ame, een natie is een ziel (bangsa itu satu jiwa, bangsa itu mempunyai
jiwanya sendiri).”

Tahun 1951 Bung Karno kemudian menegaskan, “Sebagaimana tiap-tiap individu


mempunyai watak dan pembawaan sendiri maka tiap-tiap bangsa pun mempunyai watak dan
pembawaan sendiri. Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang ‘toon’ lagunya menurut
pendapatku ialah pancasila. Berkaitan dengan jiwa bangsa muncullah kemudian falsafah-
falsafah yang memberikan dasar bagi perbedaan kebudayaan.

Kebudayaan, menurut Spengler, selalu berbeda secara memdalam pada suatu bangsa
dari bangsa lainnya. Secara demikian, setiap kebudayaan tak dapat direduksikan dan
dipertalikan dengan yang lain. Tiap-tiap kebudayaan pada dasarnya tidak dapat dipahami
sepenuhnya oleh warga di luar kebudayaan tersebut. Spengler menunjukkan pluralitas
kebudayaan itu sehingga ada kebudayaan Mesir, kebudayaan Cina, kebudayaan India,
kebudayaan Barat.

Weber, seperti halnya Maclver, berpandangan bahwa sebagai sebuah ekspresi


kehidupan, kebudayaan bersifat personal dan subjektif karena itu berciri unik. Ia berbeda dari
peradapan yang impersonal dan objektif akumulatif sehingga lebih mudah disebarkan. Weber
dan Maclver memandang peradaban sebagai sekumpulan pengetahuan intelektual dan praktis,
koleksi sarana-sarana praktis untuk mengontrol alam. Kebudayaan mencakup konfigurasi
nila-nilai, cita-cita normatif yang secara historis bersifat unik.

Dalam filsafat kebudayaan yang bersifat mistis, Spengler melukiskan kebudayaan


sebagai rentetan penjadian yang nyaris theopanis (penampakan Ilahi), tak tersebabkan dan
juga tak terjelaskan. Berdasarkan keterangan dii atas, Pancasila sebagai falsafah kebangsaan
memperoleh tambatan kebenarannya, menepis kecurigaan sementara kalangan (cedikiawan)
yang pernah menganggapnya artifisial dan kurang berguna. Pancasila sebsagai alam pikiran
terbukti bersumber pada kebudayaan Indonesia sendiri dan berbeda dari alam pikiran
Helenisme dan Semetisme (Pranaka, 1985).

3
Sebagai alam pikiran, Pancasila menetapkan pilihan sebagai dasar-dasar ontologis,
epistemologis, dan aksiologi secara khas. Ia berbeda dari alam pikiran Barat yang lebih
bersumburkan pada Helenisme yang memprioritaskan manusia sebagai kenyataan utama
dalam alam, atau alam pikiran Abad Pertengahan yang lebih bersumbekan pada Semitisme
yang memprioritaskan Ketuhanan sebagai kenyataan utama. Pancasila merupakan akar
budaya bangsa, oleh karena ialah cita-cita luhur bangsa Indonesia yang digali dari akar
budaya bangsa (the nation’s culture). Pancasila juga seluas wilayah negara Republik
Indonesia, sebagaimana dikemukakan oleh Soekarno “… Indonesia dari Sabang sampai
Merauke berdiri di belakang saya… sudah terbukti bahwa Pancasila yang saya gali dan saya
persembahkan kepada rakyat Indonesia adalah benar-benar suatu dasar yang dinamis, satu
dasar yang benar-benar dapat menghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia.”

