Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PENETAPAN NILAI TRAYEK Ph DENGAN METODE


TITRASI
KELOMPOK 4
LISA (09220190013)
PUTRI ANDINI (09220190018)
OLIVIA ALDISA WELLY (09220190006)
FEBY FEBRIANA (09220190017)
DIDI HARYADI (0922001900

ASISTEN

( SYAWAL RAMADHAN )

LABORATORIUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam dan basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat penting.
Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal
dari bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari
bahasa Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga
sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam
juga ditemukan dalam buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk
berfungsi untuk memberi rasa limun yang tajam. Cuka mengandung asam
asetat, dan asam tanak dari kulit pohon digunakan untuk menyamak kulit.
Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat sejak abad pertengahan, salah
satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan oleh para peneliti
untuk memisahkan emas dan perak. Berkaitan dengan sifat asam dan basa,
larutan dikelompokkan dalam tiga golongan yaitu bersifat asam, basa dan
netral. Sifat asam-basa dari suatu larutan juga dapat ditunjukkan dengan
mengukur pH nya. pH adalah suatu parameter yang digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam mempunyai pH lebih
kecil dari 7. Larutan basa mempunyai pH lebih besar dari 7. Sedangkan
larutan netral mempunyai ph = 7 (Putranto, 2018).
Mempelajari cara menentukan pH dan sifat larutan sangat penting untuk
mengetahui apakah larutan itu bersifat asam ataupun basa. Biasanya cara yang
digunakan untuk menentukan sifat dan pH larutan adalah menggunakan
indikator. Indikator tersebut antara lain kertas lakmus, larutan fenolftalein,
brom timol biru, metil merah, serta metil orange. Ada beberapa cara yang
lazim digunakan para ilmuwan dan manusia dalam mengukur pH suatu
larutan, diantaranya adalah dengan menggunakan indikator universal atau
kertas indikator pH, menggunakan pH meter, menggunakan kertas lakmus
ataupun dengan cara melalui perhitungan dengan mengetahui suatu
konsentrasi pada suatu larutan tersebut (Putranto, 2018)
1.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengukur dan menghitung trayek pH dari reaksi asam dan basa
berdasarkan praktikum dan teori perhitungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar pH


pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki
nilai 7 sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat
basa sedangkan nilai pH< 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan
derajat keasaman yang tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan
tertinggi. Umumnya indicator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus
yang berubah menjadi warna merah bila keasamannya tinggi dan berubah
menjadi warna biru bila keasamannya rendah (Budioni, 2016).
Selain menggunakan kertas lakmus, indicator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas
suatu larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda
pengukuran pH, elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi. Istilah
pH berasal dari "p", lambang matematika dari negative logaritma, dan "H",
lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Defenisi yang formal tentang pH adalah
negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen. pH adalah singkatan power of
Hydrogen (Budioni, 2016).
pH adalah konsentrasi ion hidrogen yang sangat kecil. pH didefinisikan
sebagai logaritma basis -10 dari konsentrasi ion hidrogen. Kandungan pH,
dibutuhkan oleh tanaman dalam nilai tertentu untuk memperoleh pertumbuhan
yang optimal. Kandungan pH yang berlebih atau kurang, mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman. Derajat keasaman memiliki perubahan
nilai dalam kurung waktu tertentu. pH akan berubah tidak menentu
bergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut
diantaranya suhu, proses dekomposisi bahan organik, fotosintesis ataupun
adanya unsur-unsur lain yang terendam kedalam air. Nilai pH didalam air
berkaitan dengan kadar asam yang terkandung didalamnya. Semakin asam air
tersebut, maka akan semakin kecil pula nilai pH nya. Pengukuran kadar pH
dapat dilakukan dengan menggunakan alat berupa pH meter ataupun dengan
menggunakan kertas pH.. Kadar pH pada air memiliki beberapa tingkatan
yaitu 0-6,4 berupa masam atau asam, 6,5-7,5 berupa netral, dan 7.6-14 berupa
basa (Sudewa and Hadiatna, 2017).
2.1.1 Dasar pengukuran Derajat Keasaman
Asam dan basa adalah besaran yang sering digunakan untuk
pengolahan sesuatu zat, baik di industri maupun kehidupan sehari-hari.
Pada industri kimia, keasaman merupakan variabel yang menentukan,
mulai dari pengolahan bahan baku, menentukan kualitas produksi yamg
diharapkan sampai pengendalian limbah industri agar dapat mencegah
pencemaran pada lingkungan. Pada bidang pertanian, keasaman pada
waktu mengelola tanah pertanian perlu diketahui. Untuk mengetahui
dasar pengukuran derajat keasaman akan diuraikan dahulu pengertian
derajat keasaman itu sendiri.
Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada
potensial elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam
elektroda gelas (membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan
yang terdapat diluar elektroda gelas yang tidak diketahui. Hal ini
dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca akan berinteraksi dengan
ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan aktif, elektroda gelas
tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion hydrogen.
Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan elektroda pembanding.
Sebagai catatan alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur
tegangan (Budioni, 2016).
2.1.2 Trayek pH
Nilai pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan
trayek pH indikator. Penentuan pH digunakan dengan beberapa larutan
indikator yang mampu menunjukkan perubahan warna berbeda jika pH
atau kekuatan asamnya berbeda. Larutan indikator adalah larutan kimia
yang disintesis dari lartan lainnya sehingga dapat memberikan warna
berbeda pada trayek pH tertentu (Maulika, A.k and Kurniasih, 2019).
Rentang nilai pH yang menyebabkan indikator berubah pada warna
disebut dengan trayek pH. Apabila npH < trayek pH (di bawah trayek
pH) maka indikator akan menunjukkan wara asamnya. Sedangkan
apabila pH > trayek pH (di atas trayek pH) maka indikator akan
menunjukkan warna basa.
Beberapa zat atausenyawa yang dapat digunakan sebagai trayek pH
indikator misalnya methyl orange (metil jingga) yang akan berwarna
kuning jika pH lebih besar dari 4,4 sehingga dapat mendeteksi asam
lemah dan asam kuat dan fenolftalein yang berwarna merah jika berada
dalam lingkungan basa kuat (Setiawati, 2019).
2.1.3 Asam
Asam (sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum
merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan
menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam defenisi
modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+)
kepada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan
elektron bebas dari suatu basa. Suatu asam bereaksi dengan suatu basa
dalam reaksi penetralan untuk membentuk garam. Contoh asam adalah
asam asetat (ditemukan dalam cuka) dan asam sulfat (yang digunakan
dalam baterai atau aki mobil) Asam umumnya berasa masam, walaupun
demikian mencicipi rasa asam terutama asam pekat dapat berbahaya dan
tidak dianjurakan untuk di cicipi (Budioni, 2016).
2.1.4 Basa
Definisi umum dari basa adalah senyawa kimia yang menyerap ion
hydronium ketika dilarutkan dalam air. Basa adalah lawan dari asam,
yaitu ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari
7. Basa merupakan senyawa yang jika dilarutkan dalam air
menghasilkan ion -OH.
Basa merupakan zat/senyawa yang dapat mendonorkan pasangan
elektron bebas dari zat/senyawa membentuk ikatan baru (Vogel, 2015).
2.1.5 Sifat-sifat Asam Basa
Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan
dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7.asam
memiliki sifat beriku (Wulandari, Susilaningsih, & Kasmui, 2018).
a.Asam memiliki rasa masam; misalnya, cuka yang mempunyai rasa
dariasam asetat, dan lemon serta buah-buahan sitrun lainnya yang
mengandung asam sitrat.
b.Asam menyebabkan perubahan warna pada zat warna tumbuhan;
misalnya, mengubah warna lakmus dari biru menjadi merah.
c.Asam bereaksi dengan logam tertentu seperti seng, magnesium, dan
besi menghasilkan gas hidrogen. Reaksi yang khas adalah antara asam
klorida dengan magnesium.
d.Asam bereaksi dengan karbonat dan bikarbonat seperti Na2CO3,
CaCO3, dan NaHCO3 menghasilkan gas karbon dioksida.
e.Larutan asam pada air menghantarkan arus listrik.

