Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

KONSEP KEBUDAYAAN, MASYARAKAT RUMAH SAKIT & KEBUDAYAAN,

ETIOLOGI PENYAKIT

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial & Budaya

Disusun Oleh: kelompok 3

SALSABILLA PUTRI KHAIRANI ( 201211686 )

SHAQIRA AMANDA ( 201211690 )

SERI FAUZIAH ( 201211688 )

SERIA OLANDIA ( 201211689 )

NURSASTRI ( 201211675 )

Kelas : 2A S1 Keperawatan

PRODI S1 KEPERAWATAN

STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG

2021/2022
Materi 1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang…………………………………………………………………………..1

2. Rumusan masalah……………………………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

1. Konsep kebudayaan…………………………………………………………………….3

2. Hakekat kebudayaan……………………………………………………………………4

3. Wujud kebudayaan……………………………………………………………………..7

4. Adat istiadat……………………………………………………………………………8

5. Unsur kebudayaan………………………………………………………………………9

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan…………………………………………………………………………….10

2. Saran……………………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya satu sama lain. Budaya,
satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah negara terlebih untuk Indonesia yang dikenal
sebagai negara multikultural. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat karena semua aspek dalam kehidupan masyarakt dapat dikatakan sebagai wujud dari
kebudayaan, misalnya gagasan atau pikiran manusia, aktivitas manusia, atau karya yang
dihasilkan manusia.

Budaya juga merupakan identitas bangsa yang harus dihormati dan dijaga dengan baik oleh para
penerus bangsa. Budaya lokal Indonesia beranekaragam sesuai dengan potensi yang dimiliki
Indonesia sebagai negara majemuk yang terdiri dari banyak pulau, suku, dan sumber daya
lainnya. Dalam artikelnya, Parsudi Suparlan mengatakan bahwa potensi Indonesia sebagai
negara multikultural, telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam
mendefinisikan apa yang disebut kebudayaan bangsa, seperti yang terdapat pada penjelasan Pasal
32 UUD 1945, yang berbunyi: “Kebudayaan bangsa (Indonesia) adalah puncak-puncak
kebudayaan di daerah”. Hal ini menjadi satu kebanggaan sekaligus suatu tantangan bagi seluruh
rakyat Indonesia untuk dapat mempertahankan budaya lokal yang ada di tengah banyaknya
pengaruh budaya asing yang dapat merusak budaya lokal. Tugas ini tentunya dikhususkan bagi
generasi penerus bangsa yang mulai mengabaikan pentingnya peranan budaya lokal untuk
memperkokoh ketahanan budaya bangsa. Padahal ketahanan budaya bangsa merupakan salah
satu identitas negara di mata Internasional.Konsep kebudayaan yang dikemukakan oleh Geertz
memang sebuah konsep yang dianggap baru pada masanya. Seperti dalam bukunya Interpretation
of Culture, ia mencoba mendefinsikan kebudayaan yang beranjak dari konsep yang diajukan oleh
Kluckholn sebelumnya, yang menurutnya agak terbatas dan tidak mempunyai standard yang
baku dalam penentuannya. Berbeda dengan Kluckholn, ia menawarkan konsep kebudayaan yang
sifatnya interpretatif, sebuah konsep semiotik, dimana ia melihat kebudayaan sebagai suatu teks
yang perlu diinterpretasikan maknanya daripada sebagai suatu pola perilaku yang sifatnya
kongkrit (Geertz; 1992, 5). Dalam usahanya untuk memahami kebudayaan, ia melihat
kebudayaan sebagai teks sehingga perlu dilakukan penafsiran untuk menangkap makna yang
terkandung dalam kebudayaan tersebut. Kebudayaan dilihatnya sebagai jaringan makna simbol
yang dalam penafsirannya perlu dilakukan suatu pendeskripsian yang sifatnya mendalam (thick
description).

2. Rumusan masalah
Mempelajari ISBD bertujuan untuk menambah pengetahuan tentang kebudayaan yang dimiliki
negara Indonesia. Makalah ini juga disusun agar pembaca mengetahui permasalahan yang terjadi
terkait dengan konsep kebudayaan ,hakekat kebudayaan, kebudayaan sebagai kritik ideology,
kebudayaan sebagai perilaku, kebudayaan sebagai teks, tiga wujud kebudayaan,adat-istiadat, dan
unsur-unsur kebudayaan.
BAB II PEMBAHASAN

1. KONSEP KEBUDAYAAN

Geerts secara jelas mendefinisikannya. “Kebudayaan adalah suatu sistem makna dan simbol
yang disusun..dalam pengertian di mana individu-individu mendefinisikan dunianya,
menyatakan perasaannya dan memberikan penilaian-penilaiannya; suatu pola makna yang
ditransmisikan secara historik diwujudkan di dalam bentuk-bentuk simbolik melalui sarana di
mana orang-oarang mengkomunikasikan, mengabadikannya, dan menmgembangkan pengtahuan
dan sikap-sikapnya ke arah kehidupan; suatu kumpulan peralatan simbolik untuk mengatur
perilaku, sumber informasi yang ekstrasomatik”. Karena kebudayaan merupakan suatu sistem
simbolik, maka proses budaya haruslah dibaca, diterjemahkan, dan diinterpretasikan (Kuper;
1999, 98).

Kebudayaan daerah diartikan sebagai kebudayaan yang khas yang terdapat pada wilayah
tersebut. Kebudayaan daerah di Indonesia di Indonesia sangatlah beragam. Menurut
Koentjaraningrat kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak
terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor
geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan
yang lain. Jika kita melihat dari ujung pulau Sumatera sampai ke pulau Irian tercatat sekitar 300
suku bangsa dengan bahasa, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.

Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan perbedaan-perbedaan kebudayaan, yang


tercermin pada pola dan gaya hidup masing-masing. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia
terdapat 300 suku bangsa dan menggunakan kurang lebih 250 bahasa daerah. Akan tetapi apabila
ditelusuri, maka sesungguhnya berasal dari rumpun bahasa Melayu Austronesia.

Perbedaan-perbedaan ini menimbulkan berbagai kebudayaan daerah yang berlainan, terutama


yang berkaitan dengan pola kegiatan ekonomi mereka dan perwujudan kebudayaan yang
dihasilkan untuk mendukung kegiatan ekonomi tersebut (cultural activities), misalnya nelayan,
pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Pulau yang terdiri dari daerah pegunungan dan daerah
dataran rendah yang dipisahkan oleh laut dan selat, akan menyebabkan terisolasinya masyarakat
yang ada pada wilayah tersebut. Akhirnya mereka akan mengembangkan corak kebudayaan yang
khas dan cocok dengan lingkungan geografis setempat.

Kebudayaan Nasional. Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara tentang kebudayaan nasional


yang katanya “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Faham kesatuan makin dimantapkan,
sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara
kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, bahasa nasional. Sebelum Sumpah Pemuda (1928),
Indonesia terdiri dari macam-macam “bangsa” yang sebenarnya hanya ditingkat suku bangsa.
Setelah itu secara berangsur makin kuat rasa kebangsaan Indonesia (Indonesia Raya), sehingga
waktu Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945), sudah dinyatakan bahwa proklamasi tersebut
dilakukan atas nama bangsa Indonesia oleh Soekarno-Hatta.