Kutipan pidato Soekarno tersebut menggambarkan bahwa Pancasila digali dari bumi
Indonesia yang akan tumbuh dan berkembang sebagai falsafah bangsa negara Republik
Indonesia atau dengan kata lain, Pancasila digali dari hukum Indonesia dan merupakan
refleksi gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai budaya, norma, serta aturan-aturan yang
saling berkaitan satu sama lain.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah Pengertian Paradigma?
2. Bagaimana Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Pengertian Paradigma
2. Mengetahui Panacasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang Pembangunan

4
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Pengertian Paradigma


Istilah “Paradigma” pada awalnya berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan
terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Secara terminologis tokoh
yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S.
Khun dalam bukunya yang berjudul “The Structure of Scientific Revolution” paradigma
juga merupakan suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsiasumsi teoretis yang umum
(merupakan suatu sumber nilai). Sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum,
metode, seru penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma itu juga sendiri merupakan
asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi nilai (merupakan sumber nilai) sehingga
merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan yang
menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan sendiri.

Arti paradigma ditinjau dari asal-usul dari beberapa bahasa diantaranya, menurut
bahasa inggris paradigma berarti keadaan lingkungan. Sedangkan menurut bahasa yunani
paradigma yakni ‘para’ yang berarti disamping, disebelah, dan dikenal. Kemudian
menurut kamus psikologi paradigma diartikan sebagai satu model atau pola
mendemonstrasikan semua fungsi yang memungkinkan dari apa yang tersajikan.

Ilmu pengetahuan sifatnya sangat dinamis hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya
hasil-hasil penelitian manusia, sehingga dalam perkembangannya terdapat suatu
kemungkinan yang sangat besar ditemukannya kelemahan-kelemahan pada teori yang
telah ada, dan jikalau demikian maka ilmuwan akan kembali pada asumsi-asumsi dasar
serta asumsi teoretis sehingga dengan demikian perkembangan ilmu pengetahuan kembali
meng-kaji paradigma dari ilmu pengetahuan tersebut atau dengan lain perkataan ilmu
pengetahuan harus mengkaji dasar ontologis.

Misalnya dalam ilmu-ilmu sosial manakala suatu teori yang didasarkan pada suatu
hasil penelitian inilah yang mendasarkan pada metode kuantitatif yang mengkaji manusia
dan masyarakat berdasarkan pada sifat-sifat yang parsial, terukur, korelatif dan
positivistik maka temyata hasil dari ilmu pengetahuan tersebut secara epistemologis
hanya mengkaji satu aspek saja dari objek ilmu pengetahuan yaitu manusia. Oleh karena
itu kalangan ilmuwan sosial kembali mengkaji paradigm ilmu tersebut yaitu manusia.
Berdasarkan hakikat-nya manusia dalam kenyataan objektifnya bersifat ganda bahkan
multidimensi.

5
1.2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

1. Pancasila Sebagai Paradigma Dibidang Politik


Yang dimaksud pancasila sebagai paradigma pembangunan politik adalah
meletakkan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber nilai politik .
Sumber nilai politik harus mengacu pada nilai-nilai pancasila terutama sila ke-4
dimana semua praktik-praktik politik harus berkembang atas asas kerakyatan. Hal ini
dikarenakan warga negara merupakan pelaku politik sehingga masyarakat harus
mampu menempatkan kekuasaan tertingginya sebagai warga Negara Indonesia yang
menganut sistem politik demokrasi dimana kekuasaannyan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat.
Warga indonesia sebagai warga negara harus ditempatkan sebagai subejek
atau pelaku politik bukan sekedar sebagai objek politik. Karena pancasila bertolak
dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat
martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai
subyek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasan yang
dimaksud adalah kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi
bukan otoriter.
Berdasarkan hal tersebut sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas
asas kerakyatan yaiyu terletak pada sila keempat pancasila. Pengembangan
selanjutnya adalah sistem politik di dasarkan pada asas-asas moral dari pada sila-sila
pada pancasila.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Pembangunan Ekonomi


