Anda di halaman 1dari 61

TUGAS UTS

Dosen Pembimbing:

Fransisco Irwandy, Ns.,M.Kep

Nama : Pebriaty Damita


NIM : C114201132

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STELLA MARIS
MAKASSAR
2021
1
A. LARINGITIS DAN FARINGITIS
Laringitis adalah peradangan pada laring, dan berbagai penyebab yang dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umum ditemukan. Laringitis dapat bersifat
akut atau kronis, infektif atau inflamasi, gangguan tersendiri atau bagian dari
penyakit sistematik, dan seringkali disertai dengan gejala seperti suara serak.
Biasanya laryngitis berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas, dan
dapat berdampak besar pada kesehatan fisik, kualitas hidup, dan bahkan
kesejahteraan psikologis dan pekerjaan jika gejalanya menetap. (Husada,
2019)
Faringitis adalah peradangan pada faring, saluran napas setelah dari hidung
menuju ke trakea. Sring disebut hanya sebagai sakit tenggorokan. Faringitis
juga bisa menyebabkan gatal dan luka di tenggorokan dan sakit ketika
menelan. (PDPI, 2018)
Penyebab paling sering yaitu karena flu atau terlalu banyak menggunakan
suara (menyanyi atau berteriak) dan infeksi virus. Terdapat pula beberapa
pendapat lain, yaitu :
1. Reaksi alergi
2. Infeksi
3. Bronchitis
4. Gastroesophageal reflux disese (GERD)
5. Trauma
6. Bahan kimia dan stimulator
7. Pneumonia
8. Infeksi saluran pernapasan atas akut
Penyebab Faringitis ada banyak virus dan bakteri yang dapat menyebabkan
faringitis:
1. Virus penyebab campak
2. Adenovirus, yang merupakan penyebab flu biasa
3. Virus penyebab cacar air
4. Croup, yang merukan penyakit anak-anak yang sulit dibedakan dengan batuk
rejan

2
5. Virus adalah penyebab paling umum dari sakit tenggorokan. Faringitis ini
paling sering disebabkan oleh infeksi virus seperti pilek, influenza, atau
monocleosis. Infeksi virus tidak merespon terhadap anti biotic, dan
pengobatan hanya diperlukan untuk membantu meringankan gejala karena
pada dasarnya virus itu bersifat self-limited yaitu akan sembu dengan
sendirinya jika kekebalan tubuh kita baik
Anatomi & Fisiologi
1. Laring

a. Epiglotis
Epiglotis adalah suatu susunan tulang rawan yang berada di belakang lidah
dan didepan laring (kotak suara). Pada umumnya epiglotis mempunyai
konfirmasi yang menghadap ke atas dengan tujuan supaya udara dapat masuk
ke dalam jalur selanjutnya. Jika proses penelanan makanan berlangsung, maka
pada epiglotis akan menghadap kebawah guna menutup jalur kepada kotak
suara, dan bertujuan agar dapat melindungi makanan dan minuman masuk ke
dalam trakea. (Rizal, 2021)
b. Esofagus
Esophagus/kerongkongan merupakan saluran tempat bermuaranya udara dari
rongga hidung dan makanan dari rongga mulut. Esofagus mencegah agar
makanan tidak salah masuk ke tenggorokan. Selanjutnya makanan masuk ke
dalam saluran pencernaan berupa esophagus, yang memiliki panjang sekitar
25-30 cm dengan diameter sekitar 2 cm. dinding yang ada di kerongkongan

3
akan menghasilkan lender untuk membasahi makanan. Fungsi esophagus
dalam system pencernaan adalah mengantarkan makanan yang sudah
berbentuk bolus ke lambung.

c. Pita suara
Pita suara adalah bagian dari organ laring yang berperan dlam menghasilkan
ucapan. Pita suara bergetar saat kita mengeluarkan udara yang berasal dari
paru-paru yang kemudian mengakibatkan terjadinya penurunan penekanan.
Hal ini yang mengakibatkan terdapat suara yang berbeda-beda. Untuk nada
rendah akan berasal dari otot pada laring meregang. Sementara itu, dengan
suara tinggi berasal saat otot-otot tersebut menegang. (Supendi, n.d.2020)
2. Faring

a. Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian atas dari tenggorokan (faring) yang
terhubung dengan bagian belakang hidung. Nasofaring memiliki bentuk
yang menyerupai kotak fungsi dari nasofaring adalah sebagai jalur
pernapasan dari hidung ke tenggorokan yang kemudian menuju paru-paru.
(PDPI, 2018)
b. Orofaring
Orofaring terletak di posterior rongga mulut, memanjang dari bawah
palatum lunak menuju bagian atas vertebrata servikalis ke tiga. Fungsi
utama orofaring adalah saat proses respirasi dan pencernaan
c. Laringofaring
4
Laringofaring adalah bagian paling akhir dari faring. Laringofaring
mampu dilewati udara juga makanan. Laringofaring dilapisi sel epitel
skuamosa berlapis. Laringofaring merupakan tempat bertumbuhnya
saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Ketika menelan makanan,
akan masuk ke dalam saluran pencernaan dan saat itu maka saluran
pernapasan akan tertutup

Patofisiologi
Laringitis terjadi pada pita suara yang disebabkan oleh aktivitas pita suara yang
berlebihan, iritasi atau infeksi patogen. Pada saat terjadi infeksi maka leukosit akan
memerangi mikroorganisme yang ada dan menyebabkan terjadinya edema pada pita
suara, sehingga getarannya terpengaruh. (Udin, 2019).
Laringitis biasanya terjadi pada musim dingin. Laringitis atau peradangan pada laring
banyak disebabkan oleh penyalagunaan suara, debu, asap dan zat kimia dan juga
disebabkan oleh patogen sehingga terjadi selesma (pilek). Laringitis juga sering
dikaitkan dengan alergi rhinitis dan faryngitis
Laringitis juga terjadi karena terpapar dengan alergen yang dihirup sehingga
menyebabkan batuk dan disfonia (kelainan pada pita suara) yang terjadi karena 3
mekanisme, antara lain:
1. Peradangan lokal pada laring, hidung menghasilkan sistem upregulasi mediator
inflamasi yang melewati sirkulasi dan peningkatan produksi mukus lokal
2. Peredaran mukus melalui laring
3. Edema mukosa akibat mekanisme kompensasi seperti pembersihan tenggorokkan
dan batuk. (Compagnolo & benninger. 2018
Biasanya laringitis didahului oleh penyakit sistem pernapasan atas yang lain salah
satunya adalah faringitis.
Laringitis dan faringitis dapat menular kepada orang lain melalui droplet atau udara
saat batuk atau bersin dan juga barang yang terkontaminasi oleh bakteri/virus. Kedua
penyakit tersebut memang bukan penyakit yang tiba-tiba mengancam nyawa
seseorang, tetapi jika penyakit ini terus dibiarkan maka akan menimbulkan
komplikasi seperti demam reumatik, penumpukan abses di tenggorokan yang dapat
menyumbat saluran napas sehingga terjadi dyspnea yang dapat mengancam nyawa
seseorang bahkan menyebabkan kematian. (Sudipta & triadi, 2020).
5
6
7
8
Manifestasi Klinis
1. Laringitis
a. Gejala infeksi saluran pernapasan bagian atas (yaitu demam, batuk, rinitis)
b. Disfomia atau suara serak
c. odynophonia
d. Disfagia (sulit menelan) dan adynophonia (nyeri menelan)
e. Dyspnea
f. Discharge postnasal
g. Sakit tenggorokan
h. Malaise