Basa bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH


lebih besar dari 7 (Wulandari et al., 2018).
Basa memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Basa memiliki rasa pahit.
b.Basa terasa licin; misalnya, sabun yang mengandung basa memiliki
sifat ini.
c.Basa menyebabkan suatu perubahan warna pada zat warna tumbuhan;
misalnya, yaitu mengubah warna lakmus dari merah menjadi biru.
d.Larutan basa pada air menghantarkan arus listrik
2.1.6 Teori Asam Basa
Asam dan basa adalah dua golongan zat kimia yang sangat umum
ditemukan di sekitar kita. Sebagai contoh, cuka, asam sitrun, dan asam
dalam lambung tergolong asam, sedangkan kapur sirih dan soda api
tergolong basa. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang berbeda. Pada
mulanya, asam dan basa dibedakan berdasarkan rasanya, di mana asam
terasa masam sedangkan basa terasa pahit dan licin seperti sabun.
Namun, secara umum zat-zat asam maupun basa bersifat korosif dan
beracun — khususnya dalam bentuk larutan dengan kadar tinggi —
sehingga sangat berbahaya jika diuji sifatnya dengan metode
merasakannya (Wulandari et al., 2018).
a.Teori Asam Basa Arrhenius
Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh
Svante August Arrhenius. Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan
basa, yaitu:
asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion
H+.
basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion
OH−.
Gas asam klorida (HCl) yang larut dalam air tergolong asam
Arrhenius, sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl− di
dalam air. Berbeda dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius
karena tidak dapat menghasilkan ion H+ dalam air meskipun memiliki
atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa Arrhenius,
sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi
menjadi ion Na+ dan OH− ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam
dan basa Arrhenius sebagai pelarut.(Wulandari et al., 2018).
b. Teori Asam Basa Brønsted–Lowry
Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry
secara terpisah mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas.
Konsep yang diajukan tersebut didasarkan pada fakta bahwa reaksi
asam–basa melibatkan transfer proton (ion H+) dari satu zat ke zat
lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai
pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton.
Jadi, menurut definisi asam basa Brønsted–Lowry,
asam adalah donor proton.
basa adalah akseptor proton.
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi
HCl ketika dilarutkan dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O
sebagai basa(Wulandari et al., 2018)
c.Teori Asam Basa Lewi
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa
yang lebih luas dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan
pada pasangan elektron yang berkaitan dengan struktur dan ikatan.
Menurut definisi asam basa Lewis,
asam adalah akseptor pasangan elektron.
basa adalah donor pasangan elektron.
Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai spesi
penerima pasangan elektron tidak hanya H+. Senyawa yang memiliki
orbital kosong pada kulit valensi seperti BF3 juga dapat berperan
sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF3 dan NH3 merupakan
reaksi asam–basa, di mana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3 sebagai
basa Lewis. NH3 memberikan pasangan elektron kepada BF3 sehingga
membentuk ikatan kovalen koordinasi (Wulandari et al., 2018).
2.2 pH Meter
pH meter adalah jenis alat ukur untuk mengukur derajat keasaman atau
kebasaan suatu cairan, pada pH meter digital terdapat elektroda khusus yang
berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi padat , elektroda (probe
pengukur) terhubung sebuah alat elektronik yang mengukur dan
menampilkan nilai pH. Probe atau Elektroda merupakan bagian penting dari
pH meter, Elektroda adalah batang seperti struktur biasanya terbuat dari
kaca.Pada bagian bawah elektroda ada bohlam, bohlam merupakan bagian
sensitif dari probe yang berisi sensor.Jangan pernah menyentuh bola dengan
tangan dan bersihkan dengan bantuan kertas tisu dengan tangan sangat
lembut. Untuk mengukur pH larutan, probe dicelupkan ke dalam larutan,
probe dipasang di lengan dikenal sebagai probe lengan. Alat ukur pH adalah
derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau
kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Koefisien aktivitas ion hidrogen
tidak dapat diukur secara eksperimental, sehingga nilainya di dasarkan pada
perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolut dengan skala pH
antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat
basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sebagai contoh, jus jeruk dan air aki
mempunyai pH antara 0 hingga 7, sedangkan air laut dan cairan pemutih
mempunyai sifat basa (yang juga di sebut sebagai alkaline) dengan nilai pH
7 – 14. Air murni (aquades) adalah netral atau mempunyai nilai pH 7.
Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat ukur pH meter
harus dikalibrasi setiap sebelum dan sesudah melakukan pengukuran. Untuk