Koentjaraningrat menyebutkannya “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya,
asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan
nasional”.pengertian yang dimaksudkan itu sebenarnya lebih berarti, bahwa puncak-puncak
kebudayaan daerah atau kebudayaan suku bangsa yang bermutu tinggi dan menimbulkan rasa
bangga bagi orang Indonesia bila ditampilkan untuk mewakili negara (nation). Misalnya: tari
Bali, di samping orang Indonesia merasa bangga karena tari itu dikagumi di negeri, seluruh dunia
juga mengetahuinya. Bali itu letaknya di Indonesia jadi kesenian itu dari Indonesia. Dalam hal
ini juga berlaku bagi cabang-cabang kesenian lain bagi berbagai suku bangsa di Indonesia.

Dengan beribu-ribu gugus kepulauan, beraneka ragam kekayaan serta keunikan kebudayaan,
menjadikan masyarakat Indonesia yang hidup diberbagai kepulauan itu mempunyai ciri dan
coraknya masing-masing. Hal tersebut membawa akibat pada adanya perbedaan latar belakang,
kebudayaan, corak kehidupan, dan termasuk juga pola pemikiran masyarakatnya. Kenyataan ini
menyebabkan Indonesia terdiri dari masyarakat yang beragam latar belakang budaya, etnik,
agama yang merupakan kekayaan budaya nasional dengan kata lain bisa dikatakan sebagai
masyarakat multikultural.

2. HAKEKAT KEBUDAYAAN

suku Dayak memperkaya budaya Indonesia

Manusia merupakan subjek pelaku dari kebudayaan. Manusia menjalankan kegiatannya


untuk mencapai sesuatu yang berharga baginya, dan dengan demikian kemanusiaannya menjadi
lebih nyata. Melalui kegiatan kebudayaan, sesuatu yang sebelumnya hanya merupakan
kemungkinan belaka, dapat diwujudkan dan diciptakan kemudian. Sebenarnya, dalam usaha
kebudayaan, manusia menemukan alam kodrat sebagai rangka kemungkinan-kemungkinan untuk
ekspresi dan penyempurnaan diri. Menurut Bakker, kebudayaan merupakan alam kodrat sendiri
sebagai milik manusia sebagai ruang lingkup realisasi diri. Kedudukan manusia dalam
kebudayaan adalah sentral, bukan manusia sebagai orang, tetapi sebagai pribadi. Kepadanya
segala kegiatan diarahkan sebagai tujuan.

Untuk menghindarkan salah faham, kebudayaan harus dibedakan dengan agama. Sebenarnya,
agama sejauh dapat melingkupi usaha manusia masih termasuk ke dalam syarat-syarat
kebudayaan, namun kebudayaan ialah sesuatu yang spesifik insani dan terealisasi dari bawah,
bukan rahmat dari atas. Yang diharapkan dari agama belum tentu termuat dalam kebudayaan,
begitu juga sebaliknya. Singkatnya, kebudayaan dianggap sebagai suatu hal yang baik dan
menarik, yang pantas dimiliki pelaksanaannya, dan merupakan keharusan serta penyempurnaan
manusia sekaligus masyarakat.
Dalam hal ini, filsafat bertugas mengadakan refleksi tentang kebudayaan dan
menafsirkannya pada derajat metafisik. Artinya, filsafat mengabstraksikan dari corak
individual macam-macam kebudayaan, yang dilukiskan oleh etnografi dan ilmu folklore.
Filsafat juga mengabsraksikan perbedaan spesifik antara kebudayaan etnologi dan
sosiologi. Dengan kata lain, filsafat menyelidiki hakekat kebudayaan yang terwujud dalam
setiap kebudayaan. Sampai saat ini, telah ada 160 definisi mengenai kebudayaan itu
sendiri. Namun secara garis besar, pembagian definisi tersebut dapat dikelompokkan
menjadi sebagai berikut.

1). Ahli sosiologi menganggap kebudayaan sebagai keseluruhan kecakapan yang meliputi
adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain yang dimiliki manusia sebagai subjek
masyarakat.

2). Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan kebudayaan


sebagai warisan sosial yang menjadi tradisi.

3). Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan, dan pembinaan nilai serta
realisasi cita-cita.

4). Antropolog melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.

5). Psikolog mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian manusia kepada alam
sekelilingnya, kepada syarat-syarat hidup. Sejumlah ahli psikologi menguraikan bawah
sadar kebudayaan secara psiko-analisis. Strukturalis di antara mereka menyoroti fenomen
pola dan organisasi.

6). Ilmu bangsa-bangsa gaya lama dan petugas museum menaksir kebudayaan atas hasil
artefak dan kesenian.

7). Pendefinisian istimewa sebagai dialektic of challenge and response; superstruktur


ideologis yang mencerminkan pertentangan kelas; gaya hidup feodal aristokratis;
kebudayaan sebagai comfort, dan lain-lain.

Meskipun telah banyak pendapat mengenai kebudayaan yang dikemukakan para ahli, namun tak
ada yang dapat mengganti pemikiran lebih dalam tentang hakekat kebudayaan itu sendiri dan
sifat-sifatnya.

Hakekat Kebudayaan

1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia

2. Kebudayaan itu ada sebelum generasi lahir dan kebudayaan itu tidak dapat hilang
setelah generasi tidak ada

3. Kebudayan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya


4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang memberikan kewajiban kewajiban

Sifat-sifat Kebudayaan yaitu

1. Etnosentis

2. Universal

3. Alkuturasi

4. Adaptif

5. Dinamis (flexibel)

6. Integratif (Integrasi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan kebudayaan faktor-faktor pendorong proses


kebudayaan daerah

1. kontak dengan negara lain

2. sistem pendidikan formal yang maju

3. sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju

4. penduduk yang heterogen

5. ketidak puasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

Faktor-faktor penghambat proses perubahan kebudayaan:

1.faktor dari dalam masyarakat

* betambah dan berkurangnya penduduk

* penemuan-penemuan baru

* petentangan-pertentangan didalam masyarakat

* terjadinya pemberontakan didalam tubuh masyarakat itu sendiri


2. faktor dari luar masyarakat

* berasal dari lingkungan dan fisik yang ada disekitar manusia

* peperangan dengan negara lain

* pengaruh kebudayaan masyarakat lain

3. WUJUD KEBUDAYAAN

J. J Honigmann (dalam Koenjtaraningrat, 2000) membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ :


yaitu : (1) ideas, (2) activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang
mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan :

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Mengenai wujud kebudayaan ini, Elly M.Setiadi dkk dalam Buku Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
(2007:29-30) memberikan penjelasannya sebagai berikut :

1. Wujud Ide

Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba,
dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana
kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.

Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi arah kepada tindakan,
kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini
bisa juga disebut adat istiadat.