2. Faringitis
Ada beberapa tanda dan gejala Faringitis menurut Brunner & Suddarth (2014)
1. Kemerahan pada faringeal dan tonsil
2. Folikel Limfoid yang membengkak
3. Tidak ada batuk
4. Demam
5. Malaise
6. Rasa tidak nyaman pada tenggorokan
Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2017)
tanda-tanda klinis peradangan faring, yaitu:
1. Bersin
2. Pilek
3. Sakit kepala
4. Merasa kelelahan
5. Pegal-pegal
6. Menggigil
7. Demam (demam ringan sampai yang tinggi)
Selain sakit tenggorok, gejala mononucleosis meliputi:
1. Kelenjar getah bening yang membengkak
2. Kelelahan
3. Demam

9
4. Otot sakit
5. Kehilangan selera makan
6. Kesulitan menelan
7. Tenggorok merah dengan ada bercak putih
8. Menggigil
9. Mual
10. Rasa yang tidak biasa di mulut

Pemeriksaan Penunjang
1. Laringitis
Laringoskopi direct atau indirect dapat terlihat menurut Udin (2019)
a. Eritema dan edema pilka vokalis
b. Terdapat secret
c. Penyimpangan kontur permukaan pilka vocal
d. Perhatikan adanya mobilitas pilka vocal
e. Ada atau tidaknya sumbatan jalan napas
2. Faringitis
a. Kultur Tenggorok
Tindakan mengambil kultur dari swab (apusan) dari sel tenggorok dengan
menggunakan kapas untuk mengambil sample
b. Tes Darah
Pemeriksaan darah lengkap apakah ada memiliki jenis infeksi lain, atau
memiliki penyebab mononucleosis. (PDPI, 2017)

Komplikasi
Komplikasi Faringitis
a. Penciuman penderita terganggu.
b. Peradangan pada sinus (sinusitis).
c. Demam reumatik, gangguan serius yang dapat merusak katup jantung.
d. Timbul abses (penumpukan nanah) pada tenggorokan. (Fardizza, 2018)

10
Pencegahan

 Kurangi merokok atau mengurangi paparan asap rokok dan debu


 Kurangi minum-minuman beralkohol
B. KANKER PARU

Anatomi Paru

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya yaitu
diafgrama. Efek dari gerakan Ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapsitas dada. Ketika kapasitas dada meningkat, udara masuk melalui
trakea,karena penurunan tekanan didalam, dan mengembangkan paru. Ketika
dinding dada dan diafgrama kembali keukuran semula, paru-paru yang elastic
tersembut mengempis dan mendorong udara keluar melalui trakea dan bronkus.
Fase inspirasi dari pernapasan normalnya menempatkan sepertiga dari siklus
pernapasan,ekspirasi menempati dua pertiganya.
Fungsi paru yang mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan
kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi volume tidal,volume cadangan
inspirasi,volume cadangan ekspirasi dan volume residual. Kapasitas paru dievaluasi
dalam hal yang disebut kapasital vital, kapasitas inspirasi, kapasitas residual
fingsional dan kapasitas paru total. Dalam posisi tegak, ventilasi yang paling besar
dalam region paru yang lebih rendah dan berkurang kearah apeks. Ketidaksamaan
regional ini disebabkan oleh gaya gravitasi. ( Brunner & Suddarth, vol 1: 2001).

11
Bagian-bagian dari lapisan paru:
a. Pleura
Bagian terluar paru-paru dikelilinggi oleh membrane halus,licin yaitu pleura yang
juga meluas membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior
diagram.pleura parietalis melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru.
Antar kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlas kecil cairan yang melicinkan permukaan dan keduanya
bergerak bebas selama ventilasi.
b. Mediastinum
Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastinum terbentuk dari dua lampisan pleura. Semua struktur toraks kecuali
paru-paru terletak diantara kedua lapiasan pleura.
c. Lobus
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus bawah dan
atas,sementara paru kanan terdiri atas lobus atas,tengan dan bawah. Setiap lobus
lebih jauh dibagi menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fsura yang
merupakan perluasan pleura.
d. Bronkus dan bronkiolus

12
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam lobus paru. Pertama adalah bronkus
lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi
menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri ). Bronkus ini
dikelilinggi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri,limfatik dan saraf.
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus,
yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Bronkiolus mengandung
kelenjar submukosa, yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk lapisan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga di
lapisi oleh sel-sel yang permukaannya dilampisi oleh “rambut” pendek yang
disebut silia. Silia ini menciptakan gerakan menyapu yang konstan berfungsi
untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring.
e. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam klustar antara
15 sampai 20 alveoli. Begitu banyak alveoli ini sehingga jika mereka bersatu untuk
membentuk lembar akan menutupi area 70 meter persegi ( seukuran lapangan
tenis).
Jenis sel-sel alveoli terbagi menjadi 3 :
1. Sel-sel alveoli tipe 1 adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar.
2. Sel-sel alveoli tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi
surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveoli
agar tidak kolaps.
Sel-sel alveou tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang
besar memakan benda aing ( mis. Lendir, bakteri) dan bekerja sebagai mekanisme
pertahanan yang penting

13
Fisiologi pernapasan
Sel-sel dalam tubuh mendapatkan energy yang mereka butuhkan dari oksidasi
kabohidrat,lemak dan protein. Seperti halnya pada semua jenis kombusion,proses ini
membutuhkan oksigen. Jaringan vital tertentu,seperti jaringan pada otak dan jantung,
tidak dapat bertahan lama tanpa suplai oksigen kontinu. Sebagai hasil oksida dan harus
dibuang dari sel-sel untuk mencegah pembentukan produk sampah asam.

1. Transport oksigen
Oksigen dipasok ke sel dan karbon dioksida dibuang dari sel melalui sirkulasi
darah. Sel-sel berhubungan dekat dengan kapiler,yang berdinding tipis sehingga
memungkinkan terjadinya pertukaran atau lewatnya oksigen dan karbon dioksida
dengan mudah. Gerakan karbon dioksida juga terjadi melalui difusi dan berlanjut
dengan arah yang berlawanan, dari sel kedalam darah.
2. Pertukaran gas
Setelah perturan kapiler jaringan ini,darah memasuki vena sistemik (darah vena)
dan mengalir ke sirkulasi pulmonal. Konsentrasi oksigen dalam darah didalam
kapiler paru lebih rendah dibanding dengan konsentrasi dalam katung udara paru,
yang disebut alveoli. Gerakan udara ke dan jalan nafas (disebut ventilasi) secara
kontinu memurnikan oksigen dan membuang karbon dioksida dari jalan nafas paru.
Keseluruhan proses pertukaran gas antara udara atmosfir dan darah dengan sel-sel
tubuh disebut respirasi.

14
Konsep Dasar Kanker Paru
1. Pengertian Kanker Paru
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang
berasal dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan
kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
(karsinoma bronkus/bronchogenic carcinoma).

2. Etiologi
Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, namun paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor
penyebab utama.
a. Merokok
Penyebab utama kanker paru-paru di seluruh dunia, dengan 85% kasus
kanker paru-paru terjadi pada perokok (Departemen Kesehatan dan Layanan
Kemanusiaan AS, 2014 dalam The Case For Lung Screening: What Nurses
Need To Knows, Clin J Oncol Nurs.2016). Hasil laporan penelitian
dikatakan bahwa tingginya penyakit kanker paru jenis adekarsinoma
berdasarkan gambaran sitopatologi mempunyai hubungan dengan riwayat
merokok, yang mana perokok aktif (47,05%), perokok pasif (45,10%).
b. Radon
Efek yang ditimbulkan oleh radon yaitu : kerusakan secara biologi akibat
radiasi partikel α yang dilepaskan selama peluruhan secara zatn radioaktif
yang bermula dari dari uranium 28-238 yang menyebabkan kerusakan sel,
kerusakan DNA, perubahan kromosom, mutasi gen, dan ketidakstabilan
genetik. Radiasi ionisasi yang secara tidak langsung menyebabkan kerusakan
DNA, dapat memproduksi reactive oxygen mediates yang berpengaruh
terhadap stabilitas p-53 protein yang mengontrol siklus sel, apoptosis, dan
transkipsi berbagai macam sel- bertambah yang menyebabkan siklus sel dan
apoptosis menjadi lambat. Hal ini menyebabkan pertumbuhan sel yang
abnormal dan dapat berkembang menjadi sel ganas.
c. Polusi Udara
Mekanisme selular umum yang umum pada pollusi udara adalah kemampuan
untuk bertindak sebagai radikal bebas yang mengakibatkan terjadinya stress

15
oksidatif. Radikal bebas merusak lipid seluler, protein dan inti sel atau DNA
mitokondria yang menghambat fungsi normal sel. Logam berat berikatan
dengan protein dan menghambat berbagai macam enzim termasuk termasuk
enzim di mitokondria bahkan logam berat dapat berikatan dengan DNA yang
mempengaruhi ekspensi gen.

3. Patofisiologi
Klasifikasi kanker paru primer pada umumnya berdasarkan jenis histologi.
Karsinoma bronkogenik terdiri dari kanker paru jenis karsinoma sel kecildan
kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil. Gambaran histologi kanker paru
bukan sel kecil adalah epidermoid ( karsinoma sel skuamosa), adenokarsinoma,
tipe sel besar dan campuran ketiganya. Karsinoma sel skuamosa merupakan tipe
karsinoma yang paling sering ditemukan. Biasanya terletak sentral sekitar hilus dan
menonjol ke dalam bronkus, cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar
getah bening hilus , dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa
sering disertai dengan batuk, hemoptysis, pneumonia dan pembentukan abses
akibat obstruksi.
Adenokarsinoma memperlihatkan susunan seluler seperti kelenjar bronkus,
mengandung mucus, sering di perifer segmen bronkus, kadang dikaitkan dengan
jaringan parut local pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering meluas
melalui pembuluh darah dan linfe pada stadium dini. Secara klinis tidak
menunjukkan gejala sampai terjadi metastase yang jauh.
Karsinoma sel besar adalah sel ganas yang besar dan deferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti yang bermacam. Sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ektensif dan
cepat ketempat yang jauh.
Karsinoma sel kecil pada umumnya terletak ditengah sekitar percabangan bronkus
utama secara mikroskopik tumor ini terbentuk dari sel-sel kecil dengan inti
hiperkromatik pekat dengan sitoplasma sedikit. Karsinoma sel kecil mempunyai
pembelahan tercepat dan prognosis terburuk. Metastase dini pada kelenjar
mediastinum, limfe hilus, dan penyebaran secara hematogen ke organ distal.

4. Manifestasi Klinis

16
Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yang khas, tetapi batuk, sesak napas,
atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh
dengan pengobatan biasa pada pasien “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti
untuk prosedur diagnosis kanker paru.
a. Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung misalnya batuk,
hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala
tersering (60-70%) pada kanker paru.
b. Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi
perikard, sindrom vena kava superior, disfagia, sindrom Pancoast, dan paralisis
diafragma.
c. Sindrom Pancoast merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di
sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakhial sehingga
menimbulkan nyeri pada lengan dan munculnya sindrom Horner.
d. Keluhan suara serak menandakan telah terjadinya kelumpuhan saraf atau
gangguan pada pita suara.
e. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai yaitu penurunan berat badan
dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, dan demam hilang timbul.
f. Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala, lemah/parese)
sering terjadi jika terdapat penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri
tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang.
g. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila
menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada,
kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan
temuan suara napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik didapat jika terdapat
massa yang besar, efusi pleura atau atelektasis.
5. Diagnosis
Penegakkan diagnosis kanker paru ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan pemeriksaan patologi anatomik.
a. Anamnesis
Batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri
menelan yang tidak merespon dengan pengobatan atau penurunan berat badan
dalam waktu singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul, sakit kepala,

17
nyeri di tulang atau parese, dan pembengkakan atau ditemukannya benjolan di
leher, aksila atau dinding dada.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita
yang menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara
napas yang abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada,
tanda pembesaran hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati, dan
fungsi ginjal.
d. Pemeriksaan Pencitraan
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien
dengan kecurigaan terkena kanker paru.
e. Pemeriksaan CT scan toraks wajib dilakukan untuk mengevaluasi lesi tersebut.
CT scan toraks dengan kontras merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosa, menentukan stadium penyakit, dan menentukan segmen paru
yang terlibat secara tepat. Pemeriksaan lainnya seperti USG abdomen dilakukan
kecuali pada stadium IV, bone scan dilakukan untuk mendeteksi metastasis ke
tulang-tulang, bone survey dilakukan jika fasilitas bone scan tidak ada, dan PET
Scan dilakukan untuk mengevaluasi hasil pengobatan.
f. Pemeriksaan Khusus Bronkoskopi
Prosedur utama untuk mendiagnosis kanker paru. Prosedur ini dapat membantu
menentukan lokasi lesi primer, pertumbuhan tumor intraluminal dan
mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan histopatologi, sehingga
diagnosis dan stadium kanker paru dapat ditentukan.
g. Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy/TTB)
Merupakan tindakan biopsi paru transtorakal yang dapat dilakukan tanpa
tuntunan radiologic (blinded TTB) maupun dengan tuntunan USG (USG-guided
TTB) atau CT scan toraks (CT-guided TTB) untuk mendapatkan sitologi atau
histopatologi kanker paru.
h. Pemeriksaan Lainnya Pleuroscopy dilakukan untuk melihat masalah intrapleura
dan menghasilkan spesimen intrapleura untuk mendeteksi adanya sel ganas pada
cairan pleura yang dapat merubah stadium dan tatalaksana pasien kanker paru.
18
Jika hasil sitologi tidak menunjukkan adanya sel ganas, maka penilaian ulang
atau CT scan toraks dianjurkan. Mediastinoskopi dengan VATS kadang
dilakukan untuk mendapatkan spesimen, terutama penilaian kelenjar getah
bening mediastinal, dan torakotomi eksplorasi dilakukan sebagai modalitas
terakhir, jika dengan semua modalitas lainnya tidak ditemukan sel ganas.

6. Klasifikasi dan Stadium Kanker Paru


Tumor Primer (T)
Tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil radiologi dan bronkoskopi
Tx
tetapi sitologi sputum atau bilasan bronkus positif (ditemukan sel ganas)
T0 Tidak tampak lesi atau tumor primer
Tis Carcinoma in situ
Ukuran terbesar tumor primer ≤ 3 cm tanpa lesi invasi intra bronkus yang
T1
sampai ke proksimal bronkus lobaris
T1a Ukuran tumor primer ≤ 2 cm
T1b Ukuran tumor primer > 2 cm tetapi ≤ 3cm
Ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapi ≤ 7 cm, invasi intrabronkus
T2 dengan jarak lesi ≥ 2 cm dari distal karina, berhubungan dengan atelektasis
atau pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi ke pleura visera
T2a Ukuran tumor primer > 3cm tetapi ≤ 5 cm
T2b Ukuran tumor primer > 5cm tetapi ≤ 7 cm
Ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi dinding dada termasuk
sulkus superior, diafragma, nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum,
T3 pericardium. Lesi intrabronkus ≤ 2 cm distal karina tanpa keterlibatan karina.
Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih
dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan tumor primer.
Ukuran tumor primer sembarang tetapi telah melibatkan atau invasi ke
mediastinum, trakea, jantung, pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
T4
esophagus, vertebral body. Lebih dari satu nodul berbeda lobus pada sisi yang
sama dengan tumor (ipsilateral).

19
Kelenjar Getah Bening (KBG) regional (N
Metastase (M)
Mx Metastasis sulit dinilai dari gambaran radiologi
M0 Tidak ditemukan metastasis
M1 Terdapat metastasis jauh
M1a Metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura, efusi pleura ganas, efusi pericardium
M1b Metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar, atau KGB leher, aksila, suprarenal, dll)

Pengelompokan Stadium Kanker Paru

Occult Carsinoma Tx N0 M0
Stadium 0 Tis N0 M0
T 1a N0 M0
Stadium IA T 1b N0 M0
Stadium IB T 2a N0 M0
Stadium IIA T 1a N1 M0
T 1b N1 M0
T 2a N1 M0
Stadium IIB T 2b N1 M0
T 3 ( > 7cm ) N0 M0
Stadium IIIA T 1a N2 M0
T 1a N2 M0
T 2a N2 M0
T 2b N2 M0
T3 N1 M0
T4 N0 M0
T4 N1 M0
Stadium IIIB T4 N2 M0
Sembarang T N3 M0
Stadium IVA Sembarang T Sembarang N M 1a (pleura, paru
kontralateral)
Stadium IVB Sembarang T Sembarang N M 1b (metastasis
jauh)

7. Penatalaksanaan
Manajemen terapi untuk kanker paru dibagi dua, untuk kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK = non small cell carcinoma) dan kanker paru
jenis karsinoma sel kecil (KPKSK = small cell carcinoma).
a. Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK)

20
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil terdiri dari beberapa jenis, yaitu
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma sel besar (KSB),
dan jenis lain yang jarang ditemukan. Kebijakan umum pengobatan KPKBSK
Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum
penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan dan cost-effectiveness. Modalitas
penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target.
b. Kanker Paru jenis Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
Secara umum, jenis kanker paru ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, Stadium
terbatas (limited stage disease = LD), dan stadium lanjut (extensive stage disease =
ED). Berbeda dengan KPBSK, pasien dengan KPKSK tidak memberikan respon yang
baik terhadap terapi target. Stadium Terbatas Pilihan modalitas terapi pada stadium
ini adalah kombinasi dari kemoterapi berbasis platinum dan terapi radiasi toraks.
Komplikasi

a. Efusi pleura dapat terjadi pada penyakit tumor ganas intratoraks, organ ekstratoraks
maupun keganasan sistemik. Pada kanker paru, infiltrasi pleura oleh sel tumor
dapat terjadi sekunder akibat perluasan langsung (inviltrasi), terutama tumor jenis
adenokarsinoma yang letaknya perifer. Dapat juga terjadi akibat metastasis ke
pembuluh darah dan getah bening. Bila efuasi pleura terjadi akibat metastasis,
cairan pleuranya banyak mengandung sel tumor ganas sehingga pemeriksaan
sitologi cairan pleura dapat diharapkan hasil positif.
b. Sindrom vena Kava superior muncul bila terjadi gangguan aliran oleh berbagai
sebab, di antaranya tumor paru dan tumor mediastinum. Gangguan ini pada
penderita kanker paru muncul akibat penekanan atau invasi massa ke vena cava
superior, sehingga menimbulkan gejala SVKS.
c. Obstruksi terjadi karena tumor intrabronkial menyumbat langsung atau tumor
diluar bronkus menekan bronkus sehingga terjadi sumbatan. Sumbatan
intrabronkial dapat parsial atau total dan kadang-kadang diperlukan tindakan untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita.

21
22
C. ASMA
D. BRONCHUITIS
E. EMFISEMA
F. PNEUMONIA

23
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita yang
menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara napas yang
abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda pembesaran
hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang.
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati, dan fungsi
ginjal.
2) Pemeriksaan Pencitraan
Foto toraks AP/lateral merupakan pemeriksaan awal untuk menilai pasien dengan
kecurigaan terkena kanker paru.
3) Pemeriksaan CT scan, USG abdomen Pemeriksaan Khusus Bronkoskopi
4) Biopsi transtorakal (transthoracal biopsy/TTB)
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien terhadap
maslah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual
maupun potensial. Diagnosa keperawatan kanker paru meliputi :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D.0001 ha.18)
b. Pola nafas tidak efektif (DD.0005 hal.26)
c. Nyeri kronis (D.0078 hal.174)
d. Defisit nurisi (D.0019. hal.56)
e. Gangguan rasa nyaman (D.0074 hal.166)
f. Ansietas (D.0080 hal.180)
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan.
24
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif ( D.0001)
1) Latihan Batuk Efektif (I.01006)
a) Observasi
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
 Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan karakteristik)
b) Terapeutik
 Atur posisi semi-Fowler atau Fowler

 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien

 Buang sekret pada tempat sputum

c) Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

 Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,

kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3

d) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

2) Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)


a) Observasi
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering)

 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

b) Terapeutik
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika

curiga trauma cervical)


 Posisikan semi-Fowler atau Fowler

 Berikan minum hangat

 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

 Lakukan hiperoksigenasi sebelum

 Penghisapan endotrakeal
25
 Berikan oksigen, jika perlu

c) Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi.

 Ajarkan teknik batuk efektif

d) Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

3) Pemantauan Respirasi (I.01014)


a) Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas

 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,

Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)


 Monitor kemampuan batuk efektif

 Monitor adanya produksi sputum

 Monitor adanya sumbatan jalan napas

 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

 Auskultasi bunyi napas

 Monitor saturasi oksigen

 Monitor nilai AGD

 Monitor hasil x-ray toraks

b) Terapeutik
 Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

 Dokumentasikan hasil pemantauan

c) Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

C.ASMA
Defenisi Asma
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski 1996). Asma adalah
gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel.
(Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
26
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001). Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu
penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan
adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Gambar 1 Anatomi Sistem Pernapa

Gambar 2. Anatomi keadaan normal dan asma

Organ Pernapasan
1) Rongga Hidung (Cavum Nasalis) Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung
(cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar
minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu,
terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran
yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler

27
darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga
hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.
2) Faring (Tenggorokan) Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan
saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring
(posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar
sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke
saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka.
Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan
berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan
juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3) Batang Tenggorokan (Trakea) Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm,
terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan
tipis dan kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran
pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di
dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok
(bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi
saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung
kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus).
4) Pangkal Tenggorokan (laring) Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh
tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah
satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel
berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara
pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat
keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang
membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok
(epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok
dan pada waktu bernapas katu membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput
28
suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita
bicara.
5) Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus) Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua
bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama
dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian
bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang
menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus
menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder),
sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang
yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Dinding
alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus
inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
6) Paru-paru (Pulmo)

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh
otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Paruparu ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3
lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru
dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang
langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput
yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik,

29
dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus
masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia.
Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi,
kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada dinding duktus alveolaris mangandung
gelembung-gelembung yang disebut alveolus.
Fisiologi Sistem Pernapasan
Fungsi utama system respirasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen jaringan
tubuh dan membuang karbondioksida sebagai sisa metabolisme serta berperan dalam
menjaga keseimbangan asam basa.
System respirasi bekerja melalui tiga tahapan:
 Ventilasi
 Difusi
 Transportasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfir dengan alveoli. Proses
ini terdiri dari inspirasi ( masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi ( keluarnya
udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan
intrapulmonal.
Ventilasi dipengaruhi oleh:
- Kadar oksigen pada atmosfer
- Kebersihan jalan nafas
- Daya recoil dan compliance (kembang kempis) dari paru-paru.
- Pusat pernafasan
Transformasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transformasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa
metabolisme ke kapiler paru.
Difusi
Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel
selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel.
Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2 ) intrasel selalu lebih tinggi karena
CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme
Regulasi

30
Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai
factor, diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen
akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat.
Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh:
1. Korteks cerebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi
2. Zat-zat kimiawi: dalam tubuh terdapat kemoreseptor yang sensitive terhadap
perubahan konsentrasi O2,CO2,dan H+ diaorta,arkus aorta dan arteri karotis.
3. Gerakan: perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.
4. Refleks Heuring Breur: menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar
optimal.
5. Faktor lain: tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter anidan iritasi
saluran nafas.
Etiologi Asma
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma.
1. Faktor Ekstrinsik(alergik)
Reaksi alergik yang disebabkan oleh allergen atau allergen yang dikenal seperti debu,
serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
2. Faktor Intrinsik (non-alergic)
Tidak berhubungan dengan allergen, seperti common cold, infeksi traktus
respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan
3. Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum, asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
allergic dan non allergic( Smeltzer & Bare,2002)
Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma yaitu:
a. Factor Predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma jika

31
terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya
juga bisa diturunkan.
b. Faktor Presipitasi
1) AlergenDimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
 Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : Debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
 Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : Makanan dan obat-obatan.
 Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Seperti : Perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
3) Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma
yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum
bisa diobati.
4) Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal
ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah

32
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut
Patofisiologi Asma

Suatu serangan asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi
disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran
napas, pembengkakan membrane yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mucus yang
kental. Selain itu otot-otot bronki dan kalenjar mukosa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibody, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,
bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kalenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa dan pembentukan mucus
yang sangat banyak. Selain itu reseptor α- dan β- adrenergic dari system saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergic dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergic yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor α- dan β- adrenergic di kendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi
reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang di ajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergic terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatan
pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos ( Smeltzer & Bare, 2002)

33
34
Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh
alergi seperti debu, binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma
alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis,
sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen. Faktor-faktor
seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan
dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika
serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema, selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
 Tingkat I
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test
provokasi bronkial di laboratorium.
 Tingkat II
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan
adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
 Tingkat III
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
 Tingkat IV
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
 Tingkat V
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut
yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
c. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan,
sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, dan takikardi.
1) Farmakologi

35
Menurut Long (1996 )pengobatan asma diarahkan terhadap gejala-gejala tang timbul
saat serangan,mengendalikan penyebab spesifik dan perawatan pemeliharaan
kesehatanoptimal yang umum. Tujuan utama dari berbagai macam pengobatan adalah
pasien segera mengalami relaksasi bronkus.terapi awal yaitu:
a) Memberikan oksigen pernasal
b) Agonis beta 2 adrenergik (salbutamol mg atau fenetoral 2,5 mg atau terbutaline 10
mg). Inhalasi nebulisasi dan pemberian yang dapat diulang setiap 20 menit sampai 1
jam. Pemberian agonis beta 2 adrenergik dapat secara subcutan atau intravena
dengan dosis salbutamol 0,25 mg dalam larutan dekstrose 5%.
c) Aminophilin intravena 5-6 mg jam kg, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg intravena jika tidak ada respon segera
atau dalam serangan sangat berat.
e) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk didalamnya
golongan beta adrenergic dan anti kolinergik.
2) Pengobatan secara sederhana atau non farmakologis
Penatalaksanaan nonfarmakologis asma yaitu:
a) Fisioterapi dada dan batuk efektif membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik.
b) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
c) Berikan posisi tidur yang nyaman (semi fowler)
d) Anjurkan untuk minum air hangat 1500-2000 ml per hari.
e) Hindarkan pasien dari factor pencetus.

D.BRONCHUITIS

Bronkitis (sering disebut trakeobronkitis) adalah inflamasi jalan napas utama (trakea
dan bronkus), yang sering berkaitan dengan ISPA. Agens virus merupakan penyebab
utama penyakit ini, meskipun Mycoplasma Pneumoniae merupakan penyebab tersering
pada anak anak yang berusia lebih dari enam tahu. Kondisi ini dicirikan dengan batuk
non produktif dan kering yang memburuk dimalam hari dan menjadi produktif dalam 2
sampai 3 hari (Wong, 2008).
Bronkitis adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronkus

36
(salauran pernapasan dari trakea hingga saluran napas di dalam paru – paru).
Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak (menebal) sehingga
saluran pernapasan relatif menyempit (Depkes RI, 2015).
Klasifikasi Bronkitis

Bronkitis dapat diklasifikasi sebagai bronkitis akut dan bronkitis kronis.

a. Bronkitis Akut

Bronkitis akut pada bayi dan anak yang biasanya bersama juga dengan trakeitis,
merupakan penyakit infeksi saluran napas akut (ISPA) bawah yang sering dijumpai
(Ngastiyah, 2005). Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat, namun pada
anak anak keadaan ini mungkin tidak dijumpai sebagai klinis tersendiri. Bronkitis
merupakan akibat beberapa keadaan lain saluran pernapasan atas dan bawah, dan trakea
biasanya terlibat. Bronkitis asamtis adalah bentuk asama yang sering terancukan
dengan bronkitis akut. Pada berbagai infeksi saluran pernapasan (Robert, 1999)

b. Bronkitis Kronis

Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronkitis kronis, yang ada ialah
mrngenai batuk kronik dan atau berulang yang disingkat (BKB). BKB ialah keadaan
klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung
sekurang kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali
dalam 3 bulan, dengan memakai batasan ini secara klinis jelas bahwa bronkitis kronis
pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB) yang telah disingkirkan
penyebab – penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi kronis saluran napas dan
sebagainya (Ngastiyah, 2005).
Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi bronkitis
kronis, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama. Berbagai penelitian
menunjukan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang menderita bronkitis kronik
akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita gangguan pada saluran napas
kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien tersebut merokok akan
mempercepat menurunnya fungsi paru (Ngastiyah, 2005).
ETIOLOGI
Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok, infeksi dan polusi.
Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan satatus sosial.

37
1. Rokok
Menurut buku Report of the WHO Expert Comite On Smoking Control.rokok adalah
penyebab utama timbulnya bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan
penurunan VEP ( volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubugan
dengan hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran juga
dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
2. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling serig diawali dengan infeksi firus yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah
haemophilus influensa dan streptococcus pneumonia.
3. Polusi
Pulusi tidak begitu besar pengaruhnya sebangai faktor penyebab, tetapi bila di tambah
merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronchitis
Anatomi dan Fisiologi SistemRespirasi
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan respirasi
dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh
mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan
karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Gambar 2.1 Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)

38
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.
Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan
bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).

a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di
hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline
kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior
daribagianeksternalhidungmemilikitigafungsi:(1)menghangatkan

39
melembabkan, dan menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi
olfaktori (indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik
resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal
digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior tengkorak (inferior pada
tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot
dan membrane mukosa (Tortorra and Derrickson, 2014)
a) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson,2014)
b) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan
vokal sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan
bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid
keduanya berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran
udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate
and Nair,2011).
c) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).

40
PATOFISIOLOGI

Penemuan patofisiologi dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa


bronkus dan penigkatan sejumlah sel gobblet disertai dengan infilftrasi sel radang dan
ini mengakibatkan gejala kas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang di sertai
peningkatan sekresi bronkus tanpaknya mempegaruhi bronkiolus yang kecil-kecil
sedimikian rupa sampai bronkiolus tersebut rusak dan dindignya melebar.faktor
etiologi utama adalah merokok dan polusi udara lain yang biasa terdapat pada daerah
industri. Polusi tersebut dapat memperlambat aktivitas silia dan pagositosis, sehingga
timbunanmukus meningkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri melemah.

Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia. Sel- sel penghasil mukus di
bronkus. Selain itu, silia melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional
serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel
silia ini mengganggu sistem escalator mukosiliaria dan menyebabkan penumpukan
mulus dalam jumlah besar yag sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

KOMPLIKASI

Komplikasi bronchitis dapat berupa terjadinya korpulmoale, gagal jantung kanan dan
gagal pernapasan. (Manurung, 2008). Beberapa komplikasi yang ditemukan pada
bronchitis adalah:

a) Emfisema
Emfisema adalah akibat dari pelebaran sebagian atau seluruh bagian dari asinus
alveoli yang disertai dengan kerusakan dari sel pernafasan.
b) Korpulmonale
Korpulmonale didefinisikan sebagai suatu disfungsi dari ventrikel kanan yang
dihubungkan dengan kelainan fungsi paru atau struktur paru atau keduanya.
c) Polisitema
Adanya batuk, sputum, dan dan tanda-tanda hipoksemia pada blublotter.
Seksaserbasi akut disebabkan oleh infeksi. Pada auskultasi terdapat ronkhi basah,
baik pada ekspirasi maupun inspirasi. Sesak nafas dan wheezing atau mengi
merupakan tanda utama dari bronchitis. Bila sudah terdapat komplikasi
korpulmonale, maka proknosis dari penyakit ini sudah buruk ( Rab, 1996).

41
PENGOBATAN

Tujuan dilakukannya pengobatan yaitu untuk membuat anda dapat bernafas lebih
mudah. Untuk dapat mendukung pengobatan, anda sebaiknya :

o Minumlah air yang banyak


o Bernafaslah pada kondisi udara yang hangat dan lembap
o Konsumsilah obat batuk acetaminofen atau aspirin
Cara mengobati bronkitis, biasanya dokter memberikan anda obat yang sudah
disesuaikan dengan gejala dan jenis bronkitis yang anda alami. Obat-obatan ini
meliputi pereda nyeri, bronkodilator atau obat-obat yang dapat membantu membuka
saluran napas, antibiotik, obat ekspektoran untuk membantu mengeluarkan atau
mengencerkan dahak, hingga obat penekan rangsangan batuk jika sudah tidak lendir
di saluran pernapasan anda.
Pada beberapa kasus, dokter akan memberikan resep obat-obatan seperti :
 Antibiotik : bronkitis biasanya disebabkan oleh infeksi virus, sehingga
penggunaan antibiotik tidak begitu efektif. Namun, jika penyebabnya infeksi
bakteri maka dokter akan memberikan antibiotik. Jika anda memiliki kelainan
paru-paru kronis atau anda perokok, maka penggunaan antibiotik dapat
mengurangi terjadinya infeksi sekunder.
 Pengobatan untuk batuk : batuk akan membantu mengeluarkan kotoran dari
paru-paru. Jika batuk terjadi selama tidur, maka anda sebaiknya mengonsumsi
obat-obatan untuk mengatasi batuk sederhana untuk membantu anda tidur,
namun obat ini tidak begitu ampuh untuk menghilangkan batuk. Jika batuk
yang terjadi membuat anda tidak bisa tidur, maka dokter akan memberikan
obat batuk yang lebih efektif.
 Obat-obatan lainnya: jika anda memiliki asma atau penyakit paru-paru
obstruktif krois (PPOK), dokter akan menganjurkan anda menggunakan
inhalers dan melakukanpengobatan lainnya yang dapat mengurangi
peradangan dan membuka saluran pernafasan yang menyempit.

Jika anda mengalami bronchitis akut, anda sebaiknya anda berbicara dengan
dokter anda mengenai proses penyembuhan fungsi paru-paru. Rehabilitasi paru-paru
merupakan program latihan pernapasan, terapi pernapasan akan membantu ada
bernapas secara mudah dan meningkatkan latihan pernapasan.
42
Cara pengobatan dirumah

Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu anda
mengatasi komplikasi dari bronchitis akut, dan juga dapat mengendalikan gejala
bronchitis kronis:

 Hindarilah kontak dengan kotoran udara seperti asap rokok. Pakai masker jika
udara terkena polusi atau terpapar oleh kotoran seperti cat, atau pembersih
perabot rumah dengan aroma yang kuat.
 Gunakanlah pelembab ruangan. Udara yang hangat dan lembap dapat
membantu mengurangi batuk dan menghilangkan lendir secara mudah.
Namun, anda harus membersihkan pelembap ruangan anda berdasarkan
petunjuk produsen untuk mencegah berkembangnya bakteri di dalam tangki
air.
 Jika udara yang dingin menyebabkan flu dan sulit bernapas, maka gunakanlah
masker jika berpergian keluar.

PENCEGAHAN
Bagaimana mencegah bronkitis akut ?
Sebenarnya, tak ada cara pasti yang dapat mencegah bronkitis akut, karena peyakit
ini disebabkan oleh banyak hal. Namun, anda bisa menurunkan peluang terkena
penyakit infeksi ini, dengan cara :
Pastikan bahwa anda sudah cukup tidur.
Hindari menyentuh mulut, hidung, dan mata jika anda tegah berada di antara
orang-orang yang terinfeksi.
Hindari penggunaan barang pribadi bersama denga orang lain.
Cuci tangan anda selalu, apalagi ketika sedang musim hujan.
Hindari kebiasaan merokok.
Mengonsumsi makanan yang sehat dan menerapkan pola hidup yang sehat.
Melakuka vaksinasi flu dan pneumonia.
Batasi paparan polusi udara.

43
E. EMFISEMA
Definisi
Emfisema merupakan gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh
pelebaran ruang udara di dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Emfisema paru
adalah suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan
kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan tahap akhir proses yang mengalami
kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun. Pada kenyataannya, ketika pasien
mengalami gejala, fungsi paru sering sudah mengalami kerusakan yang ireversibel.
Dibarengi dengan bronkitis obstruksi kronik, kondisi ini merupakan penyebab utama
kecacatan.

Definisi lain menyebutkan bahwa Penyakit Paru Obstruksi Menahun Emfisema


adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas,
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas. Emfisema mengakibatkan pembesaran acinus permanen dan
abnormal yang disertai perubahan destruktif. Apabila destruksi terjadi pada ruang
distal sampai bronkiolus terminal maka diklasifikasikan sebagai emfisema vesikular
dan apabila destruksi terjadi pada jaringan diantara ruang udara diklasifikasikan
sebagai emfisema interlobular atau interstitial.
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya emfisema, yaitu :
1. Rokok

44
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Dalam presentase yang kecil,
terdapat predisposisi familiar terhadap emfisema yang berkaitan dengan
abnormalitas
protein plasma. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan serta
menghambat aktivitas sel rambut getar, makrofag alveolar dan surfaktan. Iritasi
kronis akibat merokok menimbulkan peningkatan jumlah neutrofil dan secara
langsung mendorong
pelepasan protease (elastase) dari neutrofil, sehingga pada perokok terjadi
peningkatan enzim proteolitik yang berasal dari leukosit. Enzim proteolitik ini akan
menginaktivasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara aktivitas keduanya. Jaringan parenkim paru perokok
berat akan menunjukkan peradangan dan kerusakan bronkiolus respiratorik, dengan
emfisema sentrilobular yang mulai terjadi pada usia relatif muda.
2. Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit
infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat
mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya emfisema. Selain itu adanya eksaserbasi infeksi kronis yang diawali
dengan infeksi virus yang kemudian diikuti infeksi sekunder oleh bakteri
(Haemophillus influenza dan Streptococcus Pneumonia), akan menyebabkan
kerusakan jaringan parenkim paru
dan akhirnya menyebabkan emfisema
3. Polusi
Polusi sebenarnya tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab, akan
tetapi bila ditambah dengan merokok maka risiko akan menjadi lebih tinggi.
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi
dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat
industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan
gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar..
4. Faktor genetik

45
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin, yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim
inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang
secara
genetik sensitif terhadap faktor lingkungan seperti merokok, polusi, udara, agen
infeksius, alergen dan pada waktunya mengalami gejala-gejala obsruktif kronis.
Sangat penting bahwa karier defek genetik ini harus diidentifikasi untuk
memungkinkan modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk menghambat atau
mencegah timbulnya gejala-gejala penyakit.
5. Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga
tidak terjadi mekanisme ventilasi. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada
waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya
ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di
mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh
defek tulang rawan bronkus. Beberapa penyebab obstruksi jalan napas pada
emfisema adalah inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang
berlebihan, hilangnya elastisitas jalan napas, kolaps bronkiolus, dan redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi.

Patofisiologi
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu: inflamasi dan
pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik
jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan (suatu proses yang dipercepat oleh
infeksi kambuhan), area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler
paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatkan ruang rugi (area paru
dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap
akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan
peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri (disebut hiperkapnia) dan
menyebabkan asidosis respiratorius.

46
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal
berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk
mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian,
gagal jantung sebelah kanan (kor-pulmonal) adalah salah satu komplikasi emfisema.
Terdapatnya kongesti, edema tungkai (edema dependen), distensi vena leher, atau
nyeri
pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan
tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat
untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam
paru-paru yang mengalami emfisema, memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik (ditandai oleh peningkatan
tahanan jalan nafas) kealiran masuk dan aliran keluar udara dari paru-paru. Paru-paru
dalam keadaan hiperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar
paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam
tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi
selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter,
ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus
meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksasi pada persendiannya. Dada
seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas
paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang. Pada beberapa kasus, barrel chest terjadi akibat kifosis dimana tulang
belakang bagian atas secara abnormal bentuknya menjadi membulat atau cembung.
Beberapa pasien membungkuk ke depan untuk dapat bernapas, menggunakan
otot-otot aksesori pernapasan. Retraksi fosa supraklavikula yang terjadi pada inspirasi
mengakibatkan bahu melengkung kedepan. Pada penyakit lebih lanjut, otot-otot
abdomen juga berkontraksi saat inspirasi. Terjadi penurunan progresif dalam
kapasitas vital. Ekshalasi normal menjadi lebih sulit dan akhirnya tidak
memungkinkan kapasitas vital total (VC) mungkin normal, tetapi rasio dan dan
volume ekspirasi kuat dalam 1-detik dengan kapasitas vital (FEV 1 :VC) rendah. Hal
ini terjadi karena elastisitas alveoli sangat menurun. Upaya yang dibutuhkan pasien
untuk menggerakkan udara dari alveoli yang mengalami kerusakan dan jalan napas
yang menyempit meningkatkan upaya pernapasan. Kemampuan untuk mengadaptasi
terhadap perubahan kebutuhan oksigenasi sangat terganggu.
47
48
49
Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen dada
Rontgen dada menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragma,
pelebaran margin interkosta, dan jantung normal.
2. Spirometri (pemeriksaan fungsi pulmonari).
Pemeriksaan fungsi pulmonari biasanya menunjukkan peningkatan
kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi
penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi kuat (FEV).
Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami pasien dalam
mendorong udara ke luar dari paru-paru. Hemoglobin dan hematokrit
mungkin normal pada tahap awal penyakit
3. AGD
Untuk mengkaji fungsi ventilasi dan pertukaran gas pulmonari. Dengan
berkembangnya penyakit, gas-gas darah arteri dapat menunjukkan
hipoksia ringan dengan hiperkapnia, terdapat hipoksemia dan
hipokalemia akibat kerusakan kapiler alveoli: PaO 2 normal (95 mmHg)
atau sedikit menurun (65-75 mmHg), PaCO2 normal (40 mmHg) atau
sedikit meningkat (35-40 mmHg), SaO2 normal, pH menurun.
4. Pemeriksaan EKG (elektrokardiografi)
untuk melihat adanya pembesaran jantung. Pemeriksaan faal paru:
kapasitas paru total dan volume residu sering kali meningkat akibat
terperangkapnya udara dalam ruang udara yang mengalami distensi
5. Hitung darah lengkap (HDL)

Diagnosa
6. Dari anamnesa
a. Riwayat menghirup rokok
b. Riwayat terpajan zat kimia
c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR,


infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
50
udara.
e. Sesak napas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan
memburuk dalam beberapa tahun. Pada bayi terdapat kesulitan
pernapasan berat tetapi kadang- kadang tidak terdiagnosis hingga
usia sekolah atau bahkan sesudahnya
7. Dari gejala klinis
8. Pemeriksaan fisik
9. Pemeriksaan penunjang

F. PNEUMONIA
Pneumonia (community-acquired pneumonia) adalah inflamasi parenkim paru yang
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme termasuk bacteria, mikobakteria, jamur,
dan virus. Klasifikasi pneumonia di komunitas yaitu pneumonia didapat dirumah
sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi.
(Brunner & Suddarth, 2014)
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan bagian bawah ditandai
dengan batuk dan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
mycoplasma (fungi) berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi
(Nurarif, 2013).
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru terjadi karena mikroorganisme (Astuti
& Angga, 2010 :109)
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan
oleh agen infeksius. Pneumonia adalah panyaikt infeksius yg sring mngakibtkn
kmtian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia & aspirasi. Pneumonia
radiasi dpt menyrtai trpi radiasi utuk kanker payudara dan paru, biasanya 6 mggu /
lebih setelah pengobtan selesai. Pneoumalitis kimiawii / pneumonia terjadi setelah
menjadi kerosin / inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari
suatu lobus / yang terkenal penyakiit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk,
2007).

51
Anatomi dan Fisiologi

a. Rongga hidung
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung
berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea)
dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap
benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga
rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk
bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang
berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung
terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada
permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung
b. Faring (tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2
saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring
(posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis).
Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan
terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan
masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang
terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan,
bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan
kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar
52
masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga
menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan

c. Pangkal Tenggorokan (laring)


Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada
diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada
laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring
diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup
tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama
laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun.
Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh
d. Batang Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi
oleh 4 cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan. Batang
tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam
paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat
kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut
gelembung paru-paru (alveolus).
e. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan
bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang
rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar
cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus
bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan bercabang menjadi
dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan. Kedua bronkus menuju
paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah
kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder),
sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang
yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus. Fungsi
53
utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar
paru-paru.

f. Bronchiolus
Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa.
Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar, sel bronkiolar tanpa silia (sel
Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet. Bronchiolus berfungsi
sebagai pengatur jumlah udara yang masuk dan keluar dari alveoli.
g. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup.
Jumlahnya 200 - 500 juta. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar Sel alveolar tipe I
adalah sel epitel yang membentuk diding alveolar, Tipe II sel-sel yang aktif secara
metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolifit yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps, dan Tipe III makrofag yang merupakan
sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda asing (mis, lendir, bakteri), dan
bekerja sebagai mekanisme pertahan yang penting.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi (pola keterlibatan paru)


(LeMone,Atal,2016) antara lain :
a. Pneumonia lobal, biasanya mengenai seluruh lobus paru. Proses awalnya, ketika
respon imun minimal, bakteri menyebar sepanjang lobus yang terkena dengan
akumulasi cepat. Cairan edema karena terjadi respon imun dan inflamasi, RBC,
dan neutrofil, merusak sel epitel, dan fibrin berakumulasi dalam alveoli. Eksudat
purulen mengandung neurofil dan makrofag terbentuk. Karena alveoli dan
bronkiolus pernapasan terisi dengan eksudat, sel darah, fibrin, dan bacteria,
konsolidasi (solidifikasi) jaringan paru terjadi. Akhirnya, proses sembuh karena
enzim menghancurkan eksudat dan sisa debris direabsorpsi, difagosit, atau
dibatukan keluar.
b. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis), biasanya mengenai bagian jaringan
paru terkait, ditandai dengan konsolidasi bercak. Eksudat cenderung tetap

54
terutama di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema dan kongesti alveoli dari
pada Pneumonia lobar.
c. Pneumonia interstisial (Bronkiolitis) proses inflamasi terutama melibatkan
interstisial : dinding alveolar dan jaringan ikat yang menyokong pohon
bronchial. Keterlibatkan dapat berupa bercak atau difus karena limfosit,
makrofag, dan sel plasma menginfiltrasi septa alveolar. Ketika alveoli biasanya
tidak mengandung eksudat yang banyak, membrane hialin kaya akan protein
dapat melapisi alveoli, mengandung pertukaran gas.
d. Pneumonia milier, pada pneumonia milier, sejumlah lesi inflamasi memiliki ciri
tersendiri terjadi sebagai akibat penyebaran patogen ke paru melalui aliran darah.
Pneumonia milier umumnya terlihat pada orang yang memiliki imun rendah.
Sebagai akibatnya, respons imun buruk dan kerusakan jaringan pleura sangat
signifikan.

Patofisiologi
Suatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya serangan agen infeksius
yang bertransmisi atau di tularkan melalui udara. Namun pada kenyataannya tidak
semua penyakit pernapasan di sebabkan oleh agen yang bertransmisi denagan cara
yang sama. Pada dasarnya agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui
berbagai cara seperti inhalasi (melaui udara), hematogen (melaui darah), ataupun
dengan aspirasi langsung ke dalam saluran tracheobronchial. Selain itu masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan juga dapat di akibatkan oleh adanya
perluasan langsung dari tempat tempat lain di dalam tubuh. Pada kasus pneumonia,
mikroorganisme biasanya masuk melalui inhalasi dan aspirasi.
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri
di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme
dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
55
 Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
 Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
 Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah
menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
 Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula. Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan
manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan
kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran pernapasan. Selain adanya
56
infeksi kuman dan virus, menurunnya daya tahan tubuh dapat juga di sebabkan karena
adanya tindakan endotracheal dan tracheostomy serta konsumsi obat obatan yang dapat
menekan refleks batuk sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran pernapasan
terhadap serangan kuman dan virus.

57
58
59
Komplikasi
Komplikasi yang timbul dari pneumonia menurut Ngastiyah (2012) yaitu:
a. Empiema merupakan akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru
terinfeksi.
b. Otitis media akut adalah infeksi pada telinga bagian tengah, Otitis media akut
sering dijumpai pada anak-anak. Biasanya anak mengeluhkan nyeri disertai
penurunan pendegaran.
c. Emfisema adalah penyakit progresif jangka panjang pada paru-paru yang
umumnya menyebabkan napas menjadi pendek Secara bertahap,
kerusakanjaringan paru pada emfisema akan membuatnya kehilangan elastisitas.
Kantung-kantung udara (alveoli) pada paru-paru penderita juga rusak.
d. Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput
pelindung yang menutupi saraf otak dan tulang belakang yang dikenal sebagai
iplikasi meninges. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi dari cairan
yang
mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
e. Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara dua
lapisan pleura, Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru dengan
dinding dada bagian dalam, Cairan yang diproduksi pleura ini sebenarnya
berfungsi sebagai pelumas yang membantu kelancaran pergerakan
paru-paruketika bernapas.
f. Abses paru dalah infeksi paru-paru. Penyakit ini menyebabkan
pembengkakan yang mengandung nanah, nekrotik pada jaringan paru- paru,
danpembentukan rongga yang berisi butiran nekrotik atau sebagai akibat infeksi
mikroba. Pembentukan banyak abses dapat menyebabkan pneumonia atau
nekrosis paru-paru.
g. Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan
tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Gagal nafas adalah
suatu kegawatan yang disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen dan
karbondioksida, sehingga sistem pernafasan tidak mampu memenuhi
metabolisme tubuh.

60
h. Sepsis adalah suatu keadaan di mana tubuh bereaksi hebat terhadap bakteria
atau mikroorganisme lain.Sepsis merupakan suatu keadaan yang mesti ditangani
dengan baik yang berhubungan dengan adanya infeksi oleh bakteri. Bila tidak
segera diatasi, sepsis dapat menyebabkan kematian penderita.

Penatalaksaan
a. Keperawatan
Pada penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan antibiotic per-oral,
dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan dan penderita dengan
sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru lainnya, harus dirawat dan
antibiotic diberikan melalui infuse. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan,
cairan intravena dan alat bantu napas mekanik. Kebanyakan penderita akan
memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu
2 minggu. Penatalaksanaan :
 Oksigen 1-2 L / menit
 IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena)
dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan
 Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
 Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
 Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
 Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit. (Nurarif &
Kusuma, 2015).
b. Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak pada
rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan lobus (pneumonia
lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat mencakup bunyi napas
broonkovesikular atau bronchial, krekles, peningkatan fremitus, egofani, dan
pekak padaperkusi. Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang
sesuai seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk
pengobatan pneumonia yaitu eritromisin, derivat tetrasiklin, amantadine,
rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin, ketokonazol.
61

Anda mungkin juga menyukai