penggunaan normal kalibrasi harus dilakukan setiap hari. Alasan melakukan
hal ini adalah probe kaca elektroda tidak diproduksi e.m.f. dalam jangka
waktu lama. Kalibrasi harus dilakukan setidaknya dengan dua macam cairan
standart buffer yang sesuai dengan rentang nilai pH yang akan diukur.
Pengukuran dengan instrumen yang digunakan dalam pH meter dapat
bersifat analog maupun digital. Sebagaimana alat yang lain, untuk
mendapatkan hasil pengukuran yang baik, maka diperlukan perawatan dan
kalibrasi pH meter. Stabilitas sensor harus selalu dijaga dan caranya adalah
dengan kalibrasi alat. Kalibrasi terhadap pH meter dilakukan dengan cara :
Larutan buffer standar : pH = 4,01 ; 7,00 ; 10,0 (Karangan, Sugeng and
Sulardi, 2019)
2.3 Larutan
Larutan merupakan campuran homogen yang terdiri dari dua zat atau
lebih. Suatu larutan terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat
yang jumlahnya banyak biasanya disebut pelarut, sementara zat yang
jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Tetapi ini tidak mutlak. Bisa saja
dipilih zat yang lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung pada keperluannya,
tetapi di sini akan digunakan pengertian yang biasa digunakan untuk pelarut
dan terlarut. Selanjutnya, campuran yang dapat saling melarutkan satu lama
lain dalam segala perbandingan dinamakan larutan miscible. Udara
merupakan larutan miscible. Jika dua cairan yang tidak bercampur
membentuk dua fasa dinamakan cairan “immiscible” (Khaerunnisa, 2017).
Larutan dapat terjadi karena adanya gaya tarik-menarik antara
molekul-molekul solven dan solute ada jenis larutan ini gaya tarik antara
solute lebih dominan daripada larutan antara cairan dengan cairan. Dalam
suatu zat padat, molekul-molekul atau ion-ionnya tersusun dengan baik dan
gaya tariknya maksimum. Agar terbentuk suatu larutan, gaya tarik antar
partikel solute dan solven harus baik (Matana Orpa, 2016).
Larutan memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah :
a. Larutan Ideal dan Non Ideal
Dalam suatu sistem, atom-atom, ion-ion, dan molekul-molekul
nyata saling mempengaruhi satu sama lain sehingga perilakunya sukar
diramalkan secara tepat. Akibat kesukaran meramalkan perilaku zat
nyata menimbulkan cara atau model yang dapat menjelaskan prilaku
secara teoritis, dinamakan hukum ideal. Oleh karena itu, muncul istilah
larutan ideal, sebagai upaya untuk menjelaskan keadaan sistem dari
larutan nyata.
Molekul-molekul gas ideal dipandang sebagai molekul-molekul
bebas yang tidak berantaraksi satu sama lain. Dengan demikian, dalam
larutan cair pendekatan keidealan berbeda dengan gas ideal. Dalam
larutan ideal ini, partikel-partikel pelarut dan terlarut yang dicampurkan
berada dalam kontak satu sama lain. Pada larutan ideal dengan zat
terlarut molekuler, gaya antaraksi antara semua partikel pelarut dan juga
terlarut setara atau sebanding (Khaerunnisa, 2017).
b. Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit
Dalam larutan cair, zat padat dapat berada dalam bentuk ion-
ionnya maupun molekulernya. Jika NaCl terlarut dalam air, ion Na+ dan
ion Cl- masing-masing terhidrasi dalam air, dan ion-ion yang terhidrasi
itu secara bebas dapat bergerak ke seluruh medium larutan. Akan tetapi
apabila glukosa atau etanol larut dalam air, zat-zat tersebut tidak berada
dalam bentuk ioniknya melainkan dalam bentuk molekulernya. Zat-zat
yang di dalam air membentuk ion-ion dinamakan zat elektrolit, dan
larutan yang dibentuknya dinamakan larutan elektrolit. Secara
eksperimen larutan elektrolit dapat diketahui dari sifatnya, misalnya
dapat menghantarkan arus listrik. Zat-zat yang tergolong elektrolit, yaitu
asam, basa, dan garam.
Zat-zat seperti etanol dan glukosa yang di dalam pelarut air
membentuk molekuler dinamakan non-elektrolit, dan larutan yang
dibentuknya dinamakan larutan non-elektrolit. Dalam keadaan murni,
asam merupakan senyawa kovalen, tetapi jika dilarutkan ke dalam air
akan terurai menjadi ion-ionnya (Khaerunnisa, 2017).
c. Larutan Jenuh, Tak Jenuh, dan Lewat Jenuh
Larutan tak jenuh mengandung zat terlarut dengan konsentrasi
lebih kecil daripada larutan jenuh. Larutan NaCl pada 25°C yang
mengandung NaCl kurang dari 36,5 gram disebut larutan tak jenuh.
Dalam larutan tak jenuh belum dicapai kesetimbangan antara zat terlarut
dan zat yang tidak larutnya. Jika zat terlarut ditambahkan ke dalam
larutan maka larutan mendekati jenuh.
Larutan lewat jenuh menunjukkan keadaan yang tidak stabil,
sebab larutan mengandung zat terlarut yang jumlahnya melebihi
konsentrasi kesetimbangannya. Larutan lewat jenuh umumnya terjadi
jika larutan yang sudah melebihi jenuh pada suhu tinggi diturunkan
sampai mendekati suhu kamar. Keadaan lewat jenuh ini dapat
dipertahankan selama tidak ada “inti” yang dapat mengawali
rekristalisasi. Jika sejumlah kecil kristal natrium asetat ditambahkan
maka rekristalisasi segera berlangsung hingga dicapai keadaan jenuh.
Serpihan yang berbentuk kristal natrium asetat yang akan ditambahkan
tadi menjadi “inti” peristiwa reaksi kristalisasi telah terbentuk
(Khaerunnisa, 2017).
2.3.1 Larutan Penyanggah

Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat menjaga


(mempertahankan) pHnya dari penambahan asam, basa, maupun
pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah (konstan) setelah
penambahan sejumlah asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu
menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar. Secara umum,
larutan penyangga digambarkan sebagai campuran yang terdiri dari
Asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A- ), campuran ini
menghasilkan larutan bersifat asam. Basa lemah (B) dan basa
konjugasinya (BH+ ), campuran ini menghasilkan larutan bersifat basa.
Komponen larutan penyangga terbagi menjadi:
1. Larutan penyangga yang bersifat asam
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah asam (pH < 7).
Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari asam lemah dan
garamnya yang merupakan basa konjugasi dari asamnya. Adapun
cara lainnya yaitu mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu
basa kuat dimana asam lemahnya dicampurkan dalam jumlah
berlebih. Campuran akan menghasilkan garam yang mengandung
basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Pada
umumnya basa kuat yang digunakan seperti natrium, kalium,
barium, kalsium, dan lain-lain.
2. Larutan penyangga yang bersifat basa
Larutan ini mempertahankan pH pada daerah basa (pH > 7).
Untuk mendapatkan larutan ini dapat dibuat dari basa lemah dan
garam, yang garamnya berasal dari asam kuat. Adapun cara lainnya
yaitu dengan mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam
kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih.
Larutan buffer atau larutan penyangga adalah larutan yang
harga pH nya tidak berubah dengan penambahan sedikit asam,
basa, atau air. Larutan penyangga dapat dibedakan atas larutan
penyangga asam dan larutan penyangga basa. Larutan penyangga
asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH <7 ), sedangkan
larutan penyangga basa mempertahankan pH pada daerah basa (pH
> 7). Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah dan
basa konjugasi sedangkan ;larutan penyangga basa mengandung
suatu basa lemah dan asaam konujugasi (Adianto Ramadhan Mia,
2015).
Larutan penyangga sangat berperan dalam kehidupan sehari-
hari. Beberapa fungsi larutan penyangga dalam kehidupan dapat
kalian pelajari pada uraian di bawah ini.
a. Larutan penyangga dalam darah
pH darah tubuh manusia berkisar antara 7,35-7,45. pH
darah tidak boleh kurang dari 7,0 dan tidak boleh melebihi 7,8
karena akan berakibat fatal bagi manusia. Organ yang paling
berperan untuk menjaga pH darah adalah paru- paru dan ginjal.
Kondisi di mana pH darah kurang dari 7,35 disebut
asidosis. Faktor yang mempengaruhi kondisi asidosis yaitu
penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis, dan diare
terus-menerus. Sedangkan kondisi di mana pH darah lebih dari
7,45 disebut alkolosis. Kondisi ini disebabkan muntah yang
hebat, kondisi ketika bernafas terlalu cepat karena cemas atau
histeris pada ketinggian
b. Larutan Penyangga Dalam Obat-obatan
Sebagai obat penghilang rasa nyeri, aspirin mengandung
asam asetilsalisilat. Beberapa merek aspirin juga ditambahkan
zat untuk menetralisir kelebihan asam di perut, seperti MgO.
Obat suntik atau obat tetes mata, pH-nya harus disesuaikan
dengan pH cairan tubuh. Obat tetes mata harus memiliki pH
yang sama dengan pH air mata agar tidak menimbulkan iritasi
yang mengakibatkan rasa perih pada mata. Begitu pula obat
suntik harus disesuaikan dengan pH darah.
c. Larutan Penyangga Dalam Industri
Dalam industri, larutan penyangga digunakan untuk
penanganan limbah. Larutan penyangga ditambahkan pada
limbah untuk mempertahankan pH 5-7,5. Itu untuk
memisahkan materi organik pada limbah sehingga layak di
buang ke perairan (Partana, 2009).
2.3.2 Larutan Standar
Larutan standar adalah larutan yang dibuat dan diketahui
konsentrasinya secara teliti.Larutan standar dikelompokkan menjadi
larutan standar primer dan sekunder. Larutan standar primer adalah
larutan baku yang konsentrasinya dapat langsung diketahui dari berat
bahan yang sangat murni yang dilarutkan dan volume larutannya
diketahui. Larutan standar sekunder yaitu larutan baku yang
konsentrasinya tidak diketahui dengan pasti karena bahan yang
digunakan untuk membuat larutan tersebut memiliki kemurnian yang
rendah. Syarat-syarat larutan standar primer adalah sebagai berikut:
1. Kemurnian tinggi atau mudah dimurnikan (misalnya dengan
dikeringkan) dan mudah dipertahankan dalam keadaan murni
2. Zat harus mudah diperoleh (tersedia dengan mudah)
3. Zat harus tidak berubah dalam udara selama penimbangan (stabil
terhadap udara)
4. Bukan kelompok hidrat
5. Zat mempunyai berat ekivalen yang tinggi
6. Zat mudah larut
7. Jika suatu reagensia tersedia dalam keadaan murni, suatu larutan
dengan normalitas tertentu disiapkan hanya dengan menimbang
satuekivalen atau kelipatan dari satu ekivalen, melarutkannya
dalampelarut, biasanya air dan mengencerkan larutan sampai
volume yang diketahui. Pada prakteknya lebih mudah untuk
menyiapkan larutanstandar tersebut lebih pekat daripada yang
diperlukan, kemudianmengencerkannya dengan air suling sampai
diperoleh normalitas yangdikehendaki. Jika N1adalah normalitas
yang diperlukan, V1 Volumesetelah pengenceran, N2Normalitas
yang semula dan V2volume semulayang dipakai maka :
V1 ×N1 = V2 ×N2
Beberapa contoh zat yang dapat diperoleh dalam keadaan
kemurnian tinggi, sehingga cocok untuk larutan standar primer
diantaranya adalah: natrium karbonat, kalium hidrogenftalat, asam
benzoat, natrium tetraborat, asam sulfamat, kalium hidrogen iodat,
natrium oksalat, perak, natrium klorida, kalium klorida, iod, kalium
bromat, kalium iodat, kalium dikromat dan arsen (II) oksida. larutan
standar primer diantaranya adalah: larutan asam klorida, natrium
hidroksida, kalium hidroksida, barium hidroksida, kalium
permanganat, amonium tiosianat, kaliumtiosianat dan natrium
tiosulfat(Kimia Industri ( 2sks ) 2016).
2.4 Air Suling
Air suling adalah air yang berasal dari proses distilasi (penyulingan),
Air suling dengan tingkat kemurnian tinggi (ultrapuredistilled water) dapat
diperoleh dengan melakukan penyulingan ulang air suling biasa.kemudian
air hasil penyulingan kedua kali tersebut dialirkan melalui sistem saringan
dengan karbon aktif dan tabung deionisasi. Air murni diperoleh dengan cara
penyulingan (destilasi), tujuan dari destilasi yaitu memperoleh cairan murni
dari cairan yang telah tercemari zat terlarut, atau bercampur dengan cairan
lain yang berbeda titik didihnya. Cairan yang dikehendaki dididihkan hingga
menguap kemudian uap diembunkan melalui kondensor, sehingga uap
mencair kembali. Cairan hasil destilasi ini disebut destilat. Air murni antara
lain dipergunakan untuk keperluan di laboratorium kimia, dan perawatan
kesehatan.
Akuades merupakan pelarut yang jauh lebih baik dibandingkan hampir
semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang segera melarut di dalam
akuades mencakup berbagai senyawa organik netral yang mempunyai gugus
fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida, dan keton. Kelarutannya
disebabkan oleh kecenderungan molekul akuades untuk membentuk ikatan
hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus karbonil
aldehida dan keton. Akuades merupakan air hasil penyulingan yang bebas
dari zat-zat pengotor sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Akuades
berwarna bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa. Akuades biasa
digunakan untuk membersihkan alat- alat laboratorium dari zat pengotor.
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat energi atau
komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa
parameter yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan terlarut dan
sebagainya), parameter kimia (pH, oksigenterlarut, BOD, kadar logam dan
sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan
sebagainya) (Effendi, 2003). Pengukuran kualitas air dapat dilakukan
dengan dua cara, yang pertama adalah pengukuran kualitas air dengan
parameter fisika dan kimia (suhu, O2 terlarut, CO2 bebas, pH,
Konduktivitas, Kecerahan, Alkalinitas), sedangkan yang kedua pengukuran
kualitas air dengan parameter biologi(Khotimah, Anggraeni and
Setianingsih, 2018).
2.5 Asam Asetat
Asam cuka merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki
rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH 3COOH.
Asam cuka murni adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik
beku 16,7oC. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui
fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir
Saccharomyces cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara
aerob menggunakan bakteri Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka
(Surtiyani, 2015).
Menurut Desrosier (2008), asam cuka dapat dibuat dari berbagai bahan
baku yang mengandung gula atau pati melalui fermentasi glukosa yang
diikuti oleh fermentasi etanol. Produk ini merupakan suatu larutan asam
cuka dalam air yang megandung cita rasa, zat warna, dan substansi yang
terekstrak misal: asam buah, ester, dan garam organik yang berbeda-beda
sesuai dengan asalnya. Cuka yang dijual mengandung paling sedikit 4%
asam cuka (4 g asam cuka per 100 ml), dalam kondisi segar dan dibuat dari
buah-buahan yang layak dikonsumsi.
Menurut Janeta (2011), proses pembuatan asam cuka melalui dua
tahapan proses fermentasi. Tahap pertama adalah fermentasi gula hasil
hidrolisis secara anaerob menjadi etanol oleh aktivitas yeast
(Saccharomyces cerevisiae). Tahap kedua adalah fermentasi secara aerob
dilakukan oleh bakteri Acetobacter aceti untuk mengoksidasi etanol menjadi
asam cuka. Penggunaan bahan dasar (bonggol pisang) dalam pembuatan
cuka harus memiliki kandungan gula yang tinggi untuk masuk ke dalam
tingkat fermentasi (Surtiyani, 2015).
Cuka dapur yang digunakan sebagai zat penambah rasa untuk makanan
adalah nama dagang dari asam asetat. Umumnya cuka yang dijual dipasaran
berkadar diantaranya 25-30% saja. Sebagaimana halnya dengan barang
dagangan lainnya, seringkali ditemukan adanya pemalsuan asam cuka
terutama dalam hal kadarnya. Oleh karena itu, maka kontrol analisis
kemurnian asam cuka harus terus dipantau agar konsumen tidak dirugikan.
Uji kemurnian asam asetat dalam perdagangan dapat dilakukan melalui
penentuan massa jenisnya. Dengan mengetahui massa jenis standar
(misalnya untuk asam cuka 25%), maka berdasarkan hasil pengukuran
massa jenisnya dapat ditentukan kadarnya. Umumnya cuka yang dipalsukan
menunjukkan massa jenis yang lebih kecil. Cara ini meskipun sangat mudah
tetapi sebenarnya tidak terlalu dapat dipertanggungjawabkan mengingat
kemungkinan pemalsuan dilakukan dengan menambahkan zat aditif tertentu
sehingga dengan uji massa jenis tidak terdeteksi adanya pemalsuan tersebut.
Secara kimia, analisis asam asetat yang paling mudah dilakukan adalah
dengan cara mentitrasi larutan asam-basa. Asam asetat juga dapat ditentukan
kemurniannya dengan cara titrasi yang menggunakan larutan NaOH.
Larutan NaOH yang digunakan itu harus terlebih dahulu dibakukan dahulu
terhadap larutan baku primer, yaitu asam oksalat (Permanasari, 2016).
2.6 Analisis Titrimetri
Analisis titrimetri atau analisa volumetri adalah analisa kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan standar
(standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara
zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung secara
kuantitatif.
Analisa titrimetri merupakan satu bagian utama kimia analisis dan
perhitungannya berdasarkan hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-
reaksi kimia.