Sesuai dengan Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada moralitas ketuhanan, dan kemanusiaan. Hal itu
bertujuan untuk mensejahterakan rakyat secara keseluruhan. Pengembangan ekonomi
harus mampu menghindarkan diri dari monopoli serta persaingan bebas yang nantinya
akan memberikan keuntungan besar pada pihak-pihak yang kuat dalam bidang
ekonomi. Sedangkan, pengusaha-pengusaha kecil akan dirugikan dengan adanya
sistem persaingan bebas dalam perekonomian.
Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33, menyebutkan bahwa system persaingan
bebas dan monopoli dilarang dalam perekonomian. Mengenai pasal 33 ini, penjelasan
UUD 1945 menyatakan: “Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi,
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikaN
anggotaanggota masyarakat.” Oleh sebab itu sistem perekonomian Negara harus
mengutamakan kesejahteraan rakyat. Masyarakat pun harus ikut andil dalam kegiatan
pembangunan ekonomi. Sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan
pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi
perkembangan dunia usaha.

6
3. Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan sosial budaya adalah
mendasarkan pembangunan sosial budaya berdasarkan nilainilai yang telah ada dalam
masyarakat. Nilai-nilai yang ada pada masyarakat pada hakikatnya merupakan dasar
dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dalam rangka pembangunan social
budaya, Pancasila merupakan sumber normatif yang bertujuan untuk meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Menjadikan warga Negara menjadi masyarakat yang
beradab dan berbudaya.
Pada era globalisasi, nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat
sudah mulai tertimbun oleh budaya-budaya barat yang masuk ke Indonesia. Nyaris
semua penduduk Indonesia terpengaruh oleh budaya-budaya tersebut baik itu budaya
yang bersifat positive maupun budaya yang negative. Dengan masuknya berbagai
budayabudaya baru, masyarakat mulai meninggalkan nilai-nilai budaya yang telah
berkembang dalam ruang lingkupnya dan mereka lebih memilih budaya-budaya
bangsa barat yang bahkan tidak sesuai dengan nilainilai yang terkandung dalam
Pancasila.
Hal tersebut membuat masyarakat memiliki sifat-sifat biadab, contohnya
seperti gaya berpakaian yang meniru bangsa barat, berbagai macam tarian-tarian
bangsa barat yang mengandung unsur pornografi, dan lain sebagainya. Sudah menjadi
tugas pemerintah untuk mengingatkan serta mengarahkan masyarakat untuk kembali
menerapkan aspek budaya yang berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan, nilai ketuhanan,
dan nilai keberadaban.

4. Pancasila Sebagai Paradigma Dibidang Hukum


Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja tetapi juga
rakyat Indonesia sebagai keseluruhan. Atas dasar tersebut sistem dan keamanan
adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem keamanan rakyat semesta.
Menurut ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 Pancasil merupakan sumber
dari segala sumber hukum, dengan demikian semua peraturan perundang-undangan di
Indonesia harus tidak boleh bertentangan dengan pancasila sebagai Dasar Negara.
Pembukaan UUD 1945 yang memuat pancasila tidak boleh dirubah oleh siapapun
juga termasuk MPR. Hal ini didasarkan pada Pasal 3 dan Pasal 37 karena merubah isi
pembukaan berarti pembubaran negara.

5. Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Pembangunan Kehidupan Antar Umat


Beragama.
Pada proses reformasi dewasa ini di beberapa wilayah Negara Indonesia
terjadi konflik sosial yang bersumber pada masalah SARA, terutama bersumber pada
masalah agama. Hal ini menunjukkan kemunduran bangsa Indonesia ke arah

7
kehidupan beragamayang tidak berkemanusiaan. Tragedi di Ambon,Poso, Medan,
Mataram, Kupang serta daerah-daerah lainnya aenunjukkan betapa semakin
melemahnya toleransi kehidupan beragama yang berdasarkan kemanusiaan yang adil
dan beradab. Oleh karena itu merupakan suatu tugas berat bagi bangsa Indonesia
untuk mengembalikan suasana kehidupan beragama yang penuh perdamaian, saling
menghargai,saling menghormati dan saling mencintaisebagai sesama umat manusia
yang beradab.Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundammental bagi
umat bangsa Indonesiauntuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara
Indonesia tercinta ini. Manusia adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, oleh
karena itu manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa dalam
wilayah negara di mana mereka hidup.
Pancasila juga telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi
umat beragama untuk dapat hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara
Indonesia. Sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung pada nilai pancasila sila pertama
dan sila kedua yang berbunyi ketuhanan yang esa dan kemanusiaan yang adil dan
beradab. Negara Indonesia sangat terbuka dengan umat beragama lainya. Negara
Indonesia juga memberikan kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama serta
menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya masing-masing.

6. Pancasila Sebagai Paradigma Dalam Pembangunan IPTEK


Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adalah hasil dari upaya manusia yang
meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak dalam meningkatkan kesejahteraan dan
martabat manusia. Pancasila memberikan dasar-dasar nilai bagi pengembangan
IPTEK sebagai hasil kebudayaan manusia yaitu harus didasarkan pada moral
ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemudian ada beberapa makna
dalam pancasila dalam pembangunan IPTEK yaitu:
a. Sila ketuhanan yang maha esa memberikaan arti bahwa iptek tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan, namun juga
dipertimbangkan maksud-maksudnya dan akibatnya, apakah merugikan manusia
dan alam sekitarnya.
b. Sila kemanusiaan yang adil dan beradap memberikan dasar moralitas bahwa
dalam pengembangan IPTEK haruslah bersikap beradap, pengembangan iptek
yang merugikan tidak akan mewujudkan tujuan sebenarnya Iptek yaitu
kesejahteraan.

8
c. Sila persatuan indonesia memberikan arti bahwa pengembangan iptek hendaknya
dapat menumbuhkan rasa nasionalisme, sehingga pengembangan iptek dapat
memunculkan persatuan.
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan, mendasari pengembangan iptek secara demokratis,
artinya setiap individu bebas dalam melakukan pengembangan iptek. Para
pengembang iptek harus bersikap terbuka, artinya terbuka untuk dikritik, dikaji
ulang maupun dibandingkan dengan teori lainnya.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, memberikan arti bahwa
pengembangan iptek harus menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan.

9
BAB III

Kesimpulan

Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang
perlu masa zaman dahulu terkait sejarah Indonesia sebelum proses dan setelah perumusan
pancasila sebagai dasar negara. Hal ini berkaitan dengan perjuangan kerajaan dalam
mempertahankan ekstitensi bangsa indonesia. Dalam proses reformasi dewasa ini nilai-nilai
pancasila merupakan suatu pangkal tolak baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum
serta kebijakan internasional dewasa ini.

Hal inilah dalam wacana ilmiah dewasa ini diistilahkan bahwa panacasila sebagai
paradigma dalam kehidupan berbangsa dan negara. Istilah paradigma merupakan suatu
asumsi-asumsi dasar dan asumsiasumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber nilai).
Sehingga merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, seru penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu
sendiri, kemudian didalam pancasila itu sendiri terdapat paradigma pembangunan diantaranya
meliputi:

a. Pancasila sebagai paradigma dibidang politik


b. Pancasila sebagai paradigma dibidang hokum
c. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan ekonomi
d. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan sosial budaya
e. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan kehidupan antar umat
beragama.
f. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan ipteks

10
DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi , Bandung: Alfabeta, 2012.

Lubis, Maulana Arafat, pembelajaran PPKn di SD/MI Implementasi pendidikan abad ke 21,
Medan: Akasha Sakti, 2018. Kaelan, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Paradigma
Offeet, 2010.

Rahayu, Ani Sri, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jakarta: Bumi Aksara, 2017.

http://anakmudaberbagi.blogspot.com/2013/06/makalah-pancasilasebagai-paradigma.html.

http://ayups87.wordpress.com/2013/11/01/pancasila-sebagai-paradigmakehidupan-dalam-
bermasyarakat-berbangsa-dan-bernegara-singkat

11

Anda mungkin juga menyukai