2. Wujud perilaku

Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari
manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam
sistem ssosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta
bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan
bahasa.

3. Wujud Artefak
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya
paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan,
baju, kain komputer dll.

4. ADAT ISTIADAT

Adat istiadat adalah tatanan konsep serta aturan yang mantap dan terintegrasi kuat dalam sistem
budaya dari suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial
kebudayaan itu. Adat istiadat berfungsi menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial
kebudayaan. Karena masyarakat Indonesia bersifat majemuk, adat istiadat yang berlaku di satu
daerah, tidak berlaku di daerah lain. Adat istiadat juga bersifat relatif dalam arti apa yang
dianggap baik bagi kehidupan sosial tertentu, bagi kehidupan sosial lain belum tentu baik
(relativisme kebudayaan). Oleh karena itu, adat istiadat perlu diperkenalkan kepada pendukung
adat istiadat yang berbeda agar jangan sampai terjadi prasangka etnik yang bersifat negatif yang
dapat memicu konflik. Jika adat istiadat suatu kelompok etnik tidak dipahami sebagai
berdasarkan sudut pandang dari kelompok etnik yang bersangkutan (ethnic view), maka
dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahfahaman diantara kelompok etnik yang berbeda.

Keberagaman kelompok etnik merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Jika
keberagaman tersebut tidak ditata dalam suatu tatanan sosial (social order) yang saling
menghargai dan kepekaan toleransi, maka akan timbul ketidakjelasan di masyarakat tentang adat
istiadat yang digunakan, kedudukan dan peranan setiap pelaku, kapan dan di mana kegiatan
dilakukan, mengapa menggunakan adat istiadat itu, dan bagaimana mewujudkan adat istiadat
agar efektif dan efisien.

Adat istiadat yang berlaku di masing-masing kelompok etnik merupakan adat istiadat yang
berlaku lokal. Jika dalam satu kelompok etnik yang mempunyai adat istiadat yang berbeda, ada
kemungkinan terjadi kesalahpahaman dan jika terdapat lebih dari satu kelompok etnik yang
mempunyai adat istiadat yang berbeda-beda, maka perlu diatur agar perbedaan adat istiadat itu
jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman di antara warga kelompok etnik yang berbeda,
baik yang kelompok besar maupun kelompok kecil.

5. UNSUR KEBUDAYAAN

Mengenai unsur kebudayaan, dalam bukunya pengantar Ilmu Antropologi, Koenjtaraningrat,


mengambil sari dari berbagai kerangka yang disusun para sarjana Antropologi, mengemukakan
bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang
kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, antara lain :

A. Bahasa
Sebagai salah satu unsur, bahasa memiliki kedudukan dan fungsi yang amat penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan. Dengan fungsi dan perannya yang dominan,
bahasa menjadi sarana komunikasi yang dominan dalam segala bidang kehidupan

B. Kesenian

Seperti halnya unsur-unsur kebudayaan lain, kesenian-pun dapat dikenali dalam ketiga
wujudnya, yaitu (a) konsep-konsep dan nilai-nilai yang menjadi pengarah bagi seluruh kegiatan
kesenian manusia di dalam suatu satuan kemasyarakatan; (b) pola-pola perilaku yang dijalankan
dalam memproduksi, menyebarluaskan, maupun menikmati karya-karya seni; dan (c) benda-
benda bermakna yang merupakan hasil karya maupun sarana untuk berkarya seni.

C. Sejarah

Sejarah adalah peristiwa yang terjadi pada masa lampau (past events, res gestae). Sejarah sebagai
suatu peristiwa yang dianggap penting dan dituliskan oleh penulis sejarah untuk mencari
kebenaran dengan cara mencari hal yang pasti, dan tegas serta mendasar tentang masa lampau
manusia beserta segala aspek yang melingkupinya.

D. Sistem Sosial

Kebhinekaan/pluralitas adalah suatu realitas yang tidak dapat dipungkiri. Ia merupakan hakekat
dari sistem sosial masyarakat Indonesia. Pemahaman atas realitas ini merupakan kunci utama
bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

E. Sistem ilmu pengetahuan dan teknologi

Seperti telah disebutkan unsur universal kebudayaan dalam teori antropologi dikenal sebagai
cultural universals, unsur yang secara universal selalu ditemukan dalam kebudayaan. Ternyata
“Essay on Man” karya Ernst Cassirer yang ditulis tahun 50-an tidak menyebutkan baik teknologi,
sistem sosial maupun sistem ekonomi sebagai cultural universal. Sistem sosial dan ekonomi akan
dibahas secara terpisah tetapi teknologi pada abad-abad mutakhir setelah Renaissance telah
dikaitkan erat dengan ilmu pengetahuan modern dengan penerapannya yang kita sebut teknologi.

Ilmu pengetahuan dianggap sebagai percabangan dari suatu rasa ingin mengetahui pada manusia
yang tangguh yang hingga kini ditemukan dalam bidang filsafat, maka itu ilmu-ilmu pun
dianggap percabangan filsafat tetapi yang telah memperoleh corak sektoral dan akhirnya menjadi
disiplin ilmu.

F. Spiritualitas, Religi dan Sistem Kepercayaan

Bahwa peranan religi dalam kehidupan manusia berbudaya sangat penting tidak disangsikan lagi,
meskipun religi itu langsung akan dipilah menurut agama-agama besar yang dikenal mempunyai
sejarah yang panjang. Sementara itu religi dikenal sesuai agama-agama besar seperti: Islam,
Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Agama Kristen dan Islam adalah agama
monotheis atau agama yang menganut Ketuhanan yang Esa, agama lain seperti agama Budha
yang mengenal Sidharta Gautama dan Nirwana. Agama besar lainnya yaitu agama Hindu dengan
pluralitas dewa-dewa.

G. Sistem Ekonomi

Perubahan dari budaya agraris ke budaya industri dan budaya pasca-industri telah menyebabkan
perubahan dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia (J.Thomas Lindblad: 2000) merupakan
salah satu contoh temuan yang memperlihatkan secara signifikan kecenderungan perubahan
pekerjaan di Indonesia dari sektor pertanian ke sektor di luar pertanian.

Saat ini perubahan tersebut juga ditandai dengan kecanggihan teknologi disertai dengan derasnya
arus informasi yang nyaris tanpa sekat yang dapat diakses di mana pun, oleh siapa pun. Begitu
cepat dan begitu luar biasanya perubahan tersebut terjadi, sehingga manusia seringkali bahkan
tidak menyadarinya.
BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Fungsi kebudayaan adalah untuk mengatur manusia agar dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak dan berbuat untuk menentukan sikap kalau akan berbehubungan dengan orang lain
didalam menjalankan hidupnya. kebudayaan berfungsi sebagai:

1. Suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok

2. Wadah untuk menyakurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya

3. Pembimbing kehidupan manusia

4. Pembeda antar manusia dan binatang

unsur-unsur kebudayaan universal, antara lain :

1. Bahasa

2. Sistem Pengetahuan

3. Organisasi Sosial

4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

5. Sistem Mata Pencaharian

6. Sistem Religi

7. Kesenian

2. Saran

Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala sesuatu
yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah,
kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik
budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian
dari kepribadian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

filsafat Kebudayaan Sebuah Pengantar (J.W.M. Bakker SJ.)

http://www.teguhsantoso.com/2010/10/unsur-dan-wujud-kebudayaan.html#ixzz1nVDZfU3l

http://rustandhie.blogspot.com/2008/11/kata-pengantar-seiring-dengan-kemajuan.html
Materi 2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................14

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................................15

B. Tujuan dan manfaat .........................................................................................................15

C. Rumusan masalah ............................................................................................................15

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebudayaan Dan Rumah Sakit ...........................................................................16

B. Konsep Kebudayaan .......................................................................................................16

C. Pengertian Rumah Sakit...................................................................................................17

D. Kebudayaan Rumah Sakit .......................................................................................................18

E. Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit (Organisasi) ............................................................19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................................21

B. Saran ...............................................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Reformasi Rumah Sakit menjadi Badan Layanan Umum dilakukan untuk mengikuti langkah
langkah atau aktivitas yang dilakukan oleh sektor swasta, dalam hal efisiensi, keefektifan, serta
produktivitas, untuk meningkatkan daya saing instansi. Instansi harus dikelola secara mandiri
dan terus melakukan inovasi, seperti layaknya institusi bisnis, dalam rangka menunjang proses
penciptaan value added. Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional
yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya.
Perbandingan antara jumlah ranjang rumah sakit dengan jumlah penduduk Indonesia masih
sangat rendah. Untuk 10 ribu penduduk cuma tersedia 6 ranjang rumah sakit. Selama Abad
pertengahan, rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di
zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah
hospital (rumah sakit) berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata
hotel dan hospitality (keramahan). Beberapa pasien bisa hanya datang untuk diagnosis atau terapi
ringan untuk kemudian meminta perawatan jalan, atau bisa pula meminta rawat inap dalam
hitungan hari, minggu, atau bulan. Rumah sakit dibedakan dari institusi kesehatan lain dari
kemampuannya memberikan diagnosa dan perawatan medis secara menyeluruh kepada pasien.
Rumah sakit menurut WHO Expert Committee On Organization Of Medical Care: is an integral
part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population
complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the
family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers
and for biosocial research

B. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan atau pasien agar memeberikan pelayanan kesehatan yang
memadai dan melakukan tindakan yang sesuai dengan prinsip pelayanan yang baik.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani atau memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan kebudayaan yang baik yang berlaku ditengah masyarakat
BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian Kebudayaan Dan Rumah Sakit

A. Konsep Kebudayaan

Konsep budaya telah menjadi arus utama dalam bidang antropologi sejak awal mula dan
memperoleh perhatian dalam perkembangan awal studi perilaku organisasi. Bagaimanapun juga,
barubaru ini saja konsep budaya timbul ke permukaan sebagai suatu dimensi utama dalam
memahami perilaku organisasi (Hofstede 1986). Schein (1984) mengungkapkan bahwa banyak
karya akhir-akhir ini berpendapat tentang peran kunci budaya organisasi untuk mencapai
keunggulan organisasi. Mengingat keberadaan budaya organisasi mulai diakui arti pentingnya,
maka telaah terhadap konsep ini perlu dilakukan terutama atas berbagai isi yang dikandungnya.
Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan Antropologi. Secara
pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif untuk menggunakan istilah ini. Seniman
seperti penari atau pelukis dll juga memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini,
bahkan pemerintah juga mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering
digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa Antropologi bekerja
atau meneliti apa yang sering disebut dengan kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh
Antropologi dalam pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai
pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi yang mencoba
mengumpulkan definisi yang pernah dibuat mengatakan ada sekitar 160 defenisi kebudayaan
yang dibuat oleh para ahli Antropologi. Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu
persetujuan bersama diantara para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu
definisi kebudayaan dalam Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph Linton yang
memberikan defenisi kebudayaan yang berbeda dengan pengertian kebudayaan dalam kehidupan
sehari-hari : “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya
mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”. Jadi,
kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku,
kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk
suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.

B. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya
disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Berikut ini ialah beberapa
jenisjenis rumah sakit yang akan dijelaskan untuk memberikan gambaran mengenai Kebudayaan
rumah sakit

• Rumah sakit umum Rumah sakit umum biasanya merupakan fasilitas yang mudah ditemui di
suatu negara, dengan kapasitas rawat inap sangat besar untuk perawatan intensif ataupun jangka
panjang. Rumah sakit jenis ini juga dilengkapi dengan fasilitas bedah, bedah plastik, ruang
bersalin, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi kelengkapan fasilitas ini bisa saja bervariasi
sesuai kemampuan penyelenggaranya. Rumah sakit yang sangat besar sering disebut Medical
Center (pusat kesehatan), biasanya melayani seluruh pengobatan modern. Sebagian besar rumah
sakit di Indonesia juga membuka pelayanan kesehatan tanpa menginap (rawat jalan) bagi
masyarakat umum (klinik). Biasanya terdapat beberapa klinik/poliklinik di dalam suatu rumah
sakit.

• Rumah sakit terspesialisasi Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah sakit
manula, atau rumah sakit yang melayani kepentingan khusus seperti psychiatric (psychiatric
hospital), penyakit pernapasan, dan lainlain. Rumah sakit bisa terdiri atas gabungan atau pun
hanya satu bangunan. Kebanyakan mempunyai afiliasi dengan universitas atau pusat riset medis
tertentu. Kebanyakan rumah sakit di dunia didirikan dengan tujuan nirlaba.

• Rumah sakit penelitian/pendidikan Rumah sakit penelitian/pendidikan adalah rumah sakit


umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu
universitas/lembaga pendidikan tinggi. Biasanya rumah sakit ini dipakai untuk pelatihan dokter-
dokter muda, uji coba berbagai macam obat baru atau teknik pengobatan baru. Rumah sakit ini
diselenggarakan oleh pihak universitas/perguruan tinggi sebagai salah satu wujud pengabdian
masyararakat / Tri Dharma perguruan tinggi.

• Rumah sakit lembaga/perusahaan Rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan
untuk melayani pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga tersebut/karyawan perusahaan
tersebut. Alasan pendirian bisa karena penyakit yang berkaitan dengan kegiatan lembaga tersebut
(misalnya rumah sakit militer, lapangan udara), bentuk jaminan sosial/pengobatan gratis bagi
karyawan, atau karena letak/lokasi perusahaan yang terpencil/jauh dari rumah sakit umum.
Biasanya rumah sakit lembaga/perusahaan di Indonesia juga menerima pasien umum dan
menyediakan ruang gawat darurat untuk masyarakat umum.

• Klinik Fasilitas medis yang lebih kecil yang hanya melayani keluhan tertentu. Biasanya
dijalankan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat atau dokter-dokter yang ingin menjalankan
praktek pribadi. Klinik biasanya hanya menerima rawat jalan. Bentuknya bisa pula berupa
kumpulan klinik yang disebut poliklinik.

C. Kebudayaan Rumah Sakit

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena ia merupakan institusi yang
padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri-ciri serta fungsifungsi yang khusus dalam proses
menghasilkan jasa medik dan mempunyai berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita.
Di samping melaksanakan fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai
fungsi pendidikan dan penelitian (Boekitwetan 1997). Para ahli perilaku umumnya memandang
rumah sakit sebagai suatu masyarakat kecil dengan kebudayaannya sendiri yang sangat mirip
dengan suatu desa petani atau suatu masyarakat rumpun kecil dengan suatu kebudayaan. Rumah
sakit di Indonesia pada awalnya dibangun oleh dua institusi. Pertama adalah pemerintah dengan
maksud untuk menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum terutama yang tidak
mampu. Kedua adalah institusi keagamaan yang membangun rumah sakit nirlaba untuk melayani
masyarakat miskin dalam rangka penyebaran agamanya. Hal yang menarik akhir-akhir ini adalah
adanya perubahan orientasi pemerintah tentang manajemen rumah sakit dimana kini rumah sakit
pemerintah digalakkan untuk mulai berorientasi ekonomis. Untuk itu, lahirlah konsep Rumah
Sakit Swadana dimana investasi dan gaji pegawai ditanggung pemerintah namun biaya
operasional rumah sakit harus ditutupi dari kegiatan pelayanan kesehatannya (Rijadi 1994).
Dengan demikian, kini rumah sakit mulai memainkan peran ganda, yaitu tetap melakukan
pelayanan publik sekaligus memperoleh penghasilan (laba ?) atas operasionalisasi pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.

Mengingat adanya dinamika internal (perkembangan peran) dan tuntutan eksternal yang semakin
berkembang, rumah sakit dihadapkan pada upaya penyesuaian diri untuk merespons dinamika
eksternal dan integrasi potensi-potensi internal dalam melaksanakan tugas yang semakin
kompleks. Upaya ini harus dilakukan jika organisasi ini hendak mempertahankan kinerjanya
(pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekaligus memperoleh dana yang memadai bagi
kelangsungan hidup organisasi). Untuk itu, ia tidak dapat mengabaikan sumber daya manusia
yang dimiliki termasuk perhatian atas kepuasan kerjanya. Pengabaian atasnya dapat berdampak
pada kinerja organisasi juga dapat berdampak serius pada kualitas pelayanan kesehatan. Dalam
konteks tersebut, pemahaman atas budaya pada tingkat organisasi ini merupakan sarana terbaik
bagi penyesuaian diri anggota-anggotanya, bagi orang luar yang terlibat (misalnya pasien dan
keluarganya) dan yang berkepentingan (seperti investor atau instansi pemerintah terkait) maupun
bagi pembentukan dan pengembangan budaya organisasi itu sendiri dalam mengatasi berbagai
masalah yang sedang dan akan dihadapi. Namun sayangnya penelitian atau kajian khusus tentang
persoalan ini belum banyak diketahui, atau mungkin perhatian terhadap hal ini belum memadai.
Mengingat kondisi demikian, maka tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai aspek
dan karakteristik budaya organisasi rumah sakit sebagai lembaga pelayanan publik. Seiring
dengan membaiknya tingkat pendidikan, meningkatnya keadaan sosial ekonomi masyarakat,
serta adanya kemudahan dibidang transportasi dan komunikasi, majunya IPTEK serta derasnya
arus sistem informasi mengakibatkan sistem nilai dalam masyarakat berubah. Masyarakat
cenderung menuntut pelayanan umum yang lebih bermutu termasuk pelayanan kesehatan.
Pelayanan rumah sakit yang baik bergantung dari kompetensi dan kemampuan para pengelola
rumah sakit. Untuk meningkatkan kemampuan para pengelola rumah sakit tersebut selain
melalui program pendidikan dan pelatihan, juga diperlukan pengaturan dan penegakan disiplin
sendiri dari para pengelola rumah sakit serta adanya yanggung jawab secara moral dan hukum
dari pimpinan rumah sakit untuk menjamin terselenggaranya pelayanan yang baik. Kepercayaan
dan pengobatan berhubungan sangat erat. Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali,
ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431
SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan
dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan. Perubahan rumah sakit
menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah
sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis.
Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724
atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti
ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri
Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000.
Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada
pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki
keberagaman rumah sakit. Selain itu, dalam perkembangan teknologi dan berbagai bidang yang
lainnya tercipta sebuah istilah yang menandakan sebagai suatu Budaya dalam lingkup kesehatan
istilah tersebut ialah Komite Etik Rumah Sakit (KERS), dapat dikatakan sebagai suatu badan
yang secara resmi dibentuk dengan anggota dari berbagai disiplin perawatan kesehatan dalam
rumah sakit yang bertugas untuk menangani berbagai masalah etik yang timbul dalam rumah
sakit. KERS dapat menjadi sarana efektif dalam mengusahakan saling pengertian antara berbagai
pihak yang terlibat seperti dokter, pasien, keluarga pasien dan masyarakat tentang berbagai
masalah etika hukum kedokteran yang muncul dalam perawatan kesehatan di rumah sakit. Ada
tiga fungsi KERS ini yaitu pendidikan, penyusun kebijakan dan pembahasan kasus. Jadi salah
satu tugas KERS adalah menjalankan fungsi pendidikan etika. Dalam rumah sakit ada kebutuhan
akan kemampuan memahami masalah etika, melakukan diskusi multidisiplin tentang kasus
mediko legal dan dilema etika biomedis dan proses pengambilan keputusan yang terkait dengan
permasalahan ini.

D. Karakteristik Kebudayaan Rumah Sakit (Organisasi)

Pertama, asumsi karyawan tentang keterkaitan lingkungan organisasi yang menunjukkan bahwa
organisasi mereka didominasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa pihak eksternal, yaitu
pemilik saham, Departemen Kesehatan sebagai pembina teknis, dan masyarakat pengguna jasa
kesehatan sebagai konsumen. Peran masyarakat kini begitu dirasakan sejak RS menjadi institusi
yang harus mampu menghidupi dirinya sendiri tanpa mengandalkan subsidi lagi dari PTPN XI.
Pada situasi seperti ini, karyawan menyadari betul fungsi yang harus dimainkan ketika
berhadapan dengan konsumen, yaitu mereka harus memberikan pelayanan terbaik kepada pasien
dan keluarganya, serta para pengunjung lainnya. Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada
karyawan dalam memberikan pelayanan kepada konsumennya tadi dapat terungkap dari
pandangan mereka bahwa justru konsumenlah orang terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien
adalah raja yang mana semua karyawan bergantung padanya bukan pasien yang bergantung pada
karyawan. Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan karyawan namun merekalah tujuan karyawan
bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk menolong pasien, namun keberadaan pasienlah yang
menolong karyawan karena pasien tersebut telah memberikan peluang kepada karyawan untuk
memberikan pelayanan. Oleh karena itu jika terdapat perselisihan antara karyawan dan pasien
maka karyawan haruslah mengalah karena tidak ada yang pernah menang dalam berselisih
dengan konsumen. Dengan melihat nilai yang ditanamkan pada setiap karyawan tersebut maka
dapat dijelaskan tentang berlakunya asumsi fungsi pelayanan di RS.

Kedua, tentang pandangan karyawan mengenai bagaimana sesuatu itu dipandang sebagai fakta
atau tidak (kriteria realitas) dan bagaimana sesuatu itu ditentukan sebagai benar atau tidak
(kriteria kebenaran). Kriteria realitas yang dominant berlaku di RS X adalah realitas sosial yang
berarti bahwa sesuatu itu dapat diterima sebagai fakta bila sesuai dengan kebiasaan yang telah
ada atau opini umum yang berkembang di lingkungan RS X. Sementara itu, karyawan RS X juga
berpandangan dominan bahwa kebenaran lebih ditentukan oleh rasionalitas. Dengan kata lain,
sesuatu itu dapat dipandang sebagai benar bergantung pada rasioanalitas kolektif di lingkungan
RS X dan bila telah ditentukan melalui proses yang dapat diterima dalam saluran organisasi.

Ketiga, tentang pandangan karyawan berkenaan dengan hakikat sifat dasar manusia. Sebagian
besar karyawan rupanya berasumsi bahwa manusia atau teman sekerja mereka itu memiliki sifat
yang pada dasarnya baik, yaitu rajin bekerja, sangat memperhatikan waktu kerja (masuk dan
pulang kerja tepat waktu), siap membantu pekerjaan rekan-rekan lainnya. Namun demikian
mereka juga berpandangan bahwa sifat ini tidak selamanya berlaku konsisten. Akan ada selalu
godaan atau kondisi yang dapat mengubah sifat manusia. Mereka percaya betul bahwa tidak ada
sifat yang kekal, sifat baik dapat saja berubah menjadi buruk, begitu pula sifat buruk bisa
berubah menjadi baik.

Keempat, mengenai asumsi karyawan tentang hakikat aktivitas manusia yang menunjukkan
bahwa aktivitas manusia itu harmoni atau selaras dengan aktivitas organisasi. Tidak hanya
aktivitas manusia saja yang mampu menentukan keberhasilan organisasi. Namun mereka juga
menolak bahwa aktivitas organisasi semata yang menentukan keberhasilan organisasi karena
mereka memandang bahwa aktivitasnya juga memberikan kontribusi atas keberhasilan
organisasi. Pada intinya, mereka memandang bahwa aktivitasnya yang meliputi curahan waktu,
tenaga, dan pikiran harus selaras dengan aktivitas organisasi secara keseluruhan yang berupa
kinerja sumber daya manusia, keuangan, aktiva tetap, infra dan supra struktur organisasi.
Kelima, berkenaan dengan asumsi hakikat hubungan manusia yang hasilnya menunjukkan
bahwa hubungan antar karyawan lebih bersifat kekeluargaan. Kekeluargaan 10 tidak dipahami
sebagai nepotisme atau usaha keluarga, namun kekeluargaan dipahami sebagai hubungan antar
inidividu dalam suatu kelompok kerja sebagai suatu kerja sama kelompok yang lebih berorientasi
pada konsensus dan kesejahteraan kelompok. Dalam suatu kelompok kerja seorang karyawan
terkadang tidak hanya menjalankan tugas hanya pada bidang tugas yang tertera secara formal
karena ia harus siap membantu bidang tugas yang lain yang dapat ditanganinya. Seorang perawat
di unit bedah dengan tugas khusus sterilisasi tidak hanya menangani tugasnya saja. Ia harus siap
membantu karyawan lainnya untuk juga menangani instrumen dan pulih sadar. Semua pekerjaan
itu dilakukan sebagai suatu kerja sama kolektif dalam mencapai efektivitas organisasi. Hubungan
antar karyawan tidak sebatas hubungan kerja, kerapkali mereka jauh lebih terikat secara pribadi
dan saling mengerti tentang karakteristik pribadi lainnya. Suasana guyub terlihat dalam suasana
saling membantu tidak hanya dalam konteks kerja tetapi juga di luar pekerjaan.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Kombinasi karakteristik dari asumsi dasar memunculkan budaya organisasi yang bersifat
integral. Kombinasi ini bisa dikategorikan sebagai budaya adaptif sehingga mampu mendukung
organisasi memenangkan adaptasi eksternal. Pada saat yang sama konfigurasi atas asumsi dasar
juga menunjukkan tipologi budaya organisasi yang kuat. Dengan demikian memudahkan
organisasi mencapai integrasi internal jika terdapat kesesuaian antara karakteristik budaya
dengan praktek manajemen.

B. Saran

Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu serta berkualitas penting dalam pembangunan
karena akan menimbulkan pelayanan kesehatan yang prima sehingga kepuasan dapat dirasakan
oleh setiap masyarakat olehnya itu pelayanan kesehatan harus dikelola secara maksimal bukan
saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Foster, George M.2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. Rijadi, S.


(1994) Tantangan industri rumah sakit Indonesia 2020. Jurnal Administrasi Rumah Sakit. L
Siregar - Jurnal Antropologi Papua, 2002 - papuaweb.org
Materi 3

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………23
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang…………………………………………………………………….24
1.2 Rumusan masalah………………………………………………………………….25
1.3 Tujuan penulis……………………………………………………………………..25
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Budaya…………………………………………………………………………….26
2.2 Kebudayaan……………………………………………………………………….26
2.3 Kosep Sehat Sakit Menurut Budaya Masyarakat…………………........................27
2.4 Konsep Sehat, Sakit Dan Penyakit………………………………………………..28

2.5 Etiologi Penyakit………………………………………………………………….28

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………33

3.2 Saran……………………………………………………………………………….33

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep sehat menurut WHO secara garis besar adalah suatu keadaan seseorang yang
terbebas dari gangguan fisik, mental, sosial, spiritual serta tidak mengalami kecacatan.
Menurut pandangan para ahli sosiologi, yang disebut sehat sangatlah bersifat subyektif,
bukan obyektif. Persepsi masyarakat tentang sehat/sakit ini dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Jika individu merasa bahwa
penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, maka dia akan memilih untuk berobat kepada “
orang pandai “ yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya
sehingga penyakitnya akan hilang.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada
faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama faktor sosial
budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang  satu hanya dapat
dipahami dalam konteks pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,
sosiologi, kedokterran dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan
pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah
sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan beradaptasi dengan lingkungan baik secara
biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Ahli antropologi kesehatan melihat bahwa perilaku sakit seseorang mengacu pada
etiologi atau sebab dari penyakit itu sendiri. Masyarakat yang relatif lebih sederhana seperti
di pedesaan Indonesia, orang cenderung menganut etiologi personalistik, sehingga
masyarakat akan pergi ke dukun/orang pintar. Sedang di daerah perkotaan sebaliknya,
terdapat kecenderungan terhadap etiologi naturalistik. Bila masyarakat meyakini bahwa
mereka terserang suatu penyakit akibat virus atau kuman maka dia akan pergi ke dokter.
Dalam berbagai laporan penelitian antropologi, yang ditulis oleh Sinuraya( 1988 ) dapat
ditemukan bahwa etiologi penyakit yang personalistik dan naturalistik dapat berlaku dalam
masyarakat urban ( perkotaan ) dan rural ( pedesaan ) sekaligus.
Dalam usahanya untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan
“suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-nilai,
ideologi, sikap adat-istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan
dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu”. Secara singkat,
kita memandang setiap sistem medis sebagai mencakup semua kepercayaan tentang usaha
meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan
anggota-anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut.
Berdasarkan latar belakang perlu adanya pembahasan lebih lanjut mengenai Etiologi
penyakit ditinjau dari budaya dan sehat sakit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Budaya
2. Bagaimana Kebudayaan
3. Bagaimana Konsep sehat sakit menurut budaya masyarakat
4. Bagaimana Konsep sehat sakit dan penyakit
5. Bagaimana Etiologi penyakit
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Budaya
2. Mengetahui Kebudayaan
3. Mengetahui Konsep sehat sakit menurut budaya masyarakat
4. Mengetahui Konsep sehat sakit dan penyakit
5. Mengetahui Etiologi penyakit
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Budaya
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderang menganggapnya diwariskan
secara genetis. Kettka seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaanperbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu
dipelajari.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan
orang dari budaya lain, yang terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat
rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas
keistimewaannya sendiri. Citra "pekerja keras" di Sumatera Barat, "Kepatuhan" di Jawa dan
sebagainya. Hal ini membekali anggota rnasyarakatnya untuk memperoleh martabat yang
bertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang
lain. Dalam jurnal (Isniati, 2013)
2.2 Kebudayaan
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Herskovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganik.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi cirri khas
suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Taylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-
hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-
lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat. (Isniati, 2013)
2.3 Kosep Sehat Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Salah satu pendekatan dalam ilmu sosiologi adalah teori Evolusi, dimana manusia
berkembang membutuhkan waktu yang sangat lama. Tetapi perkembangan dalam satu
bidang belum tentu diiringi dengan perkembangan bidang yang lain. Contoh perkembangan
di bidang ilmu kesehatan dan kedokteran belum tentu diimbangi dengan perilaku sehat dan
perilaku sakit masyarakat. Seseorang yang menderita sakit infeksi saluran napas atas (ISPA)
belum tentu mau berobat ke dokter dan meminum obat paten yang diresepkan oleh dokter,
karena ia tidak tau kegawatan penyakitnya dan seberapa besar dia membutuhkan pertolongan
medis. Pola pencarian pengobatan setiap orang bisa berbeda-beda sesuai dengan tingkat
pengetahuan yang dimilikinya tentang bidang kesehatan dan pengobatan.
Cara seseorang bereaksi terhadap gejala-gejala penyakit dinamakan sebagai “ perilaku
sakit “ ( illness behavior ). Perilaku ini dipengaruhi oleh keyakinan masyarakat terhadap
gejala penyakit tersebut dan keyakinan terhadap cara pengobatan yang akan ditempuh
mereka. Perilaku ini merupakan manifestasi dari sebuah konsep pikir manusia tentang arti
sehat dan sakit. Setiap orang mempunyai konsep sendiri-sendiri tentang apa yang disebut
sebagai sakit. Konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh orang per orang akan terlihat pada
cara mereka mencari pengobatan ( health seeking ) untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
2.4 Konsep Sehat, Sakit Dan Penyakit
Konsep sehat menurut WHO secara garis besar adalah suatu keadaan seseorang yang
terbebas dari gangguan fisik, mental, sosial, spiritual serta tidak mengalami kecacatan.
Menurut pandangan para ahli sosiologi, yang disebut sehat sangatlah bersifat subyektif,
bukan obyektif. Persepsi masyarakat tentang sehat/sakit ini dipengaruhi oleh unsur
pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Jika individu merasa bahwa
penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, maka dia akan memilih untuk berobat kepada “
orang pandai “ yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya
sehingga penyakitnya akan hilang ( Jordan, 1985; Sudarti, 1988; dalam Solita, 1997).
Para ahli medis sepakat bahwa penyakit ( disease ) itu diartikan sebagai gangguan
fungsi fisiologis dari suatu organisme. Sedangkan sakit ( illness ) adalah penilaian individu
terhadap pengalaman menderita suatu penyakit, ditandai dengan perasaan tidak enak badan.
Mungkin saja terjadi bahwa secara obyektif individu terserang penyakit dan salah satu organ
tubuhnya terganggu fungsinya, namun dia tidak merasa sakit dan tetap menjalankan tugasnya
sehari-hari. Sebaliknya seseorang mungkin merasa sakit tetapi dari pemeriksaan medis tidak
diperoleh bukti bahwa dia sakit.

2.5 Etiologi Penyakit


Foster dan Anderson (2006) menjelaskan etiologi penyakit merupakan cara
memandang penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat suatu penyakit pada masyarakat
tradisional. Cara memandang penyakit dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem personalistik
dan sistem naturalistik.Sistem personalistik memandang penyakit sebagai gangguan
makhluk gaib (hantu atau roh jahat) dan adanya manusia iri yang sengaja berusaha
menganggu kehidupan seseorang. Sistem naturalistik lebih memandang penyakit disebabkan
karena ketidak seimbangan cairan dalam tubuh manusia.Unsur-unsur emosional yang
menyebabkan manusia sakit yaitu iri, sedih, malu, dan takut. Keempat unsur tersebut dapat
dikategorikan ke dalam sistem personalistik atau pun sistem naturalistik, namun harus
disesuaikan dengan kondisi penyebab penyakit.
Simpulan dari pernyataan di atas yaitu pada sistem personalistik terdapat 3 komponen
terpenting di dalamnya, seperti makhluk gaib, manusia (agen yang menghendaki manusia
sakit), dan diperlukan kekuatan supranatural untuk mengusir penyakit. Komponen yang
terpenting dalam sistem naturalistik yaitu cairan tubuh yang seimbang, sehingga untuk
memulihkan kesehatan diperlukan upaya untuk mencukupi kebutuhan cairan yang kurang di
dalam tubuh dengan melakukan pengobatan. Dalam jurnal (Ayunita, 2016)
A. Etiologi Personalistik
Sistem medis personalistik melihat penyakit (disease) disebabkan oleh intervensi
dari suatu agen aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural (makhluk gaib atau dewa)
mahluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur atau roh jahat) maupun mahuk manusia
(tukang sihir atau tukang tenung). Dalam jurnal (Rahman, 2013)
B. Etiologi Naturalistik
Sistem medis naturalistik adalah penyakit dijelaskan dengan istilah yang lebih
sistemik dan bukan pribadi. Sistem naturalistik mengakui adanya suatu model
keseimbangan (equilibrium), sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh.
Unsur-unsur dalam tubuh seperti (panas, dingin, cairan tubuh, yin dan yang), berada
dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah
dan lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah
timbulnya penyakit.
Naturalistik menurut Seijas (1973) penjelasan seluruhnya didasarkan atas
hubungan sebab akibat yang dapat diobservasi, lepas dari persoalan apakah hubungan
yang terbentuk itu keliru atau tidak, disebabkan oleh observasi yang tidak lengkap atau
keliru. Dalam jurnal (Rahman, 2013).
C. Prinsip Hubungan Sebab Akibat Penyakit
Prinsip hubungan sebab akibat penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Etiologi-etiologi penyakit komprehensif dan terbatas merupakan penjelasan manusia
mengalami sakit, pada sistem personalistik manusia sakit karena adanya gangguan
makhluk gaib, sedangkan pada sistem naturalistik penyakit hanya sebatas disebabkan
karena ketidakseimbangan cairan tubuh.
2. Penyakit,religi dan magi, pada sistem personalistik religi terdapat hubungan dengan
unsur religi dan magi, dan pada sistem naturalistik,unsur religi dan magi hanya
sedikit sekali berperan di dalamnya.
3. Tingkatan penyebab merupakan suatu tingkatan yang menyebabkan manusia sakit,
pada sistem personalistik terdiri dari 2 tingkatan yaitu agen (dukun,sihir,dewa) dan
teknik pengobatannya, sedangkan pada unsur naturalistik hanya ada satu tingkatan
penyebab yaitu kelebihan atau kekurangan cairan.
4. Shaman dan pengobat lain, shaman (orang yang memiliki kekuatan supranatural)
berperan pada sistem personalistik namun, tidak pada sistem naturalistik.
5. Diagnosis,pada sistem personalistik diagnosis dilakukan oleh dukun, pada sistem
naturalistik diagnosis dilakukan oleh pasien sendiri (Foster,2006:80-83). Dalam
jurnal (Ayunita, 2016)

Table I Perbedaan sistim Personalistik dan Naturalistik

Aspek Sistem Personalistik Sistem Naturalistik

Penyebab penyakit Agen (Dukun, Sihir, Roh Ketidak seimbangan


Jahat) cairan tubuh

Penyembuh Dukun Sihir atau Penyembuh tradisional


Shaman (Orang yang seperti tabib dan dukun
memiliki kekuatan
supranatural)

Cara menyembuhkan Pengusiran terhadap Diobati


mahluk yang
mengganggu

Unsure religi atau mangi Ada Sedikit


(seperti ritual)

Diagnosis Dilakukan oleh dukun Dilakukan oleh pasien


sendiri,penyembuhan
hanya mengobati pasien.

Beberapa aspek yang dapat membedakan antara sistem personalistik dan naturalistik
yaitu penyebab penyakit, penyembuh, cara penyembuhan, ada tidaknya unsur religi dan
magi, serta cara mendeteksi penyakit atau diagnosis. Hal yang terpenting dalam upaya
menyembuhan penyakit pada masyarakat tradisional adalah diperlukannya peran seorang
penyembuh seperti tabib dan dukun.

D. Faktor-Faktor Penyebab Sakit


1. Gejala awal sakit atau Pra-sakit (symptoms) adalah sebagai kondisi atau gejala-gejala
awal dari seseorang (fisik dam psikis) yang memperlihatkan keadaan tidak seperti
biasanya, misalnya :
a. Kehilangan semangat atau tidak bergairah;
b. Tidak bisa beraktivitas seperti biasanya;
c. Terdapat prilaku-prilaku menyimpang (incorrect behaviour);
d. Kurang nafsu makan, dan lain-lain.
2. Sebab personalistik (supernatural causes), adalah gejala-gejala penyakit yang
dianggap berasal dari roh-roh halus dengan sifat jahat yang berada di sekitar tempat
tinggal mereka, atau juga berasal dari perbuatan jahat manusia dengan cara
mengirimkan penyakit atau racun melalui media berupa angin, asap, bau-bauan atau
benda-benda keras lainnya.
3. Sebab naturalistik (naturalistic causes) adalah gejala-gejala penyakit yang mereka
pahami secara lebih rasional, atau bisa dijelaskan hubungan sebab akibatnya
(kausalitas). Penyakit yang muncul karena mengkonsumsi makanan tertentu, unsur
panas dan dingin dalam tubuh, hujan dan sinar matahari, angin, dan trauma fisik
(seperti kecelakaan, digigit binatang, terbakar, luka terkena benda tajam, dan cedera
fisik yang lainnya).
4. Sakit (illness) adalah tidak adanya keselarasan antara lingkungan dengan individu,
yang membuat keadaan seseorang menjadi tidak menyenangkan sehingga
menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani, rohani dan sosial
( Parkins, 1935 : via Maryani dan Mulyani, 2010 : 24) dalam jurnal (Rahman, 2013)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistic yang menjadi cirri khas
suatu masyarakat.
Cara seseorang bereaksi terhadap gejala-gejala penyakit dinamakan sebagai “ perilaku
sakit “ ( illness behavior ). Perilaku ini dipengaruhi oleh keyakinan masyarakat terhadap
gejala penyakit tersebut dan keyakinan terhadap cara pengobatan yang akan ditempuh
mereka. Perilaku ini merupakan manifestasi dari sebuah konsep pikir manusia tentang arti
sehat dan sakit. Setiap orang mempunyai konsep sendiri-sendiri tentang apa yang disebut
sebagai sakit. Konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh orang per orang akan terlihat pada
cara mereka mencari pengobatan ( health seeking ) untuk menyembuhkan penyakit tersebut.
Foster dan Anderson (2006) menjelaskan etiologi penyakit merupakan cara
memandang penyebab penyakit dan hubungan sebab akibat suatu penyakit pada masyarakat
tradisional. Cara memandang penyakit dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem personalistik
dan sistem naturalistik
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengikuti
proses pembelajaran dan dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien dengan berbagai
latar budaya di Faskes layanan pertama, di Instansi rumah sakit maupun di pelayanan
lanjutan atau home care.
DAFTAR PUSTAKA

Foster, Goerge M dan Anderson.2006.Antropologi Kesehatan.Terjemahan. Jakarta: UI Press.


Isniati. 2013. Jurnal. Kesehatan moderend dengan nuansa budaya. Kesehatan Masyarakat, FKM
Unand Padang.
Rahman Safrudin ABD. 2013. Jurnal. Kajian Etnomedisin; Sistim Personalistik dan
naturalistik.. Universitas Gajah Mada.
Ayunita Tri. 2016. Jurnal. Pengobatan pijat anak dengan media sikilkidang; kajian tentang
praktik etnomedisin pada masyarakat desa kesugihan kabupaten cilacap. Fakultas Ilmu
social. Universitas Semarang.
Sobur Alex. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung. CV. Pustaka Setia.
Utomo Prayogo. 2005. Apresiasi Penyakit Pengobatan Secara Tradisional dan Modern. Jakarta:
PT Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai