Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. SRI DENGAN DIAGNOSA MEDIS PLASENTA AKRETA


DI RUANG CEMPAKA RSUD Dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
Dinda Anjelinae. S
NIM : 2019.C.11a.1005

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dinda Anjelinae. S
NIM : 2019.C.11a.1005
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul :“ Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.
Sri Dengan Diagnosa Medis Plasenta Akreta Di Ruang
Cempaka RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Elin Ria Resty, S.Kep.,Ners Lidya Amiani, S.Kep.,Ns

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny. Sri Dengan Diagnosa Medis Plasenta Akreta Di Ruang Cempaka
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun
guna melengkapi tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners selaku penanggungjawab mata kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK).
4. Ibu Elin Ria Resty, S.Kep.,Ners selaku Pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Ibu Lidya Amiani, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 11 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ....................................................................................................


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Konsep Dasar SC (Seksio Cesarea) ...........................................................1
1.2 Konsep Dasar Plasenta Akreta ................................................................ 11
1.2.1 Definisi ...........................................................................................11
1.2.2 Etiologi ...........................................................................................11
1.2.3 Klasifikasi .......................................................................................12
1.2.4 Patofisiologi (WOC).......................................................................12
1.2.5 Manifestasi Klinis...........................................................................15
1.2.6 Komplikasi .....................................................................................15
1.2.7 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................16
1.2.8 Penatalaksanaan Medis...................................................................16
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ...............................................................19
1.3.1 Pengkajian Keperawatan ................................................................19
1.3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................22
1.3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................23
1.3.4 Implementasi Keperawatan ............................................................30
1.3.5 Evaluasi Keperawatan ....................................................................30
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................31

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................46


LAMPIRAN.................................................................................................................47

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Konsep Dasar SC (Seksio Cesarea)


1.1.1 Pengertian
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2012). Sectio
Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatann pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina (Mochtar, 1998 dalam
Siti, dkk 2013)
1.1.2 Etiologi
• Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul), ada
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul,
Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II,
komplikasi kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM). Gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
• Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
1.1.3 Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan
normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus diilakukan tindakan
Sectiocaesarea, bahkan sekarang Sectiocaesarea menjadi salah satu pilihan
persalinan (Sugeng, 2010).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yyang menyebabkan
bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture
sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-
eklamsi, distokksia service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectiocaesarea (SC).

1
Setiap operasi sectio caesarea anestesi spinal lebih banyak dipakai
dikarenakan lebih aman untuk janin. Tindakan anestesi yang diberikan dapat
mempengaruhi tonus otot pada kandung kemih sehingga mengalami penurunan
yang menyebabkan gangguan eliminasi urin.
Sayatan pada perut dan rahim akan menimbulkan trauma jaringan dan
terputusnya inkontinensia jaringan, pembuluh darah, dan saraf disekitar daerah
insisi. Hal tersebut merangsang keluarnya histamin dan prostaglandin. histamin
dan prostaglandin ini akan menyebabkan nyeri pada daerah insisi. Rangsangan
nyeri yang dirasakan dapat menyebabkan munculnya masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik. Selanjutnya hambatan mobilisasi fisik yang dialami oleh
ibu nifas dapat menimbulkan masalah keperawatan defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Setelah
semua proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah
resiko infeksi.

2
POST SC
WOC

B1 B2 B3 B4 B5 B6
(Breathing) (Blood) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)

Luka post SC
Peningkatan Kontraksi Uterus Luka Post Operasi Peningkatan
Post
Sekresi Mukosa Asam
Anestesi
Jaringan terbuka Nyeri saat
Penururunan reflex Atonia aliran beraktivitas
Terputusnya Penurunan kerja Mual muntah
Batuk darah uteri kontinuitas jaringam PONS
Perawatan
Kurang Kelemahan
Akumulasi sekret Kontraksi Penurunan Anoreksia otot
Merangsang
berlebihan peristaltik usus
area sensorik
Invasi bakteri

MK : Jalan Nafas Intake Menurun MK:


Pendarahan Gangguan rasa
Tidak Efektif MK : Intoleransi
Meningkat nyaman Konstipasi Aktivitas
MK : Resiko MK : Nutrisi
Infeksi Kurang dari
MK: Resiko MK : Nyeri
tubuh
Syok Hipolemix Akut

3
1.1.4 Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis
Sectio Caesarea menurut Dongoes 2010 yaitu :
1) Nyeri akibat ada luka pembedahan
2) Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3) Fundus uterus terletak di umbilicus
4) Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
5) Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
6) Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7) Biasanya terpasang kateter urinarius
8) Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9) Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10) Bonding attachment pada anak yang baru lahir
1.1.5 Resiko kelahiran Sectio Caesarea
Melahirkan dengan cara Sectiocaesarea sudah populer. Namun demikian,
secara obyektif kita perlu menimbang untung dan ruginya adapun resiko Sectio
caesarea adalah :
1. Resiko jangka pendek
a. Terjadi infeksi
Infeksi luka akibat persalinan Sectio caesarea beda dengan luka
persalinan normal. Luka persalinan normal sedikit dan mudah terlihat,
sedangkan luka Cesar lebih besar dan berlapis-lapis. Ada sekitar 7 lapisan
mulai dari kulit perut sampai dinding Rahim, yang setelah operasi selesai,
masing-masing lapisan dijahit tersendiri. Jadi bisa ada 3 sampai 5 lapis
jahitan. Apabila penyembuhan tidak sempurna, kuman akan lebih mudah
menginfeksi sehingga luka menjadi lebih parah. Bukan tidak mungkin
dilakukan penjahitan ulang.
Kesterilan yang tidak terjaga akan mengundang bakteri penyebab
infeksi. Apabila infeksi ini tak tertangani, besar kemungkinan akan
menjalar ke organ tubuh lain, bahkan organ- organ penting seperti otak,
hati dan sebagainya bisa terkena infeksi yang berakibat kematian.

4
Disamping itu infeksi juga dapat terjadi pada Rahim. Infeksi Rahim terjadi
jika ibu sudah kena infeksi sebelumnya, misalnya mengalami pecah
ketuban. Ketika dilakukan operasi, Rahim pun terinfeksi. Apa lagi jika
antibiotiik yang digunakan dalam operasi tidak cukup kuat. Infeksi bisa
dihindari dengan selalu memberikan informasi yang akurat kepada dokter
sebelum keputusan tindakan cesar diambil.
b. Kemungkinan terjadi keloid
Keloid atau jaringan parut muncul pada organ tertentu karena
pertumbuhan berlebihan. Sel-sel pembentuk organ tersebut. Ukuran sel
meningkat dan terjadilah tonjolan jaringan parut. Perempuan yang punya
kecenderungan keloid tiap mengalami luka niscaya mengalami keloid pada
sayatan bekas operasinya. Keloid hanya terjadi pada wanita yang memiliki
jenis penyakit tertentu.
Cara mengatasinya adalah dengan memberikan informasi tentang
segala penyakit yang ibu derita sebelum kepastian tindakan Sectio
caesarea dilakukan. Jika memang harus menjalani Sectio caesarea padahal
ibu punya potensi penyakit demikian tentu dokter akan memiliki jalan
keluar, misalnya diberikan obat-obatan tertentu melalui infus atau
langsung diminum sebelum atau sesudah Sectiocaesarea.
c. Perdarahan berlebihan
Resiko lainnya adalah perdarahan. Memang perdarahan tak
bisa dihindari dalam proses persalinan. Misalnya plasenta lengket
tak mau lepas. Bukan tak mungkin setelah plasenta terlepas akan
menyebabkan perdarahan. Darah yang hilang lewat Sectiocaesarea
sebih sedikit dibandingkan lewat persalinan normal. Namun
dengan tekhnik pembedahan dewasa ini perdarahan bisa ditekan
sedemikian rupa sehingga sangat minim sekali.
Darah yang keluar saat Sectiocaesarea adalah darah yang
memang semestinya keluar dalam persalinan normal. Keracunan
darah pada Sectiocaesarea dapat terjadi karena sebelumnya ibu
sudah mengalami infeksi. Ibu yang di awal kahamilan mengalami
infeksi Rahim bagian bawah, berarti air ketubannya sudah
mengandung kuman. Apabila ketuban pecah dan didiamkan,

5
kuman akan aktif sehingga vagina berbau busuk karena bernanah.
Selanjutnya, kuman masuk ke pembuluh darah sehingga operasi
berlangsung, dan menyebar ke seluruh tubuh.
2. Resiko jangka panjang
Resiko jangka panjang dari Setiocaesarea adalah pembatasan kehamilan.
Dulu, perempuan yang pernah menjalani Setiocaesarea hanya boleh
melahirkan 3 kali. Kini, dengan tekhnik operasi yang lebih baik, ibu memang
boleh melahirkan lebih dari itu, bahkan sampai 4 kali. Akan tetapi tentu bagi
keluarga zaman sekarang pembatasan itu tidak terlalu bermasalah karena
setiap keluarga memang dituntut membatasi jumlah kelahiran sesuai progam
KB nasional. (Indiarti dan Wahyudi, 2014).
1.1.6 Klasifikasi operasi Section Caesarea
Menurut Wiknjosastro (2007), sectio caesarea dapat diklasifikasikan
menajdi 3 jenis, yaitu
a. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Merupakan jenis pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan cara
menginsisi di segmen bagian bawah uterus. Beberapa keuntungan
menggunakan jenis pembedahan ini, yaitu perdarahan luka insisi yang tidak
banyak , bahaya peritonitis yang tidak besar, parut pada uterus umumnya kuat
sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar karena dalam masa
nifas ibu pada segmen bagian bawah uterus tidak banyak mengalami kontraksi
seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesarea klasik atau sectio caesarea corporal
Merupakan tindakan pembedahan dengan pembuatan insisi pada bagian
tengah dari korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas
plika vasio uterine. Tujuan insisi ini dibuat hanya jika ada halangan untuk
melakukan proses sectio caesarea Transperitonealis profunda, misal karena
uterus melekat dengan kuat pada dinding perut karena riwayat persalinan
sectio caesarea sebelumnya, insisi di segmen bawah uterus mengandung
bahaya dari perdarahan banyak yang berhubungan dengan letaknya plasenta
pada kondisi plasenta previa. Kerugian dari jenis pembedahan ini adalah lebih
besarnya resiko peritonitis dan 4 kali lebih bahaya ruptur uteri pada kehamilan
selanjutnya.

6
c. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Insisi pada dinding dan fasia abdomen dan musculus rectus dipisahkan
secara tumpul. Vesika urinaria diretraksi ke bawah sedangkan lipatan
peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus.
Jenis pembedahan ini dilakukan untuk mengurangi bahaya dari infeksi
puerpureal, namun dengan adanya kemajuan pengobatan terhadap infeksi,
pembedahan sectio caesarea ini tidak banyak lagi dilakukan karena sulit dalam
melakukan pembedahannya.
1.1.7 Indikasi Sectio Caesarea
a. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, pramiparatua disertai ada
kelainan letak, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul), sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan pannggul, plasenta
previa terutama pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi
kehamilan yaitu preeklamsia-eklamsia, atas permintaan, kehamilan yang
disertai penyakit (jantung-DM), gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum
atau forceps ekstraksi (Jitowiyono, 2010).
1.1.8 Kontraindikasi Sectio Sesarea
Sectio sesarea tidak boleh dikerjakan kalau ada keadaan berikut ini :
1) Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaan ini tidak ada alasan untuk
melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2) Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk caesarea
extraperitoneal tidak tersedia.
1.1.9 Risiko bedah Sectio Caesarea
Resiko atau efek samping melahirkan Sectio Caesarea mencangkup :
1) Masalah yang muncul akibat bius yang digunakan dalam pembedahan dan
obat-obatan penghilang nyeri sesudah bedah Setiocaesarea.
2) Peningkatan insidensi infeksi dan kebutuhan akan antibiotic.

7
3) Perdarahan yang lebih berat dan peningkatan resiko perdarahan yang dapat
menimbulkan anemia atau mmemerlukan tranfusi darah.
4) Rawat inap yang lebih lama, yang meningkatkan biaya persalinan.
5) Nyeri pascabedah yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan
dan membuat sulit merawat diri sendiri, merawat bayi, ataupun kakak-
kakaknya.
6) Resiko timbulnya masalah dari jaringan parut atau perlekatan diidalam perut.
7) Kemungkinan cederanya organ-organ lain (usus besar atau kandung kemih)
dan resiko pembentukan bekuan darah dikaki dan daerah panggul.
8) Peningkatan resiko masalah pernapasan dan temperatur untuk bayi baru lahir.
9) Tingkat kemandulan yang lebih tinggi disbanding pada wanita dengan
melahirkan lewat vagina.
10) Peningkatan resiko plasenta previa atau plasenta yang tertahan pada kehamilan
berikutnya.
11) Peningkatan kemungkinan harus dilakukannya bedahh Caesar pada kehamilan
berikut. (Penny, dkk 2008).
1.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah
komplikasi pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok
perdarahan, obstruksi usus, gangguan pembekuan darah, dan cedera organ
abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih, pembuluh darah. Pada Sectio
Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada kasus dengan
ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii
(Anggi, 2011).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu
infeksi jahitan pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor,
seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan
infeksi misalnya, abses tuboofaria, apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus,
gula darah tidak terkontrol, kondisi imunokompromised misalnya, infeksi HIV,
Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi kortikosteroid jangka panjang, gizi
buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi dan atau alat tidak terjaga,

8
alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten terhadap
antibiotic.
Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam minggu
pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa
juga sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan
bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut
dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus
dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dari cairan luka tersebut. (Valleria,
2012).
1.1.11 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin/Hematokrit
6. Golongan Darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
10. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku Aplikasi
Nanda 2015).
1.1.12 Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea
Perawatan post Sectio Caesarea menurut Rasjidi (2009) yaitu :
a. Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau
dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri untuk
memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pemberian Cairan Intravena
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan
yang tersembunyi didalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan
perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah daripada sebenarnya. Cairan
intravena yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien yaitu larutan

9
Ringer Laktat atau larutan Kristaloid ditambah Dektrosa 5%. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
c. Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah
jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah
didapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu Tekanan
darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri, Suhu tubuh.
d. Analgesik
Pemberian analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesik dapat berupa
Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfin sulfat 10- 15mg
intramuskuler.
e. Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah
operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang
lebih 8 jam stelah operasi, atau jika klien tidak mengalami komplikasi.
f. Pemeriksaan laboratorium
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari stelah pembedahan.
Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang
banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah ke
hipovolemik.
g. Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan bebat untuk menopang
payudara yang bisa mengurangi rasa nyeri pada payudara.
h. Pencegahan infeksi pasca operasi
Infeksi panggul pasca operasi merupakan penyebab tersering dari demam
dan tetap terjadi pada 20% wanita walaupun telah diberikan antibiotik
profilaksis. Sejumlah uji klinis acak telah membuktikan bahwa antibiotik dosis
tunggal dapat diberikan saat Sectio Caesarea untuk menrunkan angka infeksi.
i. Mobilisasi

10
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubahmenjadi posisi setengah duduk.
Selanjutnya dengan berturrut-turut selama hari demi hari pasien dianjurkan
belajar uduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri
pada hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi sectio caesarea.
j. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, meghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih.

1.2 Konsep Dasar Plasenta Akreta


1.2.1 Definisi
Plasenta akreta adalah tertahanya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo,2007). Plasenta akreta
adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium (menembus desidua basalis). Plasenta akreta adalah plasenta yang
melekat secara abnormal pada uterus, dimana villi korionik berhubungan langsung
dengan miometrium tanpa desidua diantaranya. Desidua endometrium merupakan
barier atau sawar untuk mencegah invasi villi plasenta ke miometrium uterus.
Pada plasenta akreta, tidak terdapat desidua basalis atau perkembangan tidak
sempurna dari lapisan fibrinoid.

1.2.2 Etiologi
Plasenta akreta berkaitan dengan tingginya kadar alpha-fetoprotein dan
ketidaknormalan kondisi di dalam lapisan rahim. Meskipun begitu, penyebab pasti
plasenta akreta belum diketahui secara pasti.Sebenarnya risiko seorang wanita
terkena plasenta akreta bisa terus meningkat tiap kali dirinya hamil, terlebih lagi
jika berusia di atas 35 tahun. Selain itu, kasus plasenta akreta juga banyak
ditemukan pada wanita yang sebelumnya melakukan operasi rahim, termasuk
operasi caesar. Selain kondisi di atas, risiko untuk terkena plasenta akreta juga

11
tinggi apabila seorang wanita:
a. Memiliki posisi plasenta pada bagian bawah rahim ketika hamil.
b. Menderita plasenta previa (plasenta menutupi sebagian atau seluruh dinding
rahim).
c. Menderita fibroid rahim submukosa (rahim tumbuh menonjol ke dalam
rongga rahim).
d. Memiliki jaringan parut atau kelainan pada endometrium (dinding rahim
bagian dalam).
e. Hamil melalui prosedur bayi tabung

1.2.3 Klasifikasi
Seberapa parah plasenta akreta adalah tergantung pada seberapa dalam vili
korionik telah ditembus (McCulloch, 2015). Kondisi ini dapat ditemukan
sebagai(Strigth, 2004):
1. Plasenta akreta, yaitu kondisi ketika plasenta tumbuh terlalu dalam pada
dinding rahim.
2. Plasenta inkreta, yaitu kondisi ketika plasenta tumbuh hingga mencapai otot
rahim.
3. Plasenta perkreta, yaitu kondisi ketika plasenta tumbuh hingga menembus
seluruh dinding rahim dan melekat pada organ lain, seperti kandung kemih.
Plasenta akreta dapat dibagi lagi mnjadi plasenta akreta total ( jika seluruh
permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim.), plasenta akreta parsialn
(jika hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan
dinding rahim dari biasa), dan plasenta akreta fokal yang berdasarkan jumlah
jaringan plasenta yang terlibat dalam invasi ke miometrium.

1.2.4 Patofisiologi (WOC)


Plasenta akreta diketahui terjadi karena tidak terdapat lapisan spongiosa
dari desidua. Benurschke dan Kaufmann menjelaskan bahwa kondisi ini adalah
konsekuensi dari kegagalan rekonstruksi endometrium atau desidua basalis setelah
proses penyembuhan luka insisi SC. Secara histologis biasanya tampak sebagai
gambaran trofoblas yang menginvasi miometrium tanpa keterlibatan desidua. Hal

12
ini menjadi masalah saat proses persalinan dimana plasenta tidak akan terlepas
dan akan terjadi perdarahan masif.

13
WOC

14
1.2.5 Manifestasi Klinis
Pada kala III persalinan, plasenta belum lepas setelah 30 menit dan
perdarahan banyak. Plasenta akreta dapat menimbulkan terjadinya perdarahan
obsterik yang masif, sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti
dissaminated intravascular coagulopathy (DIC) yakni suatu kelaina yang jarang
terjadi dan pada DIC terjadi pembentukan bekuan darah yang sangat banyak dan
dapat terjadi perdarahan di seluruh tubuh yang kemudian bisa menyebabkan
terjadinya syok, kegagalan organ dan kematian. Memerlukan tindakan
histerektomi, cedera operasi pada ureter, kandung kemih, dan organ visera
lainnya, adult respiratory distress syndrome, gagal ginjal, hingga kematian.
Jumlah darah yang hilang saat persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-
rata 3000 – 5000 ml. Dibeberapa senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama
dilakukannya histerektomi cesarian.

1.2.6 Komplikasi
Komplikasi plasenta akreta banyak dan mencakup kerusakan pada
organorgan lokal, perdarahan pasca operasi, emboli air ketuban, DIC, transfusi
darah, sindrom gangguan pernapasan akut, tromboemboli pasca operasi,
morbiditas karena infeksi, kegagalan multi sistem organ, dan kematian. Selain itu,
komplikasi yang bisa terjadi akibat plasenta akreta seperti keguguran dan
kelahiran prematur. Terlebih lagi jika pendarahan yang dialami terlihat parah,
dissaminated intravascular coagulopathy memerlukan tindakan histerektomi,
cedera operasi pada ureter, kandung kemih, dan organ visera lainnya, adult
respiratory distress syndrome, gagal ginjal, hingga kematian. Jumlah darah yang
hilang saat persalinan pada wanita dengan plasenta akreta rata-rata 3000– 5000ml.
Dibeberapa senter, plasenta akreta menjadi penyebab utama dilakukannya
histerektomi cesarian.
Komplikasi dari plasenta akreta seperti emboli paru atau tersumbatnya arteri
paru-paru oleh gumpanan darah, infeksi, dan masalah pada kehamilan berikutnya
(meliputi plasenta akreta yang kambuh, kelahiran prematur, dan keguguran) juga
bisa terjadi apabila masih ada bagian plasenta yang melekat di dinding rahim.
Komplikasi genital, saluran kemih yang umum dan termasuk cystotomy pada

15
sekitar 15% kasus dan cidera ureter sekitar 2% kasus. Oleh karena itu diagnosis
prenatal yang akurat sangat penting untuk meminimalkan risiko ini.

1.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan umum untuk mengecek plasenta akreta meliputi tes
pencitraan, seperti ultrasonografi (USG) atau magnetic resonance imaging (MRI),
dan tes darah untuk memeriksa alfa-fetoprotein tingkat tinggi.

1.2.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan keparawatan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Mengindentifikasi plasenta akreta pada klien .petugas harus waspasa terhadap
status risiki klien.
2. Membantu dengan terapi dan intervensi yang cepat. Untuk itu siapkan D&C
(dilatasi dan Kuretasi )atau histerektomi.
3. Memberi dukungan fisik dan emosional
Plasenta akreta idealnya diterapi dengan histerektomi total perabdominal.
Sebagai tambahan, sebagai konsensus universal beranggapan bahwa plasenta
sebaiknya dibiarkan pada tempatnya, usaha untuk melepaskan plasenta sering
mengakibatkan perdarahan masif. Akan tetapi, dokter harus menyadari bahwa
plasenta akreta yang bersifat fokal dapat terjadi dan tidak membutuhkan terapi
yang agresif. Operasi plasenta akreta lebih baik dilakukan secara elektif dengan
persiapan yang baik dibandingkan dengan operasi darurat. Terminasi kehamilan
direncanakan pada usia kehamilan 36-37 minggu, setalah dilakukan pemeriksaan
kematangan paru dengan amniosintesis.
Jika amniosintesis gagal menunjukkan paru-paru telah matang, jika pasien
stabil bisa dilakukan persalinan pada usia kehamilan 38 minggu, atau lebih cepat,
jika pasien perdarahan atau sudah dalam proses persalinan. Penelitian yang
membandingkan histerektomi peripartum yang emergensi dan elektif menemukan
bahwa wanita dengan histerektomi emergensi memiliki angka perdarahan
intraoperatif yang lebih tinggi, yang menyebabkan terjadinya hipotensi
intraoperatif, dan lebih membutuhkan transfusi dibandingkan wanita yang
melakukan histerektomi obstetrik elektif. Pencegahan komplikasi idealnya

16
membutuhkan pendekatan multi disipliner. Pasien sebaiknya dikonsul sebelum
operasi dan disediakan darah untuk persiapan transfusi.
Walaupun persalinan yang direncanakan merupakan pilihan terbaik,namun
harus dibuat perencanaan akan kemungkinana adanya persalinan emergensi jika
dibutuhkan. Hal yang penting bahwa persalinan dilakukan oleh dokter kandungan
yang berpengalaman dengan spesialis bedah lainnya seperti urolog, dan spesialis
onkologi ginekologi jika tersedia. Penting untuk meminimalkan jumlah
perdarahan dan yakin bahwa perdarahan yang terjadi diganti secara benar dan
adekuat karena perdarahan yang terjadi sering dalam jumlah yang banyak,
penggantian dengan packed red blood cells, beresiko menimbulkan disseminated
intravascular coagulopathy. Oleh karenanya faktor koagulasi harus diberikan
secara adekuat dan cepat. Transfusi darah segar dan penggunaan sel darah yang
disimpan sebelumnya dapat mengurangi kebutuhan transfusi dengan
menggunakan donor lainnya. Beberapa senter melakukan hemodilusi
normovolemik akut untuk mengurangi kebutuhan darah. Anastesi regional
menunjukkan lebih aman didalammanajemen plasenta akreta. Oklusi balon kateter
dan embolisasi oklusi balon kateter atau embolisasi pembuluh darah pelvik
menurunkan aliran darah ke rahim dan berpotensi mengurangi perdarahan dan
memungkinkan melakukan operasi lebih mudah, lebih terkontrol, dan mengurangi
perdarahan masif. Dua cara yang berbeda telah dideskripsikan.
Cara pertama, preoperatif dilakukan pemasangan balon kateter untuk
menyumbat arteri iliaka interna.Kateter ini diinflasi setelah bayi lahir, dan
dikontrol selama opersi berlangsung dan dideflasikan setelah operasi selesai. Cara
lainnya kateter dengan atau tanpa balon diletakkan preoperasi pada arteri iliaka
interna, dan embolisasi pembuluh darah dilakukan setelah bayi lahir dan sebelum
dilakukannya histerektomi.
a. Penanganan tanpa Histerektomi
Histerektomi menyebabkan hilangnya fertilitas seseorang, dan
dihubungkan dengan morbiditas dan kemungkinan mortalitas, termasuk cedera
operasi, menyebabkan distorsi jaringan dan terkadang membutuhkan transfusi
darah. Untuk meminimalkan komplikasi ini dan menjaga fertilitas seseorang,
saat ini beberapa orang lebih senang untuk mempertahankan unterus dan

17
mencegah histerektomi. Umumnya pada kasus ini, plasenta dibiarkan in situ
dan tidak diambil pada saat dilepas. Prosedur tambahan meliputi embolisasi
pembuluh darah iliaka interna. Terapi dengan methotreksat, reseksi segmen
uterus yang terlibat, penggunaan jahitan kompresi uterus, dan penjahitan
plasental bed . Wanita yang akan memilih penanganan konservatif harus
diberi penjelasan secara intensif bahwa hasil akhirnya tidak dapat diprediksi
dan memiliki resiko komplikasi yang cukup tinggi termasuk kematian. Hal ini
memungkinkan dimasa mendatang penanganan konservatif memegang
peranan penting didalam penanganan plasenta akreta. Akan tetapi, pada saat
ini pilihan ini tidak direkomendasikan sebagai terapi utama.
b. Terapi Methotreksat
Methotreksat, antagonis folat, telah direkomendasikan untuk penanganan
plasenta akreta. Methotreksat bekerja terutama dalam memcegah secara cepat
dalam pembelahan sel dan efektif mencegah proliferasi trofoblas. Akan tetapi
pada saat ini beberapa berpendapat bahwa setelah bayi lahir, plasenta tidak
lagi membelah dan pemberian methotreksat tidak berguna.
c. Invasi ke Kandung kemih
Kandung kemih merupakan organ ekstrauterin yang paling sering
terinvasipada plasenta perkreta. Invasi pada kandung kemih berhubungan
denganpeningkatan morbiditas. Washecka dan Behling melakukan
metaanalisis pada 54 kasus plasenta perkreta dengan invasi ke kandung kemih.
Mereka menemukan gejala hematuria sebelum persalinan hanya terjadi pada
17 kasus (31%). Walaupun sistoskopi telah dilakukan pada 12 pasien, tetapi
tidak membantu didalam menegakkan diagnosis. Dalam 33% kasus, diagnosis
telah ditegakkan prenatal dengan ultrasonografi atau MRI. Morbiditas
maternal sangat tinggi, dengan 39 komplikasi urologik. Meliputi laserasi
kandung kemih (26%), fistula traktus urinarius (13%), gross hematuria (9%),
ureteral transaction (6%),dan mengecilnya kapasitas kandung kemih (4%).
Parsial sistektomi dilakukanpada 24 kasus (44%). Dimana terjadi tiga
kematian ibu (5,6%) dan 14 kematian bayi (25,9%). Penanganan pasien
dengan invasi ke kandung kemih membutuhkan perencanaan perioperative
dan sebaiknya melibatkan ahli uroginekologik, urolog, dan onkolog

18
ginekologik. Sistoskopi preoperative dan penempatan stent ureter dapat
dijadikan alat untuk mengidentifikasi ureter, sehingga mengurangi resiko
kerusakan atau cedera ureter. Invasi pada kandung kemih kadang
membutuhkan reseksi kandung kemih dan terkadang uretere. Sistostomi
intensif dapat membantu untuk mengidentifikasi seberapa jauh invasi ke
kandung kemih dan lokasi dari ureter.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, serta data yang
dikumpulkan secara sistematis yang digunakan untuk menentukan status
kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilaksanakan secara komprehensif
terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Kozier et al, 2011).
Pengkajian keperawatan pada ibu post sectio caesarea menurut (Jitowiyono &
Kristiyanasari, 2012) yaitu :
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, perkerjaan, agama, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik.
b.Keluhan utama.
Pada pasien post sectio caesarea keluhan utama yang timbul yaitu nyeri pada
luka post operasi.
c. Riwayat persalinan sekarang
Pada pasien post sectio caesarea kaji riwayat persalinan yang dialami sekarang.
d.Riwayat menstruasi
Pada ibu, yang perlu ditanyakan adalah umur menarche, siklus haid, lama haid,
apakah ada keluhan saat haid, hari pertama haid yang terakhir.
e. Riwayat perkawinan
Yang perlu ditanyakan yaitu usia perkawinan, usia pertama kali kawin.
f. Riwayan kehamilan, persalinan dan nifas Untuk mendapatkan data kehamilan,
persalinan dan nifas yang perlu diketahui yaitu HPHT untuk menentukan
tafsiran partus (TP), berapa kali periksa saat hamil, apakah sudah imunisasi TT,

19
umur kehamilan saat persalinan, berat bada anak saat lahir, jenis kelamin,
keadaan anak saat lahir.
g.Riwayat penggunaan alat kontrasepsi Tanyakan pada ibu apakah menggunakan
alat kontrasepsi, alat kontrasepsi yang pernah digunakan, adakah keluhan saat
menggunakan saat menggunakan alat kontrasepsi, pengetahuan tentang alat
kontrasepsi.
h.Pola kebutuhan sehari-hari
1) Bernafas, pada pasien dengan post sectio caesarea tidak terjadi kesulitan
dalam menarik nafas maupun saat menghembuskan nafas.
2) Makan dan minum, pada pasien post sectio caesarea tanyakan berapa kali
makan sehari dan berapa banyak minum dalam satu hari.
3) Eliminasi, pada pasien post sectio caesarea pasien belum melakukan BAB,
sedangkan BAK menggunakan dower kateter yang tertampung di urine bag.
4) Istirahat dan tidur, pada pasien post section caesarea terjadinya gangguan
pada pola istirahat tidur, dikarenakan adanya nyeri pasca pembedahan.
5) Gerakan dan aktifitas, pada pasien post sectio caesarea terjadinya gangguan
gerakan dan aktifitas oleh karena pengaruh anastesi pasca pembedahan.
6) Kebersihan diri, pada pasien post sectio caesarea kebersihan diri dibantu
oleh perawat dikarenakan pasien belum bisa melakukannya secara mandiri.
7) Berpakian, pada pasien post sectio caesarea biasanya mengganti pakaian
dibantu oleh perawat.
8) Rasa nyaman, pada pasien post section caesarea akan mengalami
ketidaknyamanan yang dirasakan pasca melahirkan.
9) Konsep diri, pada pasien post sectio caesarea seorang ibu, merasa senang
atau minder dengan kehadiran anaknya, ibu akan berusaha merawat
anaknya.
10) Sosial, pada ibu sectio caesarea lebih banyak berinteraksi dengan perawat
dan tingkat ketergantungan ibu terhadap orang lain akan meningkat.
11) Belajar, kaji tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan post partum
terutama untuk ibu dengan sectio caesarea meliputi perawatan luka operasi,
perawatan panyudara, kebersihat vulva atau cara cebok yang benar, nutrisi,
KB, seksual, serta hal-hal yang yang perlu diperhatikan pasca pembedahan.

20
Disamping itu juga perlu ditanyakan tentang perawatan bayi seperti,
memandikan bayi, merawat tali pusat dan cara meneteki yang benar.
12) Data spiritual
Kaji kepercayaan ibu terhadap tuhan.
i. Data fokus pengkajian pada risiko infeksi
Dalam pengkajian ibu post sectio caesarea dengan risiko infeksi data fokus yang
dikaji yaitu mengkaji faktor penyebab mengapa pasien berisiko terjadinya suatu
infeksi. Menurut Tim Pokja SDKI (2016), faktor yang dapat menyebabkan
risiko infeksi adalah :
1) Efek prosedur invasive.
2) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
3) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer :
Kerusakan integritas kulit, ketuban lama, ketuban pecah sebelum waktunya.
4) Ketidak adekuatan pertahanan tubuh sekunder :
Penurunan hemoglobin, imununosupresi, supresi respon inflamasi.
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum ibu, suhu, tekanan darah, respirasi, nadi, tinggi badan, berat
badan, keadaan kulit.
2) Pemeriksaan kepala wajah : Konjuntiva dan sclera mata normal atau tidak.
3) Pemeriksaan leher : Ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid.
4) Pemeriksaan thorax : Ada tidaknya suara ronchi atau wheezing, bunyi
jantung.
5) Pemeriksaan buah dada : Bentuk simentris atau tidak, kebersihan,
pengeluaran (colostrum, ASI atau nanah), keadaan putting, ada tidaknya
tanda dimpling/ retraksi.
6) Pemeriksaan abdomen : Tinggi fundus uteri, bising usus kontraksi, terdapat
luka dan tanda- tanda infeksi disekitar luka operasi.
7) Pemeriksaan ekstremitas atas : Ada tidaknya oedema, suhu akral,
ekstremitas bawah : Ada tidaknya oedema, suhu akral, simetris atau tidak,
pemeriksaan refleks.
8) Genetalia : Menggunakan dower kateter.

21
9) Data penunjang Pemeriksaan darah lengkap seperti pemeriksaan hemoglobin
(Hb), Hematokrit (HCT), dan sel darah putih (WBC).

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (D.0077. Hal 172)
1.2.2.2 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan
jaringan(D.0129. Hal 282)
1.2.2.3 Resiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142) Hal.
304
1.2.2.4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot(D.0056. Hal
128 )
1.2.2.5 Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.(D.0039.
Hal 92)

22
1.2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri I.08238, hal


berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam 201)
diskontuinitas diharapkan nyeri dapat Observasi :
jaringan (D.0077.Hal terkontrol dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi
172) lokasi,karakteristik,durasi
1. Keluhan nyeri pasien
frekuensi,kualitas,intensitas
menurun.(5)
nyeri
2. Meringis pasien 2. Identifikasi skala nyeri
menurun.(5). 3. Identifikasi respon nyeri

3. Skala nyeri berkurang 0-3 secara non verbal


4. Identifikasi faktor yang
4. Kegelisahan pasien
memperberat dan
menurun.(5)
memperingan nyeri
5. Ketegangan otot pasien.(5) 5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Kesulitan tidur pasien
6. Identifikasi pengaruh budaya
menurun
terhadap respon nyeri
7. Kemampuan menuntaskan
7. Monitor keberhasilan terapi
aktivitas pasien meningkat. komplementer yang sudah
(5)
diberikan
8. TTV dalam batas normal 8. Monitor efek samping
penggunaan analgesic
Terapeutik :
1. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri

23
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan
penyebab,periode,dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesic
2. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan ( Perawatan luka I.14564,
kulit berhubungan keperawatan selama 1x8 jam Hal.328)
dengan kerusakan diharapkan keutuhan kulit
Observasi :
jaringan(D.0129 Hal meningkat dengan kriteria hasil :
282) 1. Monitor karakteristik luka
1. Suhu kulit membaik.(5)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
2. Sensasi kulit membaik.(5)
Terapeutik :
3. Tekstur kulit membaik.(5)
1. Lepaskan balutan dan plester
4. Nyeri menurun.(5)
secara perlahan
5. Kemerahan pada kulit
2. Cukur rambut disekitar daerah

24
menurun.(5) luka, jika perlu

6. Elastisitas kulit 3. Bersihkan dengan cairan


meningkat.(5) NaCl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan

4. Besihkan jaringan nekrotik

5. Berikan salep yang sesuai ke


kulit/lesi, jika perlu

6. Pasang balutan sesuai jenis


luka

7. Pertahankan teknik steril saat


melakukan perawatan luka

8. Ganti balutan sesuai jumlah


eksudat dan drainase

9. Jadwalkan perubahan posisi


setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien

10. Berikan diet dengan kalori


30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari

11. Berikan suplemen vitamin


dan mineral

12. Berikan terapi TENS


(stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu

Edukasi :

1. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi

25
2. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein

3. Ajarkan prosedur perawatan


luka secara mandiri

Kolaborasi :

1. Kolaborasi prosedur
debridement

2. Kolaborasi pemberian
antibiotik

3. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan ( Pencegahan Infeksi I.14539


berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 jam Hal.278)
efek prosedur invasif
diharapkan pasien mengetahui
(D.0142) Hal. 304 Observasi :
dan mencegah resiko infeksi
dengan kriteria hasil : 1. Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sitemik
1. Pasien mampu
mengidentifikasi resiko Terapeutik :

meningkat. (5) 1. Batasi jumlah pengunjung

2. Kemampuan melakukan 2. Berikan perawatan kulit pada


strategi kontrol resiko area edema
meningkat. (5)
3. Cuci tangan sebelum dan
3. Kemampuan pasien sesudah kontak dengan pasien
mengubah prilaku dan lingkungan pasien
meningkat. (5)
4. Pertahankan teknik aseptik
4. Kemampuan pasien pada pasien berisiko tinggi
menghindari faktor resiko
Edukasi :
meningkat. (5)
1. Jelaskan tanda dan gejala
5. Kemampuan mengenali

26
perubahan status kesehatan infeksi
meningkat.(5)
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar

3. Ajarkan etika batuk

4. Ajarkan cara memeriksa


kondisi luka atau luka operasi

5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan (Dukungan Mobilisasi I.05173,


berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 jam hal 30)
kelemahan diharapkan mobilisasi fisik
Observasi :
otot(D.0056. Hal meningkat dengan kriteria hasil :
128 ) 1. Identifikasi adanya nyeri atau
1. Kekuatan otot pasien cukup
keluhan fisik lainnya
meningkat.(5)
2. Identifikasi toleransi fisik
2. Rentang gerak pasien cukup
melakukan pergerakan
meningkat.(4)
3. Monitor frekuensi jantung dan
3. Nyeri menurun.(5)
tekanan darah sebelum
4. Kecemasan pasien menurun. memulai mobilisasi
(5)
4. Monitor kondisi umum
5. Kelemahan fisik menurun. selama melakukan mobilisasi
(5)
Terapeutik :

27
6. Gerakan terbatas pasien 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
menurun. (5) dengan alat bantu

7. Kekakuan sendi menurun. 2. Fasilitasi melakukan


(5) pergerakan, jika perlu

3. Libatkan keluarga untuk


membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan

Edukasi :

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi

2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi sederhana


yang harus dilakukan

6 Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan ( Manajemen syok hipovolemik


Hipovolemik keperawatan selama 1x8 jam I.02050. hal. 222)
berhubungan diharapkan Tingkat syok
Observasi :
dengan perdarahan menurun dengan kriteria hasil :
yang 1. Monitor status
1. Kekuatan nadi
berlebihan.(D.0039) kardiopulmonal
meningkat. (5)
2. Monitor status oksigenasi
2. Output urine meningkat.
(5) 3. Monitor status cairan

3. Tingkat kesadaran 4. Periksa tingkat kesadaran

meningkat. (5) dan respom pupil

4. Pucat pada wajah pasien 5. Periksa seluruh

menurun. (5) permukaan tubuh

28
5. Tekanan nadi membaik. terhadap adanya DOTS
(5)
Terapeutik :
6. Mean arterial pressure
1. Pertahankan jalan napas
membaik.(5)
paten
7. Frekuensi napas
2. Berikan oksigen untuk
membaik.(5)
mempertahankan
8. Frekuensi nadi membaik. saturnasi oksigen >94%
(5)
3. Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis,jika
perlu

4. Lakukan penekanan
langsung (direct pressure)
pada pendarahan
eksternal

5. Berikan posisi syok

6. Pasang jalur IV berukuran


besar

7. Pasang kateter urine


untuk dekompresi
lambung

8. Ambil sampel darah


untuk pemeriksaan darah
lengkap dean elektrolit

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 1-2
L pada orang dewasa

29
2. Kolaborasi pemberian
infus cairan kristaloid 20
mL/kgBB pada anak

3. Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika perlu

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari
intervensi antara lain mempertahankan daya tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, menatap hubungan klien
dengan lingkungan, implementasi tindakan kolaborasi (Setiadi, 2012).

1.2.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan


perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria
hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah & Walid, 2012).

30
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jl. Beliang no. 110 Telp. (0536) 3227707

FORMAT PENGKAJIAN POST PARTUM

Nama Mahasiswa :Dinda Anjelinae. S


Nim :2019.C.11a.1005
Tempat Ujian :-
Tanggal Pengkajian & Jam : 11 Oktober 2021

Pengumpulan data
a. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny. Sri
Tempat/Tgl lahir : 11 Maret 1990
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Pendidikan terkahir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Gol. Darah : -
Alamat : Jl. Meranti
Diagnosa Medis : Post SC a/i Plasenta Akreta
Penghasilan perbulan : -
Tanggal masuk RS : 02 Oktober 2021
Tanggal Pengkajian : 11 Oktober 2021
Nomor Medrek : -
b. IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. Ariani
Umur : 49 Tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Banjar/Indonesia
Pendidikan terakhir : SMP
Pekerjaan : Swasta
Gol. Darah : -
Alamat : Jl. Meranti
b. Status Kesehatan
a. Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada luka post SC
b. Riwayat Kesehatan sekarang : (PQRST)
Pada tanggal 02 Oktober 2021 pukul 07.43 WIB Ny. Sri diantar oleh suaminya Tn. Ariani ke
RSUD Doris Sylvanus dengan keluhan hamil lewat bulan dan perdarahan pervaginam agak
banyak. Pada tanggal 04 Oktober dilakukan prosedur SC, setelah itu pasien masuk ke ruang
Cempaka. Saat dilakukan pengkajian, pasien mengeluh nyeri pada bagian luka post SC, nyeri
pada bagian abdomen, dirasakan seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasa hanya di daerah luka
operasi, dengan skala nyeri 7 dan di rasakan saat bergerak atau berpindah posisi. Hasil
pemeriksaan awal kesadaran compos menthis, TTV : TD=120/80, N= 123x/menit,
31
RR=20x/menit, S= 37∘C, pasien tampak terpasang infus 2 line(jalur), ditangan sebelah kanan RL
30tpm, dan ditangan kiri terpasang infus Rl Drip Oxy 2 ampul.
c. Riwayat Kesehatan yang lalu
Pasien mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular/menurun
d. Riwayat Kesehatan keluarga : Hipertensi dan hamil kembar.
Genogram 3 generasi :
Keterangan:
: Perempuan
: Laki – laki
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Garis
keturunan

e. Riwayat obstetric dan ginekologi


1. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Menstruasi :
- Menarche : 12 Tahun Lamanya haid : 2 hari
- Siklus : Tidak Teratur Banyaknya : 2-3x ganti pembalut/hari
- Sifat darah (warna, bau/gumpalan, dysmenorhoe) :-
- HPHT : -
- Taksiran persalinan : -
b. Riwayat Perkawinan : (suami dan isteri)
- Lamanya pernikahan : 6 Tahun
- Pernikahan yang ke : 1 (satu)
c. Riwayat Keluarga Berencana :
- Jenis kontrasepsi apa yang digunakan sebelum hamil: injeksi, pil
- Waktu dan lamanya penggunaan : 3 Tahun
- Apakah ada masalah dengan cara tersebut : tidak ada
- Jenis, kontrasepsi yang direncanakan setelah persalinan sekarang :-
- Berapa jumlah anak yang direncanakan oleh keluarga : -

2. Riwayat Obstetri
a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : G:5 P:4 A:0

Jenis Jenis Masalah


Tgl Umur Tempat/ Keadaan
No partu kelami BB
partus hamil Penolong Hamil Lahir Nifas Bayi Anak
s n
1 pre RS/Dokter P 2700
aterm
2 aterm RS/Bidan L 3000
3 aterm Rumah/DK P 3000
4 aterm PKM/Bidan L 4000
5 hamil
saat
ini

b. Riwayat Kehamilan sekarang :

32
- Keluhan waktu hamil :
TM 1 pasien mengalami mual muntah
TM 2 & 3 pasien mengalami perdarahan
- Imunisasi :-
- Penambahan BB selama hamil : -
- Pemerikasaan Kehamilan :Teratur/Tidak
- Tempat pemeriksaan dan hasil pemeriksaan : RS
c. Riwayat Persalinan sekarang :
- P5A0
- Tanggal melahirkan :4 Oktober 2021, Jam : -
- Jenis Persalinan : Sectio Caesarea (SC), Lamanya persalinan :-
- Penyulit Persalinan :-
- Pendarahan :-
- Jenis kelamin bayi :Perempuan ,BB :2800 gr, APGAR Score :7/8/9
3. Pemerikasaan Fisik
3.1. Ibu
i. Keadaan umum - Suhu 370C
BB sebelum hamil-kg - Nadi 80x/menit
- Pernapasan :20x/menit
- Tekanan Darah120/80mmHg
- BB : 63 Kg
- Tinggi badan : 164 Cm
- Kesadaran : compos menthis
- Turgor Kulit : baik
ii. Kepala - Warna rambut : hitam
- Keadaan : bersih
c. Muka - Oedema : tidak ada
- Cloasma gravidarum :tidak ada
d. Mulut - Mukosa mulut & bibir :bersih
- Keadaan gigi :normal
- Fungsi pengecapan :normal
- Keadaan mulut : bersih
- Fungsi menelan :normal
e. Mata - Konjunctiva: anemis
- Sklera : putih dan bersih
- Fungsi Pengelihatan:normal
f. Hidung - Pendarahan/Peradangan :tidak ada
- Keadaan/kebersihan : bersih
g. Telinga - Keadaan : bersih
- Fungsi pendengaran : baik
h. leher - Pembesaran kel. Tyroid : tidak ada
- Distensi Vena Jugularis: tidak ada
- Pemebesaran KGB : tidak ada
i. Daerah dada - Suara napas : vesikuler
- Jantung dan paru-paru - Bunyi jantung : s1 dan s2 normal
- Retraksi dada : tidak ada
- Payudara - Perubahan : ada
33
- Bentuk buah dada : bulat
- Hyperigmentasi areola : berubah warna
- Keadaan puting susu : kecoklatan
- Cairan yang keluar : putih
- Keadaan/Kebersihan : bersih
- Nyeri/Tegang : nyeri
- Skala nyeri : 2 (ringan)
j. Abdomen - Tinggi FU : 2 jari diatas pusat
- Kontraksi Uterus : ada dan teraba keras
- Konsistensi Uterus : lunak
- Posisi Uterus : 2 jari di atas pusat
- Diastasis RA :-
- Bising usus : 25x/menit
k. Genetalia Eksterna

Keluhan : - - Oedema : tidak ada

- Varises : tidak ada

- Pembesaran Kel Bartolin : tidak ada


- Pengeluaran/lochea :
Warna : merah
Jumlah : sedikit
Bau : amis
- Blas :-
l. Anus - Haemorhoid :tidak ada

m. Ekstermitas Atas & Bawah


- Refleks patela : bsik
- Varises :-
- Oedema :-
- Simetris :-
- Kram :-
3.2. Bayi
1. Keadaan umum : baik
2. Tanda-tanda vital : normal
3. Kepala : simetris
4. Dada : simetris
5. Abdomen : normal
6. Genetalia : normal
7. Anus : normal
8. Ekstremitas : normal
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Pola Nutrisi
- Frekuensi makan : 3x sehari
- Jenis makanan : nasi, lauk, sayuran, dan buah-buahan
- Makanan yang disukai : semua jenis makanan
- Makanan yang tidak disukai : tidak ada
- Makanan pantang / alergi : tidak ada

34
- Nafsu makan : baik
- Porsi makan : sedang
- Minum (jumlah dan jenis) : air putih, 8-10 gelas
b. Pola Eliminasi
1. Buang Air Besar (BAB)
- Frekuensi : 1x sehari
- Warna : kecoklatan
- Bau : : -
- Konsistensi : lembek
- Masalah / Keluhan : tidak ada
2. Buang Air Kecil (BAK)
- Frekuensi : 6x sehari
- Warna : jernih
- Bau : : amoniak
- Masalah / Keluhan : tidak ada
c. Pola tidur dan istirahat
- Waktu tidur : Pada malam hari dari pukul 09.00-05.00 WIB pada
siang hari dari pukul 12.00-04.00 WIB
- Lama tidur/hari : Malam hari 8 jam dan pada siang hari 4 jam
- Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
- Kebiasaan saat tidur : tidak ada
- Kesulitan dalam tidur : tidak ada
d. Pola aktivitas dan latihan
- Kegiatan dalam pekerjaan : Seperti menyapu,mencuci piring, dan
menjemur pakaian
- Olah raga : Pasien mengatakan sesudah melahirkan tidak
pernah olah raga
- Mobilisasi dini : -
- Kegiatan di waktu luang : Membaca buku,menonton tv
- Menyusui (posisi, cara, frekuensi)
e. Personel Hygiene
- Kulit : sawo matang
- Rambut : hitam lebat
- Mulut dan Gigi : bersih
- Pakaian : rapi
- Kuku : bersih
f. Ketergatungan fisik
- Merokok : -
- Minuman keras : -
- Obat-obatan : -
- Lain-lain : -
5. Aspek Psikososial dan Spiritual
a. Pola pikir dan persepsi
- Apakah ibu telah mengetahu cara memberi ASI dan memberi makanan tambahan pada
bayi :iya
- Apakah ibu merencanakan pemberiaan ASI pada bayinya :iya
- Jenis kelamin yang diharapkan :perempuan
35
- Siapa yang membantu merawat bayi dirumah : orang tua
- Apakah ibu telah mengetahui nutrisiibu menteteki :iya
- Apakah hamil ini diharapkan :iya
- Apakah ibu merencanakan untuk mengimunisasikan bayinya :iya
- Apakah ibu telah mengetahui cara memandikan dan merawat tali pusat : Pasien
mengatakan pasien sudah mengetahui cara merawat tali pusat dan memandikan bayi
b. Persepsi diri
- Hal yang amat dipikirkan saat ini : nyeri pada bagian luka post SC
- Harapan setelah menjalani perawatan : pasien berharap nyeri pada luka post SC
berkurang dan pasien mampu melakukan aktifitas seperti biasa.
- Perubahan yang dirasa setelah hamil : tidak ada
c. Konsep diri
- Body image : pasien mengatakan bahwa pasien bahagia dengan kehidupan nya
sekarang
- Peran : pasien anak kedua dari 2 bersaudara dan seorang istri, ibu
- Ideal diri : pasien adalah seorang yang ramah, pasien berharap dapat cepat pulang dan
mengurus anak dan suami nya
- Identitas diri : pasien lulusan SD dan sudah menikah
- Harga diri : pasien mengatakan pasien sangat berguna dan berarti
d. Hubungan/Komunikasi
- Bicara: jelas/relevan/mampu mengekpresikan/mampu mengerti orang lain :
- Bahasa utama : Indonesia
- Yang tinggal serumah : Suami
- Adat istiadat yang dianut :
- Yang memegang peranan penting dalam keluarga :Suami dan istri
- Motivasi dari suami : Suaminya selalu menyemangati pasien semoga cepat sembuh
- Apakah suami perokok : tidak
- Kesulitan dalam keluarga :tidak ada
e. Kebiasaan Seksual
- Gangguan hubungan seksual : tidak ada
- Pemahaman terhadap fungsi seksual post partum : -
f. Sistem nilai - kepercayaan
- Siapa dan apa sumber kekuatan : pasien mengatakan Tuhan
- Apakah Tuhan, agama, Kepercayaan penting untuk anda : pasien mengatakan penting
- Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam frekuensi) sebutkan : sholat
- Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan selama di Rumah Sakit, sebutkan : ..
membaca Al-quran
6. Pemerikasaan Penunjang
a. Darah
- HB : 7.2 – (g/dL) Golongan darah/Rh :-
- Gula darah :- Leukosit : 15.17 +(10^3/uL)
b. Urine
- Protein : - Sedimen :-
- Reduksi :-
c. Pemeriksaan tambahan
- Rontgent : -

36
I. PENGOBATAN
1. Injeksi Cefriaxone 2x1
2. Injeksi ketorolac 30mg/8 jam
3. Injeksi metronidazole 3x1
4. Injeksi ondansentrone 2x1
5. Injeksi vit. K 2x1
6. Injeksi Kalnex 3x1
7. Infus RL drip oxy 40cc/jam

Palangka Raya, 12 Oktober 2021


Mahasiswa

Dinda Anjelinae. S

37
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA
KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
OBYEKTIF
DS : luka post OP Nyeri akut berhubungan
pasien mengeluh nyeri pada
dengan Agen Pencedera
bagian luka post SC
terputusnya kontinuitas jaringan
- nyeri pada bagian abdomen, Fisik (D.0077. Hal 172)
- dirasakan seperti ditusuk-tusuk,
- nyeri dirasa hanya di daerah
luka operasi, merangsang area sensorik
- skala nyeri 7
- nyeri di rasakan saat bergerak
atau berpindah posisi. gangguan rasa nyaman

DO :
- pasien tampak meringis
- pasien tampak gelisah nyeri
- Hasil pemeriksaan awal
kesadaran compos menthis,
TTV : TD=120/80, N=
80x/menit, RR=20x/menit, S=
37∘C
DS :- kontraksi uterus Resiko Syok Hipovolemik
DO :
berhubungan dengan
-konjungtiva anemis
atonia aliran darah uteri
-HB : 7.2 – (g/dL perdarahan yang
-awal masuk pasien mengalami berlebihan.(D.0039)
perdarahan kontraksi berlebihan
-selama OP transfusi darah
sebanyak 2 kolf
-terpasang oksigen 4lpm perdarahan meningkat
- TTV selama OP
TD=120/80, N= 123x/menit,
RR=20x/menit, S= 37∘C
DS : Luka Post Partum SC Intoleransi aktivitas
pasien mengatakan nyeri dirasa
berhubungan dengan
hanya di daerah luka operasi, dan
Nyeri saat beraktivitas
di rasakan saat bergerak atau kelemahan otot(D.0056. Hal
berpindah posisi. 128 )
Kelemahan otot
DO :
-pasien tirah baring
-pasien tampak meringis jika
bergerak

38
PRIORITAS MASALAH

1. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan.(D.0039)


2. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik ditandai dengan nyeri pada bagian
luka post SC (D.0077. Hal 172)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri hanya di daerah luka operasi, dan di rasakan saat bergerak atau berpindah
posisi. (D.0056. Hal 128)

39
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. Sri

Ruang Rawat : Cempaka

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor status kardiopulmonal 1. Perubahan vital sign menunjukkan perubahan yang tidak
dengan perdarahan yang selama 2x8 jam diharapkan Tingkat syok 2. Monitor status oksigenasi adekuat
berlebihan.(D.0039) menurun dengan kriteria hasil : 2. mengidentifikasi keadaan perdarahan
3. Monitor status cairan
1. Kekuatan nadi meningkat. (5) 3. deteksi dini memungkinkan tindakan segera
2. Tingkat kesadaran meningkat. (5) 4. Periksa tingkat kesadaran dan respom pupil
3. Pucat pada wajah pasien menurun. 5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
4. Tekanan nadi membaik. (5)
6. Pertahankan jalan napas paten
5. Mean arterial pressure membaik.(5)
7. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturnasi oksigen
6. Frekuensi napas membaik.(5)
>94%
Frekuensi nadi membaik. (5)
8. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,jika perlu
9. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada
pendarahan eksternal
10. Berikan posisi syok
11. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dean
elektrolit
12. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
13.
7. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
Pencedera Fisik (D.0077. Hal 172) selama 2x8 jam diharapkan nyeri dapat 2. Identifikasi respon nyeri secara non verbal 2. Agar pasien mampu memonitor nyeri ketika nyeri tiba-tiba
terkontrol dengan kriteria hasil : muncul
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan 3. Agar pasien mampu mengurangi nyeri dengan tekhnik
1. Keluhan nyeri pasien menurun.(5)
relaksasi
40
2. Meringis pasien menurun.(5). nyeri 4. Agar dapat mengukur tingkat nyeri
3. Skala nyeri berkurang 0-3 5. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
4. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Kegelisahan pasien menurun.(5) meningkatkan kenyamanan.
5. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri 6. Agar pasien mengetahui tentang nyeri yang dialami pasien.
5. Ketegangan otot pasien.(5)
7. Kolaborasi dalam pemberian analgetik dalam mengurangi
6. Kemampuan menuntaskan aktivitas 6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
rasa nyeri pasien.
pasien meningkat. (5) 7. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
8. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
9. Ajarkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgesic
3.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 1. Mengidentifikasi kelemahan pada pasien
kelemahan otot(D.0056. Hal 128 ) 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi intoleransi aktivitas
selama 2x8 jam diharapkan mobilisasi fisik 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Supaya tidak terjadi cedera pada saat melakukan
meningkat dengan kriteria hasil : 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum mobilisasi
4. Mencegah terjadi nya cedeara yang dapat memperberat
1. Kekuatan otot pasien cukup memulai mobilisasi
mobilasasi
meningkat.(5) 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 5. Agar dapat dilakukan oleh keluarga dalam mengajar kan
mobilasasi pada pasien
2. Rentang gerak pasien cukup 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
6. Agar menambah pengetahuaan dan wawasan pasien
meningkat.(4) 4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
3. Nyeri menurun.(5) meningkatkan pergerakan
4. Kelemahan fisik menurun. (5) 4. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
5. Gerakan terbatas pasien menurun. (5) 5. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
6. Kekakuan sendi menurun. (5)

41
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
diagnosa 1 1. Memonitor status kardiopulmonal S:-
Rabu, 12 Oktober 2021 2. Memonitor status oksigenasi O:
jam 08.00-10.00 WIB 1. –konjungtiva masih anemis
4. Periksa tingkat kesadaran dan respom pupil
2. -HB awal : 7.2 – (g/dL
5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS HB post transfuse : 8,4 – (g/dL
6. Mempertahankan jalan napas paten 3. Masih terpasang oksigen 4lpm
7. Memberikan oksigen untuk mempertahankan saturnasi oksigen 8. Kolaborasi pemberian Obat (Injeksi Kalnex 3x1)

>94% 4. TTV : TD=120/80, N= 80x/menit, RR=20x/menit, S= 37∘C


A : masalah teratasi sebagian Dinda Anjelinae. S
8. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada pendarahan
P : lanjutkan intervensi 2,10
eksternal
9. Berikan posisi syok
10.Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dean
elektrolit
Diagnosa 2 1. Mengidentifikasi skala nyeri S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka post SC berkurang
2. Mengdentifikasi respon nyeri secara non verbal O:
3. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
1. -Meringis pasien tampak berkurang
4. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
2. -Pasien tampak lebih rileks
5. Mengajarkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa nyeri Dinda Anjelinae. S
3. -Skala nyeri awal :7(nyeri Berat)
Berkolaborasi pemberian analgesic (Injeksi ketorolac 30mg/8 jam) Setelah diberikan Tindakan: 4( nyeri sedang)

42
4. -Pasien tampak memonitor nyeri secara mandiri
5. -Pasien melakukan teknik napas dalam pada saat nyeri timbul
6. -Pasien tampak beristirahat pada saat nyeri timbul

A : Masalah teratasi sebagian

P : Melanjutkan Intervensi 3,5

Diagnosa 3 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya S :Pasien tampak sudah bisa melakukan aktivitas nya secara bertahap
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan O:
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
1. Pasien tampak mulai mampu mereng kanan dan mereng kiri
mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 2. Pasien tampak mampu untuk setengah duduk
5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu 3. Tekanan darah pasien tampak normal TD= 120/80 Dinda Anjelinae. S
6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
4. Kondisi pasien mulai membaik
pergerakan
7. Anjurkan melakukan mobilisasi dini 6. Pasien dan keluarga tampak memahami tujuan dari mobilisasi

8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan A : Masalah Teratasi sebagian

P : Intervensi Dilanjutkan 4,5

43
Hari/Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
diagnosa 1 1. Memonitor status oksigenasi S:-
Kamis, 13 Oktober 2021 2. Mempertahankan jalan napas paten O:
jam 08.00-10.00 WIB 1. –konjungtiva anemis berkurang
3. melakukan penekanan langsung (direct pressure) pada
2. -HB awal : 7.2 – (g/dL
pendarahan eksternal HB post transfuse : 8,4 – (g/dL
4. Berikan posisi syok 9. Kolaborasi pemberian obat (Injeksi Kalnex 3x1)
5. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dean 3. TTV : TD=120/80, N= 80x/menit, RR=20x/menit, S= 37∘C Dinda Anjelinae. S
elektrolit A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi 2,10

Diagnosa 2 1. Identifikasi skala nyeri S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian luka post SC hilang timbul
2. Identifikasi respon nyeri secara non verbal O:
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
-Meringis pasien tampak berkurang
4. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
-Pasien tampak lebih rileks
5. Mengajarkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgesic (Injeksi ketorolac 30mg/8 jam) -Skala nyeri awal :7(nyeri Berat) Dinda Anjelinae. S
44
Setelah diberikan Tindakan: 3( nyeri ringan)

-Pasien tampak memonitor nyeri secara mandiri

-Pasien melakukan teknik napas dalam pada saat nyeri timbul

-Pasien tampak beristirahat pada saat nyeri timbul

A : Masalah teratasi sebagian

P : Melanjutkan Intervensi 3,5

Diagnosa 3 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya S :Pasien tampak sudah bisa melakukan aktivitas nya secara bertahap
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan O:
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
1. Pasien tampak mulai mampu berlatih berjalan dan beraktivitas
mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi 2. Pasien tampak mampu untuk duduk
5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu 3. Tekanan darah pasien tampak normal TD= 120/80 Dinda Anjelinae. S
6. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
4. Kondisi pasien mulai membaik
pergerakan
7. meganjurkan melakukan mobilisasi dini 6. Pasien dan keluarga tampak memahami tujuan dari mobilisasi

8. mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan A : Masalah Teratasi sebagian

P : Intervensi Dilanjutkan 4,5

45
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Abdul Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal Dan Maternal.Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007

Aprina dan Anita. (2016). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Persalinan Sectio Caesarea . Jurnal Kesehatan, 8 (1), 90-99

Smeltzer, S, C., & Bare, B, G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC

46
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN

OLEH :

Dinda Anjelinae. S

2019.C.11a.1005

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021

47
LAMPIRAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN


MANAJEMEN NYERI NON FARMAKOLOGI
Topik
Manajemen Nyeri Non Farmakologi
Sasaran :
Pasien dan Keluarga
Tujuan
Tujuan Instruksional:
Setelah mendapatkan penyuluhan 1x30 menit, pasien dan keluarga mampu memahami dan
mampu menjelaskan tentang Manajemen Nyeri Non Farmakologis.
Tujuan Instruksi Khusus:
1. Menyebutkan pengertian Nyeri
2. Menyebutkan tujuan Manajemen Nyeri non farmakologi
3. Menyebutkan cara-cara sederhana mengatasi nyeri
4. Mendemontrasikan cara – cara mengatasi nyeri
Metode
1. Ceramah dan Tanya Jawab
Media
1. Leaflet
Waktu Pelaksanaan
1. Hari/tanggal : Selasa, 12 Oktober 2021
2. Pukul : 09.00 s/d selesai
3. Alokasi : 30 Menit
Kegiatan
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pendahuluan : 5 Menit • Menjawab salam
• Memberi salam dan memperkenalkan • Mendengarkan
diri • Menjawab pertanyaan
• Menjelaskan maksud dan tujuan
penyuluhan

48
• Melakukan evaluasi vadilasi
2 Penyajian : 15 Menit • Mendengarkan dengan
• Pengertian nyeri seksama
• Tujuan manajemen nyeri non • Mengajukan pertanyaan
farmakologi
• Cara – cara sederhana mengatasi nyeri
• Mendemontrasikan cara – cara
mengatasi nyeri
3 Evaluasi : 5 Menit • Menjawab
• Memberikan pertanyaan akhir dan • Mendemontrasi
evaluasi
4 Terminasi : 5 Menit • Mendengarkan
• menyimpulkan bersama-sama hasil • Menjawab salam
kegiatan penyuluhan
• menutup penyuluhan dan mengucapkan
salam

4.3.2 Tugas Pengorganisasian


1) Moderator : Dinda Anjelinae. S
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin sidang
(rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau pendiskusi masalah
Tugas:
1. Membuka acara penyuluhan.
2. Memperkenalkan diri.
3. Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalan diskusi
2) Penyaji : Dinda Anjelinae. S
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan memberitahukan kepada
moderator agar moderator dapat memberi arahan selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :

49
1. Menyampaikan materi penyuluhan.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
3. Mengucapkan salam penutup.
3) Fasilitator : Dinda Anjelinae. S
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami tujuan bersama
mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa
mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir.
4) Simulator : Dinda Anjelinae. S
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu peralatan kepada
audience.
Tugas :
1. Memperagakan macam-macam gerakan.
5) Dokumentator : Dinda Anjelinae. S
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang berkaitan
dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen pada saat kegiatan
berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan Somatitis.
6) Notulen : Dinda Anjelinae. S
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan, seminar, diskusi, atau
sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat
seperti mencatat hal-hal penting. Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
• Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
• Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan penyuluhan

50
TEMPAT
Setting Tempat :

Keterangan:

: Moderator
: Leader

: Klien

: Dokumentator

: Fasilitator

: Keluarga klien

A. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Peserta dan keluarga hadir di tempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan di ruang RS
3) Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
1) Peserta antusiasi terhadap materi penyuluhan
2) Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan
3) Peserta menjawab pertanyaan secara benar tentang materi penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
1. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Pengertian Nyeri”.
2. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Tujuan Manajemen Nyeri Non
Farmakologi”.

51
3. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Cara-cara Sederhana Mengatasi
Nyeri”.
4. Peserta sudah mengerti dan memahami tentang “Mendemonstrasikan Cara-cara
Mengatasi Nyeri”.

52
MATERI PENYULUHAN
a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenangkan yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh atau pun sering disebut dengan istilah destruktif dimana
jaringan rasanya seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut
dan mual (Potter, 2012).
b. Macam-Macam Nyeri
a. Nyeri Akut
Nyeri yang berlangsung hanya selama periode penyembuhan yang diharapkan
b. Nyeri Kronik
Berlangsung selama proses penyembuhan dan biasanya dalam periode 6 bulan
c. Perbedaan Nyeri Akut dengan Nyeri Kronik

NYERI AKUT NYERI KRONIK

Ringan sampai berat Ringan sampai berat


Respon sistem syaraf Symphatic: Respon sistem syaraf
✓ Nadi meningkat Parasymphatic:
✓ Pernafasan meningkat ✓ Tanda-tanda vital normal
✓ Peningkatan tekanan darah ✓ Kulit kering, hangat
✓ Diaphoresis ✓ Pupil normal atau dilatasi
✓ Dilatasi pupil
Berhubungan dengan luka Penyembuhan berlangsung lama
jaringan; hilang dengan
penyembuhan
Klien tampak gelisah dan cemas Klien tampak depresi dan menarik
diri
Klien melaporkan nyeri Klien sering tidak menyatakan
nyeri tanpa ditanya
Klien memperlihatkan perilaku Perilaku nyeri tidak ada
yang mengindikasikan nyeri:
menangis, menggaruk atau
memegang area

53
d. Rentang Dan Skala Intensitas Nyeri

Skala Intensitas Numerik (kunatitatif) Skala Ekpresi (kualitatif)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Skala Intensitas Deskriptif Sederhana

Tidak Ringan
Ada Hebat Sangat Paling
Hebat Hebat
Sedang

e. Tujuan manajemen nyeri Non Farmakologi


• Menangani nyeri akut atau kronis
• Memberikan rasa nyaman
• Mengurangi ketergantungan pasien pada obat-obatan penghilang rasa sakit.

f. Cara sederhana mengatasi nyeri


1) Distraksi (Pengalihan pada hal-hal lain sehingga lupa terhadap nyeri yang sedang
dirasakan)
Contoh :
• Membayangkan hal-hal yang indah
• Membaca buku, Koran sesuai yang di sukai
• Mendengarkan musik, radio, dan lain-lain
2) Relaksasi
Tiga hal penting dalam relaksasi adalah :
• Posisi yang tepat
• Pikiran tenang
• Lingkungan tenang
Teknik relaksasi:
• Menarik nafas dalam

54
• Keluarkan perlahan-lahan dan rasakan
• Nafas beberapa kali dengan irama yang normal
• Ulangi nafas dalam dengan konsentrasi pikiran
• Setelah rileks, nafas pelan
3) Stimulasi Kulit
Strategi penghilang nyeri tanpa obat yang sederhana, yaitu dengan menggosok kulit.
Masase adalah stimulasi kulit tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan
bahu. Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat relaksasi
otot.

55
MANAJEMEN NYERI NON
Pengertian Nyeri Tanda dan Gejala Nyeri
FARMAKOLOGI
Nyeri merupakan sensasi tidak
* SUARA
menyenangkan yang terjadi bila kita 1. Menangis
mengalami cedera atau kerusakan pada 2. Merintih

tubuh kita. Nyeri dapat terasa sakit, 3. menarik/ menghembuskan nafas


* EKSPRESI WAJAH
panas, gemetar, kesemutan seperti
1. Meringis
terbakar, tertusuk, atau ditikam. 2. menggigt lidah , mengatupkan
gigi
3. tertutup rapat/membuka mata
atau mulut
4. menggigit bibir

Oleh: * PERGERAKAN TUBUH


1. kegelisahan
Dinda Anjelinae. S 2. mondar-mandir
(2019.C.11a1016) 3. gerakan menggosok atau berirama
Tingkat 3A Pembagian Nyeri
4. bergerak melindungi tubuh
• Nyeri Akut 5. otot tegang

Nyeri yang berlangsung hanya selama


YAYASAN EKA HARAP PALANGKA periode penyembuhan yang diharapkan
RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU • Nyeri Kronik
* INTERAKSI SOSIAL
KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN Berlangsung selama proses
1. menghindari percakapan dan kontak sosial
TAHUN AJARAN 2021/2022 penyembuhan dan biasanya dalam 2. berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri

periode 6 bulan 3. disorientasi waktu


56
Cara Mengurangi Nyeri 3. Mendengarkan musik, radio, Relaksasi Nafas Dalam
dan lain-lain 1. Usahakan tetap rileks dan tenang
2. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi
Distraksi
paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3
3. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui

Distraksi adalah teknik untuk mulut sambil merasakan ekstrimitas atas dan
bawah rileks
mengalihkan perhatian terhadap hal 4. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
– hal lain sehingga lupa terhadap 5. Menarik nafas lagi melalui hidung dan
menghembuskan melalui mulut secara perlahan-
nyeri yang dirasakan.
lahan
Contoh : 6. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks

1. Membayangkan hal – hal yang 7. Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil
Relaksasi terpejam
menarik dan indah
8. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah
yang nyeri

Tiga hal penting dalam relaksasi 9. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga
nyeri terasa berkurang
yaitu : 10. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat

• Posisi yang tepat singkat setiap 5 kali.

• Pikiran tenang
• Lingkungan tenang
2. Membaca buku, Koran sesuai
dengan keinginan

Terima Kasih
Semoga Bermanfaat

57

Anda mungkin juga menyukai