Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

TENOSYNOVITIS

A. DEFINISI
Tenosynovitis merupakan peradangan pada selubung tendon, yaitu sinovium yang
berisi cairan sinovial. Manifestasi klinis tergantung etiologi, di antaranya rasa nyeri,
pembengkakan, dan kontraktur di area tendon yang terkena peradangan. Predileksi terjadi
di area tangan, pergelangan tangan, dan kaki. ( mandasari 2015 )
Selubung tendon terdiri dari cairan sinovial dan selubung fibrosa. Fungsi cairan sinovial
adalah menyediakan nutrisi bagi tendon, serta meminimalkan gesekan pada tendon
sehingga gerakan tendon menjadi mulus. Cairan sinovial akan mengurangi kerusakan
(wear and tear) tendon akibat gesekan berlebih. Sedangkan selubung fibrosa berfungsi
untuk menyediakan titik jangkar / anchor point pada tendon untuk mencegah
bowstringing, yaitu komplikasi dari trigger finger / stenosing tenosynovitis.
Tenosynovitis adalah suatu peradangan yang melibatkan tendon dan selubungnya
yang mengakibatkan pembengkakan dan nyeri. Beberapa penyebab dari  pembengkakan
ini adalah trauma, penggunaan yang berlebihan dari repetitive minor trauma, strain atau
infeksi. Beberapa contoh dari tenosynovitis adalah Dequervain’s, Volar flexor
Tenosynovitis
Tenosinovitis adalah kondisi yang menyakitkan. Tangan, pergelangan tangan, dan
kaki adalah bagian tubuh yang sering terkena. Penyebab umumnya yaitu cedera,
penggunaan berulang-ulang, dan infeksi. ( mandasari 2015 )

B. ETIOLOGI
Etiologi tenosynovitis adalah infeksi, tetapi juga dapat non-infeksi. Penyebab non-infeksi
misalnya autoimun, penggunaan berlebihan (overuse), anatomi, faktor hormonal, dan
idiopatik.
1. Infeksi
tenosynovitis infektif disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang menginfeksi
secara inokulasi langsung, atau secara penyebaran dari infeksi lokal maupun sistemik.
Mikroorganisme yang sering ditemui pada kasus tenosynovitis adalah Staphylococcus
aureus (40−75%) dan Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA, 29%.
Selain itu, bisa ditemui juga bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus beta-
hemolitikus, Pseudomonas aeruginosa, Eikenella pada gigitan manusia, dan
Pasteurella multocida pada gigitan hewan.
2. Autoimun
Terdapat korelasi kuat antara rheumatoid arthritis dengan tenosynovitis. Sekitar 87%
pasien dengan rheumatoid arthritis mempunyai gambaran tenosynovitis pada
pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). Psoriasis juga seringkali terkait
dengan kondisi autoimun, tetapi hal ini belum bisa dibuktikan dengan jelas
3. Penggunaan Berlebihan (Overuse)
Gerakan repetitif yang kronis dapat menyebabkan peradangan pada selubung sinovial.
Kondisi ini sering dikenal dengan sebutan repetitive strain injury atau overuse
syndrome. Contohnya ketika bekerja dengan komputer dalam waktu lama, dapat
menyebabkan jari, pergelangan tangan, dan lengan bawah menegang sehingga
meningkatkan resiko iritasi tendon yang bisa berlanjut menjadi tenosynovitis.Pada
stenosing tenosynovitis, terdapat penebalan retikulum atau pulley yang diakibatkan
oleh penggunaan yang berlebihan, repetitif, terkait dengan olahraga dan aktivitas
profesi yang mana merupakan faktor mekanik pemicu kondisi. Pada tenosynovitis de
Quervain, aktivitas pemicunya adalah gerakan repetitif pada ibu jari (fleksi, ekstensi,
dan rotasi), deviasi ulnar pada karpal, penggunaan gunting, serta penggunaan gawai
untuk mengetik.
Faktor Resiko
Faktor risiko stenosing tenosynovitis tidak diketahui, tetapi sejauh ini disebabkan
multifaktorial, di antaranya adalah perubahan genetik seperti gen KLHL1 dan POLE2.
Beberapa studi dilakukan untuk menyediakan bukti ilmiah terkait hal ini, tetapi sejauh ini
studinya belum banyak dan bukti yang ada masih belum kuat.
Selain itu, stenosing tenosynovitis juga bisa dipengaruhi oleh kondisi sistemik seperti
insufisiensi renal, penyakit tiroid, diabetes melitus, dan masalah okupasi.
Faktor resiko tenosynovitis de Quervain adalah gerakan repetitif pada ibu jari atau deviasi
ulnar pada karpal. Selain itu, dilaporkan adanya faktor resiko meningkat berkaitan dengan
penggunaan gunting serta penggunaan gawai untuk mengetik. tenosynovitis de Quervain
juga dinyatakan berkaitan secara signifikan dengan adanya gen rs35360670 pada
kromosom