aA + tT Produk

Dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T.


Reagensia T disebut titran, ditambahkan sedikit-demi sedikit, biasanya dari
dalam buret.Larutan dalam buret bisa berupa larutan standar yang
konsentrasinya diketahui dengan cara standarisasi ataupun larutan dari zat
yang akan ditentukan konsentrasinya.
Penambahan titran diteruskan sampai jumlah T yang secara kimia
setara atau ekuivalen dengan A, maka keadaan tersebut dikatakan telah
mencapai titik ekuivalensi atau disingkat TE dari titrasi itu. Namun kapan
tepatnya tercapai suatu titik ekuivalensi tidak dapat dilihat secara kasat
mata.Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan,
digunakanlah suatu zat yang disebut indikator yang dapat menunjukkan
terjadinya kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna yang
terjadi ini bisa tepat atau tidak tepat pada titik eqivalen. Titik dalam titrasi
pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir titrasi atau disingkat
dengan TA, idealnya adalah titik akhir titrasi sedekat mungkin dengan titik
eqivalen sehingga pemilihan indikator yang tepat merupakan salah satu
aspek dalam yang paling penting dalam analisis Volumetri (Titrimetri)
untuk mengimpitkan kedua titik (Gravimetri and Semester, 2019).
Berdasarkan reaksi kimia yang berperan sebagai dasar dalam
analisis titrimetri, maka metoda analisa Titrimetri dikelompokkan
dalam empat jenis, yaitu : 1. Reaksi Asam-basa
2. Reaksi Oksidasi – Reduksi
3. Reaksi Pengendapan
4. Reaksi Pembentukan Kompleks
Berdasarkan cara titrasinya, titrimetri dikelompokkan menjadi:
1. Titrasi langsung. Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi
langsung terhadap zat yang akan ditetapkan.
2. Titrasi tidak langsung. Cara ini dilakukan dengan cara penambahan
titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi
dengan titran lain, volume titrasi yang didapat menunjukkan
jumlah ekuivalen dari kelebihan titran, sehingga diperlukan titrasi
blanko. Larutan blanko adalah larutan yang berisi semua pereaksi
yang digunakan tanpa sampel.
Syarat reaksi yang harus dipenuhi dalam analisis titrimetri adalah:
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi
tertentu. Tidak boleh ada reaksi samping.
2. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen
tercapai, baik secara kimia maupun fisika.
3. Harus ada indikator yang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika.
Indikator potensiometrik dapat digunakan pula.
4. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan
dalam beberapa menit.
Dalam bahan makanan banyak mengandung senyawa yang
bersifat asam ataupun basa, misalnya asam askorbat dalam buah-
buahan, asam asetat dalam cuka, senyawa karbonat dalam minuman
dan lain-lain. Komponen utama cuka yang terdapat di pasaran adalah
asam asetat walaupun terdapat sedikit asam lain di dalamnya. Biasanya
kadar total asam dalam cuka dinyatakan dengan konsentrasi asam
asetat. Dalam beberapa kasus kadar asam asetat yang terdapat di dalam
larutan cuka tersebut tidak sesuai dengan nilai konsentrasi asam asetat
yang tercantum dalam kemasan cuka tersebut. Untuk menentukan
kadar senyawa-senyawa tersebut dapat dilakukan analisis dengan
menggunakan metode titrasi berdasarkan reaksi penetralan (asam
basa). Sebelum melakukan titrasi penetralan perlu memahami prinsip
dasar reaksi penetralan yaitu reaksi antara ion hidrogen yang berasal
dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa sehingga
menghasilkan air yang bersifatnetral. Setelah memahami prinsip dasar
titrasi penetralan kemudian melakukan pemilihan larutan standar yang
akan digunakan untuk mentitrasi sampel, melakukan standarisasi
larutan standar, melakukan titrasi sampel dan melakukan perhitungan
kadar sampel serta bagaimana membuat laporan hasil titrasi. Untuk
mengetahui kapan suatu titrasi berakhir (titik akhir titrasi) maka
diperlukan suatu indikator. Indikator yang digunakan harus dipilih agar
trayek pH indikator sesuai dengan trayek pH titrasi pada saat titik
ekivalen tercapai sehingga titik akhir titrasi dapat ditentukan dengan
tepat pada saat indikator tepat berubah warna dan tidak berubah lagi
warnanya setelah beberapa detik(Gravimetri and Semester, 2017)
2.7 Reaksi Netralisasi
Netralisasi atau titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk
menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah
diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis
atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya, sedangkan apabila salah
satu larutannya diketahui konsentrasinya, larutan ini disebut larutan
standar.Ada 4 macam reaksi yang digunakan dalam titrasi yaitu reaksi asam-
basa, reaksi redoks, reaksi pengendapan, dan reaksi pembentukan kompleks.
Titrasi asam basa disebut reaksi penetralan atau juga titrasi netralisasi
yaitu titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa dan
merupakan teknik untuk menenutukan kosentrasi asam atau basa.
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat
mengamati perubahan warna, hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan
dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Dalam proses
titrasi suatu larutan ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan yang
volumenya telah diketahui, sampai tercapai titik equivalen (jumlah
stoikhiometri perbandingan mol) dari kedua peraksi. yang biasanya ditandai
dengan berubahnya warna indikator disebut titik ekuivalen, ketika warna
berubah menunjukkan bahwa titik eqivalen telah tercapai, perubahan warna
sesuai dengan indicator yang digunakan asam atau basa.
Dengan demikian melakukan suatu percobaan titrasi, praktikan harus
mampu mencampurkan 2 zat atau lebih yang berbeda serta mampu
menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah
diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang
dianalisis.Berdasarkan uraian di atas maka dilakukanlah percobaan ini.
Sehingga dalam menganalisis suatu larutan kita harus menggunakan
titrasi(Inda Yuliah, 2019).

2.8 Sensor pH
Sensor pH adalah sensor yang dapat mengukur derajat keasaman (pH)
pada suatu larutan. Prinsip kerja sensor pH ini terletak pada elektrode
referensi dan elektrode kaca yang memiliki ujung berbentuk bulat (bulb)
yang berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran ion positif (H+),
pertukaran ion menyebabkan adanya beda potensial antara dua elektrode
sehingga pembacaan potensiometer akan menghasilkan positif atau negatif.
PH sensor module sangat diperlukan pada sensor pH untuk
mengkonversikan nilai keluaran dari sensor (beda potensial antara kedua
elektroda) menjadi nilai analog berbentuk sinyal voltage. Nilai analog
tersebut yang akan diolah oleh mikrokontroler untuk menentukan derajat
keasamaan (pH) suatu larutan termasuk dalam kondisi normal, asam, atau
basa. Sensor pH digunakan untuk menentukan derajat keasaman atau
kebasaan suatu larutan. Pengukuran dan pengendalian pH sangat penting
bagi studi kimia dan biologi di laboratorium dan bidang
industri(Mikrokontroller & Uno, 2014).
Pada umumnya jenis sensor pH yang banyak digunakan terbuat dari
bahan gelas yang memiliki ukuran yang relatif besar, memiliki tahanan
dalam yang sangat besar dalam orde Mega-Ohm dan mudah pecah bila
terjatuh atau terbentur. Berbagai usaha telah dilakukan untuk miniaturisasi
sensor pH dengan menggunakan teknologi monolitik dan teknologi film
tanpa mengubah fungsinya agar dapat lebih menghemat ruang dan biaya
seiring dengan perkembangan teknologi mikroelektronika saat ini, teknik
microfabrication dapat digunakan secara efektif untuk pembuatan sensor
elektro kimia seperti sensor pH [5-7].
Adapun aplikasi sensor dapat ditemui dalam banyak peralatan
konsumen, otomotif, laboratorium, pengelolaaan lingkungan, konservasi
energi, pabrikasi, industri, kedokteran, pertambangan, pertanian, dan
sebagainya. Aplikasi sistem sensor ini masih dan akan terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan. Namun, sensor yang ada saat ini di pasaran
hampir semuanya adalah produksi luar negeri (import). Oleh karena itu
penguasaan teknologi sensor ini sangat diperlukan mengingat aplikasinya
yang terus berkembang dan pemenuhan kebutuhan sensor didalam negeri
masih diimpor karena kita masih belum bisa memproduksi sendiri sensor
pada pH meter yang sering digunakan (Desmira dan Aribowo, 2018).
(Mikrokontroller & Uno, 2014).
2.9 Indikator Asam Basa
Indikator asa basa adalah suatu zat yang dapat memberikan warna
tertentu dalam lingkungan asam maupun di dalam lingungan basa. Indikator
asam basa berfungsi dalam menentukan sifat keasaman suatu larutan ke
dalam larutan asam, netral, serta basa yang dinyatakan dengan satuan pH
mulai dari pH 0-14.
Indikator asam-basa adalah zat yang berbeda warna pada
suasanaasam atau basa,dan mempunyai rentang perubahan warna pada
pH tertentu dari suatu larutan asam atau basa. ndikator ini terdiri dari
Indikator buatan dan indikator alam (Virliantari et al., 2018).
2.9.1 Indikator Buatan
Indikator buatan adalah suatu indikator siap pakai yang sudah
dibuat di laboratorium atau pabrik alat-alat kimia.
a. Kertas Lakmus
Lakmus dapat mengindentifikasi larutan asam atau basa tetapi
tidak sampai menentukan harga pH nya.
b. Indikator Universal
Untuk mengindentifikasi harga pH dikenal indikator
universal baik berupa kertas maupun cair. Setiap indikator
dilengkapi dengan pita warna yang menunjukkan skala pH.
Penggunaan pita warna untuk menguji pH harus satu produk
dengan indikatornya, karena setiap merk kadang-kadang
ada perbedaan. Trayek warna pH indikator asam-basa ada yang
dari warna merah ke biru dan dari warna merah ke ungu. Contoh
indikator universal warna adalah seperti Gambar 1 di bawah’

Gambar 1. Indikator universal (sumber : Setiawati, 2019)


Adapun indikator yang berupa larutan yang paling sering
digunakan adalah metil jingga, metil merah, bromtimol biru, dan
fenolftalein.Trayek pH dari indikator metil jingga, metil
merah,bromtimol biru,dan fenolftalein dapat dilihat pada Gambar 2
2

Gambar 2. Nilai trayek pH larutan (Sumber : Setiawati, 2019).


Untuk lebih jelasnya trayek pH indikator dalam wujud laruan bisa
dilihat pada tabel 1 dibawah ini.

Gambar 3. Nilai pH larutan indikator (Sumber : Setiawati, 2019)


c. pH Meter
pH meter digunakan untuk menentukan pH suatu larutan secara
cukup akurat.

Gambar 4. pH meter ( Sumber : Setiawati, 2019)


2.9.2 Indikator Alam
Indikator alam yang dapat digunakan untuk menentukan sifat
asam,dan basa, suatu zat antara lain : Kulit manggis, bunga sepatu,
kunyit, dan kubis ungu. Untuk menjadikan indikator alami, maka kulit
manggis, bunga sepatu, kunyit, dan kubis ungu terlebih dahulu dibuat
ekstrak dengan cara menghaluskannya dan menambahkan air. dan
memisahkan antara cairan dengan bagian yang kasar ( ampas).

Gambar 4. Indikator alami (Sumber : Virliantari et al., 2018)


2.10 Titrasi
Titrasi perupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsenrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses
titrasi. Sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basah maka disebut
sebagai titrasi asam basah, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan
reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya (Nuryanti et
al., 2016).
Titrasi asam basah di sebut juga dengan titrasi adisi alkalimetri.
Kadar atau konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode
volumetrik dengan titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis
kimia kuanitatif untuk menentukan kadar sampel dengan pengukuran
volume larutan yang terlibat reaksi yang berdasarkan kesetaraan kimia.
Kesetaraan kimia ditetapkan mellui titik akhir titrasi yang diketahui dari
perubahan warna indikator dan kadar sampel untuk ditetapkan melalui
perhitunan berdasarkan persamaan reaksi (Mukhlizar, Hartati and
Murhaban, 2018).
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi
larutan asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupaan reaksi asam basa
(netralisasi) larutan yang konsentrasinya yang sudah diketahui disebut
dengan larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa
tepat abis bereaksi dengan disertai dengan perubahan warna indikatornya.
Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna pada indikator.
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat
dikenal sebagai standarisasi. Suatu larutan standar kadang-kadang dapat
disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat terlarut yang diinginkan,
yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur dengan
tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar
primer.
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi
persyaratan berikut:
2.9.1 Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya.
2.9.2 Harus stabil.
2.9.3 Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak
menyerap uap air, tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis
kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif memberikan informasi
mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun dalam suatu sampel,
sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa
banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain,
analisis kualitatif berkaitan dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam
sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang paling sering diterapkan
yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran yang
diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang
didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan larutan
standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang
digunakan adalah suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang
dilakukan adalahh analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu
basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai analisis
alkalimetri.
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif
yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi
secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar.
Bobot zat yang hendak ditetapkan, dihitung dari volume standar yang
digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang diketahui. Dahulu
digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan
analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik
menyatakan proses titrasi, sedangkan yang disebut terdahulu dapat
dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume, seperti yang
melibatkan gas-gas (Virliantari et al., 2018).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila
memenuhi persyaratan berikut:
a. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
b. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat
kesetaraan yang pasti dalam reaktan.
c. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
d. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana
sejumlah asam di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi terjadi
perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisasi asam basa. Titrasi adalah pengukuran suatu
lartan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi semprna dengan
sejumlah reaktan tertentu lainnya (Ngafifuddin, Susilo and Sunarno,
2017).

Anda mungkin juga menyukai