C. ANATOMI
D. KLASIFIKASI
Rizal chaidir menyebutkan beberapa jenis tenosynovitis dalam penelitiannya tentang “
tenosynovitis yaitu de quervain tenosynovitis fleksor volar dan tenosynovitis fleksor akut
1. Tenosynovitis De Quervain
Kelainainan ini pertama kali dikemukakan oleh De quervain pada tahun 1895
kemudian dilalaporkan pada tahun 1893 dalam edisi grays anatomy dengan nama
washer woman sprai0 yang disebabkan oleh penebalanselubung tendon pada
kompartemen satu ekstensor polisis brevis dan abduktor polisis longus dapat terjadi
akibat penggunaan yang berlebihan tetapi dapat juga terjadi segara spontan terutama
pada wanita usia pertengahan dan kadang kadang selama kehamilan.kelainan ini
terjadi ketika tendon di sekitar dasar digiti I mengalami iritasi atau konstriksi yang
menyebabkan pembengkakan pada tendon danselubung tendon sehingga
menimbulkan nyeri sepanjang digiti I dan pergelangan tangan. Dua tendon utama
pada digiti I yang melewati terowongan yang terdapat pada daerah digiti I. Tendon
merupakan struktur yang menghubungakan otot dengan tulang. Tendon dibungkus
oleh lapisan tipis jaringan lunak yang disebut sinovium. lapisan ini
memudahkan pergerakan tendon pada terowongan berupa fibrosa yang
merupakan selubung tendon. pembengkakan pada tendon dan atau penebalan
selubung tendon menyebabkan peningkatan friksi dan nyeri.
Patologi :
proses terjadinya patologi ini dikarenakan gerakan abduksi dari ibu jari yang sering
disertai dengan deviasi ulnar pergelangan tangan. degangan tendon dari
kompartemen 1 ekstensor yang berulang diduga menyebabkan friksi pada selubung
retinakular yang kaku dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan dan atau
penyempitan kanal fibrosseus.
Gejala dan tanda :
- Nyeri pada ibu jari atau pergelangan tangan yang makin memburuk bila
dilakukan gerakan berulang pada digiti I memutar pergelangan tangan atau
gerakan mencengkeram
- biasanya terdapat pembengkakan sekitar 1 – % 9m proksimal dari styloid
radius.
- pembengkakan dan nyeri mengakibatkan kesulitan menggerakkan ibu jari dan
pergelangan tangan.
- Iritasi pada nervus di atas selubung tendon menyebabkan rasa baal pada dorsal jari
I dan jari II
Diagnosis :
Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan khusus yang disebut Finklestein test
dengan cara membengkokan ibu jari ke arah palmar (fleksi digiti I kemudian
pergelangan tangan (wrist joint ditekuk dalam posisi deviasi ulnar bila positif makan
akan muncul nyeri yang tajam pada pergelangan tanga pada pemeriksaan xray harus
dibedakan dengan artritis pada digiti I karpal metakarpal dan fraktur skaloid. pada
De quervain didapatkan osteopenia lokal dan spur pada styloid radius
Terapi :
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri yang diakibatkan
oleh peradangan.
1. menghindari gerakan berlebihan pada digiti I dan pergelangan tangan seperti
membuka botol selain mengetik di komputer menggunting menjahit dan
menraut.
2. Mengistirahatkan ibu jari dan pergelangan tangan
3. medikamentosa dengan menggunakan anti inflamasi nonsteroid.
4. injeksi kortikosteroid dan lidokain pada selubung tendon.
5. Operasi
Operasi dengan menggunakan tourniquet untuk menjaga lapangan operasi tetap
bersih sehingga struktur yang harus dipreservasi dapat teridentifikasi dengan jelas.
anestesi dengan menggunakan anestesi lokal dibuat insisi sepanjang 2 cm di
bagian dorsal kompartemen 1 cm dari proksimal tip prosessus styloideus radii.
abang nervus radialis diidentifikasi dengan gentle diretraksi dengan
menggunakan retraktor yang tumpul. ligamen anulare yang sudah terekspos
kemudian diinsisi dengan menggunakan skalpel hindari pemotongan seluruh
anular karena dapat mengakibatkan subluksasi tendon post operatf yang
menimbulkan nyeri.
2. Tringger finger
Trigger Finger ditimbulkan dari penebalan sarung tendon fleksor (dimana dapat
terjadi diikuti infeksi tenosynovitis) atau dari penebalan nodular tendon fleksor sendiri
dimana dapat congenital (Ifeacho & Brar, 2007). Trigger Finger adalah kejadian yang
umum terjebaknya tendon pada jari tangan yang disebabkan ketika nodule yang
terbentuk pada tendon proksimal (Jester, Santy, & Rogers, 2011).
Kejadian Trigger Finger kongenital umumnya disebabkan oleh adanya nodul pada
tendon fleksor polisis longus. Sementara pada orang dewasa, beberapa kasus yang
terjadi mungkin berhubungan dengan trauma berulang. Lebih dari satu penyebab
potensial telah dijelaskan, tetapi etiologi tetap diopatik, artinya penyebabnya tidak
diketahui (Snell, 2006). Keadaan ini sering disebut dengan tenosinovitis stenosing
(stenosans tenovaginitis khusus pada jari), tapi hal ini mungkin keliru, karena radang
bukan fitur dominan pada keadaan ini (Akhtar et al, 2005; Makkouk, 2008).
3. Akut flexor tenositis
Suatu keadaan terjadi ketidaknormalan pada flexor tendon di tangan , pada kasus akut
disebabkan karena infeksi tetapi juga merupakan suatu peradangan kronis dari
diabetes, arthiritis
Tanda dan gejala
- Jari dalam posisi fleksi
- Nyeri tekan sepanjang flexor tendon
- Nyeri saat dilakukan pasif fleksi jari
Infeksi flexor tendon adalah suatu infeksi pada bagian jari telunjuk jari tengah, jari
manis , yang berjalan di atas carpal neck . infeksi pada jari dapat menyebar ke tangan
dan pergelangan tangan, infeksi bisa menyebar ke struktur tulang yang berdekatan
atau dapat pula menembus lapisan kulit dan keluar

E. MANIFESTASI KLINIS
De Quervain’s tenosynovitis ditandai dengan rasa sakit dan pembengkakan di dekat
pangkal ibu jari atau jempol, yang bisa muncul bertahap atau mendadak. Rasa sakit ini
biasanya makin parah saat menggerakkan jempol atau pergelangan tangan, misalnya
ketika mencubit atau menggenggam.
Kondisi ini sebaiknya cepat ditangani. Bila dibiarkan, rasa sakit bisa menjalar sampai ke
lengan.

F. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi tenosynovitis secara umum adalah proses peradangan di dalam selubung
tendon. Berbagai faktor penyebab, seperti purulensi, kompleks autoimun, deposit kristal,
dan penggunaan berlebihan sering mempengaruhi synovium tendon, cairan di sekitar
tendon, atau tendon itu sendiri. Hal ini mengakibatkan peradangan dan penebalan,
sehingga gerakan tendon terganggu.
Kebanyakan tendon pada tubuh ditutupi selubung tendon, baik seluruhnya maupun
sebagian, sehingga rentan terkena tenosynovitis. Beberapa tendon tidak ditutup selubung
tendon, seperti tendon Achilles. Perjalanan penyakit tenosynovitis infeksius melalui
beberapa tahap yang signifikan. Tahap pertama adalah distensi eksudat pada apparatus
selubung tendon. Tahap kedua terjadi isian yang purulen atau purulen filling. Selanjutnya,
tahap ketiga adalah nekrosis dan destruksi selubung, tendon, dan struktur sekitarnya.
G. PATHWAY

Trauma Berulang, Riwayat Collagen Vaskular Seperti Rheumatoid Artritis, Diabetes Melitus,
Artritis Psoriatis, Amyloidosis, Hipotiroid, Sarkoidosis, Dan Pigmented Vilonodular Synovitis

Tenosynovitis

Penebalan Pada Tendon Fleksor Tindakan


Yang Membentuk Nodul Pembedahan

Iritasi Yang Lama


Mengakibatkan Pembengkakan Pre Op Post Op

Peradangan Dan Hipertrofi Pada Kurang


Tendon Dan Selubung Tendon Pengetahuan
Tentang
Agen Cidera Fisik Prosedur
Operasi

HAMBATAN Menekan Syaraf Nyeri Pada


MOBILITAS Jaringan Sekitar
FISIK Banyak
Bertanya
Pelepasan Mediator Nyeri
(Histamine, Prostaglandin,
Bradikinin, Serotonin). Cemas

Ditangkap Reseptor Nyeri


ANSIETAS
Perifer

Impuls Ke Otak

Persepsi Nyeri

NYERI AKUT
H. KOMPLIKASI

Komplikasi potensial utama jari memicu adalah nyeri dan penurunan penggunaan fungsional
dari tangan yang terkena. Potensi komplikasi injeksi kortikosteroid menurut Akhtar et al,
2005 adalah sebagai berikut:

a. Infeksi, penggunaan teknik steril dapat meminimalkan masalah ini.

b. Pendarahan, ini dapat diminimalkan dengan menerapkan tekanan langsung segera


setelah prosedur tersebut. Perhatian harus dilakukan sebelum suntik pasien dengan
gangguan perdarahan.
c. Melemahnya tendon, ini meningkatkan risiko ruptur tendon berikutnya, kemungkinan
yang menjadi perhatian khusus jika suntikan dilakukan salah (khusus, jika injeksi ini
dikelola ke tendon itu sendiri bukan hanya dalam selubung tendon). Risiko dapat
meningkat dengan beberapa suntikan, namun setidaknya beberapa peneliti klinis
(misalnya, Anderson dan Kaye) tidak menemukan episode rupture tendon setelah
injeksi kortikosteroid untuk kondisi ini, bahkan dengan suntikan ulang.
d. Atrofi lemak yang terjadi secara lokal di tempat suntikan - atrofi semacam itu dapat
terjadi jika kortikosteroid yang disuntikkan ke dalam jaringan subkutan. komplikasi ini
dapat menyebabkan depresi kosmetik di kulit.
e. Infiltrasi saraf dan cedera saraf berikutnya. Komplikasi ini jarang terjadi, bisa dipantau
oleh sensasi menilai seluruh digit.

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan de Quervain’s tenosynovitis bertujuan untuk mengurangi nyeri dan
peradangan, serta mengembalikan kemampuan gerak ibu jari dan pergelangan tangan.
Metode pengobatannya meliputi:
1. Pemberian obat pereda nyeri,
- seperti ibuprofen dan naproxen.
- Pemberian suntikan kortikosteroid di area tendon, untuk meredakan
pembengkakan.
- Pemasangan belat atau bidai, untuk menjaga agar ibu jari dan pergelangan tangan
tidak bergerak. Alat ini perlu digunakan selama 4-6 minggu.
- Operasi pada area yang terasa nyeri, bila penanganan dengan cara lain tidak
berhasil mengatasi keluhan.
Untuk mengurangi nyeri, peradangan, dan membantu proses penyembuhan, penderita de
Quervain’s tenosynovitis dianjurkan untuk mengompres area yang bengkak dengan
kompres dingin, serta tidak melakukan gerakan atau aktivitas yang memicu nyeri untuk
sementara waktu.
Pasien juga bisa meminta bantuan terapis untuk mengajarkan teknik menggunakan dan
memperkuat otot pergelangan tangan.
De Quervain’s tenosynovitis dapat dicegah dengan tidak melakukan gerakan yang
berulang pada pergelangan tangan. Namun, jika pekerjaan mengharuskan Anda untuk
melakukan gerakan tersebut, istirahatkanlah pergelangan tangan Anda secara berkala di
sela-sela kegiatan dan kenakan pelindung atau belat di pergelangan tangan.
ASKEP TEORITIS
I. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: kaji keluhan yang paling dirasakan pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada
saat pengkajian seperti pada jari saat digerakkan.
c. Riwayat kesehatan masa lalu: kaji adanya kecelakan pada masa lalu/fraktur, tumor,
trauma jaringan lunak, penyakit Diabetes Mellitus.
d. Riwayat kesehatan keluarga: yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. B1 (Breating)
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien Tenosynovitis tidak
mengalami kelainan pernapasan.
3. B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat, iktus teraba auskultasi suara S1
dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
4. B3 (Brain)
Kepala, leher, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan faring
5. B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi warna, jumah dan karakteristik urine, termasuk berat jenis
urine. Tetapi bia sanya tidak mengalami gangguan.
6. B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi turgor kulit baik, tidak
ada defans muskular dan hepar teraba. Perkusi suara timpani ada pantulan gelombang
cairan. Auskultasi peristaltik usus normal kurang lebih 20x/menit. 7) B6 (Bone).
Adanya jari yang terkunci, dan bunyi clicking.
a. Look
Perhatikan adanya pembengkakan yang abnormal dan deformitas pada jari tangan.
b. Feel
Kaji adanya nyeri tekan dan krepitasi pada jari tangan.
c. Move
Karena timbul nyeri, gerak menjadi terbatas. aktivitas klien yang berhubungan denan
menggerakkan jari tangan menjadi berkurang dan klien memerlukan bantuan orang
lain.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Ansietas Berhubungan Dengan Kekhawatiran Mengalami Kegagalan
2. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Prosedur Operasi
3. Hambatan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Penurunan Kekuatan Otot

III. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)


KEPERAWATAN
1. Ansietas Berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
Dengan Kekhawatiran Tindakan keoerawatan Observasi :
Mengalami Kegagalan selama 1 jam diharapkan 1. Identifikasi saat tingkat
tingkat ansietas menurun ansietas berubah (Mis.
dengan Kondisi, Waktu, Stressor).
2. Identifikasi kemampuan
Kriteria Hasil : mengambil keputusan.
 Verbalisasi khawatir 3. Monitor tanda-tanda
akibat kondisi yang Ansietas (Verbal Dan
dihadapi menurun. Nonverbal).
 Perilaku gelisah
menurun. Terapeutik :
 Pucat menurun. 4. Ciptakan suasana terapeutik
 Tekanan darah untuk menumbuhkan
menurun. kepercayaan.
 Frekuensi nadi 5. Temani pasien untuk
menurun. mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan.
6. Pahami situasi yang
membuat ansietas
dengarkan dengan penuh
perhatian.
7. Gunakan pendekatan yang
tenang dan menyakinkan.
8. Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan.
9. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang.

Edukasi :
10.Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin
dialami.
11.Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis.
12.Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu.
13.Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan.
14.Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
15.Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan.
16.Latih Teknik relaksasi.

Kolaborasi :
17.Kolaborasi pemberian obat
antlansietas.

2. Nyeri Akut Berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


Dengan Prosedur Operasi tindakan keperawatan Observasi :
selama 1 jam diharapkan 1. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun
karakteristik, durasi,
dengan
frekuensi, kualitas, intensitas
Kriteria Hasil : nyeri.
 Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri.
menurun.
 Meringis menurun. 3. Identifikasi respon nyeri non
 Gelisah menurun. verbal.
 Tekanan darah
membaik. 4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperinhgan nyeri.
5. Identifikasi pengetahuan dan
kenyakinan tentang nyeri.
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respons nyeri.

7. Identifikasi pengaruh nyeri


pada kualitas hidup.
8. Monitor keberghasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan.
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik.

Terapeutik :
10. Berikan Teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
11. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
12. Fasilitasi istirahat dan tidur.
13. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi :
14. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
15. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
16. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
17. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
18. Ajarkan teknik non
farmakoolgis untuk
mengurangi nyeri.

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Gangguan Mobilitas Fisik Tujuan : Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi


Berhubungan Dengan Tindakan keperawatan Observasi :
Penurunan Kekuatan Otot selama 1 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
mobilitas fisik meningkat atau keluhan fisik lainnya.
dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi.
Kriteria Hasil : 3. Monitor kondisi umum
 Pergerakan ekstermitas selama melakukan
meningkat. ambulasi.
 Kekuatan otot
meningkat. Terapeutik :
 Rentang Gerak (ROM) 4. Fasilitasi aktivitas ambulasi
meningkat. dengan alat bantu (mis.
 Gerakan terbatas tongkat, kruk).
menurun. 5. Fasilitasi melakukan
 Kaku sendi menurun. mobilisasi fisik, jika perlu.
 Kelemahan fisik 6. Libatkan keluarga untuk
menurun. membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi.

Edukasi :
7. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi.
8. Anjurkan melakukan
ambulasi dini.
9. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dan tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi.
Daftar pustaka

Ray G, Sandean DP, Tall MA. Tenosynovitis. StatPearls Publishing; 2020.

Adams JE, Habbu R. Tendinopathies of the Hand and Wrist. JAAOS - Journal of the
American Academy of Orthopaedic Surgeons 2015;23:741–50.
https://doi.org/10.5435/JAAOS-D-14-00216.

Rogier C, Hayer S, van der Helm-van Mil A. Not only synovitis but also tenosynovitis
needs to be considered: why it is time to update textbook images of rheumatoid arthritis.
Ann Rheum Dis 2020;79:546–7. https://doi.org/10.1136/annrheumdis-2019-216350.

Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes Classification


(NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.
Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 2 Edisi 6.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai